• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Cedera Kepala Sedang (CKS) Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Sragen.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Cedera Kepala Sedang (CKS) Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Sragen."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A

DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG

DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD SRAGEN

Oleh :

MUHAMMAD NASIR

J230113018

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

PENELITIAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG (CKS) DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD SRAGEN

Muhammad Nasir.*

Arina Maliya, A.Kep., M.Si.Med. ** Indah Kartikowati, S.Kep.,Ns.***

ABSTRAK

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun psikologis. Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi dan perdarahan. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. kualifikasi cedera kepala berdasarkan berat ringannya, dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Adapun penilaian klinis untuk menentukkan klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala menggunakan metode skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale). Tujuan umum penulisan karya tulis ilmiah ini adalah penulis mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala sedang. Metode yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini adalah dengan melakukan wawancara langsung kepada pasien dan kelurga serta perawat Instalasi Gawat Darurat, observasi dan pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan studi dokumen. Kesimpulan dari karya tulis ilmiah ini adalah terjadi perbedaan pada penatalaksanaan cedera kepala sedang antara teori dan realita pada Ny A pada saat dilakukan tindakan keperawatan.

(4)

NURSING MANAGEMENT OF Mrs. A WITH MODERATE HEAD INJURY (MHI) IN EMERGENCY INSTALLATION OF RSUD SRAGEN

Muhammad Nasir.*

Arina Maliya, A.Kep., M.Si.Med. ** Indah Kartikowati, S.Kep.,Ns.***

ABSTRACT

Head injury is a traumatic disruption of brain function with or without interstitial hemorrhage in the brain substance without followed the breaking continuity of brain. As a result of head trauma patients and families experiencing physical and psychological changes. Complications of head injury are infection and bleeding. Head injury contributes to nearly half of all deaths due to traumas. Head injury is a serious condition. Qualifications based on severity and minor head injuries, which is divided into 3, they are minor, moderate, and severe head injuries. The clinical assessment to determine clinical classification and level of consciousness in patients with head injury uses the Glasgow Coma Scale. The general objective of this scientific paper is the author would study about nursing management in patients with moderate head injuries. The method used in scientific paper is a live interview to the patients, patient’s families and Emergency installation nurses, observation and physical examination as well as supported by the study documents. This scientific paper may be concluded that, there are any difference in the management of head injury between theory and reality for Mrs. A at the time of nursing actions.

(5)

PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008), cedera kepala biasanya diakibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan. Sedangkan akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah kematian.

Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala memegang peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi. Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdarahan. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu, diharapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007).

Sedangkan berdasarkan Mansjoer (2002), kualifikasi cedera kepala berdasarkan berat ringannya, dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Adapun penilaian klinis untuk menentukkan klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran pada pasien cedera

kepala menggunakan metode skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale) (Wahjoepramono, 2005).

Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di dunia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Depkes, 2012).

Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer, 2002).

(6)

LANDASAN TEORI Cedera Kepala

Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 2006). Menurut Mansjoer (2003) etiologi cedera kepala yaitu: Trauma tumpul, kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil, kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul; trauma tembus, luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya, jatuh dari ketinggian, cedera akibat kekerasan, cedera otak primer, adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Dapat terjadi memar otak dan laserasi; cedera otak sekunder. Kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.

Menurut Wahjoepramono (2005) Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS) yaitu: Ringan, GCS 13 – 15. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma; Sedang. GCS 9 – 12. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak; Berat. GCS 3 – 8. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intracranial.

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya

konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

(7)

kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya (Smeltzer, 2002).

Menurut Brunner dan Suddart (2002) manifestasi klinis yaitu : hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih, kebungungan, iritabel, pucat, mual dan muntah, pusing kepala, terdapat hematoma, kecemasan, sukar untuk dibangunkan, bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

Penatalaksanaan cedera kepala sedang yaitu observasi 24 jam, jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu, berikan terapi intravena bila ada indikasi, anak diistirahatkan atau tirah baring, profilaksis diberikan bila ada indikasi, pemberian obat-obat untuk vaskularisasi, pemberian

obat-obat analgetik, pembedahan bila ada indikasi.

Pemeriksaan Penunjang

a). CT Scan. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri; b). Adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang,

penurunan kesadaran, mengidentifikasi adanya hemoragi,

pergeseran jaringan otak; c).

Angiografi Serebral Menunjukkan kelainan sirkulasi

cerebral seperti pergeseran cairan otak akibat oedema, perdarahan, trauma; d). EEG (Electro Encephalografi) Memperlihatkan keberadaan/perkembangan

gelombang patologis; e). MRI (Magnetic Resonance Imaging), Mengidentifikasi perfusi jaringan otak, misalnya daerah infark, hemoragik; f) Rontgen, Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang; g) Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG). Untuk menentukan apakah penderita trauma kepala sudah pulih daya ingatnya.

Komplikasi

(8)

kranial, herniasi jaringan otak, infeksi, hidrosefalus

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pendekatan deskriptif yang mencoba menjelaskan metode ilmiah yang bersifat mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan data tentang konsep asuhan perawatan pada pasien cedera kepala sedang di Instalasi Gawat Darurat (IGD) antara teori dengan praktek dilapangan.

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Kabupaten Sragen. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 09 Juli 2012 jam 07.00 WIB sampai jam 14.00 WIB.

Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data pada karya tulis ilmiah ini dengan cara melakukan wawancara langsung kepada pasien, kelurga pasien dan perawat IGD, observasi dan pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan studi dokumen dari IGD RSUD Sragen yakni rekam medis pasien.

Analisa Data

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah membandingkan teori dari berbagai jurnal baik dalam negeri dan luar negeri serta sumber kepustakaan

dengan asuhan keperawatan pasien cedera kepala sedang di ruang IGD.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan gangguan perkusi cerebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke serebral, antara lain : Subyektif : klien mengatakan pusing. Obyektif : TTV : TD:150/90 mmHg, N: 98 x/menit, RR: 30x/menit, S: 36,9 ° C. Posisi klien head up 300. Injeksi piracetam 3g masuk lewat intravena. Asismen : masalah keperawatan edema cerebral teratasi sebagian. Planing : lanjutkan intervensi : observasi keadaan umum dan TTV, pantau kesadaran dan GCS, pertahankan posisi head up 300, pertahankan terapi O2 nasal 30 lpm.

Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, antara lain : Subyektif : klien mengatakan sesak napas sudah

berkurang. Obyektif : RR=

24x/menit, irama napas teratur. Klien terpasang O2 nasal 3lpm, posisi head up 30°. Asismen : masalah keperawatan pola napas tidak efektif sudah teratasi. Planing : lanjutkan intervensi : Kolaborasi dengan dokter pemberian O2 nasal 3 lpm.

(9)

Obyektif : ekspresi wajah klien lebih rileks, obat injeksi keterolac 30 mg masuk lewat intravena. Asismen: masalah keperawatan nyeri akut teratasi sebagian. Planing : kaji karakteristik nyeri secara berkala, berikan posisi yang nyaman, kolaborasi dengan dokter, pemberian obat analgesik.

PEMBAHASAN

Kasus pada karya tulis yang berjudul asuhan keperawatan pada ny. A dengan cedera kepala sedang (CKS) di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen dengan mengalami hematoma pada bagaian kepala bagaian belakang. Adapun penanganan gawat darurat yang telah dilaksanakan perawat di IGD adalah mengkaji kondisi pasien dengan dengan prinsip ABC (Airway, Breathing and Circulation) dan memperhatikan tingkat kesadaran pasien dengan cara menghitung GCS (Glasgow Coma Scale) dan tanda – tanda vital serta keluhan utama. Sedangkan tindakan yang diberikan adalah memposisikan semi fowler dan pemberian terapi O2

sebanyak 3 liter / menit, hal ini dikarenakan pasien mengalami sesak nafas.

Dari pengkajian yang sudah dilakukan baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik, didapatkan tiga diagnosa keperawatan menurut Nanda yang muncul pada asuhan keperawatan pada Ny. A. Diagnosa keperawatan yang pertama gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke serebral. Penulis mengangkat diagnosa tersebut

dengan ciri utama pasien mengalami penurunan kesadaran, peningkatan tekanan darah, terjadi hematom dikepala. Diagnosa keperawatan yang kedua pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi. Penulis mengangkat diagnosa tersebut dengan ciri utama yaitu respiratory rate 30x/menit, napas pendek dan cepat, irama napas tidak teratur, serta terdapat penggunaan otot bantu pernapasan. Hal ini terjadi karena adanya mekanisme pemenuhan kebutuhan oksigen yang meningkat dan menyebabkan hiperventilasi.Diagnosa keperawatan yang ketiga nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik. Penulis mengangkat diagnosa tersebut klien mengalami nyeri pada lengan sebelah kanan pasca kecelakaan mengendarai sepeda motor. Setelah penarikan diagnosa penulis memprioritaskan masalah sesuai dengan kegawat daruratannya. Kemudian penulis menyusun intervensi dan kriteria hasil yang sesuai pedoman (NIC dan NOC). Intervensi yang disusun dari semua diagnosa sudah sesuai dengan tinjauan pustaka NIC dan NOC (Wilkinson, 2007).

Tindakan keperawatan yang

(10)

intracranial yang diakibatkan dari cedera kepala itu sendiri.

Sedangkan berdasarkan teori yang ada, menurut NICE Clinical Guideline (2007) menyatakan bahwa penanganan gawat darurat pada pasien cedera kepala adalah pertama, memprioritaskan kondisi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi udara dibanding luka – luka lainnya. Kedua, memeriksa luka – luka yang ada terutama luka pada kepala dengan segala resiko yang ada, termasuk dilakukan CT Scan, ketiga. Dilakukan pemeriksaan kesadaran dengan GCS untuk mengetahui kondisi berat ringan cedera kepalanya. Adapun teori lainnya ialah setiap pasien yang mengalami cedera kepala harus dilakukan penilaian GCS untuk mengetahui tingkat kesadaran dan penanganan selanjutnya, termasuk melakukan CT scan atau rontgen untuk mengetahui adanya kelainan pada kepala pasien (otak) dan fisik pasien, seperti resiko adanya cedera tulang (Scottish, 2009). Sehingga intervensi yang diberikan perawat di IGD RSUD Sragen terhadap pasien CKS sudah sesuai dengan teori yang ada.

Selain itu, menurut Weisberg dkk (2012), menyatakan bahwa untuk kasus – kasus cedera kepala (contusio) dapat diberikan terapi manitol dan dexametason serta dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan hematoma jika diperlukan jika cedera kepala menjadi lebih parah.

Sedangkan di IGD RSUD Sragen terapi manitol tidak diberikan pada pasien cedera kepala

dikarenakan keterbatasan alat CT Scan yang belum tersedia dan dokter ahli bedah saraf yang belum ada. Pemberian terapi manitol oleh dokter diberikan pada pasien cedera kepala setalah melihat hasil dari pemeriksaan CT Scan, oleh sebab itu apabila ada pasien cedera kepala yang berat maka perawat dan dokter akan merujuk ke rumah sakit di Kota Surakarta yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap dan memiliki dokter bedah saraf.

Dalam Karya Tulis Ilmiah ini penulis hanya menjelaskan 3 diagnosa keperawatan adapun diagnosa cidera kepala lainnya tidak dijelaskan secara rinci dalam pembahasan Karya Tulis Ilmiah ini karena waktu observasi yang terbatas.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny. A Dengan Cidera Kepala Sedang di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen”, maka dapat diambil kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Dalam kasus ini pengkajian asuhan keperawtan gawat darurat sudah dilakukan meliputi: identitas klien, pengkajian primer (ABCDE), pengkajian sekunder (AMPLE), pengkajian Head To Toe.

(11)

jaringan serebral berhubungan dengan edema sebral, pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.

3. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa gangguan perfusi serebral berhubungan dengan edema serebral antara lain : berikan posisi head up 30°, injeksi piracetam 3 gr masuk intra vena, kolaborasi dengan dokter pemberian obat saraf. Diagnosa keperawatan pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi antara lain : berikan posisi head up 30°, kolaborasi dengan dokter pemberian O2 nasal 3lpm. Diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan agen injury fisik, antara lain : diberikan injeksi keterolak 30 mg intra vena, mengajarkan teknik relaksasi progresif dan nafas dalam.penjelasan tentang kondisi saat ini yang dialami klien, anjurkan keluarga untuk selalu mendampingi dan memberikan support, anjurkan klien untuk berdoa dan lebih tenang.

4. Implementasi utama yang sudah dilaksanakan untuk klien dengan cedera kepala sedang adalah memberikan posisi head up 30°, berkolaborasi memberikan obat piracetam 3 gr, injeksi cefotaxim 1 gr dan injeksi keterolak 30 mg, berkolaborasi memberikan O2 nasal 3lpm, memberikan penjelasan tentang kondisi saat ini yang dialami klien dan

menganjurkan keluarga untuk selalu mendampingi serta memberikan support.

5. Evaluasi merupakan kunci keberhasilan pada proses keperawatan, untuk masalah edema serebral teratasi sebagian dengan keterangan klien mengatakan pusing sudah berkurang, tidak terjadi edema serebral. Untuk masalah keperawatan pola napas tidak efektif sudah teratasi dengan keterangan RR= 24x/menit, irama napas teratur. Untuk masalah keperawatan nyeri akut sudah teratasi sebagian dengan keterangan skala nyeri berkurang menjadi 4, pasien mengatakan nyeri berkurang, pasien terlihat rileks.

Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi institusi pendidikan

Dapat digunakan sebagai informasi untuk pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan untuk masa yang akan datang serta referensi untuk penelitian ilmiah selanjutnya.

2. Bagi rumah sakit

(12)

3. Bagi perawat

Menjaga kualitas interaksi yang baik dengan meningkatkan

profesionalisme dalam melakukan asuhan keperawatan

gawat daurat kepada pasien cedera kepala sedang serta melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan 4. Bagi peneliti

Bagi peneliti lain diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat lebih optimal dalam melakukan asuhan keperawatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. (2003). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius : Jakarta

Ditjen PP & PL Depkes RI. 2012. Laporan Triwulan Situasi Perkembangan cidera kepala di Indonesia Sampai Dengan 30 Juni 2012. www.depkes.go.id diakses 26 Oktober 2012.

Gennerelli TA and Meany DF.

(2006). Mechanism of

Primary Head Injury. Wilkins RH and Renfgachery SS Neurosurgery, New York\ NICE clinical guideline. (2007). Head

injury: triage, assessment, investigation and early management of head injury in infants, children and adults. Diakses www.nice.org.uk pada 13 Oktober 2012

Scottish Intercollegiate Guidelines Network. (2009). Early management of patients with a head injury. diakses di www.sign.ac.uk pada 13 Oktober 2012

Smeltzer, Suzanna C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart., Edisi 8. Jakarta: EGC

Tarwoto, et. al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto

Wahjoepramono, Eka. (2005). Cedera Kepala. Lippokarawaci: Universitas Pelita Harapan

Weisberg et al. (2012). Essential of Clinical Neurology: Head

Trauma, diakses

www.psychneuro. Tulane.edu diakses pada 13 Oktober 2012

Wilkinson, J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC.

Muhammad Nasir : Mahasiswa Program Profesi Ners FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura

Arina Maliya, A.Kep., M.Si.Med.: Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A Yani Tromol Post 1 Kartasura.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui apakah spiritualitas dapat menjadi moderator dalam hubungan antara persepsi risiko dan kecemasan menghadapi risiko kecelakaan pesawat

adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kkepada saksi dan/atau korban sebagaimana diatur dalam Undang-undang itu.

[r]

Simalungun pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Kabupaten Simalungun mengundang Bapak selaku peserta lelang untuk menghadiri acara klarifikasi dokumen penawaran

Dalam konteks Indonesia, kiranya elemen yang tepat dan efektif untuk mengeliminasi kekerasan secara progresif adalah: Pendidikan (Education) dan Pelatihan

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan berkah yang luar biasa, kemampuan dan kekuatan kepada penulis, sehingga dapat

Hal ini dikarenakan proses pencarian pada sinonim dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu proses pencarian sinonim kata yang didasarkan pada thesaurus lalu proses

untuk peneliti selanjutnya dapat menerapkan metode pencarian yang lain agar proses pencarian akar kata dalam aplikasi konkordansi Al-Quran lebih cepat dan membandingkan metode