• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERDA No. 7 TAHUN 2002 TERHADAP KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN SURABAYA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PERDA No. 7 TAHUN 2002 TERHADAP KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN SURABAYA TIMUR."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun oleh :

ADITYA WISMA KURNIAWAN

NPM. 0671010091

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA HIJAU

DI KAWASAN SURABAYA TIMUR

Disusun oleh :

ADITYA WISMA KURNIAWAN

NPM. 0671010091

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

MENGETAHUI

DEKAN

Haryo Sulistiyantoro.S.H.,MM.

NIP. 19620625 199103 1 001

PEMBIMBING UTAMA

Subani, S.H.,M.Si

NIP. 19620625 199103 1 001

PEMBIMBING PENDAMPING

Mas Anienda TF.,S.H.,MH.

(3)

HIJAU DI KAWASAN SURABAYA TIMUR

Disusun oleh :

ADITYA WISMA KURNIAWAN

NPM. 0671010091

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal : 30 Juni 2011

Tim Penguji : Tanda Tangan

1. H. Sutrisno.S.H.,M.Hum.

: (...)

NIP. 19601212 198803 1 001

2. Hariyo Sulistiyantoro.S.H.,MM.

: (...)

NIP. 19620625 199103 1 001

3. Subani SH, MSi.

: (...)

NIP. 19510504 198303 1 001

Mengetahui

DEKAN

(4)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Implementasi Perda No. 7

Tahun 2002 Terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Ruang Terbuka Hijau

Kawasan Surabaya Timur”.

Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh studi

strata I di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur guna

meraih gelar sarjana hukum.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya

penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan

ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P. selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur;

2.

Bapak Hariyo Sulistiyantoro, S.H., M.M. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur;

3.

Bapak Subani, S.H., M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing Utama Skripsi

4.

Ibu Mas Anienda TF., SH., MH. selaku Dosen Pendamping yang selalu memberikan

bimbingan dan nasehatnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

5.

Bapak Sutrisno S.H., M.Hum. selaku Dosen Wali sekaligus Wakil Dekan I yang telah

memberikan bekal ilmu kepada penulis selama menempuh studi di Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur;

(5)

moril maupun materiil;

9.

Teman-teman seperjuangan, Muhammad Rois, H. Misbahul Munir, Yudi Prasetiyo,

Aseptya Nur Achmad, Sigit Priyambodo, pacarku Aulia Rosada serta segenap dosen, staff

juga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur yang tidak kami sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan penuh

keterbatasan. Dengan harapan bahwa skripsi ini akan berguna bagi rekan-rekan di Program

Studi Ilmu Hukum, maka saran serta kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk

memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, 30 Juni 2011

(6)

vi

HALAMAN JUDUL

……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN

……… ii

HALAMAN PENGESAHAN

………. iii

HALAMAN REVISI

……….. iv

KATA PENGANTAR

……….. v

DAFTAR ISI

………. vi

DAFTAR TABEL

………. vii

DAFTAR GAMBAR

……… viii

DAFTAR LAMPIRAN

……… ix

ABSTRAK

………. x

BAB I PENDAHULUAN

………. 1

1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Perumusan Masalah………. 3

1.3 Tujuan Penelitian………. 4

1.4 Manfaat Penelitian……… 4

1.5 Kajian Pustaka……….. 5

A. Pengertian Pedagang Kaki Lima……… 5

B. Perda Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002……….. 6

(7)

vi

F. Pola dan Struktur Ruang Terbuka Hijau……….. 10

G. Elemen Pengisi Ruang Terbuka Hijau……… 11

H. Taman Kota……… 11

I. Asal Mula Konsep Taman………. 12

J. Fungsi Taman……… 13

1.6 Metode Penelitian ……… 14

A. Jenis Penelitian …..……….. 14

B. Sumber Data………. 14

C. Metode Pengumpulan Data ……… 16

D. Analisis Data ………. 17

1.7

Sistematika Penulisan……….. 18

1.8 Waktu Penelitian ……… 19

1.9 Lokasi Penelitian ……… 20

BAB II KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA

HIJAU KAWASAN SURABAYA TIMUR

……….……… 21

2.1 Gambaran Umum ……… 21

A. Jumlah Pedagang Kaki Lima ………. 22

B. Lokasi Kegiatan Pedagang Kaki Lima ……….. 23

(8)

vi

A. Perda No. 7 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau … 30

B. Kenyataan Dalam Lapangan ……… 32

BAB III UPAYA YANG DILAKUKAN PEMKOT SURABAYA TERHADAP

KEBERADAAN PEDAGANG KAKI

……… 36

3.1 Konsep Penataan Yang Di Inginkan Pedagang Kaki Lima ………… 36

3.1.1 Relokasi ……… 36

3.1.2 Sentra Pedagang Kaki Lima ……… 37

3.1.3 Rombongnisasi ……… 37

3.1.4Tendanisasi………. 38

3.2 Tanda Daftar Usaha Pedagang Kaki Lima ………. 38

3.2.1 Kewajiban Pemegang Tanda Daftar Usaha ……… 40

3.2.2 Larangan Pemegang Tanda Daftar Usaha ……….. 41

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI PEMKOT DALAM

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

………. 45

4.1 Hambatan Internal ………..……… 45

4.1.1 Ketersediaan Lahan ……….……… 45

(9)

vi

BAB V PENUTUP

4.1 Kesimpulan ………. 50

4.2 Saran

………... 51

(10)

NIM

: 0671010091

Tempat Tanggal Lahir

: Surabaya, 27 November 1987

Program Studi

: Strata 1 (S1)

Judul Skripsi

:

IMPLEMENTASI PERDA NO. 7 TAHUN 2002 TERHADAP KEBERADAAN

PEDAGANG KAKI LIMA

DI RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN SURABAYA TIMUR

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi perda kota Surabaya nomor

7 tahun 2002 berkaitan dengan keberadaan Pedagang Kaki Lima yang menempati Ruang

Terbuka Hijau di kawasan Surabaya timur. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

keberadaan pedagang kaki lima ini menimbulkanberbagai problema perkotaan di kota

Surabaya, antara lain ketidaknyamanan yang dialami para pemakai jalan karena ruang

terbuka hijau yang berada di Surabaya khususnya di kawasan Surabaya timur dipenuhi oleh

pedagang kaki lima. Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh, terlihat bahwa

penulis masih saja menemukan tindakan pelanggaran dan perilaku masyarakat ekonomi

bawah yang dengan sengaja memanfaatkan ruang terbuka hijau untuk melakukan aktifitas

berjualan sebagai pedagang kaki lima, khususnya pada jam-jam tertentu mulai pukul

18.30-22.00 WIB, meskipun sudah jelas aturannya bahwa pemanfaatan ruang terbuka hijau tidak

boleh menyimpang dari fungsinya sesuai dengan bunyi pasal 10, perda kota Surabaya nomor

7 tahun 2002

Keberadaan pedagang kaki lima ( PKL ) yang demikian, membuat Pemerintah Kota

Surabaya untuk memandirikan PKL dan meminimalisir permasalahan yang diakibatkan oleh

PKL. Berkaitan dengan hal diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan

menganalisa bagaimana Implementasi Perda no 7 Tahun 2002, Upaya-upaya serta

hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Surabaya. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode Yuridis Normatif. Lokasi penelitian ini adalah di kota Surabaya

khususnya di Surabaya Timur Tekhnik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah

adalah wawancara secara langsung kepada PKL dan Kepala Dinas Koperasi dan Sektor

Informal Kota Surabaya, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Jenis dan sumber

data yang digunakanadalah data primer dan data sekunder.

Setelah melakukan analisa terhadap data yang diperoleh, terlihat bahwa Implementasi

Perda No 7 Tahun 2002 di kota Surabaya masih belum dapat berjalan dengan baik, Oleh

sebab itu, perlu dilakukan penanganan secara serius terhadap permasalahan ini yaitu dengan

meningkatkan kominikasi antara Pemkot dengan para PKL, Pemkot harus mempunyai sikap

yang tegas dalam memberikan sanksi jika terdapat kesalahan kesalahan dari pihak PKL,

pemkot juga harus menyediakan lahan Khusus untuk PKL dan Pemkot harus membantu PKL

dalam hal permodalan serta Pemkot harus mengawasi pelaksanaan pembinaan PKL yang

dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Sektor Informal Kota Surabaya.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada tahun1998,terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang kemudian disusul ragam krisis lainnya. Berbagai kalangan mulai dari kelompok intelektual, pakar, pengamat, praktisi dan politisi terlibat diskusi dan pembicaraan intensif guna mencari alternatife bagaimana mangatasi ragam krisis tersebut, namun hasilnya tidak secepat yang diharapkan dan krisis tetap saja berlangsung hingga berkepanjangan.1

Banyak pihak yang menjadi korban krisis itu, perusahaan besar mengalami kerugian dan pailit, buruh pabrik terkena pemutusan hubungan kerja (selanjutnya disingkat dengan PHK), harga barang-barang kebutuhan meningkat tajam serta seluruh biaya hidup lainnya pun meningkat. Pekerja-pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja mencari dan membuka usaha baru diantaranya ke sektor informal, salah satunya menjadi pedagang kaki lima, sehingga disetiap kota jumlah mereka meningkat berlipat ganda. Seluruh ruas jalan kota dipenuhi sektor informal yakni Pedagang Kaki Lima (yang selanjutnya disingkat dengan PKL)2

Pedagang Kaki Lima juga timbul dari akibat tidak tersedianya

lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki dana yang cukup

untuk menempuh pendidikan dan ketrampilan khusus, tidak ada cara yang

lain bagi mereka yang bermodal kecil, selain menciptakan lapangan pekerjaan

yang serba cepat dan instan dan menjadi pedagang kaki lima inilah dianggap

cara yang paling cepat, dengan modal seadanya dan mendapatkan barang

dagangan yang dinilai cepat laku, dijual dengan untung sekedarnya. Pedagang

Kaki Lima sebagai bagian dari usaha yang memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja

       1

Alisjahbana, Sisi Gelap Perkembangan Kota,LaksBang PRESSindo,2005,h.xi

2

(12)

yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja

di sektor perusahaan swasta maupun pemerintahan.

Di kota-kota besar khususnya Surabaya, keberadaan pedagang kaki lima merupakan suatu kegiatan perekonomian rakyat kecil. Dan keberadaan pedagang kaki lima bukan hanya berfungsi sebagai penyangga kelebihan tenaga kerja, tetapi juga memiliki peran yang besar dalam meningkatkan kegiatan pereekonomian. Pedagang Kaki Lima sesungguhnya adalah bagian dari sektor informal kota yang mengembangkan aktifitas produksi barang dan jasa di luar kontrol pemerintah dan tidak terdaftar.3

Stigma negative tentang keberadaan sektor informal atau sering disebut juga dengan pedagang kaki lima semakin kental ketika muncul wacana keindahan kota. Jika dilihat dari segi estetika lingkungan maka keberadaan pedagang kaki lima menimbulkan kesan kumuh dan kesemrawutan. Kesemrawutan ini terjadi karena tenda maupun alat peraga yang digunakan untuk berjualan mayoritas ditinggal dimana mereka berjualan.4

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pedagang kaki lima yang

berjualan di Ruang Terbuka Hijau (yang selanjutnya disebut dengan RTH)

sering menimbulkan kesan kumuh dan kesemrawutan, mereka sering

berjualan sampai memakan badan bahu jalan sehingga sering kali

menyebabkan kemacetan arus lalu lintas dan merusak keindahan serta

ketertiban kota yang akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan kota.

Sesuai dengan Perda Kota Surabaya tentang Pengelolaan Ruang Terbuka

Hijau No.7 Tahun 2002, pasal 10 yang berbunyi sebagai berikut:

Guna pengendalian,pemanfaatan ruang terbuka hijau, setiap usaha atau kegiatan oleh dan/atau untuk kepentingan perorangan atau badan yang memakai lokasi ruang terbuka hijau tidak boleh menyimpang dari fungsinya dan harus memperoleh izin dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

       3

Evers Hans-Dieter & Rudiger Korft, Urbanisasi di Asia Tenggara, Makna dan Kekuasaan

Dalam Ruang-Ruang Sosial.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2002, h.234

4 

(13)

Kesadaran menjaga kelestarian lingkungan hijau pasti akan lebih

baik jika setiap orang mengetahui fungsi ruang terbuka hijau bagi lingkungan

perkotaan yakni untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan

dalam kota dengan sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan warga kota

dengan menciptakan lingkungan yang baik dan sehat. Dari segi hukum wajar

jika Pemkot Surabaya mencoba bersikap tegas dengan melakukan

pengobrakan terhadap kehadiran sektor informal atau pedagang kaki lima

karena secara fisik mereka menempati ruang public tanpa izin yang kegiatan

mereka sering menganggu kemacetan arus lalu lintas.

Salah satu bentuk RTH yang sering dijumpai di dalam suatu kota

adalah Taman Kota. Taman Kota selain mampu memberikan fungsi ekologis, juga dapat memberikan fungsi social. Keberadaan taman kota menjadi bagian

dari keseharian aktifitas masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka didapatlah rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi Perda yang dilakukan Pemkot Surabaya

terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menempati Ruang Terbuka

Hijau ?

2. Apakah upaya yang dilakukan Pemkot Surabaya terhadap Pedagang

Kaki Lima yang melanggar Perda tersebut ?

3. Apakah yang menjadi hambatan Pemkot Surabaya dalam melakukan

(14)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk dapat mengetahui dan memahami implementasi perda yang

dilakukan Pemkot Surabaya terhadap Pedagang Kaki Lima yang

menempati Ruang Terbuka Hijau,

2. Untuk dapat mengetahui upaya apa yang dilakukan Pemkot Surabaya

terhadap Pedagang Kaki Lima yang melanggar Perda tersebut,

3. Untuk mengetahui hambatan apa yang sering terjadi dalam melakukan

penertiban pedagang kaki

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1.Manfaat Praktis

Membuat kesepahaman antar stakeholder yang terdiri dari Pemkot

Surabaya, Masyarakat, dan Swasta terhadap permasalahan Pedagang Kaki

Lima sehingga masing-masing pihak dapat saling bekerja sama.

2. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan masukan serta relevansi bagi penelitian yang

dilakukan selanjutnya dalam hal yang berkaitan dengan implementasi

(15)

1.5 Kajian Pustaka

Sehubungan dengan kajian tentang masalah Implementasi Perda

No.7 Tahun 2002 terhadap Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Ruanng

Terbuka Hijau Yang Berada Di Kawasan Surabaya Timur, maka dapat

dikemukakan Konsep-konsep sebagai berikut :

a. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima (pkl) adalah istilah untuk menyebut penjaja

dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan

demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut

adalah dua kaki pedagang ditambah tiga kaki gerobak. Sebenarnya istilah

kaki lima berasal dari masa penjajahan colonial Belanda. Peraturan

pemerintah waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki, lebar ruas untuk

pejalan adalah lika kaki atau sekitar setengah meter.

Definisi lain tentang pedagang kaki lima dijelaskan dengan

mengidentifikasikan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Ada yang menetap dan ada yang bergerak pada lokasi tertentu

2. Menjajakan makanan, minuman,dan mainan,

3. Umumnya bermodal kecil,

4. Tawar-menawar antar pedagang dengan pembeli,

5. Sering kali dalam suasana psikologis tidak tenang.5

      

5 

(16)

Sekitar puluh tahun setelah itu, saat Negara Indonesia sudah

merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para

pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan

jalan, sekarang berubah menjadi pedagang kaki lima atau sering kali

masyarakatnya menyebut dengan PKL.

Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena

aktifitas mereka sering kali menganggu para pengendara kendaraan

bermotor. Selain itu pedagang kaki lima sering menggunakan sungai atau

saluran air sebagai tempat untuk mencuci atau membuang sampah.

b. Peraturan Daerah Kota Surabaya No.7 Tahun 2002

Peraturan ini menjelaskan tentang pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, seiring dengan laju pembangunan Kota Surabaya terdapat adanya

kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau

(rth) untuk berbagai kepentingan salah satunya keberadaan Pedagang Kaki

Lima di sekitar ruang terbuka hijau oleh sebab itu diperlukan kerjasama

dan tanggungjawab antara masyarakat dengan Pemerintah Daerah dalam

hal ini Pemkot Surabaya.

Perencanaan Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian dari rencana

tata ruang yang telah ditetapkan dan dilakukan dengan mempertimbangkan

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi lingkungan. Dalam

rangka pembinaan dan pengelolaan ruang terbuka hijau, Pemerintah

Daerah berkewajiban mewujudkan, menumbuhkan, dan meningkatkan

(17)

Daerah, Swasta, Pengusaha, dan Masyarakat dalam upaya pengelolaan dan

pemanfaatan ruang terbuka hijau.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya ruang terbuka hijau

sangatlah kuran,hal ini dikarenakan masih banyaknya keberadaan

Pedagang Kaki Lima (pkl) yang menempati ruang terbuka hijau yang

seharusnya dikhususkan bagi masyarakat sebagai ruang publik yang

peruntukkannya untuk melakukan aktifitas di selang kesibukannya bekerja

misalnya sebagai tempat rekreasi keluarga. Sebagaimana dijelaskan salah

satu pasal dal peraturan daerah No.7 Tahun 2002 tentang pengelolaan

ruang terbuka hijau yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10 ayat 1 : Guna pengendalian, pemanfaatan ruang terbuka hijau setiap usaha atau kegiatan untuk kepentingan perorangan atau badan yang memakai lokasi ruang terbuka hijau tidak boleh menyimpang dari fungsinya dan harus memperoleh izin dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

(18)

c. Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang

terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh berbagai tumbuhan,

tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan tidak

langsung yang di hasilkan ruang terbuka hijau dalam kota tersebut yaitu

keamanan, kenyamanan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

Definisi lain yang menyatakan bawasannya Ruang Terbuka Hijau (RTH)

adalah ruang terbuka yang lebih menonjolkan unsur hijaunya.6

Menurut Intruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1988,

tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, selain untuk

merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan penyelenggaraan

penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan sebagai bagian tindak lanjut pelaksanaan rencana tata ruang kota bagi daerah yang telah memiliki

rencana ruang terbuka hijau dalam rangka meningkatkan fungsi dan

peranan Ruang Terbuka Hijau Kota dengan melarang atau membatasi

perubahan penggunaannya untuk kepentingan lain.

d. Pengelompokan Bentuk dan Jenis Ruang Terbuka Hijau (rth)

1. Bentuk Ruang Terbuka Hijau berdasarkan kategori Dinas

Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

a. Kawasan Hijau Pertamanan Kota, pemanfaatannya

lebih difungsikan sebagai taman dengan jenis tanaman yang bervariasi

b. Kawasan Hijau Rekreasi Kota, merupakan Ruang

Terbuka Hijau yang pemanfaatannya sebagai tempat rekreasi aktif maupun pasif yang didalamnya terdapat tempat bermain anak dan kelengkapan taman.

      

6 

Rinawati, Tri J. Penerapan Arahan Kebijaksanaan Ruang Terbuka Hijau menurut Rencana

(19)

2. Berdasarkan status kepemilikannya,dapat diklasifikasikan sebagai berikut

a. Ruang Terbuka Hijau Milik Publik, yang berlokasi

pada lahan-lahan publik atau lahan yang dikuasai Pemerintah (Pusat Daerah),seperti taman rekreasi, taman olahraga, taman kota, jalur hijau

b. Ruang Terbuka Hijau Milik Privat, yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat, seperti halaman rumah tinggal, perkantoran, sekolah atau kampus,dan rumah sakit.7

e. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau memiliki beberapa fungsi antara lain : a. Sebagai paru-paru kota,

b. Pengatur Lingkungan Mikro, vegetasi akan menimbulkan

lingkungan yang sejuk, nyaman,dan segar

c. Penyeimbang alam dan perlindungan terhadap kondisi fisik

alam sekitarnya

d. Mengurangi polusi air, udara, dan dari suara kebisingan e. Menambah keindahan kota sekaligus tempat rekreasi.8

Tabel 1

Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Fungsi Ekologis Fungsi Sosial

Menurunkan tingkat

pencemaran udara

Menurunkan tingkat stress

masyarakat perkotaan

Meningkatkan kandungan air Sebagai tempat rekreasi

Sumber: Irwan,Zoer’aini

      

7 

Ikhwan Beladdinilma. Konsep Pengembangan Taman Kota.Tugas Akhir.ITS,

Surabaya,2009.h.12 

8 

(20)

f. Pola dan Struktur Fungsional Ruang Terbuka Hijau

Pola ruang terbuka hijau kota merupakan struktur ruang terbuka

hijau yang ditentukan oleh hubungan fungsional

(ekologis,sosial,ekonomi,arsitektural)antarkomponen pembentuknya. Pola

ruang terbuka hijau terdiri dari :

1. Ruang Terbuka Hijau Struktural

Merupakan pola ruang terbuka hijau yang dibangun

oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya.

Ruang Terbuka Hijau tipe ini didominasi oleh fungsi non

ekologis dengan struktur ruang terbuka hijau binaan, seperti

pertamanan kota yang dimulai dari taman perumahan, taman

lingkungan, taman kota.

2. Ruang Terbuka Hijau Non Struktural

Merupakan ruang terbuka hijau yang dibangun oleh

hubungan fungsional antar komponen pembentuknya. Ruang

Terbuka Hijau tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat

dominan dengan struktur ruang terbuka hijau alami.

Salah seorang arsitek dari Amerika yang sangat terkenal dengan

konsep atriumnya, memberikan gambaran mengenai Ruang Terbuka Hijau

dengan membandingkan dua tipe tatanan pola ruang luar sebagai berikut :

Seandainya saya diminta untuk merancang sebuah kota yang ideal,saya akan memilih rancangan Kota New York dan mengawin silangkan dengan rancangan Kota Savannah, Georgia.9

      

9 

John Portman.The American Institute Of Architects, The American Institute Of Architects

(21)

g. Elemen Pengisi Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau dibangun dari kumpulan tumbuhan dan

tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi

serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda seperti

pusat kota, kawasan industry akan memiliki permasalahan yang juga

berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan

ruang terbuka hijau yang berbeda.

Jenis tanaman yang memiliki keunggulan tertentu dalam wilayah

kota tersebut menjadi bahan tanaman utama cirri ruang terbuka hijau kota

tersebut yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan

keanekaragaman hayati wilayah dan juga nasional.

h. Taman Kota

Asal mula pengertian taman atau sering disebut garden dapat ditelusuri pada bahasa ibrani gan, yang berarti melindungi dan

mempertahankan menyatakan secara tidak langsung hal pemagaran atau

lahan berpagar dan oden berarti kesenangan. Jadi, dalam bahasa Inggris perkataan garden memiliki gabungan dari kedua kata-kata tersebut yang

berarti sebidang lahan berpagar yang digunakan untuk kesenangan.

Taman memiliki beberapa pengertian antara lain:

1. Sebidang lahan yang ditata rapi sedemikian rupa, sehingga mempunyai

keindahan, kenyamanan, dan keamanan bagi penggunanya,

2. Merupakan tempat cengkrama dan senyawa antara aspirasi pesan dan

(22)

3. Sebagai Ruang Terbuka dengan segala kelengkapannya yang

dipergunakan dan dikelola untuk keindahan dan antara lain sebagai

paru-paru kota,

4. Sebagai tempat yang secara resmi digunakan penduduk kota untuk

melepas lelah dan meghirup udara segar serta berolahraga pada saat

tertentu.10

i. Asal Mula Konsep Taman

Pembuatan taman yang dilakukan oleh para penguasa kuno dalam

bentuk penataan lahan pertanian dengan variasi pengairannya yang

merupakan wujud pengakuan akan keindahan alam. Pohon yang rindang,

bunga warna-warni, aliran air, batu-batu dan berbagai elemen lain yang

dianggap sebagai karunia alam yang memiliki estetika tinggi. Bentuk-bentuk semacam itu kemudian dibawa ke lahan untuk dijadikan taman

yang setiap saat dapat dinikmati.

Di Dalam Al Qur’an, keindahan taman sering digunakan dalam

menggambarkan keindahan surga. Dari beberapa ayat di bawah ini terlihat

unsur air dan tanaman yang sangat dominan untuk membentuk keindahan

taman,antara lain :

1. QS. Al Furqan (25) : 24

Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat

tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya

       10

(23)

2. QS. Al Ibrahim (14) : 23

Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal

shaleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,

mereka kekal di dalamnya dengan se-izin Tuhan mereka. Ucapan

penghormatan dalam surga itu ialah salam.

3. QS. Ar R’ad (13) : 35

Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang

yang taqwa ialah seperti taman, mengalir sungai-sungai

didalamnya, buahnya tidak henti-henti sedang naungannya

(demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang

bertaqwa, sedangkan tempat kesudahan bagi orang-orang kafir adalah neraka.

j. Fungsi Taman

Menurut Norma Standart Pedoman Manual Penataan Ruang

Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Tahun 1987 sebagai berikut :

1. Memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap lingkungan yang nyaman

dan asri dari gangguan polusi,

2. Memberikan kesempatan untuk melakukan rekreasi bagi masyarakat

perkotaan untuk menghirup udara segar dan melepas lelah,

3. Sebagai paru-paru kota, pengatur sirkulasi udara, penyimpan air

(24)

1.6 Metodologi Penelitian

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan

bagaimana Implementasi Peraturan Daerah No.7 Tahun 2002 Tentang

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Terhadap Pedagang Kaki Lima Yang

Menempati Ruang Terbuka Hijau. Bertalian dengan rumusan masalah

yang dikaji, dan hukum sebagai kaidah atau norma, maka tipe penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis

normatif , Dalam pengertian lain sering disebut dengan penelitian

kepustakaan (liberary research) dengan pustaka utamanya adalah

peraturan perUndang-Undangan.11

B. Sumber Data

Penelitian pada pokok intinya dilakukan dengan melalui studi

kepustakaan. Sumber data penelitian ini di dapat dari :

a. Data Sekunder : yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

1. Bahan Hukum Primer adalah Bahan hukum yang diperoleh dari

Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Peraturan

Perundang-Undangan yang dipakai dalam skripsi ini terdiri dari :

- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup,

      

11

Sarjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),

(25)

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asasi Manusia,

- Norma Standart Pedoman Manual Penataan Ruang Terbuka

Hijau Kawasan Perkotaan Tahun 1987,

- Imendagri Nomor 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang

Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan,

- Perda Kota Surabaya Nomor 7 Tahun 2002 Tentang

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau,

- Perda Kota Surabaya Nomor 10 Tahun 1987 Tentang

Pengaturan Tempat Usaha dan Pembinaan Sektor Informal,

- Perda Kota Surabaya Nomor 17 Tahun 2003 Tentang

Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima,

- Keputusan Walikota Surabaya Nomor 34 Tahun 2005

Tentang Penetapan Lokasi, Waktu Kegiatan, Jumlah PKL,

dan Barang yang diperdagangkan pada Usaha Pedagang

Kaki Lima di Kota Surabaya.

2. Bahan Hukum Sekunder adalah Bahan hukum yang diperoleh dari

literature, jurnal, makalah, dan hasil-hasil seminar hukum. Literatur

yan dipakai dalam skripsi ini terdiri dari :

- Urbannisasi dan Perkembangan Kota, Herlianto, Alumni

Bandung Tahun 1986,

- Sisi Gelap Perkembangan Kota, Alisjahbana MA Tahun

(26)

- Makna dan Kekuasaan dalam Ruang-Ruang Sosial, Evers,

Hans-Dieter & Rudiger Korff. Yayasan Obor Indonesia.

Tahun 2002,

- Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat, A.Masyhur

Effendi.,S.H.

- Pedagang Kaki Lima, Kartono K.Universitas Katolik

Parahyangan Bandung Tahun 1980,

- Upaya Penataan PKL Kota Surabaya, Bappeko. Pemkot

Surabaya, Tahun 2003,

-  Irwan,Zoer’aini. Tantangan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi

Aksara, Jakarta.2005.

3. Bahan Hukum Tersier adalah Bahan Hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap Bahan Hukum Primer dan

Bahan Hukum Sekunder. Adapun petunjuk yang dipakai dalam

skripsi ini terdiri dari

- Kamus Bahasa Indonesia

- Kamus Hukum

b. Data Primer : Data yang diambil langsung dari lapangan yakni dengan

mengamati dan melakukan wawancara yang terstruktur.

C.Metode Pengumpulan Data

Data sekunder adalah : Bahan-bahan hukum (legal materiil) yang

(27)

selanjutnya dengan melakukan kategorisasi sebagai langkah

pengklasifikasian bahan hukum secara selektif.

Data Primer : Bahan-bahan Hukum yang diperoleh dari lapangan

melalu Observasi/melihat langsung dan melakukan wawancara terstruktur.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah

dengan studi kepustakaan, observasi dan wawancara yang terstruktur

dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari sumber-sumber data

sekunder dan data primer. Hal ini disebabkan “Such documents not only

describe contempory events, but also help to reveal how these have appeared to those living through them”,yang artinya dokumen tersebut tidak hanya menjelaskan peristiwa kontemporer, tetapi juga membantu untuk mengungkapkan bagaimana telah muncul bagi mereka yang

hidup/tinggal mereka.

D.Analisis Data

Sebagai kelanjutan dari semua kegiatan proses penelitian tersebut

diatas, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis bahan hukum

dengan menggunakan deskriptif analisis, sedangkan yang dimaksud

dengan deskriptif analisis adalah menjelaskan suatu analisa terhadap satu

pembahasan masalah dalam skripsi sehingga memberikan gambaran yang

jelas dengan memberikan pikiran yang logis sesuai dengan nalar dan

runtut.13

      

13 

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan III, Universitas Indonesia.

(28)

Bahan-bahan hukum yang telah ditulis dengan menggunakan

sistem kartu dilakukan pengolahan dengan menyusun dan

mengklasifikasikan secara sistematis dan kuantitatif sesuai dengan pokok

bahasannya dan selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisis.

1.7 Sistematika Penulisan

Skripsi ini nantinya disusun dalam empat bab. Tiap-tiap bab dibagi

menjadi beberapa subbab yang saling mendukung. Bab-bab yang tersusun

tersebut nantinya merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan antara

yang satu dengan yang lain.

Bab Pertama, Pendahuluan. Di dalamnya menguraikan tentang latar

belakang masalah, kemudian berdasarkan latar belakang masalah tersebut,maka dirumuskan permasalahan. Selanjutnya disajikan tujuan dan

manfaat penelitian sebagai harapan yang ingin dicapai melalui peneitian ini.

Pada bagian Kajian Pustaka yang merupakan landasan dari penulisan skripsi,

kemudian diuraikan beberapa konsep definisi yang berkaitan dengan judul

penelitian. Selanjutnya diuraikan tentang metode penelitian yang merupakan

salah satu syarat dalam setiap penelitian. Intinya mengemukakan tentang tipe

penelitian dan pendekatan masalah, sumber bahan hukum, langkah penelitian

dan bab ini diakhiri dengan sistematika penulisan.

Bab Kedua, Menguraikan tentang Implementasi Perda Nomor 7

Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau terhadap Pedagang

(29)

Bab Ketiga, Menguraikan tentang Upaya Yang Dilakukan Pemkot

Surabaya Terhadap Pedagang Kaki Lima Yang Melanggar Perda tersebut.

Secara umum dalam bab ini terdapat Dua Subbab, yakni Pertama mengenai

Konsep Penataan Yang Dilakukan Pemkot Surabaya, yang terdiri dari A.

Sentra, B. Rombongnisasi, Tendanisasi, dan Relokasi. Dan Subbab Kedua

mengenai Tanda Daftar Usaha Pedagang Kaki Lima yang berisi Kewajiban

dan Larangan Pemegang Tanda Daftar Usaha Pedagang Kaki Lima

Bab Keempat, Menguraikan tentang Hambatan Yang Dihadapi

Pemkot Surabaya Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima. Secara umum dalam

bab ini terdapat Tiga Subbab, yakni Pertama mengenai Persoalan Data atau

Identifikasi Pedagang Kaki Lima, Kedua mengenai Keterbatasan Lahan, Bab Kelima, Berdasarkan uraian-uraian dalam Bab Kedua, Ketiga,

dan Keempat diatas tentang jawaban dari rumusan masalah yang dijadikan

obyek penulisan, selanjutnya ditarik Kesimpulan dan Saran dalam Bab

Kelima sebagai Penutup.

1.8 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini adalah 4 (Empat) bulan, dimulai dari bulan

Februari sampai dengan Juni 2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Februari minggu pertama, Tahap persiapan penelitian, meliputi : penentuan

judul penelitian, penulisan skripsi, seminar skripsi, dan perbaikan skripsi.

Tahap pelaksanaan penelitian selama 2 bulan terhitung mulai minggu pertama

(30)

data sekunder, pengolahan dan penganalisaan data tahap penyelesaian

penelitian.

1.9 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di wilayah Surabaya Timur, yang terdiri

dari 7 Kecamatan, yakni Kecamatan Gubeng, Kecamatan Tambaksari,

Kecamatan Rungkut, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kecamatan Gunung

(31)

BAB II

KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN SURABAYA TIMUR

 

2.1 Gambaran Umum

Di kawasan Surabaya Timur yang tersebar dalam 7 Kecamatan

yang terdiri dari Kecamatan Gubeng, Kecamatan Tambaksari, Kecamatan

Rungkut, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kecamatan Gunung Anyar,

Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Mulyorejo dapat diketahui

keberadaan pedagang kaki lima yang saat ini berjumlah 3943 pedagang

kaki lima yang tersebar di 7 Kecamatan tersebut, jumlah tersebut dapat

sewaktu-waktu berubah dengan berkembangnya Pedagang Kaki Lima

yang ada di Surabaya. Di kawasan ini terdapat dan tersebar beberapa ruang

terbuka hijau yang digunakan pedagang kaki lima untuk berjualan.

Di Kecamatan Gubeng persebaran ruang terbuka hijau di mulai

dari Taman Sulawesi, Taman Kalimantan (Lansia), Taman Flora, Taman

Kalibokor, dan Taman Flores. Sampai saat ini keberadaan taman tersebut

dipenuhi pedagang kaki lima yang menjajakan makanan, baik berupa

segala macam nasi, bakso, pentol, bakpao,lumpia dan soto,selain itu juga

terdapat aneka macam mainan dan minuman, mulai dari persewaan mobil

mainan dan jual minuman stroberi.

Di Kecamatan Tambaksari persebaran ruang terbuka hijau di mulai

dari Taman WR.Supratman, Taman Ambengan, Taman Soka, dan Taman

(32)

lima hanyalah Taman Mundu yang menjajakan makanan, baik berupa

segala macam nasi, bakso, pentol, bakpao,lumpia dan soto,selain itu juga

terdapat aneka macam mainan dan minuman, mulai dari persewaan mobil

mainan, mancing-mancingan dan jual minuman stroberi serta aneka

aksesoris mulai dari gelang, kalung, cincin, jasa masang tindik serta tato.

Di Kecamatan Rungkut persebaran ruang terbuka hijau dimulai

dari Hutan Kota Penjaringan, Rungkut Alang-Alang, Taman

Kunang-Kunang, Taman Kedung Baruk. Sampai saat ini keberadaan taman yang

dipenuhi pedagang kaki lima hanyalah Taman Kunang-Kunang.

Dari ketujuh Kecamatan tersebut hanya tiga Kecamatan yang

persebaran Ruang Terbuka Hijau dipenuhi oleh Pedagang Kaki Lima yakni Kecamatan Gubeng, Kecamatan Tambaksari, dan Kecamatan

Rungkut.

a. Jumlah Pedagang Kaki Lima

Berdasarkan rekapitulasi data Pedagang Kaki Lima pada tahun

2010 yang ada di Dinas Koperasi dan Sektor Informal, dapat diketahui

keberadaan pedagang kaki lima di Kota Surabaya khususnya pada

lokasi penelitian yang saya lakukan di Surabaya Timur yang tersebar di

7 Kecamatan berjumlah 3943 Pedagang Kaki Lima (PKL). Jumlah ini

dapat berkembang dengan berjalanya waktu. Hal ini sesuai dengan

pernyataan yang dikemukakan oleh Kepala Bagian Tata Usaha Dinas

Koperasi dan Sektor Informal Kota Surabaya yaitu Bapak Sapto Hadi,

(33)

Tahun 2010 di wilayah Surabaya Timur yang tersebar di 7 Kecamatan

berjumlah 3943 Pedagang Kaki Lima (PKL). Jumlah ini dapat berubah

dengan berkembangnya Pedagang Kaki Lima yang ada di Kota

Surabaya”.14

Tabel 2

Jumlah Pedagang Kaki Lima Surabaya Timur

No Kecamatan Jumlah PKL

1 Gubeng 837

2 Tambaksari 681

3 Rungkut 866

4 Tenggilis Mejoyo 272

5 Gunung Anyar 109

6 Sukolilo 602

7 Mulyorejo 576

Sumber : Data Primer

b. Lokasi / Tempat Kegiatan Pedagang Kaki Lima

Mengingat dalam suatu kota, tempat-tempat yang ramai dan

banyak dikunjungi orang ialah tempat-tempat di pusat kota, maka

tidak sedikit pula para Pedagang Kaki Lima pada umumnya memilih

lokasi yang tempat kegiatan usahanya juga dipusat kota dan sedikit

      

14

 Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Koperasi dan Sektor Informal

(34)

sekali di pinggiran kota. Lokasi yang dipilih oleh Pedagang Kaki Lima

sebagai tempat berjualan yang strategis dalam arti akan banyak

pembelinya,antara lain ialah :

1. Jalan, trotoar, ruang terbuka hijau (taman) yang ramai dan

merupakan tempat orang-orang yang berlalu lalang / beraktifitas

2. Lokasi-lokasi di sekitar rumah sakit, perkantoran, dan sekitar

kampus

3. Lokasi disekitar proyek-proyek yang sedang dibangun

Para pedagang kaki lima ini tidak perduli bahwa lokasi-lokasi

itu sudah mempunyai fungsi sebagai fasilitas kota.

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Gubeng,

seperti tabel dibawah ini sebagai berikut :

Tabel 3

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Gubeng N

o

Ruang Terbuka Hijau / Taman

Lokasi Jumlah PKL

Luas M2

1 Taman Sulawesi Jl. Sulawesi 14

2 Taman Kalimantan

Jl. Kalimantan 18

3 Taman Flora Jl. Manyar

Kertoarjo

4 33.810.0 0

4 Taman Kalibokor Jl. Kalibokor 6 3.120.00

(35)

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Tambaksari seperti

table dibawah ini, sebagai berikut :

Tabel 4

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Tambaksari N

o

Ruang Terbuka Hijau / Taman

Lokasi Juml ah PKL

Luas (M2)

1 Tm.WR.Supratman Jl. Kenjeran - 1.808.00

2 Taman Ambengan Jl. Ambengan - 2.592.00

3 Taman Soka Jl. Soka - 108

4 Taman Mundu Depan Gelora

Tambaksari

27 4.800.00

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, 2010 Di kecamatan Tambaksari berupa taman rotonde dan taman monument hanya ada satu taman yakni taman mundu yang menjadi ikon di Kecamatan Tambaksari. Taman Rotonde adalah taman yang bersifat pasif dan letaknya berada di persimpangan jalur lalu lintas.

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Rungkut

seperti tabel dibawah ini sebagai berikut

Tabel 5

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Rungkut N

o

Ruang Terbuka Hijau / Taman

Lokasi Juml ah PKL

Luas M2

1 Hutan Kota

Penjaringan

Jl. Penjaringan - 3.000.00

2 Rungkut

Alang-Alang

Jl. Rungkut Alang-Alang

- 484

3 Taman

Kunang-kunang

Jl. Penjaringan Sari

17 4.000.00

4 Taman Kedung

Baruk

Jl. Kedung Baruk - 1.500.00

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, 2010

Kecamatan rungkut didominasi berupa taman rotonde dan

(36)

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Tenggilis

Mejoyo seperti tabel dibawah ini sebagai berikut

Tabel 6

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Tenggilis Mejoyo N

o

Ruang Terbuka Hijau / Taman

Lokasi Juml ah PKL

Luas

1 Hutan Kota Prapen Jl. Prapen - 4.300.00

2 Bintang Diponggo Jl. Tenggilis - 7.495.00

3 Rot. Panjang jiwo-Prapen

Jl. Raya Prapen - 17.5

4 YKP. Medokan

Ayu

Jl. Medokan Ayu - 9.042.00

5 Rot. Jemursari Jl. Jemursari - 107.22

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, 2010

Kecamatan Tenggilis Mejoyo berupa taman rotonde dan taman kantor. Taman Kantor adalah taman yang biasanya merupakan halaman kantor yang cukup luas.

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Mulyorejo

seperti tabel dibawah ini sebagai berikut :

Tabel 7

Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Mulyorejo N

o

Ruang Terbuka Hijau / Taman

Lokasi Juml ah PKL

Luas

1 Mulyosari Jl. Mulyosari - 2.700.00

2 Kertajaya Indah Jl. Kertajaya

Indah

- 18.496.0 0 3 Stren Kali Jl.

Kaliwaron

Jl. Kaliwaron-Pacarkeling

- 2.470.00

4 JH. Merr

Kalijudan

Jl. Merr Kalijudan

- 6.353.08

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, 2010

(37)

c. Jenis Barang Dagangan

Mengingat latar belakang dan keadaan Pedagang Kaki Lima

(PKL) serta motivasi kegiatan usaha mereka, maka wajar apabila barang dagangan yang dijualnya sangat bervariasi. Namun hamper

semua jenis barang dagangan yang dijualbelikan oleh Pedagang Kaki

Lima yang menempati Ruang Terbuka Hijau (RTH) bernilai ekonomis

atau murah. Dengan memiliki modal dan ketrampilan yang sangat

terbatas, mereka berjualan seadanya saja yang mudah diperoleh serta

dijual kembali. Jenis barang dagangan yang diperjualbelikan sangat

bervariasi mulai dari makanan yang berupa pentol, pecel, jagung

bakar, soto ayam ataupun daging dan bakso,dan minuman, pakaian,

rokok, persewaan rental mobil mini, mainan anak-anak, dokar.

d. Waktu Kegiatan/Berjualan

Sesuai dengan prinsip kegiatan usaha yang dilakukan oleh

Pedagang Kaki Lima agar barang dagangannya laku yaitu adanya

orang-orang berkerumun atau berkelompok yang melakukan aktifitas

baik itu pagi hari maupun siang hari diharapkan pembeli membeli

barang dagangannya, Dengan demikian maka yang terjadi ialah pada

saat lalulalangnya orang-orang di sekitar ruang tebuka hijau atau

taman kota, pada saat itu pula Pedagang Kaki Lima melaksanakan

kegiatan-kegiatannya, sehingga keadaan menjadi semakin padat dan sesak bahkan sampai menimbulkan kemacetan yang ditimbulkan oleh

(38)

Saat-saat sibuk terutama pada pagi hari, Namun

kenyataannya secara keseluruhan kegiatan Pedagang Kaki Lima

(PKL) dapat ditemukan selama 24 jam. Dalam rangka upaya

membatasi atau mengurangi kepadatan lokasi-lokasi tersebut, maka

pemerintah daerah telah mengatur waktu-waktu kegiatan dan

tempat-tempat sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Walikota

Nomor 188.45/70/436.1.2/2006. Adanya solusi yang diberikan oleh

Pemerintah Kota Surabaya sesuai dengan Surat Keputusan tersebut

maka waktu yang diberikan oleh para Pedagang Kaki Lima (pkl) pada

jam 18.00 sampai dengan jam 05.00 WIB. Pada kenyataannya di

lapangan banyak Pedagang Kaki Lima yang melanggar dan waktu berjualan tidak teratur, terkesan kumuh atau cenderung seenaknya

saja. Hal inilah yang menjadi tugas dan tanggungjawab dari Satuan

Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Surabaya untuk menertibkan

Pedagang Kaki Lima yang melanggar Perda tersebut. Hal tersebut

sesuai dengan hasil wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha

Dinas Koperasi dan Sektor Informal, Bapak Sapto Hadi, Solusi jam

kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) sudah ada yaitu dari jam 18.00

sampai dengan jam 05.00 WIB, namun itu teorinya, prakteknya ya

yang ada dilapangan bisa lihat sendiri kenyataannya. Kalau adan yang

melanggar itu tugasnya Satpol PP yang menertibkannya.15

      

15

hasil wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Koperasi dan Sektor Informal

(39)

e. Alat Peraga

Yang dimaksud dengan alat peraga ialah segala macam dan

bentuk alat atau sesuatu benda yang dipergunakan sebagai alat untuk

menjual atau menjajakan barang, makanan dan minuman oleh para

Pedagang Kaki Lima (PKL). Bentuk serta jenis alat peraga kegiatan

usaha Pedagang Kaki Lima sangat bervariasi, namun dapat dibedakan

dalam dua (2) jenis yang penting yaitu :

1. Bersifat menetap (tidak dapat digerakkan),

Seperti : meja atau tanpa tempat duduk maupun dengan

tempat duduk dan seringkali dilengkapi dengan alat peneduh (atap

dari terpal atau gubuk. Alat peraga jeni ini sangat dilarang untuk dipergunakan.

2. Bersifat mobil (memiliki roda), mudah digerakan atau didorong

untuk sewaktu-waktu dapat dipindahkan, karena alat peraga ini

memang semacam kereta dorong yang dimodifikasikan menjadi

rombong berjalan.

Bahwa akibat dari keterbatasan dana, kesederhanaan cara

berpikir dan berbuat dalam melaksanakan kegiatan usaha yang

dilakukan oleh pedagang kaki lima yang berjualan disekitar ruang

terbuka hijau, maka sarana atau alat sebagai tempat berjualan yang

dipergunakan oleh Pedagang Kaki Lima untuk menggelar barang

dagangannya sangat sederhana, baik bentuk, bahan, serta kerapiannya.

(40)

dagangannya dengan seadanya atau asal-asalan saja. Bagi pedagang

kaki lima yang memilih kawasan berjualan di Ruang Terbuka Hijau

sebagai tempat mereka berjualan, sudah barang tentu bukan tanpa

alasan.

Salah satu pertimbangan utama memilih kawasan Ruang

Terbuka Hijau (RTH) sebagai tempat usaha adalah karena potensi

pembelinya yang luar biasa, meski mereka juga sadar bahwa hal itu

melanggar aturan. Dengan uang dan aset yang terbatas sudag barang

tentu mustahil Pedagang Kaki Lima (PKL) mampu menyewa

lahan-lahan atau ruang-ruang yang resmi seperti layaknya pemilik took yang

biasa berjualan di Plaza atau Mal serta Pasar Semi Modern. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk

mendekati pembeli sekaligus menggelar dagangannya, akhirnya

adalah dengan berdagang atau berjualan di sekitar Ruang Terbuka

Hijau, dipinggir jalan yang mengakibatkan mengganggu kelancaran

arus lalu linta dan merusak estetika Ruang Terbuka Hijau tersebut.

2.2 Implementasi Perda Nomor 7 Tahun 2002

a. Perda Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

1. Pasal 1,

Ketentuan Umum yang berbunyi sebagai berikut:

1) Daerah adalah Kota Surabaya

2) Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Surabaya

(41)

4) Dinas Pertamanan adalah Dinas Pertamanan Kota Surabaya 5) Jalur Hijau adalah jalur tanah terbuka yang meliputi taman,

lapangan olahraga, taman monument dan taman pemakaman yang pembinaan, pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan rencana kota.

6) Taman adalah ruang terbuka dengan segala kelengkapan

yang dipergunakan dan dikelola untuk keindahan dan antara lain sebagai paru-paru kota,

7) Kawasan adalah suatu area yang dimanfaatkan untuk

kegiatan tertentu dengan fungsi utama,

8) Ruang Terbuka Hijau adalah ruang kota yang berfungsi

sebagai Kawasan Hijau Pertamanan Kota,Kawasan Hutan Kota, Kawasan Rekreasi Kota, Kawasan Jalur Hijau. 2. Pasal 2

Perencanaan, yang berbunyi sebagai berikut :

1) Perencanaan Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian dari

rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi lingkungan

3) Dinas Pertamanan berkewajiban menjabarkan perencanaan

dalam bentuk rancangan/desain yang dapat digunakan sebagai dasar dalam Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau.

3. Pasal 4

2) Setiap orang atau badan dapat melakukan pengelolaan dan

pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau atas izin dari Kepala Daerah.

4. Pasal 9

(42)

5. Pasal 10

1) Guna pengendalian, pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau,

setiap usaha atau kegiatan oleh dan/atau untuk kepentingan perorangan atau badan yang memakai lokasi Ruang Terbuka Hijau tidak boleh menyimpang dari fungsinya dan harus memperoleh izin dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Pasal 14

1) Barang siapa memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau tanpa

memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (2) dan pasal 10 ayat (1) maka orang atau badan tersebut harus menghentikan, mengosongkan dan mengembalikan sesuai keadaan semula atas beban yang bersangkutan.

2) Dalam hal ketentuantersebut tidak dipenuhi maka Kepala

Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melaksanakan penghentian kegiatan secara paksa, pengosongan lokasi Ruang Terbuka Hijau dan mengembalikan sesuai dengan keadaan semula.

b. Kenyataan dalam Lapangan (prakteknya)

Sekitar 1 bulan lebih penulis melakukan penelitian dibeberapa

Ruang Terbuka Hijau (RTH) khususnya di kawasan Surabaya Timur,

menemukan tindakan pelanggaran dan perilaku masyarakat ekonomi

bawah yang dengan sengaja memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau

tersebut untuk melakukan aktifitas berjualan sebagai pedagang kaki

lima, khususnya pada jam-jam tertentu mulai pukul 18.30-22.00 WIB

mulai melakukan aktifitas sehari-hari sebagai pedagang yang menjual

aneka dagangannya dari penjual makanan, mainan, minuman bahkan sampai ada pula yang memakan badan bahu jalan seperti jasa naik

dokar yang mengelilingi sekitar Ruang Terbuka Hijau tersebut seperti

(43)

dijalan Sulawesi dan Jalan Kalimantan yang dahulunya merupakan

bekas tempat pengisisan bahan bakar, meskipun sudah jelas aturannya

bahwa pemanfaatan ruang terbuka hijau tidak boleh menyimpang dari

fungsinya yang sesuai dengan bunyi pasal 14 ayat 1, barang siapa

memanfaatkan Ruanng Terbuka Hijau tanpa izin maka orang atau

badan tersebut harus menghentikan, mengosongkan dan

mengembalikan sesuai dengan keadaan semula, akan tetapi

masyarakat khususnya ekonomi bawah seakan tidak peduli dengan

aturan tersebut.

menurut penuturan salah satu pedagang kaki lima yang (namanya minta untuk dirahasiakan) menempati ruang terbuka hijau tersebut bahwa darimana lagi saya akan mencari uang kalau tidak dengan berjualan disekitar ruang terbuka hijau, hanya untuk makan sehari-hari saja sulit16.

Bagi kebanyakan pedagang kaki lima, tidak peduli apakah

yang mereka lakukan itu melanggar hukum atau tidak, tetapi yang

terpenting bagi mereka bisa berjualan dan menempati lahan usaha

sesuai kepentingan mereka.

Para pedagang kaki lima merupakan warga kota, baik yang

merupakan penduduk tetap ataupun pendatang / musiman. Dengan

demikian semakin bertambah besarnya jumlah penduduk, ternyata

menjadi semakin besar pula jumlah pedagang kaki lima yang

menempati sebagian ruang terbuka hijau. Sementara itu, keadaan kota juga semakin padat, baik padatnya lalu lintas berbagai jenis kendaraan

maupun oleh semakin padatnya para pejalan kaki. Kenyataan itulah       

16

(44)

yang menyebabkan semakin semrawutnya keadaan Kota Surabaya

khususnya didaerah Surabaya Timur yang banyak sekali Ruang

Terbuka Hijau yang ditempati oleh para Pedagang Kaki Lima (pkl).

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Dinas Koperasi dan

Sektor Informal Kota Surabaya, Bapak Hadi Mulyono,

PKL ya mempunyai potensi tapi keberadaan mereka juga mengganggu. Apalagi mereka menggunakan trotoar-trotoar untuk pejalan kaki bahkan ada yang sampai memakan sebagian badan bahu jalan. Kita sudah berusaha memandang PKL untuk dibina bukan dibinasakan. Dengan pertimbangan tidak mengganggu arus lalu lintas, karena tugas kami juga adalah dengan mengembalikan fungsi jalan yang telah dipakai oleh pkl.17

Bahwa selain memiliki potensi, keberadaan PKL juga

membawa permasalahan bagi kota Surabaya. Namun

untukmenghadapi kenyataan sebagai akibat dari keberadaan Pedagang

Kaki Lima yangmenimbulkan berbagai gangguan kehidupan kota,

seperti gangguan kebersihan, Ketertiban dan keindahan kota,

Pemerintah Kota Surabaya telah mengeluarkan peraturan daerah,

Keputusan / Instruksi Walikota dan sebagainya yang mengatur

kegiatan usaha Pedagang Kaki Lima yang mencangkup mengenai izin

usaha, penentuan lokasi, waktu, alat peraga berjualan serta

operasi-operasi penertibannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Surabaya adalah dengan melakukan pembinaan dan

pemberdayaan pedagang kaki lima. Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan usaha perdagangan sektor informal yang perlu       

17

 hasil wawancara dengan kepala Dinas Koperasi dan Sektor Informal Kota Surabaya pada

tanggal 10 Mei 2011

(45)

diberdayakan agar menunjang pertumbuhan perekonomian masyarakat

dan sekaligus sebagai salah satu pilihan dalam penyediaan barang

dagangan yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan harga yang relatif

terjangkau.

Pembinaan dan pemberdayaan pedagang kaki lima mempunyai

maksud yaitu untuk memberikan kepastian usaha, perlindungan serta

mengembangkan usaha pedagang kaki lima yang tertib, aman, selaras

dan serasi serta seimbang dengan lingkungannya. Tujuan dari

pembinaan dan pemberdayaan pedagang kaki lima yaitu mewujudkan

pedagang kaki lima sebagai usaha kecil yang berhak mendapat

perlindungan dan pembinaan, sehingga dapat melakukan kegiatan usahanya pada lokasi yang ditetapkan sesuai peruntukkannya dengan

kriteria yang ditetapkan, tetapi implementasinya di lapangan ternyata

tak semudah yang tertulis dalam peraturan, banyak kebijakan penataan

(46)

BAB III

UPAYA YANG DI LAKUKAN PEMKOT SURABAYA TERHADAP KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA

DI RUANG TERBUKA HIJAU

3.1 Konsep Penataan Yang di Inginkan Pedagang Kaki Lima

Agar bisa dihasilkan program penataan Pedagang Kaki Lima

(pkl) di lingkungan Ruang Terbuka Hijau yang benar-benar efektif, tentu

yang dilakukan tidak hanya mengandalkan pada operasi penertiban dan

razia-razia untu menghalau pedagang kaki lima yang menjajakan barang

dagangannya. Tetapi, yang terpenting adalah bagaimana merancang

program atau konsep penataan yang berkelanjutan dan lebih menyentuh

pada inti persoalan, sehingga pola yang direkomendasikan nantinya dapat

dikembangkan menjadi model penataan pedagang kaki lima di lingkungan

yang lain di Kota Surabaya, seperti relokasi, sentra pedagang kaki lima,

rombongnisasi dan tendanisasi.

3.1.1 Relokasi

Dengan adanya kebijakan baru tersebut diharapkan Pedagang

Kaki Lima (pkl) sadar bahwa relokasi bukanlah bertujuan untuk

membuang mereka, tetapi benar-benar bertujuan untuk membantu

kelangsungan masa depan Pedagang Kaki Lima itu sendiri. Yang

terpenting adalah bagaimana menyakinkan Pedagang Kaki Lima

bahwa adanya relokasi adalah tindakan yang menguntungkan bagi

(47)

lain bisa berupa pembangunan pasar atau pusat pedagang kaki lima.

Misalnya saja untuk Pedagang Kaki Lima yang memiliki dagangan

yang spesifik. Syaratnya relokasi itu dilakukan bukan semata

bertujuan untuk mengusir mereka dari Pusat Kota, tetapi keputusaan

relokasi itu dilakukan demi kebaikan pedagang itu sendiri.

3.1.2 Sentra Pedagang Kaki Lima (PKL)

Penataan para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjadi

target perkembangan perekonomian sector informal, kini digarap

Pemkot Surabaya secara serius. Melalui Dinas Koperasi Usaha Mikro

Kecil dan Menengah, sejumlah pedagang kaki lima itu akan

disentralisasikan. Konsep sentralisasi atau pemusatan Pedagang Kaki

Lima (PKL) ini bagi Pemkot merupakan prioritas utama. Dengan pemusatan pedagang kaki lima ini masyarakat konsumen akan lebih

nyaman dan lebih mudah memilih dan langsung berkunjung ke

sentra-sentra Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah memiliki spesifikasi

dagangannya.

3.1.3 Rombongnisasi

Penataan dengan menggunakan rombong merupakan sarana

jual makanan dan minuman serta barang dagangannya yang cukup

efektif, dikarenakan biaya produksi yang relatif murah. Rombong

biasanya dilengkapi dengan roda yang memungkinkan sarana ini

berpindah tempat dari lokasi yang cukup jauh. Rombong ada yang

(48)

roda tiga hamper sama dengan kendaraan becak, sehingga nyaman

untuk dibawa berkeliling. Penggunaan rombong ini nantinya akan

dilengkapi fasilitas berupa tenda atau atap yang fungsi agar penjual

maupun pembeli terhindar dari sengatan matahari maupun dari hujan.

Gambar 1

Gambar : Contoh Rombongnisasi

3.1.4 Tendanisasi

Tenda biasa dipakai oleh penjual makanan dikawasan

Pedagang Kaki Lima atau Pujasera. Penjual makanan yang

menggunakan tenda biasanya hanya mennggunakan meja khusus

untuk mempersiapkan sajiannya dan fasilitas untuk pembeli berupa

tempat duduk dan meja. Tenda membutuhkan areal minimal 2x2 m2.

Penggunaan tendanisasi yang seragam akan mempercantik dan akan

merasa nyaman serta terhindar dari kesan kumuh.

3.2 Tanda Daftar Usaha Pedagang Kaki Lima

Bagi pedagang kaki lima diwajibkan memiliki Tanda Daftar

(49)

dan syarat-syarat permohonan Tanda Daftar Usaha (TDU) pedagang kaki

lima tercantum dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2003

yaitu :

1. Setiap orang dilarang melakukan usaha Pedagang Kaki Lima (PKL)

pada fasilitas umum yang dikuasai oleh Kepala Daerah tanpa memiliki

Tanda Daftar Usaha yang dikeluarkan Kepala Daerah atau Pejabat

yang ditunjuk,

2. Untuk memperoleh Tanda Daftar Usaha sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara

tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk,

3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampiri :

a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Surabaya,

b. Rekomendasi dari Camat yang wilayah kerjanya meliputi lokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dimohon,

c. Alat peraga pedagang kaki lima yang akan dipergunakan,

d. Surat pernyataan yang berisi :

1. Tidak akan memperdagangkan barang illegal,

2. Tidak akan membuat bangunan permanen/semi permanen di

lokasi tempat usaha,

3. Mengosongkan/mengembalikan/menyerahkan lokasi Pedagang

Kaki Lima (PKL) kepada Pemerintah Daerah, tanpa syarat

(50)

4. Tata cara permohonan dan pemberian Tanda Daftar Usaha

ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah,

5. Jangka waktu tanda daftar usaha sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) adalah 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang.

Akibat hukum jika salah satu syarat tidak dipenuhi atau tidak

ditempuh oleh Pedagang Kaki Lima, Pemkot Surabaya melalui Satpol PP

Kota Surabaya melakukan penggusuran secara tegas, yang selanjutnya

dibawa ke pengadilan yang mengarah pada denda yang sesuai dengan

Perda Kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 yang nilai nominalnya berjumlah

Rp. 5.000.000 Serta pemberitahuan secara tegas kepada Pedagang Kaki Lima agar tidak berjualan di lokasi tersebut. Namun penaganan dan penertiban tersebut

tidak diindahkan oleh para Pedagang Kaki Lima tersebut sehingga alat dagang

dan alat peraga dagang PKL dimusnahkan/dibakar oleh Pemkot Surabaya yang

dilakukan oleh Satpol PP Kota Surabaya.

3.2.1 Kewajiban Pemegang Tanda Daftar Usaha Bagi

Pedagang Kaki Lima

Kewajiban bagi pemegang Tanda Daftar Usah bagi

Pedagang Kaki Lima juga tercantum pada pasal 5 Peraturan

Pemerintah No. 17 Tahun 2003, untuk menjalankan kegiatan

usahanya pemegang Tanda Daftar Usaha diwajibkan :

1. Memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan

kesehatan lingkungan tempat usaha,

2. Menempatkan sarana usaha dan menata barang dagangan dengan

(51)

3. Menempati sendiri tempat usaha

4. Mengosongkan tempat usaha apabila Pemerintah Daerah

mempunyai kebijakan lain tanpa meminta ganti kerugian,

5. Mematuhi ketentuan penggunaan lokasi Pedagang Kaki Lima

(PKL) yang ditetapkan oleh Kepala Daerah,

6. Mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam tanda daftar

usaha pedagang kaki lima,

7. Mengosongkan tempat usaha dan tidak meninggalkan alat peraga

di luar jam operasional.

3.2.2 Larangan Bagi Pemegang Tanda Daftar Usaha

Menurut pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2003, untuk menjalankan kegiatan usahanya, pemegang Tanda Daftar Usaha

dilarang :

1. Mendirikan bangunan permanen/semi permanen di lokasi PKL,

2. Mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal,

3. Menjual barang dagangan yang dilarang untuk diperjual belikan,

4. Melakukan kegiatan usaha di lokasi PKL selain yang telah

dinyatakan dalam Tanda Daftar Usaha,

5. Mengalihkan Tanda Daftar Usaha PKL kepada pihak lain dalam

bentuk apapun.

Untuk mengembangkan usaha Pedagang Kaki Lima, Pemerintah Kota

Surabaya berkewajiban memberikan pembinaan sesuai dengan pasal 8 ayat 1

(52)

a. Bimbingan dan Penyuluhan Manajemen Usaha

Bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha yang diberikan

oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam hal ini Dinas Koperasi dan Sektor

Informal kepada para Pedagang Kaki Lima ini bertujuan agar mereka

dapat mengatur usahanya dengan baik sehingga dengan pengaturan

tersebut pendapatan pedagang kaki lima menjadi meningkat, selain itu

adanya bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha ini juga bertujuan

untuk memberikan kesadaran kepada para pedagang kaki lima untuk tidak

lagi berjualan disekitar ruang terbuka hijau hal ini dikarenakan fungsi dari

ruang terbuka hijau tersebut tidak beralih fungsi yang sebagaimana

mesatinya tercantum dalam Perda Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 serta mempunyai kesadaran lingkungan dan kesadaran tentang hukum

b. Pengembangan usaha melalui kemitraan dengan pelaku ekonomi

yang lain

Pedagang Kaki Lima dalam mengembangkan usahanya harusnya

bekerjasama dengan pelaku ekonomi lainnya, dengan kata lain bisa dengan

pihak swasta ataupun pengusaha. Tujuan pedagang kaki lima bermitra atau

bekerjasama dengan pelaku ekonomi lainnya agar usahanya dapat berjalan

dengan baik dan lancar tanpa ada hambatan sedikit pun serta usahanya

lebih meningkat dari sebelumnya.

c. Bimbingan untuk memperoleh dan meningkatkan permodalan

Dalam menjalankan suatu usaha diperlukan modal dalam

(53)

pedagang kaki lima mengetahui dan mendapatkan serta dapat

meningkatkan permodalan dalam menjalankan roda perekonomian mereka

atau pedagang kaki lima. Dalam memperoleh permodalan yang digunakan

dalam melakukan usaha tidak sedikit pula yang mengalami kesulitan

dalam memperoleh modal tersebut dan dengan bimbingan ini diharapkan

pedagang kaki lima akan mengerti dan paham bagaimana cara memperoleh

dan meningkatkan modal dan pendapatan pedagang kaki lima.

d. Peningkatan Kualitas Alat Peraga Pedagang Kaki Lima

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 17 Tahun 2003 tentang

Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, alat peraga pedagang

kaki lima yaitu alat atau perlengkapan yang dipergunakan pedagang kaki

lima untuk menaruh barang yang akan diperdagangkan yang mudah

dipindahkan dan dibongkar pasang, misalnya gerobak dengan dilengkapi roda. Jadi alat peraga yang dipakai pedagang kaki lima dalam berjualan

adalah alat yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang (tidak

permanen/tetap). Apabila alat peraga itu tidak permanen/tetap, maka alat

peraga tersebut akan dibongkar karena tidak sesuai dengan Peraturan

Daerah. Peningkatan kualitas alat peraga pedagang kaki lima ini dapat

dilakukan dengan melakukan kebijakan rombongnisasi ataupun

tendanisasi, sehingga pedagang kaki lima dapat terlihat lebih rapid an

teratur.

Adanya pembinaan pedagang kaki lima merupakan salah satu

(54)

hanya dengan menggusur pedagang kaki lima, tetapi juga memberikan

wadah/tempat untuk mereka berdagang atau berjualan tanpa mengganggu

ketertiban umum dan kelancaran arus lalu lintas serta melanggar Peraturan

Pemerintah yang ada. Peraturan-peraturan tersebut merupakan bentuk

tanggungjawab Pemerintah Kota Surabaya terhadap pengamanan fasilitas

umum yang peruntukkannya sebagai ruang publik yang fungsinya dapat

mengatur kehidupan masyarakat dengan baik dan tidak merugikan

masyarakat lainnya dalan hal ini pengguna jalan raya, tetapi hal itu perlu

diperhatikan dengan baik oleh Pemerintah Kota maupun masyarakat luas

bahwa para Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut tidak hanya memiliki

kelemahan saja, namun mereka juga memiliki potensi untuk pertumbuhan Kota Surabaya yaitu menciptakan suatu lapangan kerja yang cukup besar,

memberikan penghidupan yang mandiri, mudah dan murah terutama bagi

penduduk golongan ekono

Gambar

Tabel 2 Jumlah Pedagang Kaki Lima Surabaya Timur
table dibawah ini, sebagai berikut :
Tabel 7      Persebaran Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Mulyorejo
Gambar : Contoh Rombongnisasi

Referensi

Dokumen terkait

PERHITUNGAN ARUS HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG GATOT KACA DI GARDU INDUK TALANG KELAPA (2014 : xiv + 48 + Daftar Isi + Daftar Tabel + Daftar Gambar + Daftar Pustaka + Lampiran)..

Jika tidak semua tamu merokok maka lantai rumah tidak bersih D.. Jika lantai rumah bersih maka semua tamu tidak

Berbicara mengenai sistim perpajakan yang demokratis sebenarnya bukan menyangkut teknik bagaimana rakyat mau untuk membayar pajak atau untuk memasukkan pajak yang sebesar- besarnya

Pengaruh ekstrak faloak terhadap penurunan kandungan radikal bebas pada organ hati, ditampilkan dalam plot grafik 2 dimensi dimana sumbu y merupakan luas kurva lissajous

 Jika sampel ditarik dari populasi yang terdistribusi normal, maka distribusi sampling dapat didekati dengan distribusi...(14).  Jika standar deviasi populasi tidak diketahui,

terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman. e) Kekerasan/ Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan yang.. kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan..

[8] Chousidis, Christos, Rajagopal Nilavalan, and Laurentiu Lipan.. "Expanding the use of CTS-to-Self mechanism for

Each of the case report was coded in terms of scam principle, information media (information exchange between fraudsters and victim), money media (media used by