• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L.) TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI DAN SIFAT MEKANIK LOGAM KUNINGAN DALAM LARUTAN H 2 SO 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L.) TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI DAN SIFAT MEKANIK LOGAM KUNINGAN DALAM LARUTAN H 2 SO 4"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L.) TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI

DAN SIFAT MEKANIK LOGAM KUNINGAN DALAM LARUTAN H

2

SO

4

SKRIPSI

RIZKI ARIANI 140801022

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L.) TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI

DAN SIFAT MEKANIK LOGAM KUNINGAN DALAM LARUTAN H

2

SO

4

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RIZKI ARIANI 140801022

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L.) TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI

DAN SIFAT MEKANIK LOGAM KUNINGAN DALAM LARUTAN H

2

SO

4

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 05 Juni 2018

Rizki Ariani 140801022

(4)
(5)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L.) TERHADAP PENURUNAN LAJU KOROSI

DAN SIFAT MEKANIK LOGAM KUNINGAN DALAM LARUTAN H

2

SO

4

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan ekstrak daun pepaya terhadap penurunan laju korosi dengan metode weight loss dan sifat mekanik logam kuningan. Dalam penelitian ini ekstrak daun pepaya digunakan sebagai inhibitor alami untuk menghambat laju korosi pada logam kuningan. Inhibitor alami merupakan salah satu jenis inhibitor yang bersifat nontoksik, murah, sudah tersedia di alam, mudah diperbaharui dan tidak merusak alam. Inhibitor tersebut digunakan pada plat logam kuningan komersil yang direndam dalam media korosif berupa larutan H2SO4 0,05 M dengan variasi komposisi inhibitor yang digunakan sebesar 0, 2 %, 4 %, 6 % dan 8 % V. Karakterisasi yang diuji meliputi pengukuran densitas, pengukuran potensial listrik, pengujian kekerasan, pengukuran laju korosi dan karakterisasi mikrostruktur dengan menggunakan Optical Microscope (OM) dan Scanning Electron Microscope- Emission Difraction X-Ray (SEM-EDX). Dari hasil pengukuran, nilai densitas dan kekerasaan cenderung meningkat seiring penambahan komposisi inhibitor. Nilai densitas dan kekerasan mengalami kenaikan yang stabil pada perendaman selama 6 hari. Laju korosi terkecil diperoleh oleh sampel dengan komposisi inhibitor 6 % sebesar 0,0956 x 10-4 m/tahun dengan waktu perendaman 3 hari dan 0,0358 x 10-4 m/tahun dengan waktu perendaman 6 hari. Dan nilai efisiensi inhibitor ekstrak daun pepaya mencapai 83,4% pada komposisi 6 % dalam medium larutan H2SO4 0,05 M dengan waktu perendaman 6 hari.

Kata kunci : daun pepaya, efisiensi, inhibitor, kuningan, laju korosi, OM, SEM- EDX, weight loss

(6)

THE EFFECT OF ADDITION OF PAPAYA LEAF EXTRACT (Carica Papapa L.) TO DECREASE OF CORROSION RATE AND

BRASS MECHANICAL PROPERTIE IN H

2

SO

4

SOLUTION

ABSTRACT

The research is about effect of addition of papaya leaf extract to decrease of corrosion rate with weight loss method and brass mechanical properties had been conducted. In this study, papaya leaf extract was used as a natural inhibitor to inhibit the corrosion rate in the brass. A natural inhibitor is one type of inhibitor that is non-toxic, inexpensive, readily available in nature, easily, renewable and harmless to nature. The inhibitor were used on commercial brass metal plates immersed in corrosive media in the form of 0,05 H2SO4 solution with varians of inhibitor composition used by 0, 2 %, 4 %, 6 % and 8 %. The tested characteristic include density, electrical potencial, hardness, corrosion rate measurement and microstructure characterization using Optical Microscope (OM) and characterization of Scanning Electron Microscope- Emission Difraction X-Ray (SEM-EDX). From the result of measurement of density and hardness value tends to increase with the addition of inhibitor composition. The density and hardness values increase steadly in immersion for 6 days. The lowest corrosion rate was obtained by the sample with the composition of 6 % composition inhibitor 0,0956 x 10-4 m/year with 3 days and 0,0358 x 10-4 with 6 days immersion time. And efficiency of papaya leaf extract inhibitor reached 83,4 % at 6 % composition inhibitor in 0,05 M H2SO4 medium with 6 days of immersion time.

Keyword : papaya leaf, efficiency, inhibitor, brass, corrosion rate, OM, SEM-EDX, weight loss

(7)

PENGHARGAAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir.

Tugas akhir merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Untuk memenuhi persyaratan diatas, penulis mengerjakan tugas akhir dengan judul : “ Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Penurunan Laju Korosi dan Sifat Mekanik Logam Kuningan dalam Larutan H2SO4”. Yang dilaksanakan di Laboratorium Bio Proses dan Laboratorium Material Teknik, Politeknik Teknologi Kimia Industri (PTKI) serta Laboratorium Fisika Universitas Negeri Medan.

Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda tercinta Akhyar Sofian dan Ibunda yang kusayangi Suharni yang telah mencurahkan segenap cinta dan kaih sayang serta perhatian moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan Keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.

Penghargaan dan terima kasih penulis berikan kepada Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc. selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Kerista Sebayang, M.S selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS dan Awan Maghfirah S.Si, M.Si selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Fisika FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan beserta dosen-dosen dan staf pembantu.

3. Ibu Gimelia Saragih selaku Kepala Laboratorium Bioproses dan Bapak Berry an Ibu Fitri selaku Laboran Laboratorium Material Teknik Politeknik Teknologi Kimia Industri.

4. Saudara/i kandung penulis (Fakhrizal, Erika, Heri) yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian serta dukungan moril maupun materil kepada penulis.

(8)

5. Juli Eka Pratiwi selaku partner penelitian yang selalu menemani penulis baik dalam keadaan susah dan senang .

6. Sahabat-sahabatku (Tiwi, Mira, Vivi, Elvy, Dara, Mitha, Suri) dan rekan- rekan mahasiswa khususnya program studi S1 Fisika.

` Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaannya dan semoga bermanfaat bagi kita semua.

Amiin.

Medan, 05 Juni 2018

Rizki Ariani

(9)

DAFTAR ISI

Halaman PENGESAHAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

DAFTAR SINGKATAN ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Kuningan 4

2.2 Korosi 5

2.3 Inhibitor 8

2.4 Daun Pepaya 10

2.5 Tanin 11

2.6 Larutan Asam Sulfat (H2SO4) 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 16

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 16

3.3 Diagram Alir Penelitian 20

3.4 Variabel Eksperimen 21

3.5 Prosedur Penelitian 21

(10)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27

4.1 Analisis Tanin 27

4.2 Karakteristik Sifat Mekanik ... 31

4.3 Karakterisasi Sifat Kimia 33

4.4 Karakterisasi Sifat Fisis 38

4.5 Karakterisasi Mikrostruktur 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 45

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN ...48

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Titik Cair Standart 4

Tabel 4.1 Kadar Tanin Ekstrak Daun Pepaya 28

Tabel 4.2 Tabel Nilai Spektrum dari Serbuk Daun Pepaya 30 Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kekerasan pada Logam Kuningan

dengan Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6% dan 8%

dalam Larutan H2SO4 Selama 3 Hari

31

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Kekerasan pada Logam Kuningan dengan Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6% dan 8%

dalam Larutan H2SO4 Selama 6 Hari

32

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Laju Korosi pada Logam Kuningan dengan Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6% dan 8%

dalam Larutan H2SO4 Selama 3 Hari

34

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Laju Korosi pada Logam Kuningan dengan Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6% dan 8%

dalam Larutan H2SO4 Selama 6 Hari

34

Tabel 4.7 Nilai Efisiensi Inhibitor dalam Menghambat Laju Korosi Logam Kuningan dengan Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6% dan 8% dalam Larutan H2SO4 Selama 3 Hari

36

Tabel 4.8 Nilai Efisiensi Inhibitor dalam Menghambat Laju Korosi Logam Kuningan dengan Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6% dan 8% dalam Larutan H2SO4 Selama 6 Hari

37

Tabel 4.9 Data Hasil Pengukuran Densitas dari Logam Kuningan dengan Variasi Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6% dan 8% dalam Larutan H2SO4 Selama 3 Hari

39

Tabel 4.10 Data Hasil Pengukuran Densitas dari Logam Kuningan dengan Variasi Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6% dan 8% dalam Larutan H2SO4 Selama 6 Hari

39

(12)

Tabel 4.11 Hasil Pengukuran Potensial Listrik pada Logam Kuningan dengan Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6%

dan 8% dalam Larutan H2SO4 Selama 3 Hari

41

Tabel 4.12 Hasil Pengukuran Potensial Listrik pada Logam Kuningan dengan Komposisi Inhibitor 0, 2%, 4%, 6%

dan 8% dalam Larutan H2SO4 Selama 6 Hari

42

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Daun Pepaya 6

Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Pengujian Laju Korosi Logam Kuningan

18

Gambar 4.1 Ekstrak Daun Pepaya Sebelum dan Sesudah ditambahkan FeCl3 1 %

25

Gambar 4.2 Ekstrak Daun Pepaya Sebelum dan Sesudah Ditambahkan Gelatin

26

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Laju Korosi terhadap Komposisi Inhibitor pada Logam Kuningan dengan Waktu Perendaman Selama 3 Hari dan 6 Hari

28

Gambar 4.4 Grafik Efisiensi Inhibitor terhadap Logam Kuningan Berdasarkan Variasi Komposisi Inhibitor

30

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Densitas terhadap Komposisi Inhibitor pada Logam Kuningan dengan Waktu Perendaman Selama 3 Hari dan 6 Hari

32

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Nilai Potensial Listrik Logam Kuningan terhadap Komposisi Inhibitor dengan Waktu Perendaman Selama 3 Hari dan 6 Hari

34

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Nilai Kekerasan terhadap Komposisi Inhibitor pada Logam Kuningan dengan Waktu Perendaman Selama 3 Hari dan 6 Hari

36

Gambar 4.8 Foto Morfologi Permukaan dari Serbuk Daun Pepaya 38 Gambar 4.9 Nilai Spektrum SEM-EDX dari Kandungan Serbuk Daun

Pepaya

38

Gambar 4.10 Logam Kuningan Tanpa dan Dengan Inhibitor 6 % didalam Larutan H2SO4 dengan Waktu Perendaman Selama 3 Hari

40

Gambar 4.11 Logam Kuningan Tanpa dan Dengan Inhibitor 6 % didalam Larutan H2SO4 dengan Waktu Perendaman Selama 6 Hari

40

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian 44

Lampiran 2. Perhitungan Data Pengujian 52

Lampiran 3. Data Percobaan 68

(15)

DAFTAR SINGKATAN

C = Celcius

CR = Corrosion Rate FeCl3 = Besi (III) Klorida H2SO4 = Asam Sulfat

M = Molaritas

Ml = Mililiter

NTT = Nusa Tenggara Timur OM = Optical Microscope

PTKI = Politeknik Teknologi Kimia Industri

SEM-EDX = Scanning Electron Microscope-Emission Difraction X-Ray

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari tembaga, baja dan seng (Sulaiman, 1997). Tembaga merupakan komponen utama dari kuningan, dan kuningan biasanya diklasifikasikan sebagai paduan tembaga.

Warna kuningan bervariasi dari coklat kemerahan gelap hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah kadar seng. Kuningan sangat mudah untuk dibentuk kedalam berbagai bentuk, sebuah konduktor panas yang baik, dan umumnya tahan terhadap korosi dari air garam. Karena sifat-sifat tersebut kuningan kebanyakan digunakan untuk membuat pipa, tabung, sekrup, alat musik, dan aplikasi kapal laut.

Di sisi lain, dikarenakan kuningan merupakan logam, maka kuningan tak luput dari peristiwa korosi (pengkaratan). Korosi merupakan peristiwa kerusakan dari logam yang diakibatkan dari pengaruh lingkungan (suhu, kelembaban, dan lainnya) (Trethewey, 1991). Peristiwa korosi terjadi secara ilmiah yang berlangsung secara sendirinya dan tidak dapat dicegah secara tuntas akan tetapi perlu adanya suatu proses pencegahan dan menindak lanjuti peristiwa tersebut. Cara yang bisa dilakukan untuk mencegah korosi, yaitu dengan cara pelapisan logam, sehingga dapat meminimalisir peristiwa korosi pada logam. Dan salah satu pelapisan ini, dengan menggunakan inhibitor.

Penggunaan inhibitor merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah korosi karena biayanya relatif murah dan prosesnya sederhana.

Inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang mengandung gugus-gugus nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa kimia amina. Akan tetapi, bahan kimia sintetis ini merupakan bahan kimia berbahaya, harganya mahal dan tidak ramah lingkungan. Oleh sebab itu, penggunaan inhibitor yang aman, mudah didapat, murah, biodegradable, dan ramah lingkungan sangat dibutuhkan. (Sri Handani, 2012)

Inhibitor alami yang dapat digunakan untuk menghambat laju korosi dapat berasal dari tanaman tembakau, teh, pepaya, kopi, getah pinus, jambu biji,

(17)

dan lain-lain. Dari berbagai jenis tanaman tersebut, tanaman pepaya belum banyak digunakan untuk keperluan penelitian tentang korosi. Selama ini kita hanya memanfaatkan bunga, buah dan daunnya untuk diolah menjadi makanan yang dapat dikonsumsi sehari-hari. Di samping itu, Indonesia merupakan penghasil pepaya yang cukup besar, dengan produksi mencapai 200.000 ton pertahun. Daerah utama penghasil pepaya di Indonesia meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, NTT, Kalimantan, dan Sulawesi.

(Warisno, 2013)

Dari penelitian laju korosi yang dilakukan oleh Sri Handani dan Megi (2012), diketahui bahwa daun pepaya dapat digunakan sebagai inhibitor korosi karena memiliki kandungan senyawa kimia tanin yang berfungsi sebagai pelindung dari korosi. Daun pepaya juga mengandung senyawa chymopapain, pectin, carposide, carpaine, pseudocarpaine, dehydrocarpines, carotenoids, cryptoglavine,cis-violaxanthin dan antheraxanthin.Selain itu, daun pepaya mudah didapatkan, harganya murah, dan ramah lingkungan.

Dari uraian di atas, penulis mendapatkan ide untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan ekstrak daun pepaya (Carica Papaya L.) terhadap penurunan laju korosi dan sifat mekanik kuningan dalam larutan H2SO4. Dan pengujian yang dilakukan adalah uji sifat kimia : laju korosi ; uji sifat fisis : densitas dan potensial listrik; uji morfologi dan uji sifat mekanik : kekerasan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam laporan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak daun pepaya terhadap laju korosi dan sifat mekanik kuningan dalam larutan H2SO4 0,05 M.

2. Bagaimana pengaruh variasi waktu perendaman terhadap laju korosi dan sifat mekanik kuningan dalam larutan H2SO4 0,05 M.

3. Menghitung nilai efisiensi dari ekstrak daun pepaya dalam menghambat laju korosi logam kuningan.

(18)

1.3 Batasan Masalah

1. Kuningan yang digunakan adalah plat kuningan (brass sheet) komersial dengan kadar tembaga antara 60-90%.

2. Inhibitor yang digunakan adalah ekstrak daun pepaya.

3. Karakteristik sifat kimia dengan pengukuran laju korosi menggunakan metode pengukuran kehilangan massa.

4. Karakteristik mekanik menggunakan uji kekerasan.

5. Karakteristik struktur mikro menggunakan Optical Microscope (OM) dan Scanning Electron Microscope-Emission Difraction X-Ray (SEM-EDX) 6. Karakteristik sifat fisis menggunakan pengukuran densitas dan potensial

listrik.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak daun pepaya terhadap laju korosi dan sifat mekanik kuningan dalam larutan H2SO4 0,05 M.

2. Untuk mengetahui pengaruh variasi waktu perendaman terhadap laju korosi dan sifat mekanik kuningan dalam larutan H2SO4 0,05 M.

3. Untuk mengetahui nilai efisiensi dari ekstrak daun pepaya dalam menghambat laju korosi logam kuningan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan pustaka ilmiah dan pengetahuan.

2. Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi dalam memberikan pengetahuan dan wawasan yang lebih dalam, dalam bidang karakteristik logam khususnya laju korosi logam kuningan.

3. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan digunakan sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya di masa-masa mendatang. Dengan diperolehnya manfaat dari ekstrak daun pepaya untuk menghambat laju korosi logam- logam lainnya.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kuningan

Menurut Sulaiman (1997), kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari tembaga (Cu) dan seng (Zn). Tembaga merupakan komponen utama dari kuningan, dan kuningan biasanya diklasifikasikan sebagai paduan tembaga. Warna kuningan bervariasi dari coklat kemerahan gelap hingga ke cahaya kuning keperakan tergantung pada jumlah kadar seng. Seng lebih banyak mempengaruhi warna kuningan tersebut. Kuningan lebih kuat dan lebih keras dari pada tembaga, tetapi tidak sekuat atau sekeras baja. Kuningan sangat mudah untuk dibentuk kedalam berbagai bentuk, sebuah konduktor panas yang baik, dan umumnya tahan terhadap korosi dari air garam. Karena sifat-sifat tersebut kuningan kebanyakan digunakan untuk membuat pipa, tabung, sekrup, alat musik, dan aplikasi kapal laut.

Titik cair dari sebuah benda padat adalah suhu dimana benda tersebut akan berubah bentuk menjadi cair. Pada logam kuningan memiliki titik cair yang bervariasi tergantung pada jumlah paduan komposisi bahan Cu dan Zn. Pada penelitian ini saya menggunakan komposisi bahan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Titik Cair Standart

Komposisi Bahan Titik Cair (°C)

85% Cu - 15% Zn 1150 - 1200

70% Cu - 30% Zn 1080 - 1130

60% Cu - 40% Zn 1030 - 1080

Sifat-sifat logam kuningan bervariasi sesuai dengan rasio tembaga (55 sampai 90%) terhadap seng (10 sampai 45%) dan penambahan sejumlah kecil logam lain seperti timah, aluminium, timbal dan nikel. Konduktor panas dan listrik yang baik, kuningan dinilai karena kekuatan dan kelenturannya, yang berarti tahan lama dan mudah dibentuk dan dicap saat membuat perangkat keras dan benda dekoratif. Selain itu kuningan memiliki kemampuan anti korosif yang membuatnya berguna untuk aplikasi perangkat keras angkatan laut, dan

(20)

karakteristik antimikrobanya dihargai dilingkungan rumah sakit. Patogen yang didapat di rumah sakit seperti MRSA tidak dapat bertahan hidup di gagang pintu kuningan selama lebih dari beberapa jam. Selain itu, menurut Anwardah (2016) kuningan dapat ditempa dengan 2 metode yaitu metode kerja dingin dan metode rolling panas. Walaupun kuningan memiliki banyak ciri khas, namun kuningan tetaplah logam yang akan mengalami korosi seiring berjalannya waktu karena faktor perubahan lingkungan dan sebagainya.

2.2 Korosi

Korosi adalah salah satu proses perusakan material khususnya logam karena adanya suatu reaksi antara logam tersebut dengan lingkungan. Menurut Kevin Jones (2013), proses perusakan material yang terjadi menyebabkan turunnya kualitas material logam tersebut. Korosi yang terjadi pada benda logam merupakan sebuah hal yang akan selalu terjadi dan tidak dapat dihindarkan.

Korosi merupakan proses yang terjadi secara alami dan tidak akan biasa berhenti selama logam tersebut masih berada di lingkungan yang bersifat korosif. Proses ini akan merusak logam dengan cara mengikis logam yang kemudian akan menurunkan sifat-sifat mekanis yang dimiliki oleh logam tersebut. Pada umumnya reaksi korosi yang terjadi merupakan reaksi elektrokimia. (Agung Akhmad, 2011)

Korosi dapat terjadi apabila terdapat empat elemen di bawah ini :

 Anoda

Terjadi reaksi oksidasi, maka daerah tersebut akan timbul korosi M M+ + e

 Katoda

Terjadi reaksi reduksi, daerah tersebut mengkonsumsi elektron

 Ada hubungan (Metallic Pathaway)

Tempat arus mengalir dari katoda ke anoda

 Larutan (electrolyte)

Larutan korosif yang dapat mengalirkan arus listrik, mengandung ion-ion.

(21)

Jika salah satu dari keempat elemen itu tidak ada, maka korosi tidak akan terjadi. Di sisi lain terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju korosi dalam sistem elektrolit larutan (aqueous) diantaranya adalah:

1. Komponen ion larutan dan konstentrasinya

Konsentrasi larutan menyatakan jumlah zat terlarut dalam setiap satuan larutan atau pelarut. Dalam sebuah larutan dengan konsentrasi tertentu, zat penyusun larutan tersebut akan terurai menjadi ion-ion (baik berupa kation maupun anion) pembentuknya. (Alfin Al, 2011)

2. Kadar Oksigen

Oksigen terlarut akan meningkatkan reaksi katoda sehingga logam akan semakin teroksidasi (terkorosi).

3. Kecepatan (pergerakan fluida)

Kecepatan aliran fluida yang tinggi di atas kecepatan kritisnya di dalam pipa berpotensi menimbulkan korosi. Dengan rusaknya permukaan logam, rusak pula lapisan film pelindung sehingga memudahkan terjadinya korosi.

(Alfin Al, 2011) 2.2.1 Jenis- Jenis Korosi

Jenis – jenis korosi dapat berupa korosi merata, korosi galvanik, korosi sumuran, korosi celah, korosi retak tegang (stress corrosion cracking), korosi retak fatik (corrosion fatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion induced hydrogen), korosi intergranular, selective leaching, dan korosi erosi.

a. Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak diseluruh permukaan logam, oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi meratakan terjadi pengurangan dimensi yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung akibat korosi merata berupa kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).

b. Korosi galvanik terjadi apabila dua logam yang tidak sama dihubungkan dan berada di lingkungan korosif. Salah satu dari logam tersebut akan

(22)

mengalami korosi, sementara logam lainnya akan terlindung dari serangan korosi. Logam yang mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial lebih tinggi.

c. Korosi sumuran adalah korosi lokal yang terjadi pada permukaan yang terbuka akibat pecahnya lapisan pasif. Terjadinya korosi sumuran ini diawali dengan pembentukan lapisan pasif dipermukaannya, pada antar muka lapisan pasif dan elektrolit terjadi penurunan pH, sehingga terjadi pelarutan lapisan pasif secara perlahan-lahan dan menyebabkan lapisan pasif pecah sehingga terjadi korosi sumuran. Korosi sumuran ini sangat berbahaya karena lokasi terjadinya sangat kecil tetapi dalam, sehingga dapat menyebabkan peralatan atau struktur patah mendadak.

d. Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi pada celah diantara dua komponen. Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi merata diluar dan didalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen (O2) diluar celah masih banyak, akibatnya permukaan logam yang berhubungan dengan bagian luar menjadi katoda dan permukaan logam yang didalam celah menjadi anoda sehingga terbentuk celah yang terkorosi.

e. Korosi retak tegang (stress corrosion cracking), korosi retak fatik (corrosion fatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion induced hydrogen) adalah bentuk korosi dimana material mengalami keretakan akibat pengaruh lingkungannya.

f. Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam akibat terjadinya reaksi antar unsur logam tersebut di batas butirnya.

g. Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam karena pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang biasa terjadi pada paduan tembaga-seng. Mekanisme terjadinya korosi selective leaching diawali dengan terjadi pelarutan total terhadap semua unsur.

Salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi akan terdeposisi,

(23)

sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut ke elektrolit.

Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut.

h. Korosi erosi adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam yang disebabkan aliran fluida yang sangat cepat sehingga merusak permukaan logam dan lapisan film pelindung. Korosi erosi juga dapat terjadi karena efek-efek mekanik yang terjadi pada permukaan logam, misalnya : pengausan, abrasi dan gesekan. (Tretheway, 1991)

2.2.2 Laju Korosi

Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Dalam perhitungan laju korosi, satuan yang biasa digunakan adalah mm/th (standar internasional) atau mill/year (mpy, standar British). Tingkat ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki niai laju korosi antara 1 – 200 mpy. (Mars Guy, 1986)

Menurut Hermawan (2007), laju korosi dapat dikurangi dengan berbagai cara, salah satu caranya yang mudah dan murah serta ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan inhibitor. Sejauh ini penggunaan inhibitor merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah korosi, karena biayanya yang relatif murah dan prosesnya yang sederhana.

Inhibitor korosi adalah suatu bahan kimia yang apabila ditambahkan dalam konsentrasi yang kecil/sedikit ke suatu lingkungan korosif akan sangat efektif menurunkan laju korosi (Ilim, 2008).

2.3 Inhibitor

Inhibitor adalah senyawa tertentu yang ditambahkan pada elektrolit untuk membatasi korosi bejana logam. Inhibitor tediri dari anion atom ganda yang dapat masuk kepermukaan logam, dengan demikian dapat menghasilkan selaput lapisan tunggal yang kaya oksigen (Djaprie, 1995).

Menurut Ilim (2008), inhibitor korosi adalah suatu bahan kimia yang apabila ditambahkan dalam konsentrasi yang kecil/sedikit ke suatu lingkungan korosif akan sangat efektif menurunkan laju korosi. Inhibitor korosi umumnya berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik (Aidil, 1972). Senyawa

(24)

anorganik yang digunakan seperti nitrit, kromat, fosfat, dan urea. Senyawa tersebut merupakan bahan kimia yang berbahaya, mahal, tidak ramah lingkungan, karena sifat racunnya dapat menyebabkan kerusakan sementara atau permanen pada sistem organ tubuh mahluk hidup seperti gangguan pada ginjal, hati dan juga sistem enzim.

Eprints (1997) Inhibitor organik yaitu inhibitor yang berasal dari bagian tumbuhan yang mengandung tanin. Tanin merupakan zat kimia yang terdapat pada daun, akar, kulit, buah, dan batang tumbuhan (Haryati, 2008). Sedangkan senyawa organik yang digunakan adalah senyawa yang mengadung atom N, O, P, S dan atom-atom lain yang memiliki pasangan elektron bebas sehingga mampu membentuk senyawa kompleks dengan logam. Syarat-syarat inhibitor korosi yang baik harus murah, tidak beracun, aman bagi lingkungan, dan tersedia di alam (Hermawan, 2007).

Pada praktiknya, jumlah yang ditambahkan adalah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik menurut suatu selang waktu tertentu. Dan secara keseluruhan senyawa inhibitor adalah netral tetapi, gugus nitrogen pada senyawa memiliki pasangan elektron bebas yang menyebabkan inhibitor cenderung bermuatan negatif sehingga, inhibitor akan tertarik ke permukaan logam dan membentuk lapisan. (Agung Akhmad, 2011)

Inhibitor alami yang dapat digunakan untuk menghambat laju korosi dapat berasal dari tanaman tembakau, teh, pepaya, kopi, getah pinus, jambu biji, dan lain-lain. Dari berbagai jenis tanaman tersebut, tanaman pepaya belum banyak digunakan untuk keperluan penelitian tentang korosi. Daun pepaya dapat digunakan sebagai inhibitor korosi karena memiliki kandungan senyawa kimia tanin yang berfungsi sebagai pelindung dari korosi. (Sri Handani, 2012).

Selama ini kita hanya memanfaatkan bunga, buah dan daunnya untuk diolah menjadi makanan yang dapat dikonsumsi sehari-hari. Di samping itu, Indonesia merupakan penghasil pepaya yang cukup besar, dengan produksi mencapai 200.000 ton pertahun. Daerah utama penghasil pepaya di Indonesia meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, NTT, Kalimantan, dan Sulawesi. (Warisno, 2013)

(25)

2.4 Daun Pepaya

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tengah. Pepaya dapat tumbuh dengan baik di daerah yang beriklim tropis. Tanaman pepaya oleh para pedagang Spanyol disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia. Negara penghasil pepaya antara lain Costa Rica, Republik Dominika, Puerto Riko, dan lain-lain. Brazil, India, dan Indonesia merupakan penghasil pepaya yang cukup besar (Warisno, 2003).

Haryoto (1998) mengatakan bahwa tanaman pepaya (Carica papaya L.) dikenal secara umum sekitar tahun 1930 di Indonesia, khususnya dikawasan Pulau Jawa. Tanaman pepaya ini sangat mudah tumbuh di berbagai cuaca.

Menurut Warisno (2003), tanaman pepaya merupakan herba menahun, dan termasuk semak yang berbentuk pohon. Batang, daun, bahkan buah pepaya bergetah, tumbuh tegak, dan tingginya dapat mencapai 2,5-10 m. Batang pepaya tak berkayu, bulat, berongga, dan tangkai di bagian atas terkadang dapat bercabang. Pepaya dapat hidup pada ketinggian tempat 1 m-1.000 m dari permukaan laut dan pada kisaran suhu 22°C-26°C.

Dalimartha dan Hembing (1994) mengatakan bahwa pada tanaman pepaya daunnya berkumpul di ujung batang dan ujung percabangan, tangkainya bulat silindris, juga berongga, panjang 25-100 cm. Helaian daun bulat telur dengan diameter 25-75 cm, daun berbagi menjari, ujung daun runcing, pangkal berbentuk jantung, warna permukaan atas hijau tua, permukaan bawah warnanya hijau muda, tulang daun menonjol di permukaan bawah daun. Bunga jantan berkumpul dalam tandan, mahkota berbentuk terompet, warna bunganya putih kekuningan. Pepaya memiliki bermacam-macam bentuk, warna, dan rasa.

Pepaya muda memiliki biji yang berwarna putih sedangkan yang sudah matang berwarna hitam. Tanaman ini dapat berbuah sepanjang tahun dimulai pada umur 6-7 bulan dan mulai berkurang setelah berumur 4 tahun.

(26)

Gambar 2.1 Daun pepaya

(Sumber: Paull RE, Duarte D. Tropical fruit 2nd ed. vol. 1. California: Cabi Publishing; 2011. p. 291)

2.4.1 Kandungan Kimia Daun Pepaya

Daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung alkaloid karpainin, karpain, pseudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan karposid. Daun pepaya mengandung suatu glukosinolat yang disebut benzil isotiosianat. Daun pepaya juga mengandung mineral seperti kalium, kalsium, magnesium, tembaga, zat besi, zink, dan mangan. Selain itu, daun pepaya mengandung senyawa alkaloid karpain, karikaksantin, violaksantin, papain, saponin, flavonoid, dan tanin (Milind dan Gurdita, 2011). Dan zat yang berguna sebagai inhibitor korosi adalah zat taninnya. Zat tanin mampu memperlambat laju korosi pada logam (Sri Handani, 2012)

2.5 Zat Tanin

Tanin merupakan suatu substansi yang banyak dan tersebar, sehingga sering ditemukan dalam tanaman. Tanin diketahui mempunyai beberapa khasiat, yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Istilah tanin sendiri berasal dari bahasa Perancis, yaitu “tanning”. Pada mulanya senyawa tannin lebih dikenal sebagai “tanning substance” dalam proses penyamakan kulit hewan untuk dibuat sebagai kerajinan tangan.

(27)

Gambar 2.2 Struktur Molekul Tanin

(Sumber : majalah1000guru.net/2013/08/obat-traditional-metabolit-sekunder)

Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol yang terdapat dalam tanaman pepaya. Tanin mempunyai rasa yang sepat dan memiliki kemampuan menyamak kulit. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Umumnya tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan adalah sebagai penolak hewan herbivora dan sebagai pertahanan diri bagi tumbuhan itu sendiri. (Harborne, 1987)

Tanin dapat menghambat korosi karena tannin dapat membentuk senyawa kompleks kuningan+tanin. Senyawa kompleks yang dibentuk oleh tanin nantinya akan melapisi logam dan berguna untuk menghambat korosi.

Kuningan merupakan paduan logam transisi, salah satu sifat unsur transisi adalah mempunyai kecenderungan untuk membentuk ion kompleks atau senyawa kompleks (Eprints, 1997).

2.5.1 Struktur Tanin

Pada umumnya tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul (BM) yang cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tanin diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.

(28)

a. Tanin Terhidrolisis

Tanin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat yang dapat membentuk jembatan oksigen, sehingga dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Gallotanin merupakan salah satu contoh tanin terhidrolisis, di mana gallotanin ini merupakan senyawa berupa gabungan dari karbohidrat dan asam galat. Selain itu, contoh lainnya adalah ellagitanin (tersusun dari asam heksahidroksidifenil).

Tanin terhidrolisiskan biasanya berupa senyawa amorf, berwarna cokelat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal.

b. Tanin Terkondensasi

Tanin terkondensasi biasanya tidak dapat dihidrolisis, melainkan terkondensasi di mana menghasilkan asam klorida. Tanin terkondensasi kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid. Tanin jenis ini dikenal dengan nama Proanthocyanidin yang merupakan polimer dari.

2.5.2 Distribusi Tanin

Tanin terdistribusi atau tersebar hampir pada seluruh bagian tumbuhan, seperti pada daun, batang, kulit kayu, dan buah. Distribusi tanin ini hampir di seluruh spesies tanaman dan biasanya ditemukan pada gymnospermae dan angiospermae. Tanin terletak di vakuola atau bagian permukaan tanaman. Bagian yang bertindak sebagai penyimpanan tetap tanin, akan aktif terhadap organisme pemangsa. Selaitu itu, penyimpanan tanin yang sifatnya sementara, dapat mempengaruhi metabolisme jaringan tanaman hidup, namun hanya ketika setelah sel mengalami kerusakan atau kematian, sehingga tanin akan aktif untuk memberikan efek metabolik. Tanin ditemukan di daun, tunas, biji, akar, batang dan jaringan, misalnya pada jaringan xilem dan floem, dan pada lapisan antara korteks dengan epidermis.

Tanin yang ada, dapat membantu dalam pertumbuhan jaringan tersebut.

(29)

2.5.3 Sifat - Sifat Tanin

Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolik sekunder lainnya, dapat dilihat dari sifat-sifat tanin itu sendiri. Sifat-sifat tanin, antara lain :

 Sifat Fisika.

Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :

1. Apabila dilarutkan ke dalam air, tanin akan membentuk koloid dan akan memiliki rasa asam dan sepat.

2. Apabila dicampur dengan gelatin, maka akan terbentuk warna/endapan putih.

3. Tanin dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

 Sifat Kimia

Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :

1. Tanin merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk campuran polifenol yang sulit untuk dipisahkan sehingga sulit membetuk kristal.

2. Tanin dapat diidentifikasi dengan menggunakan kromotografi.

3. Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna. (Dian, 2015)

2.6 Larutan Asam Sulfat (H2SO4)

Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam definisi modern, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain, atau dapat menerima pasangan elektron bebas dari larutan basa.

Asam umumnya berasa masam, tapi cairan asam pekat sangat berbahaya dan dapat merusak kulit. Dan hati-hati dengan mata, jika terpercik asam pekat bisa brakibat kebutaan. (Khairul, 2015)

(30)

Salah satu contoh asam pekat yaitu asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat( H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Produksi dunia asam sulfat pada tahun 2001 adalah 165 juta ton. Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sulfat)

Asam sulfat disebut sebagai bahan kimia yang universal, atau bisa juga disebut raja kimia karena berbagai aplikasi dari asam sulfat sebagai bahan baku atau agen pengolahan. Asam sulfat merupakan bahan kimia yang paling umum digunakan di dunia dan digunakan di hampir semua industri seperti pupuk, farmasi, bensin, baterai mobil dan pemutihan kertas.

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioproses dan Laboratorium Material Teknik Politeknik Teknologi Kimia Industri (PTKI), Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini diperkirakan dilakukan selama 3 bulan.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

1. Timbangan (Neraca Analitik Digital)

Berfungsi untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian dan massa awal dan akhir dari kuningan.

2. Spatula

Berfungsi untuk mengambil bahan-bahan yang digunakan dan untuk mengaduk larutan gelatin dan FeCl3.

3. Erlenmeyer 250 ml

Berfungsi sebagai wadah untuk menghomogenkan estrak daun pepaya saat di shaker.

4. Aluminium Foil

Berfungsi sebagai penutup wadah agar larutan di dalamnya tidak terkontaminasi.

5. Blender

Berfungsi sebagai alat untuk menghaluskan daun pepaya menjadi serbuk daun pepaya.

6. Gunting

Berfungsi untuk memotong logam kuningan yang akan digunakan.

7. Platform Shaker

Berfungsi untuk menghomogenkan ekstrak daun pepaya yang akan digunakan sebagai inhibitor.

(32)

8. Kertas Saring

Berfungsi untuk menyaring filtrat daun pepaya sehingga didapatkan ekstrak daun pepaya murni.

9. Corong

Berfungsi untuk menyangga kertas saring saat melakukan penyaringan 10. Erlenmeyer 2500 ml

Berfungsi sebagai wadah ekstrak daun pepaya murni.

11. Beaker glass 500 ml

Berfungsi sebagai wadah untuk memanaskan esktrak daun pepaya.

12. Kompor listrik

Berfungsi memanaskan estrak daun pepaya.

13. Termometer

Berfungsi untuk mengukur suhu ekstrak daun pepaya saat dipanaskan di kompor listrik.

14. Oven

Berfungsi untuk mengeringkan kuningan setelah dibersihkan agar lebih steril.

15. Panci

Berfungsi sebagai tempat untuk memanaskan aquades yang berguna untuk memanaskan ekstrak daun pepaya yang ada di dalam beaker glass.

16. Tissue

Berfungsi untuk membersihkan kuningan dan peralatan yang akan digunakan.

17. Pipet Tetes

Berfungsi untuk mengambil ekstrak daun pepaya dari dalam wadah.

18. Gelas Ukur 100 ml

Berfungsi untuk mengukur volume ekstrak daun pepaya yang akan ditambahkan ke dalam larutan H2SO4.

19. Gelas Ukur 250 ml

Berfungsi untuk mengukur volume ekstrak daun pepaya dan ekstrak kulit sapi untuk penghitungan kadar tanin.

(33)

20. Beaker Glass 150 ml

Berfungsi sebagai wadah untuk perendaman kuningan dengan larutan H2SO4.

21. Penjepit

Berfungsi untuk mengambil kuningan dari dalam larutan H2SO4. 22. Jangka Sorong

Berfungsi untuk mengukur panjang dan ketebalan kuningan 23. Optical Microsope

Berfungsi sebgai alat untuk menganalaisa struktur mikro permukaan sampel

24. Hardness Tester A4-E2

Berfungsi sebagai alat untuk pengujian kekerasan sampel.

25. Batu Stirrer

Berfungsi sebagai alat untuk mengaduk larutan saat di mesin stirrer.

26. Magnetic Stirrer

Berfungsi untuk menghomogenkan ekstrak kulit sapi dengan pengadukan.

27. Cawan Petri

Berfungsi sebagai wadah untuk mengeringkan ekstrak daun pepaya dan ekstrak kulit sapi di dalam oven.

28. Potensiometri Analog

Berfungsi sebagai alat analisa kimia untuk menentukan potensial listrik dengan menggunakan elektroda.

3.2.2 Bahan

1. Daun Pepaya

Berfungsi sebagai bahan inhibitor.

2. Kuningan

Berfungsi sebagai logam yang akan diuji.

3. Etanol 70%

Berfungsi sebagai pelarut serbuk daun pepaya.

4. Serbuk FeCl3

(34)

Berfungsi sebagai indikator tanin.

5. Serbuk Gelatin

Berfungsi sebagai indikator tanin.

6. Kulit sapi

Berfungsi sebagai bahan pembanding esktrak daun pepaya dalam pengukuran kadar tanin.

7. Cairan Asam Sulfat (H2SO4)

Berfungsi sebagai bahan pembuatan media korosi.

8. Aquades

Berfungsi sebagai pelarut H2SO4, FeCl3, Gelatin, serbuk kulit sapi, serbuk daun pepaya dan untuk membersihkan kuningan.

9. Detergen

Berfungsi sebagai bahan pembersih kuningan.

(35)

3.3 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir dari penelitian ini akan ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Pengujian Laju Korosi Logam Kuningan

Logam Kuningan (1x 0,5 m x 0,4 mm)

Dipotong dengan ukuran 4x6 cm, dicuci dengan detergen, kemudian dikeringkan dalam

oven pada suhu 70ºC selama 30 menit

Serbuk Daun Pepaya 80 gr

Etanol 70%

(1400 ml)

Larutan H2SO4

0,05 M (950ml)

Logam Kuningan (1x 0,5 m x 0,4 mm)

Dimaserasi dengan menggunakan Platform Shaker

selama 1x 24 jam

Dipotong dengan ukuran 4x6 cm, dicuci

dengan detergen, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 70ºC selama 30 menit Disaring lalu dipanaskan

pada suhu 70ºC selama 30 menit, dan didinginkan

Pengujian Laju korosi dengan metode kehilangan berat

Pengujian SEM-EDX

Analisis Tanin

Perendaman dalam 100%, 98%, 96%, 94% dan 92% larutan H2SO4

0,05 M dan inhibitor 0%, 2%, 4%, 6%

dan 8% selama 3 hari

1. Karakterisasi sifat fisis 2. Karakterisasi sifat mekanik 3. Karakterisasi mikrostruktur

Perendaman dalam 100%, 98%, 96%, 94% dan 92% larutan H2SO4

0,05 M dan inhibitor 0%, 2%, 4%, 6%

dan 8% selama 6 hari

1. Karakterisasi sifat fisis 2. Karakterisasi sifat mekanik 3. Karakterisasi mikrostruktur

(36)

3.4 Variabel Eksperimen 3.4.1 Variabel Penelitian

1. Variabel dari penelitian ini adalah logam kuningan yang direndam dengan komposisi ekstrak daun pepaya yang ditetapkan sebesar 0, 2, 4, 6 dan 8

%wt dan konsentrasi larutan H2SO4 0,05 M.

3.4.2 Variabel Penelitian yang Diuji

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Sifat Kimia

 Analisis Tanin

 Laju Korosi b. Sifat Fisis

 Densitas

 Potensial Listrik c. Sifat Mekanik

 Kekerasan

d. Pengamatan Morfologi Sampel

 Pengujian SEM-EDX

 OM (Optical Microscope)

3.5 Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian dalam pembuatan bahan terdiri dari tahapan survei lapangan dan studi literatur, pembuatan inhibitor, penganalisaan kadar tanin, pembuatan media korosi, preparasi sampel uji dan karakterisasi. Tahap-tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut:

3.5.1 Survei Lapangan dan Studi Literatur

Pada penelitian ini, proses yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data awal sebagai Studi literatur. Studi literatur bertujuan untuk mengenal masalah yang dihadapi, serta untuk menyusun rencana kerja yang akan dilakukan. Pada studi awal dilakukan langkah-langkah seperti survei lapangan dan pemilihan logam serta ekstrak tumbuhan sebagai inhibit or yang berhubungan dengan

(37)

penelitian yang ingin dilakukan serta mengambil data-data penelitian yang sudah ada sebagai pembanding terhadap hasil pengujian yang akan dianalisa.

3.5.2 Pembuatan Inhibitor

Daun pepaya yang didapatkan, dibersihkan dari kotoran-kotoran, kemudian dikeringkan dengan diangin-anginkan selama 14 hari. Daun pepaya yang telah kering dipotong-potong kecil kemudian diblender hingga menjadi serbuk daun pepaya. Setelah didapatkan serbuk daun pepaya, selanjutnya serbuk ditimbang 80 gram dan dibagi ke dalam 8 erlenmeyer (250 ml) dengan berat serbuk masing- masing 10 gram. Kemudian di tambahkan etanol 70% sebanyak 175 ml ke masing- masing erlenmeyer lalu di homogenkan dengan menggunakan platform shaker selama 1 x 24 jam.

Setelah itu, ekstrak daun pepaya di saring dengan kertas saring lalu dipanaskan hingga suhu 70ºC selama 30 menit. Kemudian didinginkan, dan ekstrak daun pepaya pun siap untuk digunakan.

3.5.3 Penganalisaan Kadar Tanin 1. Analisa Kualitatif

Ambil 20 tetes ekstrak daun pepaya dan letakkan ke 2 buah cawan petri, dengan masing-masing cawan berisi 10 tetes. Lalu tambahkan 10 tetes larutan FeCl3 sedikit demi sedikit ke salah satu cawan petri. Bila terbentuk warna hitam kehijaun, maka ekstrak mengandung zat tanin. Dan tambahkan 10 tetes larutan glatin sedikit demi sedikit ke cawan petri yang satunya. Bila ekstrak berubah warna menjadi putih, maka ekstrak mengandung zat tanin.

2. Analisa Kuantitatif

Timbang 1,7 gr serbuk daun pepaya (W), tambahkan air panas dan didihkan selama 30 menit.

Dinginkan dan pindahkan ke dalam labu takar 250 mL dan genapkan dengan aquadest.

Biarkan padatan mengendap, lalu saring ekstrak melalui kertas saring.

(38)

Pengujian

1. Tentukan bahan terekstraksi dengan mengeringkan 50 ml ekstrak sampai kering dan keringkan dalam oven pada suhu 1050 C hingga bobot tetap (T1).

2. Ambil 80 ml ekstrak dan tambahkan 5,1 gr serbuk kerupuk kulit dan kocok selama 60 menit. Saring dan uapkan 50 ml filtrat hingga kering dan keringkan pada suhu 1050 C hingga bobot tetap (T2).

3. Tentukan kelarutan serbuk kerupuk kulit dengan mencampur 5,1 gr serbuk kulit dengan 80 mL air dan kocok selama 60 menit. Saring dan uapkan 50 ml filtrat hingga kering dan keringkan pada 1050 C hingga bobot tetap (T0).

4. Lalu hitung dengan menggunakan persamaan gravimetri di bawah ini:

% Tanin = [T1– (T2 – T0)] x 500 ÷ W (3.1) (Dian, 2015)

3.5.4. Pembuatan Media Korosi

Media korosi yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan H2SO4 0,05 M yang dibuat dengan mencampurkan 3,47 ml larutan H2SO4

36 M dengan 2500 ml aquades.

3.5.5. Preparasi Sampel Uji

Sampel kuningan yang digunakan adalah plat kuningan (brass sheet) komersial dengan kadar tembaga antara 60-90% dengan ketebalan 0,4 mm dipotong menjadi ukuran 4x6 cm sebanyak 20 lembar. Permukaan kuningan lalu dicuci dengan detergen dan aquades, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40ºC selama lebih kurang 30 menit. Kemudian kuningan ditimbang dan hasilnya dinyatakan sebagai massa awal.

3.5.6. Karakterisasi

Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini antara lain karakterisasi sifat kimia (laju korosi), karakteristik sifat (densitas dan potensial listrik), karakterisasi sifat mekanik (kekerasan) dan karakterisasi

(39)

mikrostruktur (Optical Microscope (OM) dan Scanning Electron Microscope-Emission Difraction X-Ray (SEM-EDX)).

1. Laju Korosi

Pengukuran laju korosi dapat dilakukan dengan menggunakan metode peghitungan kehilangan berat sesuai dengan standart ASTM B- 36. Pada metode ini sampel logam kuningan yang sudah diketahui massa awalnya direndam dalam larutan H2SO4 0,05 M yang telah ditambahkan dengan larutan inhibitor sebanyak 0, 2%, 4%, 6% dan 8%

wt selama 3 hari dan 6 hari dalam beaker glass 150 ml. Setelah waktu perendaman tercapai, logam kuningan diangkat lalu dicuci dan dibilas dengan aquades kemudia dikeringkan. Setelah ini, sampel kuningan ditimbang kembagi dengan neraca digital sebagai massa akhir sampel.

Kemudian pengukuran laju korosi dapat menggunakan persamaan laju korosi berikut :

CR

=

(3.2)

Dengan : ( Yuli,

2012)

CR = Laju Korosi (g/cm2. jam)

Berat Awal = Massa Sebelum terjadi korosi (g) Berat Awal = Massa Sebelum terjadi korosi (g)

A = Luas permukaan (m2)

Waktu = Waktu perendaman logam dalam media kororsif (jam)

Pengujian korosi dengan metode kehilangan berat dan parameter yang digunakan adalah konsentrasi inhibitor ekstrak daun pepaya dan waktu perendaman. Efisiensi inhibitor menunjukkan persentase penurunan laju korosi akibat penambahan inhibitor. Efisiensi dihitung menggunakan persamaan :

E

=

x 100% (3.3)

(40)

Dengan :

E = Efisiensi Inhibitor (%)

= Rata-rata kehilangan massa logam tanpa inhibitor (gr) = Rata-rata kehilangan massa logam dengan inhibitor (gr)

2. Densitas

Nilai densitas merupakan suatu ukuran kepadatan dari suatu material. Dalam menentukan densitas suatu sampel, dapat dilakukan dengan metode yang sederhana yaitu dengan metode pengukuran dimensi. Pada metode ini, sampel diukur dengan dimensi volume (panjang, lebar dan ketebalannya) menggunakan jangka sorong dan massa sampel ditimbang dengan menggunakan timbangan digital.

Densitas suatu sampel dapa ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

ρ

=

(3.4) Dengan :

ρ = Densitas (Kg/m3) m = Massa Sampel (Kg) V = Volume Sampel (m3)

3. Potensial Listrik

Laju korosi berkaitan dengan potensial yang terkandung pada logam. Semakin positif nilai potensialnya, maka semakin sulit suatu logam mengalami korosi. Pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran potensial listrik dari logam kuningan yang direndam dengan larutan H2SO4 tanpa penambahan inhibitor dan dengan penambahan inhibitor 2%, 4%, 6%, 8 %wt dengan menggunakan alat Potensiometri Analog.

4. Kekerasan

Pengujian kekerasan dengan metode Vikers dilakukan dengan menggunakan Hardness Tester. Prosedur pengujian yang dilakukan sebagai berikut :

(41)

1. Sampel uji kekerasannya dengan menggunakan mesin uji Hardness Tester A4-E2 metode Vikers.

2. Diletakkan sampel uji ditempat sampel.

3. Diletakkan piramida di tempat yang ingin diuji kekerasannya.

4. Angkat piramida dan diamati jejak (berbentuk belah ketupat) yang terbentuk setelah proses identasi diukur diagonalnya dan dihitung nilai kekerasannya.

5. Karakterisasi Mikrostruktur

Menganalisa struktur mikro (morfologi) dapat dilakukan peng - ujian dengan Optical Microscope (OM) dan Scanning Electron Microscope-Emission Difraction X-Ray (SEM-EDX).

Pengamatan permukaan sampel dilakukan dengan mengamati gambar yang ditangkap oleh mikroskop optik dan untuk penentuan ukuran partikel dengan menggunakan kamera. Mekanisme alat ukur OM yakni sebagai berikut :

1. Sampel diletakkan di atas cawan.

2. Mikroskop diatur dengan pembesaran 50 x, kemudian dilakukan pergeseran pada bagian tertentu dari objek lalu difokuskan dan dilakukan pemotretan pada mikrostruktur sampel.

3. Gambar yang diperoleh kemudian diamati.

4. Diambil gambar struktur mikro sampel menggunakan kamera.

Untuk pengamatan permukaan inhibitor yaitu berupa serbuk daun pepaya diamati dengan menggunakan SEM-EDX yang dilakukan dengan mengamati gambar yang ditangkap oleh SEM dan untuk melihat kandungan unsur-unsur yang terdapat didalamnya dilakukan dengan menggunakan EDX.

(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Tanin

4.1.1. Analisis Kualitatif

Analisis terhadap senyawa tannin pada daun pepaya (Carica papaya L.) diketahui bahwa daun pepaya positif mengandung tannin. Tannin dibagi menjadi dua golongan dan masing-masing golongan memberikan reaksi warna yang berbeda terhadap FeCI3 1 %. Golongan tannin hidrolisis akan menghasilkan warna biru kehitaman dan tannin kondensasi akan menghasilkan warna hijau/kehitaman. Pada saat penambahannya, diperkirakan FeC13 1% bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tannin. Hasil reaksi itulah yang akhirnya menimbulkan warna.

Pada ekstrak daun papaya diketahui terdapat adanya tannin kondensasi karena hasil pengamatan, daun papaya menghasilkan warna coklat kehitaman seperti pada gambar 4.1 dibawah ini.

Gambar 4.1. Gambar Ekstrak Daun Pepaya Sebelum dan Sesudah Ditambahkan FeCl3 1%

Selain FeCl3, senyawa tannin dapat diidentifikasi dengan menggunakan gelatin. Apabila suatu larutan mengandung senyawa tannin maka akan terbentuk warna putih saat ditambahkan dngan gelatin. Dan pada ekstak daun pepaya terbukti adanya senyawa tannin karena terbentuk warna putih dan dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini.

(43)

(a) (b)

Gambar 4.2. (a). Ekstrak Daun Pepaya Sebelum Ditambahkan Gelatin; (b). Ekstrak Daun Pepaya Sesudah Ditambahkan Gelatin

4.1.2. Analisa Kuantitatif

Analisa kuantitatif kadar tannin pada ekstrak daun pepaya menggunakan metode gravimetri dengan menggunakan persamaan (3.1):

% Tanin = [T1-(T2-T0)] x 500 : W Dengan :

T1 = Massa Ekstrak Daun Pepaya (gr)

T2 = Massa Ekstrak Daun Pepaya+Serbuk Kerupuk Kulit (gr) T0 = Massa Filtrat Serbuk Kerupuk Kulit (gr)

W = Massa Serbuk Daun Pepaya (gr) 4.1 Tabel Kadar Tanin Ekstrak Daun Pepaya

T1 (gr) T2 (gr) T0 (gr) W (gr) Kadar Tannin (%)

0,09720 0,09858 0,06744 1,7 19,43

Sehingga, diketahui bahwa kadar senyawa tannin di dalam ekstrak daun pepaya yaitu sebesar 19,43%.

Dengan kadar tanin yang begitu besar, diharapkan ekstrak daun pepaya dapat digunakan sebagai alternatif inhibitor alami untuk menurunkan laju korosi. Dimana, data ini didukung dengan hasil foto Scanning Electron Microscope- Emission Difraction X-Ray (SEM-EDX) dari serbuk daun pepaya yang menunjukkan bahwa bukan hanya tanin, melainkan daun pepaya mengandung banyak unsur lain yang mampu menurunkan laju korosi. Hasil

(44)

pengamatan SEM-EDX kuningan yang diperlihatkan pada gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3. Foto Morfologi Permukaan dari Serbuk Daun Pepaya

(45)

Gambar 4.4. Nilai Spektrum SEM-EDX dari Kandungan Serbuk Daun Pepaya

Tabel 4.2. Tabel Nilai Spektrum dari Serbuk Daun Pepaya

Dari data di atas, diketahui bahwa kandungan terbesar yang dimiliki ekstrak daun pepaya adalah Karbon (C) dengan kadar 78,64 %wt dan ditambah dengan Oksigen (O) sebesar 15,17 % dan Kalsium (Ca) sebesar 2,63 %. Karbon merupakan unsur yang dapat membunuh bakteri-bakteri pengotor, sehingga mampu menghambat laju korosi logam kuningan. Dan oksigen juga dapat menghambat reaksi korosi pada logam yang telah

1 2 3 4 5 6

keV 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90

cps/eV

C O Ca

Ca

K K

Si Mg

(46)

terlapisi olehnya. Sehingga logam kuningan yang terlapisi oksigen memiliki laju korosi yang kecil. Di sisi lain, kalsium dapat memperkuat logam. Sehingga logam kuningan yang telah terlapisi inhibitor yag mengandung kalsium ini memiliki nilai kekerasan yang besar, dan cenderung meningkat seiring meningkatnya komposisi inhibitor.

4.2 Karakterisasi Sifat Mekanik

Sifat mekanik yang diamati dalam penelitian pengaruh penambahan ekstrak daun pepaya (Carica L. Papaya) terhadap penurunan laju korosi dan sifat mekanik kuningan dalam larutan H2SO4 meliputi pengujian kekerasan.

4.2.1 Kekerasan

Dari hasil pengukuran kekerasan dengan alat Hardness Tester A4-E2 dengan metode Vickers menunjukkan kecenderungan peningkatan nilai kekerasan terhadap peningkatan komposisi ekstrak daun pepaya. Hasil pengukuran kekerasan dapat dilihat pada tabel 4.3 dan 4.4 dibawah ini.

Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Kekerasan pada Logam Kuningan dengan Komposisi Ekstrak Daun Pepaya (0, 2%, 4%, 6% dan 8%) dalam Larutan H2SO4 selama 3 Hari

Komposisi Inhibitor (%V)

Komposisi Larutan

H2SO4 (%V) Kekerasan (N/m2)

0 100 102,20

2 98 103,72

4 96 106,85

6 94 108,56

8 92 108,20

Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Kekerasan pada Logam Kuningan dengan Komposisi Ekstrak Daun Pepaya (0, 2%, 4%, 6% dan 8%) dalam Larutan H2SO4 selama 3 Hari

Komposisi Inhibitor (%V)

Komposisi Larutan

H2SO4 (%V) Kekerasan (N/m2)

0 100 104,13

2 98 106,14

(47)

4 96 106,86

6 94 107,51

8 92 105,49

Dari Tabel 4.3 dan Tabel 4.4, dapat dibuat grafik hubungan antara nilai kekerasan logam kuningan terhadap penambahan ekstrak daun pepaya seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.5. Grafik Hubungan Nilai Kekerasan Logam Kuningan terhadap Komposisi Ekstrak Daun Pepaya dengan Waktu Perendaman Selama 3 Hari dan 6 Hari Berdasarkan Gambar 4.5 terlihat bahwa nilai kekerasan logam kuningan dengan penambahan 2 % sampai 6 % inhibitor cenderung meningkat baik, namun saat panambaha 8

% inhibitor nilai kekerasan menjadi menurun sekitar 0,33 % (3 hari) dan 1,9 % (6 hari). Nilai kekerasan maksimum diperoleh pada penambahan 6 % inhibitor dengan nilai 108,56 N/m2 dengan waktu perendaman selama 3 hari dan 107,51 N/m2 dengan waktu perendaman selama 6 hari.

Adanya penambahan komposisi inhibitor dapat meningkatkan nilai kekerasan, hal ini disebabkan oleh nilai kekerasan berbanding terbalik dengan nilai laju korosi. Semakin sedikit penambahan komposisi inhibitor membuat laju korosi logam kuningan semakin besar maka nilai kekerasannya semakin kecil. Sebaliknya, semakin banyak penambahan komposisi

102,2

103,72

106,85

108,56

108,2

104,13

106,14

106,86

107,51

105,49

101 102 103 104 105 106 107 108 109

0 2 4 6 8 10

Kekerasan (N/m2)

Komposisi Inhibitor (%)

3 Hari 6 Hari

(48)

inhibitor dengan jumlah yang sesuai membuat laju korosinya semakin kecil sehingga nilai kekerasannya semakin besar.

4.3 Karakteristik Sifat Kimia

Sifat kimia yang diamati dalam penelitian pengaruh penambahan ekstrak daun pepaya (Carica L. Papaya) terhadap penurunan laju korosi dan sifat mekanik kuningan dalam larutan H2SO4 meliputi analisis kandungan tanin dan pengujian laju korosi dari logam kuningan yang digunakan.

4.3.1 Laju Korosi

Dari hasil pengujian laju korosi yang dilakukan dengan metode kehilangan berat menunjukkan penurunan nilai laju korosi dari logam kuningan terhadap peningkatan komposisi ekstrak daun pepaya dengan variasi sebesar 0, 2%, 4%, 6% dan 8% yang telah direndam didalam larutan H2SO4 dengan waktu perendaman selama 3 hari dan 6 hari. Hasil pengujian laju korosi dapat dilihat pada tabel 4.5 dan 4.6 dibawah ini.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Laju Korosi pada Logam Kuningan dengan Komposisi Inhibitor (0, 2%, 4%, 6% dan 8%) dalam Larutan H2SO4 Selama 3 Hari

Komposisi Inhibitor (%V)

Komposisi Larutan H2SO4 (%V)

Laju Korosi (x 10-6 gr/cm2. Jam)

0 100 3,671

2 98 1,508

4 96 1,224

6 94 0,797

8 92 0,825

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kerapatan empat tanaman perlubang tanam memiliki persentase intersepsi cahaya matahari tertinggi, (2) intersepsi cahaya matahari ketiga

Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan tunas pada bibit okulasi dini menggunakan mata tunas cabang primer dari tanaman entres usia muda jauh lebih

Robot memerlukan aksi yang tepat untuk menanggapi suatu keadaan lingkungan.Kondisi lingkungan dapat diperoleh dari sensor-sensor yang terhubung dengan suatu

Pada penelitian [2] - [4] telah berhasil dilakukan pemantauan secara real time dengan jaringan internet menggunakan indikator suhu, arus, serta tegangan, namun

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi di Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri

Untuk mengakomodir rasa ingin tahu anak yang tinggi, e-book dilengkapi dengan fitur interaktif yang akan membawa anak memperoleh pemahaman atas konsep keselamatan

Stasiun penerimaan, stasiun pemurnian dan stasiun puteran termasuk komponen agak kritis (ECR3) yang berarti seluruh komponen pendukung atau fasilitas lain yang

Masyarakat sekitar hutan lindung memiliki persepsi bemacam-macam dalam pembentukan kawasan KPHL hal ini dapat dilihat pada tabel 10, 91% masyarakat sekitar KPHL Batutegi setuju