• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, Sema (nomina) yang berarti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, Sema (nomina) yang berarti"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Semantik

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, Sema (nomina) yang berarti tanda atau lambang, dan verba Samaino yang bisa disebut sebagai menandai atau melambangkan. Semantik merupakan bagian dari linguistik karena semantik mempelajari tentang makna dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa. Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan berbagai pendekatan antara lain melalui pendekatan makna, sedangkan semantik merupakan komponen bahasa yang tidak dapat dijelaskan dalam pembicaraan linguistik. Tanpa membicarakan makna, pembahasan linguistik belum dianggap lengkap karena sesungguhnya tindakan berbahasa itu tidak lain daripada upaya untuk menyampaikan makna-makna itu.

Untuk lebih memahami tentang semantik penulis akan menjelaskan beberapa pengertian-pengertian tentang semantik. Ada banyak pengertian mengenai semantik, setiap ahli linguistik tentunya memiliki konsep dan pengertiannya masing-masing. Contohnya seperti Saeed, Lyson, Hayes, Palmer, dan Hurford, berikut beberapa definisi semantik menurut para ahli.

Saeed (1997:3) berpendapat “Semantics is the study of the meaning of words and sentences or semantics is the study of meaning communicated through language”, menurutnya semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna kata dan merupakan suatu ilmu yang mempelajari makna komunikasi melalui bahasa.

(2)

Selanjutnya pengertian semantik menurut Lyson (1993:1) mengungkapkan

“Semantics is generally defined as the study of meaning”, yang dapat diartikan bahwa semantik umumnya didefinisikan sebagai ilmu tentang makna. Sama halnya dengan Saeed, Hayes, et al (1997:94) mengungkapkan “Semantics is generally defined as the study of meaning”.

Pendapat lain dikemukakan oleh Palmer (1981:1) “Semantics is the technical term used to refer to the study of meaning, and since meaning is a psrt of language, semantic is a part of linguistics”, Palmer berpendapat bahwa semantik adalah istilah yang mengacu pada ilmu mengenai makna bahasa dan semantik adalah salah satu cabang ilmu linguistik. Ada juga ahli linguistik yang berpendapat bahwa semantik adalah ilmu dibidang linguistik yang mempelajari tentang makna dalam bahasa seperti yang dikemukakan oleh Huford (1984:1)

“Semantics is the study of meaning in language”.

Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Dengan kata lain, bahwa semantik itu adalah bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa.

Kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisi bahasa: fonologi, gramatikal, dan semantik (Chaer, 1990:2).

Berdasarkan beberapa definisi semantik di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna kata dan makna kalimat serta sebagai alat dalam memberikan symbol pengetahuan

(3)

pada kosakata dari suatu bahasa dan strukturnya untuk mengembangkan arti yang lebih terperinci sehingga dapat dikomunikasikan dalam bahasa.

2.2 Makna

Bagi orang awam, untuk memahami makna kata tertentu mereka dapat mencari kamus sebab di dalam kamus terdapat makna yang disebut makna leksikal. Dalam kehidupan sehari-hari orang sulit menerapkan makna yang terdapat di dalam kamus, sebab makna sebuah kata sering bergeser jika berada dalam satuan kalimat. Dengan kata lain setiap kata kadang-kadang mempunyai makna luas. Itu sebabnya terkadang orang tidak puas dengan makna kata yang tertera di dalam kamus.

Telah disinggung bahwa inti yang dikaji di dalam semantik ialah makna.

Makna adalah apa yang seseorang tafsirkan atau Menurut Lyons (1968:136) berpendapat, “Meanings are ideas or concept, which can be transferred from the mind of the speaker to the minds of hearer to embodying them as it were in the forms of one language or another”. Menurutnya makna merupakan ide atau konsep yang dapat dialihkan dari pemikiran penutur ke pikiran pendengar yang mewujudkannya sebagaimana adanya dalam suatu bentuk satu bahasa atau yang lainnya.

Kemudian Bloomfield (1995:139) mengatakan bahwa “The meaning of linguistic form is the situation in which the speaker utter it and the response which it calls forth in the hearer”. Artinya, makna adalah situasi di mana pembicara bertutur kepada pendengar atau lawan bicara, sehingga pendengar memberikan tanggapan atas tuturan pembicara tersebut. Berdasarkan pendapat

(4)

dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa makna adalah pemahaman arti dalam bahasa yang berasal dari pemindahan pikiran pembicara kepada pendengar.

Selanjutnya O’Grady (1996:275) menambahkan, “Meaning must be something that exists in the mind rather than the word and that it must be more abstract than pictures and that there is more to it than just features”. Menurutnya makna merupakan sesuatu yang seharusnya ada dalam pikiran daripada kata dan bahwa hal itu harus lebih abstrak dari gambar dan bahwa ada lebih dari sekedar fitur.

Dari beberapa definisi makna di atas, dapat disimpulkan bahwa makna merupakan ide atau konsep yang dapat diekspresikan dari pemikiran penutur ke pikiran pendengar dalam hal abstrak kepada suatu bentuk bahasa lainnya dan dapat diaplikasikan kepada seseorang yang menggunakan bahasa.

2.2.1 Jenis-jenis Makna

Bahasa digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam- macam dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Leech (1981) membaginya menjadi tujuh jenis makna, yaitu makna konseptual, makna konotatif, makna sosial, makna afketif, makna reflektif, makna kolokatif dan makna tematik.

Begitu pula dengan Chaer (2003:289) yang menyatakan bahwa bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam bila

(5)

dilihat dari segi dan pandangan yang berbeda. Selanjutnya menurut Chaer (2003:294) bahwa setiap kata atau leksem memiliki makna. Awalnya makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, dan makna konseptual. Namun dalam penggunaannya makna kata itu baru jelas kalau kita sudah berada dalam kalimatnya atau konteks situasinya. Makna kontekstual merupakan makna yang berkaitan dengan konteks atau situasi (Simatupang, 2017).

Berdasarkan makna-makna tersebut, penulis berfokus pada penelitian makna konotatif. Menurut Binkert (2003:163), makna konotatif adalah makna yang menimbulkan pengertian dan asosiasi tertentu "a connotative meaning is any meaning carries some special implication or association”. Makna konotatif dan makna denotatif mempunyai hubungan yang saling terhubung satu dengan yang lain. Makna konotatif tidak bisa dipisahkan dari makna denotatif karena saling memengaruhi satu dengan yang lain.

2.2.1.1 Makna Denotatif

Makna denotatif adalah makna kata yang sesuai dengan makna sebenarnya. Seperti yang dikemukakan oleh Hayes, et al (1977:252) “Denotative is the clearly defined meaning of word”. Artinya denotatif ialah makna sebenarnya dari sebuah kata.

Menurut Leech (1981:9) “conceptual meaning (sometimes called denotative or cognitive meaning) is widely assumed to be the central factor in linguistic communication” yaitu makna konseptual terkadang dapat disebut juga makna denotatif yang merupakan faktor terpenting dalam bahasa komunikasi.

(6)

Menurut Chandler (2002:140), “Denotation tends to be described as the definitional, „literal‟, „obvious‟ or „common sense ‟ meaning of a sign. In the case of linguistic sign, the denotative meaning is what the dictionary attempts to provide”. Artinya denotatif menjelaskan makna tanda yang bersifat literal, sesuai dengan pikiran masyarakat umum. Hal ini di jelaskan lebih lanjut oleh Lyons (1995:81), “Denotative is relation which holds primarily or basically, between expressions and physical entities in the external world”, yang berarti bahwa denotatif merupakan relasi yang menghubungkan entitas ekspresi dan fisikal yang ada di dunia nyata.

Contoh:

(1) Linda is ‘thin’, or ‘slender’, or ‘skinny’

Pada contoh di atas dalam bahasa inggris, kata thin, slender, dan skinny, secara denotatif merujuk ada makna yang sama, yakni bentuk tubuh tertentu, yaitu

‘kurus’.

Dari beberapa pendapat tentang definisi denotatif di atas menyimpulkan bahwa makna denotatif merupakan pengertian kata sebatas definisi yang umum dimengerti orang, sebagaimana makna yang tertera di dalam sebuah kamus, yang menjembatani antara ekspresi bahasa dengan entitas fisikal yang ada di dunia nyata. Kemudian, dapat disimpulkan bahwa makna denotatif adalah makna murni atau merupakan makna yang sebenarnya.

2.2.1.2 Makna Konotatif

J. N. Hook ( dalam Widarso 1989:69) menyatakan bahwa “Besides

(7)

the denotative meaning, a word sometimes has the emotional overtones or we call connotative meaning”. Artinya selain makna denotatif, sebuah kata kadang-kadang memiliki nada emosional atau yang kita sebut makna konotatif.

Selanjutnya, menurut Chandler (2002:140), “The term ‘connotation’ is used to refer to socio-cultural and ‘personal’ (ideological, emotional, etc.) of the sign. These are typically related to the interpreter’s class, age, gender, ethnicity, and so on”. Artinya makna konotatif merujuk pada beragam asosiasi atas tanda yang bersifat sosio-kultural dan personal (ideologi, emosi, dan lain sebagainya), yang mana bergantung pada latar belakang kelas, usia, gender, entisitas, dan lain- lain, dari penafsir tanda.

Konotatif memaknai peran utama dalam bahasa iklan, politik dan sastra. Misalnya kata freedom atau kebebasan yang sering dibicarakan dalam ranah politik. Terkadang kata seperti itu diucapkan kepada masyarakat hanya untuk kepentingan pihak tertentu tanpa ada kesepakatan untuk definisi yang mendasari penggunaannya sehingga dapat terjadi perbedaan pendapat untuk pengertian kata konotatif itu sendiri. Namun, hal tersebut justru menjadi hal yang menarik bagi pihak yang berkepentingan dalam suatu tujuan tertentu, seperti yang dikatakan oleh Fromkin (1990:206) “It is their potent affective meanings which makes such words attractive to the propagandist or political fanatic who wishes to arouse strong feeling without inviting critical examination of his case” maksudnya adalah bahwa hal tersebut dapat menjadi afektif sehingga membuat kata-katanya menjadi menarik bagi propaganda atau politik yang ingin membangkitkan perasaan yang kuat tanpa mengundang

(8)

pemeriksaan kritis pada kasusnya.

Sejalan dengan pendapat-pendapat diatas Jefferies berpendapat (1998:109) memaknai konotatif sebagai “…a word we use lightly and often in everyday language to refer to obvious, but indirectly expressed emotion”.

Artinya kata yang sering kita gunakan dalam bahasa sehari-hari merujuk pada ekspresi emosi yang nyata, akan tetapi tidak langsung.

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa makna konotatif adalah tahap pemaknaan lebih lanjut yang menjelaskan makna denotatifnya dan pemaknaannya mempunyai suatu dasar seperti lingkaran gagasan atau perasaan yang mengelilingi makna tersebut.

Contoh:

(2) Linda is ‘thin’, or ‘slender’, or ‘skinny’

Pada contoh kata thin, slender, dan skinny dalam bahasa Inggris secara konotatif memiliki makna yang berbeda, di mana ‘thin’ bersifat netral, ‘skinny’

bersifat merendahkan, dan ‘slender’ bersifat menyanjung.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan makna konotatif adalah makna yang tidak sebenarnya, makna yang telah mengalami penambahan pada makna dasarnya, yakni hanya tambahan yang sifatnya memberi nilai rasa, baik itu positif maupun negatif.

2.3 Jenis-jenis Makna Konotatif

J. N. Hook ( d a l a m Widarso 1989:71) menyatakan bahwa “Connotative meaning can be divided into two kinds, namely positive connotative (purr

(9)

word) and negative connotative (snarl word)”, makna konotatif dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu konotatif positif dan konotatif negatif. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka akan bernilai rasa positif dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif maka akan bernilai rasa negatif.

Jenis-jenis konotatif menurut J. N. Hook (dalam Widarso 1989:71) tersebut, yakni:

2.3.1 Makna Konotatif Positif

Konotatif positif adalah konotatif yang menimbulkan nilai rasa positif atau mengandung makna yang baik. Makna kata yang baik adalah kata yang bila diutarakan memberikan perasaan senang, bahagia, bermartabat, tidak merugikan orang lain, sopan, akrab, dan memiliki nilai rasa yang lebih enak didengar bagi penerima. Dalam Websters New Twentieth century dictionary, dikatakan bahwa good adalah suatu yang menimbulkan rasa

keharuan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian dan seterusnya.

Selanjutnya yang baik itu juga adalah suatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan sesuai dengan keinginan manusia.

Contoh :

(3) Her eyes like a shining star

Pada contoh kata star atau ‘bintang’ memiliki makna denotatif ‘benda langit yang memancarkan cahaya’. Kalimat tersebut memiliki arti bahwa

(10)

ada seorang wanita yang memiliki mata yang bersinar seperti bintang.

Namun dalam konteks kalimatnya, kata star bukan benar-benar berarti bintang, karena mengacu pada kata eyes dan shining. Secara logis tidak akan ada mata yang memancarkan cahaya, akan tetapi ‘bintang’ sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang baik karena wujudnya yang indah, sehingga dapat dikatakan bahwa kata star digunakan untuk mengumpamakan sesuatu yang indah seperti mata yang dimiliki oleh wanita tersebut. Dari contoh kata di atas memiliki konotatif yang bermakna bahwa terdapat seorang wanita yang memiliki mata indah, seperti layaknya pancaran cahaya bintang, dan kata star juga mengandung makna konotatif positif yang dapat menyenangkan hati orang lain.

2.3.2 Makna Konotatif Negatif

Konotatif negatif adalah konotatif yang menimbulkan nilai rasa negatif atau mengandung makna yang buruk bagi penerima konotatif tersebut. Mengetahui makna kata yang baik sebagaimana yang disebutkan di atas akan mempermudah dalam mengetahui makna kata yang buruk.

Istilah buruk diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, kasar, tidak sopan, tidak pantas, menyinggung perasaan orang lain, merugikan, tidak dapat diterima, yang tercela dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk adalah suatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik dan tidak disukai kehadirannya.

Contoh :

(4) give him the envelope so that your affairs will be finished soon

(11)

Kata envelope atau ‘amplop’ pada contoh kata di atas memiliki makna denotatif ‘sampul yang berfungsi tempat mengisi surat untuk disampaikan kepada orang lain, kantor, atau instansi. Kalimat tersebut memiliki arti bahwa seseorang harus memberikan amplop kepada rekan yang membantunya agar urusannya cepat selesai. Namun dalam konteks kalimatnya, kata envelope bukan benar-benar berarti amplop, karena mengacu pada kata affairs dan kalimat selanjutnya will be finished soon, sehingga envelope dapat dikatakan memiliki makna konotatif sebagai ‘uang’.

Berdasarkan contoh kata di atas memiliki konotatif yang bermakna bahwa jika kita memberikan uang maka segala urusan akan mudah untuk diselesaikan, dan envelope mengandung makna konotatif negatif karena digunakan sebagai bentuk perumpamaan yang tidak baik. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa makna konotatif adalah makna yang mengalami perubahan pada makna dasarnya (denotatif atau konseptual) karena asosiasi perasaan terhadap apa yang didengar atau diucapkan. Selain itu agar dapat memahami makna, maka perlu adanya pemahaman mengenai konteks atau situasi saat terjadinya sebuah tuturan.

Referensi

Dokumen terkait

Bank Kustodian akan menerbitkan dan mengirimkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan jumlah Unit Penyertaan yang dibeli dan dimiliki serta

Sebaliknya, responden (ibu hamil) yang memberikan penilaian dan harapan yang kurang bagus kepada lima aspek kualitas jasa pelayanan saat melakukan pemeriksaan

Abstrak: Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh konflik peran dan kelelahan emosional terhadap kepuasan konsumen pacta organisasi. Penelitian eksperimen ini dilaksanakan

Dalam hal perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk perlindungan terhadap bahaya atau risiko bencana alam bagi penduduk Kabupaten Bantul, maka

Tujuan yang dicapai dalam Tugas Akhir ini yaitu membuat game bergenre side scrolling adventure bertemakan Suku Dayak sebagai upaya memperkenalkan Budaya

Kemudian pada teks “, jaga dan lestarikan Tari Pendet sebagai warisan budaya bangsa Indonesia”, teks tersebut dibuat untuk mengingatkan kepada kita bahwa Tari Pendet

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pemantauan konsentrasi PM 2.5 , CO 2 , dan O 3 , serta dilengkapi dengan sensor untuk mengukur parameter meteorologi

Hasil penelitian mengenai sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada satuan kerja perangkat daerah menunjukkan