• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III UPAYA YANG DILAKUKAN PEMKOT SURABAYA TERHADAP

3.1 Konsep Penataan Yang Di Inginkan Pedagang Kaki Lima

Agar bisa dihasilkan program penataan Pedagang Kaki Lima (pkl) di lingkungan Ruang Terbuka Hijau yang benar-benar efektif, tentu yang dilakukan tidak hanya mengandalkan pada operasi penertiban dan razia-razia untu menghalau pedagang kaki lima yang menjajakan barang dagangannya. Tetapi, yang terpenting adalah bagaimana merancang program atau konsep penataan yang berkelanjutan dan lebih menyentuh pada inti persoalan, sehingga pola yang direkomendasikan nantinya dapat dikembangkan menjadi model penataan pedagang kaki lima di lingkungan yang lain di Kota Surabaya, seperti relokasi, sentra pedagang kaki lima, rombongnisasi dan tendanisasi.

3.1.1 Relokasi

Dengan adanya kebijakan baru tersebut diharapkan Pedagang Kaki Lima (pkl) sadar bahwa relokasi bukanlah bertujuan untuk membuang mereka, tetapi benar-benar bertujuan untuk membantu kelangsungan masa depan Pedagang Kaki Lima itu sendiri. Yang terpenting adalah bagaimana menyakinkan Pedagang Kaki Lima bahwa adanya relokasi adalah tindakan yang menguntungkan bagi mereka. Bentuk dari program relokasi Pedagang Kaki Lima ini antara

lain bisa berupa pembangunan pasar atau pusat pedagang kaki lima. Misalnya saja untuk Pedagang Kaki Lima yang memiliki dagangan yang spesifik. Syaratnya relokasi itu dilakukan bukan semata bertujuan untuk mengusir mereka dari Pusat Kota, tetapi keputusaan relokasi itu dilakukan demi kebaikan pedagang itu sendiri.

3.1.2 Sentra Pedagang Kaki Lima (PKL)

Penataan para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjadi target perkembangan perekonomian sector informal, kini digarap Pemkot Surabaya secara serius. Melalui Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah, sejumlah pedagang kaki lima itu akan disentralisasikan. Konsep sentralisasi atau pemusatan Pedagang Kaki Lima (PKL) ini bagi Pemkot merupakan prioritas utama. Dengan pemusatan pedagang kaki lima ini masyarakat konsumen akan lebih nyaman dan lebih mudah memilih dan langsung berkunjung ke sentra-sentra Pedagang Kaki Lima (PKL) yang telah memiliki spesifikasi dagangannya.

3.1.3 Rombongnisasi

Penataan dengan menggunakan rombong merupakan sarana jual makanan dan minuman serta barang dagangannya yang cukup efektif, dikarenakan biaya produksi yang relatif murah. Rombong biasanya dilengkapi dengan roda yang memungkinkan sarana ini berpindah tempat dari lokasi yang cukup jauh. Rombong ada yang didesain untuk berkeliling biasanya dipadukan dengan mengunakan

roda tiga hamper sama dengan kendaraan becak, sehingga nyaman untuk dibawa berkeliling. Penggunaan rombong ini nantinya akan dilengkapi fasilitas berupa tenda atau atap yang fungsi agar penjual maupun pembeli terhindar dari sengatan matahari maupun dari hujan.

Gambar 1

Gambar : Contoh Rombongnisasi

3.1.4 Tendanisasi

Tenda biasa dipakai oleh penjual makanan dikawasan Pedagang Kaki Lima atau Pujasera. Penjual makanan yang menggunakan tenda biasanya hanya mennggunakan meja khusus untuk mempersiapkan sajiannya dan fasilitas untuk pembeli berupa

tempat duduk dan meja. Tenda membutuhkan areal minimal 2x2 m2.

Penggunaan tendanisasi yang seragam akan mempercantik dan akan merasa nyaman serta terhindar dari kesan kumuh.

3.2 Tanda Daftar Usaha Pedagang Kaki Lima

Bagi pedagang kaki lima diwajibkan memiliki Tanda Daftar Usaha (TDU) bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berisi kewajiban dan larangan bagi pemegang Tanda Daftar Usah. Ketentuan tanda daftar usaha

dan syarat-syarat permohonan Tanda Daftar Usaha (TDU) pedagang kaki lima tercantum dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2003 yaitu :

1. Setiap orang dilarang melakukan usaha Pedagang Kaki Lima (PKL)

pada fasilitas umum yang dikuasai oleh Kepala Daerah tanpa memiliki Tanda Daftar Usaha yang dikeluarkan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk,

2. Untuk memperoleh Tanda Daftar Usaha sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk,

3. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampiri :

a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Surabaya,

b. Rekomendasi dari Camat yang wilayah kerjanya meliputi lokasi

Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dimohon,

c. Alat peraga pedagang kaki lima yang akan dipergunakan, d. Surat pernyataan yang berisi :

1. Tidak akan memperdagangkan barang illegal,

2. Tidak akan membuat bangunan permanen/semi permanen di

lokasi tempat usaha,

3. Mengosongkan/mengembalikan/menyerahkan lokasi Pedagang

Kaki Lima (PKL) kepada Pemerintah Daerah, tanpa syarat apapun.

4. Tata cara permohonan dan pemberian Tanda Daftar Usaha ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah,

5. Jangka waktu tanda daftar usaha sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) adalah 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang.

Akibat hukum jika salah satu syarat tidak dipenuhi atau tidak ditempuh oleh Pedagang Kaki Lima, Pemkot Surabaya melalui Satpol PP Kota Surabaya melakukan penggusuran secara tegas, yang selanjutnya dibawa ke pengadilan yang mengarah pada denda yang sesuai dengan Perda Kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 yang nilai nominalnya berjumlah Rp. 5.000.000 Serta pemberitahuan secara tegas kepada Pedagang Kaki Lima agar tidak berjualan di lokasi tersebut. Namun penaganan dan penertiban tersebut tidak diindahkan oleh para Pedagang Kaki Lima tersebut sehingga alat dagang dan alat peraga dagang PKL dimusnahkan/dibakar oleh Pemkot Surabaya yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Surabaya.

3.2.1 Kewajiban Pemegang Tanda Daftar Usaha Bagi

Pedagang Kaki Lima

Kewajiban bagi pemegang Tanda Daftar Usah bagi Pedagang Kaki Lima juga tercantum pada pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2003, untuk menjalankan kegiatan usahanya pemegang Tanda Daftar Usaha diwajibkan :

1. Memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan

kesehatan lingkungan tempat usaha,

2. Menempatkan sarana usaha dan menata barang dagangan dengan

3. Menempati sendiri tempat usaha

4. Mengosongkan tempat usaha apabila Pemerintah Daerah

mempunyai kebijakan lain tanpa meminta ganti kerugian,

5. Mematuhi ketentuan penggunaan lokasi Pedagang Kaki Lima

(PKL) yang ditetapkan oleh Kepala Daerah,

6. Mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam tanda daftar

usaha pedagang kaki lima,

7. Mengosongkan tempat usaha dan tidak meninggalkan alat peraga

di luar jam operasional.

3.2.2 Larangan Bagi Pemegang Tanda Daftar Usaha

Menurut pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2003, untuk menjalankan kegiatan usahanya, pemegang Tanda Daftar Usaha dilarang :

1. Mendirikan bangunan permanen/semi permanen di lokasi PKL,

2. Mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal,

3. Menjual barang dagangan yang dilarang untuk diperjual belikan, 4. Melakukan kegiatan usaha di lokasi PKL selain yang telah

dinyatakan dalam Tanda Daftar Usaha,

5. Mengalihkan Tanda Daftar Usaha PKL kepada pihak lain dalam

bentuk apapun.

Untuk mengembangkan usaha Pedagang Kaki Lima, Pemerintah Kota Surabaya berkewajiban memberikan pembinaan sesuai dengan pasal 8 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2003, berupa :

a. Bimbingan dan Penyuluhan Manajemen Usaha

Bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha yang diberikan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam hal ini Dinas Koperasi dan Sektor Informal kepada para Pedagang Kaki Lima ini bertujuan agar mereka dapat mengatur usahanya dengan baik sehingga dengan pengaturan tersebut pendapatan pedagang kaki lima menjadi meningkat, selain itu adanya bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha ini juga bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada para pedagang kaki lima untuk tidak lagi berjualan disekitar ruang terbuka hijau hal ini dikarenakan fungsi dari ruang terbuka hijau tersebut tidak beralih fungsi yang sebagaimana mesatinya tercantum dalam Perda Kota Surabaya No. 7 Tahun 2002 serta mempunyai kesadaran lingkungan dan kesadaran tentang hukum

b. Pengembangan usaha melalui kemitraan dengan pelaku ekonomi

yang lain

Pedagang Kaki Lima dalam mengembangkan usahanya harusnya bekerjasama dengan pelaku ekonomi lainnya, dengan kata lain bisa dengan pihak swasta ataupun pengusaha. Tujuan pedagang kaki lima bermitra atau bekerjasama dengan pelaku ekonomi lainnya agar usahanya dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada hambatan sedikit pun serta usahanya lebih meningkat dari sebelumnya.

c. Bimbingan untuk memperoleh dan meningkatkan permodalan

Dalam menjalankan suatu usaha diperlukan modal dalam melakukan usahanya, dengan adanya bimbingan tersebut diharapkan

pedagang kaki lima mengetahui dan mendapatkan serta dapat meningkatkan permodalan dalam menjalankan roda perekonomian mereka atau pedagang kaki lima. Dalam memperoleh permodalan yang digunakan dalam melakukan usaha tidak sedikit pula yang mengalami kesulitan dalam memperoleh modal tersebut dan dengan bimbingan ini diharapkan pedagang kaki lima akan mengerti dan paham bagaimana cara memperoleh dan meningkatkan modal dan pendapatan pedagang kaki lima.

d. Peningkatan Kualitas Alat Peraga Pedagang Kaki Lima

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 17 Tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, alat peraga pedagang kaki lima yaitu alat atau perlengkapan yang dipergunakan pedagang kaki lima untuk menaruh barang yang akan diperdagangkan yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang, misalnya gerobak dengan dilengkapi roda. Jadi alat peraga yang dipakai pedagang kaki lima dalam berjualan adalah alat yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang (tidak permanen/tetap). Apabila alat peraga itu tidak permanen/tetap, maka alat peraga tersebut akan dibongkar karena tidak sesuai dengan Peraturan Daerah. Peningkatan kualitas alat peraga pedagang kaki lima ini dapat dilakukan dengan melakukan kebijakan rombongnisasi ataupun tendanisasi, sehingga pedagang kaki lima dapat terlihat lebih rapid an teratur.

Adanya pembinaan pedagang kaki lima merupakan salah satu upaya penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Tidak

hanya dengan menggusur pedagang kaki lima, tetapi juga memberikan wadah/tempat untuk mereka berdagang atau berjualan tanpa mengganggu ketertiban umum dan kelancaran arus lalu lintas serta melanggar Peraturan Pemerintah yang ada. Peraturan-peraturan tersebut merupakan bentuk tanggungjawab Pemerintah Kota Surabaya terhadap pengamanan fasilitas umum yang peruntukkannya sebagai ruang publik yang fungsinya dapat mengatur kehidupan masyarakat dengan baik dan tidak merugikan masyarakat lainnya dalan hal ini pengguna jalan raya, tetapi hal itu perlu diperhatikan dengan baik oleh Pemerintah Kota maupun masyarakat luas bahwa para Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut tidak hanya memiliki kelemahan saja, namun mereka juga memiliki potensi untuk pertumbuhan Kota Surabaya yaitu menciptakan suatu lapangan kerja yang cukup besar, memberikan penghidupan yang mandiri, mudah dan murah terutama bagi penduduk golongan ekonomi rendah serta tempat untuk menngembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan secara merata dan mandiri.

Menangani pedagang kaki lima perlu mencari upaya atau solusi yang baik dan bijaksana agar keberadaannya tidak mengganggu kenyamanan kota, hal ini dikarenakan penggusuran tanpa memberikan jalan keluar dengan memberi tempat yang memenuhi syarat sama saja dengan mematikan tumbuhnya ekonomi kerakyatan yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat bawah, oleh karena itu kebijakan yang berkenaan dengan penertiban dan pembinaan pedagang kaki lima harus mengarah pada penngkatan taraf hidup pedagang kaki lima.

BAB IV

HAMBATAN-HAMBATAN YANG DI HADAPI PEMKOT SURABAYA DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Dalam melaksanakan suatu kebijakan, khususnya kebijakan penataan pedagang kaki lima, pasti tidak terlepas dari adanya hambatan-hambatan yang dapat menghalangi bagi terlaksananya suatu kebijakan secara efektif baik itu hambatan internal maupun hambatan dari ekternal.

Dokumen terkait