• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka. 1. Hakikat Novel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka. 1. Hakikat Novel"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Novel a. Pengertian Novel

Karya sastra mengandung prosa lama dan prosa baru. Novel dapat diartikan sebagai salah satu bentuk dari karya sastra fiksi yang paling baru. Secara etimologis novel berasal dari kata novellus memiliki arti "Sesuatu baru ". Novel dapat berarti baru karena kemunculannya kemudian dipadankan dengan jenis-jenis lain seperti roman atau puisi (Tarigan, 2003: 164). Penokohan dalam novel mengalami kebingungan atau konflik, seperti perubahan nasib hidup (Waluyo, 2011: 6).

Berbeda dengan pendapat yang diungkapkan Saraswati bahwa novel adalah salah satu jenis karya sastra yang menyajikan bagan-bagan seperti episode kehidupan manusia yang dianggap menarik, dalam penciptaannya menggunakan bahasa yang baik penyampaiannya, memiliki nilai estetis dan etis sehingga pembaca akan lebih mudah dalam memahami maupun menangkap amanatnya (2013: 14).

Stanton (dalam Akbar, Winarni & Andayani, 2013: 57) mengatakan karya sastra seperti novel merupakan karya sastra yang mudah maupun lebih sulit dibaca jika dibandingkan dengan cerpen. Dikatakan lebih mudah karena sebuah novel tidak dibebani tangung jawab untuk menyampaikan cerita dalam bentuk ringkas, cepat dan padat. Sedangkan dianggap lebih sulit, isi dari novel memiliki skala lebih besar dan luas dibanding cerpen. Berhubungan dengan itu, Nurgiyantoro (2015 :13) menyatakan bahwa novel menyajikan sebuah cerita secara bebas menyatakan bahwa novel secara bebas dan secara rinci menyajikan cerita dan menyajikan masalah yang utuh. Selain itu, sebagai pembaca yang berpengalaman, dapat memahami bahwa novel terpendek harus memiliki setidaknya 100 halaman.

Karya fiksi yang paling banyak digemari oleh masyarakat salah satunya adalah novel khususnya pecinta sastra. Bentuk karya sastra novel banyak yang

(2)

beredar di kalangan masyarakat karena ceritanya menarik dan daya komunikasinya yang besar. Selain menarik, di dalam novel juga terkandung nilai-nilai Pendidikan yang mampu dijadikan pedoman bagi para pembaca untuk dapat memotivasi dalam berperilaku baik dan berbudi pekerti luhur. Purwaningtyastuti (2013) juga mengungkapkan bahwa novel adalah fiksi yang menceritakan tentang kehidupan karakter dan nilai-nilai kehidupan. Kehidupan tokoh yang digambarkan dalam novel adalah sesuatu yang realistis, masuk akal, dan bertujuan untuk membawa pembaca ke dunia yang lebih berwarna. Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa novel adalah suatu karya sastra fiksi yang mempunyai unsur-unsur yang saling berhubungan dan mengisahkan suatu kejadian-kejadian, mengandung refleksi dari sebuah konflik dalam kehidupan manusia yang berisikan pergejolakan antar tokoh di dalamnya yang merujuk pada suatu latar tertentu sesuai isinya.

2. Hakikat Sosiologi Sastra

Seorang ahli filsafat bangsa Prancis bernama Auguste Comte adalah penulis beberapa buku tentang pendekatan umum untuk studi masyarakat. Nama sosiologi pada saat itu berasal dari bahasa latin socius untuk teman dan logos Yunani untuk kata atau ucapan tentang masyarakat,perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna soio/socius berarti masyarakat,logi/logos berarti ilmu, jadi sosiologi berbicara mengenai masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soejono Soekanto, (1990:2004) yang mengutip simpulan Auguste Comte yaitu sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Pendekatan sosiologis sepanjang sejarahnya khusus di dunia barat menduduki posisi yang sangat penting. Hanya selama kurang dari 1 abad, yaitu abad ke 20 paa strukturalisme menduduki posisi yang dominan,pendekatan sosiologi seolah-olah terlupakan.

Pendekatan sosiologis kembali dipertimbangkan pada saat era postrukturalisme. Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan

(3)

hakiki antara karya sastra dengan masyarkat. Hubungan hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, b) pengarang sendiri adalah anggota masyarkat c) pengarang memanfaatkan kekayaan yanga ada dalam masyarakat d) hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Nyoman Ratna,2013:60). Gagasan sosiologi sastra menurut Wolff dalam (Hawa,dkk.,2019) tidak berbentuk, tidak terdefinisi. disiplin yang terdiri dari sejumlah studi empiris dan eksperimen pada teori yang lebih umum, yang masing- masing hanya memiliki kesamaan yang sama dengan semua yang berhubungan dengan hubungan sastra dengan publik. Keberadaan sastra tidak dapat dipisahkan dari fenomena peristiwa dan kehidupan masyarakat. Sebaliknya, semua cerita sosial manusia dapat Jadilah inspirasi untuk membuat karya sastra.

Soejono Soekanto (1990: 20) mengutip pernyataan Pitirim Sorokin yang menyatakan bahwa sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari :

a. Hubungan dan interaksi antara berbagai jenis fenomena sosial (misalnya, antara fenomena ekonomi dan agama, keluarga dan moral, hukum dan ekonomi, gerakan masyarakat dan politik, dll.).

b. Kedua, hubungan dan interaksi antara fenomena sosial dan fenomena non-sosial (misalnya, geografis, biologis, dll).

c. Ketiga, karakteristik umum dari semua jenis fenomena sosial.

Sosiologi sastra menurut Ratna (2013: 2) pemahaman karya sastra dengan memperhatikan dari sudut pandang sosial. Sosiologi sastra menerapkan telaah sebuah karya sastra atas pemahaman dasar dari semua karya sastra, disertai dengan aspek sosial yang dikandungnya. Sejalan dengan hal tersebut Ratna (2013:2) memberikan sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain: (1) pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan, (2) pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya, (3) pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungan dengan masyarakat yang melatarbelakanginya, (4) hubungan

(4)

dwiarah (dialektik) antara sastra dengan msyarakat, dan (5) usaha menemukan kualitas interpedensi antara sastra dengan masyarakat. Selanjutnya Endraswara (2013: 339) berpendapat bahwa Sosiologi sastra dapat mengkaji sastra melalui setidaknya tiga aspek, yaitu (a) analisis terhadap masalah-masalah sosial yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri dan kemudian mengaitkannya dengan realitas yang terjadi. Secara umum yang disebut aspek eksternal dari model hubungan yang muncul disebut refleksi (b) dengan cara yang sama seperti di atas, tetapi dengan menentukan hubungan antar struktur daripada aspek-aspek tertentu dengan model hubungan dialektis (c) menganalisis karya untuk memperoleh informasi tertentu dilakukan oleh disiplin ilmu tertentu, model analisis ini umumnya menghasilkan penelitian sastra sebagai gejala lain.

Menurut Rosdiana,Sukirna&Bagiya (2018:494) mengutip kesimpulan Sapardi Djoko Damono bahwa sosiologi sastra adalah studi objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat, studi tentang institusi dan proses sosial.

Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada, dengan mempelajari aspek-aspek sosial dan segala masalah perekonomian sosial. Pendidikan, kekerabatan dan lain-lain merupakan struktur sosial yang mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat ditempatnya masing-masing.

Damono (1979:2) menjelaskan kecenderungan telaah sosiologi dalam sastra yakni;

pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor faktor luar sastra untuk membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor faktor di luar sastra itu sendiri. Jelas dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap sebagai objek yang utama sastra hanya sebagai gejala kedua. Kedua, pendekatan yang mengutamakan sastra sebagai bahan kajian. Metode ini digunakan, yaitu sosiologi sastra merupakan analisis sastra untuk mengenal strukturnya,

(5)

kemudian digunakan untuk menelaah lebih dalam fenomena sosial yang ada dalam karya sastra.

Sosiologi sastra berfokus pada isi karya sastra, tujuan, dan hal-hal lain yang terlibat dalam karya sastra itu sendiri dan terkait dengan masalah sosial (Wellek dan Warren,1994). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah penelitian sastra yang mengkaji unsur teks dan unsur nonteks dalam karya sastra. Unsur teks ini mengenai segala aspek yang terdapat dalam teks, sedangkan unsur nonteksnya yang berupa kehidupan pengarang, realitas masyarakat atau latar sosial budaya tertentu. Karya sastra tersebut dianggap mencerminkan keadaan masyarakat dalam kehidupan nyata, dan sejauh mana pula sifat pribadi pengarang atau lingkungan sosial pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikanya lewat karya sastranya. Permasalahan studi sastra menyiratkan atau merupakan masalah sosial seperti masalah tradisi, konvensi, norma, jenis sastra symbol dan mitos. Sastra dikaitkan dengan situasi tertentu atau dengan sistem politik, ekonomi dan sosial tertentu. Penelitian terhadap Novel Guru Aini karya Andrea Hirata ini akan berfokus pada isi karya sastra dengan memaparkan masalah masalah sosial yang terkandung dalam cerita novel.

4. Hakikat Pendidikan karakter a) Pengertian Pendidikan Karakter

Salah satu pernyataan mengenai pendidikan karakter disampaikan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional telah menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

(6)

Nasional Pendidikan (SNP) secara tegas menyatakan bahwa berbagai aspek tidak hanya berkaitan dengan intelek tetapi juga karakter. Semua ini menunjukkan bahwa pendidikan sebenarnya bertanggung jawab atas pengembangan karakter dan intelektualitas dalam bentuk kompetensi siswa. Menurut Brady dalam (Madusari&Emzir.,2015) dampak dari nilai-nilai pendidikan dari kurikulum tersembunyi terus-menerus menggaris bawahi bahwa siswa belajar dari nilai-nilai yang secara eksplisit tidak diajarkan untuk mereka. Misalnya, nilai-nilai yang termasuk dalam novel adalah berbagai ekspresi dari Toleransi, menghormati orang lain, hati nurani sosial dan tanggung jawab pribadi.

Kaitannya dengan penguatan pendidikan karakter bangsa Arisstyanto dalam Idi & Safarina (2015: 211) berpendapat bahwa untuk membentuk national character building generasi muda Indonesia, pemerintah perlu untuk kembali memprioritaskan kebudayaan dalam proses pembangunan generasi muda.

Mamluah (2017: 118) mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan bentuk upaya pemerintah untuk menciptakan kesadaran moral dan meningkatkan budaya dan karakter positif bangsa yang semakin rapuh. Berbagai penjelasan teoretis di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang dicari dan dilakukan dari beberapa aspek kehidupan dimulai dari tingkat keluarga, pemerintahan, dan masyarakat guna membangun dunia pendidikan di suatu negara. Tidak hanya untuk mencapai pada kecerdasan intelektual saja, melainkan diimbangi dengan sikap kepedulian dan akhlak baik yang ditampilkan dalam kehidupan bermasyarakat.

b) Jenis Nilai Pendidikan Karakter

Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010 mengeluarkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter untuk mengembangkan rintisan di sekolah- sekolah seluruh Indonesia dengan delapan belas (18) nilai karakter. Muzakkir (2012:

79-81) mendeskripsikan delapan belas nilai pendidikan karakter yang ada pada Peraturan Presiden Republik Indonesia seperti berikut:

(7)

1) Religius yaitu sikap dan perilaku yang patuh terhadap ajaran agama yang dianut; nilai Pendidikan karakter religius dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang mencerminkan keberimanan pada tuhan,bertoleransi dengan agama lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2) Jujur yaitu sikap untuk menjadi orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan; nilai pendidikan karakter jujur dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang tidak pernah membohongi diri sendiri maupun orang lain dari segi perkataan, perilaku,tindakan sehingga menjadi pribadi yang selalu dapat dipercaya.

3) Toleran yaitu sikap dan tindakan menghargai perbedaan agama,kebangsaan, suku, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya;

pendidikan karakter toleran dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang menghormati dan menghargai perbedaan dalam segala hal.

4) Disiplin yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan; pendidikan karakter disiplin dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang memiliki cara berfikir dan bersikap untuk patuh terhadap peraturan serta menghargai waktu untuk menuju pribadi yang lebih baik.

5) Bekerja keras yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan; pendidikan karakter kerja keras dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang ulet, bersungguh sungguh dan tidak kenal lelah untuk mendapatkan sebuah pencapaian/prestasi.

6) Kreatif yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru; pendidikan karakter kreatif dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang mempunyai cara berfikir yang berbeda dan unik dari yang lain.

7) Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas; pendidikan karakter mandiri dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang meyakini potensinya sendiri untuk dapat menyelasaikan masalahnya sendiri.

(8)

8) Demokratis yaitu cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain; pendidikan karakter demokratis dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang dapat menilai bahwa semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama.

9) Rasa ingin tahu yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas; pendidikan karakter rasa ingin tau dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang memiliki semangat tinngi untuk memahami atau mengetahui hal baru.

10) Semangat kebangsaan yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya; pendidikan karakter semangat kebangsaan dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang rela berkorban untuk lebih memikirkan kepentingan negara dari pada kepentingan pribadi.

11) Cinta tanah air yaitu menunjukan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa;

pendidikan karakter cinta tanah air dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang cerita yang menunjukan kesetian,kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12) Menghargai prestasi yaitu sikap untuk menghargai hasil kerjanya sendiri maupun hasil kerja orang lain; pendidikan karakter menghargai prestasi dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang selalu dapat menghargai proses dan menerima setiap prestasi dari hasil kerja keras prbadi atau prestasi orang lain.

13) Komunikatif yaitu tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama; pendidikan karakter komunikatif dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang dapat menjaga perilaku untuk dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain ataupun bekerja sama dengan orang lain.

14) Cinta damai yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya; pendidikan karakter cinta damai dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang menjaga sikap perkataan dan Tindakan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis.

(9)

15) Gemar membaca yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca;

pendidikan karakter gemar membaca dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang selalu dapat meluangkan waktu untuk membaca guna mempunyai pengetahuan yang luas.

16) Peduli lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya; pendidikan karakter peduli lingkungan dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang peka dan memperhatikan lingkungan untuk menjaga keindahan dan keasrian lingkungan tersebut.

17) Peduli sosial yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan; pendidikan karakter peduli sosial dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang memiliki jiwa sosial untuk membantu sesama.

18) Tanggung jawab yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

pendidikan karakter tanggung jawab dapat ditandai dengan prilaku tokoh yang memiliki kesadaran untuk menjalankan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan.

Program ini didukung oleh Pemerintah Daerah, lembaga swadaya masyarakat sehingga program pendidikan karakter bisa terlaksana dengan baik. Banyak satuan pendidikan telah melaksanakan praktik baik (best practice) dalam penerapan pendidikan karakter Efek dari aplikasi ini adalah ekosistem pendidikan dan proses pembelajaran berubah secara fundamental, sehingga kinerjanya juga meningkat.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Replubik Indonesia. (2017) dalam bukunya menjelaskan program PPK ingin memperkuat pembentukan karakter siswa yang selama ini sudah dilakukan di banyak sekolah. Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) selain merupakan kelanjutan dan kesinambungan dari Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010 juga merupakan bagian integral Nawacita. Terdapat lima nilai karakter kunci yang saling terkait menjadi jaringan

(10)

nilai yang harus dilaksanakan sebagai prioritas gerakan PPK. Lima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud sebagai berikut:

1.Religius

Nilai-nilai yang bersifat religius mencerminkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang diwujudkan dalam pelaksanaan ajaran dan keyakinan agama, menghargai perbedaan agama, menjaga sikap toleran terhadap peribadatan agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. agama.Nilai karakter religius ini mencakup tiga dimensi hubungan secara simultan, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini tercermin dalam perilaku cinta kasih dan pelestarian keutuhan ciptaan.Sub nilai beragama meliputi cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan keyakinan, sikap tegas, percaya diri, kerjasama antar pemeluk agama dan kepercayaan, penindasan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tanpa paksaan, cinta lingkungan, perlindungan. dari yang kecil dan terpinggirkan.

2.Nasionalis

Nilai karakter nasionalis adalah cara berpikir, bersikap , dan bertindak yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan rasa hormat yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik suatu bangsa serta mendahulukan kepentingan bangsa dan negara. di atas kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.Sub nilai nasionalis antara lain menghormati budaya bangsa sendiri, pelestarian kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, keunggulan dan prestasi, cinta tanah air, perlindungan lingkungan, menghormati hukum, disiplin, menghargai budaya, suku, dan agama.

perbedaan.

3.Mandiri

(11)

Nilai karakter mandiri yakni sikap dan perilaku yang mandiri dari orang lain dan menggunakan seluruh tenaga, pikiran, waktu untuk mewujudkan harapan, impian dan cita-cita. Sub nilai mandiri meliputi etos kerja (kerja keras), ketahanan, daya saing, profesionalisme, kreativitas, keberanian, dan pembelajaran sepanjang hayat.

4.Gotong Royong

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat gotong royong dan gotong royong dalam memecahkan masalah bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberikan bantuan/bantuan kepada orang yang membutuhkan. Sub nilai gotong royong meliputi rasa hormat, kerjasama, inklusi, komitmen pada keputusan bersama, refleksi atas mufakat, gotong royong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan dan kerelawanan.

5.Integritas

Nilai karakter integritas yakni nilai-nilai yang menjadi dasar perilaku yang didasarkan pada usaha untuk menjadikan diri seseorang yang selalu dapat kita percayai dengan perkataan, tindakan, dan pekerjaan yang memiliki komitmen dan loyalitas terhadap nilai kemanusiaan dan moral (moral integrity).

Karakter melibatkan sikap tanggung jawab, sebagai warga negara yang terlibat aktif dalam kehidupan sosial, dengan tindakan dan perkataan yang konsisten berdasarkan kebenaran. Sub nilai integritas antara lain kejujuran, cinta kebenaran, kesetiaan, komitmen moral, perang melawan korupsi, keadilan, tanggung jawab, panutan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat individu (khususnya penyandang disabilitas).

Penelitian ini, mengkaji nilai pembentukan karakter dalam novel, yang dicirikan oleh teori delapan belas nilai pembentukan karakter yang diungkapkan oleh Muzakkir dalam Perpres Republik Indonesia. Dunia pendidikan di Indonesia, nilai pendidikan karakter ditanamkan dalam kurikulum dengan menambahkan karakter nilai pendidikan dalam mata pelajaran Kompetensi Dasar (KI) dan Keterampilan Dasar

(12)

(KD) yang kemudian dikembangkan oleh guru atau Rencana Program Pembelajaran (RPP). Karya sastra dapat mengandung nilai-nilai pendidikan berkarakter. Sastra dapat juga menjadi sarana mendidik. Melalui bahan ajar yang sesuai, nilai pendidikan karakter diimplisitkan dalam pembelajaran di kelas, selain melatih berimajinasi, pemilihan sastra sebagai media penanaman nilai pendidikan karakter bermanfaat pula untuk membentuk siswa yang kreatif sekaligus berakhlak mulia.

3. Hakikat Masalah Sosial a) Pengertian masalah sosial

Sosiologi menganalisis gejala-gejala yang terjadi dalam masyarakat seperti halnya norma-norma dalam masyarakat,kelompok sosial,lapisan masyarakat,lembaga- lembaga kemasyarakatan, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan serta perwujudannya. Tidak semua gejala gejala tersebut berlangsung secara normal sebagaimana dikehendaki masyarakat yang bersangkutan. Gejala-gejala abnormal tersbut dinamakan masalah masalah sosial. Premis dasar penelitian sosiologi sastra adalah bahwa kelahiran sastra tidak berada dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial memicu lahirnya karya sastra. Sebuah karya sastra dapat dikatakan berhasil jika karya sastra tersebut dapat dicerminkan sesuai dengan zamannya. Penelitian dengan pendekatan sosiologi sastra merupakan salah satu metode kajian sastra yang menghubungkan hasil karya sastra dengan masyarakat pada saat penciptaan karya tersebut. Hal ini karena sebuah karya sastra pada hakikatnya merupakan reaksi terhadap situasi yang ada di masyarakat. Sastra sebagai cermin masyarakat (mirror concept) memecahkan berbagai persoalan yang ada di dalamnya. Permasalahan yang ada di masyarakat kemudian digali sehubungan dengan penerapan pendekatan sosiologi sastra. Hal ini sejalan dengan pendapat Suwardi Endraswara (2013:88) yang mengatakan bahwa seorang peneliti yang mempelajari sastra dengan pendekatan sosiologi sastra harus melakukannya dengan mempelajari konflik dan masalah sosial yang ada dalam sebuah karya sastra yaitu dengan cara cerminan tentang keadaan masyarakat saat itu.

(13)

Masalah sosial adalah ketidaksesuaian antara unsur-unsur budaya atau masyarakat yang dapat membahayakan kehidupan kelompok sosial atau menghambat pemenuhan keinginan dasar warga sosial tersebut, yang mengarah pada ketimpangan sosial (Soekanto, 1991: 40). Sementara itu, Idianto (2004:38), mengatakan bahwa masalah sosial adalah gejala sosial yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan apa yang telah terjadi. Idianto (2004: 39-40) berpendapat bahwa unsur utama masalah sosial adalah perbedaan yang mengejutkan antara nilai dan kondisi kehidupan nyata.

Artinya ada ketidaksesuaian antara asumsi masyarakat tentang apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang terjadi dalam realitas kehidupan sosial. Derajat perbedaan tersebut berbeda-beda pada setiap masyarakat, tergantung dari nilai-nilai yang mereka anut. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1990:40) bahwa masalah sosial adalah ketidaksesuaian antara unsur-unsur budaya atau masyarakat yang mengancam kehidupan kelompok-kelompok sosial. Konflik antar elemen yang ada, hal ini dapat menimbulkan gangguan dalam hubungan sosial, seperti goncangan dalam kehidupan suatu kelompok atau masyarakat.

Keberadaan masalah sosial dalam masyarakat ditentukan oleh lembaga- lembaga yang memiliki kekuasaan khusus, seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan sebagainya. Menurut (Mohammad Mahdy: 2009), mengatakan bahwa masalah sosial sering dibagi menjadi dua jenis masalah membedakan antara masalah sosial di masyarakat dan masalah sosial yang muncul ketika menganalisis berbagai gejala kehidupan masyarakat. Para sosiolog telah berusaha keras untuk menemukan indeks-indeks yang dapat dijadikan petunjuk munculnya masalah-masalah sosial, seperti tingkat sederhana, indeks komposit, komposisi penduduk, jarak sosial, partisipasi sosial, dan sebagainya. Faktor masalah sosial adalah ekonomi, biologis, psikologis dan budaya. Kehidupan masyarakat yang terdiri dari banyak individu yang berbeda seringkali menimbulkan banyak masalah.

Masalah-masalah yang ada di masyarakat diperlakukan sebagai masalah sosial bila

(14)

tidak ada keselarasan antara faktor-faktor sosial yang menyebabkan ketimpangan sosial. Bahkan masalah sosial dapat membuat hal di luar kemampuan manusia.

Masalah sosial disebabkan oleh perbedaan yang nyata antara nilai-nilai sosial dengan realitas yang ada, dan menimbulkan masalah sosial seperti proses sosial dan bencana alam. Keberadaan isu-isu sosial di masyarakat ditentukan oleh lembaga- lembaga yang berwenang secara khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, dan debat masyarakat. Berdasar penjelasan berbagai pendapat sebelumnya dapat disimpulkan bahwa masalah sosial adalah fenomena sosial yang tidak memuaskan kebutuhan masyarakat sehingga merugikan mereka.

b) Jenis jenis masalah sosial

Soerjano soekanto (1990:401) mengklasifikasikan masalah sosial berdasarkan sumber sumber masalah sosial,menurutnya masalah sosial dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis masalah yang berasal dari :

a. Faktor ekonomi terdapat masalah kemiskinan, yang dalam hal ini kemiskinan dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan struktural dan kemiskinan absolut.

b. Faktor budaya perceraian, kenakalan remaja, dll.

c. Faktor biologis yang di dalamnya terdapat persoalan yang harus dipecahkan seperti masalah endemis atau penyakit menular sebagaimana terjadi dewasa ini, yaitu kasus flu burung, viris SARS, HIV, penyakit kelamin yang menyerang di beberapa daerah penyakit menular, keracunan makanan, dsb.

d. Faktor psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.

Berbeda dengan pendapat sebelumnya Soetomo (2015: 157-172) menjelaskan bahwa masalah sosial yang bersumber dari faktor individual dapat diidentifikasi dari beberapa aspek seperi bilogis,psikologis,dan sosialisasi. Dijelaskan bahwa penyebab masalah adalah kondisi biologis orang yang bermasalah, yang banyak dibuktikan dengan keadaan kesehatan yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia

(15)

mengakibatkan menurunnya kemampuan untuk meningkatkan kondisi kehidupan dan menurunnya produtiviktas kerja. Kondisi psikologis dijelaskan masalah yang berkaitan dengan kejiwaan dan kepribadian individu,kaitannya dengan masalah sosial yang berasal dari perilaku individu, manifestasi dari isolasi ini dapat meliputi alkoholisme,kekalutan mental dan gejala bunuh diri individu cenderung mengisolasi dari kehidupan masyarakat dan kelompoknya serta dapat menuju berbagai bentuk perilaku yang merupakan masalah sosial. Terakhir dilihat dari aspek sosialisasi,dikatakan bahwa individu yang teridentifikasi sebagai masalaah sosial apabila apabila tidak berhasil dalam melewati proses belajar dengan lingkungan,masyarakat,norma,dan lain sebagainya ataupun individu tersebut salah memilih lingkungan interaksi sosialnya.selain itu masalah sosial yang terjadi juga disebabkan karena ketidakmampuan individu menjalankan peranan atau penyalahgunaan peranan yang dimiliki sehingga tidak sesuai dengan harapan masyarakat.

Elly dan Usman (2011: 53-59) menyatakan bahwa jenis masalah sosial yang biasa dihadapi masyarakat antara lain: kemiskinan, kriminalitas, disorganisasi keluarga, masalah pemuda, perang, gangguan seksual, masalah kependudukan, masalah gender, dan masalah kekerasan. Selain itu, menurut Soekanto (1990: 406- 439), ada beberapa masalah sosial penting yang didasarkan pada ketimpangan, yang oleh masyarakat dianggap sebagai masalah sosial, tergantung pada sistem nilai sosial masyarakat tersebut. Beberapa masalah yang dihadapi masyarakat secara umum, yaitu

1. Kemiskinan

Soetomo (2015:196) berpendapat bahwa budaya sangat mewarnai kehidupan seseorang, dari perspektif ini kondisi kehidupan masyarakat dipandang sebagai masalah sosial yang mencerminkan budaya masyarakat sehingga disebut dengan kemiskinan kultural. Masyarakat miskin dinyatakan mempunyai nilai dan gaya hidup tertentu yang memepengaruhi kemampuan antisispasinya terhadap perekembanagan dan perubahan lingkungan hidupnya serta mempengaruhi taraf

(16)

hidup sosial ekonomi. Aspek aspek kultural yang dimaksud merupakan lemahnya achievement motivation kurang berorientasi kedepannya. Keadaan kemiskinan dengan dimensi dan konsekuensi yang bervariasi merupakan bentuk masalah sosial yang menggambarkan keadaan kesejahteraan yang rendah.

Kemiskinan dapat diartikan keadaan dimana seseorang tidak dapat memelihara dirinya sendiri dengan menyesuaikan taraf hidup kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga atau mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soekanto,1990:406). Pesatnya perkembangan dagang di seluruh dunia penetapan taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat,kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial ketika perbedaan situasi ekonomi warga diidentifikasi dengan jelas. Faktor faktor yang menyebabkan masyarakat membenci kemiskinan adalah kesadaran bahwa mereka gagal untuk memperoleh lebih daripada apa yang telah dimlikinya dan perasaan akan adanya ketidakadilan. Era masyarakat modern yang rumit ini kemiskinan menjadi problema sosial disebabkan munculnya sikap yang membenci kemiskinan. Seseorang dianggap miskin jika harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf kehidupan yang ada.

Lain halnya dengan mereka yang mengikuti arus urbanisasi tetapi tidak dapat menemukan pekerjaan. Bagi mereka pokok persoalan kemiskinan disebabkan tidak mampu kebutuhan primer sehingga timbul tuna karya,tuna susila dan lain sebagainya.

Secara sosiologis sebab sebab timbulnya masalah tersebut yakni salah satu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik, yaitu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik, yaitu lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi.

Kepincangan tersebut akan menjalar ke bidang bidang lainnya, misalnya pada kehidupan keluarga yang tertimpa kemiskinan tersebut. Dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah sosial yang diceritakan dalam karya sastra terjadi kemiskinan ditandai dengan penggambaran tokoh dengan kondisi kesejahteraan yang rendah dengan tidak dapat memenuhi taraf hidup sehingga tidak memiliki orientasi hidup kedepan yang disebabkan karena tidak mampu memanfaatkan tenaga atau mental maupun fisiknya.

(17)

2. Kejahatan

Sosiologi berpendapat bahwa kejahatan disebabkan oleh kondisi dan proses yang sama dari proses sosial yang menghasilkan perilaku sosial lainnya. Jumlah tingkat kejahatan berkaitan erat dengan bentuk dan organisasi organisasi sosial tempat kejahatan itu terjadi. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang berbeda, yang masing-masing memiliki kepentingan dan nilai yang berbeda dalam proses interaksi, setiap kelompok berusaha agar kelompok lain mengikuti nilai-nilai yang digunakan ketika masing-masing nilai dan kepentingan tersebut bertentangan dan masing-masing bertahan melawan nilai dan kepentingan yang bertentangan menciptakan konflik nilai.

Hal ini menyebabkan sumber masalah sosial (Soetomo,2015:194). Hal tersebut sesuai dengan kesimpulan Weinberg (Soetomo,2015:194) disebabkan oleh konflik alamiah antar segmen masyarakat yang berbeda. Soekanto (1990:408) juga menjelaskan bahwa angka angka kejahatan dalam masyarakat,golongan masyarakat,dan kelompok sosial mempunyai keterkaitan dengan kondisi kondisi dan proses proses. Misalnya gerak sosial persaingan serta pertentangan kebudayaan, ideologi politik, agama, ekonomi, dan seterusnya. Sehubungan dengan pendekatan sosiologis dapat ditemukan teori sosiologis tentang perilaku jahat. Salah satu diantara sekian teori tersebut adalah teori dari E.H Sutherland yang mengatakan bahwa berprilaku jahat dengan cara yang sama dengan perilaku yang tidak jahat. Artinya perilaku jahat dapat dipelajari dalam interaksi dengan orang lain, dan orang tersebut mendapat perlakuan jahat karena telah berinteraksi dengan orang orang yang beprilaku melawan norma norma hukum yang ada.

Gejala lain yang patut mendapat perhatian adalah gejala dari apa yang disebut dengan kejahatan kerah putih yang terjadi di zaman modern ini. Tindak pidana ini dilakukan oleh pengusaha dan pejabat publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Elly dan Usman (2011: 530) berpendapat bahwa kejahatan yang disebutkan dalam penelitian ini tidak hanya berfokus pada perilaku seseorang atau kelompok yang merugikan orang atau kelompok, tetapi juga pada korupsi, pemalsuan, dan penipuan yang merugikan tubuh seseorang bisa hidup. Posisi keuangan mereka yang relatif kuat

(18)

memungkinkan mereka untuk melakukan tindakan yang dikriminalisasi oleh hukum dan masyarakat. Kelompok ini percaya bahwa mereka kebal dari hukum dan kontrol sosial lainnya karena kekuasaan dan keuangan mereka. Faktor individu mungkin termasuk dalam tipe pelanggar lain, tetapi yang benar-benar membedakan mereka adalah posisi dan peran yang diberikan kepada mereka.

Muncul peluang yang bisa disalahgunakan karena jabatan. Sebuah studi yang dilakukan di Yugoslavia misalnya memberikan petunjuk bahwa timbulnya white collar crime karena situasi sosial memberikan peluang. Situasi tersebut dimulai oleh golongan yang memberikan teladan pada masyarakat luas. Dari situasi tersebut kepudaran hukum terjadi sehingga timbul peluang/kesempatan yang menyebabkan warga tidak mempercayai nilai dan norma hukum hukum yang berlaku terpenuhinya kebutuhan atau hak haknya. Ditarik kesimpulan bahwa masalah sosial yang diceritakan dalam karya sastra terjadi kejahatan ditandai dengan penggambaran seorang tokoh ataupun sekolompok menyakiti atau merugikan tokoh lain yang disebabkan oleh pertentangan maupun persaingan kebudayaan, ideologi politik, agama, ekonomi,dan seterusnya.

3. Disorganisasi keluarga

Soerjono Soekanto (1990:411-413) berependapat bahwa disorganisasi keluarga merupakan perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggota anggotanya gagal memenuhi kewajiban kewajibanya yang sesuai dengan peranan sosialnya. Secara sosiologis, bentuk bentuk disorganisasi keluarga antara lain adalah:

a) Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar nikah. Meskipun dalam hal hukum dan sosial belum terbentuk keluarga , dapat diartikan sebagai disorganisasi keluarga. Ayah (biologis) gagal memenuhi peran sosialnya dan begitu pula dengan keluarga ayah dan ibu.

b) Disorganisasi keluarga karena perceraian,pemisahan meja dan tempat tidur, dll.

c) Adanya kekurangan dalam keluarga, dalam hal komunikasi antar anggotanya.

Goede menamakannya sebagai empty shell family.

(19)

d) Krisis keluarga karena seseorang yang bertindak sebagai kepala keluarga di luar kemampuannya untuk meninggalkan rumah tangga, mungkin karena kematian, hukuman atau perang.

e) Krisis keluarga yang disebabkan oleh faktor internal, misalnya karena keseimbangan jiwa anggota keluarga terganggu.

Pada dasarnya telah disepakati bahwa masyarakat sebagai individu mempunyai berbagai kebutuhan dasar,dengan fakta tersebut wajar apabila setiap orang mencoba dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Masalah akan timbul apabila pemenuhan kebutuhan terhambat. Hambatan tersebut dapat berasal dari aspek individual maupun structural. Disorganisasi keluarga mungkin terjadi pada masyarakat masyarakat sederhana,karena suami sebagai kepala keluarga gagal memenuh kebutuhan kebutuhan primer keluarganya pada umumnya masalah tersebut disebabkan oleh kesulitan kesulitan untuk menyesuaikan tuntutan kebudayaan. Pada zaman modern ini disorganisasi keluarga mungkin terjadi karena konflik peranan sosial atas dasar perbedaan ras agama atau faktor sosial ekonomis. Hakikatnya disorganisasi keluarga pada masyarakat yang sedang dalam transisi menuju masyarakat yang modern dan kompleks disebabkan karena keterlambatan untuk menyesuaikan diri dengan situasi sosial ekonomis yang baru. Berbeda dengan pendapat sebelumnya Soetomo (2015:178) menjelaskan bahwa bentuk lain dari pandangan structural yang ingin menjelaskan sumber masalah mengapa seorang berprilaku menyimpang atau berada dikondisi yang tidak diharapkan merupakan tesis tentang diskriminasi institusional. Menurut pandangan ini mengapa seorang menjadi jahat atau miskin bukan kesalahan individu yang bersangkutan tetapi karena kebetulan orang tersebut dilahirkan dibagian kota tertentu atau lingkungan strata sosial yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan dia tidak dapat mengembangkan dirinya secara optimal karena berbagai hambatan. Selanjutnya Elly dan Usman (2011:54) berpendapat bahwa keluarga dikatakan mengalami disorganisasi apabila salah satu anggota keluarga menyimpang dari aturan keluarga yang menyebabkan perpecahan keluarga. Ditarik kesimpulan bahwa masalah sosial yang diceritakan dalam karya

(20)

sastra dapat dikatakan terjadi disorganisasi keluarga ditandai dengan penggambaran anggota kelurga sudah menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga kemudian akan berimbas pada peranan orang tua yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan primer keluarga atau masalah ini dapat terjadi jika peranan orang tua terhambat karena faktor biologis atau kejiwaan terganggu sehigga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup.

4. Masalah generasi muda

Secara umum, masalah ini ditandai oleh dua karakteristik yang saling bertentangan, yaitu: keinginan untuk melawan dan sikap apatis. Kemauan untuk melawan itu antara lain diperlakukan dalam bentuk radikalisme. Sedangkan sikap apatis, merupakan penyesuaian buta terhadap ukuran generasi miral yang lebih tua.

Masyarakat yang terus berubah, generasi muda seolah terhimpit antara norma lama dan norma baru (belum berwujud) yang terkadang belum terbentuk. Elly dan Usman (2011:55) berpendapat bahwa perilaku penyimpangan remaja dipicu oleh karakter sebagai indivdualis yang masih labil jiwanya,pada ,masa ini pengaruh luar juga lebih dominan sehingga anak cenderung mengabaikan nasihat orang tuanya. Generasi tua seolah-olah tidak menyadari bahwa sekarang ukurannya bukan usia tetapi kemampuan.

Generasi muda tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan apa yang bisa dilakukannya. Di masyarakat perkotaan, keadaan ini dibiarkan dengan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak. Orang tua tidak memiliki cukup waktu untuk memantau perkembangan anaknya karena sibuk mencari nafkah atau meraih kesuksesan. Soekanto (1990:413) menyatakan bahwa masalah sosial muncul sebagai berikut:

a) Personal sens if value yang tidak dibangkitkan oleh orang tua.

b) Munculnya kelompok-kelompok pemuda atau organisasi informal yang perilaku dan perilakunya tidak disukai oleh sebagian besar masyarakat.

c) Munculnya upaya-upaya generasi muda untuk perubahan masyarakat yang disesuaikan dengan nilai-nilai generasi muda.

(21)

Ditarik kesimpulan bahwa masalah sosial yang diceritakan dalam karya sastra terjadi masalah generasi muda ditandai dengan penggambaran seorang tokoh melakukan hal yang menyimpang karena masih labil jiwanya dan terpengaruh faktor lingkungan serta dominan mengabaikan nasehat orang tua.

5. Peperangan

Kemajuan teknologi yang pesat semakin memodernisasi cara berperang dan menyebabkan kerusakan yang lebih besar daripada di masa lalu. Menurut Elly dan Usman (2011: 55) peperangan merupakan suatu gejala sosial dimana terdapat lebih dari satu kelompok manusia yang berambisi untuk saling serang dengan demi memperoleh kemenagan. Sosiologi menganggap peperangan sebagai suatu gejala yang disebabkan oleh berbagai faktor. Peperangan merupakan suatu bentuk pertentangan dan juga suatu lembaga kemasyarakatan. Peperangan merupakan bentuk pertentangan yang setiap kali diakhiri dengan suatu akomodasi yang sering disebut perang dingin (Soekanto ,1990:413). Dampak dari peperangan ini menyebabkan disorganisasi dalam berbagai aspek kemasyarakatan, baik itu dari negara yang menang maupun negara yang kalah. Ditarik kesimpulan bahwa masalah sosial yang diceritakan dalam karya sastra terjadi peperagan ditandai dengan penggambaran pertentangan antar kelompok yang menimbulkan aksi saling serang untuk mendapatkan kemenangan.

6. Pelanggaran terhadap norma” masyarakat

Menurut Soekanto (1990:417-430) perilaku pelanggaran terhadap norma norma masyarakat dapat dibagi menjadi 4 jenis:

a) Pelacuran

Tindakan ini dapat diartikan sebagai suatu perkejaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan perbuatan seksual untuk mendapat upah. Tindakan ini dapat dipengaruhi oleh faktor yaitu faktor eksogen dan endogen.

Faktor endogen sendiri adalah nafsu kelamin yang besar dan rasa malas untuk

(22)

mewujudkan kehidupan mewah, sedangkan faktor eksogen berasal dari faktor ekonomi,urbanisasi tidak teratur.

b) Delinkuensi anak anak

Delinkuensi anak-anak atau kenakalan remaja umum umumnya berupa perilaku dan tindakan yang tidak disukai masyarakat, seperti ngebut, pemukulan, permintaan uang atau barang secara paksa, dan sebagainya. Biasanya para remaja ini tergabung dalam organisasi semi formal seperti geng.

c) Alkoholisme

Permasalahan yang dibahas dari para pengguna alkohol adalah siapa yang boleh menggunakannya,dimana,bila mana dalam kondisi tertentu. Misal, seseorang mabuk di tengah jalan dan mengganggu lalu lintas atau menenggak minuman keras ketika berkendara yang itu semua membahayakan dan menyebabkan kecelakaan serta meninggalnya beberapa orang.

d) Homoseksualitas

Dari sudut pandang sosiologis, homoseksual adalah seseorang yang lebih menyukai orang yang berjenis kelamin sama sebagai pasangan seksual.

Homoseksualitas adalah pola perilaku kaum homoseksual. Mereka mengalami konflik internal yang melibatkan identitas diri sebagai lawan dari identitas sosial, sehingga ada kecenderungan untuk mengubah karakteristik seksual mereka.

7. Masalah kependudukan

Penduduk dalam suatu negara merapakan sumber yang penting dalam hal pembangunan,karena penduduk merupakan subjek dan objek pembangunan. Salah satu tanggung jawab negara adalah menjamin kesejahteraan rakyatnya, ternyata kesejahteraan penduduk mengalami gangguan oleh gangguan gangguan perubahan demografis yang sering kali tidak dirasakan. Soerjono soekanto menyatakan bahwa Di Indonesia gangguan gangguan tersebut menimbulkan masalah diantaranya :

a) Bagaimana menyebarkan penduduk,sehingga tercipta kepadatan penduduk yang serasi untukseluruh Indonesia

(23)

b) Bagaimana mengusahakan penurunan angka kelahiran sehingga perkembangan penduduk dapat diawasi (1990:430).

Permasalahan yang ada yakni bagaimana usia rata rata manusia bisa Panjang. Tingkat produktivitas dalam keadaan seimbang tetapi juga angka kelahiran dan natalitas dapat dikendalikan sesuai dengan tingkat produksi,dengan tingkat pengendalian jumlah penduduk dan keseimbangan angka produksi,maka akan membawa kehidupan manusia menjadi layak baik secara sosial budaya maupun secara ekonomi (Elly dan Usman,2011:57). Usaha usaha untuk mencapai kesejahteraan tidaklah mulus seperti yang diharapkan karena mengalami ganguan diantaranya;

a) Ketidak merataan jumlah penduduk diberbagai wilayah b) Rendahnya tingkat kualitas SDM

c) ketidakseimbangan jumlah pertumbuhan angka angkatan dengan ketersediaan lapangan kerja

d) tidak terkendalinya angka kelahiran

dalam hal ini ukuran kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari tingkat keseimbangan antara pertambahan dan jumlah penduduk dan tingkat prooduktivitas,ketersediaan jumlah lapangan pekerjaan,ketersediaan jumlah lembaga pendiidikan yang mampu dijangkau semua orang, jaminan kesehatan kepada semua pihak dari strata kelas bawah hingga ke strata sosial kelas atas (Elly dan Usman,2011: 936-937)

Masalah masalah yang sudah disebutkan tadi perlu diatasi karena ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat harus disertai dengan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk, fakta dari masalah tersebut juga tidak lepas dan sangat berpengaruh dalam usaha modernisasi beberapa penghambat kemajuan ialah; (a) pendidikan yang juga merupakan faktor keuangan dan terutama faktor waktu (b) pertambahan penduduk dengn akibat atau kesan kurang adanya kesempatan kerja hingga terjadi pengangguran semu terutama karena manusianya belum terdidik untuk suatu pekerjaan baru (c) tahap pertama perkemabnagan dibidang agraria bukan dibidang industri (d) diperlukan pemerintahan yang kuat berlandaskan kepercayaan rakyat (e)

(24)

biasanya pembangunan yang diarahkan pada peningkatan dalam negri mengakibatkan modal ini dibawa kembali keluar negri sebgai modal milik pribadi. Hal ini modal asing makin diperlukan karena pembangunan sukar dilakukan tanpa modal (f) kurang adanya kelompok masyarakat yang dapat digerakkan untuk kemajuan mental yang berarti bahwa kemanjuan mental harus mendahului kemajuan materi/Teknik (g) kepesatan kemajuan bergantung pada pengalaman politik dalam alam demokrasi atau otoriter (Susanto,1999:194). Ditarik kesimpulan bahwa masalah sosial yang diceritakan dalam karya sastra terjadi masalah kependudukan ditandai dengan penggambaran terjadinya kepadatan penduduk karena kurangnya pemerataan serta tingkat kelahiran tidak bisa dikendalikan, salah satunya menyebabkan terhambatnya pembangunan yang berimbas pada kesejahteraan rakyat rendah baik secara sosial budaya maupun ekonomi

8. Masalah lingkungan hidup

Berbicara tentang lingkungan tempat seseorang berpikir adalah segala sesuatu yang melingkupi manusia, baik sebagai individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Lingkungan dibagi menjadi 3 kategori:

a) Lingkungan fisik, yaitu semua benda mati yang ada di sekitar manusia b) Lingkungan biologis, di sekitar manusia berupa makhluk hidup (kecuali manusia itu sendiri)

c) Lingkungan sosial yang terdiri dari orang-orang secara individu dan kelompok di sekitar orang-orang

Pencemaran akan terjadi jika ada satu material di lingkungan manusia, baik secara fisik, biologis maupun sosial, yang dapat merugikan eksistensi manusia. Hal ini karena hadir dalam konsentrasi yang besar, yang biasanya disebabkan oleh proses aktivitas manusia itu sendiri. Masalah pencemaran dibagi menjadi beberapa klasifikasi, seperti pencemaran udara, air, tanah dan budaya. Polutan berbentuk fisik, biologis, kimia dan budaya atau sosial (Soekanto,1990:431).

(25)

Soetomo (2015:370-372) menjelaskan bahwa Masalah sosial sebagai akibat sampingan dari perubahan (kasus lingkungan) terbagi menjadi dua dimensi yaitu timbul dari dimensi sosial, yaitu berkurangnya nilai-nilai sosial masyarakat, menurunnya daya ikat norma sosial hingga menimbulkan bentuk-bentuk perilaku menyimpang dan ketergantungan pada masyarakat di sisi lain sebagai akibat dari sistem intervensi pembangunan yang tidak proporsional. Melihat dari segi dimensi fisik, ini merupakan efek samping dari proses pembangunan, antara lain dari segi pencemaran dan kelestarian lingkungan, menjadi masalah yang akan mempengaruhi keindahan, ketertiban, kebersihan dan terutama kesehatan masyarakat dalam jangka pendek dan akan mempengaruhi pembangunan. proses dalam jangka panjang. Ditarik kesimpulan bahwa masalah sosial yang diceritakan dalam karya sastra terjadi masalah lingkungan sosial ditandai dengan penggambaran nilai nilai sosial masyarakat sudah pudar yang mengakibatkan penyimpangan sedangkan ligkungan fisik terjadi apabila terjadi pencemaran lingkungan karena efek samping pembangunan yang berpengaruh pada kebersihan dan keindahan.

9. Birokrasi

Birokrasi menunjuk pada organisasi yang dimaksudkan untuk mengerahkan tenaga dengan teratur dan terus menerus untuk mencapai tujuan tertentu (Soekanto:1990:435). Terdapat 5 (lima) unsur yang mengenai birokrasi yaitu:

organisasi,pengerahan tenaga,sifat yang teratur,bersifat terus menerus,mempunyai tujuan. Birokrasi mempunyai tujuan tertentu, maka birokrasi tersebut tidak boleh menyimpangdari dasar dasar kehidupan masyarakat dimana birokrasi itu berada.

Biasanya digunakan istilah bureaucratims untuk menunjukkan pada birokrasi yang justru menghambat roda pemerintah yang berarti bahwa birokrasi tersebut menyimpang dari tujuannya dan sering disebut red tape. Makna pokok pengertian birokrasi terletak pada kenyataan bahwa organisasi tersebut menghimpun tenaga tenaga demi jalannya organisasi tanpa terlalu menekankan pada tujuan tujuan pokok yang hendak dituju. Pengerahan tenaga dimaksudkan sebagai pengaturan tenaga

(26)

tenaga secara terstruktur untuk melaksanakan suatu kerja tertentu. Apabila suatu birokrasi telah mempunyai tujuan tertentu maka birokrasi tidak boleh menyimpang dari tujuan semula. Hal itu sesuai dengan pendapat Soekanto (1990:439) mengutip kesimpulan Max weber bahwa birokrasi merupakan organisasi dalam masyarakat ,karena itu birokrasi tidak boleh menyimpang dari tujuan tujuannya. Hubungan informal yang terjadi antara anggota anggota dalam organisasi resmi senantiasa harus terpelihara dengan baik, terlepas dari peranan formal yang mereka miliki. Ditarik kesimpulan bahwa masalah sosial yang diceritakan dalam karya sastra terjadi masalah birokrasi ditandai dengan penggambaran suatu organisasi dalam masyarakat tidak berjalan sesuai dengan tujuannya ataupun apabila hubungan informal anggota dalam suatu organisasi resmi tidak berjalan baik/tidak harmonis yang menyebabkan terhambatnya tujuan awal dari organisasi tersebut.

5. Hakikat Bahan Ajar a. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang berfungsi untuk membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar. Gayuh dengan pandapat tersebut Ismawati mengungkapkan Bahan ajar merupakan sesuatu yang mengandung pesan kemudian disajikan dalam proses belajar mengajar (2012: 35). Sedangkan menurut Kurniawan (2017: 58) bahan ajar dapat juga diartikan sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara mandiri dan dapat dirancang sesuai kurikulum yang berlaku. Guru akan lebih mudah dalam mengajarkan materi kepada peserta didik dengan adanya bahan ajar.Bahan ajar menurut Lestari (2013: 1) merupakan seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Bahan ajar bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis, misalnya bahan cetak seperti: buku, handout, modul, lembar kerja siswa,

(27)

brosur, leaflet, wallchart, audio visual seperti: video atau film, VCD dan lain-lain (Setyorini, 2016: 93).

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan sesuatu bentuk bahan pembelajaran yang disusun secara sistematis dalam menunjang proses belajar mengajar agar sesuai dengan kompetensi atau subkompetensi yang berlaku. Peran seorang guru dalam menentukan maupun merancang bahan ajar merupakan patokan penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru. Melihat hal tersebut guru harus memilih dan mempunyai bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum dan mempertimbangkan kebutuhan siswa.

b. Karakteristik Bahan Ajar

Novel yang digunakan sebagai bahan ajar hendaknya harus novel yang berkualitas apabila dilihat dari segi bahasanya. Berikut adalah karakteristik buku ataupun novel yang dapat dijadikan sebagai bahan ajar menurut pendapat dari Lestari (2013: 2) yaitu: self instructonal, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly.

1) Self Instructional,merupakan bahan ajar yang dengannya siswa dapat belajar sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan. Untuk mewujudkan karakter belajar mandiri, bahan ajar harus memuat tujuan yang ditetapkan dengan jelas, baik yang bersifat final maupun sementara.

2) Self Contained, merupakan seluruh materi merupakan semua mata pelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari dalam satu materi pembelajaran secara keseluruhan. Oleh karena itu, bahan ajar harus memuat seluruh bagian-bagiannya dalam buku secara keseluruhan untuk memudahkan pembaca dalam mempelajari bahan ajar tersebut.

(28)

3) Stand Alone, merupakan bahan ajar yang dikembangkan, tidak bergantung pada bahan ajar lain atau tidak perlu digunakan bersamaan dengan bahan ajar lain.

4) Adaptive, merupakan bahan ajar yang harus memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi 5) User Friendly, merupakan semua instruksi dan informasi yang tampak

ramah pengguna dan mudah digunakan, termasuk kemudahan yang digunakan pengguna untuk merespons dan, jika perlu, mengaksesnya.

Pendapat lain mengenai karakteristik bahan ajar dikemukakan oleh Ismawati (2013:39) menjelaskan ada empat macam hal yang harus tersedia pada bahan ajar karya sastra. Berikut akan dijelaskan empat hal tersebut.

1) Fakta, merupakan segala bentuk yang bersifat nyata. Sebagai contoh dalam pengajaran sastra, misalnya bentuk-bentuk cerita yaitu cerita pendek, novel, dan lain sebagainya.

2) Konsep, berisi tentang pengertian-pengertian berwujud definisi atau

hakikat. Sebagai contoh dalam pengajaran sastra, misalnya teori mengenai pengertian ncoovmeml aittatuo cuesreirta pendek.

3) Prinsip, merupakan hal-hal pokok seperti hubungan, antar konsep, atau dapat berwujud rumus. Sebagai contoh dalam pengajaran sastra, misalnya unsur dan kontruksi dalam cerita pendek atau novel.

4) Prosedur, merupakan langkah-langkah yang diatur secara sistematis. Sebagai contoh dalam pengajaran sastra, misalnya cara membuat cerita pendek sesuai dengan unsur-unsurnya.

c. Pemilihan bahan pengajaran

Guru dalam memilih bahan ajar membutuhkan rambu rambu dalam menentukan bahan ajar, hal ini digunakan agar tidak terjadi pengulangan dan disesusaikan dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan siswa tentunya dengan mempertimbangkan perkembangan kesusastraan Indonesia. Pemilihan bahan ajar yang digunakan mencakup berbagai genre ataupun bentuk yang meliputi dongeng

(29)

(sastra lama) cerpen, novel, puisi, drama ataupun essai. Sejalan dengan dengan hal tersebut pendapat Enraswara (2019:20-22) secara umum , memilih buku bahan ajar sastra dapat diuraikan sebagai berikut,

1) Mutu sastra dan daya tarik keterbacaan, dalam hal ini bahan ajar yang digunakan harus melihat mutu sastra dan daya tarik keterbacaan, selain itu estetika sastra yang tinggi juga diperlukan sehinga mampu mengundang minat baca siswa.

2) Selaras dengan tuntutan kurikulum, pemilihan bahan ajar juga harus selaras dengan kurikulum yang sedang berlaku. Melalui bahan ajar sastra tuntutan kurikulum bisa diimplementasikan secara nyata.

3) Mempresentasikan perkemabangan sejarah sastra Indonesia, bahan ajar yang digunakan harus memperlihatkan dan mempresentasikan perkembangan kesusastraan Indonesia mulai dari awal hingga akhir.

4) Kandungan budaya dan nilai moral, adanya pengajaran sastra di SMA diperuntukkan untuk membentuk jiwa dan perilaku siswa , maka dari itu baahn ajar yang dipilih harus mengandung nilai nilai budaya,susila,moral,dann budi pekerti.

5) Perkembanagan psikologi dan kemampuan anak (kompetensi membaca siswa), bahan ajar sastra perlu juga dipertimbangkan perkembangan psikologi siswa dan kemampuan membaca siswa. Buku yang akan dipilih tidak terlalu berat atau sesuai jenjang kelas dan tidak mengandung filsafat yang rumit walaupun berfilsafat guru harus bisa menyampaikan ulang dengan Bahasa yang lebih mudah dipahami.

Selain kelima hal yang sudah disebutkan dalam pemilihan bahan ajar secara umum agar teks-teks sastra yang digunakan dapat sampai ke siswa selain harus sesuai dengan kompetensi dasar yang dicapai perlu dipertimbangkan seperti, fakktor kedekatan dan keakraban siswa,menarik dan berkualitas,mudah dan memungkinkan diakses siswa,up to date memberikan gambaran perkemabangan sastra,serta kaya dan dekat dengan lingkungan sosial budaya.

Pemilihan bahan ajar juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no.8 Tahun 2016 tentang buku yang digunakan satuan pendidikan

(30)

dalam Pasal 2 (1) Buku yang digunakan oleh satuan pendidikan terdiri atas: a. Buku teks b. Buku non teks Pelajaran (2) Buku yang digunakan oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan nilai/norma positif yang berlaku di masyarakat, antara lain tidak adanya unsur pornografi, ekstremisme, radikalisme, kekerasan, SARA, bias. jenis kelamin, dan tidak mengandung nilai penyimpangan lainnya. (3) Selain memenuhi nilai/norma positif yang berlaku di masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), buku ajar dan bukan buku ajar harus memenuhi kriteria penilaian sebagai buku yang layak digunakan pada suatu satuan pendidikan.

Kelayakan buku non teks tersebut dapat dinilai dengan menggunakan Instrumen Penilaian Buku Pengayaan Kepribadian yang menilai dari komponen materi yang terdiri dari 5 butir diantaranya; Butir 1. Materi/isi sesuai dan mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional. Butir 2. Materi/isi tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Butir 3.Materi/isi merupakan karya orisinal (bukan hasil plagiat), tidak menimbulkan masalah SARA, dan tidak diskriminasi gender Butir 4. Materi/isi diuraikan secara mendalam dan memiliki nilai kreativitas tinggi. Butir 5.

Materi/isi membangun karakter bangsa Indonesia yang mantap, stabil, dan diidamkan.

Kedua, komponen penyajian terbagi menjadi dua jenis yaitu jenis fiksi dan nonfiksi. Ketiga komponen berbahasa meliputi dua butir penilaian, yaitu (1) bahasa yang digunakan etis dan estetis, komunikatif, dan fungsional, sesuai dengan pembaca sasaran; dan (2) bahasa (ejaan, tanda baca, kosakata, kalimat, dan paragraf) sesuai dengan kaidah, dan istilah yang digunakan buku. Keempat, komponen grafika yang mengatur fisik dari buku. Terdapat 2 butir penjelasan, yaitu (1) tata letak unsur unsur grafika estetis,dinamis,dan menarik serta menggunakan ilustrasi yang memperjelas pemahaman atau materi/isi buku, (2) tipografi yang digunakan mempunyai tingkat keterbacaan yang tinggi.

(31)

6. Relevansi Novel Guru Aini Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA Asumsi dasar Bahan ajar adalah bentuk bahan pembelajaran yang didalamnya memuat materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara penilaian guru disusun guna menunjang proses belajar mengajar agar sesuai dengan kompetensi atau subkompetensi yang berlaku di sekolah. Sejalan dengan pendapat tersebut Erlina, Rakhmawati & Setiawan (2016: 207) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran diperlukan bahan ajar untuk menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Bahan atau materi ajar adalah sesuatu yang dapat memberikan pelajaran serta ilmu yang berguna bagi siswa. Pembelajaran di sekolah khususnya pada pembelajaran sastra, perlu menggunakan bahan ajar dari karya-karya sastra yang mengandung nilai-nilai pendidikan. Karya sastra yang sering digunakan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah pantun, puisi, cerpen, novel dan lain-lain (Elisa, Wardhani & Suyitno, 2016: 36).

Sastra dalam pendidikan anak dapat berperan dalam perkembangan aspek kognitif, emosional, psikomotorik, perkembangan kepribadian, dan perkembangan kepribadian sosial. Di sisi lain, novel dapat digunakan tidak hanya untuk kesenangan membaca tetapi juga sebagai bahan ajar, terutama sebagai bahan ajar untuk apresiasi sastra. Pembelajaran sangat diperlukan pemilihan materi yang akan dijadikan sebagai bahan pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. (Mustikasari Suryanto &

Hastuti, 2019: 70). Belajar sastra di sekolah sangat sulit untuk menyajikan novel atau roman untuk buku teks yang diterbitkan di kelas. Karena banyaknya materi atau materi pembelajaran yang berupa novel. Jadi, dalam proses evaluasi novel, perpustakaan sekolah harus memiliki novel yang sesuai, Waluyo (2011: 32).

Menilai kelayakan sebuah karya sastra sebagai bahan ajar, pada penelitian ini akan menggunakan penilaian dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengatur kriteria yang harus dipenuhi sastra tulis fiksi maupun nonfiksi dalam Instrumen dan Rubrik B3 Penilaian Buku Pengayaan Kepribadian. Dalam instrumen ini, terdapat 4 komponen yang harus dipenuhi oleh bahan ajar.Pertama, komponen

(32)

materi terdiri atas 5 butir kriteria yaitu :

(1) Materi mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional (Tujuan pendidikan nasional yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab).

(2) Materi tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia; (Yang dimaksud dengan “tidak bertentangan” yaitu materi yang disajikan tidak menyimpang dari ketentuan dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang Perlindungan HAM, Undang- Undang Hak Cipta, dan undang-undang lain yang relevan).

(3) Materi merupakan karya karya asli (bukan karena plagiat), tidak menimbulkan SARA dan tidak mendiskriminasi gender; (Materi/isi, bahasa dan/atau gambar/ilustrasi yang terdapat dalam buku adalah karya asli atau bukan tiruan dan tidak menjiplak sebagian atau seluruhnya karya orang lain. Apabila menggunakan bagian dari karya orang lain, maka sebutkan atau rujuk ke aturan pengutipan sesuai dengan ketentuan ilmiah; Materi/isi, bahasa dan/atau gambar/ilustrasi dalam buku tidak menimbulkan masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA); Materi/isi dan bahasa dan/atau gambar dalam buku ini tidak mengungkapkan atau membentuk apa pun yang mendiskriminasi, memihak atau mendiskreditkan jenis kelamin pria atau wanita).

(4) Materi diuraikan secara mendalam dan memiliki kreativitas tinggi;(Materi/isi buku pengayaan kepribadian berhubungan dengan hal-hal yang penting dan diungkap secara mendalam, serta bukan hal-hal yang remeh-temeh dan bersifat permukaan, sehingga dirasakan sebagai suatu karya yang bermanfaat bagi pembaca karena kedalaman isi karya tersebut; Materi/isi buku pengayaan kepribadian menunjukkan kreativitas penulisnya dalam menggali, mengungkap, dan memberi pencerahan atas persoalan kehidupan yang ditulisnya).

(5) Materi membangun karakter bangsa Indonesia yang mantap dan stabil.( Materi/isi mengembangkan karakter bangsa Indonesia, tidak bertentangan dengan ciri khas, nilai

(33)

budaya, dan jati diri bangsa Indonesia. Materi ini membangun kepribadian dan tidak bertentangan dengan perilaku dan karakteristik bangsa Indonesia. Kepribadian yang mantap itu meliputi sikap keramahtamahan, konsistensi, bergairah, dapat membuka hati, dan memiliki emosi yang stabil).

Kedua, komponen penyajian terbagi menjadi dua jenis yaitu jenis fiksi dan nonfiksi. Ketiga komponen berbahasa meliputi dua butir penilaian, yaitu (1) bahasa yang digunakan etis dan estetis, komunikatif, dan fungsional, sesuai dengan pembaca sasaran; dan (2) bahasa (ejaan, tanda baca, kosakata, kalimat, dan paragraf) sesuai dengan kaidah, dan istilah yang digunakan buku. Keempat, komponen grafika yang mengatur fisik dari buku. Terdapat 2 butir penjelasan, yaitu (1) tata letak unsur unsur grafika estetis,dinamis,dan menarik serta menggunakan ilustrasi yang memperjelas pemahaman atau materi/isi buku, (2) tipografi yang digunakan mempunyai tingkat keterbacaan yang tinggi.

7. Pengajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas dengan Kurikulum 2013 Sastra memiliki pengaruh besar dalam proses berkembangnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Selain itu, sastra juga berpengaruh dalam mengembangkan tingkat pengenalan diri dan lingkungan. Menurut Nurhayati (dalam Mustikasari,Suryanto& Hastuti,2019), pengajaran sastra memiliki pertautan erat dengan pendidikan, karena pengajaran sastra dan sastra pada umunya, secara hakiki membicarakan nilai hidup dan kehidupan yang mau tidak mau berkaitan langsung dengan pembentukan karakter manusia. Sastra dalam pendidikan anak bisa berperan mengembangkan aspek kognitif, fektif, psikomotorik, mengembangkan kepribadian dan mengembangkan pribadi sosial.

Pada kurikulum 2013,kegiatan analisis novel dilakukan pada siswa jenjang XI kelas peminatan Bahasa. Hal ini terdapat pada KI KD sebagai berikut:

(34)

KOMPETENSI DASAR KI 3 KOMPETENSI DASAR KI 3 3.7 Menganalisis nilai-nilai

(budaya, sosial, moral, agama, danpendidikan) dalam novel

4.7 Mengungkapkan nilai-nilai (budaya, sosial, moral, agama, dan pendidikan) dalam novel secara lisan dan tertulis

B. Kerangka Berpikir

Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang banyak digemari pembaca,selain untuk menghibur karya sastra ini juga dipelajari dalam pembelajaran Bahasa Indonesia SMA kelas XI hal tersebut dicantumkan pada kopetensi dasar 3.7 dan 4.7. Novel merupakan karya fiksi yang menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa kehidupan dan latar secara tersusun, merupakan hasil karya manusia untuk menuangkan ide,gagasan perasaan dalam bentuk Bahasa yang mengandung keindahan. Novel dalam karya sastra Indonesia merupakan realitas sosial masyarakat sehingga didalamnya terdapat pengolahan masalah masalah sosial dalam masyarakat. Berdasar pemaparan tersebut dibutuhkan pendekatan untuk meneliti, yaitu dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Kajian dalam penelitian ini difokuskan pada aspek masalah sosial, nilai pendidikan karakter ,serta relevansinya sebagai bahan ajar sastra di SMA.

Berdasarkan hal di atas, penulis bermaksud untuk mengkaji novel Guru Aini karya Andrea Hirata. Fokus penelitian ini adalah mengkaji isi karya sastra yang berusaha mengungkap masalah-masalah sosial yang diceritakan dalam novel yang menggambarkan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Selain mengungkap permasalahan sosial yang ada, peneliti juga akan mengungkap seperti apa pendidikan karakter yang terkandung dalam novel tersebut, berdasarkan 18 jenis nilai pendidikan yang telah diidentifikasi. Sebuah novel dikatakan berkualitas jika karangannya menyajikan nilai-nilai kehidupan yang bermakna, mempesona, menggairahkan, tampil sebagai karya kreatif, tampil sebagai karangan imajiner yang diungkapkan dalam narasi, puisi atau drama, ceramah , esai disajikan dengan lancar, bagus dan mudah.

Novel Guru Aini dijadikan sebagai alternatif bahan ajar sastra di sekolah.

(35)

Karya sastra yang digunakan sebagai pemebelajaran disekolah pastinya memmiliki sejumlah kriteria agar dapat dikatakan layak atau tidaknya digunakan. Setelah aspek masalah sosial dan nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel ditemukan, selanjutnya penelitian ini akan melakukan penilaian novel Guru Aini menggunakan penilaian buku non teks pengayaan kepribadian dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengetahui relevansi novel sebagai bahan ajar Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya di SMA. Berikut bagan kerangka berpikir dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat dipergunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

[r]