132 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN V.1 Ringkasan
Dari analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa ringkasan sebagai berikut:
N variabel SSTM PBRX IHSG (point)
sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah
1 Harga saham Rp 250 Rp 245 Rp 123 Rp 150 2,477.97 2,777.30
(close price) turun 2% naik 21.95% naik 12.08%
Standar deviasi 2.01 8.47 12.71 12.2 Tidak masuk dalam pembahasan penelitian
(tingkat fluktuatif
harga) naik 6.46 turun 0.51
2 Stock Return -0.07% -0.13% -0.56% -0.18% 0.01% 0.12%
(dalam persentase) turun 0.06% naik 0.38% naik 0.11%
3 Volume perdagangan 0 24,393.44 6,959.02 268,049.18 4,029,502,819.67 3,648,000,175.41 saham (Lot) naik drastis naik 38.52 kali lipat turun 0.91 kali lipat
4 Uji statistik ANOVA: (α = 5%).
a. return F-hitung < F-tabel F-hitung < F-tabel
Tidak masuk dalam pembahasan penelitian
0.01078 < 3.9215 0.07089 < 3.9215
H0 tidak ditolak H0 tidak ditolak
b. volume F-hitung < F-tabel F-hitung < F-tabel
Tidak masuk dalam pembahasan penelitian
1.9262 < 3.9201 1.9592 < 3.9201
H0 tidak ditolak H0 tidak ditolak
Setelah diperoleh hasil perhitungan dari bab sebelumnya, maka diperoleh:
1. Pergerakan harga saham SSTM 61 hari sebelum dan 61 hari sesudah pemberlakuan ACFTA mengalami tren penurunan dari Rp 250 menjadi Rp 245 (turun 2%) dengan naiknya tingkat fluktuasi harga saham sebesar 6.46 dari sebelum ACFTA. Selain itu harga saham PBRX 61 hari sebelum dan 61 hari
133 sesudah pemberlakuan ACFTA mengalami tren kenaikan dari Rp 123 menjadi Rp 150 (naik 21.95%) dengan penurunan tingkat fluktuasi harga saham sebesar 0.51 dari sebelum ACFTA. Kemudian IHSG juga mengalami tren kenaikan dari 2,477.97 menjadi 2,777.30 (naik 12.08%) dari sebelum ACFTA.
2. Rata-rata return saham SSTM 61 hari sebelum dan 61 hari sesudah pemberlakuan ACFTA mengalami penurunan dari -0.07% menjadi -0.13%
(turun 0.06%). Sedangkan saham PBRX 61 hari sebelum dan 61 hari sesudah pemberlakuan ACFTA mengalami kenaikan dari -0.56% menjadi -0.18 (naik 0.38%). Demikian juga dengan IHSG yang mengalami kenaikan dari 0.01%
menjadi 0.12% (naik 0.11%).
3. Rata-rata volume perdagangan saham SSTM 61 hari sebelum dan 61 hari sesudah pemberlakuan ACFTA mengalami kenaikan drastis dari 0 Lot menjadi 24,393.44 Lot. Demikian juga dengan saham PBRX 61 hari sebelum dan 61 hari sesudah pemberlakuan ACFTA mengalami kenaikan dari 6,959.02 Lot menjadi 268,049.18 Lot (naik 38.52 kali lipat). Sedangkan IHSG mengalami penurunan sebesar 4,029,502,819.67 Lot menjadi 3,648,000,175.41 Lot (turun 0.91 kali lipat).
4. Dari hasil perhitungan return dan volume perdagangan saham SSTM dan PBRX terdapat kenaikan dan penurunan return dan volume perdagangan saham, namun kenaikan dan penurunan tersebut tidak berbeda nyata atau tidak signifikan berdasarkan hasil uji ANOVA baik rata-rata laba saham maupun volume perdagangan saham SSTM dan PBRX yaitu menghasilkan F-hitung < F-tabel yang artinya pemberlakuan ACFTA tidak signifikan terhadap kenaikan atau
134 penurunan laba kedua saham, maupun terhadap volume perdagangan kedua saham tersebut (
α
= 5%). Maka dengan ini, hipotesis pertama adalah H0 tidak ditolak, bahwa tidak terdapat perbedaan laba saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pemberlakuan ACFTA 2010. Kemudian, hipotesis kedua adalah H0 tidak ditolak, bahwa tidak terdapat perbedaan volume saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pemberlakuan ACFTA 2010.V.2 Simpulan
Dari analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Harga saham SSTM cenderung mengalami penurunan selama periode penelitian, sedangkan saham PBRX cenderung mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibanding IHSG. Hal ini diartikan sebagai saham yang memiliki PER lebih rendah memang lebih baik dalam menghasilkan laba, terlihat dari harga saham yang cenderung naik setelah ACFTA. Dengan pemberlakuan ACFTA maka harga saham akan menjadi lebih kompetitif atau menjadi lebih rendah dari sebelumnya dan meningkatkan likuiditas perdagangan saham sektor tekstil.
Sebaiknya investor mamanfaatkannya untuk melakukan pembelian saham. Hal ini juga harus didukung dengan laporan kinerja perusahaan yang bagus, karena akan berpengaruh pada tren harga saham yang cenderung semakin naik di kemudian hari. Selain itu, harus didukung juga oleh pemerintah dengan melakukan proteksi atau perlindungan terhadap industri tekstil dalam negeri, seperti melakukan pengetatan pengawasan terhadap produk tekstil dari China,
135 seperti memberlakukan label SNI pada setiap produk yang akan dijual di Indonesia. Selain itu dukungan pemerintah yang bersifat internal, seperti pemberian insentif kepada industri tekstil dengan pemberian tingkat suku bunga pinjaman yang rendah. Agar harga produk tekstil dalam negeri dapat bersaing dengan produk dari China. Untuk jangka pendek memang belum signifikan pengaruh nya, namun untuk jangka panjang diperkirakan akan lebih terasa pengaruhnya bila pemerintah tidak peduli dengan dampak pemberlakuan ini.
Kemudian akan menyebabkan penurunan laba saham, kecuali perusahaan sanggup memberi dividen lebih besar.
2. Rata-rata return saham SSTM cenderung mengalami penurunan selama periode penelitian, sedangkan rata-rata return saham PBRX dan IHSG cenderung naik.
Hal ini menunjukkan bahwa saham dengan PER yang tinggi memang lemah dalam menghasilkan laba. Terlihat dari return saham SSTM yang cenderung turun, hal ini karena melonjaknya kuantitas barang-barang impor dan juga produk tekstil dan garmen selundupan dari China sehingga membuat tingkat penjualan produk tekstil dan garmen asal Indonesia semakin menurun.
Sedangkan return saham PBRX cenderung mengalami tren kenaikan (up trend).
Karena saham PBRX menjadi semakin likuid setelah pemberlakuan ACFTA, Hal ini menunjukkan bahwa saham yang memiliki PER lebih rendah memang lebih baik dalam menghasilkan laba, terlihat dari harga saham yang cenderung naik setelah ACFTA. Sebaiknya investor melakukan pembelian saham, tetapi juga harus menganalisis faktor fundamental dan teknikal yang dilakukan investor.
136 3. Rata-rata volume perdagangan saham SSTM dan PBRX cenderung mengalami kenaikan volume perdagangan saham dibandingkan dengan IHSG selama periode penelitian, hal ini dipengaruhi adanya program subsidi restrukturisasi mesin dari pemerintah sehingga membuat kapasitas produksi meningkat yang kemudian meningkatkan penjualan produk tekstil dan garmen. Setelah pemberlakuan ACFTA, likuiditas perdagangan saham sektor tekstil semakin meningkat dari sebelum ACFTA. Kenaikan volume saham mengartikan bahwa saham-saham sektor tekstil semakin banyak diminati investor. Dengan meningkatnya volume saham, pemilik saham lama dapat melakukan penjualan bertahap sesuai dengan target capital gain yang diharapkan atau menjual seluruh saham yang dimiliki pada saat target capital gain sudah tercapai.
Selain itu bagi perusahaan, meningkatnya likuiditas saham dapat dimanfaatkan untuk menambah modal melalui penambahan jumlah saham yang diterbitkan dalam volume yang lebih besar, jika perusahaan ingin melakukan ekspansi bisnisnya. Hal ini diartikan bahwa pemberlakuan ACFTA meningkatkan volume perdagangan saham-saham sektor tekstil dengan PER rendah maupun tinggi.
4. Hasil uji ANOVA baik rata-rata laba saham maupun volume perdagangan saham SSTM dan PBRX tidak signifikan terhadap kenaikan atau penurunan laba kedua saham, maupun terhadap volume perdagangan kedua saham tersebut (α = 5%).
Hal ini harus dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melakukan perbaikan- perbaikan dalam usaha meningkatkan daya saing terhadap produk China, seperti revitalisasi mesin-mesin jahit yang sudah usang. Pemberlakuan ACFTA tidak signifikan pengaruhnya terhadap return dan volume perdagangan saham sektor
137 tekstil, maka sebaiknya pihak perbankan tidak perlu cemas atau ragu dalam memberikan kredit usaha atau pinjaman kepada perusahaan-perusahaan tekstil dan garmen.
V.3 Keterbatasan
Dalam penelitian ini penulis membatasi pada sektor tekstil saja, karena agar dapat lebih komprehensif dalam pembahasan mengenai sektor tekstil tersebut. Namun bila ingin membandingkan secara keseluruhan kinerja saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) terhadap sebuah kebijakan perdagangan bebas ACFTA, maka sebaiknya dilakukan penelitian dengan membandingkan seluruh sektor yang terdaftar di BEI terhadap pemberlakuan ACFTA. Hal ini bisa dilakukan oleh peneliti selanjutnya.