SKRIPSI
Disusun oleh :
ADITYA WISMA KURNIAWAN
NPM. 0671010091
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA HIJAU
DI KAWASAN SURABAYA TIMUR
Disusun oleh :
ADITYA WISMA KURNIAWAN
NPM. 0671010091
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui,
MENGETAHUI
DEKAN
Haryo Sulistiyantoro.S.H.,MM.
NIP. 19620625 199103 1 001
PEMBIMBING UTAMA
Subani, S.H.,M.Si
NIP. 19620625 199103 1 001
PEMBIMBING PENDAMPING
Mas Anienda TF.,S.H.,MH.
HIJAU DI KAWASAN SURABAYA TIMUR
Disusun oleh :
ADITYA WISMA KURNIAWAN
NPM. 0671010091
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal : 30 Juni 2011
Tim Penguji : Tanda Tangan
1. H. Sutrisno.S.H.,M.Hum.
: (...)
NIP. 19601212 198803 1 001
2. Hariyo Sulistiyantoro.S.H.,MM.
: (...)
NIP. 19620625 199103 1 001
3. Subani SH, MSi.
: (...)
NIP. 19510504 198303 1 001
Mengetahui
DEKAN
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Implementasi Perda No. 7
Tahun 2002 Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Surabaya Timur”.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh studi
strata I di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur guna
meraih gelar sarjana hukum.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P. selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur;
2.
Bapak Hariyo Sulistiyantoro, S.H., M.M. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur;
3.
Bapak Subani, S.H., M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, sekaligus sebagai Dosen
Pembimbing Utama Skripsi
4.
Ibu Mas Anienda TF., SH., MH. selaku Dosen Pendamping yang selalu memberikan
bimbingan dan nasehatnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
5.
Bapak Sutrisno S.H., M.Hum. selaku Dosen Wali sekaligus Wakil Dekan I yang telah
memberikan bekal ilmu kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur;
moril maupun materiil;
9.
Teman-teman seperjuangan, Muhammad Rois, H. Misbahul Munir, Yudi Prasetiyo,
Aseptya Nur Achmad, Sigit Priyambodo, pacarku Aulia Rosada serta segenap dosen, staff
juga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur yang tidak kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan penuh
keterbatasan. Dengan harapan bahwa skripsi ini akan berguna bagi rekan-rekan di Program
Studi Ilmu Hukum, maka saran serta kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk
memperbaiki kekurangan yang ada.
Surabaya, 30 Juni 2011
vi
HALAMAN JUDUL
……….. i
HALAMAN PERSETUJUAN
……… ii
HALAMAN PENGESAHAN
………. iii
HALAMAN REVISI
……….. iv
KATA PENGANTAR
……….. v
DAFTAR ISI
………. vi
DAFTAR TABEL
………. vii
DAFTAR GAMBAR
……… viii
DAFTAR LAMPIRAN
……… ix
ABSTRAK
………. x
BAB I PENDAHULUAN
………. 1
1.1 Latar Belakang………. 1
1.2 Perumusan Masalah………. 3
1.3 Tujuan Penelitian………. 4
1.4 Manfaat Penelitian……… 4
1.5 Kajian Pustaka……….. 5
A. Pengertian Pedagang Kaki Lima……… 5
B. Perda Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002……….. 6
vi
F. Pola dan Struktur Ruang Terbuka Hijau……….. 10
G. Elemen Pengisi Ruang Terbuka Hijau……… 11
H. Taman Kota……… 11
I. Asal Mula Konsep Taman………. 12
J. Fungsi Taman……… 13
1.6 Metode Penelitian ……… 14
A. Jenis Penelitian …..……….. 14
B. Sumber Data………. 14
C. Metode Pengumpulan Data ……… 16
D. Analisis Data ………. 17
1.7
Sistematika Penulisan……….. 18
1.8 Waktu Penelitian ……… 19
1.9 Lokasi Penelitian ……… 20
BAB II KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA
HIJAU KAWASAN SURABAYA TIMUR
……….……… 21
2.1 Gambaran Umum ……… 21
A. Jumlah Pedagang Kaki Lima ………. 22
B. Lokasi Kegiatan Pedagang Kaki Lima ……….. 23
vi
A. Perda No. 7 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau … 30
B. Kenyataan Dalam Lapangan ……… 32
BAB III UPAYA YANG DILAKUKAN PEMKOT SURABAYA TERHADAP
KEBERADAAN PEDAGANG KAKI
……… 36
3.1 Konsep Penataan Yang Di Inginkan Pedagang Kaki Lima ………… 36
3.1.1 Relokasi ……… 36
3.1.2 Sentra Pedagang Kaki Lima ……… 37
3.1.3 Rombongnisasi ……… 37
3.1.4Tendanisasi………. 38
3.2 Tanda Daftar Usaha Pedagang Kaki Lima ………. 38
3.2.1 Kewajiban Pemegang Tanda Daftar Usaha ……… 40
3.2.2 Larangan Pemegang Tanda Daftar Usaha ……….. 41
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI PEMKOT DALAM
PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA
………. 45
4.1 Hambatan Internal ………..……… 45
4.1.1 Ketersediaan Lahan ……….……… 45
vi
BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan ………. 50
4.2 Saran
………... 51
NIM
: 0671010091
Tempat Tanggal Lahir
: Surabaya, 27 November 1987
Program Studi
: Strata 1 (S1)
Judul Skripsi
:
IMPLEMENTASI PERDA NO. 7 TAHUN 2002 TERHADAP KEBERADAAN
PEDAGANG KAKI LIMA
DI RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN SURABAYA TIMUR
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi perda kota Surabaya nomor
7 tahun 2002 berkaitan dengan keberadaan Pedagang Kaki Lima yang menempati Ruang
Terbuka Hijau di kawasan Surabaya timur. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
keberadaan pedagang kaki lima ini menimbulkanberbagai problema perkotaan di kota
Surabaya, antara lain ketidaknyamanan yang dialami para pemakai jalan karena ruang
terbuka hijau yang berada di Surabaya khususnya di kawasan Surabaya timur dipenuhi oleh
pedagang kaki lima. Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh, terlihat bahwa
penulis masih saja menemukan tindakan pelanggaran dan perilaku masyarakat ekonomi
bawah yang dengan sengaja memanfaatkan ruang terbuka hijau untuk melakukan aktifitas
berjualan sebagai pedagang kaki lima, khususnya pada jam-jam tertentu mulai pukul
18.30-22.00 WIB, meskipun sudah jelas aturannya bahwa pemanfaatan ruang terbuka hijau tidak
boleh menyimpang dari fungsinya sesuai dengan bunyi pasal 10, perda kota Surabaya nomor
7 tahun 2002
Keberadaan pedagang kaki lima ( PKL ) yang demikian, membuat Pemerintah Kota
Surabaya untuk memandirikan PKL dan meminimalisir permasalahan yang diakibatkan oleh
PKL. Berkaitan dengan hal diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisa bagaimana Implementasi Perda no 7 Tahun 2002, Upaya-upaya serta
hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Surabaya. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode Yuridis Normatif. Lokasi penelitian ini adalah di kota Surabaya
khususnya di Surabaya Timur Tekhnik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah
adalah wawancara secara langsung kepada PKL dan Kepala Dinas Koperasi dan Sektor
Informal Kota Surabaya, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Jenis dan sumber
data yang digunakanadalah data primer dan data sekunder.
Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh, terlihat bahwa Implementasi
Perda No 7 Tahun 2002 di kota Surabaya masih belum dapat berjalan dengan baik, Oleh
sebab itu, perlu dilakukan penanganan secara serius terhadap permasalahan ini yaitu dengan
meningkatkan kominikasi antara Pemkot dengan para PKL, Pemkot harus mempunyai sikap
yang tegas dalam memberikan sanksi jika terdapat kesalahan kesalahan dari pihak PKL,
pemkot juga harus menyediakan lahan Khusus untuk PKL dan Pemkot harus membantu PKL
dalam hal permodalan serta Pemkot harus mengawasi pelaksanaan pembinaan PKL yang
dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Sektor Informal Kota Surabaya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pada tahun1998,terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang kemudian disusul ragam krisis lainnya. Berbagai kalangan mulai dari kelompok intelektual, pakar, pengamat, praktisi dan politisi terlibat diskusi dan pembicaraan intensif guna mencari alternatife bagaimana mangatasi ragam krisis tersebut, namun hasilnya tidak secepat yang diharapkan dan krisis tetap saja berlangsung hingga berkepanjangan.1
Banyak pihak yang menjadi korban krisis itu, perusahaan besar mengalami kerugian dan pailit, buruh pabrik terkena pemutusan hubungan kerja (selanjutnya disingkat dengan PHK), harga barang-barang kebutuhan meningkat tajam serta seluruh biaya hidup lainnya pun meningkat. Pekerja-pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja mencari dan membuka usaha baru diantaranya ke sektor informal, salah satunya menjadi pedagang kaki lima, sehingga disetiap kota jumlah mereka meningkat berlipat ganda. Seluruh ruas jalan kota dipenuhi sektor informal yakni Pedagang Kaki Lima (yang selanjutnya disingkat dengan PKL)2
Pedagang Kaki Lima juga timbul dari akibat tidak tersedianya
lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki dana yang cukup
untuk menempuh pendidikan dan ketrampilan khusus, tidak ada cara yang
lain bagi mereka yang bermodal kecil, selain menciptakan lapangan pekerjaan
yang serba cepat dan instan dan menjadi pedagang kaki lima inilah dianggap
cara yang paling cepat, dengan modal seadanya dan mendapatkan barang
dagangan yang dinilai cepat laku, dijual dengan untung sekedarnya. Pedagang
Kaki Lima sebagai bagian dari usaha yang memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja
1
Alisjahbana, Sisi Gelap Perkembangan Kota,LaksBang PRESSindo,2005,h.xi
2
yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja
di sektor perusahaan swasta maupun pemerintahan.
Di kota-kota besar khususnya Surabaya, keberadaan pedagang kaki lima merupakan suatu kegiatan perekonomian rakyat kecil. Dan keberadaan pedagang kaki lima bukan hanya berfungsi sebagai penyangga kelebihan tenaga kerja, tetapi juga memiliki peran yang besar dalam meningkatkan kegiatan pereekonomian. Pedagang Kaki Lima sesungguhnya adalah bagian dari sektor informal kota yang mengembangkan aktifitas produksi barang dan jasa di luar kontrol pemerintah dan tidak terdaftar.3
Stigma negative tentang keberadaan sektor informal atau sering disebut juga dengan pedagang kaki lima semakin kental ketika muncul wacana keindahan kota. Jika dilihat dari segi estetika lingkungan maka keberadaan pedagang kaki lima menimbulkan kesan kumuh dan kesemrawutan. Kesemrawutan ini terjadi karena tenda maupun alat peraga yang digunakan untuk berjualan mayoritas ditinggal dimana mereka berjualan.4
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pedagang kaki lima yang
berjualan di Ruang Terbuka Hijau (yang selanjutnya disebut dengan RTH)
sering menimbulkan kesan kumuh dan kesemrawutan, mereka sering
berjualan sampai memakan badan bahu jalan sehingga sering kali
menyebabkan kemacetan arus lalu lintas dan merusak keindahan serta
ketertiban kota yang akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan kota.
Sesuai dengan Perda Kota Surabaya tentang Pengelolaan Ruang Terbuka
Hijau No.7 Tahun 2002, pasal 10 yang berbunyi sebagai berikut:
Guna pengendalian,pemanfaatan ruang terbuka hijau, setiap usaha atau kegiatan oleh dan/atau untuk kepentingan perorangan atau badan yang memakai lokasi ruang terbuka hijau tidak boleh menyimpang dari fungsinya dan harus memperoleh izin dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3
Evers Hans-Dieter & Rudiger Korft, Urbanisasi di Asia Tenggara, Makna dan Kekuasaan
Dalam Ruang-Ruang Sosial.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2002, h.234
4
Kesadaran menjaga kelestarian lingkungan hijau pasti akan lebih
baik jika setiap orang mengetahui fungsi ruang terbuka hijau bagi lingkungan
perkotaan yakni untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
dalam kota dengan sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan warga kota
dengan menciptakan lingkungan yang baik dan sehat. Dari segi hukum wajar
jika Pemkot Surabaya mencoba bersikap tegas dengan melakukan
pengobrakan terhadap kehadiran sektor informal atau pedagang kaki lima
karena secara fisik mereka menempati ruang public tanpa izin yang kegiatan
mereka sering menganggu kemacetan arus lalu lintas.
Salah satu bentuk RTH yang sering dijumpai di dalam suatu kota
adalah Taman Kota. Taman Kota selain mampu memberikan fungsi ekologis, juga dapat memberikan fungsi social. Keberadaan taman kota menjadi bagian
dari keseharian aktifitas masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka didapatlah rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi Perda yang dilakukan Pemkot Surabaya
terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menempati Ruang Terbuka
Hijau ?
2. Apakah upaya yang dilakukan Pemkot Surabaya terhadap Pedagang
Kaki Lima yang melanggar Perda tersebut ?
3. Apakah yang menjadi hambatan Pemkot Surabaya dalam melakukan
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk dapat mengetahui dan memahami implementasi perda yang
dilakukan Pemkot Surabaya terhadap Pedagang Kaki Lima yang
menempati Ruang Terbuka Hijau,
2. Untuk dapat mengetahui upaya apa yang dilakukan Pemkot Surabaya
terhadap Pedagang Kaki Lima yang melanggar Perda tersebut,
3. Untuk mengetahui hambatan apa yang sering terjadi dalam melakukan
penertiban pedagang kaki
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1.Manfaat Praktis
Membuat kesepahaman antar stakeholder yang terdiri dari Pemkot
Surabaya, Masyarakat, dan Swasta terhadap permasalahan Pedagang Kaki
Lima sehingga masing-masing pihak dapat saling bekerja sama.
2. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan masukan serta relevansi bagi penelitian yang
dilakukan selanjutnya dalam hal yang berkaitan dengan implementasi
1.5 Kajian Pustaka
Sehubungan dengan kajian tentang masalah Implementasi Perda
No.7 Tahun 2002 terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Ruanng
Terbuka Hijau Yang Berada Di Kawasan Surabaya Timur, maka dapat
dikemukakan Konsep-konsep sebagai berikut :
a. Pengertian Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima (pkl) adalah istilah untuk menyebut penjaja
dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan
demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut
adalah dua kaki pedagang ditambah tiga kaki gerobak. Sebenarnya istilah
kaki lima berasal dari masa penjajahan colonial Belanda. Peraturan
pemerintah waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki, lebar ruas untuk
pejalan adalah lika kaki atau sekitar setengah meter.
Definisi lain tentang pedagang kaki lima dijelaskan dengan
mengidentifikasikan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Ada yang menetap dan ada yang bergerak pada lokasi tertentu
2. Menjajakan makanan, minuman,dan mainan,
3. Umumnya bermodal kecil,
4. Tawar-menawar antar pedagang dengan pembeli,
5. Sering kali dalam suasana psikologis tidak tenang.5
5
Sekitar puluh tahun setelah itu, saat Negara Indonesia sudah
merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para
pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan
jalan, sekarang berubah menjadi pedagang kaki lima atau sering kali
masyarakatnya menyebut dengan PKL.
Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena
aktifitas mereka sering kali menganggu para pengendara kendaraan
bermotor. Selain itu pedagang kaki lima sering menggunakan sungai atau
saluran air sebagai tempat untuk mencuci atau membuang sampah.
b. Peraturan Daerah Kota Surabaya No.7 Tahun 2002
Peraturan ini menjelaskan tentang pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, seiring dengan laju pembangunan Kota Surabaya terdapat adanya
kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau
(rth) untuk berbagai kepentingan salah satunya keberadaan Pedagang Kaki
Lima di sekitar ruang terbuka hijau oleh sebab itu diperlukan kerjasama
dan tanggungjawab antara masyarakat dengan Pemerintah Daerah dalam
hal ini Pemkot Surabaya.
Perencanaan Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian dari rencana
tata ruang yang telah ditetapkan dan dilakukan dengan mempertimbangkan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi lingkungan. Dalam
rangka pembinaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau, Pemerintah
Daerah berkewajiban mewujudkan, menumbuhkan, dan meningkatkan
Daerah, Swasta, Pengusaha, dan Masyarakat dalam upaya pengelolaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya ruang terbuka hijau
sangatlah kuran,hal ini dikarenakan masih banyaknya keberadaan
Pedagang Kaki Lima (pkl) yang menempati ruang terbuka hijau yang
seharusnya dikhususkan bagi masyarakat sebagai ruang publik yang
peruntukkannya untuk melakukan aktifitas di selang kesibukannya bekerja
misalnya sebagai tempat rekreasi keluarga. Sebagaimana dijelaskan salah
satu pasal dal peraturan daerah No.7 Tahun 2002 tentang pengelolaan
ruang terbuka hijau yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 10 ayat 1 : Guna pengendalian, pemanfaatan ruang terbuka hijau setiap usaha atau kegiatan untuk kepentingan perorangan atau badan yang memakai lokasi ruang terbuka hijau tidak boleh menyimpang dari fungsinya dan harus memperoleh izin dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
c. Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang
terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh berbagai tumbuhan,
tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan tidak
langsung yang di hasilkan ruang terbuka hijau dalam kota tersebut yaitu
keamanan, kenyamanan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
Definisi lain yang menyatakan bawasannya Ruang Terbuka Hijau (RTH)
adalah ruang terbuka yang lebih menonjolkan unsur hijaunya.6
Menurut Intruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1988,
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, selain untuk
merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan penyelenggaraan
penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan sebagai bagian tindak lanjut pelaksanaan rencana tata ruang kota bagi daerah yang telah memiliki
rencana ruang terbuka hijau dalam rangka meningkatkan fungsi dan
peranan Ruang Terbuka Hijau Kota dengan melarang atau membatasi
perubahan penggunaannya untuk kepentingan lain.
d. Pengelompokan Bentuk dan Jenis Ruang Terbuka Hijau (rth)
1. Bentuk Ruang Terbuka Hijau berdasarkan kategori Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya
a. Kawasan Hijau Pertamanan Kota, pemanfaatannya
lebih difungsikan sebagai taman dengan jenis tanaman yang bervariasi
b. Kawasan Hijau Rekreasi Kota, merupakan Ruang
Terbuka Hijau yang pemanfaatannya sebagai tempat rekreasi aktif maupun pasif yang didalamnya terdapat tempat bermain anak dan kelengkapan taman.
6
Rinawati, Tri J. Penerapan Arahan Kebijaksanaan Ruang Terbuka Hijau menurut Rencana
2. Berdasarkan status kepemilikannya,dapat diklasifikasikan sebagai berikut
a. Ruang Terbuka Hijau Milik Publik, yang berlokasi
pada lahan-lahan publik atau lahan yang dikuasai Pemerintah (Pusat Daerah),seperti taman rekreasi, taman olahraga, taman kota, jalur hijau
b. Ruang Terbuka Hijau Milik Privat, yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat, seperti halaman rumah tinggal, perkantoran, sekolah atau kampus,dan rumah sakit.7
e. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau memiliki beberapa fungsi antara lain : a. Sebagai paru-paru kota,
b. Pengatur Lingkungan Mikro, vegetasi akan menimbulkan
lingkungan yang sejuk, nyaman,dan segar
c. Penyeimbang alam dan perlindungan terhadap kondisi fisik
alam sekitarnya
d. Mengurangi polusi air, udara, dan dari suara kebisingan e. Menambah keindahan kota sekaligus tempat rekreasi.8
Tabel 1
Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Fungsi Ekologis Fungsi Sosial
Menurunkan tingkat
pencemaran udara
Menurunkan tingkat stress
masyarakat perkotaan
Meningkatkan kandungan air Sebagai tempat rekreasi
Sumber: Irwan,Zoer’aini
7
Ikhwan Beladdinilma. Konsep Pengembangan Taman Kota.Tugas Akhir.ITS,
Surabaya,2009.h.12
8
f. Pola dan Struktur Fungsional Ruang Terbuka Hijau
Pola ruang terbuka hijau kota merupakan struktur ruang terbuka
hijau yang ditentukan oleh hubungan fungsional
(ekologis,sosial,ekonomi,arsitektural)antarkomponen pembentuknya. Pola
ruang terbuka hijau terdiri dari :
1. Ruang Terbuka Hijau Struktural
Merupakan pola ruang terbuka hijau yang dibangun
oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya.
Ruang Terbuka Hijau tipe ini didominasi oleh fungsi non
ekologis dengan struktur ruang terbuka hijau binaan, seperti
pertamanan kota yang dimulai dari taman perumahan, taman
lingkungan, taman kota.
2. Ruang Terbuka Hijau Non Struktural
Merupakan ruang terbuka hijau yang dibangun oleh
hubungan fungsional antar komponen pembentuknya. Ruang
Terbuka Hijau tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat
dominan dengan struktur ruang terbuka hijau alami.
Salah seorang arsitek dari Amerika yang sangat terkenal dengan
konsep atriumnya, memberikan gambaran mengenai Ruang Terbuka Hijau
dengan membandingkan dua tipe tatanan pola ruang luar sebagai berikut :
Seandainya saya diminta untuk merancang sebuah kota yang ideal,saya akan memilih rancangan Kota New York dan mengawin silangkan dengan rancangan Kota Savannah, Georgia.9
9
John Portman.The American Institute Of Architects, The American Institute Of Architects
g. Elemen Pengisi Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau dibangun dari kumpulan tumbuhan dan
tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi
serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda seperti
pusat kota, kawasan industry akan memiliki permasalahan yang juga
berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan
ruang terbuka hijau yang berbeda.
Jenis tanaman yang memiliki keunggulan tertentu dalam wilayah
kota tersebut menjadi bahan tanaman utama cirri ruang terbuka hijau kota
tersebut yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan
keanekaragaman hayati wilayah dan juga nasional.
h. Taman Kota
Asal mula pengertian taman atau sering disebut garden dapat ditelusuri pada bahasa ibrani gan, yang berarti melindungi dan
mempertahankan menyatakan secara tidak langsung hal pemagaran atau
lahan berpagar dan oden berarti kesenangan. Jadi, dalam bahasa Inggris perkataan garden memiliki gabungan dari kedua kata-kata tersebut yang
berarti sebidang lahan berpagar yang digunakan untuk kesenangan.
Taman memiliki beberapa pengertian antara lain:
1. Sebidang lahan yang ditata rapi sedemikian rupa, sehingga mempunyai
keindahan, kenyamanan, dan keamanan bagi penggunanya,
2. Merupakan tempat cengkrama dan senyawa antara aspirasi pesan dan
3. Sebagai Ruang Terbuka dengan segala kelengkapannya yang
dipergunakan dan dikelola untuk keindahan dan antara lain sebagai
paru-paru kota,
4. Sebagai tempat yang secara resmi digunakan penduduk kota untuk
melepas lelah dan meghirup udara segar serta berolahraga pada saat
tertentu.10
i. Asal Mula Konsep Taman
Pembuatan taman yang dilakukan oleh para penguasa kuno dalam
bentuk penataan lahan pertanian dengan variasi pengairannya yang
merupakan wujud pengakuan akan keindahan alam. Pohon yang rindang,
bunga warna-warni, aliran air, batu-batu dan berbagai elemen lain yang
dianggap sebagai karunia alam yang memiliki estetika tinggi. Bentuk-bentuk semacam itu kemudian dibawa ke lahan untuk dijadikan taman
yang setiap saat dapat dinikmati.
Di Dalam Al Qur’an, keindahan taman sering digunakan dalam
menggambarkan keindahan surga. Dari beberapa ayat di bawah ini terlihat
unsur air dan tanaman yang sangat dominan untuk membentuk keindahan
taman,antara lain :
1. QS. Al Furqan (25) : 24
Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat
tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya
10
2. QS. Al Ibrahim (14) : 23
Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal
shaleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya dengan se-izin Tuhan mereka. Ucapan
penghormatan dalam surga itu ialah salam.
3. QS. Ar R’ad (13) : 35
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang
yang taqwa ialah seperti taman, mengalir sungai-sungai
didalamnya, buahnya tidak henti-henti sedang naungannya
(demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang
bertaqwa, sedangkan tempat kesudahan bagi orang-orang kafir adalah neraka.
j. Fungsi Taman
Menurut Norma Standart Pedoman Manual Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Tahun 1987 sebagai berikut :
1. Memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap lingkungan yang nyaman
dan asri dari gangguan polusi,
2. Memberikan kesempatan untuk melakukan rekreasi bagi masyarakat
perkotaan untuk menghirup udara segar dan melepas lelah,
3. Sebagai paru-paru kota, pengatur sirkulasi udara, penyimpan air
1.6 Metodologi Penelitian
A.Jenis Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan
bagaimana Implementasi Peraturan Daerah No.7 Tahun 2002 Tentang
Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Terhadap Pedagang Kaki Lima Yang
Menempati Ruang Terbuka Hijau. Bertalian dengan rumusan masalah
yang dikaji, dan hukum sebagai kaidah atau norma, maka tipe penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis
normatif , Dalam pengertian lain sering disebut dengan penelitian
kepustakaan (liberary research) dengan pustaka utamanya adalah
peraturan perUndang-Undangan.11
B. Sumber Data
Penelitian pada pokok intinya dilakukan dengan melalui studi
kepustakaan. Sumber data penelitian ini di dapat dari :
a. Data Sekunder : yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
1. Bahan Hukum Primer adalah Bahan hukum yang diperoleh dari
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Peraturan
Perundang-Undangan yang dipakai dalam skripsi ini terdiri dari :
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup,
11
Sarjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia,
- Norma Standart Pedoman Manual Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan Tahun 1987,
- Imendagri Nomor 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan,
- Perda Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2002 Tentang
Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau,
- Perda Kota Surabaya Nomor 10 Tahun 1987 Tentang
Pengaturan Tempat Usaha dan Pembinaan Sektor Informal,
- Perda Kota Surabaya Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima,
- Keputusan Walikota Surabaya Nomor 34 Tahun 2005
Tentang Penetapan Lokasi, Waktu Kegiatan, Jumlah PKL,
dan Barang yang diperdagangkan pada Usaha Pedagang
Kaki Lima di Kota Surabaya.
2. Bahan Hukum Sekunder adalah Bahan hukum yang diperoleh dari
literature, jurnal, makalah, dan hasil-hasil seminar hukum. Literatur
yan dipakai dalam skripsi ini terdiri dari :
- Urbannisasi dan Perkembangan Kota, Herlianto, Alumni
Bandung Tahun 1986,
- Sisi Gelap Perkembangan Kota, Alisjahbana MA Tahun
- Makna dan Kekuasaan dalam Ruang-Ruang Sosial, Evers,
Hans-Dieter & Rudiger Korff. Yayasan Obor Indonesia.
Tahun 2002,
- Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat, A.Masyhur
Effendi.,S.H.
- Pedagang Kaki Lima, Kartono K.Universitas Katolik
Parahyangan Bandung Tahun 1980,
- Upaya Penataan PKL Kota Surabaya, Bappeko. Pemkot
Surabaya, Tahun 2003,
- Irwan,Zoer’aini. Tantangan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi
Aksara, Jakarta.2005.
3. Bahan Hukum Tersier adalah Bahan Hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap Bahan Hukum Primer dan
Bahan Hukum Sekunder. Adapun petunjuk yang dipakai dalam
skripsi ini terdiri dari
- Kamus Bahasa Indonesia
- Kamus Hukum
b. Data Primer : Data yang diambil langsung dari lapangan yakni dengan
mengamati dan melakukan wawancara yang terstruktur.
C.Metode Pengumpulan Data
Data sekunder adalah : Bahan-bahan hukum (legal materiil) yang
selanjutnya dengan melakukan kategorisasi sebagai langkah
pengklasifikasian bahan hukum secara selektif.
Data Primer : Bahan-bahan Hukum yang diperoleh dari lapangan
melalu Observasi/melihat langsung dan melakukan wawancara terstruktur.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah
dengan studi kepustakaan, observasi dan wawancara yang terstruktur
dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari sumber-sumber data
sekunder dan data primer. Hal ini disebabkan “Such documents not only
describe contempory events, but also help to reveal how these have appeared to those living through them”,yang artinya dokumen tersebut tidak hanya menjelaskan peristiwa kontemporer, tetapi juga membantu untuk mengungkapkan bagaimana telah muncul bagi mereka yang
hidup/tinggal mereka.
D.Analisis Data
Sebagai kelanjutan dari semua kegiatan proses penelitian tersebut
diatas, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis bahan hukum
dengan menggunakan deskriptif analisis, sedangkan yang dimaksud
dengan deskriptif analisis adalah menjelaskan suatu analisa terhadap satu
pembahasan masalah dalam skripsi sehingga memberikan gambaran yang
jelas dengan memberikan pikiran yang logis sesuai dengan nalar dan
runtut.13
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan III, Universitas Indonesia.
Bahan-bahan hukum yang telah ditulis dengan menggunakan
sistem kartu dilakukan pengolahan dengan menyusun dan
mengklasifikasikan secara sistematis dan kuantitatif sesuai dengan pokok
bahasannya dan selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisis.
1.7 Sistematika Penulisan
Skripsi ini nantinya disusun dalam empat bab. Tiap-tiap bab dibagi
menjadi beberapa subbab yang saling mendukung. Bab-bab yang tersusun
tersebut nantinya merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan antara
yang satu dengan yang lain.
Bab Pertama, Pendahuluan. Di dalamnya menguraikan tentang latar
belakang masalah, kemudian berdasarkan latar belakang masalah tersebut,maka dirumuskan permasalahan. Selanjutnya disajikan tujuan dan
manfaat penelitian sebagai harapan yang ingin dicapai melalui peneitian ini.
Pada bagian Kajian Pustaka yang merupakan landasan dari penulisan skripsi,
kemudian diuraikan beberapa konsep definisi yang berkaitan dengan judul
penelitian. Selanjutnya diuraikan tentang metode penelitian yang merupakan
salah satu syarat dalam setiap penelitian. Intinya mengemukakan tentang tipe
penelitian dan pendekatan masalah, sumber bahan hukum, langkah penelitian
dan bab ini diakhiri dengan sistematika penulisan.
Bab Kedua, Menguraikan tentang Implementasi Perda Nomor 7
Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau terhadap Pedagang
Bab Ketiga, Menguraikan tentang Upaya Yang Dilakukan Pemkot
Surabaya Terhadap Pedagang Kaki Lima Yang Melanggar Perda tersebut.
Secara umum dalam bab ini terdapat Dua Subbab, yakni Pertama mengenai
Konsep Penataan Yang Dilakukan Pemkot Surabaya, yang terdiri dari A.
Sentra, B. Rombongnisasi, Tendanisasi, dan Relokasi. Dan Subbab Kedua
mengenai Tanda Daftar Usaha Pedagang Kaki Lima yang berisi Kewajiban
dan Larangan Pemegang Tanda Daftar Usaha Pedagang Kaki Lima
Bab Keempat, Menguraikan tentang Hambatan Yang Dihadapi
Pemkot Surabaya Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima. Secara umum dalam
bab ini terdapat Tiga Subbab, yakni Pertama mengenai Persoalan Data atau
Identifikasi Pedagang Kaki Lima, Kedua mengenai Keterbatasan Lahan, Bab Kelima, Berdasarkan uraian-uraian dalam Bab Kedua, Ketiga,
dan Keempat diatas tentang jawaban dari rumusan masalah yang dijadikan
obyek penulisan, selanjutnya ditarik Kesimpulan dan Saran dalam Bab
Kelima sebagai Penutup.
1.8 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini adalah 4 (Empat) bulan, dimulai dari bulan
Februari sampai dengan Juni 2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari minggu pertama, Tahap persiapan penelitian, meliputi : penentuan
judul penelitian, penulisan skripsi, seminar skripsi, dan perbaikan skripsi.
Tahap pelaksanaan penelitian selama 2 bulan terhitung mulai minggu pertama
data sekunder, pengolahan dan penganalisaan data tahap penyelesaian
penelitian.
1.9 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah Surabaya Timur, yang terdiri
dari 7 Kecamatan, yakni Kecamatan Gubeng, Kecamatan Tambaksari,
Kecamatan Rungkut, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kecamatan Gunung
BAB II
KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN SURABAYA TIMUR
2.1 Gambaran Umum
Di kawasan Surabaya Timur yang tersebar dalam 7 Kecamatan
yang terdiri dari Kecamatan Gubeng, Kecamatan Tambaksari, Kecamatan
Rungkut, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kecamatan Gunung Anyar,
Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Mulyorejo dapat diketahui
keberadaan pedagang kaki lima yang saat ini berjumlah 3943 pedagang
kaki lima yang tersebar di 7 Kecamatan tersebut, jumlah tersebut dapat
sewaktu-waktu berubah dengan berkembangnya Pedagang Kaki Lima
yang ada di Surabaya. Di kawasan ini terdapat dan tersebar beberapa ruang
terbuka hijau yang digunakan pedagang kaki lima untuk berjualan.
Di Kecamatan Gubeng persebaran ruang terbuka hijau di mulai
dari Taman Sulawesi, Taman Kalimantan (Lansia), Taman Flora, Taman
Kalibokor, dan Taman Flores. Sampai saat ini keberadaan taman tersebut
dipenuhi pedagang kaki lima yang menjajakan makanan, baik berupa
segala macam nasi, bakso, pentol, bakpao,lumpia dan soto,selain itu juga
terdapat aneka macam mainan dan minuman, mulai dari persewaan mobil
mainan dan jual minuman stroberi.
Di Kecamatan Tambaksari persebaran ruang terbuka hijau di mulai
dari Taman WR.Supratman, Taman Ambengan, Taman Soka, dan Taman
lima hanyalah Taman Mundu yang menjajakan makanan, baik berupa
segala macam nasi, bakso, pentol, bakpao,lumpia dan soto,selain itu juga
terdapat aneka macam mainan dan minuman, mulai dari persewaan mobil
mainan, mancing-mancingan dan jual minuman stroberi serta aneka
aksesoris mulai dari gelang, kalung, cincin, jasa masang tindik serta tato.
Di Kecamatan Rungkut persebaran ruang terbuka hijau dimulai
dari Hutan Kota Penjaringan, Rungkut Alang-Alang, Taman
Kunang-Kunang, Taman Kedung Baruk. Sampai saat ini keberadaan taman yang
dipenuhi pedagang kaki lima hanyalah Taman Kunang-Kunang.
Dari ketujuh Kecamatan tersebut hanya tiga Kecamatan yang
persebaran Ruang Terbuka Hijau dipenuhi oleh Pedagang Kaki Lima yakni Kecamatan Gubeng, Kecamatan Tambaksari, dan Kecamatan
Rungkut.
a. Jumlah Pedagang Kaki Lima
Berdasarkan rekapitulasi data Pedagang Kaki Lima pada tahun
2010 yang ada di Dinas Koperasi dan Sektor Informal, dapat diketahui
keberadaan pedagang kaki lima di Kota Surabaya khususnya pada
lokasi penelitian yang saya lakukan di Surabaya Timur yang tersebar di
7 Kecamatan berjumlah 3943 Pedagang Kaki Lima (PKL). Jumlah ini
dapat berkembang dengan berjalanya waktu. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Kepala Bagian Tata Usaha Dinas
Koperasi dan Sektor Informal Kota Surabaya yaitu Bapak Sapto Hadi,
Tahun 2010 di wilayah Surabaya Timur yang tersebar di 7 Kecamatan
berjumlah 3943 Pedagang Kaki Lima (PKL). Jumlah ini dapat berubah
dengan berkembangnya Pedagang Kaki Lima yang ada di Kota
Surabaya”.14
Tabel 2
Jumlah Pedagang Kaki Lima Surabaya Timur
No Kecamatan Jumlah PKL
1 Gubeng 837
2 Tambaksari 681
3 Rungkut 866
4 Tenggilis Mejoyo 272
5 Gunung Anyar 109
6 Sukolilo 602
7 Mulyorejo 576
Sumber : Data Primer
b. Lokasi / Tempat Kegiatan Pedagang Kaki Lima
Mengingat dalam suatu kota, tempat-tempat yang ramai dan
banyak dikunjungi orang ialah tempat-tempat di pusat kota, maka
tidak sedikit pula para Pedagang Kaki Lima pada umumnya memilih
lokasi yang tempat kegiatan usahanya juga dipusat kota dan sedikit
14
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Koperasi dan Sektor Informal
sekali di pinggiran kota. Lokasi yang dipilih oleh Pedagang Kaki Lima
sebagai tempat berjualan yang strategis dalam arti akan banyak
pembelinya,antara lain ialah :
1. Jalan, trotoar, ruang terbuka hijau (taman) yang ramai dan
merupakan tempat orang-orang yang berlalu lalang / beraktifitas
2. Lokasi-lokasi di sekitar rumah sakit, perkantoran, dan sekitar
kampus
3. Lokasi disekitar proyek-proyek yang sedang dibangun
Para pedagang kaki lima ini tidak perduli bahwa lokasi-lokasi
itu sudah mempunyai fungsi sebagai fasilitas kota.
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Gubeng,
seperti tabel dibawah ini sebagai berikut :
Tabel 3
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Gubeng N
o
Ruang Terbuka Hijau / Taman
Lokasi Jumlah PKL
Luas M2
1 Taman Sulawesi Jl. Sulawesi 14
2 Taman Kalimantan
Jl. Kalimantan 18
3 Taman Flora Jl. Manyar
Kertoarjo
4 33.810.0 0
4 Taman Kalibokor Jl. Kalibokor 6 3.120.00
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Tambaksari seperti
table dibawah ini, sebagai berikut :
Tabel 4
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Tambaksari N
o
Ruang Terbuka Hijau / Taman
Lokasi Juml ah PKL
Luas (M2)
1 Tm.WR.Supratman Jl. Kenjeran - 1.808.00
2 Taman Ambengan Jl. Ambengan - 2.592.00
3 Taman Soka Jl. Soka - 108
4 Taman Mundu Depan Gelora
Tambaksari
27 4.800.00
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, 2010 Di kecamatan Tambaksari berupa taman rotonde dan taman monument hanya ada satu taman yakni taman mundu yang menjadi ikon di Kecamatan Tambaksari. Taman Rotonde adalah taman yang bersifat pasif dan letaknya berada di persimpangan jalur lalu lintas.
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Rungkut
seperti tabel dibawah ini sebagai berikut
Tabel 5
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Rungkut N
o
Ruang Terbuka Hijau / Taman
Lokasi Juml ah PKL
Luas M2
1 Hutan Kota
Penjaringan
Jl. Penjaringan - 3.000.00
2 Rungkut
Alang-Alang
Jl. Rungkut Alang-Alang
- 484
3 Taman
Kunang-kunang
Jl. Penjaringan Sari
17 4.000.00
4 Taman Kedung
Baruk
Jl. Kedung Baruk - 1.500.00
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, 2010
Kecamatan rungkut didominasi berupa taman rotonde dan
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Tenggilis
Mejoyo seperti tabel dibawah ini sebagai berikut
Tabel 6
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Tenggilis Mejoyo N
o
Ruang Terbuka Hijau / Taman
Lokasi Juml ah PKL
Luas
1 Hutan Kota Prapen Jl. Prapen - 4.300.00
2 Bintang Diponggo Jl. Tenggilis - 7.495.00
3 Rot. Panjang jiwo-Prapen
Jl. Raya Prapen - 17.5
4 YKP. Medokan
Ayu
Jl. Medokan Ayu - 9.042.00
5 Rot. Jemursari Jl. Jemursari - 107.22
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, 2010
Kecamatan Tenggilis Mejoyo berupa taman rotonde dan taman kantor. Taman Kantor adalah taman yang biasanya merupakan halaman kantor yang cukup luas.
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Mulyorejo
seperti tabel dibawah ini sebagai berikut :
Tabel 7
Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Mulyorejo N
o
Ruang Terbuka Hijau / Taman
Lokasi Juml ah PKL
Luas
1 Mulyosari Jl. Mulyosari - 2.700.00
2 Kertajaya Indah Jl. Kertajaya
Indah
- 18.496.0 0 3 Stren Kali Jl.
Kaliwaron
Jl. Kaliwaron-Pacarkeling
- 2.470.00
4 JH. Merr
Kalijudan
Jl. Merr Kalijudan
- 6.353.08
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, 2010
c. Jenis Barang Dagangan
Mengingat latar belakang dan keadaan Pedagang Kaki Lima
(PKL) serta motivasi kegiatan usaha mereka, maka wajar apabila barang dagangan yang dijualnya sangat bervariasi. Namun hamper
semua jenis barang dagangan yang dijualbelikan oleh Pedagang Kaki
Lima yang menempati Ruang Terbuka Hijau (RTH) bernilai ekonomis
atau murah. Dengan memiliki modal dan ketrampilan yang sangat
terbatas, mereka berjualan seadanya saja yang mudah diperoleh serta
dijual kembali. Jenis barang dagangan yang diperjualbelikan sangat
bervariasi mulai dari makanan yang berupa pentol, pecel, jagung
bakar, soto ayam ataupun daging dan bakso,dan minuman, pakaian,
rokok, persewaan rental mobil mini, mainan anak-anak, dokar.
d. Waktu Kegiatan/Berjualan
Sesuai dengan prinsip kegiatan usaha yang dilakukan oleh
Pedagang Kaki Lima agar barang dagangannya laku yaitu adanya
orang-orang berkerumun atau berkelompok yang melakukan aktifitas
baik itu pagi hari maupun siang hari diharapkan pembeli membeli
barang dagangannya, Dengan demikian maka yang terjadi ialah pada
saat lalulalangnya orang-orang di sekitar ruang tebuka hijau atau
taman kota, pada saat itu pula Pedagang Kaki Lima melaksanakan
kegiatan-kegiatannya, sehingga keadaan menjadi semakin padat dan sesak bahkan sampai menimbulkan kemacetan yang ditimbulkan oleh
Saat-saat sibuk terutama pada pagi hari, Namun
kenyataannya secara keseluruhan kegiatan Pedagang Kaki Lima
(PKL) dapat ditemukan selama 24 jam. Dalam rangka upaya
membatasi atau mengurangi kepadatan lokasi-lokasi tersebut, maka
pemerintah daerah telah mengatur waktu-waktu kegiatan dan
tempat-tempat sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Walikota
Nomor 188.45/70/436.1.2/2006. Adanya solusi yang diberikan oleh
Pemerintah Kota Surabaya sesuai dengan Surat Keputusan tersebut
maka waktu yang diberikan oleh para Pedagang Kaki Lima (pkl) pada
jam 18.00 sampai dengan jam 05.00 WIB. Pada kenyataannya di
lapangan banyak Pedagang Kaki Lima yang melanggar dan waktu berjualan tidak teratur, terkesan kumuh atau cenderung seenaknya
saja. Hal inilah yang menjadi tugas dan tanggungjawab dari Satuan
Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Surabaya untuk menertibkan
Pedagang Kaki Lima yang melanggar Perda tersebut. Hal tersebut
sesuai dengan hasil wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha
Dinas Koperasi dan Sektor Informal, Bapak Sapto Hadi, Solusi jam
kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) sudah ada yaitu dari jam 18.00
sampai dengan jam 05.00 WIB, namun itu teorinya, prakteknya ya
yang ada dilapangan bisa lihat sendiri kenyataannya. Kalau adan yang
melanggar itu tugasnya Satpol PP yang menertibkannya.15
15
hasil wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Koperasi dan Sektor Informal
e. Alat Peraga
Yang dimaksud dengan alat peraga ialah segala macam dan
bentuk alat atau sesuatu benda yang dipergunakan sebagai alat untuk
menjual atau menjajakan barang, makanan dan minuman oleh para
Pedagang Kaki Lima (PKL). Bentuk serta jenis alat peraga kegiatan
usaha Pedagang Kaki Lima sangat bervariasi, namun dapat dibedakan
dalam dua (2) jenis yang penting yaitu :
1. Bersifat menetap (tidak dapat digerakkan),
Seperti : meja atau tanpa tempat duduk maupun dengan
tempat duduk dan seringkali dilengkapi dengan alat peneduh (atap
dari terpal atau gubuk. Alat peraga jeni ini sangat dilarang untuk dipergunakan.
2. Bersifat mobil (memiliki roda), mudah digerakan atau didorong
untuk sewaktu-waktu dapat dipindahkan, karena alat peraga ini
memang semacam kereta dorong yang dimodifikasikan menjadi
rombong berjalan.
Bahwa akibat dari keterbatasan dana, kesederhanaan cara
berpikir dan berbuat dalam melaksanakan kegiatan usaha yang
dilakukan oleh pedagang kaki lima yang berjualan disekitar ruang
terbuka hijau, maka sarana atau alat sebagai tempat berjualan yang
dipergunakan oleh Pedagang Kaki Lima untuk menggelar barang
dagangannya sangat sederhana, baik bentuk, bahan, serta kerapiannya.
dagangannya dengan seadanya atau asal-asalan saja. Bagi pedagang
kaki lima yang memilih kawasan berjualan di Ruang Terbuka Hijau
sebagai tempat mereka berjualan, sudah barang tentu bukan tanpa
alasan.
Salah satu pertimbangan utama memilih kawasan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) sebagai tempat usaha adalah karena potensi
pembelinya yang luar biasa, meski mereka juga sadar bahwa hal itu
melanggar aturan. Dengan uang dan aset yang terbatas sudag barang
tentu mustahil Pedagang Kaki Lima (PKL) mampu menyewa
lahan-lahan atau ruang-ruang yang resmi seperti layaknya pemilik took yang
biasa berjualan di Plaza atau Mal serta Pasar Semi Modern. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk
mendekati pembeli sekaligus menggelar dagangannya, akhirnya
adalah dengan berdagang atau berjualan di sekitar Ruang Terbuka
Hijau, dipinggir jalan yang mengakibatkan mengganggu kelancaran
arus lalu linta dan merusak estetika Ruang Terbuka Hijau tersebut.
2.2 Implementasi Perda Nomor 7 Tahun 2002
a. Perda Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
1. Pasal 1,
Ketentuan Umum yang berbunyi sebagai berikut:
1) Daerah adalah Kota Surabaya
2) Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Surabaya
4) Dinas Pertamanan adalah Dinas Pertamanan Kota Surabaya 5) Jalur Hijau adalah jalur tanah terbuka yang meliputi taman,
lapangan olahraga, taman monument dan taman pemakaman yang pembinaan, pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan rencana kota.
6) Taman adalah ruang terbuka dengan segala kelengkapan
yang dipergunakan dan dikelola untuk keindahan dan antara lain sebagai paru-paru kota,
7) Kawasan adalah suatu area yang dimanfaatkan untuk
kegiatan tertentu dengan fungsi utama,
8) Ruang Terbuka Hijau adalah ruang kota yang berfungsi
sebagai Kawasan Hijau Pertamanan Kota,Kawasan Hutan Kota, Kawasan Rekreasi Kota, Kawasan Jalur Hijau. 2. Pasal 2
Perencanaan, yang berbunyi sebagai berikut :
1) Perencanaan Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian dari
rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi lingkungan
3) Dinas Pertamanan berkewajiban menjabarkan perencanaan
dalam bentuk rancangan/desain yang dapat digunakan sebagai dasar dalam Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau.
3. Pasal 4
2) Setiap orang atau badan dapat melakukan pengelolaan dan
pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau atas izin dari Kepala Daerah.
4. Pasal 9
5. Pasal 10
1) Guna pengendalian, pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau,
setiap usaha atau kegiatan oleh dan/atau untuk kepentingan perorangan atau badan yang memakai lokasi Ruang Terbuka Hijau tidak boleh menyimpang dari fungsinya dan harus memperoleh izin dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Pasal 14
1) Barang siapa memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau tanpa
memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (2) dan pasal 10 ayat (1) maka orang atau badan tersebut harus menghentikan, mengosongkan dan mengembalikan sesuai keadaan semula atas beban yang bersangkutan.
2) Dalam hal ketentuantersebut tidak dipenuhi maka Kepala
Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melaksanakan penghentian kegiatan secara paksa, pengosongan lokasi Ruang Terbuka Hijau dan mengembalikan sesuai dengan keadaan semula.
b. Kenyataan dalam Lapangan (prakteknya)
Sekitar 1 bulan lebih penulis melakukan penelitian dibeberapa
Ruang Terbuka Hijau (RTH) khususnya di kawasan Surabaya Timur,
menemukan tindakan pelanggaran dan perilaku masyarakat ekonomi
bawah yang dengan sengaja memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau
tersebut untuk melakukan aktifitas berjualan sebagai pedagang kaki
lima, khususnya pada jam-jam tertentu mulai pukul 18.30-22.00 WIB
mulai melakukan aktifitas sehari-hari sebagai pedagang yang menjual
aneka dagangannya dari penjual makanan, mainan, minuman bahkan sampai ada pula yang memakan badan bahu jalan seperti jasa naik
dokar yang mengelilingi sekitar Ruang Terbuka Hijau tersebut seperti
dijalan Sulawesi dan Jalan Kalimantan yang dahulunya merupakan
bekas tempat pengisisan bahan bakar, meskipun sudah jelas aturannya
bahwa pemanfaatan ruang terbuka hijau tidak boleh menyimpang dari
fungsinya yang sesuai dengan bunyi pasal 14 ayat 1, barang siapa
memanfaatkan Ruanng Terbuka Hijau tanpa izin maka orang atau
badan tersebut harus menghentikan, mengosongkan dan
mengembalikan sesuai dengan keadaan semula, akan tetapi
masyarakat khususnya ekonomi bawah seakan tidak peduli dengan
aturan tersebut.
menurut penuturan salah satu pedagang kaki lima yang (namanya minta untuk dirahasiakan) menempati ruang terbuka hijau tersebut bahwa darimana lagi saya akan mencari uang kalau tidak dengan berjualan disekitar ruang terbuka hijau, hanya untuk makan sehari-hari saja sulit16.
Bagi kebanyakan pedagang kaki lima, tidak peduli apakah
yang mereka lakukan itu melanggar hukum atau tidak, tetapi yang
terpenting bagi mereka bisa berjualan dan menempati lahan usaha
sesuai kepentingan mereka.
Para pedagang kaki lima merupakan warga kota, baik yang
merupakan penduduk tetap ataupun pendatang / musiman. Dengan
demikian semakin bertambah besarnya jumlah penduduk, ternyata
menjadi semakin besar pula jumlah pedagang kaki lima yang
menempati sebagian ruang terbuka hijau. Sementara itu, keadaan kota juga semakin padat, baik padatnya lalu lintas berbagai jenis kendaraan
maupun oleh semakin padatnya para pejalan kaki. Kenyataan itulah
16
yang menyebabkan semakin semrawutnya keadaan Kota Surabaya
khususnya didaerah Surabaya Timur yang banyak sekali Ruang
Terbuka Hijau yang ditempati oleh para Pedagang Kaki Lima (pkl).
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Dinas Koperasi dan
Sektor Informal Kota Surabaya, Bapak Hadi Mulyono,
PKL ya mempunyai potensi tapi keberadaan mereka juga mengganggu. Apalagi mereka menggunakan trotoar-trotoar untuk pejalan kaki bahkan ada yang sampai memakan sebagian badan bahu jalan. Kita sudah berusaha memandang PKL untuk dibina bukan dibinasakan. Dengan pertimbangan tidak mengganggu arus lalu lintas, karena tugas kami juga adalah dengan mengembalikan fungsi jalan yang telah dipakai oleh pkl.17
Bahwa selain memiliki potensi, keberadaan PKL juga
membawa permasalahan bagi kota Surabaya. Namun
untukmenghadapi kenyataan sebagai akibat dari keberadaan Pedagang
Kaki Lima yangmenimbulkan berbagai gangguan kehidupan kota,
seperti gangguan kebersihan, Ketertiban dan keindahan kota,
Pemerintah Kota Surabaya telah mengeluarkan peraturan daerah,
Keputusan / Instruksi Walikota dan sebagainya yang mengatur
kegiatan usaha Pedagang Kaki Lima yang mencangkup mengenai izin
usaha, penentuan lokasi, waktu, alat peraga berjualan serta
operasi-operasi penertibannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Surabaya adalah dengan melakukan pembinaan dan
pemberdayaan pedagang kaki lima. Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan usaha perdagangan sektor informal yang perlu
17
hasil wawancara dengan kepala Dinas Koperasi dan Sektor Informal Kota Surabaya pada
tanggal 10 Mei 2011
diberdayakan agar menunjang pertumbuhan perekonomian masyarakat
dan sekaligus sebagai salah satu pilihan dalam penyediaan barang
dagangan yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan harga yang relatif
terjangkau.
Pembinaan dan pemberdayaan pedagang kaki lima mempunyai
maksud yaitu untuk memberikan kepastian usaha, perlindungan serta
mengembangkan usaha pedagang kaki lima yang tertib, aman, selaras
dan serasi serta seimbang dengan lingkungannya. Tujuan dari
pembinaan dan pemberdayaan pedagang kaki lima yaitu mewujudkan
pedagang kaki lima sebagai usaha kecil yang berhak mendapat
perlindungan dan pembinaan, sehingga dapat melakukan kegiatan usahanya pada lokasi yang ditetapkan sesuai peruntukkannya dengan
kriteria yang ditetapkan, tetapi implementasinya di lapangan ternyata
tak semudah yang tertulis dalam peraturan, banyak kebijakan penataan
BAB III
UPAYA YANG DI LAKUKAN PEMKOT SURABAYA TERHADAP KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA
DI RUANG TERBUKA HIJAU
3.1 Konsep Penataan Yang di Inginkan Pedagang Kaki Lima
Agar bisa dihasilkan program penataan Pedagang Kaki Lima
(pkl) di lingkungan Ruang Terbuka Hijau yang benar-benar efektif, tentu
yang dilakukan tidak hanya mengandalkan pada operasi penertiban dan
razia-razia untu menghalau pedagang kaki lima yang menjajakan barang
dagangannya. Tetapi, yang terpenting adalah bagaimana merancang
program atau konsep penataan yang berkelanjutan dan lebih menyentuh
pada inti persoalan, sehingga pola yang direkomendasikan nantinya dapat
dikembangkan menjadi model penataan pedagang kaki lima di lingkungan
yang lain di Kota Surabaya, seperti relokasi, sentra pedagang kaki lima,
rombongnisasi dan tendanisasi.
3.1.1 Relokasi
Dengan adanya kebijakan baru tersebut diharapkan Pedagang
Kaki Lima (pkl) sadar bahwa relokasi bukanlah bertujuan untuk
membuang mereka, tetapi benar-benar bertujuan untuk membantu
kelangsungan masa depan Pedagang Kaki Lima itu sendiri. Yang
terpenting adalah bagaimana menyakinkan Pedagang Kaki Lima
bahwa adanya relokasi adalah tindakan yang menguntungkan bagi
lain bisa berupa pembangunan pasar atau pusat pedagang kaki lima.
Misalnya saja untuk Pedagang Kaki Lima yang memiliki dagangan
yang spesifik. Syaratnya relokasi itu dilakukan bukan semata
bertujuan untuk mengusir mereka dari Pusat Kota, tetapi keputusaan
relokasi itu dilakukan demi kebaikan pedagang itu sendiri.
3.1.2 Sentra Pedagang Kaki Lima (PKL)
Penataan para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjadi
target perkembangan perekonomian sector informal, kini digarap
Pemkot Surabaya secara serius. Melalui Dinas Koperasi Usaha Mikro
Kecil dan Menengah, sejumlah pedagang kaki lima itu akan
disentralisasikan. Konsep sentralisasi atau pemusatan Pedagang Kaki
Lima (PKL) ini bagi Pemkot merupakan prioritas utama. Dengan pemusatan pedagang kaki lima ini masyarakat konsumen akan lebih
nyaman dan lebih mudah memilih dan langsung berkunjung ke
sentra-sentra Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah memiliki spesifikasi
dagangannya.
3.1.3 Rombongnisasi
Penataan dengan menggunakan rombong merupakan sarana
jual makanan dan minuman serta barang dagangannya yang cukup
efektif, dikarenakan biaya produksi yang relatif murah. Rombong
biasanya dilengkapi dengan roda yang memungkinkan sarana ini
berpindah tempat dari lokasi yang cukup jauh. Rombong ada yang
roda tiga hamper sama dengan kendaraan becak, sehingga nyaman
untuk dibawa berkeliling. Penggunaan rombong ini nantinya akan
dilengkapi fasilitas berupa tenda atau atap yang fungsi agar penjual
maupun pembeli terhindar dari sengatan matahari maupun dari hujan.
Gambar 1
Gambar : Contoh Rombongnisasi
3.1.4 Tendanisasi
Tenda biasa dipakai oleh penjual makanan dikawasan
Pedagang Kaki Lima atau Pujasera. Penjual makanan yang
menggunakan tenda biasanya hanya mennggunakan meja khusus
untuk mempersiapkan sajiannya dan fasilitas untuk pembeli berupa
tempat duduk dan meja. Tenda membutuhkan areal minimal 2x2 m2.
Penggunaan tendanisasi yang seragam akan mempercantik dan akan
merasa nyaman serta terhindar dari kesan kumuh.
3.2 Tanda Daftar Usaha Pedagang Kaki Lima
Bagi pedagang kaki lima diwajibkan memiliki Tanda Daftar
dan syarat-syarat permohonan Tanda Daftar Usaha (TDU) pedagang kaki
lima tercantum dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2003
yaitu :
1. Setiap orang dilarang melakukan usaha Pedagang Kaki Lima (PKL)
pada fasilitas umum yang dikuasai oleh Kepala Daerah tanpa memiliki
Tanda Daftar Usaha yang dikeluarkan Kepala Daerah atau Pejabat
yang ditunjuk,
2. Untuk memperoleh Tanda Daftar Usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk,
3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampiri :
a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Surabaya,
b. Rekomendasi dari Camat yang wilayah kerjanya meliputi lokasi
Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dimohon,
c. Alat peraga pedagang kaki lima yang akan dipergunakan,
d. Surat pernyataan yang berisi :
1. Tidak akan memperdagangkan barang illegal,
2. Tidak akan membuat bangunan permanen/semi permanen di
lokasi tempat usaha,
3. Mengosongkan/mengembalikan/menyerahkan lokasi Pedagang
Kaki Lima (PKL) kepada Pemerintah Daerah, tanpa syarat
4. Tata cara permohonan dan pemberian Tanda Daftar Usaha
ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah,
5. Jangka waktu tanda daftar usaha sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) adalah 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang.
Akibat hukum jika salah satu syarat tidak dipenuhi atau tidak
ditempuh oleh Pedagang Kaki Lima, Pemkot Surabaya melalui Satpol PP
Kota Surabaya melakukan penggusuran secara tegas, yang selanjutnya
dibawa ke pengadilan yang mengarah pada denda yang sesuai dengan
Perda Kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 yang nilai nominalnya berjumlah
Rp. 5.000.000 Serta pemberitahuan secara tegas kepada Pedagang Kaki Lima agar tidak berjualan di lokasi tersebut. Namun penaganan dan penertiban tersebut
tidak diindahkan oleh para Pedagang Kaki Lima tersebut sehingga alat dagang
dan alat peraga dagang PKL dimusnahkan/dibakar oleh Pemkot Surabaya yang
dilakukan oleh Satpol PP Kota Surabaya.
3.2.1 Kewajiban Pemegang Tanda Daftar Usaha Bagi
Pedagang Kaki Lima
Kewajiban bagi pemegang Tanda Daftar Usah bagi
Pedagang Kaki Lima juga tercantum pada pasal 5 Peraturan
Pemerintah No. 17 Tahun 2003, untuk menjalankan kegiatan
usahanya pemegang Tanda Daftar Usaha diwajibkan :
1. Memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan
kesehatan lingkungan tempat usaha,
2. Menempatkan sarana usaha dan menata barang dagangan dengan
3. Menempati sendiri tempat usaha
4. Mengosongkan tempat usaha apabila Pemerintah Daerah
mempunyai kebijakan lain tanpa meminta ganti kerugian,
5. Mematuhi ketentuan penggunaan lokasi Pedagang Kaki Lima
(PKL) yang ditetapkan oleh Kepala Daerah,
6. Mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam tanda daftar
usaha pedagang kaki lima,
7. Mengosongkan tempat usaha dan tidak meninggalkan alat peraga
di luar jam operasional.
3.2.2 Larangan Bagi Pemegang Tanda Daftar Usaha
Menurut pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2003, untuk menjalankan kegiatan usahanya, pemegang Tanda Daftar Usaha
dilarang :
1. Mendirikan bangunan permanen/semi permanen di lokasi PKL,
2. Mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal,
3. Menjual barang dagangan yang dilarang untuk diperjual belikan,
4. Melakukan kegiatan usaha di lokasi PKL selain yang telah
dinyatakan dalam Tanda Daftar Usaha,
5. Mengalihkan Tanda Daftar Usaha PKL kepada pihak lain dalam
bentuk apapun.
Untuk mengembangkan usaha Pedagang Kaki Lima, Pemerintah Kota
Surabaya berkewajiban memberikan pembinaan sesuai dengan pasal 8 ayat 1
a. Bimbingan dan Penyuluhan Manajemen Usaha
Bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha yang diberikan
oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam hal ini Dinas Koperasi dan Sektor
Informal kepada para Pedagang Kaki Lima ini bertujuan agar mereka
dapat mengatur usahanya dengan baik sehingga dengan pengaturan
tersebut pendapatan pedagang kaki lima menjadi meningkat, selain itu
adanya bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha ini juga bertujuan
untuk memberikan kesadaran kepada para pedagang kaki lima untuk tidak
lagi berjualan disekitar ruang terbuka hijau hal ini dikarenakan fungsi dari
ruang terbuka hijau tersebut tidak beralih fungsi yang sebagaimana
mesatinya tercantum dalam Perda Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 serta mempunyai kesadaran lingkungan dan kesadaran tentang hukum
b. Pengembangan usaha melalui kemitraan dengan pelaku ekonomi
yang lain
Pedagang Kaki Lima dalam mengembangkan usahanya harusnya
bekerjasama dengan pelaku ekonomi lainnya, dengan kata lain bisa dengan
pihak swasta ataupun pengusaha. Tujuan pedagang kaki lima bermitra atau
bekerjasama dengan pelaku ekonomi lainnya agar usahanya dapat berjalan
dengan baik dan lancar tanpa ada hambatan sedikit pun serta usahanya
lebih meningkat dari sebelumnya.
c. Bimbingan untuk memperoleh dan meningkatkan permodalan
Dalam menjalankan suatu usaha diperlukan modal dalam
pedagang kaki lima mengetahui dan mendapatkan serta dapat
meningkatkan permodalan dalam menjalankan roda perekonomian mereka
atau pedagang kaki lima. Dalam memperoleh permodalan yang digunakan
dalam melakukan usaha tidak sedikit pula yang mengalami kesulitan
dalam memperoleh modal tersebut dan dengan bimbingan ini diharapkan
pedagang kaki lima akan mengerti dan paham bagaimana cara memperoleh
dan meningkatkan modal dan pendapatan pedagang kaki lima.
d. Peningkatan Kualitas Alat Peraga Pedagang Kaki Lima
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 17 Tahun 2003 tentang
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, alat peraga pedagang
kaki lima yaitu alat atau perlengkapan yang dipergunakan pedagang kaki
lima untuk menaruh barang yang akan diperdagangkan yang mudah
dipindahkan dan dibongkar pasang, misalnya gerobak dengan dilengkapi roda. Jadi alat peraga yang dipakai pedagang kaki lima dalam berjualan
adalah alat yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang (tidak
permanen/tetap). Apabila alat peraga itu tidak permanen/tetap, maka alat
peraga tersebut akan dibongkar karena tidak sesuai dengan Peraturan
Daerah. Peningkatan kualitas alat peraga pedagang kaki lima ini dapat
dilakukan dengan melakukan kebijakan rombongnisasi ataupun
tendanisasi, sehingga pedagang kaki lima dapat terlihat lebih rapid an
teratur.
Adanya pembinaan pedagang kaki lima merupakan salah satu
hanya dengan menggusur pedagang kaki lima, tetapi juga memberikan
wadah/tempat untuk mereka berdagang atau berjualan tanpa mengganggu
ketertiban umum dan kelancaran arus lalu lintas serta melanggar Peraturan
Pemerintah yang ada. Peraturan-peraturan tersebut merupakan bentuk
tanggungjawab Pemerintah Kota Surabaya terhadap pengamanan fasilitas
umum yang peruntukkannya sebagai ruang publik yang fungsinya dapat
mengatur kehidupan masyarakat dengan baik dan tidak merugikan
masyarakat lainnya dalan hal ini pengguna jalan raya, tetapi hal itu perlu
diperhatikan dengan baik oleh Pemerintah Kota maupun masyarakat luas
bahwa para Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut tidak hanya memiliki
kelemahan saja, namun mereka juga memiliki potensi untuk pertumbuhan Kota Surabaya yaitu menciptakan suatu lapangan kerja yang cukup besar,
memberikan penghidupan yang mandiri, mudah dan murah terutama bagi
penduduk golongan ekono