• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KARAKTERISTIK GELATIN KULIT IKAN PATIN RAMA SULTHAN FALAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2023

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KARAKTERISTIK GELATIN KULIT IKAN PATIN RAMA SULTHAN FALAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2023"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KARAKTERISTIK GELATIN KULIT IKAN PATIN

RAMA SULTHAN FALAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2023

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Karakteristik Gelatin Kulit Ikan Patin” adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2023 Rama Sulthan Falah NIM. C34189001

(4)
(5)

ABSTRAK

RAMA SULTHAN FALAH. Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Karakteristik Gelatin Kulit Ikan Patin. Dibimbing oleh MALA NURIMALA dan NURJANAH.

Gelatin merupakan produk hidrolisis protein kolagen kulit dan tulang hewan yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri pangan maupun nonpangan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan waktu ekstraksi terbaik untuk membuat gelatin, serta karakteristik fisik-kimia gelatin kulit ikan patin. Waktu yang digunakan untuk proses ekstraksi yaitu 6, 8 dan 10 jam. Waktu terbaik ditentukan berdasarkan karakteristik gelatin yang dihasilkan menggunakan analisis ANOVA dengan uji lanjut Duncan. Perlakuan terbaik didapatkan pada perlakuan waktu ekstraksi 8 jam. Perlakuan tersebut menghasilkan rendemen 17,64±0,18%; kadar air 10,22±0,18%; kadar abu 0,26±0,02%; pH 5,50±0,49; setting point 20,83±0,83ºC; viskositas 63,0±2,0 mps;

dan kekuatan gel 204,688±4,52 bloom. Karakteristik gelatin yang dihasilkan telah sesuai dengan standar GMIA 2019 dan SNI 8622-2018. Analisis logam berat gelatin menunjukkan bahwa gelatin yang dibuat tidak terdeteksi logam berat arsen (As), merkuri (Hg), cadmium (Cd) dan timbal (Pb).

Kata kunci : gelatin, logam berat, patin, waktu ekstrkasi

ABSTRACT

RAMA SULTHAN FALAH. Effect of Extraction Time On the Characteristics of Pangasius Fish Skin Gelatin. Supervised by MALA NURIMALA and NURJANAH.

Gelatin is a product of hydrolysis of animal skin and bone collagen protein that can be used in various food and non-food industries. This study aims to determine the ratio of the best extraction time to make gelatin, as well as the physico-chemical characteristics of catfish skin gelatin. The time used for the extraction process is 6, 8 and 10 hours. The best time was determined based on the characteristics of the gelatin produced using ANOVA analysis with Duncan’s further test. The best treatment was obtained at the extraction time of 8 hours.

This treatment resulted in a yield 17.64±0.18%; water content 10.22±0.18%; ash content 0.26±0.02%; pH 5.50±0.49; setting point 20.83 ± 0.83ºC; viscosity 63.0±2.0 mps; and gel strenght 204.688±4.52 bloom. The characteristics of the gelatin produced are in accordance with the GMIA 2019 standard and SNI 8622- 2018. Heavy metal analysis of gelatin showed that the gelatin made did not detect heavy metals arsenic (As), mercury (Hg), cadmium (Cd) and lead (Pb).

Kata kunci : catfish, exctraction time, gelatin, heavy metal

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2023 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KARAKTERISTIK GELATIN KULIT IKAN PATIN

RAMA SULTHAN FALAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2023

(8)

Tim Penguji pada Ujian Skripsi:

1 Prof. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si.

2 Dr. Desniar, S.Pi., M.Si.

(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Karakteristik Gelatin Kulit Ikan Patin

Nama : Rama Sulthan Falah

NIM : C34189001

Disetujui oleh Pembimbing 1:

Prof. Dr. Mala Nurilmala, S.Pi., M.Si. __________________

Pembimbing 2:

Prof. Dr. Ir. Nurjanah, M.Si. _________________

Diketahui oleh Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan :

Dr. Roni Nugraha, S.Si., M.Sc.

NIP. 1983042112009121003

__________________

Tanggal Ujian:

15 Desember 2022

Tanggal Lulus:

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanaahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Karakteristik Gelatin Kulit Ikan Patin.

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober 2021 sampai bulan Juli 2022.

Terima kasih penulis ucapkan kepada para pembimbing, Prof. Dr Mala Nurilmala, S.Pi., M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Nurjanah, M.Si. yang telah memberikan motivasi , pengarahan dan bimibingan kepada penulis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada dosen penguji skripsi Ibu Prof. Dr.Ir. Sri Purwaningsih, M.Si. atas semua saran, bimbingan dan arahan yang telah diberikan, serta Gugus Kendali Mutu (GKM) ibu Dr.Desniar, S.Pi., M.Si. atas semua saranm bimbingan dan arahan yang telah diberikan.. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dewi Linda Budiarti dari PT Kapsulindo Nusantara yang telah memberi izin penggunaan laboratorium perusahaan, beserta staf laboratorium yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan Bapak Mohamad Agus (almarhum), Ibu Sri Ningsih, Afifah Kaltsum , Ridho Satria Darmawan serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan, doa dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada LPDP Rispro Invitasi yang telah mendanai penelitian ini. Penulis tidak lupa menyampaikan terimakasih kepada Dede, Irfan, Kiswan, Aby , Setiawan, Izul, Kak Ica, Kak Novi, dan Kak Erin yang telah banyak membantu, memberi dukungan, doa, saran dan motivasi kepada penulis. Teman-teman THP 55 yang telah membantu dan memberi dukungan yang berati bagi penulis.

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada semua pihak, khususnya civitas Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2023 Rama Sulthan Falah

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

DAFTAR LAMPIRAN i

I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Manfaat 2

1.5 Lingkup Penelitian 2

II METODE 3

2.1 Waktu dan Tempat 3

2.2 Alat dan Bahan 3

2.3 Prosedur Penelitian 3

2.4 Prosedur Analisis 4

2.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 10

III HASIL DAN PEMBAHASAN 12

3.1 Karakteristik Kulit Ikan Patin Sebagai Bahan Baku Gelatin 12 3.2 Karakteristik Fisik-Kimia Gelatin Kulit Ikan Patin 13

3.2.1 Rendemen Gelatin 13

3.2.2 Derajat Keasaman (pH) Gelatin 13

3.2.3 Viskositas Gelatin 14

3.2.4 Kekuatan Gel Gelatin 15

3.2.5 Setting Point Gelatin 17

3.2.6 Kadar Air Gelatin 17

3.2.7 Kadar Abu Gelatin 19

3.2.8 Asam Amino Gelatin 20

3.2.9 Distribusi Bobot Molekul 21

3.3 Cemaran Logam Berat Gelatin Kulit Ikan Patin 22

IV SIMPULAN DAN SARAN 23

4.1 Simpulan 23

4.2 Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 31

RIWAYAT HIDUP 35

(14)
(15)

i

DAFTAR TABEL

1 Komposisi proksimat kulit ikan patin 12

2 Asam amino gelatin kulit ikan patin 20

3 Cemaran logam berat gelatin kulit ikan patin 22

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir prosedur penelitian 5

2 Rendemen gelatin kulit ikan patin 13

3 Derajat keasaman gelatin kulit ikan patin 14

4 Viskositas gelatin kulit ikan patin 15

5 Kekuatan gel gelatin kulit ikan patin 16

6 Setting point gelatin kulit ikan patin 17

7 Kadar air gelatin kulit ikan patin 18

8 Kadar abu gelatin kulit ikan patin 19

9 Distribusi bobot molekul gelatin kulit ikan patin 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji normalitas gelatin 32

2 Hasil uji homogenitas gelatin 32

3 Hasil uji RAL gelatin 32

4 Hasil uji lanjut Duncan gelatin 33

5 Standar mutu cemaran logam berat gelatin 33

6 Standar mutu gelatin 33

7 Dokumentasi penelitian 34

(16)
(17)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi ikan patin budidaya di Indonesia mencapai 426.475 ton pada tahun 2020 dan terus meningkat hingga pada tahun 2021 sebesar 509.030 ton. Target ini dapat dicapai dengan mendorong produsen untuk membudidayakan ikan patin serta mendorong sektor pengolahan (KKP 2021). Ikan patin mudah untuk dibudidayakan, memiliki harga yang relatif murah dan pertumbuhan yang cepat sehingga menjadi salah satu komoditas unggulan budidaya perikanan di Indonesia (Khan et al. 2017). Peningkatan permintaan produk filet patin umumnya hanya memanfaatkan bagian dagingnya. Hasil samping proses tersebut berupa kulit, tulang, dan kepala dengan persentase sekitar 50% tidak dimanfaatkan dengan optimal (Rathod et al. 2018). Kulit ikan memiliki proporsi sebesar 8-10% dari keseluruhan bobot tubuhnya (Nurilmala et al. 2020). Hasil samping ikan patin yang berupa kulit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku gelatin.

Gelatin merupakan produk yang diperoleh dari hidrolisis kolagen. Sumber bahan baku gelatin berasal dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang-tulang hewan (GMIA 2019). Gelatin di Indonesia mengalami peningkatan permintaan, pada 2021 komoditas impor gelatin bubuk tipe A (asam) dan tipe B (basa) sebanyak 1.891.100 kg dengan nilai 12,1 juta USD sedangkan gelatin yang sudah diaplikasikan untuk kapsul gelatin farmasi sebanyak 144.727 kg dengan nilai 2,85 juta USD. Indonesia mengimpor gelatin dari negara India, China, Thailand, Australia, Brazil, Bangladesh dan New Zealand (BPS 2021).

Gelatin komersial umumnya berasal dari hewan terestrial yaitu babi dan sapi.

Hewan terestrial yang digunakan untuk membuat gelatin dikhawatirkan dapat menyebabkan penyakit serta diragukan kehalalannya. Gelatin yang dibuat dari sapi diduga dapat menyebabkan penyakit sapi gila atau biasa dikenal dengan Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE). Penggunaan daging babi sebagai bahan baku gelatin diduga juga dapat menyebabkan penyakit flu babi atau swine influenza, selain itu pemanfaataan gelatin sapi dan babi dibatasi dengan alasan agama karena umat Hindu dilarang memakan sapi dan umat Islam dilarang memakan babi (Aris et al. 2020). Salah satu bahan baku alternatif yang aman dan berpotensi untuk digunakan karena tidak menimbulkan kekhawatiran masyarakat terkait isu keagamaan dan permasalahan kesehatan, yaitu gelatin yang berasal dari kulit maupun tulang ikan (Haug et al. 2004).

Salah satu faktor yang memengaruhi karakteristik gelatin yaitu penggunaan waktu ekstraksi (Wulandari et al. 2013). Menurut Ward dan Courts (1977) konversi kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan dan pH. Semakin lama waktu ekstraksi, rendemen yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini dapat terjadi diduga karena jumlah ion H+ yang menghidrolisis kolagen lebih banyak, sementara waktu ekstraksi yang semakin lama menyebabkan kolagen terurai lebih banyak menjadi gelatin. Proses ekstraksi berfungsi sebagai tahap lanjutan untuk memutus ikatan hidrogen antar molekul tropokolagen yang saat tahap persiapan sebelumnya belum terurai oleh perlakuan asam. Ikatan hidrogen dalam tropokolagen ini didenaturasi oleh molekul H2O. Tahap ekstraksi ini menyebabkan molekul triple-helix kehilangan stabilitasnya dan akhirnya terurai menjadi rantai tunggal gelatin.

(18)

2

Penelitian mengenai waktu ekstraksi gelatin dari kulit ikan patin yang dilakukan oleh Nasution et al. (2018) menggunakan waktu ekstraksi 10 jam menghasilkan kekuatan gel 141,5 bloom. Ekstraksi gelatin dari kulit ikan patin menggunakan waktu ekstraksi 7 jam menghasilkan kekuatan gel gelatin sebesar 204±10,8 bloom (Nurilmala et al. 2021). Penelitian mengenai cara pembuatan gelatin yang dilakukan pada skala besar belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menentukan karakteristik gelatin yang diperoleh dari kulit ikan patin berdasarkan perbedaan waktu ekstraksi untuk memperoleh sifat-sifat gelatin yang sesuai standar dengan skala yang besar.

1.2 Rumusan Masalah

Kebutuhan gelatin terus meningkat penggunaannya dalam industri pangan dan non pangan. Negara Indonesia belum memiliki industri yang dapat membuat gelatin, sehingga dilakukan kegiatan impor. Umumnya gelatin komersial berasal dari kulit sapi dan babi. Mayoritas masyarakat Indonesia yang muslim serta yang beragama Hindu memiliki kekhawatiran dengan bahan baku tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif sumber bahan baku gelatin salah satunya yaitu gelatin yang terbuat dari kulit ikan patin. Kualitas dari gelatin dapat dipengaruhi oleh metode pengolahannya, yaitu perbedaan waktu ekstraksi yang perlu dilakukan penelitian untuk menentukan waktu ekstraksi yang tepat dalam menghasilkan gelatin yang sesuai dengan standar.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh waktu ekstraksi dalam menghasilkan gelatin yang sesuai dengan standar.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah mengenai waktu ekstraksi yang tepat dalam menghasilkan gelatin yang sesuai dengan standar.

1.5 Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi analisis proksimat bahan baku, analisis logam berat bahan baku, ekstraksi gelatin, serta analisis rendemen, kadar air, kadar abu, derajat keasaman (pH), kekuatan gel, viskositas, setting point, distrbusi bobot molekul dan asam amino pada gelatin.

(19)

3

II METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2021 sampai dengan Juli 2022. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biomolekuler Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Laboratorium Penelitian Kimia Fisik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, , Saraswanti Indo Genetech, Bogor dan Laboratorium Quality Control, PT Kapsulindo Nusantara, Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pembuatan gelatin meliputi pisau, talenan, mesin potong kulit, timbangan digital (Sortunus, New York), toples, kain blacu, kapas, sudip, mesin ekstraksi 50 L dan blender (Miyako BL-151). Alat yang digunakan untuk analisis gelatin yaitu timbangan digital (Sartonus, New York), oven (Blue M, China), alumunium dish, sudip (analisis kadar air), pH meter (WalkLAB HP9010, Singapore) (analisis derajat keasaman), viskometer (Brookfield TV-10, Toki Sangyo co.ltd, Japan) (analisis viskositas), gelometer (GCA, Grace Instrument, USA), botol bloom (analisis kekuatan gel), termometer, kertas saring (analisis setting point), tanur (Neycraft, United States), SDS-PAGE (analisis distribusi bobot molekul).

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang berasal dari industri filet ikan patin yang disimpan pada suhu (-18±2ºC). Bahan lain yang dibutuhkan untuk penelitian, yaitu akuades (Toko Kimia Setia Guna, Bogor, ID) , air, NaOH (Merck, New Jersey, USA), dan asam sitrat komersial (Cap Gajah, Wongso Sukses Mandiri, Medan , Indonesia).

2.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap preparasi bahan baku dan tahap pembuatan gelatin.

2.3.1 Preparasi Bahan Baku

Kulit ikan patin yang digunakan untuk membuat gelatin berasal dari industri filet ikan patin di Kota Jakarta. Kulit ikan patin diterima dalam kondisi beku yang telah dikemas terlebih dahulu menggunakan kemasan plastik vakum, kemudian disimpan dalam kardus. Bahan baku tersebut diangkut menggunakan mobil sampai ke Bogor menggunakan coolbox. Kulit ikan patin tersebut kemudian disimpan dalam freezer bersuhu -18ºC sampai bahan baku dilakukan preparasi. Proses preparasi dilakukan dengan membersihkan kulit ikan patin menggunakan pisau. Kulit dibersihkan untuk menghilangkan sisa daging serta lemak yang menempel pada kulit. Setelah bersih, kulit kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih dan dipotong dengan ukuran ±1x1 cm menggunakan mesin pemotong kulit, hasil potongan kulit ikan patin kemudian dicuci kembali dengan air mengalir sampai bersih.

Potongan sampel kulit ikan disimpan dalam freezer dengan suhu -18ºC sampai

(20)

4

sampel siap digunakan. Sampel ditentukan nilai proksimatnya, meliputi kadar air, abu, lemak dan protein. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

2.3.2 Ekstraksi Gelatin (Agitya 2021 dengan modifikasi)

Bahan baku kulit ikan patin bersih ditimbang dan dimasukkan ke wadah toples. Kulit direndam menggunakan NaOH dan asam sitrat. Proses perendaman dilakukan menggunakan NaOH (0,05 M, 1:4 b/v) selama satu jam.

Kulit selanjutnya dilakukan penimbangan bobot dan pengukuran pH.

Kemudian dilakukan netralisasi hingga pH netral dan penimbangan bobot.

Kulit ikan patin selanjutnya direndam dalam larutan asam sitrat (0,3%, 1:5 b/v) selama 18 jam, dilanjutkan dengan penimbangan bobot dan pengukuran pH.

Kulit kemudian dilakukan netralisasi hingga pH netral dan penimbangan bobot.

Proses selanjutnya dilakukan ekstraksi menggunakan akuades dengan perbandingan 1:1 dengan suhu 65ºC selama 6, 8 dan 10 jam dengan mesin ekstraktor dengan kecepatan pengadukan 5 rpm. Hasil ekstraksi kulit ikan kemudian disaring menggunakan kain blacu dan kapas sampai didapatkan gelatin cair, kemudian dikeringkan menggunakan oven bersuhu 50ºC selama

±24 jam. Gelatin yang telah kering selanjutnya dilakukan penimbangan bobot dan dihaluskan menggunakan blender. Gelatin yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis rendemen, kadar air, kadar abu, pH, viskositas, kekuatan gel, setting point, distribusi bobot molekul, cemaran logam berat, dan asam amino.

Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

2.4 Prosedur Analisis

2.4.1 Analisis Kadar Air Kulit Ikan Patin (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar air bertujuan mengetahui jumlah kandungan air di dalam kulit ikan patin. Sampel kulit ikan patin sebanyak 1 g dikeringkan di dalam oven bersuhu 105ºC selama 3 jam. Sampel kemudian didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus berikut.

Kadar air (%) = 𝐵−𝐶

𝐵−𝐴 𝑥 100%

Keterangan :

A = berat cawan kosong (g)

B = berat cawan + sampel awal (g) C = berat cawan + sampel kering (g)

2.4.2 Analisis Kadar Abu Kulit Ikan Patin (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar abu diawali dengan mengeringkan cawan porselen di dalam oven bersuhu 105ºC selama 30 menit. Cawan didinginkan dan ditimbang bobotnya hingga konstan. Sampel kulit ikan patin sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan porselen kemudian dibakar pada kompor listrik hingga tidak berasap. Sampel beserta cawan porselen kemudian dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600oC selama 6 jam. Setelah proses berakhir, cawan porselen dan sampel didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang.

(21)

5

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian

Proksimat Kulit ikan patin

Pembersihan dan pemotongan kulit ± 1 x 1 cm

Kulit ikan patin bersih

Perendaman dengan NaOH 0,05 M 1:4 (b/v) selama 1 jam

Pencucian hingga pH netral (pH 6-7)

Perendaman dengan asam sitrat 0,3% 1:5 (b/v) selama 18 jam

Pencucian hingga pH netral (pH 6-7)

Gelatin cair

Pengeringan dengan oven pada suhu 50ºC selama 24 jam

Penghalusan dengan blender

Ekstraksi pada suhu 65ºC 1:1 (b/v) dengan waktu 6 jam; 8 jam; dan 10 jam

Penyaringan dengan kain blacu dan kapas

Gelatin serbuk

- Rendemen - Kadar air - Kadar abu - pH - Viskositas - Kekuatan gel - Setting point - Bobot molekul - Logam berat - Asam amino

(22)

6

Perhitungan kadar abu menggunakan rumus berikut.

Kadar abu (%): 𝐶−𝐴

𝐵−𝐴 𝑥 100%

Keterangan :

A = Berat cawan porselen kosong (g) B = Berat cawan dengan sampel awal (g)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

2.4.3 Analisis Kadar Lemak Kulit Ikan Patin (SNI 01-2891-1992)

Sampel kulit patin sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong dikeringkan pada oven bersuhu 80oC selama 1 jam. Selongsong kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet labu lemak berisi batu didih yang telah diketahui bobotnya. Ekstraksi menggunakan pelarut heksana selama 6 jam. Pelarut disuling kembali sedangkan lemak dikeringkan di dalam oven bersuhu 105ºC. Lemak kemudian didinginkan dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut.

Kadar lemak (%bb) = 𝑊1−𝑊2

𝑊 𝑥 100%

Kadar lemak (%bk) = kadar lemak bb

(100−kadar air (bb)) 𝑥 100%

Keterangan :

W = Berat sampel (g)

W1 = Berat labu lemak + lemak (g) W2 = Berat labu lemak kosong (g)

2.4.4 Analisis Kadar Protein Kulit Ikan Patin (AOAC 2005)

Analisis protein bertujuan mengetahui kandungan protein kasar pada sampel. Tahapan analisis kadar protein, terbagi menjadi tahap destruksi, destilasi, dan titrasi.

(a) Tahap destruksi

Sampel kulit ikan patin sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.

Tablet Kjeldahl sebanyak setengah buah ditambahkan beserta 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam pemanas bersuhu 410ºC. Proses destruksi berakhir sampai terbentuk larutan berwarna hijau bening.

(b) Tahap destilasi

Sampel kulit ikan patin yang telah didestruksi, kemudian dilarutkan pada labu takar 100 mL menggunakan akuades. Air bilasan dimasukkan juga ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 mL NaOH 40%. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 mL berisi larutan H3BO3

dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan bromocresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi biru.

(c) Tahap titrasi

(23)

7 Titrasi dilakukan dengan meneteskan HCl 0,1 N hingga warna larutan pada erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Perhitungan kadar protein menggunakan rumus berikut.

Nitrogen (%) = (mL HCl sampel − mL HCl blanko) x N HCl x 14 FP

mg sampel 𝑥 100%

Kadar protein (%bb) = % nitrogen x Fk

Kadar protein (%bk) = kadar protein (bb)

(100 − kadar air (bb)) x 100%

Keterangan :

N HCl = Normalitas HCl standar yang digunakan (0,1 N) Fk = Faktor konversi (6,25)

FP = Faktor pengenceran (10) 2.4.5 Rendemen Gelatin (AOAC 2005)

Rendemen merupakan persentase bobot gelatin kering yang dihasilkan yang dibandingkan dengan bobot kulit basah sebelum pretreatment.

Perhitungan rendemen dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Rendemen (%) = Berat kering gelatin (g)

Berat bahan baku kulit (g) × 100%

2.4.6 Kadar Air Gelatin (AOAC 2005)

Sampel gelatin sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam alumunium dish yang telah ditera. Sampel kemudian di oven selama 6 jam pada suhu 100ºC. Sampel selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang.

Perhitungan kadar air dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Kadar air (%) = B − C

B−A × 100%

Keterangan :

A = Berat wadah kosong (g) B = Berat wadah dan sampel (g)

C = Berat wadah dan sampel sesudah pengeringan (g) 2.4.7 Kadar Abu Gelatin (SNI 01-2891-1992)

Cawan porselen dikeringkan di dalam oven dengan 105ºC selama 30 menit. Cawan kemudian didinginkan dan ditimbang bobotnya hingga konstan.

Sampel gelatin sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan porselen kemudian dibakar pada kompor listrik hingga tidak berasap. Sampel beserta cawan porselen selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur selama 6 jam dengan suhu 600ºC. Tahap berikutnya cawan porselen dan sampel dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan selama 30 menit dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

(24)

8

Kadar abu (%): 𝐶−𝐴

𝐵−𝐴 𝑥 100%

Keterangan:

A = Berat cawan porselen kosong (g) B = Berat cawan dengan sampel awal (g)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g) 2.4.8 Viskositas Gelatin (Modifikasi Jamilah et al. 2011)

Analisis viskositas diawali dengan menimbang gelatin yang ditambah akuades dan dilarutkan pada suhu 60ºC hingga menjadi larutan gelatin 6,67%.

Larutan gelatin yang sudah larut kemudian diukur menggunakan alat viskometer TV-10 (Toki Sangyo co.ltd). Pengukuran dilakukan pada suhu 60oC menggunakan rotor nomor 1 dengan laju geser 60 rpm.

2.4.9 Derajat Keasaman (pH) Gelatin (GMIA 2019)

Sampel gelatin sebanyak 1,5% (b/v) dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL dan ditambahkan akuades. Sampel beserta akuades kemudian dipanaskan pada suhu 65°C hingga gelatin larut sempurna. Larutan gelatin didinginkan hingga mencapai suhu 25°C dan diukur derajat keasamannya dengan menggunakan pH meter.

2.4.10 Kekuatan Gel Gelatin (GMIA 2019)

Sampel gelatin sebanyak 6,67 g dimasukkan ke dalam botol bloom dan ditambahkan 100 mL akuades. Botol kemudian ditutup dengan menggunakan alumunium foil. Botol bloom dimasukkan ke dalam waterbath shaker dengan suhu 65ºC hingga gelatin larut. Botol kemudian dipindahkan pada coldbath dengan suhu 10ºC selama 17 jam. Bloom atau kekuatan gel diukur dengan gelometer.

2.4.11 Setting point Gelatin (Nurilmala et al. 2006 dengan modifikasi)

Larutan gelatin 10% sebanyak 50 mL dipanaskan pada waterbath shaker hingga suhu larutan mencapai 35ºC. Larutan gelatin kemudian dimasukkan ke dalam tube dan tube dimasukkan ke dalam gelas cylinder yang telah direndam air dengan suhu 15ºC. Potongan kertas saring dimasukkan sebagai indikator.

Larutan diaduk hingga gelatin mulai mengeras yang ditunjukkan dengan terbaliknya kertas saring.

2.4.12 Analisis Distribusi Bobot Molekul Gelatin (Nurilmala et al. 2017) Sampel gelatin sebanyak 2 mg dilarutkan dalam 1 mL SDS 5% dan dipanaskan pada suhu 85 °C selama 1 jam. Sampel lalu disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 12.400 rpm. Sebanyak 20 μ buffer sampel dipanaskan pada suhu 85ºC sebelum dimasukan ke dalam sumur gel. Sebanyak 5 mL separating gel dengan kandungan acrylamide 12% ditambahkan kemudian dimasukkan akuades 1 mL. Gel diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang hingga keras, kemudian akuades dibuang. Stacking gel ditambahkan sebanyak 1 mL dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 jam. Ekstrak protein yang telah didenaturasi dan marker 245 (BIO-RAD) dimasukkan ke dalam sumur

(25)

9 sebanyak 5 μL yang dihubungkan dengan arus listrik pada 100 V selama 3 jam, kemudian gel direndam dalam 25 mL larutan staining selama kurang lebih 2 jam dan dibilas dengan air, lalu direndam dengan 50 mL larutan destaining sampai pita protein terlihat jelas.

2.4.13 Analisis Cemaran Logam Berat Gelatin (18-13-1/MU/SMM-SIG, ICP- MS)

Sampel gelatin ditimbang sebanyak 0,5- 1,0 g ke dalam vessel. Kemudian, larutan 10 mL HNO3 pekat (khusus analit Sn tambahkan 2,5 mL HNO3 pekat dan 7,5 mL HCl pekat). Vessel ditutup dan dimasukkan ke dalam microwave digestion. Program disesuaikan dengan instruksi pengoperasian alat microwave (Ramp ke suhu 150ºC selama 10 menit, Hold pada suhu 150ºC selama 15 menit). Hasil destruksi dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL. Internal standar yttrium 100 mg/L ditambahkan secara terukur 0,50 mL. Kemudian, diencerkan dengan akuabides hingga tanda tera dan homogenkan. Larutan disaring dengan kertas saring. Larutan sampel diukur dalam sistem ICP OES. Perhitungan kadar logam/mineral dalam sampel menggunakan kurva kalibrasi standar dengan persamaan garis : Y= bx + a, dengan rumus sebagai berikut.

Kadar Logam (mg/kg) =

(𝐴𝑠𝑝𝑙−𝑎)

𝑏 𝑥 𝑉 𝑥 𝑓𝑝 𝑊𝑠𝑝𝑙 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑉𝑠𝑝𝑙

Keterangan :

ASpl = Intensitas sampel

a = Intercept dari kurva kalibrasi standar b = Slope dari kurva kalibrasi standar Fp = Faktor pengenceran sampel V = Volume labu akhir sampel (mL) WSpl = Bobot penimbangan sampel (gram) VSpl = Volume pemipetan sampel (mL)

2.4.14 Analisis Asam Amino Gelatin (18-5-17/MU/SMM-SIG,UPLC)

Analisis asam amino diawali dengan membuat satu titik konsentrasi standar asam amino disertai internal standar. Sampel gelatin ditimbang 0,1-1,0 g porsi uji ke dalam vial head space 20 mL. Hidrolisis dengan larutan HCl.

Hasil hidrolisis dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL. Kemudian ditambahkan akuabides hingga tanda tera lalu homogenkan. Larutan uji disaring dengan syringe filter 0,2 µm dan tampung filtrat. Tambahkan internal standar. Lanjutkan ke tahap derivatisasi. Injeksi larutan ke dalam sistem UPLC.

Perhitungan kadar asam amino dalam sampel dengan menggunakan perbandingan rasio area analit dengan internal standar, dengan rumus sebagai berikut.

Rasio standar atau sampel = 𝐴𝑠𝑝𝑙

𝐴𝐼𝑆

Kadar Asam Amino (mg/kg) =

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑥 1000000𝐶𝑠𝑡𝑑 𝑥 𝐵𝑀 𝑥 𝑉𝑎 𝑥 𝐹𝑝 𝑊𝑠𝑝𝑙 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑉𝑠𝑝𝑙

(26)

10

Keterangan :

ASpl = Luas area analit asam amino AIS = Luas area internal standar AABA BM = Bobot molekul asam amino (g/mol)

CStd = Konsentrasi larutan standar asam amino (ρmol/µL) Va = Volume akhir larutan uji (µL)

Fp = Faktor pengenceran WSpl = Bobot porsi uji (gram) VSpl = Volume porsi uji (mL)

2.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 2.5.1 Uji Normalitas (Walpole dan Ronald 1995)

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebar galat data yang digunakan untuk mengetahui sebaran galat data yang digunakan teridentifikasi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan yakni uji Saphiro-Wilk. Uji tersebut dilakukan untuk mengetahui galat data menyebar normal atau tidak.

Data yang memiliki nilai Pvalue≥α 0,05 menunjukkan data berdistribusi normal.

2.5.2 Uji Homogenitas (Walpole dan Ronald 1995)

Uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene, untuk mengetahui bahwa dua data atau lebih kelompok sampel yang digunakan berasal dari populasi yang mempunyai variansi homogen atau tidak. Data yang memiliki nilai Pvalue

≥ α 0,05 menunjukkan data homogen.

2.5.3 Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Walpole dan Ronald 1995)

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model RAL yang digunakan adalah :

Yij = μ + αi + εij

Keterangan:

Yijj = Nilai dari perlakuan waktu ekstraksi ke-i (6, 8 dan 10 jam)gdan ulangan ke-j (ulangan 1,2,3)

μ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan waktu ekstraksi ke-i (6, 8 dan 10 jam)

εij = Galat pengamatan pada perlakuan waktu ekstraksi ke-i (6, 8 dan 10 jam), dan ulangan ke-j (ulangan 1,2,3)

Hipotesis uji perbedaan perlakuan terhadap karakteristik fisik-kimia gelatin yang dihasilkan, yaitu:

H0 : Perbedaan waktu ekstraksi (6, 8 dan 10 jam) tidak berpengaruh terhadap karakteristik fisik-kimia gelatin ikan

H1 : Perbedaan jenis waktu ekstraksi (6, 8 dan 10 jam) berpengaruh terhadap karakteristik fisik-kimia gelatin ikan.

(27)

11 Jika analisis data menunjukkan adanya pengaruh nyata (P < 0,05) dengan selang kepercayaan 95% (α = 0,05) maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan dengan rumus sebagai berikut:

Rp = r, α, p, v √𝐾𝑇𝐺

𝑟

Keterangan :

Rp = Wilayah nyata terpendek

R = Ulangan

r, α, p, v = Nilai wilayah nyata Duncan KTG = Kuadrat Tengah Galat Uji

(28)

12

III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Kulit Ikan Patin Sebagai Bahan Baku Gelatin

Kulit ikan patin yang digunakan untuk ekstraksi gelatin diuji proksimatnya bertujuan mengetahui komponen gizi yang terkandung sebelum digunakan dalam pengolahan gelatin. Komponen proksimat yang dibutuhkan meliputi kadar air, abu, lemak dan protein. Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi proksimat kulit ikan patin

Parameter (%) Hasil penelitian

(P. hypophthalmus) P.hypophthalmus1 P. hypophthalmus2

Kadar air 61,31 ± 0,04 65,59 63,29 ± 0,05

Kadar abu 0,21 ± 0 0,19 0,94 ±0,14

Kadar lemak 4,90 ± 0,03 10,65 13,07 ± 0,40

Kadar protein 33,20 ± 0,08 18,96 23,23 ± 1,23

Keterangan : 1 Suptijah et al. (2018), 2 Sasidharan et al. (2020)

Hasil analisis proksimat pada Tabel 1 menunjukkan nilai tertinggi adalah kadar air dengan nilai 61,31±0,04%. Pada penelitian Suptijah et al. (2018) dan Sasidharan et al. (2020) berturut-turut mendapatkan hasil 65,59% dan 63,29±0,05%. Perbedaan hasil komposisi proksimat pada masing-masing penelitian dipengaruhi oleh habitat, kondisi habitat, dan pakan yang digunakan (Suwandi et al. 2014). Kadar air merupakan kandungan utama dalam tubuh ikan yang memiliki peran penting dalam proses metabolisme, transportasi, dan aktivitas vital lainnya di dalam tubuh (Hadinoto dan Idrus 2018). Kandungan kadar air yang tinggi dapat memengaruhi umur simpan karena berkaitan dengan aktivitas mikroba yang terjadi selama penyimpanan (Siburian et al. 2020).

Kadar protein kulit ikan patin hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan nilai 33,20±0,08%. Pada hasil penelitian kadar protein Suptijah et al. (2018) dan Sasidharan et al. (2020) berturut-turut mendapatkan hasil 18,96% dan 23,23±1,23%. Kadar protein berkaitan erat dengan kolagen pada suatu bahan.

Kolagen merupakan protein yang dihidrolisis secara parsial untuk pembuatan gelatin (Barman et al. 2020). Kadar protein yang cukup tinggi pada kulit ikan patin menunjukkan adanya potensi pengolahan lebih lanjut menjadi gelatin.

Hasil penelitian analisis kadar lemak pada Tabel 1 menunjukkan nilai 4,90±0,03%. Pada penelitian Suptijah et al. (2018) dan Sasidharan et al. (2020) berturut-turut mendapatkan hasil 10,65% dan 13,07±0,40%. Perbedaan kadar lemak dipengaruhi oleh bagian kulit tubuh yang diuji. Kandungan lemak tertinggi terdapat pada kulit di sekitar perut ikan (Dara et al. 2020). Kadar lemak berpengaruh terhadap efektivitas dan pengaplikasian (Suptijah et al. 2018).

Menurut Benjakul et al. (2012) bahwa kandungan lemak yang tinggi dapat memengaruhi warna dan waktu pengeringan pada gelatin. Upaya menghilangkan lemak dapat dilakukan melalui perendaman bahan baku pada larutan basa.

Kadar abu kulit ikan patin hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan nilai 0,21±0%. Pada penelitian lain Suptijah et al. (2018) dan Sasidharan et al. (2020) berturut-turut mendapatkan hasil 0,19% dan 0,94±0,14%. Kadar abu berkaitan erat dengan kandungan mineral pada suatu bahan (Suwandi et al. 2014). Menurut

(29)

13 Febriansyah et al. (2019) kadar abu juga ditentukan dengan metode yang digunakan, seperti proses penghilangan mineral sebelum ekstraksi gelatin dan menentukan besar kecilnya kadar abu gelatin.

3.2 Karakteristik Fisik-Kimia Gelatin Kulit Ikan Patin 3.2.1 Rendemen Gelatin

Rendemen merupakan persentase gelatin yang dihasilkan dari jumlah sampel kulit ikan patin yang digunakan dan dikalikan dengan nilai 100%. Total rendemen yang diperoleh merupakan indikator efisiensi proses produksi gelatin.

Nilai rendemen gelatin pada perlakuan perbedaan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Rendemen gelatin kulit ikan patin

Keterangan : a, b, c notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata antara taraf uji Duncan memiliki nilai 5

Data persentase rendemen gelatin menyebar normal sesuai dengan analisis Shapiro-Wilk (P>0,05) (Lampiran 1) dan bersifat homogen sesuai dengan analisis Levene (Lampiran 2). Hasil ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata perlakuan terhadap persentase rendemen gelatin yang dihasilkan (Lampiran 3), sehingga memerlukan uji lanjut Duncan (Lampiran 4). Perlakuan 6 jam memiliki nilai yang berbeda nyata terhadap perlakuan 8 jam dan 10 jam, sedangkan perlakuan 8 jam tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10 jam.

Rendemen gelatin kulit ikan patin hasil penelitian cenderung semakin menurun seiring dengan semakin lama waktu ekstraksi. Menurut penelitian Nurilmala (2006) waktu ekstraksi yang semakin lama dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan sehingga menyebabkan gelatin menjadi rusak dan rendemen menjadi turun. Hidrolisis lanjutan yang disebabkan oleh ion H+ yang tidak lagi menghidrolisis kolagen lagi dapat menyebabkan gelatin terhidrolisis lagi menjadi semiglutin dan hemokilin (Mustafa et al. 2020).

3.2.2 Derajat Keasaman (pH) Gelatin

Derajat keasaman (pH) adalah nilai tingkat keasaman dan kebasaan suatu larutan yang merupakan salah salah satu parameter kimia gelatin. Nilai pH menunjukkan aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut dalam suatu larutan

18,07 ± 0,17b 17,64±0,18a 17,45±0,24a

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00

6 8 10

Rendemen (%)

Waktu Ekstraksi (jam)

(30)

14

(Karangan et al. 2019). Penentuan nilai pH akan memengaruhi aplikasi gelatin pada suatu produk. Gelatin dengan pH netral akan bersifat stabil dan penggunaannya akan menjadi lebih luas (Astawan et al. 2002). Nilai pH gelatin dengan perlakuan perbedaan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Derajat keasaman gelatin kulit ikan patin

Keterangan : a, b, c notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata antara taraf uji Duncan memiliki nilai 5

Hasil derajat keasaman yang ditunjukkan pada Gambar 3 sudah memenuhi standar edible gelatin pada SNI 8622:2018 yang menyatakan bahwa pH gelatin ikan berada pada kisaran 3,8-7,5. Nilai pH yang dihasilkan juga telah memenuhi standar GMIA (2019) untuk pengaplikasian pada produk pangan. Nilai pH gelatin yang dihasilkan menyebar normal sesuai dengan analisis Shapiro-Wilk (P>0,05) (Lampiran 1) dan bersifat homogen sesuai dengan analisis Levene (Lampiran 2). Hasil ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata perlakuan terhadap nilai pH gelatin yang dihasilkan (Lampiran 3), sehingga tidak memerlukan uji lanjut Duncan (Lampiran 4). Nilai pH yang dihasilkan pada perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Menurut Mustafa et al. (2020) bahwa waktu ekstraksi yang semakin lama dapat menyebabkan lebih banyak ion H+ yang mudah melekat dan terlarut dalam larutan. Ion H+ dengan waktu kontak yang lebih lama akan lebih sukar dijernihkan dari gelatin sehingga menyebabkan masih tetap menetap pada gelatin. Selain itu, proses pencucian juga dapat memengaruhi pH gelatin karena tujuan dari pencucian untuk menghilangkan sisa asam dan mencegah penguraian lebih lanjut terhadap gelatin. Pencucian yang tidak optimal berpotensi menyisakan asam, sehingga pH yang dihasilkan akan lebih rendah dan tidak memenuhi standar (Kusumawati et al. 2008).

3.2.3 Viskositas Gelatin

Viskositas merupakan salah satu parameter mutu gelatin yang menunjukkan daya aliran molekul pada suatu larutan yaitu air, cairan organik sederhana dan suspense encer. Uji viskostias penting untuk dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan gelatin sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Nilai viskositas gelatin sangat berpengaruh terhadap sifat gel, pada titik pembentukan gel dan titik leleh gel. Nilai yang tinggi akan

5,69 ± 0,37a 5,51± 0,49a 5,73± 0,25a

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

6 8 10

Derajat Keasaman

Waktu Ekstraksi (jam)

(31)

15 menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel dengan cepat daripada viskositas rendah (Hasdar dan Rahmawati 2016). Nilai viskositas gelatin pada perlakuan perbedaan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Viskositas gelatin kulit ikan patin

Keterangan : a, b, c notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata antara taraf uji Duncan memiliki nilai 5

Hasil viskositas gelatin yang ditunjukkan oleh Gambar 4, memiliki nilai 49,33–63 mps. Seluruh gelatin yang dihasilkan memenuhi standar gelatin ikan menurut SNI 8622: 2018 yaitu minimum 15 mps (BSN 2018). Gelatin yang dihasilkan juga sudah memeneuhi persyaratan GMIA berada pada kisaran suhu 65-80ºC, menghasilkan gelatin dengan viskositas 15-75 mps (GMIA 2019).

Data viskositas gelatin menyebar normal sesuai dengan analisis Shapiro-Wilk (P>0,05) (Lampiran 1) dan bersifat homogen sesuai dengan analisis Levene (Lampiran 2). Hasil ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada perlakuan, terhadap viskositas gelatin yang dihasilkan (Lampiran 3), sehingga memerlukan uji lanjut Duncan (Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa, perlakuan 6 jam, 8 jam dan 10 jam saling berbeda nyata.

Viskositas hasil penelitian mengalami peningkatan pada saat waktu ekstraksi 6 jam ditingkatkan menjadi 8 jam. Viskositas mengalami penurunan pada saat waktu ekstraksi ditingkatkan menjadi 10 jam. Hasil viskositas tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan penelitian Nurilmala et al. (2021) yang menghasilkan viskositas gelatin kulit ikan patin sebesar 61,66±4,50 mps pada ekstraksi dengan suhu 65ºC. Hal ini dikarenakan waktu ekstraksi yang ditingkatkan akan membuka struktur dari rantai asam amino dan akan menyebabkan rantai menjadi lebih pendek dan viskositas menurun (Pradarameswari et al. 2017). Viskositas juga dapat dipengaruhi oleh distribusi molekul. Berat molekul yang meningkat dapat menyebabkan distrbusi molekul gelatin dalam larutan melambat sehingga nilai viskositas yang dihasillkan semakin tinggi (Mariod dan Adam 2013).

3.2.4 Kekuatan Gel Gelatin

Kekuatan gel merupakan parameter utama yang menentukan kualitas gelatin. Kekuatan gel sangat penting dalam penentuan perlakuan perlakuan yang terbaik dalam proses ekstraksi gelatin, karena parameter yang

56,00± 1,00b 63,00± 2,00c

49,33± 1,53a

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

6 8 10

Viskositas (mps)

Waktu Ekstraksi (jam)

(32)

16

menunjukkan kemampuan mengubah cairan menjadi padatan atau gel (Ayudiarti et al. 2020). Sifat inilah yang membuat gelatin sangat luas penggunaannya, baik di industri pangan maupun non-pangan Analisis kekuatan gel penting dilakukan karena merupakan satu indikator gelatin untuk diaplikasikan pada produk turunannya (GMIA 2019). Hasil penelitian terhadap kekuatan gel gelatin pada perlakuan perbedaan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kekuatan gel gelatin kulit ikan patin

Keterangan : a, b, c notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata antara taraf uji Duncan memiliki nilai 5

Kekuatan gel hasil penelitian, yang ditunjukkan oleh Gambar 5 berkisar antara 88,447-204,688 bloom. Hasil ini telah sesuai dengan SNI 8622-2018 yang menyebutkan bahwa kekuatan gel minimal 75 bloom (BSN 2018). Hasil penelitian juga telah memenuhi standar GMIA untuk edible gelatin yang menyatakan bahwa kekuatan gel gelatin yaitu 50-300 bloom (GMIA 2019).

Data kekuatan gel gelatin menyebar normal sesuai dengan analisis Shapiro- Wilk (P>0,05) (Lampiran 1) dan bersifat homogen sesuai dengan analisis Levene (Lampiran 2). Hasil ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%

menunjukkan, bahwa terdapat perbedaan nyata perlakuan terhadap kekuatan gel gelatin yang dihasilkan (Lampiran 3), sehingga memerlukan uji lanjut Duncan (Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa, perlakuan 6 jam , 8 jam dan 10 jam saling berbeda nyata.

Hasil pengujian kekuatan gel menunjukkan kekuatan gel yang optimal diperoleh pada perlakuan waktu ekstraksi 8 jam. Perlakuan 6 jam dan 8 jam kekuatan gel gelatin cenderung meningkat, sedangkan pada perlakuan 10 jam cenderung menurun. Menurut Karim dan Bhat (2009) bahwa selama proses konversi kolagen menjadi gelatin terdapat ikatan antar dan intra molekul menghubungkan rantai kolagen dan beberapa ikatan peptida akan rusak.

Semakin lama waktu ekstraksi, semakin terhidrolisis rantai peptida maka semakin tinggi kekuatan gel. Kekuatan gel juga dapat dipengaruhi oleh nilai pH. Nilai pH yang mendekati titik isoelektrik akan membentuk rantai protein yang lebih netral, sehingga polimer gelatin lebih dekat satu sama lain dan kekuatan gel meningkat (See et al. 2010).

158,45±6,28a

204,69±4,52c

88,45±6,90b

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00

6 8 10

Kekuatan Gel (bloom)

Waktu Ekstraksi (jam)

(33)

17 3.2.5 Setting Point Gelatin

Gelatin merupakan polimer yang mampu membentuk gel reversible di dalam air seiring dengan naik dan turunnya suhu lingkungan. Setting point merupakan suhu yang menunjukkan gelatin berubah bentuk dari cair menjadi gel. Titik gel pada gelatin akan menentukan penerapannya pada produk pangan ataupun non pangan (Zulkifli et al. 2014). Analisis setting point berfungsi untuk menentukan suhu yang dapat mengubah gelatin ke bentuk gel. Nilai setting point yang dihasilkan pada penelitian dapat dilihar pada Gambar 6.

Gambar 6 Setting point gelatin kulit ikan patin

Keterangan : a, b, c notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata antara taraf uji Duncan memiliki nilai 5

Hasil pengujian setting point gelatin yang ditunjukkan Gambar 6 sesuai dengan Karim dan Bhat (2009) yang menyatakan bahwa, rentang setting point pada gelatin ikan adalah antara 8-25℃. Data setting point gelatin menyebar normal sesuai dengan analisis Shapiro-Wilk (P>0,05) (Lampiran 1) dan bersifat homogen sesuai dengan analisis Levene (Lampiran 2). Hasil ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata perlakuan terhadap setting point gelatin yang dihasilkan (Lampiran 3), sehingga memerlukan uji lanjut Duncan (Lampiran 4). Perlakuan 6 jam dan 10 jam menghasilkan setting point dengan nilai yang tidak berbeda nyata, namun perlakuan 8 jam memiliki nilai yang berbeda nyata.

Nilai setting point tertinggi terdapat pada perlakuan waktu ekstraksi 8 jam. Nilai setting point dapat dipengaruhi oleh perbedaan jumlah asam amino glisin, prolin, dan hidroksiprolin (Jaziri et al. 2019). Kandungan asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin yang rendah pada gelatin dapat menyebabkan hilangnya ikatan hidrogen dari gelatin terhadap air dalam larutan, sehinggal titik gel gelatin akan menurun (Utama 1997). Titik gel berbanding lurus dengan suhu titik leleh. Jika titik gelnya rendah maka titik lelehnya juga rendah, demikian sebaliknya (Nurilmala 2004). Menurut Trilaksani et al. (2012) setting point juga dapat dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin dalam larutan, pH dan bobot molekul.

3.2.6 Kadar Air Gelatin

Kadar air menunjukkan jumlah kandungan air yang terkandung didalam gelatin. Kadar air memengaruhi penampakan , tekstur, cita rasa dan masa

18,78± 0,35a 20,83±0,83b 18,22±0,35a

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00

6 8 10

Setting Point (ºC)

Waktu Ekstraksi (jam)

(34)

18

simpan pada suatu produk pangan (Lombu et al. 2015). Air memiliki peran sebagai salah satu faktor yang memengaruhi aktivitas metabolisme yaitu aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi seperti terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non-enzimatis sehingga dapat menimbulkan perubahan sifat organoleptik dan nilai gizinya (Setiawati 2009). Kadar air juga dapat memengaruhi derajat keawetan gelatin. Hal ini dikarenakan gelatin termasuk golongan senyawa hidrokoloid larut air yang dapat menyerap air dalam jumlah yang cukup besar, sehingga gelatin bersifat higroskopis atau dapat menyerap air dari lingkungan (Yenti et al. 2015). Kadar air pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kadar air gelatin kulit ikan patin

Keterangan : a, b, c notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata antara taraf uji Duncan memiliki nilai 5

Hasil pengujian kadar air yang ditunjukkan pada Gambar 7 berkisar dari 10,056-10,337%. Hasil tersebut sudah sesuai dengan standar SNI 8622-2018 yang menyebutkan bahwa kadar air maksimal pada gelatin ikan adalah 12%

(BSN 2018) serta standar FAO yang menyebutkan bahwa kadar air maksimal 18% (JECFA 2004). Data kadar air gelatin menyebar normal sesuai dengan analisis Shapiro-Wilk (P>0,05) (Lampiran 1) dan bersifat homogen sesuai dengan analisis Levene (Lampiran 2). Hasil ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada perlakuan (Lampiran 3), terhadap kadar air gelatin yang dihasilkan, sehingga tidak memerlukan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada (Lampiran 4).

Hasil kadar air pada gelatin kulit ikan patin pada penelitian tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Nasution et al. (2018) yaitu kadar air gelatin kulit ikan patin senilai 9,80%. Tinggi atau rendahnya kadar air gelatin dapat dipengaruhi oleh suhu pengeringan, lama waktu pengeringan, serta alat pengeringan (Saputra et al. 2015). Selain itu, faktor perendaman asam yang lebih lama dapat menyebabkan semakin banyak asam yang terdifusi ke dalam struktur jaringan kolagen sehingga struktur kolagen terbuka dan menyebabkan ikatan air terhadap kolagen lemah. Hal inilah yang membuat air dapat lebih mudah menguap selama proses pengeringan sehingga kadar air menurun (Astawan et al. 2002).

10,34 ± 0,13a 10,23± 0,18a 10,06± 0,30a

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

6 8 10

Kadar Air (%)

Waktu Ekstraksi (jam)

(35)

19 3.2.7 Kadar Abu Gelatin

Kadar abu merupakan komposisi kimia pada suatu bahan yang berkaitan dengan mineral atau zat anorganik. Kadar abu mencirikan mineral, kemurnian, bahkan kebersihan suatu produk yang dihasilkan (Gunawan et al. 2017). Besar kecilnya kadar abu gelatin dapat berpengaruh pada proses perendaman bahan baku dan tingginya konsentrasi asam membuat kalsium larut pada asam semakin banyak dan kadar abu semakin rendah (Syahraeni et al. 2017).

Pengujian kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral dari suatu bahan serta untuk mengetahui kemurnian suatu bahan pangan. Kadar abu yang sedikit menunjukkan mineral atau kandungan anorganik didalamnya sedikit Kadar abu gelatin dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kadar abu gelatin kulit ikan patin

Keterangan : a, b, c notasi huruf serupa berarti tidak ada perbedaan nyata antara taraf uji Duncan memiliki nilai 5

Hasil pengujian kadar abu yang ditunjukkan pada Gambar 8 berkisar dari 0,220 - 0,261%. Hasil tersebut sudah sesuai dengan standar SNI 8622-2018 yang menyebutkan bahwa kadar abu maksimal 3% (BSN 2018) serta GMIA (2019) yang menyebutkan bahwa kadar abu maksimal pada gelatin sebesar 2%.

Data kadar abu gelatin menyebar normal sesuai dengan analisis Shapiro-Wilk (P>0,05) (Lampiran 1) dan bersifat homogen sesuai dengan analisis Levene (Lampiran 2). Hasil ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata perlakuan terhadap kadar abu gelatin yang dihasilkan (Lampiran 3), sehingga tidak memerlukan uji lanjut Duncan (Lampiran 4).

Nilai kadar abu terendah terdapat pada perlakuan waktu ekstraksi 10 jam.

Besar kecilnya kadar abu dapat ditentukan dari proses pencucian atau demineralisasi, semakin banyak mineral yang larut maka kadar abu akan semakin rendah (Setiawati 2009). Kadar abu yang tinggi dapat menurunkan mutu gelatin karena mengganggu terbentuknya gel, sehingga kekuatan gel akan menurun (Saputra et al. 2015). Kadar abu pada penelitian gelatin kulit ikan patin hasil penelitian tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan hasil penelitian Nurilmala et al. (2021) yaitu kadar abu kulit ikan patin 0,39±0,05%, kulit ikan nila 0,46±0,05% dan kulit ikan tuna 0,13±0,05%.

0,23 ± 0,12a

0,26± 0,03a

0,22± 0,11a

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40

6 8 10

Kadar Abu (%)

Waktu Ekstraksi (jam)

(36)

20

3.2.8 Asam Amino Gelatin

Pengujian asam amino dilakukan untuk mengetahui komposisi asam amino yang terkandungan pada gelatin gelatin kulit ikan patin. Asam amino adalah unit terkecil pembentuk dan komponen penyusun protein. Asam amino terbagi menjadi asam amino esensial dan asam amino non-esensial. Asam amino non-esensial dapat diproduksi dalam tubuh, sedangkan asam amino esensial tidak dapat diproduksi dalam tubuh sehingga harus ditambahkan melalui makanan. Kandungan asam amino pada ikan berbeda-beda dikarenakan faktor habitat, jenis ikan, musim dan kondisi lingkungan perairan (Peng et al. 2013). Analisis asam amino yang dilakukan pada gelatin kulit ikan patin dengan kekuatan gel tertinggi yaitu pada perlakuan waktu ekstraksi 8 jam. Komposisi asam amino gelatin kulit ikan patin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Asam amino gelatin kulit ikan patin

Jenis Asam Amino (%) Gelatin Kulit Ikan Patin

(Waktu Ekstraksi 8 jam) Asam amino esensial

Treonin 3,13 ± 0,01

Histidin 0,72 ± 0,01

Fenilalanin 1,93 ± 0,01

Isoleusin 1,47 ± 0,01

Valin 2,44 ± 0,01

Arginin 9,78 ± 0,04

Lisin 3,15 ± 0,01

Leusin 2,78 ± 0,02

Tirosin 0,43 ± 0,01

Asam amino nonesensial

Serin 3,78 ± 0,01

Asam Glutamat 8,35 ± 0,03

Alanin 8,99 ± 0,06

Asam Aspartat 4,26 ± 0,02

Prolin 11,72 ± 0,02

Hidroksiprolin 3,06 ± 0,00

Glisin 24,11 ± 0,08

Komposisi asam amino pada Tabel 2 menunjukkan asam amino esensial dan asam amino non-essensial pada gelatin kulit ikan patin dengan perlakuan waktu ekstraksi 8 jam. Komposisi asam amino tertinggi terdapat pada asam amino glisin (24,11±0,08) , kemudian asam amino lainnya dengan persentase tinggi yaitu prolin (11,72±0,02), arginin (9,78±0,04) dan alanin (8,99±0,06).

Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Saputra et al. (2015) bahwa gelatin kulit ikan patin memiliki asam amino glisin (21,08%), prolin (10,90%) , arginin (11,89%) dan alanain (9,67%).

Asam amino glisin yang memiliki persentase tertinggi sesuai dengan penelitian Ward dan Courts (1977) bahwa karakteristik utama penyusun gelatin yaitu asam amino glisin. Kandungan glisin pada gelatin sangat berperan penting dalam pengikatan air (Pranoto et al. 2011). Selain itu, asam amino glisin memiliki fungsi sebagai anti-inflamasi, antioksidan, serta meningkatkan sistem imun (Wang et al. 2013). Asam amino lainnya sebagai sebagai penyusun gelatin yaitu prolin dan hidroksiprolin. Hidroksiprolin adalah turunan dari prolin yang diperoleh dari proses hidroksilasi prolin (Suryanti et al. 2017).

(37)

21 Asam amino prolin dan hidroksiprolin dapat berperan dalam stabilitas sturktural molekul kolagen triple-helix melalui ikatan hidrogen antara molekul air bebas dan gugus hidroksil prolin dan hidroksiprolin (Balti et al. 2011).

Menurut Wu et al. (2011) asam amino prolin juga berperan dalam sintesis dan struktur protein mempercepat penyembuhan luka, sebagai antioksidan dan respon imun. Satu asam amino esensial yang hampir tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptopan (Hastuti dan Sumpe 2007).

3.2.9 Distribusi Bobot Molekul

Salah satu parameter yang menentukan sifat gelatin yang dihasilkan adalah distribusi bobot molekul. Bobot molekul gelatin dianalisis menggunkaan prinsip Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamid Gel Electrophoresis (SDS-PAGE). SDS-PAGE merupakan teknik untuk mengetahui bobot molekul protein dengan memisahkan rantai polipeptida berdasarkan kemampuannya untuk bergerak dalam arus listrik. Hasil analisis distribusi bobot molekul dapat diamati pada Gambar 9.

Gambar 9 Distribusi bobot molekul gelatin kulit ikan patin (Larutan SDS 5%)

Keterangan : M = Marker, A = waktu ekstraksi 6 jam, B = waktu ekstraksi 8 jam, C = waktu ekstraksi 10 jam

Hasil analisis distribusi bobot molekul gelatin pada Gambar 9 didapatkan dari pengolahan marker dan diproses pada software “photocape” menunjukkan gelatin mengandung dua rantai α dan β. Hasil SDS-PAGE pada perlakuan (A) yaitu β 245,328 kDa, α1 128,339 kDa, dan α2 117,237 kDa. Bobot molekul gelatin pada perlakuan (B) masing-masing yaitu β 256,250 kDa, α1 130,441 kDa, dan α2 118,208 kDa. Bobot molekul gelatin pada perlakuan (C) yaitu adalah β 268,750 kDa, α1 133,632 kDa, dan α2 121,172 kDa. Hasil distribusi bobot molekul gelatin kulit ikan patin mirip dengan ikan tuna sirip kuning yang memiliki berat molekul β 250 kDa , α1 129,67 kDa, dan α2 116,364 kDa (Nurilmala et al. 2017), serta dengan ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) dengan hasil bobot molekul α1 117 kDa, α2 107 kDa dan β 200 kDa (Zhang et al. 2011). Hasil distribusi bobot molekul yang didapatkan dengan

(38)

22

perlakuan waktu ekstraksi memiliki bobot molekul yang besar. Menurut Gómez dan Montero (2001) hal ini dapat disebabkan molekul protein pada rantai kolagen terurai menjadi ukuran yang lebih kecil.

3.3 Cemaran Logam Berat Gelatin Kulit Ikan Patin

Analisis komposisi kimia logam berat gelatin kulit ikan patin dilakukan untuk menjamin keamanan produk dari cemaran logam yang dapat membahayakan . Cemaran logam berat yang dianalasis yaitu keberadaan logam berat arsen (As), merkuri (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Hasil analisis cemaran logam berat gelatin kulit ikan patin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Cemaran logam berat gelatin kulit ikan patin

Jenis Logam Hasil Penelitian (Gelatin Kulit Ikan

Patin)

Gelatin Kulit Ikan Sapu-Sapu1

Gelatin Kulit Ikan Cucut2

Arsen (As) Tidak terdeteksi - Tidak terdeteksi

Kadmium (Cd) Tidak terdeteksi 2,49 mg/kg -

Merkuri (Hg) Tidak terdeteksi 0,012 mg/kg Tidak terdeteksi

Timbal (Pb) Tidak terdeteksi 11,10 mg/kg Tidak terdeteksi

Keterangan : 1Hermanto et al. (2014), 2Astawan dan Aviana (2003)

Hasil analisis logam berat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa logam berat arsen (As), merkuri (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd) tidak terdeteksi, tetapi pada penelitian Hermanto et al. (2014) terdeteksi logam berat yaitu kadmium (Cd) sebesar 2,49 mg/kg, merkuri (Hg) sebesar 0,012 mg/kg dan timbal (Pb) sebesar 11,10 mg/kg. Cemaran logam berat dipengaruhi oleh habitat, kemampuan akumulasi dan penyerapan (Monalisa et al. 2013). Habitat hidup ikan memengaruhi cemaran logam dalam tubuh ikan tersebut, yang dipengaruhi oleh adanya aktivitas industri serta pertanian yang menghasilkan limbah, sehingga logam berat terakumulasi dalam tubuh ikan dan akan terjadi biomagnifikasi secara langsung ataupun tidak langsung pada kesehatan manusia (Sulistiono et al. 2018).

Menurut Hadinoto dan Setyadewi (2020) cemaran logam berat juga dipengaruhi oleh kebiasaan ikan mencari makan (feeding habits) yang memengaruhi proses masuknya logam berat ke dalam tubuh ikan . umumnya ikan mencari makan pada tempat yang terdapat banyak unsur hara.

Keberadaan logam berat arsen (As), merkuri (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada bahan pangan sangat membahayakan kesehatan apabila jumlah cemaran logam yang terdapat dalam bahan pangan tersebut sudah melebihi ambang batas yang diperbolehkan untuk dikonsumsi. Baloch et al. (2020) menjelaskan cemaran logam timbal dapat mengganggu sistem reproduksi pria dengan menurunkan kualitas sel reproduksi pada pria. Paparan timbal juga dapat menurunkan hemoglobin jika konsentrasi timbal dalam darah tinggi dan akan meningkatkan risiko penyakit anemia (Liu et al. 2011). Batasan maksimum cemaran logam berat As pada produk gelatin ikan yaitu 0,5 mg/kg ,Hg sebesar 0,1 mg/kg , Pb sebesar 1,5 mg/kg, dan Cd yaitu 0,1 mg/kg menurut SNI 8622-2018 tentang gelatin ikan terdapat pada Lampiran 5. Hasil yang diperoleh sudah memenuhi standar dan dapat diaplikasikan untuk pengolahan gelatin selanjutnya.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada saat sinyal feedback lebih besar dari pada sinyal referensi, maka tegangan komparator ekivalen

Hasil pada tabel 3 menunjukkan semua dimensi yang ada pada GEQ Social Presence Module memiliki nilai α &gt; 0.7 yang membuktikan seluruh pernyataan yang terdapat

Karena pegalamatan IPv6 dapat memetakan alamat yang sama sesuai dengan yang di-request oleh sebuah sistem yang menerima data dari neighbor yang pertama, maka

Hasil penelitian ini adalah (1) pada umumnya pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM) telah diterapkan di SMPN 1 Parigi pada mata

Menurut Mamede Ema pecahan merupakan salah satu konsep kompleks tetapi sangat dibutuhkan dalam pembelajaran siswa di sekolah dasar SD.8 Wastenskow menjelaskan, konsep dasar pecahan

Pekerja tetap adalah orang yang bekerja pada perusahaan/usaha dengan menerima upah/gaji secara tetap, tidak tergantung pada absensi/kehadiran pekerja tersebut dan biasanya

kepada siswa kelas 2 dan 3 sekolah dasar melalui media origami ini telah dilakukan sebagai kegiatan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan

lahir spontan, sianosis pada bibir, lahir spontan, sianosis pada bibir, takipneu, bayi menggigil, tidak  takipneu, bayi menggigil, tidak  langsung menangis, tonus otot