• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Kairomon dan Jumlah Perangkap Terhadap Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (SPKS) Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) di Kebun Marihat PTPN IV, Pematang Siantar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Uji Efektivitas Kairomon dan Jumlah Perangkap Terhadap Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (SPKS) Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) di Kebun Marihat PTPN IV, Pematang Siantar."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS KAIROMON DAN JUMLAH PERANGKAP TERHADAP POPULASI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT (SPKS)

Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) DI KEBUN MARIHAT PTPN IV, PEMATANG SIANTAR

SKRIPSI

OLEH:

MIRNA ANGELINA TURNIP 110301128

AGROEKOTEKNOLOGI/HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UJI EFEKTIVITAS KAIROMON DAN JUMLAH PERANGKAP TERHADAP POPULASI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT (SPKS)

Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) DI KEBUN MARIHAT PTPN IV, PEMATANG SIANTAR

SKRIPSI

OLEH:

MIRNA ANGELINA TURNIP 110301128

AGROEKOTEKNOLOGI/HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul : Uji Efektivitas Kairomon dan Jumlah Perangkap Terhadap Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (SPKS) Elaeidobius kamerunicus Faust

(Coleoptera: Curculionidae) di Kebun Marihat PTPN IV, Pematang Siantar.

Nama : Mirna Angelina Turnip

Nim : 110301128

Prodi : Agroekoteknologi

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

(4)

ABSTRAK

Mirna Angelina Turnip, “Uji Efektivitas Kairomon dan Jumlah Perangkap Terhadap Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) di kebun Marihat PTPN IV, Pematang Siantar”, di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Syahrial Oemry. Kumbang E.

kamerunicus merupakan serangga penyerbuk yang penting dan sangat efektif pada tanaman kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menguji beberapa konsentrasi kairomon dan jumlah perangkap yang efektif dalam penghitungan populasi E.

kamerunicus di Kebun Marihat PTPN IV, Pematang Siantar. Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar bekerjasama dengan PTPN IV. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan empat ulangan. Faktor pertama adalah jumlah perangkap/ha (1 dan 2 perangkap/ha) sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi kairomon (kontrol, 0,5, 1,0 dan 1,5 ml).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi kairomon sintetik berpengaruh nyata terhadap jumlah E. kamerunicus jantan dan betina. Efisiensi perangkap kairomon sintetik terdapat pada perlakuan perangkap 2 buah dan konsentrasi 1,0 ml sebesar 1,1967% dengan jumlah bunga jantan anthesis sebanyak 8,69 tandan/ha dan bunga betina 5,94 tandan/ha. Hasil ini menunjukan apabila kita menggunakan perangkap 2 buah dan konsentrasi 1,0 ml didapat E. kamerunicus sebanyak 731,75 ekor/ha, maka dapat diprediksi rata-rata kerapatan populasinya di lapangan adalah 61147,32 ekor/ha.

Kata Kunci : E. kamerunicus, jumlah perangkap, konsentrasi kairomon sintetik, kelapa sawit

(5)

ABSTRACT

Mirna Angelina Turnip, “The Effectiveness of Kairomone and Number of Trap on Insect Pollinators Population Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:

Curculionidae) in Marihat plantation PTPN IV, Pematang Siantar” Supervised by Maryani Cyccu Tobing dan Syahrial Oemry. Weevil, E. kamerunicus is a main and effective pollinator in oil palm plantation. This research was to study the effectiveness concentration kairomone and number of trap in calculating the population of E. kamerunicus in plantation of Marihat PTPN IV, Pematang Siantar.

This research was conducted at Center of Oil Palm Research, Marihat, Pematang Siantar and collaboration with PTPN IV. The method used Factorial Randomized Block Design (RBD) with two factors and four replications. The first factor was number of trap (1 and 2 trap/ha) and the second factor was concentration of kairomone (control, 0,5, 1,0 and 1,5 ml).

The results showed that the treatment concentrations of kairomone synthetic significant effect to the number of E. kamerunicus males and females. The efficiency of treatment synthetic kairomone with number of trap 2 peaces and concentration of kairomone 1,0 ml was 1,1967% which found male flowers of oil palm was 8,69 bunches/ha and female flowers was 5,94 bunches/ha. This calculation showed that if we trapped E. kamerunicus by number of trap 2 peaces and concentration of kairomone 1,0 ml was 731,75 adults/ha, than we could estimate that the density was 61147,32 adults/ha.

Keywords : E. kamerunicus, number of trap, concentration kairomone synthetic, palm oil

(6)

RIWAYAT HIDUP

Mirna Angelina Turnip, lahir pada tanggal 05 Maret 1993 di Parbungaan Kecamatan Dolok Pardamean, putri dari Ayahanda Manumpak Turnip dan Ibunda Lamhot Tionida Sihombing. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Lulus dari SMA Swasta RK Bintang Timur Pematang Siantar pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN tertulis.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi dan tercatat sebagai anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi) Fakultas Pertanian USU tahun 2011-2016, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Kristen (KMK) USU UP FP tahun 2011-2016.

Selama menjadi mahasiswa, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Kebun Bukit Udang anak parusahaan dari PT. Permata Hijau Group.

Kecamatan Mananti, Kabupaten Padang Lawas. Melakukan penelitian skripsi di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar pada bulan November-Desember 2015.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas Kairomon dan Jumlah Perangkap Terhadap Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) di Kebun Marihat PTPN IV, Pematang Siantar” merupakan salah salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda Manumpak Turnip dan Ibunda Lamhot Tionida Sihombing yang telah membesarkan, memberi perhatian dan dukungan. Kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Dra.

Maryani Cyccu Tobing, MS. selaku Ketua dan Ir. Syahrial Oemry, MS. selaku Anggota yang telah memberi kritik dan saran dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Terimakasih juga disampaikan kepada Direktur PPKS yang telah memberikan fasilitas penelitian dan tim peneliti Proteksi Tanaman yang memberikan arahan kepada penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi sumber referensi bagi kita semua.

Medan, Juli 2016

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit ... 5

Serangga Penyerbuk (E. kamerunicus) (Coleoptera: Curculionidae) ... 6

Biologi ... 7

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerbukan Kelapa Sawit ... 8

Kairomon Sintetik ... 10

Perangkap Kuning Berperekat ... 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pernelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Survei kebun ... 15

Persiapan perangkap kairomon sintetik ... 15

Pemasangan perangkap kairomon sintetik ... 15

Penghitungan jumlah bunga jantan dan betina kelapa sawit ... 16

Penghitungan populasi E. kamerunicus pada bunga jantan ... 17

Penghitungan populasi E. kamerunicus pada bunga betina ... 17

Efisiensi perangkap kairomon sintetik ... 18

Analisis data ... 18

Peubah Amatan ... 18 Jumlah E. kamerunicus jantan dan betina yang terperangkap

(9)

Populasi E. kamerunicus/ha pada spikelet bunga jantan

kelapa sawit ... 18

Populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina kelapa sawit dengan perangkap kuning berperekat ... 19

Efisiensi perangkap kairomon sintetik ... 19

Data Pendukung ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah E. kamerunicus yang terperangkap kairomon ... 20

E. kamerunicus jantan ... 20

E. kamerunicus betina ... 22

Populasi E. kamerunicus/ha pada spikelet bunga jantan kelapa sawit ... 25

Populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina kelapa sawit dengan perangkap kuning berperekat ... 27

Efisiensi perangkap kairomon sintetik ... 28

Data pendukung ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32

Saran ... 32 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hlm

1. Persiapan perangkap kairomon sintetik ... 15

2. Pemasangan perangkap kairomon sintetik ... 16

3. Bagan peletakan kairomon sintetik ... 16

4. Penghitungan populasi pada spikelet bunga jantan ... 17

5. Perangkap kuning berperekat pada bunga betina ... 18

6. Grafik perbandingan E. kamerunicus jantan dan betina yang terperangkap kairomon ... 24

(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Hlm 1. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap kairomon sintetik ... 21 2. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap kairomon sintetik ... 23 3. Populasi E. kamerunicus/ha pada spikelet bunga jantan ... 26 4. Populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina dengan perangkap

kuning berperekat ... 27 5. Efisiensi perangkap kairomon sintetik ... 29 6. Data jumlah E. Kamerunicus, suhu, curah hujan dan kelembaban nisbi ... 30

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hlm

1. Bagan penelitian ... 37

2. Peta lahan penelitian ... 38

3. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 2 hsp ... 39

4. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 4 hsp ... 40

5. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 6 hsp ... 41

6. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 8 hsp ... 42

7. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 10 hsp ... 43

8. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 12 hsp ... 44

9. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 14 hsp ... 45

10. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 16 hsp ... 46

11. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 18 hsp ... 47

12. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 20 hsp ... 48

13. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 22 hsp ... 49

14. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 24 hsp ... 50

15. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 26 hsp ... 51

16. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap 28 hsp ... 52

17. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 2 hsp ... 53

18. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 4 hsp ... 54

19. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 6 hsp ... 55

20. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 8 hsp ... 56

21. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 10 hsp ... 57

22. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 12 hsp ... 58

(13)

24. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 16 hsp ... 60

25. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 18 hsp ... 61

26. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 20 hsp ... 62

27. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 22 hsp ... 63

28. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 24 hsp ... 64

29. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 26 hsp ... 65

30. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap 28 hsp ... 66

31. Jumlah E. kamerunicus jantan dan betina yang terperangkap kairomon sintetik ... 67

32. Perbandingan rataan E. kamerunicus jantan dan betina yang terperangkap kairomon sintetik ... 67

33. Jumlah E. kamerunicus/spikelet ... 68

34. Jumlah spikelet/tandan bunga ♂ mekar ... 68

35. Jumlah bunga ♂ mekar/ha ... 68

36. Populasi E. kamerunicus/ha pada spikelet bunga jantan ... 69

37. Jumlah E. kamerunicus pada yellow sticky trap ... 70

38. Panjang tandan bunga ♀ mekar/tinggi perangkap yellow sticky trap ... 70

39. Jumlah bunga ♀ mekar/ha ... 70

40. Populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina dengan perangkap kuning berperekat ... 71

41. Efisiensi Perangkap Kairomon Sintetik ... 72

42. Foto E. kamerunicus jantan ... 73

43. Foto E. kamerunicus betina ... 73

44. Foto supervisi ... 73

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah salah satu jenis tanaman dari famili Palmae yang menghasilkan minyak nabati, yang lebih dikenal dengan sebutan minyak kelapa sawit. Kelapa sawit adalah penyumbang minyak nabati terbesar di dunia yang mencapai 2-3 ton/ha (Siregar, 2006).

Industri minyak sawit mengalami pertumbuhan pesat, permintaan akan minyak sawit terus meningkat seiring dengan banyaknya negara maju yang beralih dari penggunaan lemak trans ke alternatif yang lebih sehat. Minyak sawit sering digunakan sebagai pengganti lemak trans karena merupakan salah satu lemak nabati sangat jenuh yang berbentuk semi padat pada suhu kamar dan relatif murah. Perdagangan minyak sawit dunia meningkat secara signifikan karena kenaikan permintaan dunia (World Growth, 2011).

Peningkatan konsumsi minyak sawit dunia yang begitu cepat disebabkan oleh beberapa faktor, selain karena pertumbuhan populasi penduduk dunia, permintaan akan biodiesel dan biofuel, juga cenderung meningkat karena penggunaan minyak sawit untuk menggantikan minyak kedelai. Selain itu minyak sawit memiliki kandungan karoten, vitamin E yang tinggi, antioksidan dan yang terpenting bebas dari asam lemak trans. Dengan beberapa keunggulan tersebut maka terjadi peningkatan konsumsi minyak sawit yang pesat terutama di Eropa (Wahyono et al., 2006).

Namun produksi dari kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh keberhasilan penyerbukan. Proses mekarnya bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit jarang bersamaan, sehingga memerlukan perantara untuk memindahkan serbuk sari ke kepala putik. Kumbang E. kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) mempunyai peran sangat

(15)

besar dalam proses penyerbukan kelapa sawit (Aminah, 2011).

Kumbang E. kamerunicus merupakan serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif. Kumbang ini berkembang biak dengan baik pada bunga jantan dan dapat mencapai bunga betina yang terletak pada tandan sebelah dalam, sehingga penyerbukannya lebih sempurna (Kahono et al., 2012).

Serangga penyerbuk E. kamerunicus memiliki kemampuan menyerbuk bunga kelapa sawit yang paling baik daripada jenis penyerbuk lainnya karena bentuk, struktur dan ukuran tubuhnya sesuai dengan ukuran dan struktur bunga kelapa sawit, selain itu ketersedian populasinya tinggi. Keberadaan kumbang E. kamerunicus memberikan hasil yang nyata pada produksi kelapa sawit. Kumbang ini mampu meningkatkan produksi minyak sawit 15% dan inti sawit 25%, persentase buah yang terbentuk (fruit set) sebesar 20% dari 50% ke 70%. Hasil fruit set yang baik kelapa sawit adalah di atas 75% (Sunarko, 2007).

Serangga penyerbuk secara umum mengunjungi bunga karena adanya faktor penarik, yaitu bentuk dan warna bunga, serbuk sari, nektar dan aroma (Aminah, 2011).

Bunga betina kelapa sawit yang anthesis menghasilkan senyawa volatil, yaitu estragole. Senyawa volatil tersebut diketahui sebagai kairomon yang berfungsi untuk menarik serangga penyerbuk (Susanto et al., 2007).

Walaupun kumbang penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus sudah sejak tahun 1982 dimasukkan ke Indonesia (Sianturi, 2001), namun dari berbagai informasi menyebutkan bahwa produksi kelapa sawit di beberapa daerah di Indonesia masih belum optimal, antara lain disebabkan masih banyak bunga yang gagal diserbuk sehingga buah kelapa sawit tidak berkembang. Agar jumlah buah kelapa sawit yang berkembang tetap maksimal, frekuensi penyerbukan perlu dijaga dengan cara

(16)

mengoptimalkan populasi E. kamerunicus sehingga tidak kurang dari jumlah minimal yang harus tersedia di lapangan (Kahono et al., 2012).

Penghitungan populasi pada bunga jantan biasanya dilakukan dengan cara menemukan langsung E. kamerunicus pada bunga yang sedang mekar dengan memotong masing-masing 3 cabang bunga kelapa sawit (spikelet) per bagian tandan atas, tengah dan bawah. Selain memerlukan ketelitian dalam mengambil E.

kamerunicus pada spikelet, cara tersebut juga dapat mengganggu sistem perkembangan bunga jantan kelapa sawit. Pada bunga betina dilakukan dengan memasang perangkap kuning berperekat (yellow sticky trap) pada tandan bunga yang sedang mekar secara melingkar. Penggunaan perangkap kuning berperekat tidak efektif karena dapat merusak struktur tubuh serangga sehingga sulit membedakan jantan dan betina (Purba et al., 2010).

Mengatasi hal tersebut Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar sebelumnya melakukan percobaan cara lain yaitu menggunakan kairomon sintetik dengan konsentrasi 1 ml dan jumlah perangkap 1/ha. Kairomon adalah senyawa yang diproduksi dan dilepaskan oleh bunga kelapa sawit yang berfungsi untuk menarik serangga menguntungkan (Susanto et al., 2007).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian menguji efektivitas kairomon sintetik yang dirancang berupa perangkap botol. Hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh konsentrasi dan jumlah perangkap yang efisien digunakan agar dapat memperkirakan populasi E. kamerunicus di lapangan.

Tujuan Penelitian

Menguji beberapa konsentrasi kairomon dan jumlah perangkap/ha yang efektif dalam penghitungan E. kamerunicus di Kebun Marihat PTPN IV, Pematang Siantar.

(17)

Hipotesa Penelitian

Ada konsentrasi kairomon dan jumlah perangkap/ha yang efektif memerangkap E. kamerunicus pada tingkat populasi tertentu.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi untuk penyerbukan kelapa sawit dan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai.

Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0-5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15oC (B2P2TP, 2008).

Kelapa sawit termasuk kelompok pohon berumah satu (monoecius), artinya dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pada umumnya, dalam satu pohon tidak ditemukan tandan bunga jantan yang mekar bersamaan dengan tandan bunga betina (Winter, 2002).

Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar‐besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing‐masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa Tenera yang unggul persentase daging perbuahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%

(Departemen Perindustrian, 2007).

Serangga Penyerbuk E. kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae)

(19)

Kumbang E. kamerunicus berasal dari negara Kamerun, Afrika diintroduksi dari Malaysia ke Indonesia atas kerjasama Pusat Penelitian Marihat dengan PT PP.

London Sumatera dengan tenaga ahli R. A. Syed pada tanggal 16 Juli 1982 (Siregar, 2006).

Kumbang dilepas pertama kali di kebun percobaan kelapa sawit Sungai Pancur, Sumatera Utara. Saat ini serangga tersebut menyebar ke seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sebelum kumbang penyerbuk ini didatangkan, penyerbukan kelapa sawit dilakukan dengan bantuan manusia (assisted pollination) yang memerlukan biaya operasional tinggi (Hasibuan et al., 2002).

Respon penciuman E. kamerunicus untuk membantu penyerbukan pada tanaman spesies palma berbeda-beda. Kumbang tertarik bau tanaman terutama dikeluarkan oleh tanaman inang yang signifikan terhadap bau yang bukan tanaman inang. Namun, bau dari tanaman yang bukan inang juga dapat menarik kumbang.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan E. kamerunicus dipelihara di laboratorium yang diletakkan pada bunga kelapa sawit lebih menyukai tanaman kelapa sawit dibandingkan dengan spesies palmae lainnya. Hasil ini menegaskan bahwa E.

guineensis adalah tanaman inang yang lebih sesuai untuk E. kamerunicus (Adaigbe et al., 2011).

Proses penyerbukan terjadi apabila ada perantara yang mampu memindahkan serbuk sari dari satu pohon ke pohon lain yang mempunyai bunga betina yang sedang mekar (Siregar, 2010). Penyerbukan kelapa sawit terjadi melalui mekanisme yang disebut dengan penyerbukan silang (cross pollination) yang dilakukan oleh kumbang introduksi E. kamerunicus. Kumbang ini memiliki kemampuan menyerbuk bunga kelapa sawit yang terbaik dibanding jenis penyerbuk lainnya, karena bentuk, struktur

(20)

dan ukuran tubuhnya sesuai dengan ukuran dan struktur bunga kelapa sawit, juga didukung populasi yang tinggi (Kahono et al., 2012).

Hasil penelitian Fikra (2015) menyatakan bahwa kumbang jantan mampu membawa polen lebih banyak dibanding kumbang betina. Hal ini menunjukkan kumbang jantan memiliki peran penting dalam penyerbukan kelapa sawit.

Kumbang penyerbuk E. kamerunicus memiliki manfaat besar bagi kelapa sawit karena dapat meningkatkan keberhasilan penyerbukan dibandingkan dengan penyerbuk T. hawaiiensis. Kedua spesies penyerbuk ini memiliki efektivitas penyerbukan yang berbeda. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa E.

kamerunicus mampu untuk membantu penyerbukan pada bunga betina karena kumbang ini membawa serbuk sari pada tubuhnya dan meletakkannya di perbungaan.

Sedangkan T. hawaiiensis langsung hidup di dalam bunga betina yang bertujuan untuk mendeteksi bunga yang siap untuk diserbuki sebelum E. kamerunicus melakukan penyerbukan (Anggraeni et al., 2013).

Persentase keturunan betina yang dihasilkan oleh seekor kumbang E.

kamerunicus lebih banyak (53,5%) dibandingkan keturunan jantan (46,4%) (Herlinda et al., 2006). Puncak aktivitas kumbang E. kamerunicus yaitu pada pada pukul 10.00- 11.00 WIB (Anggraeni et al., 2013).

Biologi

Telur berbentuk lonjong dan berwarna keputih-putihan, panjang telur berkisar 0,60-0,68 mm dan lebar 0,3-0,5 mm. Telur diletakkan dengan alat peletak telur pada bagian luar tangkai sari bunga jantan yang mekar. Telur yang akan menetas berwarna lebih gelap dan masa inkubasi telur berkisar 2-3 hari (Meliala, 2008).

Stadia larva terdiri dari tiga instar, instar pertama berwarna putih kekuningan

(21)

berada di sekitar tempat peneluran, berlangsung 1-2 hari; instar kedua mulai pindah ke pangkal bunga, memakan jaringan bagian pangkal bunga yang lunak, berlangsung 1-2 hari; instar ketiga berkisar 5-9 hari, berwarna kuning terang, dapat memakan 5-6 bunga jantan (Simatupang dan Muda, 2015).

Tubuh berbentuk oval, berwarna coklat kehitaman. Bagian tubuh kumbang terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Pada bagian kepala terdapat moncong yang panjang dan terdapat antena pada pertengahan moncong. Pada toraks terdapat tiga pasang tungkai dan dua pasang sayap, bagian depan lebih tebal dibanding bagian sayap belakang (Saputra, 2011).

Kumbang jantan dan betina memiliki beberapa perbedaan. Kumbang jantan memiliki tubuh yang lebih besar dengan panjang 3-4 mm, moncongnya lebih pendek.

Kumbang betina memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dengan panjang 2-3 mm, moncong lebih panjang (Saputra, 2011). Permukaan tubuh kumbang jantan terdapat bulu-bulu halus lebih banyak dari betina, pada bagian pangkal elytra kumbang jantan terdapat tonjolan, sedangkan pada betina tidak ada tonjolan (Aminah, 2011).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerbukan Kelapa Sawit

Tingkat produktivitas kelapa sawit sangat dipengaruhi jumlah tandan bunga jantan yang pada umumnya tergantung pada penyerbukan serangga. Untuk penyerbukan yang optimal dibutuhkan kumbang sebanyak 20.000 ekor/ha (Susanto et al., 2007). Normalnya, di daerah Sumatera Utara untuk membentuk buah (fruit set) di atas 75% diperlukan ketersediaan bunga jantan yang sedang mekar minimal 3 tandan bunga/ha (Prasetyo dan Susanto, 2012).

Bunga jantan kelapa sawit selalu mekar lebih awal dari pada bunga betina.

Selama periode ini, populasi E. kamerunicus mencapai puncak tertinggi di bunga

(22)

jantan. Tampaknya E. kamerunicus tertarik pada senyawa estragol yang menguap ketika bunga jantan mekar (Anggraeni et al., 2013).

Hasil penelitian Purba et al. (2010) menunjukkan bahwa jumlah bunga jantan yang sedang mekar mempengaruhi populasi di lapangan. Banyaknya jumlah bunga jantan mekar/ha meningkatkan populasi E. kamerunicus. Populasi yang rendah di Cikasungka berhubungan dengan jumlah rendahya bunga jantan mekar/ha di lokasi tersebut. Jadi, kerapatan bunga jantan mekar menentukan kerapatan populasi E.

kamerunicus di lapangan.

Keberadaan populasi kumbang ini juga dipengaruhi faktor lingkungan meliputi curah hujan, suhu dan kelembaban (Mandiri, 2010). Setiap lingkungan memiliki kekhasan jenis penyerbuk lokal yang ikut mempengaruhi berhasilnya penyerbukan (Kahono et al., 2012).

Hasil penelitian Harumi (2011) menunjukkan bahwa curah hujan berpengaruh terhadap penurunan populasi kumbang. Kumbang E. kamerunicus dapat bertahan saat curah hujan tinggi, tetapi lebih aktif pada saat kering. Hasil penelitian Kurniawan (2010) di Kalimantan Tengah pada bulan Oktober diperoleh bahwa curah hujan 140 mm masih tergolong rendah terhadap populasi kumbang.

Hasil penelitian Siregar (2010) menunjukkan bahwa populasi kumbang yang tinggi berada pada kisaran suhu 29-340C. Hal ini diduga karena pada kisaran suhu tersebut, E. kamerunicus efisien menggunakan energi di dalam tubuhnya untuk terbang dan mencari makanan pada bunga kelapa sawit. Kumbang E.

kamerunicus juga beraktivitas secara optimum dalam mencari pakan. Suhu merupakan salah satu komponen relung yang mempengaruhi distribusi serangga, serta pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas serangga (Harumi, 2011).

(23)

Kairomon Sintetik

Kairomon yaitu senyawa yang dihasilkan dan dilepaskan oleh bunga kelapa sawit yang berfungsi untuk menarik serangga dan menguntungkan terhadap reproduksi kelapa sawit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serbuk sari pada bunga jantan mekar mengandung senyawa kimia p-metoksialilbenzena (estragole) yang berbau sangat kuat dan berperan penting dalam menarik serangga (Susanto et al., 2007).

Bunga kelapa sawit yang sedang mekar, baik itu bunga jantan maupun bunga betina sama-sama mengeluarkan bau yang menyengat. Bunga jantan yang sedang mekar (anthesis)memiliki bau yang lebih kuat dibandingkan dengan bunga betina mekar (reseptif), karena senyawa volatil (menguap) yang dikeluarkan oleh bunga jantan lebih banyak. Senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga kelapa sawit pada umumnya diketahui sebagai kairomon. Senyawa volatil yang diproduksi dan dilepaskan oleh bunga kelapa sawit berfungsi untuk menarik serangga yang menguntungkan untuk reproduksi kelapa sawit, yakni agar serangga penyerbuk berkunjung dan menyerbuki bunga kelapa sawit (Prasetyo dan Susanto, 2012).

Perbedaan presentase ketertarikan serangga terhadap tumbuhan dipengaruhi oleh senyawa-senyawa volatil yang disekresikan oleh tumbuhan tersebut. Tumbuhan secara keseluruhan mengandung senyawa volatil yang dihasilkan oleh daun, bunga ataupun buah dari tumbuhan tersebut yang menyebabkan perbedaan ketertarikan serangga. Senyawa sekunder yang terdapat pada tumbuhan ini cepat menguap (volatil) berperan sebagai semiokimia khususnya berperan dalam penyerbukan oleh serangga (Retno, 2014).

Penyerbuk biasanya tertarik dengan zat yang terkandung pada bunga. Serangga

(24)

penyerbuk kelapa sawit tertarik dengan senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga pada fase anthesis. Kumbang E. kamerunicus menunjukkan ketertarikan pada bunga jantan kelapa sawit dengan tingkat kemekaran 100%. Hal ini disebabkan oleh komposisi kompleks dari senyawa volatil dengan konsentrasi tinggi. Pada saat anthesis, bunga jantan dan betina kelapa sawit mengeluarkan bau khas yang bersifat menarik (attractant) bagi kumbang E. kamerunicus. Senyawa volatil mudah menguap dan berwarna kekuning-kuningan (Apriniarti, 2011).

Hasil penelitian Rahayu (2009) diperoleh bahwa E. kamerunicus dan T.

hawaiiensis sama-sama memilih bunga jantan kelapa sawit dengan tingkat kemekaran 100%, meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pemilihan bunga betina. Ketertarikan serangga penyerbuk terhadap bunga jantan mekar 100%

berhubungan dengan hasil analisis jenis dan konsentrasi senyawa volatil pada setiap tingkat kemekaran bunga. Bunga jantan dengan tingkat kemekaran 100% memiliki komposisi kompleks, selain itu juga memiliki konsentrasi senyawa volatil yang tinggi.

Perangkap Kuning Berperekat

Hasil penelitian Mas’ud (2011) menunjukkan bahwa perangkap warna kuning menarik perhatian serangga karena warna tersebut memberikan stimulus makanan yang disukai serangga. Serangga akan mengira bahwa warna tersebut adalah daun, buah atau bunga. Hal inilah yang menyebabkan serangga tertarik untuk mendekati sebagai makanannya. Serangga yang tertarik pada warna kuning umumnya adalah herbivora.

Hasil penelitian Syofia et al. (2012) terhadap lalat buah pada tanaman belimbing menunjukkan bahwa jumlah tangkapan pada perangkap kuning lebih banyak dibandingkan perangkap warna lain disebabkan warna ini cerah dan mencolok,

(25)

yang kebanyakan sangat disukai oleh berbagai jenis serangga.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat, Pematang Siantar menggunakan perangkap kuning berperekat untuk menghitung populasi pada bunga betina karena perangkap ini memiliki warna yang sama dengan bunga betina kelapa sawit yang sedang mekar, diduga E. kamerunicus akan tertarik. Penelitian ini bertujuan membandingkan perangkap kuning berperekat dengan perangkap yang digunakan yaitu kairomon sintetik untuk memperkirakan populasi E. kamerunicus.

(26)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar bekerjasama dengan PTPN IV (ketinggian tempat ± 369 mdpl) mulai bulan November sampai dengan Desember 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa kairomon dari PPKS, akuades, perangkap kuning berperekat (yellow sticky trap) berukuran 3 x 30 cm2, label dan cat.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol air mineral ukuran 600 ml, kawat, tang, mikroskop stereo Olympus SZX10, hand counter, Obrometer, Psychrometer, Thermometer, kantong plastik transparan, pisau, mikropipet, kamera Sony Camdig Cybershoot dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor yang terdiri dari :

Faktor 1 : Jumlah Perangkap (J) J1 : 1 perangkap/ha J2 : 2 perangkap/ha

Faktor 2 : Konsentrasi Kairomon (K) K0 : kontrol (tanpa kairomon) K1 : 0,5 ml

K2 : 1,0 ml K3 : 1,5 ml

(27)

Kombinasi perlakuan yaitu:

J1K0 J1K1 J1K2 J1K3

J2K0 J2K1 J2K2 J2K3

Jumlah kombinasi perlakuan (t) : 8

Jumlah ulangan (r) : 4

Jumlah pokok sampel : 48 pokok Jumlah perangkap akan digunakan : 48 buah Luas lahan yang akan digunakan : 32 ha (t-1) (r-1) ≥ 15

(8-1) (r-1) ≥ 15 7r - 7 ≥ 15 7r ≥ 22

r ≥ 3,142 4

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier berikut:

Yij = μ + αi + ∑ij i = 1, 2, j = 1, 2 Keterangan :

Yij = Hasil Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Efek nilai tengah

αi = Efek perlakuan ke-i

∑ij = Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji Duncan pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

(28)

Survei kebun

Survei dilakukan di kebun Marihat pertanaman kelapa sawit milik PTPN IV afdeling 3 blok D, E, F dengan luas lahan penelitian yang akan digunakan ± 32 ha (120 pohon/ha), umur tanaman 5 tahun, tinggi tanaman ± 6 m, dan varietas Tenera (D x P).

Persiapan perangkap kairomon sintetik

Persiapan perangkap dilakukan 2 minggu sebelum aplikasi kairomon sintetik dengan perangkap yang terbuat dari botol air mineral ukuran 600 ml yang dimodifikasi, seperempat bagian atas botol pertama dipotong dan potongan dimasukkan ke dalam botol, kemudian bagian bawah botol pertama juga dipotong dan dimasukan kepala botol dari botol kedua (Gambar 1).

Gambar 1. Persiapan perangkap kairomon sintetik Sumber : Foto Langsung

Pemasangan perangkap kairomon sintetik

Pada bagian tengah dalam botol diletakkan kairomon sintetik sesuai perlakuan.

Perangkap yang sudah terdapat kairomon dipasang sesuai bagan percobaan (Lampiran 1) dan digantungkan dengan kawat pada salah satu pelepah kelapa sawit yang dekat dengan perbungaan (Gambar 2).

(29)

Gambar 2. Perangkap kairomon sintetik Sumber : Foto Langsung

Perangkap dipasang 2 hari sebelum pengamatan dan diamati setiap 2 hari sekali pukul 10.00-12.00 WIB selama 28 hari. Perangkap kairomon sintetik dipasang 1 perangkap/ha dan 2 perangkap/ha. Sehingga 48 perangkap digunakan untuk 32 ha lokasi sampel. Pemasangan perangkap kairomon sintetik untuk 1 perangkap/ha diletakkan ditengah lahan, 2 perangkap/ha diletakan 33 m dari sisi kiri pinggir lahan sebagai perangkap 1 dan 33 m dari sisi kanan pinggir lahan sebagai perangkap 2 (Gambar 3).

100m 100m

1 perangkap/ha 2 perangkap/ha Gambar 3. Bagan peletakan kairomon sintetik Keterangan : Lokasi peletakan kairomon sintetik Penghitungan jumlah bunga jantan dan betina kelapa sawit

Jumlah bunga jantan dan betina kelapa sawit per hektar dihitung dengan 100m

50m 50m 34m 33m 33m

100m

(30)

menghitung 120 pohon kelapa sawit setara dengan 1 ha. Dari jumlah tersebut dicatat jumlah bunga jantan dan betina yang sedang mekar yang akan digunakan untuk memperkirakan populasi kumbang E. kamerunicus per hektar.

Penghitungan populasi E. kamerunicus pada bunga jantan

Untuk menghitung populasi kumbang E. kamerunicus per hektar pada bunga jantan dilakukan dengan cara: menemukan bunga jantan yang sedang mekar dengan tingkat kemekaran bunga ≥ 50% sebagai sampel, kemudian sampel bunga jantan yang sedang mekar tersebut dihitung jumlah seluruh spikelet pada tandan. Dipilih spikelet bagian tengah dari tandan perbungaan 3 spikelet. Pengambilan sampel spikelet dilakukan dengan menggunakan sungkup (kantong) plastik transparan kemudian spikelet dipotong menggunakan pisau (Gambar 4). Pada setiap spikelet yang dipilih tersebut dihitung jumlah kumbang jantan dan betina yang dilakukan di laboratorium proteksi pusat penelitian kelapa sawit Marihat.

Gambar 4. Penghitungan populasi pada spikelet bunga jantan Sumber : Foto Langsung

Penghitungan populasi E. kamerunicus pada bunga betina

Untuk menghitung populasi kumbang E. kamerunicus per hektar pada bunga betina dilakukan dengan memasang perangkap kuning berperekat berukuran 3 x 30 cm2 pada tandan bunga betina yang sedang mekar secara melingkar (Gambar 5).

(31)

diukur panjang tandan bunga betina.

Gambar 5. Perangkap kuning berperekat pada bunga betina Sumber : Foto Langsung

Efisiensi perangkap kairomon sintetik

Penghitungan efisiensi perangkap bertujuan untuk memperkirakan populasi E.

kamerunicus di lapangan. Penghitungan dilakukan dengan menjumlahkan seluruh hasil tangkapan perangkap kairomon selama pengamatan 2-28 hsp sesuai masing- masing perlakuan. Kemudian rataan E. kamerunicus yang berada pada perangkap kairomon dibandingkan dengan rataan E. kamerunicus yang berada pada bunga jantan dan betina kelapa sawit.

Analisis data

Analisis data digunakan program Costat 32. Hubungan antara jumlah kumbang yang terperangkap kairomon sintetik dengan faktor lingkungan dianalisis menggunakan korelasi Pearson program Microsoft office Excel 2007.

Peubah Amatan

1. Jumlah E. kamerunicus jantan dan betina yang terperangkap kairomon sintetik.

2. Populasi E. kamerunicus/ha pada spikelet bunga jantan kelapa sawit.

Penghitungan dilakukan dengan rumus A x B x C, yaitu:

A = Jumlah E. kamerunicus/spikelet

B = Jumlah spikelet/tandan bunga ♂ mekar

(32)

C = Jumlah bunga ♂ mekar/ha (Purba et al., 2010).

3. Populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina dengan perangkap kuning berperekat.

Penghitungan dilakukan dengan rumus A x B x C, yaitu:

A = Jumlah E. kamerunicus pada perangkap kuning berperekat

B = Panjang tandan bunga ♀ mekar/tinggi perangkap kuning berperekat C = Jumlah bunga ♀ mekar/ha

(Purba et al., 2010) dengan modifikasi.

4. Efisiensi perangkap kairomon sintetik

Penghitungan efisiensi perangkap kairomon sintetik dalam 1 ha lahan dihitung dengan rumus:

Efisiensi perangkap = 𝑝𝑝

𝑘𝑘 𝑥𝑥 100% dimana;

p = jumlah E. kamerunicus yang terperangkap kairomon sintetik k = populasi E. kamerunicus (bunga ♂ dan ♀) per hektar

(Anggriani, 2010).

Data Pendukung

Data pendukung curah hujan (mm), suhu (0C) dan kelembaban nisbi (%) diperoleh dari stasiun klimatologi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Pematang Siantar. Alat untuk mengukur curah hujan digunakan Obrometer dan diukur pada saat hujan turun, suhu diukur menggunakan Psychrometer dan kelembaban nisbi menggunakan Thermometer. Pengamatan suhu dan kelembaban nisbi dilakukan tiga kali setiap hari pada pukul 07.00, 13.00 dan 18.00 WIB.

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah E. kamerunicus jantan dan betina yang terperangkap kairomon sintetik E. kamerunicus jantan

Hasil pengamatan dan sidik ragam jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap dalam botol yang berisi kairomon sintetik disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran 3-16.

Tabel 1 menunjukan bahwa perlakuan konsentrasi kairomon berpengaruh nyata terhadap jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap pada pengamatan 6-18 hari setelah pemasangan perangkap (hsp), sedangkan perlakuan jumlah perangkap dan interaksi antara konsentrasi kairomon dan jumlah perangkap tidak berpengaruh nyata.

Hal ini terjadi karena keberadaan kumbang jantan yang sedikit di lapangan sehingga perlakuan jumlah perangkap tidak berpengaruh nyata. Herlinda et al. (2006) menyatakan bahwa persentase keturunan jantan yang dihasilkan oleh seekor kumbang E. kamerunicus di laboratorium terendah (46,4%) dibandingkan betina (53,5%). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh jumlah bunga jantan yang sedang mekar di lapangan tinggi (Lampiran 35), sehingga kumbang lebih tertarik terhadap aroma yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Purba et al. (2010) menyatakan bahwa jumlah bunga jantan yang sedang mekar mempengaruhi populasi E. kamerunicus di lapangan.

Tabel 1 menunjukkan rataan tertinggi (25,88 ekor) E. kamerunicus jantan yang terperangkap pada perlakuan 1,0 ml (K2) pengamatan 12 hsp dan terendah pada

perlakuan kontrol (akuades) pada setiap pengamatan dimana tidak ada kumbang yang tertangkap. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena senyawa yang

terkandung di dalam kemasan kairomon tersebut cepat menguap seperti yang

(34)

dinyatakan oleh Apriniarti (2011) bahwa senyawa volatil memiliki komposisi kompleks dengan konsentrasi tinggi tetapi senyawa volatil ini mudah menguap.

Tabel 1. Jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap kairomon sintetik Pengamatan Jumlah

Perangkap

Konsentrasi

Rataan K0 K1 K2 K3

2 hsp J1 0,00 2,50 11,50 8,50 5,63

J2 0,00 4,25 9,50 11,25 6,25

Rataan 0,00 3,38 10,50 9,88

4 hsp J1 0,00 3,00 30,75 1,25 8,75

J2 0,00 6,00 5,50 30,50 10,50

Rataan 0,00 4,50 18,13 15,88

6 hsp J1 0,00 0,75 14,25 3,50 4,63

J2 0,00 2,00 33,25 3,50 9,69 Rataan 0,00b 1,38b 23,75a 3,50b

8 hsp J1 0,00 2,00 3,75 2,50 2,06

J2 0,00 0,50 5,50 11,25 4,31 Rataan 0,00c 1,25bc 4,63ab 6,88a

10 hsp J1 0,00 5,00 7,50 0,50 3,25

J2 0,00 4,00 9,50 11,25 6,19 Rataan 0,00b 4,50a 8,50a 5,88a

12 hsp J1 0,00 1,75 17,25 0,75 4,94

J2 0,00 1,75 34,50 8,00 11,06 Rataan 0,00b 1,75b 25,88a 4,38b

14 hsp J1 0,00 0,00 3,50 0,25 0,94

J2 0,00 0,25 5,50 1,50 1,81 Rataan 0,00b 0,13b 4,50a 0,88b

16 hsp J1 0,00 0,50 0,75 3,50 1,19

J2 0,00 0,00 3,50 2,50 1,50

Rataan 0,00b 0,25b

2,13ab 3,00a

18 hsp J1 0,00 0,25 0,50 0,50 0,13

J2 0,00 5,50 3,75 2,00 2,81

Rataan 0,00 2,88 2,13 1,25

20 hsp J1 0,00 0,00 0,00 0,75 0,19

J2 0,00 4,00 0,00 0,50 1,13

Rataan 0,00 2,00 0,00 0,63

22 hsp J1 0,00 0,00 4,00 0,25 1,06

J2 0,00 0,00 0,00 1,00 0,25

Rataan 0,00 0,00 2,00 0,63

24 hsp J1 0,00 0,00 0,25 0,25 0,13

J2 0,00 0,00 2,00 1,25 0,81

Rataan 0,00 0,00 1,13 0,75

26 hsp J1 0,00 0,00 0,00 0.00 0,00

J2 0,00 0,00 0,50 0,00 0,13

(35)

28 hsp J1 0,00 0,00 0,00 0,50 0,13 J2 0,00 0,00 0,00 0,25 0,06

Rataan 0,00 0,00 0,00 0,38

Keterangan : Angka-angka yang tidak diikuti oleh huruf pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

E. kamerunicus betina

Hasil pengamatan dan sidik ragam jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap dalam botol yang berisi kairomon sintetik disajikan pada Tabel 2 dan Lampiran 17-30.

Tabel 2 menunjukan bahwa perlakuan konsentrasi kairomon berpengaruh nyata terhadap jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap pada pengamatan 6-20 hari setelah pemasangan perangkap (hsp), sedangkan perlakuan jumlah perangkap dan interaksi antara konsentrasi kairomon dan jumlah perangkap tidak berpengaruh nyata.

Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena jumlah bunga betina (5,94 tandan/ha) dan jantan (8,69 tandan/ha) yang sedang mekar di lapangan tinggi (Lampiran 35 dan 39), sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah perangkap karena kumbang lebih tertarik terhadap aroma yang dikeluarkan oleh bunga betina dan jantan yang sedang mekar. Apriniarti (2011) menyatakan bahwa kumbang E. kamerunicus menunjukkan ketertarikan pada bunga jantan dengan tingkat kemekaran 100%.

Tabel 2 menunjukkan rataan tertinggi (124,63 ekor) E. kamerunicus betina yang terperangkap pada perlakuan 1,0 ml (K2) pengamatan 6 hsp dan terendah pada

perlakuan kontrol (akuades) pada setiap pengamatan dimana tidak ada kumbang yang tertangkap. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan ketertarikan

serangga terhadap senyawa yang dikandung dalam kemasan perangkap dan senyawa kimia dari kairomon mulai berkurang karena adanya penguapan, sehingga kumbang

(36)

tertinggi terdapat pada pengamatan 6 hsp dan kemudian fluktuatif hingga 28 hsp.

Retno (2014) menyatakan bahwa perbedaan persentase ketertarikan serangga terhadap tumbuhan dipengaruhi oleh senyawa-senyawa volatil (cepat menguap) yang disekresikan oleh tumbuhan tersebut.

Tabel 2. Jumlah E. kamerunicus betina yang terperangkap kairomon sintetik Pengamatan Jumlah

Perangkap

Konsentrasi

Rataan K0 K1 K2 K3

2 hsp J1 0,00 12,50 110,25 53,00 43,94

J2 0,00 37,75 46,75 45,00 32,38

Rataan 0,00 25,13 78,50 49,00

4 hsp J1 0,00 60,75 159,75 6,00 56,63

J2 1,50 70,25 18,75 169,25 64,94

Rataan 0,75 65,50 89,25 87,63

6 hsp J1 0,00 3,50 72,00 24,00 24,88

J2 0,00 22,50 177,25 38,00 59,44 Rataan 0,00 13,00b 124,63a 31,00b

8 hsp J1 0,00 8,75 37,50 20,25 16,63

J2 0,00 7,25 63,50 76,00 36,69 Rataan 0,00b 8,00b 50,50a 48,13a

10 hsp J1 0,00 25,25 42,50 11,00 19,69

J2 0,00 41,50 120,50 62,50 56,13 Rataan 0,00b 33,38a 81,50a 36,75a

12 hsp J1 0,00 10,25 66,25 8,00 21,13

J2 0,00 21,50 62,25 60,50 36,06 Rataan 0,00b 15,88ab 64,25a

34,25ab 14 hsp J1 0,00 4,50 11,75 4,50 5,19

J2 0,00 5,50 24,50 8,50 9,63 Rataan 0,00b 5,00ab 18,13a

6,50ab 16 hsp J1 0,00 1,00 5,25 19,75 6,50

J2 0,00 7,75 51,00 13,00 17,94 Rataan 0,00b 4,38ab 28,13a 16,38a 18 hsp J1 0,00 0,75 4,50 18,75 6,00

J2 0,00 7,00 45,00 12,00 16,00 Rataan 0,00b 3,88b 24,75a

15,38a 20 hsp J1 0,00 0,00 3,25 0,75 0,81

J2 0,00 4,00 2,00 0,50 6,69

Rataan 0,00b 2,00b

2,63ab 0,63a 22 hsp J1 0,00 0,00 6,50 0,50 1,75

(37)

Rataan 0,00 0,13 4,00 4,00 24 hsp J1 0,00 0,00 1,25 0,50 0,44

J2 0,00 0,00 5,00 13,75 4,69 Rataan 0,00 0,00 3,13 7,13 26 hsp J1 0,00 0,00 0,25 0,00 0,06

J2 0,00 0,00 0,75 0,50 0,31 Rataan 0,00 0,00 0,50 0,25 28 hsp J1 0,00 0,00 0,00 1,00 0,25

J2 0,00 0,00 0,00 0,75 0,19 Rataan 0,00 0,00 0,00 0,88

Keterangan : Angka-angka yang tidak diikuti oleh huruf pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Berdasarkan pengamatan populasi E. kamerunicus/ha jantan dan betina yang terperangkap oleh kairomon sintetik maka dapat dibuat grafik perbandingannya (Lampiran 32).

Gambar 6. Grafik perbandingan kumbang E. kamerunicus jantan dan betina yang terperangkap kairomon sintetik pengamatan 2-28 hsp.

Gambar 6 menunjukkan bahwa jumlah E. kamerunicus jantan yang terperangkap (1435 ekor) dengan rataan (102,50 ekor), E. kamerunicus betina yang terperangkap (8678 ekor) dengan rataan (619,86 ekor). Total populasi E.

kamerunicus yang terperangkap kairomon sintetik (10113 ekor) dengan rataan (361,18 ekor) (Lampiran 31) sehingga diperoleh perbandingan kumbang E.

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00

2 hsp

4 hsp

6 hsp

8 hsp

10 hsp

12 hsp

14 hsp

16 hsp

18 hsp

20 hsp

22 hsp

24 hsp

26 hsp

28 hsp

Betina Jantan

(38)

kamerunicus jantan dan betina yang terperangkap kairomon sintetik pengamatan 2-28 hsp yaitu sebesar 1:6,04.

Gambar 6 menunjukkan bahwa nisbah kelamin kumbang jantan dan betina yang tertangkap (1:6,04). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Harumi (2011) yang menyatakan bahwa nisbah kelamin kumbang E. kamerunicus jantan dan betina pada bulan Juli, Oktober dan November rata-rata 1:4. Hal ini kemungkinan terjadi akibat perbedaan waktu pengamatan dan jumlah imago kumbang betina yang mampu bertahan hidup cukup tinggi sehingga mengalami peningkatan populasi yang lebih banyak. Selain itu, siklus hidup betina lebih lama. Hasil penelitian Sholehana (2010) menunjukkan bahwa lama hidup imago betina (14-25 hari) lebih lama dibandingkan imago jantan (10-20 hari) sehingga keberadaan kumbang betina lebih banyak dibanding jantan di lapangan.

Grafik perbandingan jantan dan betina yang tertangkap kairomon sintetik menunjukkan bahwa jumlah rataan E. kamerunicus jantan berfluktuasi hingga pengamatan 18 hsp dan menurun pada pengamatan 20-28 hsp. Jumlah rataan E.

kamerunicus betina yang tertangkap berfluktuasi hingga pengamatan 12 hsp dan menurun pada pengamatan 14-28 hsp. Hal ini terjadi karena senyawa kairomon makin berkurang untuk menarik serangga sehingga jumlah imago yang tertangkap semakin menurun dimana kairomon mengalami penguapan dengan cepat yang didukung oleh suhu yang optimal namun curah hujan dan kelembaban serta jumlah bunga jantan dan betina yang sedang mekar berfluktuasi (Lampiran 35 dan 39). Apriniarti (2011) menyatakan E. kamerunicus tertarik dengan senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga pada fase anthesis dan senyawa ini mudah menguap.

Populasi E. kamerunicus/ha pada spikelet bunga jantan kelapa sawit

(39)

Hasil pengamatan dan sidik ragam populasi E. kamerunicus/ha pada spikelet bunga jantan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi kairomon, jumlah perangkap/ha dan interaksi antara konsentrasi kairomon dengan jumlah perangkap/ha tidak berpengaruh nyata pada taraf α = 5% terhadap populasi E. kamerunicus/ha (Lampiran 33-36). Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata maka dilakukan Uji Jarak Duncan (Tabel 3).

Tabel 3. Populasi E. kamerunicus/ha pada spikelet bunga jantan

Jumlah Perangkap Konsentrasi

Rataan

K0 K1 K2 K3

J1 14245,06 33605,63 13934,63 23082,95 21217,07 J2 41626,00 17185,65 60207,00 12211,90 32807,64 Rataan 27935,53 25395,64 37070,82 17647,43

Keterangan : J1 (jumlah perangkap 1/ha), J2 (jumlah perangkap 2/ha), K0 (kontrol), K1 (konsentrasi 0,5 ml), K2 (konsentrasi 1 ml), K3 (konsentrasi 1,5 ml) Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan antar perlakuan sangat berbeda tetapi diuji tidak menunjukkan perbedaan seperti perlakuan J1K1 (jumlah perangkap 1 buah dan konsentrasi 0,5 ml) 33605,63 ekor dengan J2K2 (jumlah perangkap 2 buah dan konsentrasi 1 ml) 17185,65 ekor. Hal ini kemungkinan terjadi karena populasi E.

kamerunicus pada spikelet tinggi yaitu 864395,23 ekor (Lampiran 36), sehingga dengan perbedaan 16419,98 ekor pada perlakuan belum menunjukkan perbedaan yang nyata.

Total populasi E. kamerunicus pada spikelet bunga jantan adalah 864395,23 ekor sehingga populasi per hektar adalah 27012,35 ekor (Lampiran 36) dengan jumlah bunga jantan yang mekar (anthesis) per hektar sebanyak 8,69 tandan (Lampiran 35).

Hal ini menunjukan bahwa jumlah bunga jantan anthesis (3 tandan bunga/ha) dan populasi E. kamerunicus (20.000 ekor/ha) di PTPN IV Kebun Marihat afdeling 3 blok

(40)

D, E, F di atas jumlah minimal yang harus ada di lapangan. Susanto et al. (2007) menyatakan bahwa tingkat produktivitas kelapa sawit sangat dipengaruhi jumlah tandan bunga jantan yang tergantung pada penyerbukan serangga. Penyerbukan yang optimal dibutuhkan kumbang sebanyak 20.000 ekor per hektar. Prasetyo dan Susanto (2012) menyatakan untuk membentuk nilai fruit set kelapa sawit di atas 75%

diperlukan bunga jantan anthesis minimal 3 tandan bunga/ha.

Perlakuan konsentrasi kairomon, jumlah perangkap/ha dan interaksi antara konsentrasi kairomon dan jumlah perangkap/ha tidak berpengaruh nyata terhadap populasi E. kamerunicus/ha pada spikelet bunga jantan karena jumlah bunga jantan yang sedang mekar/ha tinggi. Pengukuran populasi dengan menggunakan teknik pengambilan sampel melalui spikelet kurang efektif karena sampel tandan yang diamati memiliki tingkat kemekaran yang berbeda yaitu ≥50%. Rahayu (2009) menyatakan bahwa E. kamerunicus menunjukkan ketertarikan lebih terhadap bunga jantan kelapa sawit dengan tingkat kemekaran 100%. Bunga jantan dengan tingkat kemekaran 100% memiliki komposisi kompleks dan senyawa volatil yang tinggi. Purba et al. (2010) menyatakan bahwa jumlah bunga jantan yang sedang mekar mempengaruhi populasi E. kamerunicus di lapangan.

Populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina kelapa sawit dengan perangkap kuning berperekat

Hasil pengamatan dan sidik ragam populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina dengan perangkap kuning menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi kairomon, jumlah perangkap/ha dan interaksi antara konsentrasi kairomon dengan jumlah perangkap/ha pada taraf α = 5% tidak berpengaruh nyata terhadap populasi E. kamerunicus/ha (Lampiran 37-40). Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda

(41)

Tabel 4. Populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina dengan perangkap kuning berperekat

Jumlah Perangkap Konsentrasi

Rataan

K0 K1 K2 K3

J1 4603,42 230,17 1463,17 1380,00 1919,19 J2 2324,50 268,17 877,67 3745,25 1803,90 Rataan 3463,96 249,17 1170,42 2562,63

Keterangan : J1 (jumlah perangkap 1/ha), J2 (jumlah perangkap 2/ha), K0 (kontrol), K1 (konsentrasi 0,5 ml), K2 (konsentrasi 1 ml), K3 (konsentrasi 1,5 ml) Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan antar perlakuan sangat berbeda tetapi diuji tidak menunjukkan perbedaan seperti perlakuan J1K1 (jumlah perangkap 1 buah dan konsentrasi 0,5 ml) 1463,17 ekor dengan J2K2 (jumlah perangkap 2 buah dan konsentrasi 1 ml) 877,67 ekor. Hal ini kemungkinan terjadi karena populasi E.

kamerunicus pada spikelet tinggi yaitu 59569,34 ekor (Lampiran 40), sehingga dengan perbedaan 585,5 ekor pada perlakuan belum menunjukkan perbedaan yang nyata.

Total populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina dengan perangkap kuning bereperekat adalah 59569,34 ekor sehingga populasi per hektar adalah 1861,54 ekor (Lampiran 39). Hal ini menunjukan bahwa jumlah E. kamerunicus pada bunga betina tergolong tinggi. Prasetyo dan Susanto (2012) menyatakan bahwa dengan perangkap berukuran 2 x 30 cm², rerata jumlah kumbang E. kamerunicus yang terperangkap di Sumatera Utara selama 24 jam adalah 124 ekor.

Perlakuan konsentrasi kairomon, jumlah perangkap/ha dan interaksi antara konsentrasi kairomon dan jumlah perangkap/ha tidak berpengaruh nyata terhadap populasi E. kamerunicus/ha pada bunga betina dengan perangkap kuning berperekat karena tingkat ketertarikan E. kamerunicus rendah terhadap bunga betina kelapa sawit.

Rahayu (2009) menyatakan bahwa E. kamerunicus menyukai bunga jantan kelapa sawit pada tingkat kemekaran 100% dan tidak menunjukan perbedaan yang nyata

(42)

terhadap pemilihan bunga betina.

Efisiensi perangkap kairomon sintetik

Berdasarkan hasil pengamatan jumlah E. kamerunicus yang terperangkap kairomon sintetik 2-28 hsp, populasi E. kamerunicus pada bunga jantan dan bunga betina, maka diperoleh data efisiensi perangkap kairomon sintetik yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Efisiensi perangkap kairomon sintetik Perlakuan

Rataan E. kamerunicus/ha

Nilai efisiensi Perangkap

kairomon

Bunga jantan

Bunga betina

J1K1 143,00 33605,63 230,17 0,4234%

J2K1 253,50 17185,65 268,17 13765%

J1K2 615,50 13934,63 146,17 39697%

J2K2 731,75 60207,00 877,67 12344%

J1K3 190,00 23082,95 1380,00 0,7859%

J2K3 592,50 12211,90 3745,25 37554%

Nilai efisiensi perangkap J1K1 (0,4230%) artinya jika perangkap kairomon J1K1 dapat menangkap E. kamerunicus sebanyak 143,00 ekor/ha, maka jumlah populasi E. kamerunicus di lapangan adalah 33806,15 ekor/ha. Nilai efisiensi perangkap J2K1 (1,4524%) artinya jika perangkap kairomon J2K1 dapat menangkap E. kamerunicus sebanyak 253,50 ekor/ha, maka jumlah populasi E.

kamerunicus di lapangan adalah 17453,87 ekor/ha.

Nilai efisiensi perangkap J1K2 (3,9973%) artinya jika perangkap kairomon J1K2 dapat menangkap E. kamerunicus sebanyak 615,50 ekor/ha, maka jumlah populasi E. kamerunicus di lapangan adalah 15397,89 ekor/ha. Nilai efisiensi perangkap J2K2 (1,1967%) artinya jika perangkap kairomon J2K2 dapat menangkap E. kamerunicus sebanyak 731,75 ekor/ha, maka jumlah populasi E. kamerunicus di lapangan adalah 61147,32 ekor/ha.

(43)

Nilai efisiensi perangkap J1K3 (0,7767%) artinya jika perangkap kairomon J1K3 dapat menangkap E. kamerunicus sebanyak 190,00 ekor/ha, maka jumlah populasi E. kamerunicus di lapangan adalah 24462,47 ekor/ha. Nilai efisiensi perangkap J2K3 (3,7131%) artinya jika perangkap kairomon J1K3 dapat menangkap E. kamerunicus sebanyak 592,50 ekor/ha, maka jumlah populasi E. kamerunicus di lapangan adalah 15957,02 ekor/ha.

Perangkap yang diberi perlakuan J2K2 (jumlah perangkap 2 buah dan konsentrasi 1 ml) merupakan perangkap terbaik jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya dalam memperkirakan populasi E. kamerunicus di lapangan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah tangkapan kumbang tertinggi baik jantan dan betina terdapat pada perlakuan J2K2 (jumlah perangkap 2 buah dan konsentrasi 1 ml). Nilai efisiensi perangkap J2K2 (1,1967%) kemungkinan tidak mengganggu populasi kumbang E. kamerunicus di lapangan akibat banyaknya jumlah tangkapan yang dapat menurunkan populasi kumbang untuk penyerbukan bunga kelapa sawit.

Data Pendukung

Tabel 6. Data jumlah E. kamerunicus, suhu, curah hujan dan kelembaban nisbi Pengamatan Jumlah

E. kamerunicus

Curah Hujan (mm)

Suhu (°C)

Kelembaban nisbi (%)

2 hsp 1411,00 22,00 25,60 69,50

4 hsp 2253,00 45,25 25,15 37,00

6 hsp 1578,00 29,00 25,60 38,50

8 hsp 955,00 0,00 25,20 40,50

10 hsp 1364,00 18,00 25,53 27,50

12 hsp 1171,00 21,00 25,55 57,00

14 hsp 281,00 15,50 26,13 82,00

16 hsp 430,00 6,00 25,98 47,50

18 hsp 402,00 2,50 25,78 58,00

20 hsp 67,00 0,00 25,85 55,50

22 hsp 86,00 2,50 25,73 50,00

(44)

24 hsp 97,00 0,00 25,90 69,50

26 hsp 8,00 1,00 24,98 41,50

28 hsp 10,00 0,50 26,45 70,50

Rataan 722,36 11,66 25,67 53,18

Keterangan: Nilai dalam tabel merupakan nilai rata-rata setiap unsur cuaca

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson diperoleh nilai korelasi jumlah E.

kamerunicus yang terperangkap kairomon sintetik terhadap curah hujan yaitu 0,89897, suhu -0,49398 dan kelembaban nisbi -0,47503 (Tabel 6).

Jumlah E. kamerunicus yang terperangkap kairomon sintetik terhadap curah hujan berkorelasi positif, dengan rataan sebesar 11,66 mm/bulan. Pada pengamatan 4 hsp jumlah kumbang yang terperangkap sebesar 2253,00 ekor dengan curah hujan 45,35 mm yang merupakan curah hujan tertinggi selama pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa kumbang banyak terperangkap saat curah hujan tinggi karena aktifitas kumbang terganggu dalam menyerbuki bunga. Harumi (2011) menyatakan bahwa kumbang E. kamerunicus dapat bertahan saat curah hujan tinggi, tetapi lebih aktif pada saat kering. Suhu dan kelembaban berkorelasi negatif terhadap jumlah kumbang. Hal ini sesuai dengan penelitian kurniawan (2010) yang menyatakan bahwa populasi E. kamerunicus tidak berkorelasi dengan suhu dan kelembaban.

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Total populasi E. kamerunicus yang terperangkap kairomon sintetik (10113 ekor).

2. Total populasi E. kamerunicus pada spikelet bunga jantan (864395,23 ekor) dan jumlah E. kamerunicus/ha (27012,35 ekor).

3. Total populasi E. kamerunicus pada bunga betina dengan perangkap kuning berperekat (59569,34 ekor) dan jumlah E. kamerunicus/ha (1861,54 ekor).

4. Efisiensi perangkap kairomon sintetik perlakuan J1K1 (jumlah perangkap 1 buah dan konsentrasi 0,5 ml) adalah 0,4230%, J2K1 (jumlah perangkap 2 buah dan konsentrasi 0,5 ml) adalah 1,4524, J1K2 (jumlah perangkap 1 buah dan konsentrasi 1 ml) adalah 3,9973%, J2K2 (jumlah perangkap 2 buah dan konsentrasi 1 ml) adalah 1,1967%, J1K3 (jumlah perangkap 1 buah dan konsentrasi 1,5 ml) adalah 0,7767% dan J2K3 (jumlah perangkap 2 buah dan konsentrasi 1,5 ml) adalah 3,7131%.

5. Nilai korelasi jumlah E. kamerunicus yang terperangkap kairomon sintetik terhadap curah hujan yaitu 0,89897, suhu -0,49398 dan kelembaban nisbi - 0,47503.

Saran

Untuk memperoleh hasil yang efektif dalam penghitungan populasi E.

kamerunicus dengan menggunakan perangkap ini sebaiknya didukung dengan penghitungan jumlah bunga jantan dan betina setiap 4 hari sekali, sehingga data yang diperoleh lebih akurat untuk mendukung penyebab kenaikan populasi yang fluktuatif selain karena faktor cuaca.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Adaigbe, V. C., J. A. Odebiyi, A. A. Omoloye, C. I. Aisagbonhi, and O. Iyare. 2011.

Host Location and Ovipgositional Preference of Elaeidobius kamerunicus on Four Host Palm Species. Crop Protection and Environmental Biology. University of Ibadan. Nigeria. J. Hort. Forest. 3(5):163-166.

Aminah. 2011. Frekuensi Kunjungan Serangga Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust pada Bunga Betina Tanaman Kelapa Sawit di Perkebunan PTPN VIII Cikasungka Bogor. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.

Anggraeni, T., S. Rahayu, I. Ahmad, R. R. Esyanti and R. E. Putra. 2013. Resources Partitioning and Different Foraging Behavior is the Basis for the Coexistence of Thrips hawaiiensis (Thysanoptera: Tripidae) and Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera: Curculionidae) on Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) Flower. J.

Entomol. Nematol. 5(5):59-63.

Anggriani, A. 2010. Estimasi Populasi Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera:

Curculionidae) Menggunakan Perangkap dan Aktivitasnya pada Bunga Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Apriniarti, M. S. 2011. Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai

Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) di Perkebunan PT.

Agri Andalas. Provinsi Bengkulu. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

B2P2TP. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Agroinovasi.

Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit.

Sekretariat Jenderal.

Fikra, A. M. 2015. Morfometri Kumbang Penyerbuk Kelapa Sawit, Elaeidobius Kamerunicus F. di Wilayah Desa Pandu Senjaya, Kota Waringin

Barat, Kalimantan Tengah. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.

Hasibuan, R., I. G. Swibawa, A. M. Hariri, S. Pramono, F. X. Susilo dan N.

Karmike. 2002. Dampak Insektisida Permetrin terhadap Serangga Hama (Thosea sp) dan Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeidobius kamerunicus) dalam Agrosistem Kelapa Sawit. J. HPT. Trop. 2(2):42-46.

Herlinda, S., Y. Pujiastuti, T. Adam dan R. Thalib. 2006. Daur Hidup Kumbang Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae)

(47)

Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. J. Agria 3(1):10-12.

Harumi, E. R. 2011. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) di PTPN VIII Cimulang Bogor. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kahono, S., P. Lupiyaningdyah, Erniwati dan H. Nugroho. 2012. Potensi dan Pemanfaatan Serangga Penyerbuk untuk Meningkatkan Produksi Kelapa Sawit di Perkebunan Kelapa Sawit Desa Api-api. Kecamatan Waru.

Kabupaten Penajam Paser Utara. Kalimantan Timur. Bidang Zoologi. Pusat Penelitian Biologi. LIPI. J. Zoo Indonesia 21(2):23-34.

Kurniawan, Y. 2010. Demografi dan Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mandiri, T. L. 2010. Populasi Kumbang Penyerbuk E. kamerunicus Faust pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Umur Enam Tahun. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mas’ud, A. 2011. Efektifitas Trap Warna terhadap Keberadaan Serangga pada Pertanaman Budidaya Cabai di Kelurahan Sulamadaha Kecamatan P.

Ternate. PMIPA. Universitas Khairun. Ekologi Ternate. Pusat Penelitian Biologi. LIPI. Ternate.

Meliala, R. A. S. 2008. Studi Biologi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeidobius kamerunicus Faust) (Coleoptera: Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq di Laboratorium. Skripsi. Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan.

Fakultas Pertanian. USU. Medan.

Prasetyo, A. E dan A. Susanto. 2012. Meningkatkan Fruit Set Kelapa Sawit Dengan Teknik Hatch and Carry Elaedobius kamerunicus. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Mitra Karya.

Purba, R. Y., I. Y. Harapan, Y. Pangaribuan dan A. Susanto. 2010. Menjelang 30 Tahun Keberadaan Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust di Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Pematang Siantar. J. Pen. Kelapa Sawit 18(2):73-85.

Rahayu, S. 2009. Peran Senyawa Volatil Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) dalam Penyerbukan oleh Serangga Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera:

Curculionidae) dan Thrips hawaiiensis. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Retno, R. S. 2014. Preferensi Arthropoda terhadap Tumbuhan Liar di Area Kebun Teh Afdeling Wonosari, Singosari Kabupaten Malang. Program Studi

Referensi

Dokumen terkait

Alat Pasteurisasi susu, “Eco Mini PasteurizerFJ 15”, https://www.farmandranchdepot.com/farm-equipment/FJ15-Eco-Mini-. pasteurizer.html , (diakses pada tanggal 20

Hal ini terlihat pada lebar koridor yang lebih lebar dibandingkan dengan area hunian, cahaya pada bukaan jendela yang lebar lebih banyak masuk ke area podium, ruang

Faktor yang mempengaruh lokasi pengelolaan sampah rumah tangga, antara lain: a. Lokasi shaft sampah berada di sisi kanan dan kiri bangunan seperti pada gambar 3.8, Renkonbang

Hasil dari pengujian notifikasi untuk pengisian air dapat dilihat pada

Dari kajian dan analisis teori terkait kondisi lapangan dengan kajian teori mengenai Tatanan Massa Bangunan, Pencahayaan dan Sirkulasi Udara Alami Unit Rusun Cingised

Dikarenakan hal tersebut, maka diperlukannya suatu penelitian yang dapat melihat tingat kesadaran dan pemahaman para pengguna teknologi khususnya kalangan Mahasiswa FTK UIN

2( Untuk mengetahui besar efektifitas pembelajaran Make a Match terhadap hasil belajar matematika materi garis dan sudut siswa kelas VII MTs Al- Ma’arif

Manfaat daripada analisis jalur (path analysis) adalah untuk memberikan penjelasan atau explanation terhadap fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang