• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 STATUS DESA PESISIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4 STATUS DESA PESISIR"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Keberadaan Variabel Status Desa

Keberadaan usaha perikanan, sarana penunjang usaha perikanan, dan aspek sosial budaya setiap desa pesisir, berdasarkan metodologi yang dipaparkan dalam bab 3 sebagai dasar untuk penentuan status desa pesisir di Kota Ambon, akan disajikan pada bagian ini. Secara umum, usaha perikanan masyarakat desa-desa pesisir di Kota Ambon masih konvensional, yaitu hanya bertumpu pada usaha penangkapan semata, usaha budidaya maupun pengolahan relatif tidak ada, atau hanya di beberapa desa pesisir saja. Demikian halnya dengan sarana penunjang usaha perikanan, sangat minim, dan hanya terdapat pada beberapa desa saja, itupun hanya di desa-desa pesisir yang berdekatan dengan sentra ekonomi Kota Ambon.

Namun, dari sisi sosial budaya, secara umum, sangat mendukung atau kondusif atau memenuhi syarat untuk berkembangnya usaha perikanan. Deskripsi keberadaan berbagai variabel status desa pesisir secara rinci per kecamatan, disajikan dibawah ini.

4.1.1 Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Leitimur Selatan

Kecamatan Leitimur Selatan terdiri atas 8 desa, dengan 6 desa pesisir, yaitu Desa Naku, Desa Kilang, Desa Hukurila, Desa Hutumuri, Desa Rutong, dan Desa Leahari, sedangkan 1 desa berada ditengah pegunungan, yaitu Desa Emma. Desa Leahari merupakan ibukota Kecamatan Leitimur Selatan. Kecamatan ini adalah kecamatan termuda, yang dimekarkan dari Kecamatan Sirimau dan Kecamatan Baguala, dan juga adalah kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya (hanya sekitar 5% dari total penduduk Kota Ambon). Desa Hutumuri merupakan desa terluas di Kecamatan Leitimur Selatan dengan luas 15 km2. Desa Hutumuri dan Desa Rutong merupakan dua desa yang paling dekat dengan ibukota kecamatan. Secara umum, desa-desa tersebut membentang disepanjang pesisir timur Kota Ambon dan berbatasan dengan dengan Laut Banda.

Penduduk di kecamatan ini bekerja diberbagai lapangan pekerjaan, dan yang paling dominan (65,7%) bekerja sebagai petani (lihat Gambar 6). Jenis tanaman pertanian yang dikerjakan oleh penduduk adalah tanaman hortikultura. Dengan luas areal pertanian yang tidak begitu luas (kurang dari 100 ha) dan umumnya hasil pertanian penduduk di kecamatan ini hanya untuk dikonsumsi sendiri (kalaupun ada

(2)

yang dijual, jumlahnya relatif sedikit). Kemudian jika dikaitkan dengan struktur ekonomi kecamatan ini (lihat Gambar 8), dimana sektor pertanian hanya menyumbangkan 21% PDRB kecamatan ini, dan sebagian besar adalah kontribusi sub-sektor perikanan, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk di kecamatan ini berpenghasilan rendah.

Setelah lapangan kerja sebagai petani, urutan kedua adalah jenis pekerjaan sebagai PNS (8,43%) dan pengusaha/pemilik usaha (8,32%). Sementara itu, penduduk yang bekerja sebagai nelayan hanya 1,84%, tetapi memberi kontribusi terhadap PDRB yang cukup besar (sekitar 16% terhadap PDRB kecamatan). Dapat diartikan bahwa penghasilan nelayan relatif lebih tinggi dibanding mayoritas penduduk yang bekerja sebagai petani. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk di kecamatan ini bekerja di sektor tradisional.

Gambar 6 Grafik pekerjaan penduduk di Kec. Leitimur Selatan

Tingkat pendidikan angkatan kerja di kecamatan ini relatif sedang, karena tingkat pendidikan angkatan kerja seimbang antara yang berpendidikan SD di bandingkan dengan yang berpendidikan SMP dan SMA/SMK, sedangkan yang berpendidikan tinggi relatif sedikit (lihat Gambar 7)

Pensiunan Pedagang Nelayan Transportasi/Sopir Buruh Harian Lepas Penata Rias/Busana/Rambut Penterjemah Dosen/Peneliti Arsitek/Akuntan/Konsultan Wartawan Pengusaha/Pemilik Usaha

3,19%8,43%

0,68%

0,57% 65,76%

0,00%0,24%1,84%

0,03%1,13%4,10%

0,19%

0,08%

0,11%

0,14%

0,00%

0,00%

0,00%

0,00%0,43%

0,05%

0,08%3,29%

0,03%

0,03%

0,00%

0,03%

0,00%0,30%

0,16%0,81%8,32%

Jenis Pekerjaan Penduduk Kec. Leitimur Selatan

(3)

Gambar 7 Grafik tingkat pendidikan angkatan kerja di Kec. Leitimur Selatan

Struktur ekonomi kecamatan ini didominasi oleh tiga sektor, yaitu perdagangan, hotel dan restoran, disusul jasa-jasa, dan pertanian (lihat Gambar 8).

Gambar 8 Struktur ekonomi di Kecamatan Leitimur Selatan

Khusus untuk sektor pertanian, sekitar 80% di kontribusi oleh sub-sektor perikanan. Artinya, sub-sektor perikanan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap produk domestik regional bruto kecamatan ini. Kontribusi sub-sektor perikanan di kecamatan ini meningkat tiap tahun. Meningkatnya kontribusi sub- sektor perikanan ini terlihat pada produksi perikanan yang meningkat setiap tahun.

Peningkatan produksi perikanan yang meningkat setiap tahun ini, juga karena ditunjang oleh intervensi program bantuan alat tangkap maupun armada penangkapan dari pemerintah kota/daerah.

Dibalik hasil produksi perikanan yang meningkat tersebut, ternyata tingkat pendidikan nelayan di kecamatan ini relatif rendah (lihat Gambar 9), dimana bagian

Pertanian 21%

Pertambanga n dan Penggalian

0% Industri Pengolahan Listrik & 1%

Air Minum 1%Bangunan

1%

Perdagangan, Hotel &

Restoran 36%

Angkutan &

Komunikasi 7%

Keuangan, Per sewaan &

Jasa Perusahaan

0%

Jasa-jasa 32%

(4)

terbesar (54%) tingkat pendidikan nelayan hanya tamatan SD. Hal ini merupakan cerminan tingkat pendidikan angkatan kerja di kecamatan ini (lihat Gambar 7), dan juga karena sumber rekrut nelayan tidak berasal dari luar kecamatan (lihat Tabel 11).

Gambar 9 Tingkat Pendidikan Nelayan di Kec. Leitimur Selatan

Bila melihat potensi desa dan perkembangan usaha perikanan terutama di bidang perikanan tangkap, maka desa-desa peisisr tersebut sedikit berbeda satu sama lain. Sektor perikanan di kecamatan ini cukup signifikan dengan kontribusi 15,77% terhadap PDRB kecamatan. Namun tingkat kemiskinan penduduk di kecamatan ini cukup tinggi yaitu 21,3% pada tahun 2011, lebih rendah dari tahun 2008 (22,6%).

Tingginya tingkat kemiskinan di kecamatan ini, jika dikaitkan dengan mayoritas penduduk yang bekerja di sektor pertanian, mengindikasikan bahwa mata pencaharian sebagai petani yang hanya bercocok tanam tanaman hortikultura, tidak mampu mengangkat masyarakat kecamatan ini dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Disisi lain, topografi yang bergunung terjal tidak memungkinkan untuk dikembangkan pertanian tanaman pangan secara maksimal, sementara lahan laut yang potensial terbentang luas dihadapan setiap desa pesisir. Artinya bahwa sesungguhnya laut adalah lahan usaha yang potensial bagi penduduk pesisir di kecamatan ini. Lahan laut memang telah diusahakan oleh penduduk pesisir kecamatan ini. Hal ini terlihat dari keberadaan usaha perikanan, sarana penunjang usaha perikanan, maupun aspek sosial budaya seperti tergambar pada Tabel 11.

SD 54%

SMP &

SMA 45%

PT 1%

(5)

Tabel 11 Daftar skor capaian indikator variabel status desa di Kecamatan Leitimur Selatan

Tabel di atas memberi gambaran bahwa, selain Desa Hutumuri, di kelima desa yang lain, masyarakatnya masih konvensional dalam usaha perikanan. Karena usaha perikanan nya belum mengalami diversifikasi usaha, dan tetap bertumpu pada perikanan tangkap yang konvensional. Faktor sarana penunjang usaha perikanan juga sangat minim, selain Desa Hutumuri, di kelima desa lainnya, sarana penunjang usaha perikanan dapat dikatakan tidak ada. Sementara itu, dari segi kondisi sosial- budaya masyarakat dalam kerangka pengembangan usaha perikanan, tiga desa, yaitu Naku, Hukurila, dan Hutumuri, yang masyarakatnya relatif terbuka, sedangkan tiga desa lainnya, masyarakat masih belum begitu terbuka.

Indikator / Kriteria Desa Skor Desa

Naku Kilang Hukurila Hutumuri Rutong Leahari ASPEK USAHA PERIKANAN

Unit usaha penangkapan 2 2 2 3 2 2

Unit usaha budidaya 1 2 1 2 1 1

Unit usaha pengolahan 1 2 1 3 1 1

Unit usaha pemasaran 2 2 2 2 2 2

Teknologi produksi 3 2 3 3 2 2

Metode Operasi 3 2 3 3 2 2

Jumlah Skor 12 12 12 16 10 10

SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG USAHA PERIKANAN

Pabrik Es 1 1 1 1 1 1

Koperasi 1 1 2 3 1 1

Bank & Lembaga Keuangan Lain 1 1 1 2 1 1

Jumlah Skor 3 3 4 6 3 3

ASPEK SOSIAL-BUDAYA

Spesifikasi Mata Pencaharian Penduduk di

Bidang Perikanan 2 3 3 3 3 2

Kualitas SDM Desa 2 1 2 1 1 2

Kualitas TK Usaha perikanan 2 1 2 1 1 2

Asal TK usaha perikanan 3 3 3 3 3 3

Tempat penjualan alat

produksi/pengolahan 2 1 2 2 2 2

Tata nilai dalam menjalankan usaha

perikanan 2 1 2 2 1 1

Pembauran etnis dalam usaha perikanan 2 1 2 2 1 1

Pengawasan sosial 3 3 1 3 1 1

Jumlah Skor 18 14 17 17 13 14

(6)

4.1.2 Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Teluk Ambon Dalam Kecamatan Teluk Ambon adalah kecamatan pesisir yang berada pesisir utara Teluk Ambon, dengan jumlah desa sebanyak tujuh desa dan satu kelurahan, dimana ke tujuh desa tersebut adalah pesisir yaitu Laha, Tawiri, Hatiwe Besar, Wayame, Rumah Tiga, Poka, dan Hunut, sedangkan satu-satunya kelurahan, yaitu Kelurahan Tihu, tidak terletak di pesisir. Jumlah penduduk di kecamatan ini hamper 20% dari jumlah penduduk Kota Ambon, dan merupakan kecamatan yang luas daratan terbesar dibanding dengan empat kecamatan lainnya. Walaupun merupakan kecamatan dengan daratan terluas, tingkat kepadatan penduduk termasuk tinggi, yaitu 332 penduduk/km2.

Penduduk di kecamatan ini, sebagian besar (27%) bekerja sebagai petani (lihat Gambar 10). Petanian di kecamatan ini adalah tanaman pangan yang merupakan salah satu pemasok sayuran di Pasar Ambon. Kontribusi sub-sektor pertanian tanaman pangan terhadap PDRB kecamatan, realtif kecil (hanya sekitar 8%). Hal ini berbeda dengan penduduk yang bekerja sebagai nelayan yang hanya 2,74%, tetapi kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB sebesar 14,3%.

Gambar 10 Grafik jenis pekerjaan penduduk di Kecmatan Teluk Ambon Urutan berikut lapangan pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk di kecamatan ini, ialah sebagai pengusaha/pemilik usaha (21,04%), dan PNS (14,6%), serta jenis pekerjaan lain yang besaran nya di bawah 10%. Dengan demikian, dapat

Pensiunan Pedagang Nelayan Transportasi/Sopir Buruh Harian Lepas Penata Rias/Busana/Rambut Penterjemah Dosen/Peneliti Arsitek/Akuntan/Konsultan Wartawan Pengusaha/Pemilik Usaha

4,28%5,49% 14,60%

3,60% 27,00%

0,08%0,26%0,69%0,83%0,94%2,67% 8,12%2,74%

0,12%0,50%

0,04%0,06%

0,00%

0,00%0,59%

0,03%1,35%3,14%

0,02%

0,00%0,14%0,16%

0,00%0,05%0,62%0,82% 21,04%

Jenis Pekerjaan Penduduk kec. Teluk Ambon

(7)

disimpulkan bahwa penduduk di kecamatan sebagian besar bekerja di sektor moderen.

Sarana pendidikan yang ada di kecamatan ini cukup lengkap, mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Bahkan pendidikan tinggi kelautan dan perikanan berada di kecamatan ini, yaitu Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan, dan Fakultas Teknik Perkapalan maupun lembaga riset, yaitu Lembaga Oceanografi Nasional LIPI, dan Balai Pengembangan Perikanan. Tercatat ada 58 sekolah di kecamatan ini, yang terdiri atas 9 TK, 34 SD, 8 SMP, 5 SMA, dan 2 SMK. Dengan adanya lembaga pendidikan yang demikian lengkap di kecamatan ini, juga berdampak terhadap tingkat pendidikan angkatan kerja yang cukup tinggi, yaitu 65% berpendidikan SMP sampai perguruan tinggi (lihat Gambar 11).

Gambar 11 Tingkat pendidikan angkatan kerja di Kec. T.Ambon

Hal yang kontras terlihat pada tingkat pendidikan nelayan, dimana 53%

nelayan hanya berpendidikan SD. Jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan angkatan kerja seperti dikemukakan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa angkatan kerja terbanyak yang bekerja sebagai nelayan adalah hanya tamatan SD, dan nampaknya minat lulusan pendidikan yang lebih tinggi untuk bekerja sebagai nelayan relatif rendah. Apa yang menyebabkan demikian, diperlukan kajian/

penelitian tersendiri tentang hal ini. Namun, dugaan sementara ialah persepsi penduduk berpendidikan lebih tinggi terhadap pekerjaan sebagai nelayan pekerjaan tradisional yang penghasilan rendah.

TS + SD 35%

SMP + SMA 53%

PT 12%

(8)

Gambar 12 Tingkat pendidikan nelayan di Kec. Teluk Ambon

Dari segi sosial, masyarakat di kecamatan ini heterogen, baik dari segi etnis maupun agama. Lebih dari dua etnik penduduk yang mendiami kecamatan ini, demikian juga pemeluk agama. Semua pemeluk agama (Kristen, Islam, Hindu dan Budha) ada di kecamatan ini. Dengan demikian, dari segi sosial, masyarakat di kecamatan ini dapat dikatakan sebagai masyarakat yang sudah terbuka.

Struktur ekonomi di kecamatan ini, dapat dikatakan cukup modern. Hal ini terlihat pada kontribusi sektoral terhadap PDRB kecamatan ini, dimana sektor modern cukup dominan (lihat Gambar 13). Dominannya sektor angkutan dan komunikasi di kecamatan ini, karena semua moda angkutan (darat, laut dan udara) beroperasi dan berdomisili di kecamatan ini. Moda angkutan darat misalnya, terdapat sekitar 244 angkutan penumpang yang beroperasi di kecamatan ini (Kecamatan Teluk Ambon, 2010). Ini menunjukan mobilitas manusia dan barang yang masuk dan keluar kecamatan ini cukup tinggi dan lancar.

Khusus kontribusi di sektor pertanian, yang terdiri atas sub-sektor pertanian tanaman pangan, sub-sektor peternakan, dan sub-sektor perikanan, dan menduduki peringkat kedua (kontribusi 29% terhadap PDRB) dalam struktur ekonomi kecamatan ini, sub-sektor perikanan yang memberi kontribusi yang besar (sekitar 70% dari total kontribusi sektor pertanian). Artinya, sub-sektor perikanan merupakan salah satu kontributor PDRB terbesar di kecamatan ini.

SD 54%

SMP &

SMA 46%

Perguruan Tinggi

0%

(9)

Gambar 13 Struktur ekonomi Kecamatan Teluk Ambon

Besarnya kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB kecamatan ini, yaitu 14,3% atau urutan ketiga setelah sektor angkutan & komunikasi dan sektor listrik & air minum, tidak terlepas dari usaha perikanan yang cukup maju di kecamatan ini (tabel 12). Dari tabel 12 dapat dikatakan bahwa desa-desa pesisir di kecamatan ini relatif agak maju usaha perikanannya, dibanding dengan desa-desa pesisir di Kecamatan Leitimur Selatan, yang fishing ground nya relatif lebih dekat.

Selain itu, usaha perikanan di kecamatan ini sebagian desa telah terdiversifikasi, teknologi produksi maupun metode operasi yang digunakan para nelayan di kecamatan ini, juga semakin maju, dan sudah tidak tradisional lagi.

Hal lain yang cukup mendukung/menunjang usaha perikanan di kecamatan ini, ialah disemua desa pesisir ada koperasi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan usaha perikanan. Dari segi sosial, masyarakat di kecamatan ini relatif terbuka, karena di semua desa pesisir, didiami oleh lebih dari satu etnis. Dan semua tenaga kerja (nelayan) berasal dari desa sendiri, artinya ketersediaan tenaga kerja yang mau bekerja di usaha perikanan ada di semua desa pesisir. Dengan demikian, usaha perikanan di tiap desa memberi dampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang ada di desa. Namun, seperti yang dikemukakan sebelumnya, minat tenaga kerja berpendidikan menengah dan terutama pendidikan tinggi untuk bekerja di sektor perikanan ini masih rendah.

Walau sebagian besar desa pesisir di kecamatan ini, termasuk cukup baik, dikaitkan dengan pengembangan usaha perikanan, namun diversifikasi usaha perikanan masih belum terlalu variatif, karena masih berkisar pada usaha penangkapan dan budidaya ikan serta pengolahan hanya pengasapan ikan.

Pertanian

29% Pertambang

an dan Galian

0%

Industri Pengolahan

1%

Listrik

& Air Minum

1%

Bangunan 1%

Perdaganga n, Hotel &

15%

Angkutan &

Komunikasi 35%

Keuangan, Persewaan

4% Jasa-jasa

14%

(10)

Tabel 12 Daftar skor capaian indikator variabel status desa di Kecamatan Teluk Ambon Dalam

Indikator / Kriteria Desa Skor Desa

Laha Tawiri Hative Besar Wayame Rumah

Tiga Poka Hunut ASPEK USAHA PERIKANAN

Unit usaha penangkapan 3 2 2 2 2 2 2

Unit usaha budidaya 1 1 1 2 2 2 2

Unit usaha pengolahan 2 1 2 1 1 2 1

Unit usaha pemasaran 3 3 2 3 3 2 2

Teknologi produksi 3 2 3 3 3 3 3

Metode operasi 3 2 3 2 3 3 3

Jumlah Skor 15 11 13 13 14 14 13

SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG AKTIVITAS USAHA PERIKANAN

Pabrik Es 2 1 1 1 1 1 1

Koperasi 2 2 2 3 2 2 2

Bank & Lmb Keuangan Lain 1 1 1 2 2 1 1

Jumlah Skor 5 2 4 6 5 4 4

ASPEK SOSIAL BUDAYA Spesifikasi Mata Pencaharian

Penduduk di Bid. Perikanan 3 3 2 3 2 3 3

Kualitas SDM Desa 2 2 3 3 3 2 2

Kualitas TK Usaha perikanan 1 1 1 1 2 2 2

Asal TK usaha perikanan 3 3 3 3 3 3 3

Tempat penjualan alat produksi/

pengolahan 2 2 3 2 2 2 2

Tata nilai dalam menjalankan usaha

perikanan 3 1 2 1 2 2 2

Pembauran etnis dalam usaha

perikanan 2 2 2 3 2 3 3

Pengawasan sosial 2 3 3 1 1 3 3

Jumlah Skor 18 17 19 17 17 20 20

4.1.3 Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Teluk Ambon Baguala Kecamatan Teluk Ambon Baguala terdiri atas 6 desa dan 1 kelurahan, yaitu Desa Waiheru, Desa Nania, Desa Negeri Lama, Desa Passo, Kelurahan Lateri, Desa Halong, Desa Latta, yang seluruhnya berada di pesisir Teluk Ambon. Desa Halong dan Desa Passo merupakan desa terluas di kecamatan ini, yaitu dengan luas masing- masing 16 km2 dan 11,38 km2. Sebaliknya Desa Latta merupakan desa terkecil,

(11)

yaitu dengan luas 0,10 km2. Desa Waeheru merupakan yang paling jauh dari ibukota kecamatan yang berkedudukan di Desa Passo, dengan jarak sekitar 5 km.

Kecamatan Teluk Ambon Baguala ini dilintasi oleh dua sungai dimana sungai terpanjangnya, yaitu Sungai Way Tonahitu (6 km). Menurut Zulkarnain (2007), luas, karakeristik alam, dapat potensi desa dapat menjadi pertimbangan bagi pengembangan usaha ekonomi desa.

Dari segi kependudukan, walau jumlah penduduk kecamatan ini bukan yang terbanyak, hanya sekitar 20% dari jumlah penduduk Kota Ambon, namun tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, yaitu 1.229,79 penduduk per km2. Namun tingkat kepadatan penduduk bervariasi di tiap desa, yaitu antara 313 jiwa/km2 hingga 22.175 jiwa/km2, dengan tingkat kepadatan tertinggi di Desa Nania, yaitu 22.175 jiwa/km2, walau bukan merupakan desa yang terbanyak penduduknya, karena Desa Passo adalah desa berpenduduk terbanyak (39,5% dari total penduduk kecamatan) di kecamatan ini, tetapi kepadatan penduduk hanya 1.711 jiwa/km2.

Penduduk di kecamatan ini terbanyak bekerja sebagai PNS (22,01%), yang hampir seimbang dengan yang bekerja sebagai pengusaha/pemilik usaha (19,05%).

Penduduk yang bekerja sebagai petani, sebagaimana umumnya penduduk desa, hanya 12,57% atau urutan ketiga (lihat Gambar 14), padahal hasil pertanian tanaman pangan yang dihasilkan oleh petani di kecamatan ini merupakan salah satu pemasok utama di pasar Passo maupun pasar Ambon. Dengan penduduk yang bekerja sebagai petani, peternak dan nelayan di kecamatan ini, yang secara total hanya 13,87%, menunjukan bahwa mayoritas penduduk di kecamatan ini memilih bekerja di sektor moderen. Hal ini, dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah Kota Ambon untuk menjadikan Passo (ibukota kecamatan) sebagai kota orde kedua (RPJM Kota Ambon 2006-2011). Terlihat jelas dari total penduduk yang bekerja sebagai pengusaha/pemilik usaha, pedagang, dan karyawan swasta, sebesar 32,6%.

Urutan keempat pekerjaan penduduk ialah yang bekerja sebagai anggota TNI dan Polri (11,92%). Banyaknya penduduk yang bekerja sebagai anggota TNI dan Polri di kecamatan ini, karena terdapat asrama TNI AL dan asrama Polri.

(12)

Gambar 14 Grafik pekerjaan penduduk di Kec. Baguala

Di bidang pendidikan, kecamatan ini cukup maju, dilihat dari banyaknya sekolah maupun tingkat pendidikan rata-rata angkatan kerja (penduduk usia kerja).

Jumlah sekolah di kecamatan ini sebanyak 57 sekolah, terdiri atas 10 TK, 30 SD, 9 SMP, 6 SMA, dan 2 SMK. Dengan jumlah sekolah yang demikian banyak, juga memberi akses yang lebih besar bagi masyarakat untuk menikmati pendidikan. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan angkatan kerja yang cukup tinggi, yaitu 78%

berpendidikan SMP ke atas (lihat Gambar 15).

Gambar 15 Grafik tingkat pendidikan angkatan kerja di Kec. Baguala

Cukup tingginya pendidikan penduduk di kecamatan ini didukung oleh jumlah sekolah yang demikian banyak, yaitu berjumlah 58 sekolah, yang terdiri atas TK sebanyak 10, SD sebanyak 30, SMP sebanyak 9, SMA sebanyak 6, dan SMK 3.

Pensiunan Pedagang Nelayan Transportasi/Sopir Buruh Harian Lepas Penata Rias/Busana/Rambut Penterjemah Dosen/Peneliti Arsitek/Akuntan/Konsultan Wartawan Pengusaha/Pemilik Usaha

6,72% 11,92% 22,01%

1,56% 12,57%

0,07%1,23%

0,01%0,06%0,51%0,55%0,73%0,91%1,46% 11,96%

0,03%0,07%

0,00%

0,00%0,14%0,97%1,19%4,42%

0,03%

0,02%0,26%0,43%

0,01%0,03%0,12%0,95% 19,05%

Jenis Pekerjaan Penduduk Kec. Baguala

TS + SD 22%

SMP + SMA

67%

PT 11%

(13)

Tiga SMK di kecamatan ini, berbeda bidang ketrampilan/kejuruan, yaitu masing- masing kejuruan perikanan, kejuruan pertanian, dan kejuruan teknologi dan perkapalan. Dengan demikian, banyaknya sekolah dan beragamnya sekolah kejuruan di kecamatan ini, memberi akses yang luas dan variatif kepada penduduk dikecamatan ini dalam memilih pendidikan yang sesuai. Tingginya pendidikan penduduk, juga diikuti dengan tingginya pendidikan para nelayan (lihat Gambar 16).

Gambar 16 Grafik Pendidikan Nelayan di Kec. Baguala

Struktur ekonomi kecamatan ini di dominasi oleh sektor moderen, yaitu sektor jasa-jasa (27%), dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (26%), sedangkan sektor pertanian menempati urutan ketiga kontribusinya terhadap PDRB kecamatan ini (lihat Gambar 17). Dominasi sektor moderen terhadap struktur ekonomi kecamatan ini, sebagai konsekuensi dari kebijakan Pemerintah Kota Ambon pada tahun 2006 untuk membatasi pembangunan pusat bisnis baru dipusat kota dan mendorong aktivitas perdagangan dan jasa-jasa ke Passo (ibukota kecamatan) sebagai kota orde kedua. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB sebesar 22%, yang merupakan akumulasi dari sub-sektor pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perikanan. Dan sub-sektor perikanan memberi kontribusi sekitar 65% terhadap sektor pertanian ini. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB kecamatan ini sebesar 14%, atau kontributor terbesar ketiga.

SD ke Bawah 20%

SMP &

SMA 73%

Perguruan Tinggi

7%

(14)

Gambar 17 Grafik PDRB Kecamatan Baguala

Di bidang perikanan, desa-desa pesisir ini cukup diandalkan sebagai kontribur bidang perikanan terutama perikanan tangkap di Kota Ambon. Namun demikian, kegiatan perikanan di desa-desa pesisir tersebut masih perlu dikembangkan karena beberapa potensi desa belum termanfaatkan secara optimal. Hal ini terlihat pada tabel 13 dimana usaha pengolahan sama sekali minim di kecamatan ini, karena hanya ada di Desa Halong dan Desa Latta, serta hanya usaha pengasapan ikan saja.

Selain itu, sarana penunjang usaha perikanan sangat minim, dimana pada semua desa tidak ada pabrik es, padahal usaha penangkapan memerlukan es untuk menjaga kualitas ikan hasil tangkapan, apalagi fishing ground agak jauh di banding desa- desa pesisir di kecamatan lainnya.

Pertanian 22%

Pertamban gan dan Penggalian

1%

Industri Pengolahan

8%

Listrik &

Air Minum

2%

Bangunan 1%

Perdaganga n, Hotel &

Restoran Angkutan & 26%

Komunikasi 5%

Keu, Perse waan &

Jasa Perusahaan

8%

Jasa-jasa 27%

(15)

Tabel 13 Daftar skor capaian indikator variabel status desa di Kecamatan Teluk Ambon Baguala

Indikator / Kriteria Desa

Skor Desa Nania Waeheru Negeri

Lama Passo Lateri Halong Latta ASPEK USAHA PERIKANAN

Unit usaha penangkapan 2 2 2 2 2 3 2

Unit usaha budidaya 2 2 2 2 2 2 2

Unit usaha pengolahan 1 1 1 1 1 2 2

Unit usaha pemasaran 3 2 2 3 2 2 2

Teknologi produksi 1 1 1 2 3 3 2

Metode operasi 1 1 1 2 2 2 2

Jumlah Skor 10 9 9 12 12 14 12

SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG AKTIVITAS USAHA PERIKANAN

Pabrik Es 1 1 1 1 1 1 1

Koperasi 2 1 2 2 2 2 2

Bank & Lmbg Keuangan Lain 2 1 1 3 2 1 1

Jumlah Skor 5 3 4 6 5 4 4

ASPEK SOSIAL BUDAYA

Spesifikasi Mata Pencaharian Penduduk

di Bidang Perikanan 3 2 3 3 3 3 3

Kualitas SDM Desa 3 3 3 3 3 3 3

Kualitas TK Usaha perikanan 3 3 3 3 3 3 3

Asal TK usaha perikanan 3 3 3 3 3 3 3

Tempat penjualan alat produksi/

pengolahan 2 2 2 3 2 2 2

Tata nilai dalam menjalankan usaha

perikanan 1 1 1 2 2 2 1

Pembauran etnis dalam usaha perikanan 2 2 1 2 2 1 3

Pengawasan sosial 3 3 3 1 3 1 3

Jumlah Skor 20 19 19 20 21 18 21

4.1.4 Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Sirimau

Kecamatan Sirimau ini terdiri atas 3 desa dan 11 kelurahan, dan desa/kelurahan yang termasuk wilayah desa/kelurahan pesisir ada empat, yaitu Desa Batu Merah, Kelurahan Pandan Kasturi, Desa Hative Kecil, dan Desa Galala. Desa Hative kecil merupakan desa pesisir terjauh dari ibukota kecamatan Sirimau, yaitu dengan jarak sekitar 8 km. Keempat desa/kelurahan pesisir tersebut berbatasan

(16)

langsung dengan perairan Teluk Ambon bagian luar. Keempat desa pesisir ini, dalam klasifikasi desa oleh BPS, adalah desa swasembada.

Penduduk di keempat desa pesisir ini adalah yang terbanyak (47% dari total penduduk kecamatan) dibanding dengan 10 desa/kelurahan lain yang ada di kecamatan ini (Kecamatan Sirimau Dalam Angka, 2010). Dari keempat desa pesisir tersebut, Desa Batu Merah adalah yang terbanyak penduduknya, bahkan yang terbanyak penduduknya di kecamatan ini, yaitu 35% dari total penduduk di kecamatan, dan Desa Galala adalah desa yang sedikit penduduknya dibanding keiga desa pesisir lainnya, bahkan yang tersedikit penduduknya di kecamatan ini, yaitu hanya 1,3% dari total penduduk kecamatan. Namun dari segi kepadatan penduduk, Desa Galala adalah desa yang terpadat penduduknya, yaitu 11.517 jiwa/km2, di banding dengan ketiga desa pesisir lain.

Penduduk di kecamatan ini sebagian besar bekerja di sektor modern, dengan dominasi urutan sebagai pengusaha (38,7%), pegawai negeri sipil (19,9%), karyawan swasta (8,7%), dan sektor modern lainnya (lihat Gambar 18). Sedangkan sektor tradisional yang umumnya dicirikan dengan pekerja di sektor pertanian (petani, nelayan dan peternak), kurang dari 4%. Hal ini normal saja, sebab kecamatan ini berada di pusat Kota Ambon, sebagai ibukota Provinsi Maluku.

Gambar 18 Janis pekerjaan penduduk di Kecamatan Sirimau

Walaupun penduduk yang bekerja di sektor pertanian relatif kecil, hanya kurang dari 4%, namun kontribusi terhadap PDRB kecamatan cukup besar, yaitu

Pensiunan Pedagang Nelayan Transportasi/Sopir Buruh Harian Lepas Penata Rias/Busana/Rambut Penterjemah Dosen/Peneliti Arsitek/Akuntan/Konsultan Wartawan Pengusaha/Pemilik Usaha

5,73%5,93% 19,97%

4,67%

3,07%

0,07%0,76%

0,21%0,31%0,31%0,66%0,99% 8,77%1,09%2,29%

0,03%

0,04%

0,02%

0,01%0,09%0,11%0,08%0,20%0,18%0,69%0,96%3,30%

0,01%0,55%

0,01%0,18% 38,70%

Jenis Pekerjaan Penduduk Kec. Sirimau

(17)

17% (lihat Gambar 19). Tingginya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB kecamatan tersebut, hampir 90% berasal dari sub-sektor perikanan. Besarnya kontribusi sub-sektor perikanan di kecamatan ini, disebabkan adanya Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) yang berada di kecamatan ini, yang hasil penangkapan ikan dari berbagai perairan di Maluku yang masuk PPN, tertercatat sebagai nilai tambah untuk kecamatan ni.

Gambar 19 PDRB Kecamatan Sirimau

Angkatan kerja di kecamatan ini, khususnya pada keempat desa pesisir, relatif atau mayoritas berpendidikan di atas SD, yakni setingkat SMP dan SMA sebesar 52% dan perguruan tinggi sebesar 18, sedangkan yang tidak bersekolah dan berpendidikan SD sebesar 30% (lihar Gambar 20).

Gambar 20 Angkatan kerja desa pesisir di Kecamatan Sirimau

Pertanian 17%

Industri Pengolahan

1%

Listrik, Gas

& Air Minum Bangunan1%

1%

Perdaganga n, Hotel &

Restoran 31%

Angkutan &

Komunikasi 16%

Keuangan,P ersewaan &

Jasa Perusahaan

9%

Jasa-jasa 25%

TS + SD 30%

SMP & SMA 52%

PT 18%

(18)

Tingkat pendidikan angkatan kerja di keempat desa pesisir tersebut, tidak sebanding dengan sekolah dan perguruan tinggi yang ada disana. Jumlah sekolah di keempat desa pesisir ini sebanyak 36 sekolah yang terdiri atas 9 TK, 14 SD, 11 SMP, dan 3 SMA. Dan jumlah perguruan tinggi di keempat desa pesisir ini sebanyak 3 perguruan tinggi, yang terdiri atas 2 pendidikan tinggi berlatar belakang agama, dan 1 perguruan tinggi umum. Dengan ketersediaan pendidikan semua jenjang yang ada di keempat desa pesisir ini, maka seharusnya tingkat pendidikan angkatan kerja juga tinggi, tetapi nyatanya angkatan kerja yang berpendidikan SD cukup tinggi. Hal ini kontras dengan tingkat pendidikan nelayan, dimana 83%

nelayan berpendidikan setingkat SMP dan SMA (lihat Gambar 21). Kontrasnya tingkat pendidikan angkatan kerja dan tingkat pendidikan nelayan di keempat desa pesisir ini, disebabkan karena angkatan kerja yang bekerja sebagai nelayan sangat sedikit, yaitu tidak sampai 1% dari jumlah angkatan kerja.

Gambar 21 Tingkat pendidikan nelayan desa pesisir di Kec. Sirimau

Tingginya tingkat pendidikan nelayan di kecamatan ini, memudahkan nelayan untuk selalu terbuka dalam memilih teknologi produksi yang sesuai dengan perkembangan teknologi penangkapan. Demikian juga dalam hal metode operasi maupun sifat keterbukaan sosial dalam menjalankan usaha perikanan. Ditambah dengan ketersediaan sarana pendukung/penunjang usaha perikanan yang cukup memadai di keempat desa pesisir ini, membuat keempat desa tersebut ini jauh lebih maju dari desa-desa di kecamatan lainnya (tabel 14).

SD ke Bawah 17%

SMP &

SMA 83%

Perguruan Tinggi

0%

(19)

Tabel 14 Daftar skor capaian indikator variabel status desa di Kecamatan Sirimau

Indikator / Kriteria Desa S k o r D e s a Batu

Merah Pandan

Kasturi Hative

Kecil Galala ASPEK USAHA PERIKANAN

Unit usaha penangkapan 3 3 3 3

Unit usaha budidaya 1 1 1 1

Unit usaha pengolahan 2 2 2 2

Unit usaha pemasaran 3 3 3 3

Teknologi produksi 2 3 3 2

Metode operasi 2 3 3 2

Jumlah Skor 13 15 15 13

SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG AKTIVITAS USAHA PERIKANAN

Pabrik Es 2 2 2 1

Koperasi 2 2 2 2

Bank & Lembaga Keuangan Lain 3 2 2 1

Jumlah Skor 7 6 6 4

ASPEK SOSIAL BUDAYA Spesifikasi Mata Pencaharian

Penduduk di Bidang Perikanan 3 3 3 3

Kualitas SDM Desa 2 2 2 2

Kualitas TK Usaha perikanan 2 2 2 2

Asal TK usaha perikanan 3 3 3 3

Tempat penjualan alat

produksi/pengolahan 3 2 2 2

Tata nilai dalam menjalankan usaha

perikanan 3 3 3 3

Pembauran etnis dalam usaha

perikanan 3 3 3 3

Pengawasan sosial 2 2 2 3

Jumlah Skor 21 20 20 21

4.1.5 Keberadaan variabel status desa di Kecamatan Nusaniwe

Desa/kelurahan pesisir yang terdapat di Kecamatan Nusaniwe ada delapan dari total tiga belas desa, yaitu Desa Latuhalat, Desa Seilale, Desa Amausu, Desa Nusaniwe, Kelurahan Benteng, Kelurahan Urimessing, Kelurahan Waihong, dan Kelurahan Silale. Desa/kelurahan pesisir yang terluas adalah Desa Urumessing (46,16 km2), sedangkan desa/kelurahan pesisir terkecil adalah Kelurahan Silale (0,18 km2).

(20)

Penduduk delapan desa pesisir ini sebanyak 57,3% dari total jumlah penduduk di Kecamatan Nusaniwe, dan Kelurahan Benteng adalah yang terbanyak penduduknya, 17,8% dari total penduduk kecamatan, serta penduduk yang paling sedikit di kecamatan ini adalah Desa Seilale, hanya 1,3% dari total penduduk kecamatan.

Tingkat pendidikan angkatan kerja pada delapan desa pesisir di kecamatan ini cukup tinggi, walaupun yang berpendidikan SD juga masih cukup tinggi, yaitu sebesar 25% (lihat Gambar 22). Padahal jumlah sekolah maupun perguruan tinggi yang berada di kecamatan ini cukup banyak. Jumlah 101 sekolah sebanyak terdiri atas, 21 TK, 54 SD, 11 SMP, 11 SMA, dan 4 SMK. Jumlah perguruan tinggi sebanyak 5 perguruan tinggi, yang terdiri atas 1 universitas, 3 akademi, dan 1 sekolah tinggi. Ini berarti akses masyarakat kecamatan ini terhadap semua jenjang pendidikan cukup tinggi, sehingga semestinya tingkat pendidikan angkatan kerja di delapan desa pesisir tersebut pada tingkat SD lebih kecil dari yang ada sekarang.

Gambar 22 Tingkat AK desa pesisir di Kec. Nusaniwe

Jika dilihat data tingkat pendidikan angkatan kerja desa pesisir pada Gambar 22 dibandingkan dengan tingkat pendidikan nelayan pada Gambar 23, secara proporsional nampaknya angkatan kerja yang berpendidikan rendah (SD) yang cukup besar jumlahnya tersebut, sebagian besar bekerja sebagai nelayan.

Rendahnya tingkat pendidikan nelayan nampaknya juga mempengaruhi inovasi dalam metode operasi dan keterbukaan nelayan dalam menjalankan usaha perikanan, seperti tergambar pada Tabel 15, khususnya pada Desa Seilale, Desa Nusaniwe, dan Desa Urimesing.

TS + SD 25%

SMP &

SMA 64%

PT 11%

(21)

Gambar 23 Tingkat pendidikan nelayan Kec. Nusaniwe

Pekerjaan penduduk di kecamatan ini sebagai pengusaha/pemilik usaha, termasuk pemiliki kios atau pemilik bengkel, menempati urutan teratas, melebihi penduduk yang bekerja sebagai PNS (lihat Gambar 24). Pekerjaan penduduk sebagai PNS ini (22,1%), kalaupun ditambah dengan yang bekerja sebagai guru (4,5%) dan dosen (0,9%) sekalipun, masih belum menyamai penduduk yang bekerja sebagai pengusaha/pemilik usaha (28,4%) dan pedagang keliling/papalele (2,1%).

Hal ini merupakan catatan menarik, mengingat persepsi masyarakat di Maluku dan juga masyarakat Indonesia, menganggap pekerjaan sebagai PNS dan guru/dosen lebih menjamin masa depan lebih baik daripada non PNS dan guru/dosen (Arifin, 2005). Perubahan pilihan pekerjaan yang lebih dominan sebagai non-PNS, juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam membatasi penerimaan PNS setiap tahun, yang tidak sebanding dengan pertambahan angkatan kerja baru yang memasuki pasar kerja.

Urutan pilihan pekerjaan penduduk di kecamatan ini selanjutnya, adalah sebagai karyawan swasta, diikuti pensiunan, anggota TNI dan Polri, petani, sopir, dan nelayan, sedangkan sisanya berada dibawah 1%. Banyaknya anggota TNI dan Polri di kecamatan ini, karena terdapat tiga asrama, yaitu 1 asrama Polri, dan 2 asrama TNI. Nelayan di kecamatan ini termasuk sedikit, mengingat kecamatan ini dikelilingi oleh Laut Banda yang potensial, sehingga sebetulnya menjadi lahan garapan potensial.

SD ke Bawah SMP & 44%

SMA 54%

Perguru an Tinggi

2%

(22)

Gambar 24 Jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan Nusaniwe

Dari penyebaran jenis pekerjaan penduduk kecamatan ini ditambah dengan factor-faktor produksi lain, membentuk struktur ekonomi kecamatan ini seperti terlihat pada Gambar 4.20. Terlihat jelas dominasi sektor modern (perdagangan, hotel dan restoran 30%, jasa-jasa 24%, dan angkutan dan komunikasi 18%) terhadap perekonomian kecamatan ini, dibanding dengan sektor tradisional (pertanian). Gambaran ini juga cerminan dari jenis pekerjaan penduduk di kecamatan ini.

Hal yang menarik dari data pada Gambar 24 dan Gambar 25 ialah pekerjaan penduduk di sektor pertanian (pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perikanan) yang hanya sekitar 8%, dan kontribusi sektor ini terhadap PDRB kecamatan sebesar 18%. Ini artinya, tenaga kerja sektor ini dan faktor-faktor produksi lain yang digunakan dalam mengelola sumber daya alam, cukup produktif dan ekonomis. Catatan lain dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB kecamatan sebesar 18% ini, walau bukan yang terbesar, sebagian besar (70%) adalah kontribusi sub-sektor perikanan. Dengan kata lain, kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB kecamatan sekitar 13%. Jika dibanding dengan jumlag nelayan yang hanya 2,1%, maka sesungguhnya sub-sektor perikanan mampu memberi kontribusi yang signifikan terhadap PDRB kecamatan ini.

Pensiunan Pedagang Nelayan Transportasi/Sopir Buruh Harian Lepas Penata Rias/Busana/Rambut Penterjemah Dosen/Peneliti Arsitek/Akuntan/Konsultan Wartawan Pengusaha/Pemilik Usaha

7,3% 22,1%

2,1%5,6%5,9%

0,1%0,2%0,5%0,6%0,7%0,9%1,8%2,1%2,8% 10,5%

0,0%0,0%

0,0%0,0%0,1%0,1%0,9%1,1%4,5%

0,0%0,1%0,2%0,2%0,9%

0,0%0,2% 28,4%

Jenis Pekerjaan Penduduk Kec. Nusaniwe

(23)

Gambar 25 PDRB Kecamatan Nusaniwe (BPS Kota Ambon, 2010)

Dengan kontribusi sub-sektor perikanan terhadap PDRB kecamatan yang cukup signifikan tersebut, belum sepenuhnya usaha perikanan di desa-desa pesisir kecamatan ini sama tingkat kemajuannya. Usaha perikanan budidaya di kecamatan ini sama sekali tidak berkembang, hanya ada di dua desa, yaitu Nusaniwe dan Urimessing, dan hanya satu jenis budidaya, yaitu budidaya ikan (tabel 15).

Demikian juga usaha pengolahan kurang berkembang di kecamatan ini, karena selain hanya di sebagian desa, juga hanya pengasapan ikan. Usaha perikanan di kecamatan ini hanya bertumpu pada usaha perikanan tangkap.

Dari segi sarana penunjang usaha perikanan, relatif cukup tersedia. Walau demikian, dengan usaha perikanan tangkap yang dominan, dengan jumlah usaha perikanan yang cukup banyak di kecamatan ini, yaitu sebanyak 34,7% dari total usaha perikanan di Kota Ambon, dan jumlah pabrik es yang hanya ada di dua desa dengan kapasitas yang relatif kecil, yaitu hanya 10 ton. Sarana penunjang ini perlu diperbanyak atau diperbesar kapasitasnya, agar dapat menunjang kualitas hasil tangkapan.

Dari segi sosial-budaya, secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi sosial- budaya masyarakat di kecamatan ini, cukup memenuhi standar untuk pengembangan usaha perikanan. Indikator keterikatan terhadap tata nilai dalam menjalankan usaha perikanan misalnya, relatif sudah terbuka. Demikian juga indikator pembauran etnis, relatif heterogen, walau ada desa yang masih homogen etnisnya.

Pertanian 18%

Pertamb.

dan Penggalian

0%

Industri Pengolaha

n 2%

Listrik &

Air Minum 0%

Bangunan 1%

Perdagang an, Hotel

&

Restoran 30%

Angkutan

&

Komunikas i 18%

Keu.Perse waan &

Jasa Perus.7%

Jasa-jasa 24%

(24)

Tabel 15 Daftar skor capaian indikator variabel status desa di Kecamatan Nusaniwe

Indikator / Kriteria Desa S k o r D e s a Latu-

halat Seila le Ama-

husu Nusa -niwe Ben-

teng Uri-

mesing Wae-

haong Silale ASPEK USAHA PERIKANAN

Unit usaha penangkapan 3 2 2 3 2 2 3 2

Unit usaha budidaya 1 1 1 2 1 2 1 1

Unit usaha pengolahan 2 1 1 1 2 1 2 2

Unit usaha pemasaran 2 2 2 3 2 2 3 2

Teknologi produksi 3 2 2 2 3 2 3 2

Metode operasi 3 1 2 1 2 1 3 2

Jumlah Skor 14 9 10 12 12 10 15 11

SARANA PENDUKUNG/PENUNJANG AKTIVITAS USAHA PERIKANAN

Pabrik Es 1 1 1 3 2 1 1 1

Koperasi 3 2 2 2 2 2 2 2

Bank & Lembaga Keuangan

Lain 1 2 1 2 2 1 2 2

Jumlah Skor 5 5 4 7 6 4 5 5

ASPEK SOSIAL BUDAYA Spesifikasi Mata

Pencaharian Penduduk di

Bidang Perikanan 3 2 2 3 3 2 3 3

Kualitas SDM Desa 2 2 2 2 2 2 2 2

Kualitas TK Usaha perikanan 2 1 2 1 2 1 2 2

Asal TK usaha perikanan 3 3 3 3 3 3 3 3

Tempat penjualan alat

produksi/ pengolahan 2 2 2 2 2 2 2 2

Tata nilai dalam menjalankan

usaha perikanan 2 1 1 2 3 1 2 2

Pembauran etnis dalam

usaha perikanan 2 2 1 2 3 1 3 2

Pengawasan sosial 1 1 1 3 3 3 3 3

Jumlah Skor 17 14 14 18 21 15 20 19

4.2. Status Desa Pesisir Di Kota Ambon

Perhitungan dalam menilai status desa perikanan yang dikembangkan dalam penelitian ini akan menghasilkan beberapa angka seperti disajikan pada Tabel 16.

Informasi status desa perikanan berdasarkan nilai akhir berupa total skor standar (TSS) dapat digunakan untuk membuat kesimpulan umum perikanan di suatu kawasan ekologi (misalnya kawasan teluk, kawasan pesisir), wilayah administrasi (misalnya kecamatan, kabupaten, provinsi) atau kawasan atau wilayah pengelolaan perikanan (seperti WPP). Dengan metode ini, pengelola perikanan dapat menentukan fokus pembangunan perikanan dengan melihat skor dari setiap variabel

(25)

yang digunakan. Strategi pembangunan perikanan yang dipilih diharapkan akan dapat meningkatkan nilai skor variabel sehingga status desa menjadi lebih baik.

Tabel 16 Nilai-nilai yang dihasilkan dari perhitungan untuk menentukan status desa perikanan

No. Jenis nilai Nilai skor variabel untuk status desa

UP US UB

1 Nilai skor minimum variabel 1 1 1

2 Nilai skor maksimum variabel 3 3 3

3 Bobot 0,5 0,3 0,2

4 Nilai standar minimum variabel 0,5 0,3 0,2

5 Nilai standar maksimum variabel 1,5 0,9 0,6

Nilai skor untuk status desa 6 Nilai skor desa terendah (semua minimum) 1,0

7 Nilai skor desa tertinggi (semua maksimum) 3,0

8 Kisaran skor desa Mina Mula 1,00 – 1,49

9 Kisaran skor desa Mina Mandiri 1,50 – 2,39

10 Kisaran skor desa Mina Politan 2,40 – 3,00

Secara umum desa-desa pesisir di Kota Ambon masih pada taraf perkembangan yang relatif belum terlalu maju; karena nilai rata-rata TSS adalah 1,93 atau berada dalam kisaran kriteria mina mandiri, yang hanya sedikit diatas standar kriteria mina mula, yaitu TSS = 1,5. Meskipun demikian, dari segi usaha perikanan dapat dikatakan sudah maju karena desa-desa tersebut memiliki usaha perikanan yang relatif variatif; nilai rata-rata SS UP adalah 1,02 dari nilai tertinggi 1,5. Sebaliknya dari segi keberadaan sarana penunjang usaha perikanan relatif minim; nilai rata-rata SS SP adalah 0,46 dari nilai tertinggi 0,9.

Walaupun sebagian besar desa pesisir berstatus desa mina mandiri, namun tingkat keragaman antar desa cukup tinggi, tidak hanya dilihat dari angka TSS saja, tetapi juga pada aspek yang diteliti, yaitu usaha perikanan (kisaran SS=0,75-1,33), aspek sarana pendukung usaha perikanan (kisaran SS=0,20-0,70), dan aspek sosial- budaya (kisaran SS=0,33-0,53). Keragaman ini memberi indikasi bahwa pola intervensi program pengembangan perikanan terpadu di desa pesisir Kota Ambon, juga akan bervariasi sesuai tingkat perkembangan tiap desa pesisir.

Desa-desa pesisir berstatus mina mandiri yang sangat bervariasi ini dapat dikelompokan dalam 3 kategori. Kelompok pertama adalah desa mina mandiri

(26)

tertinggi (TSS >2,3) atau mendekati kriteria status mina politan, seperti Desa Hutumuri, Desa Hative Besar, Kelurahan Pandan Kasturi, dan Desa Batu Merah.

Kelompok kedua adalah desa mandiri dengan TSS yang berkisar antara 2,00 - 2,30;

ada 12 desa yang umumnya memiliki sarana penunjang usaha perikanan yang minim, terutama pabrik es dan bank atau lembaga keuangan lain. Kelompok ketiga adalah desa mandiri dengan TSS antara 1,50 dan 2,50; ada 14 desa/kelurahan yang tidak hanya dicirikan oleh keragaman usaha perikanan yang minim (hanya satu jenis) tetapi juga oleh sarana penunjang usaha perikanan yang minim.

Status ke 30 desa pesisir yang demikian maju (status mina mandiri) ternyata tidak diikuti dengan kemajuan yang berarti dalam hal pengentasan kemiskinan.

Dugaan sementara tentang penyebab utama kemiskinan ini adalah tingkat pengangguran yang tinggi, yaitu sebesar 17,6% (BPS Kota Ambon 2010), akibat tingkat urbansasi tinggi dari luar kota Ambon sementara lapangan kerja yang tersedia di kota Ambon masih terbatas untuk menyerapnya. Jika hal ini benar maka pengembangan perikanan hendaknya juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan ikutan dari kegiatan perikanan yang dikembangkan.

Sebaran status desa pesisir, dapat dilihat pada gambar 26 pada halaman berikut. Deskripsi mengenai status desa per kecamatan dengan penyajian status desa dalam tabel berdasarkan urutan status terendah sampai tinggi, kemudian di deskripsi pengklasifikasian kesamaan kelebihan dan kekurangan desa dalam status yang sama, dipaparkan pada bagian-bagian berikut.

Gambar 26 Sebaran Status Desa Pesisir di Kota Ambon

(27)

4.2.1 Status desa pesisir di Kecamatan Leitimur Selatan

Hasil penelitian ini menerangkan bahwa tingkat perkembangan desa-desa pesisir kecamatan ini, Desa Rutong dan Desa Leahari berstatus Mina Mula (Tabel 17), sedangkan empat desa yang lainnya berstatus mina mandiri. Keberadaan status kedua desa pesisir (Rutong & Leahari) yang tergolong rendah, padahal berada dalam wilayah sumber daya ikan yang potensial, karena beberapa aspek yang relatif sama pada kedua desa ini, yaitu :

1) Dari aspek usaha perikanan, total skor, TS1 nya hanya 10 dari total 18. Hal ini disebabkan oleh perikanan tangkapnya hanya yang berskala traisional, dalam arti aktivitas penangkapan menggunakan armada tangkap tradisional (perahu tanpa motor yang didominasi perahu semang), tidak ada usaha budidaya maupun pengolahan, walaupun kegiatan penangkapan telah menggunakan atau mengadopsi teknologi penangkapan yang relatif lebih maju, dan metode operasi yang mengalami modifikasi dari metode turun-temurun.

2) Sarana penunjang usaha perikanan, sama sekali tidak ada di kedua desa tersebut.

3) Dari segi sosial budaya, kedua desa ini relatif sama, yaitu total skor, TS3 nya 13 (Desa Rutong) dan 14 (Desa Leahari) dari TS3 maksimal 24. Ada hal-hal yang sama dari segi sosial budaya di kedua desa ini, ialah masih kuatnya adat istiadat yang relatif tidak terbuka terhadap dinamika sosial, dan hanya ada satu etnis dalam desa, sehingga proses interaksi dan transformasi budaya relatif tidak ada.

Tabel 17 Status Desa Pesisir di Kecamatan Leitimur Selatan

No Nama Desa/Kel.

ASPEK USAHA

PERIKANAN ASPEK SARANA

PENDUKUNG ASPEK SOSIAL BUDAYA

TOTAL STANDAR

SKOR TSS

STATUS TS1 RS1 SS1 TS2 RS2 SS2 TS3 RS3 SS3

1 Rutong 10 1,67 0,83 3 1,00 0,30 13 1,63 0,33 1,46 MULA 2 Leahari 10 1,67 0,83 3 1,00 0,30 14 1,75 0,35 1,48 MULA 3 Kilang 12 2,00 1,00 3 1,00 0,30 14 1,75 0,35 1,65 MANDIRI 4 Naku 12 2,00 1,00 3 1,00 0,30 18 2,25 0,45 1,75 MANDIRI 5 Hukurila 12 2,00 1,00 4 1,33 0,40 17 2,13 0,43 1,83 MANDIRI 6 Hutumuri 16 2,67 1,33 6 2,00 0,60 17 2,13 0,43 2,36 MANDIRI

Rata-Rata 12 2,00 1,00 3,7 1,20 0,40 15,5 1,90 0,40 1,80

Dari empat desa yang berstatus mina mandiri, tiga desa (Desa Kilang, Desa Naku, dan Desa Hukurila) juga tidak jauh berbeda dengan Desa Rutong dan Desa

(28)

Leahari. Ketiga desa pesisir ini masih tradisional, hanya mengandalkan perikanan tangkap saja, dan budi daya serta pengolahan sama sekali belum dikembangkan bahkan tidak ada. Kedua, sarana pendukung sama sekali tidak mendukung usaha perikanan tangkap yang ada di desa-desa tersebut. Namun demikian, dari segi sosial-budaya, relatif kondusif untuk perikanan lebih berkembang.

Sangat kontras dengan lima desa di atas, Desa Hutumuri di kecamatan ini yang tingkat perkembangan perikanannya sudah cukup maju, yaitu dengan status desa mina mandiri, sekaligus desa berstatus tertinggi di Kota Ambon. Walaupun tingkat perkembangan status perikanan Desa Hutumuri ini cukup tinggi dan tertinggi di Kota Ambon, namun tingkat kemiskinan di desa ini juga masih tinggi, yaitu 21,9% di tahun 2011, atau hampir dua kali lebih tinggi daripada tingkat kemuskinan di Kota Ambon secara keseluruhan. Hal ini memberi indikasi bahwa kemajuan perikanan belum dapat mengatasi kemiskinan di desa ini. Untuk itu, diperlukan kajian atau penelitian lain yang mendalam dan komprehensif mengenai kedua aspek ini, yaitu perkembangan perikanan dan tingkat kemiskinan.

Tingkat kemiskinan di kecamatan ini adalah yang tertinggi dibanding dengan kecamatan lainnya di Kota Ambon. Di antara sesama desa pesisir, tingkat kemiskinan penduduk keenam desa pesisir di kecamatan ini lebih tinggi (22,8%) daripada keseluruhan desa di kecamatan ini, lebih rendah dari tahun 2008 (24,2%).

Fakta ini menunjukan bahwa desa-desa pesisir di kecamatan ini adalah kantong- kantong kemiskinan yang memerlukan penanggulangan yang terencana dan sistematis.

4.2.2 Status desa pesisir di Kecamatan Teluk Ambon Dalam

Semua desa pesisir di kecamatan ini berstatus mina mandiri (Tabel 18).

Walau semua desa pesisir kecamatan ini berstatus mina mandiri, terdapat 3 desa yang terendah TSS nya, yaitu Desa Tawiri, Desa Hative Besar, dan Desa Hunuth.

Ketiga desa ini mempunyai keterbatasan yang sama pada sarana penunjang usaha perikanan, yaitu tidak ada pabrik es dan bank atau lembaga keuangan lain. Selain itu, usaha perikanan hanya terbatas pada satu jenis, misalnya hanya penangkapan saja, dan juga tidak variatif.

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan lainnya yang harus diperhatikan lagi adalah jumlah tempat sampah yang belum memadai, long chair atau tempat bersantai di kolam renang yang belum ada, bangku taman

Lubrical Suga Sejahtera tidak ada proses seleksi yang dilakukan untuk menyeleksi suksesor karena calon suksesor perusahaan hanya terdapat satu calon saja, Christ

Tombol pendeteksi kegagalan motor penggerak (broken drive devices) Jika escalator mempunyai sistem penggerak menghubungkan motor dengan sproket tangga melalui

- Membawa berkas surat ke juru kunci -    Berkas surat 5 Menit Berkas - Mengisi formulir permohonan ( surat asli ijin penggunaan tanah makam, foto1. copy KTP ahli

prinsip khusus: a) kekonkritan, karena dosen tidak menggunakan media konkrit untuk mencapai tujuan pembelajaran; b) pengalaman yang menyatu, karena dosen tidak memberikan

Sampah daun-daun Cemara Udang kemudian dibakar, sedangkan sisa-sisa makanan dibiarkan hingga menyebabkan bau yang kurang sedap di sekitar kawasan Pantai Baru, yang

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) rata-rata skor kemampuan Mahasiswa Pendidikan Fisika FMIPA UNM menyelesaikan soal UN Mata Pelajaran

Judul Kegiatan : Portal (Portofolio Aksi Anak Tanggap Longsor) Sebagai Upaya Pendidikan Penanggulangan Bencana Sejak Dini Pada Siswa SD Negeri Ngaliyan 04.. Alamat