• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Pemecahan Masalah Geometri Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau dari Adversity Quotient

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Profil Pemecahan Masalah Geometri Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau dari Adversity Quotient"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

95

Profil Pemecahan Masalah Geometri Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau dari Adversity Quotient

Imam Saifuddin

Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Khozinatul Ulum Blora imamsaifuddin2015@gmail.com

This study aims to provide a description of the symptoms, phenomena, or facts regarding geometric problem solving based on the stages of Wallas in terms of Adversity Quotient. This research is a descriptive study with a qualitative approach. The subjects in this study were students of class X-1 Soko 1 High School in Tuban Regency, which amounted to 35 students. The selection of subjects was carried out by giving a profile adversity response questionnaire to 35 students in 1 class, namely class X-1 Soko 1 Public High School, Tuban District. From the ARP questionnaire selected as many as 3 students from 35 students namely 1 student climber category, 1 camper category student and 1 student quitter category. The data analysis technique used in this study is qualitative descriptive data analysis. Qualitative Tests are used to analyze test results and student interviews. Qualitative analysis carried out four activities simultaneously, namely: 1) reduction; 2) presentation; 3) triangulation, and 4) conclusion. The results of the analysis show that each subject is different in solving geometry problems.

Keywords: solution problem, adversity quotient, stages wallas.

PENDAHULUAN

Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika (Herlambang, 2013; Marfuah, 2012).

Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru (Nurrahmah, 2015). Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan atuaran-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru. Dengan demikian siswa harus bepikir, mencobakan hipotesis dan bila berhasil memecahkan masalah itu ia mempelajari sesuatu pelajaran yang baru. Di dalam pembelajaran geometri diperlukan pemikiran dan penalaran yang kritis, serta kemampuan abstrak yang logis (Ikhsanudin; 2013). Pada dasarnya, materi geometri akan mudah dipahami oleh siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini dikarenakan konsep dasar geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk jenjang sekolah, misalnya titik, garis, dan lain-lain.

Safrina (2014) menyatakan bahwa: “... a quostion to be a problem, it must present a challenge that can not be resolved by some routin procedure known to the student”.

maksudnya adalah suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui orang yang memecahkan masalah. Setiap siswa

(2)

tentu memiliki kemampuan dan potensi yang berbeda-beda, yang dikelompokkan orang ke dalam tiga yaitu; quitter, camper, dan climber (Stoltz, 2000; Marfuah, 2012).

Stoltz (2000) mengelompokkan siswa ke dalam tiga kategori, siswa yang mempunyai Adversity Quotient (AQ) rendah (quitter) cenderung cepat menyerah pada situasi dan tidak bersemangat untuk menghadapi masalah. Baginya, masalah adalah sesuatu yang abadi dan tidak mungkin terselesaikan, serta ketidakberdayaan diri dan pribadinya.

Siswa yang memiliki AQ sedang (camper) adalah seorang yang masih memiliki sedikit inisiatif dan semangat untuk meraih sesuatu yang memiliki resiko rendah. Namun, tingkat solidaritas terhadap kawannya yang tidak terlalu tinggi, hanya mencapai sesuatu yang sekedar mengungguli teman-teman yang di bawahnya. Sementara itu siswa yang memiliki AQ tinggi (climber) cenderung menganggap kesulitan berasal dari luar dirinya dan menempatkan perannya sendiri pada tempat yang sewajarnya. Kesulitan justru membuatnya menjadi seseorang yang pantang menyerah. Mereka adalah orang optimis yang memandang kesulitan bersifat sementara dan dapat diatasi (Stoltz, 2000; Amalia, 2011).

Penelitian ini menggunakan tahap-tahap pemecahan masalah geometri menurut Wallas untuk menganalisis hasil tes pemecahan masalah geomtri yang telah diselesaikan siswa. Adapun tahap-tahap pemecahan masalah tersebut meliputi empat tahap yaitu: 1) preparasi, 2) inkubasi, 3) iluminasi, 4) verifikasi. Tahap pertama seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang, dan sebagainya (Amalia, 2011). Tahap kedua, tahap inkubasi kegiatan mencari dan menghimpun data atau informasi tidak dilanjutkan, tahap ini individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi “mengeramnya” dalam alam pra-sadar. Tahap iluminasi yaitu tahap timbulnya “insight” atau aha-Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologi yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru. Tahap verifikasi ialah tahap dimana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Dengan perkataan lain, proses divergensi harus diikuti oleh proses konvergensi (Nurrahmah, 2015; Amalia, 2011).

Isvina (2015) mengatakan indikator tahapan Wallas sebagai berikut: 1) tahap preparasi, pada tahap ini dapat dilihat dengan indikator siswa mengumpulkan informasi/data untuk memecahkan masalah dengan berbagai cara; antara lain: membaca buku, bertanya pada guru atau siswa lain, siswa mengingat pelajaran yang sudah diajarkan; kemudian siswa menjajagi kemungkinan cara dalam penyelesaian masalah, 2) tahap inkubasi, pada tahap ini dapat dilihat dengan indikator siswa mencari inspirasi dengan melakukan berbagai aktivitas antara lain: siswa diam sejenak merenung, siswa membaca soal berkali-kali, siswa mengaitkan soal dengan materi yang sudah didapatkan, 3) Tahap Iluminasi, pada tahap ini dapat dilihat dengan indikator siswa mendapat ide, siswa akan menyampaikan ide yang akan digunakan sebagai penyelesaian, 4) Tahap Verifikasi, pada tahan ini dapat dilihat dengan indikator siswa akan menjalankan ide-idenya untuk mendapatkan jawaban yang benar dengan cara:

siswa mampu menganalisis soal dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan, siswa menuliskan rumusnya, siswa melakukan operasi hitung dengan mensubtitusikan data yang diketahui ke dalam rumus; kemudian siswa mampu mengerjakan soal dengan

(3)

benar dan sistematis; dan siswa memeriksa kembali jawabannya (Isvina, 2015; Yuwono, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Nurrahmah (2015) jurusan pendidikan fisika universitas islam negeri walisongo semarang dengan judul “Profil Proses Berpikir Kreatif Siswa Kelas X Menurut Wallas Dalam Memecahkan Masalah Pada Materi Pokok Gerak Lurus Ditinjau Dari Jenis Kelamin Dan Prestasi Belajar Fisika”. Penelitian ini dilakukan dikelas X MAN 1 Sragen. Subjek dalam penelitian ini ditentukan melalui purpose sampling dan didasarkan pada jenis kelamin dan prestasi belajar siswa.

Akhirnya subjek yang terpilih adalah 6 orang yaitu: 1) siswa laki-laki berprestasi tinggi, 2) siswa laki-laki berprestasi sedang, 3) siswa laki-laki berprestasi rendah, 4) siswa perempuan berprestasi tinggi, 5) siswa perempuan berprestasi sedang, 6) siswa perempuan berprestasi rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) proses berpikir kreatif berdasarkan jenis kelamin yaitu siswa laki-laki baik subjek LPT, LPS, dan LPR memiliki proses berpikir kreatif yang baik dalam memecahkan masalah berdasarkan tahap berpikir Wallas. Siswa laki-laki mampu memahami soal berbentuk grafik. Hasil tes menunjukan tiap subjek laki-laki menjawab soal dengan benar dan mampu memecahkan masalah dengan lebih dari satu cara penyelesaian. Siswa perempuan subjek PPT, PPS dan PPR memiliki proses berpikir kreatif kurang baik dalam memecahkan masalah berdasarkan tahap berpikir kreatif menurut Wallas. Siswa perempuan belum mampu memahami soal berbentuk grafik. Hasil tes menunjukkan dua subjek PPS dan PPR memiliki keterbatasan kemampuan dalam memecahkan masalah sehingga jawaban yang diperoleh salah. 2) Proses berpikir kreatif berdasarkan prestasi belajar fisika menunjukan bahwa siswa berprestasi tinggi memiliki kemampuan baik dalam memahami soal dan pemecahan masalah. Siswa berprestassi tinggi menjawab soal dengan benar dengan 3 cara. Sedangkan siswa berprestasi sedang maupun siswa berprestasi rendah untuk subjek laki-laki mampu mendapatkan 2 cara dengan jawaban benar. Untuk subjek perempuan mendapatkan jawaban saalah dengan 1 cara.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurrahmah (2015) memiliki kesamaan dengan penelitian ini yakni meneliti profil pemecahan masalah yang berpandu dengan model Wallas, sedangkan perbedaannya pada penelitian Nurrahmah (2015) pemilihan subjeknya berdasarkan jenis kelamin dan prestasi fisika, materi yang diteliti adalah gerak lurus, pada penelitian ini subjek dipilih berdasarkan Adversity Quotient dan materi yang diteliti adalah geometri.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan uraian mengenai gejala, fenomena, atau fakta mengenai pemecahan masalah geometri berdasarkan tahapan Wallas ditinjau dari Adversity Quotient (AQ). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-1 SMA Negeri 1 Soko Kabupaten Tuban yang berjumlah 35 siswa. Pemilihan subjek dilakukan dengan pemberian angket adversity respon profil (ARP) kepada 35 siswa dalam 1 kelas, yakni kelas X-1 SMA Negeri 1 Soko Kabupaten Tuban. Dari angket ARP dipilih sebanyak 3 siswa dari 35 siswa yakni 1 siswa kategori climber, 1 siswa kategori camper dan 1 siswa kategori quitter.

(4)

Setelah diperoleh subjek, kemudian diberikan tes pemecahan masalah geometri yang berupa tes tertulis berbentuk uraian. Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal geometri. Setelah didapatkan jawaban siswa secara tertulis, kemudian peneliti menelaah hasil jawaban tertulis dan mewawancarainya dengan kategori skor ARP.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data deskriptif kualitatif. Uji Data Kualitatif digunakan untuk menganalisis hasil tes dan wawancara siswa. Analisis data kualitatif dilakukan tiga kegiatan secara bersamaan yaitu: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) triangulasi dan 4) penarikan kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian

1. Analisis subjek MK, siswa kategori climber (MK siswa kelas X-1) Klarifikasi jawaban tertulis dengan hasil wawancara subjek MK

Berikut klarifikasi dari jawaban tertulis subjek MK dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada subjek MK pada tahap mengerjakan.

1) Tahap preparasi

Subjek MK mampu memahami masalah yang diberikan, subjek MK mengumpulkan informasi dengan membaca buku dan menjajagi beberapa kemungkinan yang dapat menjadi penyelesaian dari masalah yang diberikan.

Berikut kutipan wawancara subjek MK pada tahap preparasi:

P : adik namanya siapa?

MK : nama saya Maasyaril Kirom MH

P : masalah apa yang adik pahami dari soal?

(5)

MK : masalahnya ada persegi panjang PQRS dan segitiga kongruen TPQ dan USR yang membentuk sebuah atap rumah.

P : trus perintahnya dik?

MK : menghitung jarak TU ke langit-langit PQRS kak

Sujek MK menjajagi kemungkinan yang dapat menjadi penyelesaian, berikut kutipan wawancaranya:

P : adik gambar apa itu?

MK : ini lagi nyoba gambar atap rumah kak, kaya masalah disoal P : gambarnya kok ndak langsung pada lembar jawabannya kenapa

dik?

MK : gak kak, ini kan ini aku baru mencoba-coba kak belum tentu jawaban aku ini benar kak, nanti lo ni dah pasti jadi jawabnku baru tak ganti pada lembar jawaban kak

2) Tahap Inkubasi

Subjek MK merenung dan mengingat-ingat kembali materi yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan. Berikut kutipan wawancara subjek MK pada tahap inkubasi:

P : kakak perhatikan setelah adik mencoba-coba mengerjakan soal, adik kok diam kenapa? Apa ada yang sulit dik?

MK : sebenarnya gak sulit kak, hanya saja kesulitan dalam memahami ketentuan jarak garis terhadap bidang, makanya aku diam itu lagi merenungkan kata-kata kak.

3) Tahap Iluminasi

Subjek MK mendapatkan ide untuk menyelesaikan permasalahan yaitu dengan menggambar bangun prisma segitiga dan merencanakan penjabaran jarak antara garis dan bidang serta menggunakan rumus pytagoras untuk mencari panjang garis yang menjadi jarak antara garis TU ke bidang PQRS. Berikut kutipan wawancara subjek MK pada tahap iluminasi:

P : apa yang adik rencanakan untuk menyelesaiakan soal ini dik?

MK : rencanaku yang pertama aku gambar prisma segitiga, trus aku buat garis dari titik T ke garis PQ kemudian aku sebut garis itu TA.

Trus aku cari panjang TA dengn rumus pytagoras, trus aku buat penjabaran dari ketentuan jarak garis terhadap bidang, dari situ aku akan dapatkan penyelesaian dari masalah ini

P : kenapa adik memilih garis TA?

MK : itu cara yang lebih mudah dan simple kak, kan mencari panjang TA dapat menggunakan rumus pytagoras kak.

4) Tahap Verifikasi

Subjek MK merealisasikan ide dengan menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan menuliskan penjabaran bahwa jarak antara garis TU ke bidang PQRS adalah panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap garis TU dan bidang PQRS, kemudian menuliskan rumus pytagoras untuk mencari panjang ruas garis tersebut dan mendapatkan hasil 8 cm. Berikut kutipan wawancara subjek MK pada tahap verifikasi:

(6)

P : bagaimana realisasi dari rencana adik itu?

MK : aku menulis apa yang diketahui dari soal, trus menuliskan apa yang ditanyakan baru setelah itu aku mulai mengerjakan penyelesaiannya kak.

P : ok. Sekarang coba jelaskan hasil pekerjaan adik pada kakak?

MK : ini gambar prisma segitiga (sambil nunjukin gambar), trus ini garis TA, garis bantu yang aku buat dari titik T ke proyeksinya pada garis PQ, gatis TA ini yang aku jadikan jarak dari atap TU ke langit-langit PQRS, panjang TA aku cari dengan rumus

hasilnya 8cm kak.

P : sudah di cek kembali dik?

MK : sudah kak

2. Analisis subjek SM, siswa kategori camper (SM siswa kelas X-1) Klarifikasi jawaban tertulis dengan hasil wawancara subjek SM

Berikut klarifikasi dari jawaban tertulis subjek SM dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada subjek SM pada tahap mengerjakan.

1) Tahap preparasi

Subjek SM mampu memahami masalah yang diberikan, subjek SM mengumpulkan informasi dengan membaca buku dan menjajagi beberapa kemungkinan yang dapat menjadi penyelesaian dari masalah yang diberikan.

Berikut kutipan wawancara subjek SM pada tahap preparasi:

P : adik namanya siapa?

SM : Moh. Nur Syamsul Ma’arif, Kak

P : masalah apa yang adik pahami dari soal?

SM : masalahnya ada persegi panjang PQRS dan segitiga kongruen TPQ dan USR yang membentuk sebuah atap rumah.

P : trus perintahnya dik?

SM : menghitung jarak TU ke langit-langit PQRS kak P : itu kok ditipex kenapa dhek?

SM : ini lagi gambar atap rumah kak, kaya masalah disoal kak tapi tadi salah makanya aku tipex trus aku benarkan gambarku kak

(7)

2) Tahap Inkubasi

Subjek SM merenung dan mengingat-ingat kembali materi yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan. Berikut kutipan wawancara subjek SM pada tahap inkubasi:

P : kakak perhatikan setelah adik mencoba-coba menggambar soal, adik kok diam kenapa?

SM : lagi merenung, membuat alasan dalam pikiran kak makane diem.

hehe 3) Tahap Iluminasi

Subjek SM mendapatkan ide untuk menyelesaikan permasalahan yaitu dengan menggambar bangun prisma segitiga dan merencanakan penjabaran jarak antara garis dan bidang serta menggunakan rumus pytagoras untuk mencari panjang garis yang menjadi jarak antara garis TU ke bidang PQRS.

Berikut kutipan wawancara subjek SM pada tahap iluminasi:

P : apa yang adik rencanakan untuk menyelesaiakan soal ini dik?

SM : rencanaku yang pertama aku gambar prisma segitiga, trus aku buat garis dari titik U ke garis SR kemudian aku sebut garis itu UW. Trus aku cari panjang UW dengn rumus pytagoaras, trus aku buat alasan dari ketentuan jarak garis terhadap bidang, dari situ aku akan dapatkan penyelesaian dari massalah ini

P : kenapa adik memilih garis UW?

SM : itu cara yang lebih mudah dan simple kak, kan mencari panjang UW dapat menggunkan rumus pytagoras kak.

4) Tahap Verifikasi

Subjek SM merealisasikan ide dengan menuliskan penjabaran bahwa jarak antara garis TU ke bidang PQRS adalah panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap garis TU dan bidang PQRS, kemudian menuliskan rumus pytagoras untuk mencari panjang ruas garis tersebut dan mendapatkan hasil 8cm, subjek SM menyelesaikan permasalahan kurang sistematis sedangkan jawaban yang diberikan benar, subjek SM telah memeriksa kembali atas jawabannya dan meyakini kalau jawaban yang diberikan sudah tepat. Berikut kutipan wawancara subjek SM pada tahap verifikasi:

P : bagaimana realisasi dari rencana adik itu?

SM : ini gambar prisma segitiga (sambil nunjukin gambar), trus ini garis UW, garis bantu yang aku buat dari titik U ke proyeksinya pada garis SR, gatis UW ini yang aku jadikan jarak dari atap TU ke langit-langit PQRS, panjang UW aku cari dengan rumus

hasilnya 8 cm kak.

P : sudah di cek kembali dik?

SM : sudah kak

3. Analisis subjek PA, siswa kategori quitter (PA siswa kelas X-1) Klarifikasi jawaban tertulis dengan hasil wawancara subjek PA

Berikut klarifikasi dari jawaban tertulis subjek PA dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada subjek PA pada tahap mengerjakan.

(8)

1) Tahap preparasi

Subjek PA mampu memahami masalah yang diberikan, subjek PA mengumpulkan informasi dengan membaca buku. Berikut kutipan wawancara subjek PA pada tahap preparasi:

P : adik namanya siapa?

PA : aku Putri Arini kak

P : masalah apa yang ada pada soal dik?

PA : Bangun ruang ini adalah model atap sebuah rumah dengan PQRS adalah persegi panjang dengan PQ = 12 cm, QR = 20 cm. TPQ dan USR adalah segitiga sama kaki dan kongruen dengan TQ = 10 cm.

Panjang atap TU = 17 cm..

P : trus perintahya apa dik?

PA : hitunglah jarak TU ke langit-langit PQRS kak

P : untuk menghitung jarak tersebut apa yang adik lakukan?

PA : aku memahami soalnya, trus ini aku baca catatan untuk memperoleh informasi tentang maslah pada soal agar dapat menentukan solusi yang tepat

2) Tahap Inkubasi

Subjek PA merenung dan mengingat-ingat kembali materi yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan. Berikut kutipan wawancara subjek PA pada tahap inkubasi:

P : kenapa diam dik?

PA : hehe iya kak lagi ngebayangin bentuk atap rumah ini kak 3) Tahap Iluminasi

Subjek PA mendapatkan ide untuk menyelesaikan permasalahan yaitu dengan menggambar bangun prisma segitiga dan merencanakan penjabaran jarak antara garis dan bidang serta menggunakan rumus pytagoras untuk mencari panjang garis yang menjadi jarak antara garis TU ke bidang PQRS. Berikut kutipan wawancara subjek PA pada tahap iluminasi:

P : apa yang adik rencanakan untuk menyelesaiakan soal ini dik?

(9)

PA : aku gambar prisma segitiga, trus aku buat garis putus-putus dari titik T ke garis PQ kemudian aku sebut garis itu TZ. Trus aku cari panjang TZ dengan rumus pytagoaras dari situ aku akan dapatkan penyelesaian dari masalah ini.

4) Tahap Verifikasi

Subjek PA merealisasikan ide dengan menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, menentukan TZ sebagai jarak dari TU ke langit-langit PQRS dan menuliskan rumus pytagoras untuk mencari panjang ruas garis TZ dan mendapatkan hasil 8cm. Berikut kutipan wawancara subjek PA pada tahap verifikasi soal nomor 1:

P : bagaimana realisasi dari rencana adik itu?

PA : ini gambar prisma segitiga (sambil nunjukin gambar), trus ini garis TZ, gatis TZ ini yang aku jadikan jarak dari atap TU ke langit-langit PQRS, panjang TZ aku cari dengan rumus

hasilnya 8cm kak P : sudah diteliti lagi dik?

PA : sudah kak

Pembahasan

1. Profil siswa climber (subjek MK) dalam memecahkan masalah berdasarkan tahapan Wallas

Berdasarkan klarifikasi hasil analisis jawaban tertulis subjek MK dengan wawancara, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek MK pada tahap preparasi, subjek MK mampu memahami masalah, menyampaikan informasi dengan bahasanya sendiri secara fasih, mencoba-coba mencari penyelesaian masalah, membaca buku untuk mendapatkan informasi. Pada tahap inkubasi, subjek MK melakukan aktifitas merenung, mengingat kembali materi yang berhubungan dengan permasalahan dengan fasih, dan membuat coretan pada kertas kosong. Pada tahap iluminasi, subjek MK mengaitkan masalah dengan materi yang berhubungan sehingga muncul ide baru yang dapat dijadikan pemecahan masalah.

Pada tahap verifikasi, subjek MK mampu merealisasikan ide dengan tepat, menyampaikan alasan dari pemecahan masalahnya dengan fasih, subjek MK menyelesaikan masalah dengan sistematis dan benar, mampu menentukan jarak dan sudut dalam berbagai bentuk ruang dimensi tiga dengan berbagai macam langkah penyelesaian secara fasih.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Marufah (2012) yang menyatakan bahwa kemampuan memahami masalah, merencanakan penyelesaian dan melakukan rencana penyelesaian siswa climber termasuk baik, sedangkan kemampuan untuk melihat kembali penyelesaian termasuk cukup.

2. Profil siswa camper (subjek SM) dalam memecahkan masalah berdasarkan tahapan Wallas

Berdasarkan klarifikasi hasil analisis jawaban tertulis subjek SM dengan wawancara, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek SM pada tahap preparasi, subjek SM mampu memahami masalah, menyampaikan informasi dengan bahasanya sendiri secara fasih, membaca buku untuk mendapatkan

(10)

informasi. Pada tahap inkubasi, subjek SM melakukan aktifitas merenung, membayangkan permasalahan secara nyata dengan cukup fasih. Pada tahap iluminasi, subjek SM mendapatkan ide yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, gambaran ide tersebut didapat pada tahap inkubasi. Pada tahap verifikasi, subjek SM mampu merealisasikan ide dengan tepat, menyampaikan alasan dan gagasan dengan bahasanya sendiri, subjek SM menyelesaikan masalah dengan benar namun kurang sistematis, mampu menentukan jarak dan sudut dalam berbagai bentuk ruang dimensi tiga dengan berbagai macam langkah penyelesaian dengan cukup fasih.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ma’rufah (2012) yang menyatakan bahwa Kemampuan memahami masalah pada siswa camper termasuk baik, sedangkan kemampuan merencanakan penyelesaian dan melakukan rencana penyelesaian termasuk baik dan untuk kemampuan melihat kembali penyelesaian termasuk kurang.

3. Profil siswa quitter (subjek PA) dalam memecahkan masalah berdasarkan tahapan Wallas

Berdasarkan klarifikasi hasil analisis jawaban tertulis subjek PA dengan wawancara, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek PA pada tahap preparasi, subjek PA mampu memahami masalah menyampaikan informasi dengan bahasa soal sehingga subjek PA kurang fasih dalam penyampaian informasi, membaca buku untuk mendapatkan informasi dan subjek PA tidak menjajagi kemungkinan jawaban. Pada tahap inkubasi, subjek PA melakukan aktifitas merenung, namun apa yang direnungkan tidak begitu berarti. Pada tahap iluminasi, subjek PA tidak mau mencoba memunculkan ide baru, subjek PA hanya terpaku pada cara penyelesaian yang sama dengan contoh. Pada tahap verifikasi, subjek PA mampu menjawab soal dengan benar ketika soal itu serupa dengan contoh yang dia peroleh saat pembelajaran berlangsung namun siswa enggan mencoba mengerjakan soal yang sedikit berbeda, subjek PA menyelesikan masalah kurang sistematis, sehingga subjek PA kurang fasih dalam memecahkan masalah geometri yang diberikan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ma’rufah (2012) yang menyatakan bahwa Kemampuan memahami masalah untuk siswa quitter termasuk baik, sedangkan kemampuan merencanakan penyelesaian dan melakukan rencana penyelesaian termasuk cukup dan untuk kemampuan melihat kembali penyelesaian termasuk kurang.

SIMPULAN

1. Profil kemampuan siswa climber (subjek MK) dalam memecahkan masalah berdasarkan Tahapan Wallas

a. Tahap Preparasi, subjek MK mampu memahami masalah, menyampaikan informasi dengan bahasanya sendiri secara fasih, mencoba-coba mencari penyelesaian masalah, membaca buku untuk mendapatkan informasi.

(11)

b. Tahap inkubasi, subjek MK melakukan aktifitas merenung, mengingat kembali materi yang berhubungan dengan permasalahan dengan fasih, dan membuat coretan pada kertas kosong.

c. Tahap iluminasi, subjek MK mengaitkan masalah dengan materi yang berhubungan sehingga muncul ide baru yang dapat dijadikan pemecahan masalah.

d. Tahap verifikasi, subjek MK mampu merealisasikan ide dengan tepat, menyampaikan alasan dari pemecahan masalahnya dengan fasih, subjek MK menyelesaikan masalah dengan sistematis dan benar, mampu menentukan jarak dan sudut dalam berbagai bentuk ruang dimensi tiga dengan berbagai macam langkah penyelesaian secara fasih.

2. Profil kemampuan siswa camper (subjek SM) dalam memecahkan masalah berdasarkan Tahapan Wallas

a. Tahap preparasi,subjek SM mampu memahami masalah, menyampaikan informasi dengan bahasanya sendiri secara fasih, membaca buku untuk mendapatkan informasi.

b. Tahap inkubasi, subjek SM melakukan aktifitas merenung, membayangkan permasalahan secara nyata cukup fasih.

c. Tahap iluminasi, subjek SM mendapatkan ide yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, gambaran ide tersebut didapat pada tahap inkubasi.

d. Tahap verifikasi, subjek SM mampu merealisasikan ide dengan tepat, menyampaikan alasan dan gagasan dengan bahasanya sendiri, subjek SM menyelesaikan masalah dengan benar namun kurang sistematis, mampu menentukan jarak dan sudut dalam berbagai bentuk ruang dimensi tiga dengan berbagai macam langkah penyelesaian dengan cukup fasih.

3. Profil kemampuan siswa quitter (subjek PA) dalam memecahkan masalah berdasarkan Tahapan Wallas

a. Tahap preparasi, subjek PA mampu memahami masalah, menyampaikan informasi dengan bahasa soal sehingga subjek PA kurang fasih dalam penyampaian informasi, membaca buku untuk mendapatkan informasi dan subjek PA tidak menjajagi kemungkinan jawaban.

b. Tahap inkubasi, subjek PA melakukan aktifitas merenung, namun apa yang direnungkan tidak begitu berarti.

c. Tahap iluminasi, subjek PA tidak mau mencoba memunculkan ide baru, subjek PA hanya terpaku pada cara penyelesaian yang sama dengan contoh.

d. Tahap verifikasi, subjek PA mampu menjawab soal dengan benar ketika soal itu serupa dengan contoh yang dia peroleh saat pembelajaran berlangsung namun siswa enggan mencoba mengerjakan soal yang sedikit berbeda, subjek PA menyelesikan masalah kurang sistematis sehingga subjek PA kurang fasih dalam memecahkan masalah geometri yang diberikan.

RUJUKAN

Amalia, K. R. (2011). Pengaruh Self-Regulated Learning dan Adversity Quotient terhadap prestasi belajar siswa SMP Terbuka. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi.

(12)

Herlambang, (2013). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Kepahiang Tentang Bangun Datar Ditinjau dari Teori Van Hiele. Skripsi. Bengkulu: Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.

Ikhsanudin, (2013). Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuaan Wingeom Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Siswa SMA. TPAM. Bandar Lampung: magister pendidikan matematika.

Isvina, W. Y., (2015). Proses Berpikir Kreatif dalam Memecahkan Masalah Sub Pokok Bahasan Trapesium Berdasarkan Tahap Wallas Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) Siswa Kelas VII-C SMP Negeri 1 Jember. Jember: Artikel Ilmiah Mahasiswa.

Marfuah, A. (2012). Profil Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Adversity Quotient(AQ). Skripsi. Surabaya:

fakultas tarbiyah.

Nurrahmah, F. (2015). Proses Berpikir Kreatif Siswa kelas X Menurut Wallas Dalam Memecahkan Masalah Pada Materi Pokok Gerak Lurus Ditinjau Dari jenis Kelamin Dan Prestasi Belajar Fisika. Skripsi. Semarang: fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan.

Safrina, K. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Melalui Pembelajaran Kooperatif Berbasis Teori Van Hiele. Banda Aceh: Jurnal Dedaktik Matematika Vol 1,NO.1, April 2014.

Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient : Turning Obstacles into Opportunities (mengubah hambatan menjadi peluang). Terjemahan oleh: T.

Hermaya. Jakarta: PT. gramedia Widiasarana Indonesia.

Yuwono, A. (2010). Profil siswa dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari tipe kepribadian. Skripsi. Surakarta: Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan genetik yang terjadi pada sifat kadar 1,8 cineole dan rendemen minyak menunjukkan bahwa benih unggul hasil program pemuliaan yang dilakukan ini terbukti

Sebetulnya, sebelum itu Kerajaan Induk Nuswantara yang dipimpin oleh Sang Maha Prabu Gunung bernama Kerajaan Gilingwesi, atas suatu peristiwa dari sebuah keputusan yang dibuat

Kota Bandung memiliki perkembangan desain yang sangat pesat, dapat dilihat dari sekolah desain yang umumnya banyak terdapat di kota bandung. Perancangan desain center ini

Al-Qur‟an juga mengambil sikap tajam terhadap bualan kaum Yahudi dan Nasrani bahwa keimanan mereka adalah satu- satunya keimanan yang diterima (al-Baqarah:

In patients receiving dabigatran who undergo low bleeding risk intervention the last dabigatran dose should be administrated 36 hours before surgery in patients with mildly im-

Sedangkan menurut Simamora (2013) fungsi manajemen ini lebih menekankan bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang

Mengacu kepada karakteristik yang dimiliki Mo- del DINA tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengestimasi parameter item ( guessing dan slip ) dari tes diagnostik

B. Kesehatan dan KeselamatanKeria.. LatarBelakang Upaya kesehatan kerja menurut UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan khususnya pasal 23 tentang kesehatan kerja, menyatakan