• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BAHASA TUTURAN DALAM MANGUPA PADA PERKAWINAN BATAK MANDAILING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS BAHASA TUTURAN DALAM MANGUPA PADA PERKAWINAN BATAK MANDAILING."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BAHASA TUTURAN DALAM UPACARA

MANGUPA PADA PERKAWINAN BATAK MANDAILING

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

Liza Padillah Parinduri

NIM 208212021

-

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ANALISIS BAHASA TUTURAN DALAM UPACARA

MANGUPA PADA PERKAWINAN BATAK MANDAILING

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

Liza Padillah Parinduri

NIM 208212021

-

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(6)

ii ABSTRAK

Liza Padillah Parinduri, Nim 208212021, Analisis Bahasa Tuturan dalam Mangupa pada Perkawinan Batak Mandailing. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Studi /S1. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan.Sastra Indonesia.

Acara Mangupa adalah suatu acara dimana kedua pengantin diberikan upah-upah atau nasehat yang di dalamnya terdapat tuturan-tuturan. Pada masa sekarang ini penggunaan bahasa pada acara Mangupa kurang kental bahasa batak Mandailingnya. Oleh sebab itu, bahasa tuturan pada acara mangupa perlu dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan jenis, fungsi,dan konteks tuturan pada acara mangupa dalam perkawinan Batak Mandailing. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian diadakan di Desa Pasar Huristak, Kecamatan Huristak, Kabupaten Padang Lawas selama kurang lebih satu bulan yaitu pertengahan bulan Juli sampai pertengahan bulan Agustus 2013. Sumber data adalah tuturan yang disampaikan pada acara mangupa. Data dikumpulkan dengan teknik rekam.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan

rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

penelitian yang berjudul ”Analisis Bahasa Tuturan dalam Upacara Mangupa pada

Perkawinan Batak Mandailing”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu

persyaratan yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar sarjana pada jurusan

Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan. Semua ini

bisa terwujud berkat bantuan, bimbingan dan dorongan berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si., selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan.

3. Dr. Rosmawaty, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

4. Drs. Sanggup Barus, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia.

5. Drs. M. Surif, S.Pd, M.Si., selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia

6. Drs. Syahnan Daulay, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dari awal

bimbingan hingga akhir bimbingan.

7. Dr. Mutsyuhito Solin, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang turut

serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Seluruh Dosen Pengajar di Jurusan Pendidikan dan Sastra Indonesia.

(8)

iii

10.Kepala Desa Pasar Huristak, Kecamatan Huristak, Kabupaten Padang Lawas.

11.Ayahanda Fathi Parinduri dan Ibunda Indriati, yang telah memberikan banyak

dukungan kepada penulis, serta seluruh keluarga besar dan teman-teman.

Penulis telah berupaya menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Meskipun demikian, seperti kata pepatah ’tiada gading yang tidak retak’, sebagai

manusia biasa penulis juga tidak luput dari kekhilafan. Maka karena itu, dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan

skripsi ini. Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah

wawasan dalam khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Sastra

Indonesia.

Medan, September 2013

Penulis,

Liza Padillah Parinduri

NIM 208212021

(9)

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL DAN PERTANYAAN PENELITIAN... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Analisis ... 10

2. Pragmatik ... 11

3. Bahasa Tuturan... 13

a) Jenis Tuturan ... 13

b) Fungsi Tuturan... 15

c) Konteks Tuturan ... 17

(10)

v

5. Mangupa ... 20

a. Asal Usul ... 21

b. Pemimpin dan Peserta ... 21

c. Peralatan dan Bahan ... 22

d. Pelaksanaan ... 24

e. Penutup……… 36

B. Kerangka Konseptual………... 37

C. Pertanyaan Penelitian………... 37

BAB III METODE PENELITIAN……… 39

A. Metode Penelitian………. 39

B. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 39

1. Lokasi Penelitian……….. 39

2. Waktu Penelitian……….. 40

C. Sumber Data………. 40

D. Alat dan Tekhnik Pengumpulan Data………... 41

E.Tekhnik Analisis Data……… 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 43

A.Hasil Penelitian... 43

B.Pembahasan... 78

BAB V. PENUTUP ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA………. 109

(11)

ii

(12)
(13)

iv

2. ... Wakt

u Penelitian……….. ... 40

C. ... Sumb er Data………. ... 40

D. ... Alat dan Tekhnik Pengumpulan Data………... ... 41

E.Tekhnik Analisis Data……… 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 43

A.Hasil Penelitian... 43

B.Pembahasan... 78

BAB V. PENUTUP ... 106

A. ... Kesi mpulan ... 106

B. ... Saran 107 DAFTAR PUSTAKA………. 109

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman suku. Pada

setiap suku memmpunyai hasil kebudayaan masing-masing. Kebudayaan hadir dari sebuah

pemikiran manusia di mana definisi kebudayaan merupakan segala yang dapat dipikirkan,

dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata” kebudayaan” berasal

dari kata sanksekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarrti “budi” dan

“akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan „hal-hal yang bersangkutan dengan

akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari

majemuk budi-daya, yang berarti “daya dari budi”. Karena itu mereka membedakan

“budaya” dari “kebudayaan”. Demikianlah “budaya” adalah “daya dari budi” yang berupa

cipta, karsa, dan rasa, sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.

Bahasa menujukkan identitas atau jati diri seseorang. Salah satu peranan bahasa adalah

sebagai alat komunikasi. Komunikasi yang teradapat dalam suku batak Mandailing adalah

tuturan yang dipakai pada bahasa Mandailing. Tuturan bahasa Mandailing memiliki ciri khas

yang berbeda dari tuturan bahasa lain. Hal ini terlihat dari tuturan bahasa Mandailing yang

mencirikan 3 pemakaian, yakni :

1. Tuturan bahasa kepada Kahanggi

2. Tuturan bahasa kepada Anak Boru

(15)

Dalam masyarakat Mandailing, terdapat suatu upacara adat (ritual) yang dinamakan

Mangupa. Seperti kebudayaan lainnya, Mangupa merupakan salah satu adat yang penting

bagi suku Batak Mandailing. Melalui adat Mangupa, suku Mandailing menunjukkan

eksistensinya dalam masyarakat. Selain itu, melaui upacara Mangupa, suku Mandailing juga

memperkenalkan dirinya ke suku lain di luar suku mereka. Dengan adanya adat tersebut,

masyarakat di luar suku bahkan masyarakat didalam suku itu sendiri dapat mengetahui

falsafah hidup yang dianut oleh suku tersebut.

Upacara Mangupa merupakan bagian dari rangkaian upacara adat perkawinan yang

hingga sekarang masih selalu diselenggarakan dan amat penting bagi masyarakat Mandailing.

Selain sebagai salah satu bagian upacara dalam perkawinan, Upacara Mangupa juga

mempunyai beberapa fungsi penting lainnya. Salah satunya, upacara Mangupa merupakan

ritual yang digunakan para kerabat untuk menetapkan kebijaksanaan tradisional (tradisional

wisdom) yang diperlukan oleh sepasang pengantin untuk membina rumah tangga bahagia

menurut konsep masyarakat Mandailing. Selain itu, Mangupa juga merupakan saran utama

bagi para kerabat untuk menyampaikan doa dan harapan mereka agar pengantin baru yang

memasuki gerbang perkawinan dapat memperoleh kebahagian dan kesentosaan dalam hidup

berumah tangga. Selain doa dan harapan, tuturan dalam upacara Mangupa biasanya dirangkai

dalam wacana yang puitis dan menarik. Maka, dapatlah dikatakan bahwa tuturan tersebut

mengandung nilai estetika, kebenaran, kebaikan, harapan, doa, dan nasehat. Selain fungsi

secara khusus tersebut, tuturan dalam upacara Mangupa juga mempunyai fungsi umum yang

sama dengan fungsi tuturan pada umumnya. Pada hakikatnya, semua tuturan mempunyai

fungsi umum. Hal ini senada dengan pendapat Daulay dalam penelitiannnyayang berjudul

“Jenis dan Fungsi Tuturan dalam Cerita Bergambar Bahasa Inggris untuk Anak-anak”. Dalam

penelitiannya tersebut, ia menyatakan bahwa setiap tuturan mempunyai fungsi umum yang

(16)

Selain mengandung estetika, kebenaran, harapan, doa, dan nasehat, tuturan dalam

upacara Mangupa juga mengandung nilai budaya merupakan hukum atau ajaran yang penting

dalam menjalankan fungsinya dalam masyarakat. Nilai budaya juga menjadi suatu batasan

yang menjaga pola hidup masyarakatnya. Oleh sebab itu, nilai budaya ini layaklah untuk

dipertahankan dan dilestarikan. Hal ini senada dengan pendapat Lubis dalam penelitiannya

yang berjudul “Penerjemahan Teks Mangupa ke dalam Bahasa Inggris”. Dalam artikelnya

tersebut, Lubis mengatakan bahwa wacana yang terdapat dalam Upacara Mangupa

mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi yang perlu dilestarikan. (Sumber;

repository.usu.ac.id).

Pengucapan tuturan dalam upacara Mangupa pada Suku Batak Mandailing tidaklah

dilakukan dengan sembarangan. Pemilihan kata dan cara bertutur dalam upacara ini haruslah

memperhatikan konteks sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat. Cara bertutur orang

yang kelas sosialnya dianggap lebih rendah berbeda dengan cara bertutur orang yang kelasa

sosialnya lebih tinggi. Senada dengan pendapat ini, Ola dalam penelitiannya yang berjudul

“Struktur Tuturan Ritual Kelompok Etnik Lamaholot” mengatakan bahwa berbicara atau

bertutur dalam acara adat sudah barang tentu terikat dengan konteks sosila dan budaya.

(Sumber: repository.usu.ac.id).

Ada tiga kondisi di mana upacara Mangupa dapat dilaksanakan, yaitu, : (1)

hasosorang ni daganak atau kelahiran anak., (2) haroan baru atau sering dikenal juga

sebagai patobang anak atau perkawinan anak laki-laki, dan (3) marmasuk bagas na imbaru

atau memasuki rumah baru (Marakup Marpaung, 1969). Upacara Mangupa Haroan Boru,

biasanya dipimpin langsung oleh Raja Panusunan Bulung, yaitu seseorang yang diangkat

sebagai pemipin adat di lingkungan yang sedang mengadakan horja. Raja Panusunan Bulung

memegang tampuk adat dalam upacara adat (Marakub,1969) dan merupakan raja adat yang

(17)

Raja Panusunan Bulung atau Hatabangon bertindak sebagai pemimpin yang

merangkum semua hata pangupa dan membacakan surat Tambuga Holing. Surat Tambuga

Holing adalah ayat-ayat atau kalimat-kalimat yang berisi ajaran tentang kebenaran, kebaikan,

atau estetika. Raja Panusunan Bulung menerjemahkan semua perangkat pangupa dan esensi

dari nasehat, harapan, dan doa dari berbagai pihak yang sudah memberikan hata pangupa

berdasarkan nilai-nilai dalam surat Tumbaga Holing. Peserta utama upacara Mangupa adalah

pengantin laki-laki dan perempuan. Selain mempelai, di dalam upacara Mangupa terdapat

struktur adat dalam Tapanuli Selatan, yakni Dalihan na Tolu (Tungku yang Tiga), ketiga

unsur Dalihan na Tolu adalah kahanggi, anak boru, dan mora. Djapari (1990) dalam buku

adat istiadat perkawinan dalam masyrakat Tapanuli Selatan memberikan batasan terhadap

ketiga unsur adat tersebut sebagai berikut :

1. Kahanggi, yaitu pihak atau kelompok keluarga yang semarga. Di Toba pihak

ini disebut Dongan Tubu atau Dongan Sabutuha.

2. Anak Boru, yaitu pihak atau sekelompok yang mengambil istri dari pihak yang

pertama. Pihak ini di Toba disebut sebagai boru.

3. Mora, yaitu pihak yang memberika pihak pertama. Pihak ini di Toba disebut

sebagai Hula-hula.

Adapun contoh sepenggal kalimat makna dan doa dalam upacara Mangupa :

“laing mangindo hita tu Tuhanta Naulibasa i, sai dipasu-pasu ia ma hamu :

Tubuan laklak ma na so tubuan lak-lak, tubuan singkoru, lak lak ma idi ginjang ni

pintu singkoru digolom-golom, sai maranak ma sapilu pitu jana marboru sapolu

onom, anggo dung mardakka abaramuyu, margosta-gosta margiringgiring,

maroppa-oppa margiringgiring, lobi dope sian on nangkan baenon tanda godang

(18)

Antong, bariba tor ma i bariba rura, aek mardomu tu muara, totor iba di

adatniba, i do tanda ni anak ni mamora,. Malo-malo hamu marhula dongan

songon i marhula marga, inda arti ni sinadongan, ango na so malo iba marututur

poda. On sude hata ni adat, padan ni oppunta jolo pangupa i, kata pembaca

pangupa dan beberapa orang mengangkat pangupa itu ke atas setinggi kepala

kedua mempelai seraya membaca pangupa berkata “manaek ma hamamora,

hattorkis jana hadidingindi hamu na niupa on

Artinya : “kita selalu mendoakan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih”, agar

kamu diberkati-Nya mendapat keturunan anak laki-laki dan anak perempuan.

Kalau diizinkan beranak laki-laki tujuh belas dan anak perempuan enam belas

orang. Sekiranya anak kamu berdua sudah banyak kami akan membuat acara

yang lebih meriah kepada kamu dan cucu kami kelak.

Dengarkanlah, amalkanlah adat istiadat, itulah tanda anak yang dihormati.

Pandai bermasyarakat, tidak ada gunanya harta kalau tidak bergaul. Ini semua

kata-kata adat pesan leluhur kita, kami titipkan kepada kalian berdua.

B. Identifikasi Masalah

Cukup banyak masalah yang diteliti dari upacara Mangupa pada perkawinan batak

Mandailing tersebut, antara lain :

1. Tuturan dalam upacara Mangupa mengandung nilai budaya yang penting.

2. Tuturan dalam upacara Mangupa mempunyai fungsi dan tujuan tertentu dalam

masyarakat Batak Mandailing.

3. Tuturan dalam upacara Mangupa terikat oleh konteks sosial dan budaya Batak

(19)

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahpahaman maka, perlu dilakukan pembatasan masalah dalam

menyelesaikan penelitian. Sehubungan dengan hal itu, mengingat luasnya permasalahan di

atas maka, penulis membatasi penelitian ini mengenai “Jenis, Fungsi, dan Konteks Tuturan

dalam Mangupa pada Perkawinan Adat Batak Mandailing”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Apakah jenis-jenis tuturan dalam upacara Mangupa pada perkawinan Batak

Mandailing?

2. Jenis tuturan-tuturan mana yang paling dominan digunakan dalam Mangupa?

3. Apakah fungsi dan konteks tuturan dalam upacara Mangupa pada perkawinan Batak

Mandailing?

E. Tujuan Penelitian

Setelah kita merumuskan masalah, maka kita dapat membuat tujuan dari penelitian ini,

Antara lain :

1. Menggambarkan jenis-jenis tuturan dalam upacara Mangupa pada perkawinan

Batak Mandailing.

2. Menggambarkan jenis-jenis tuturan mana yang paling dominan digunakan dalam

Mangupa.

3. Menggambarkan fungsi dan konteks tuturan dalam upacara Mangupa pada

perkawinan Batak Mandailing.

(20)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat digunakan untuk :

1. Melestarikan salah satu karya sastra daerah yang merupakan warisan nenek

moyang kita.

2. Menambah khazanah infomasi tentang nilai budaya batak pada Mangupa dalam

perkawinan batak Mandailing.

3. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang ingin membicarakan tentang

nilai-nilai budaya batak pada Mangupa dalam perkawinan batak Mandailing.

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini yakni :

1. Sebagai bahan inventarisasi dalam usaha melestarikan kebudayaan khususnya

batak Mandailing.

2. Sebagai referensi-referensi di perpustakaan daerah.

3. Menjadikan bagian dari sumber wawasan pengetahuan kebudayaan batak

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, diperoleh gambaran umum sebagai berikut:

1. Berdasarkan jenisnya, tuturan yang disampaikan pada acara mengupa kebanyakan

adalah tuturan imperative. Tuturan-tuturan tersebut terdiri dari beberapa kalimat.

Hal ini menyebabkan adanya tuturan yang dapat dikategorikan ke dalam lebih dari

satu jenis tuturan. Dari 20 tuturan yang dianalisis, terdapat 16 tuturan imperative, 16

tuturan asertive 14 tuturan optative, dan 2 tuturan exclamatory. Tidak terdapat jenis

tuturan interogatif dalam tuturan ini. Hal ini sesuai dengan jenis acara yang

mewadahi terjadinya tuturan tersebut, yaitu acara pernikahan yang merupakan acara

adat yang serius dan ditujukan sebagai wadah untuk menyampaikan

kebijakan-kebijakan dalam rumah tangga.

2. Berdasarkan fungsinya, tuturan yang disampaikan pada acara mangupa adalah

tuturan regulatory. Dari 20 tuturan yang dianalisis, semua mengandung fungsi

regulatory. Fungsi regulatory merupakan fungsi untuk mengubah tingkah laku

orang lain. Dalam acara mangupa ini, tuturan-tuturan yang disampaikan berfungsi

untuk mengubah tingkah laku pengantin menjadi lebih baik. Sedangkan fungsi

intrumental hanya ditemukan 1 tuturan, yaitu pada data nomor satu.

3. Dari segi konteksnya, semua tuturan pada acara mangupa terjadi pada pagi hari di

rumah pengantin pria dengan situasi yang serius. Ada pun penuturnya adalah petuah

adat, kahanggi, anak boru dan mora. Sedangkan kedua pengantin hanya berperan

sebagai pendengar. Pengantin berperan sebagai penutur hanya pada akhir acara.

Sesuai dengan konteksnya, dampak yang diharapkan dari pertuturan tersebut secara

umum adalah agar pengantin menjadi pribadi yang baik dalam membina rumah

(22)

menyampaikan tuturannya sedangkan mitra tuturnya hanya berperan sebagai

pendengar. Tuturan disampaikan secara halus, lugas, dan dengan bahasa yang serius

dan semi formal. Hal ini dikarenakan acara

mangupa merupakan acara adat yang serius, namun bersifat kekeluargaan. Penutur

menyampaikan tuturan melalui bahasa lisan. Dan berhubung acara tersebut

merupakan acara adat yang serius dan bersifat kekeluargaan, maka tuturan tersebut

disampaikan secara serius, sopan, namun dengan nada lembut.

B. Saran

1. Kepada para ahli budayawan seiring masih jarangnya penelitian tentang tuturan

pada acara mangupa, maka penelitian sejenis ini perlu mendapatkan perhatian

lebih karena acara seperti ini juga merupakan salah satu cara menjaga kelestarian

bahasa tersebut.

2. Perlu kiranya ada campur tangan pemerintah dalam melestarikan acara-acara adat

seperti mangupa.

3. Penelitian tentang bahasa pada acara adat masih belum banyak dilakukan. Jadi,

harapan peneliti agar kiranya ada peneliti-peneliti lainnya untuk melakukan

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Tes dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis dalam lembar kerja siswa yang digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan siswa dalam menulis dialog sederhana

Widi : yes of course!, actually i know what happened in the past, someone who always disturb you is a student here ten years ago and she died in this school in your class!.

STOCK CLOSE TARGET PRICE STOP LOSS SUPPORT RESISTANCE. MEDC 895 930 850

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa banyak pemanfaatan e-procurement dapat mencegah atau mengurangi hal-hal yang memicu terjadinya fraud, mengingat tingginya

Temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa dukhul sebagai alasan pambatalan ikrar talak di tinjau dari pemikiran hakim adalah sesuai pendapat hukum atau aturan

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program studi S1

Dimensi keterampilan hidup yang dapat dikembangkan pada anak usia dini.