9 A. Landasan Teori
1. Saus Sambal
Saus adalah suatu produk cair atau kental yang ditambahkan pada makanan ketika dihidangkan untuk meningkatkan penampilan, aroma, dan rasa dari makanan tersebut. Kata saus di Indonesia merupakan suatu bentuk terjemahan dari sauce dan ketchup. Lazim dikenal dengan red ketchup yang menggunakan tomat sebagai bahan utama, sedangkan saus adalah jenis pelengkap masakan yang lebih encer dari kecap, misalnya saus cabai dan saus tomat. Saus sambal adalah pelengkap makanan yang berbentuk caira kental yang umumnya berfungsi sebagai bahan penyedap dan penambahan cita rasa masakan (Ditjen POM, 1999).
Standar Nasional Indonesia No-01-2976 (2006), menyebutkan saus cabai atau saus sambal adalah saus yang dibuat dengan bahan utama cabai (Capsicum Sp), yang bisa diolah dengan penambahan bumbu- bumbu dan bahan makanan yang diizikan, atau tanpa penambahan makanan lain. Saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabe (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu- bumbu atau tanpa penambahan makanan lain dengan bahan tambahan
pangan yang diizinkan, tetapi banyak juga yang melakukan penambahan bahan pengawet yang berlebihan bahkan bahan pengawetan yang tidak diizinkan. Syarat mutu saus sambal telah diatur dalam Peraturan Kepala BPOM No. 36 Tahun 2013 tentang Bahan Tambahan Pangan Pengawet menjelaskan bahwa syarat mutu saus dan produk sejenisnya tidak boleh lebih dari 1000 mg/kg (BPOM RI No 36, 2013).
Syarat mutu saus cabai atau saus sambal telah diatur dalam Standar Nasional Indonesia nomor SNI 01-2976-2006 yaitu :
Tabel 1.1 Syarat Mutu Saus Sambal (SNI 01-2976-2006).
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan :
Bau Rasa
- -
normal normal 2. Jumlah padatan
terlarut
% b/b min 20
3. Mikroskopis - cabe positif
4. PH - maks. 4
5. BTP pengawet mg/kg maks 1000
6. Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 2,0 maks. 5,0 maks. 40,0 maks. 40,0/250,0*
maks. 0,03 7. Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 1,0 8. Cemaran mikroba :
Angka lempeng total Bakteri koliform Kapang
koloni/g APM/g koloni/g
maks 1 x 104
< 3 maks 50
* Untuk yang dikemas dalam kaleng
2. Bahan Tambahan Pangan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, menjelaskan bahwa bahan tambahan pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Bahan Tambahan Pangan yang digunakan dalam pangan menurut Permenkes no. 033 tahun 2012 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. BTP tidak digunakan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan.
b. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologi pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengengkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
c. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.
Bahan makanan yang diizinkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, antara lain : Antibuih (Antifoaming Agent),
Antikempal (Anticaking Agent), Antioksidan (Antioxidant), Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent), Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt), Gas untuk Kemasan (Packaging Gas), Humektan (Humectant), Pelapis (Glazing Agent), Pemanis (Sweetener), Pembawa (Carrier), Pengawet (Preservative), pembentuk gel (Gelling egent), Pembuih (Foaming agent), Pengatur keasaman (Acidity regulator), Pengembang (Raising agent), Pengemulsi (Emulsifier), Pengental (Thickener), Pengeras (Firming agent), Penguat rasa (Flavour enhancer), Peningkat volume (Bulking agent), Penstabil (Stabilizer), Peretensi warna (Colour retention agent), Perisa (Flavouring), Perlakuan tepung (Flour treatment agent), Pewarna (Colour), Propelan (Propellant), dan Sekuestran (Sequestrant).
Bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan karena bersifat karsinogenik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, antara lain : Asam borat dan senyawanya (Boric acid), Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC), Dulsin (Dulcin), Formalin (Formaldehyde), Kalium bromat (Potassium chlorate), Kloramfenikol (Chloranphenicol), Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Dulkamara (Dulcamara), Kokain (Cocaine), Nitrobenzen (Nitrobenzene), Sinamil antranilat (Cinnamyl
anthranilate), Dihidrosafrol (Dihydrosafrole), Biji tonka (Tonka bean), Minyak kalamus (Calamus oil), Minyak tansi (Tansy oil), Minyak sasafras (Sasafras oil).
3. Pengawet
Pengawet adalah zat antimikroba yang ditambahkan pada sediaan non-steril untuk melindungi sediaan terhadap pertumbuhan mikroba yang ada atau mikroba yang masuk secara tidak sengaja selama ataupun sesudah proses produksi. Dalam sediaan steril dosis ganda, pengawet ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang mungkin masuk pada pengambilan berulang. Pengawet tidak boleh digunakan sebagai pengganti cara produksi yang baik atau semata-mata untuk menurunkan populasi mikroba “viabel” dari produksi tidak steril atau mengontrol “bioburden” pra-sterilisasi dari formulasi sediaan dosis ganda pada waktu diproduksi. Pengawet sesuai bentuk sediaan dalam farmakope memenuhi syarat untuk bahan tambahan dalam ketentumam umum. Semua bahan anti mikroba yang digunakan pada dasarnya toksik. Konsumen agar terlindungi secara maksimum, penggunaan kadar pengawet yang efektif dalam kemasan akhir produk hendaknya di bawah tingkat toksik bagi manusia (Ditjen POM, 2014)
Bahan tambahan pangan pengawet biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya produk
daging, buah-buahan, dan lain-lain. Bahan ini dapat memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Cahyadi, 2012).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI nomor 36 tahun 2013 menjelaskan bahwa jenis bahan tambahan pangan pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri atas : asam sorbat dan garamnya; asam benzoat dan garamnya; etil para- hidroksibenzoat; metil para-hidroksibenzoat; sulfit; nisin; nitrit; nitra;
asam propionat dan garamnya; dan lisozim hidroklorida (Kepala BPOM, 2013).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI nomor 36 tahun 2013 menjelaskan bahwa bahan pengawet dilarang digunakan untuk tujuan :
a. Menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak memenuhi persyaratan,
b. Menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi pengan yang baik untuk pangan, dan/atau
c. Menyembunyikan kerusakan pangan. (BPOM RI, 2013)
4. Natrium Benzoat
Gambar 2.1 Rumus Kimia Natrium Benzoat (Ditjen POM, 1979) Nama latin : Sodium Benzoate
Nama resmi : Natrium Benzoat RM/BM : C7H5NaO2 / 144,11
Pemerian : berbentuk granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau praktis tiak berbau; stabil di udara.
Kandungan : Natrium benzoat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C7H5NaO2
dihitung terhadap zat anhidrat.
Kelarutan : mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan mudah larut dalam etanol 90%.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
(Ditjen POM, 2014)
Natrium benzoat merupakan salah satu pengawet yang diizinkan penggunaanya dalam makanan dan minuman. Asam benzoat , narium benzoat, asam para hidro benzoat dan turunannya merupakan kristal putih yang dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan atau dilarutkan terlebih dahulu di dalam air, oleh karena itu lebih sering digunakan dalam bentuk garamnya yaitu natrium benzoat.
Benzoat efektif pada pH 2,5-4,0 karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat. Garam benzoat akan terurai menjadi bentuk efektif di dalam bahan, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi (Patong, 2013)
Natrium benzoat digunakan pada makanan yang mempunyai pH 2,5-4,0 untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme, misalnya : minuman berkarbonasi, selai, jus buah, sirup, saus, kecap, margarin (Suprianto, 2014). Kelarutan asam benzoat dalam air hanya 0,35%, sedangkan dalam bentuk garam natrium kelarutannya menjadi 50%.
Benzoat biasanya digunakan pada dosis 0,05-1,0% dan seringkali dikombinasikan dengan pengawet yang lain (Estiasih, 2015). Salah satu produk makanan yang menggunakan bahan tambahan pangan pengawet yaitu saus (saus sambal atau saus cabai dan saus tomat).
Batas maksimum penggunaan natrium benzoat pada saus sambal adalah 1000 mg/kg (SNI 01-2976-2006).
Penggunaan natrium benzoat pada makanan tidak boleh lebih dari batas maksimum yang telah ditetapkan. Pembatasan penggunaan benzoat bertujuan agar tidak terjadi keracunan. Mengkonsumsi makanan yang mengandunga natrium benzoat tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi akan munumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh apalagi jika jumlah yang dikonsumsi melebihi batas penggunaanya (Triastuti dkk., 2013). Natrium benzoat telah dilaporkan menyebabkan efek samping langsung, seperti reaksi alergi
atau efek samping tidak langsung yang serius dalam tubuh akibat dikonsumsi secara terus-menerus sehingga menyebabkan kerusakan sel hati dan ginjal yang ditandai dengan peningkatan aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT) dalam serum dan kretinin, glutamin, urea, dan asam urat dalam urin (Suprianto, 2014).
Mekanisme kerja natrium benzoat sebagai bahan pengawet adalah berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul- molekul asam benzoat tidak terdisosiasi. Asam benzoat dalam suasana pH 4,5 molekul-molekul asam benzoat tersebut dapat mencapai sel mikroba yang membran selnya mempunyai sifat permeabel terhadap asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Sel mikroba yang mempunyai pH cairan sel netral akan dimasuki molekul-molekul benzoat maka melekul asam benzoat akan terdisosiasi dan menghasilkan ion-ion H+, sehingga akan menurunkan pH mikroba tersebut, akibatnya metabolisme sel akan terganggu dan akhirnya sel mati (Pratiwi, 2012).
5. Analisis Natrium Benzoat
a. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan analisis yang berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia seperti mengenali unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu sampel (Day dan Underwood, 2002). Dasar analisis kualitatif terletak pada sifat-sifat kimia atau fisika zat tersebut, sehingga dapat teramati langsung.
Seperti membentuk perubahan zat menjadi berwarna, timbul gas yang berbau khas, perubahan zat yang semula tidak larut menjadi larut, atau terbentuk endapan pada zat tersebut (Lagowski dan Sorum, 2012). Penentuan natrium benzoat dengan analisis kualitatif dapat dilakukan dengan reaksi esterifikasi, reaksi pengendapan, dan reaksi nyala.
1) Reaksi esterifikasi
Reaksi esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan ester. Reaksi esterifikasi pada umumnya menggunakan asam sulfat. Reaksi berlangsung secara lambat dengan kesetimbangan. Reaksi kesetimbangan karena pada esterifikasinya dihasilkan air yang dapat menghidrolisis kembali ester yang telah terbentuk menjadi asam karboksilat pembentuknya (Muzdalifah, 2009). Prinsip reaksi esterifikasi pada natrium benzoat yaitu sampel diraksikan dengan asam sulfat pekat dan etanol, kemudian dipanaskan. Hasil positif reaksi esterifikasi jika mengandung natrium benzoat, ditandai dengan adanya bau seperti bau pisang ambon (Asra, 2019).
2) Reaksi nyala
Rekasi nyala api adalah suatu analisis kualitatif untuk mengetahui ion logam tertentu, berdasarkan karakteristik spektrun emisi masing-masing unsur. Prinsip reaksi nyala
(analisis Na) yaitu dengan mencelupkan ujung kawat dengan HCl p dan dipijarkan dengan nyala oksidasi Na akan meimbulkan warna kuning (Asra, 2019).
3) Reaksi pengendapan
Reaksi pengendapan adalah suatu reaksi tang terjadi pada suatu cairan dengan ditandai adanya endapan. Prinsip yang digunakan pada analisis benzoat secara kualitatif adalah asam benzoat dalam sampel dipisahkan dengan diekstraksi dengan pelarut tertentu dalam suasana asam. Filtrat yang mengandung benzoat diuapkan dan dilarutkan, kemudian direaksikan dengan FeCl3 sehingga menimbulkan hasil yang khas (endapan berwarna jingga kekuningan), dimana warna tersebut menandakan keberadaa benzoat dalam makanan atau minuman (Kusuma dkk., 2017). Uji kualitatif ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya benzoat pada sampel. Pereaksi yang digunakan pada uji kualitatif ini adalah FeCl3 yang dapat membentuk endapan jingga kekuningan bila bereaksi dengan benzoat. Endapan yang terbentuk adalah Besi (III) benzoat, reaksinya :
3C6H5COOH + FeCl3 ↓Fe(C6H5COO)3 + 3 HCl
4) Analisis Kuantitatif
Analisis kualitatif berkaitan dengan penetapan kadar (absolut) dari suatu elemen yang ada di dalam sampel. Metode
analisis kuantitatif yang dapat digunakan yaitu dengan metode spektrofotometri (Gandjar dan Rohman, 2007). Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum pada panjang gelombang tertentu, sedangkan fotometer adalah alat yang dapat mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi.
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan atau direfleksikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2014).
6. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel yang mana panjang gelombang radiasi elegtromagnetik tersebut sesuai dengan panjang gelombang ultraviolet dan visible (Gandjar dan Rohman, 2012). Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visibel.
Menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, sumber cahaya UV dan Visibel. Sistem spektrofotometri UV-Vis paling banyak tersedia dan populer digunakan untuk analisis kuantitatif. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna maupun untuk sampel tak berwarna. Spektrofotometri UV-Vis termasuk ke dalam jenis fotometer, yaitu suatu alat untuk mengukur intensitas cahaya dan bermanfaat untuk penentuan konsentrasi senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah (200 – 400 nm)
atau daerah sinar tampak (400 – 800 nm). Spektrofotometri UV-Vis biasanya digunakan unuk molekul dan ion anorganik atau komplek di dalam larutan (Suarsa, 2015).
Instrumentasi spektrofotometri UV-Vis digambarkan secara skematik dalam gambar berikut (Sastrohamidjojo, 2018) :
Gambar 2.2 Instrumentasi Spektrofotometri UV-Vis (Sastrohamidjojo, 2018)
a. Sumber-sumber radiasi
Sumber radiasi yang baik adalah sumber radiasi yang dapat menghasilkan serapan pada keseluruhan kisaran panjang gelombang yang sedang diamati. Sumber radiasi yang sering digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium yang terdiri dari sepasang elektroda yang terselubung dalam tabung gelas dan diisi dengan gas hidrogen atau deuterium pada tekanan yang rendah. Lampu deuterium biasanya digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang 180-350 nm. Sedangkan sumber Detektor Kuvet
Monokromator Sumber
Amplifier
Pembacaan dan pengamatan
radiasi daerah tampak atau visibel digunakan lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten dengan pangjang gelombang 350-900 nm (Sastrohamidjojo, 2018).
b. Monokromator
Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang dapat menguraikan radiasi sinar polikromatik menjadi radiasi sinar yang monokromatik. Ada dua jenis alat yang digunakan untuk mengurai radiasi polikromatik menjadi monokromatik yaitu penyaring atau filter dan monokromator (Sastrohamidjojo, 2018).
c. Kuvet atau tempat cuplikan
Kuvet adalah sel berbentuk persegi yang biasanya digunakan untuk tempat sampel yang akan dianalisis. Kuvet yang baik terbuat dari kuarsa aau gelas hasil leburan yang homogen (Sastrohamidjojo, 2018).
d. Detektor
Deektor berfungsi untuk menyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah tenaga tersebut unuk dapat diukur secara kuantitatif dan memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Sastrohamidjojo, 2018).
e. Amplifier (penguat)
Amplifier (peguat) berfungsi untuk membuat isyarat lisrik agar dapat diamati (Sastrohamidjojo, 2018).
f. Pembaca
Sistem pembacaan yang dapat memperlihatkan besarnya isyarat listrik (Sastrohamidjojo, 2018).
B. Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Teori Saus sambal
Natrium benzoat
Analisis natrium benzoat dengan analisis kualitatif dan kuantitatif
Spektrofotometri UV-Vis Bahan Tambahan Pangan
Pengawet
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Sampel saus sambal dari Pasar Ngrambe Ngawi
Analisis kualitatif dengan reaksi warna
Hasil positif Hasil negatif
Penetapan kadar Natrium Benzoat secara Spektrofotometri UV-Vis
Hasil kadar Natrium Benzoat (g/kg)
D. Pertanyaan Penelitian
1. Adakah kandungan Natrium Benzoat pada saus sambal yang beredar di Pasar Ngrambe Ngawi?
2. Berapakah kadar Natrium Benzoat pada saus sambal yang beredar di Pasar Ngrambe Ngawi secara Spektrofotometri UV-Vis?
3. Apakah kadar Natrium Benzoat pada saus sambal yang beredar di Pasar Ngrambe Ngawi memenuhi batas maksimum yang telah ditetapkan SNI 01-2976-2006?