• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ABDUL MANAN SIMATUPANG KISARAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI ABDUL MANAN SIMATUPANG KISARAN SKRIPSI"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarja Hukum

Oleh : PATY SASMITA

160200178

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)

Nama : PATY SASMITA

Nim : 160200178

Departemen : HUKUM KEPERDATAAN BW

Judul skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM HAJI ABDUL MANAN SIMATUPANG KISARAN

Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis ini benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi ini adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul mennnjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, 2021

PATY SASMITA 160200178

(4)

kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang dengan rahmat dan hidayah-Nya, memberikan kesehatan, kesabaran, dan kelapangan berpikir sehingga telah memberikan penulis kekuatan dan inspirasi yang ada untuk mampu menyelesaikan tugas menyusun skripsi ini. Sudah merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa bahwa dalam menyelesaikan studi untuk mencapai gelar kesarjaan USU untuk menyusun skripsi dalam hal ini penulis memilih judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran”. Penulis skirpsi ini membahas tentang perlindungan hukum terhadap pasien yang terjadi di rumah sakit yang ditinjau dari berbagai perundang-undangan di Indonesia.

Untuk memproleh informasi dan data-data dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran sebagai objek dalam penelitian ini.

Penulisan skripsi ini juga merupakan salah satu syarat bagi setiap mahasiswa untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Departemen Hukum Keperdataan. Dalam perjalanan hidup ini, penulis juga bersyukur atas berkah yang dikaruniakan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dalam memberikan jalan kehidupan bagi setiap umat manusia, yaitu dari jalan hidup yang berat menuju jalan hidup yang ringan melalui

(5)

penulis sehingga pembuatan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Dengan lapang hati penulis selalu menerima kritikan, saran maupun masukan yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak. Kelak dengan adanya saran dan kritikan tersebut, maka penulis akan dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisanya.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini maupun selama penulis menempuh perkuliahan, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan II dan Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak meluangkan waktunya memberikan arahan, bimbingan, serta motivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(6)

Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya memberikan arahan, bimbingan, serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Mohammad Siddik, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Kepada kedua Orang Tua yang penulis sayangi, dan tercinta, terimakasih yang tak terhingga atas doanya, terimakasih telah memberikan banyak dukungan, kasih sayang, semangat, nasihat, pengorbanan dan ketulusannya dalam mendapingi penulis. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada keduanya.

11. Kepada kakak saya Nanin Purwita Sari dan abang saya Radinal Sufi Manurung tercinta yang memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(7)

13. Kepada Muhammad Muslim beserta sahabat tersayang Citra Anggraini, Masliani Butar-Butar, Julia Riska Amanda.

14. Kepada teman-teman seperjuangan dari awal masuk kuliah sampai sekarang Josedin Olanita Lumban Gaol, Ega Lyana Koes, Intan Anggina Putri Harahap, Cut Mutia Dwi Utari, Irfah Anissya, Eva Ratna Sari dan lain-lain.

15. Kepada seluruh teman-teman Grup A 2016.

16. Kepada seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

17. Kepada seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik penulis.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, penulis berharap semoga apa yang telah kita lakukan dapat berkah dari Allah SWT, dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya.

Semoga amal baik pihak-pihak yang telah memberikan bantuan terhadap penulis, menerima balasan yang setimpal oleh Allah SWT Aamiin.

Medan, 2021

Paty Sasmita

(8)

Puspa Melati Hasibuan ***

Pada dasarnya mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, berkualitas dan aman adalah hak asasi bagi setiap individu. Pelayanan dimaksud dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan keahliannya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelayanan awal berupa pemberian informasi medis, jenis dan prosedur pelayanan yang ditujukan kepada pasien pada saat ia ingin melakukan tindakan medis dalam hal ini, yang dengan rumusan masalah yaitu bagaimana hubungan hukum antara pasien dengan dokter pada Rumah Sakit Umum Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran, perlindungan hukum terhadap pasien, dan bentuk penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh para pihak apabila terjadi wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada pasien.

Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, merupakan penelitian yang mengelola data-data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, hukum, kaidah-kaidah hukum, dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.

Sedangkan yang bersifat deskriptif dalam penelitian ini merupakan suatu penelitian yang dilakukan dengan melakukan survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi melalui pengumpulan data dan wawancara yang dapat mendukung teori yang telah ada.

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa perlindungan hukum terhadap pasien pada hubungan yang terjadi antara pasien dengan dokter dalam transaksi terapeutik, yaitu perlindungan hukum preventif yakni pihak rumah sakit memberikan edukasi terhadap pasien mengenai informasi jika melakukan tindakan medis dalam hal pasien merasa dirugikan, pasien berhak menuntut ganti rugi terhadap pihak rumah sakit. Ganti rugi akan dibicarakan melalui proses mediasi terlebih dahulu sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kata kunci: Pasien, Rumah Sakit, Perlindungan Hukum.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 13

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA PASIEN DENGAN DOKTER PADA RUMAH SAKIT UMUM HAJI ABDUL MANAN SIMATUPANG A. Pengertian Pasien ... 21

B. Perjanjian Terapeutik ... 23

C. Hak-Hak dan Kewajiban ... 29

D. Kedudukan Hukum Pasien dalam Pelayanan Kesehatan ... 38

E. Hubungan Antara Pasien dengan Dokter ... 41

(10)

A. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Pasien dalam

Berbagai Peraturan perUndang-Undangan di Indonesia ... 52 B. Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis)

... 85 BAB IV BENTUK PENYESELESAIAN SENGKETA YANG DAPAT

DIILAKUKAN OLEH PARA PIHAK APABILA TERJADI WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN PADA PASIEN . A. Pertanggungjawaban Apabila Terjadi Wanprestasi dan

Perbuatan Melawan Hukum yang Mengakibatkan Kerugian Pada Pasien ... 95 B. Penyelesaian Sengketa yang Dapat Dilakukan Oleh Para

Pihak ... 109 C. Kekuatan Hukum Terhadap Putusan BPSK (Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen) Bagi Para Pihak ... 114

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 117 B. Saran ... 118 DAFTAR PUSTAKA ... 119

(11)

Manan Simatupang Kisaran

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara hukum. Negara hukum yang tersemat untuk Indonesia bukanlah sekedar sebutan saja, Indonesia telah mengakui bahwa Negara ini adalah Negara hukum yang tertuang di dalam Undang- Undang Dasar 1945. Pernyataan Indonesia adalah Negara hukum tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pada Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi:

“Negara Indonesia adalah Negara hukum” bahwa hal ini semakin mempertegas kepada seluruh masyarakat bahwa Indonesia adalah Negara hukum, sehingga rakyat wajib untuk mentaati aturan yang berlaku. Di Indonesia istilah Negara hukum secara konstitusional telah disebutkan pada UUD 1945. Penggunaan istilah Negara hukum mempunyai perbedaan antara sesudah dilakukan amandemen dan sebelum dilakukan amandemen. Konsep Negara hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan Negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Hubungan antara yang diperintah (governed) dan memerintah (governor) dijalankan berdasarkan suatu norma objektif, bukan pada suatu kekuasaan absolut semata-mata, norma objektif tersebut harus memenuhi syarat formal dan dapat dipertahankan oleh ide hukum. Negara Indonesia yang didirikan di atas landasan hukum

(13)

bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan UUD 1945.1

Tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.2

Cardozo, seorang Hakim Agung terkemuka dari Amerika Serikat pernah mengatakan bahwa apabika seseorang mempelajari hukum, maka:

“… you will study the life of makind … you will study the precepts of justice, for these are the truths that though you shall come to their hour of thriumph.

Here is the high emprise, the fine endeavor, the splendid possibility of achievement”. Pernyataan tersebut menyangkut suatu bidang yang sangat luas, yang lazimnya dinamakan disiplin hukum. Disiplin hukum tersebut merupakan suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau realita hukum. Semua renungan tentang tujuan hukum didasarkan pada konsepsi manusia, baik sebagai individu yang berpikir maupun yang berpolitik atau berorganisasi. Oleh sebab itu disiplin hukum harus mengandung unsur-unsur filsafat dan memperoleh warna dan isi yang khas dari ajaran politik.3

Berhubungan dengan disiplin hukum dan kedokteran dikenal pula ilmu kedokteran kehakiman atau ilmu kedokteran forensik (medical forensic science) sebagai ilmu pengetahuan di bidang kedokteran yang diperbantukan

1https://www.padamu.net/pengertian-negara-indonesia-adalah-negara-hukum

2 Ns. Ta‟adi, Hukum Kesehatan, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010, hal 6.

3 Dhany Wiradharma, Hukum Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996, hal 1.

(14)

untuk menemukan kebenaran materil yang berhubungan dengan alat bukti berupa tubuh manusia atau bagian dari tubuh manusia dalam rangka penegakan hukum. Dengan demikian, dalam ilmu kedokteran kehakiman, ilmu kedokteran digunakan dalam penegakan hukum (medicine for law); sedangkan hukum kesehatan atau hukum kedokteran merupakan hukum yang mengatur segala pelayanan di bidang kesehatan (law for medicine).4

Hubungan hukum dokter dengan pasien pada hakikatnya adalah hubungan yang saling membutuhkan dan didasari dengan kepercayan, namun dalam perjalannya tidak mustahil berujung pada sebuah sengketa dan berhadapan dalam sebuah persidangan, hal ini tentu menjadi sebuah potret yang tidak dikehendaki oleh para pihak. Hubungan hukum merupakan suatu hubungan antara lembaga dan mahasiswa yang untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban. Tujuan hukum adalah untuk ketertiban, setiap orang harus bertingkah laku sebaik mungkin agar perilaku masyarakat yang lain juga akan baik. Hukum merupakan aturan yang beraneka ragam untuk mengatur hubungan orang-orang dalam masyarakat.

Perkembangan hukum tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum yang dianut oleh suatu Negara atau masyarakat. Dalam hubungan perkembangan hukum tersebut tidak terlepas dari perkembanan ilmu-ilmu lain seperti kesehatan (kedokteran), maka dengan sendirinya hukum kesehatan berkembang seiring dengan perkembangannya manusia. Hukum kedokteran (Public Health Law) lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam

4 Y.A. Truana Ohoiwutun, Bunga Rampai Hukum Kedokteran, Malang, Bayumedia Publishing, 2007, hal 5.

(15)

pelayanan kesehatan atau hukum kesehatan dapat dibatasi pada hukum yang mengatur antara pelayanan kesehatan dokter, rumah sakit, puskesmas dan tenaga-tenaga kesehatan lain dengan pasien.5

Pada dasarnya mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, berkualitas dan aman adalah hak asasi bagi setiap individu. Pelayanan dimaksud dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan keahliannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Memberikan pelayanan kesehatan baik dalam bentuk upaya pencegahan/preventif, penyuluhan/promotif, pengobatan/ kuratif maupun perbaikan kondisi atau pemulihan kondisi/ rehabilitatif, hendaknya memperhatikan hak-hak asasi pasien, terlebih diera berlakunya persaingan masyarakat Ekonomi Asean ini, masyarakat kita semakin kritis karena mereka menyadari hak-hak sebagai seorang pasien. Pentingnya hal ini karena bahwa pelayanan kesehatan erat berkaitan dengan tindakan-tindakan yang menyangkut tubuh manusia secara langsung, dalam kondisi tertentu berkaitan erat dengan penentuan keberlangsungan hidup dan mati seseorang.6

Masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai pelaku usaha jasa di bidang pelayanan kesehatan menghendaki adanya perlindungan hukum. Munculnya berbagai peraturan perundangan, khususnya di bidang kesehatan memberikan harapan baru bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas mulia berupa pelayanan kesehatan

5 Bahder Johan, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta, Rineka Cipta, 2005, hal v.

6 Machli Riyadi, Teori Iknemook Dalam Mediasi Malapraktik Medik, hal 1.

(16)

pada masyarakat. Adanya perlindungan hukum terhadap para tenaga kesehatan, khususnya dokter sebagai tenaga medis merupakan payung tempat berlindung yang sangat didambakan.7 Kesadaran akan hak-hak asasi manusia khususnya dibidang kesehatan dan semakin tingginya pengetahuan pasien akan berbagai masalah kesehatan menyebabakan berubahnya pola hubungan paternal ke arah hubungan sebagai partner antara dokter dengan pasien.8

Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktik medis yang secara tidak langsung memojokkan posisi tenaga kesehatan. Hal ini sangat menarik untuk dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan karena penyebab dugaan malpraktik belum tentu disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, khususnya dokter.9

Banyak suara-suara yang menuntut agar hukum memainkan perannya guna melindungi pasien dari tindakan malapraktek terdengar semakin banyak, banyak kasus-kasus yang diangkat ke pengadilan dengan gugatan perdata atau tuntutan pidana akibat terjadinya malapraktek atau kurang memadainya pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Munculnya sengketa yang terjadi antara dokter dengan pasien lebih sering disebabkan karena adanya kelemahan dalam membangun komunikasi yang efektif yang berakibat menimbulkan kerugian bagi pasien dan juga bagi profesi dokter, kelalaian

7 Y.A. Triana Ohoiwutun, op.cit, hal v.

8Dhanny Wiradharma, op.cit, hal 2.

9Loc.cit.

(17)

(culpa) dalam hukum tertentu dianggap sebagai suatu kesalahan, sehingga bagi profesi dokter termasuk profesi kesehatan lainnya dituntut untuk bekerja secara hati-hati dan berupaya semaksimal mungkin dengan standar yang telah ditetapkan.

Seringkali terjadi gugat menggugat antara pasien dan dokter, karena para pihak kurang memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Gugat- menggugat bukanlah penyelesaian yang diharapkan, kalau para pihak sadar akan hak dan kewajibannya maka akan timbul saling pengertian antara para pihak dan gugat menggugat tidak akan terjadi.

Selain itu, para penegak hukum, baik polisi, jaksa, hakim, maupun pengacara perlu juga tahu akan keunikan hubungan dokter dan pasien, sehingga dalam menegakkan keadilan bertindak tidak saling merugikan dan keadilan dapat ditegakkan. Jika para dokter merasa terancam oleh gugatan atau tuntutan hukum maka para professional di bidang kedokteran akan melindungi dirinya dengan mengalihkan tanggungjawab ke pihak ketiga dalam hal ini asuransi, maka dalam hal ini yang dirugikan adalah juga pasien, karena selain biaya menjadi tinggi dan dokter pun akan bekerja ekstra hati-hati, dan tidak berani mengambil resiko dan akan mengalihkan tanggungjawab ke pihaklain, karena takut digugat atau dituntut.10

Untuk mengantisipasi agar jangan sampai terjadi tindakan malapraktek yang dapat merugikan pasien dan pelaku profesi kesehatan itu sendiri, kemampuan memahami perangkat hukum yang berisikan kaidah-kaidah

10 Wila Chandrawila, Hukum Kedokteran, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 2001, hal vi

(18)

ataupun prosedur yang berlaku di bidang kesehatan sangat diperlukan, sehingga tidak menimbulkan kerugian baik bagi pasien maupun bagi kalangan profesi kesehatan itu sendiri.11

Kelalaian juga merupakan masalah moral yang berkaitan dengan hubungan tanggung jawab dan dalam beberapa kasus manakala kelalaian tersebut terjadi berulang-ulang dan tidak diikuti dengan rasa penyesalan.

Ketika pasien merasa dirugikan dari kelalaian yang ditimbulkan oleh tenaga kesehatan, rumusan dalam pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kesalahan dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus didselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik membahas permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan terlebih dahulu, permasalahan perlindungan hukum terhadap pasien meliputi hal-hal berikut:

1. Bagaimana hubungan hukum antara pasien dengan dokter pada rumah sakit umum haji abdul manan simatupang kisaran?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien di rumah sakit umum daerah haji abdul manan simatupang kisaran?

11 Bahder Johan, op.cit, hal v.

(19)

3. Apakah bentuk penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh para pihak apabila terjadi wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada pasien?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan. Bahwa Prof. Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Pengantar penelitian hukum” mengatakan bahwa langkah- langkah selanjutnya setelah merumuskan masalah adalah merumuskan tujuan penelitian. Tujuan penelitian dirumuskan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang hal apa yang ingin dicapai dalam penelitian terebut.12

Berdasarkan rumusan masalah diatas yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan hukum antara pasien dengan dokter pada rumah sakit umum haji abdul manan simatupang kisaran.

2. Untuk memberikan pengetahuan mengenai perlindungan hukum terhadap pasien di rumah sakit umum haji abdul manan simatupang kisaran.

3. Untuk mengetahui substansi materi dan konsep aturan yuridis tentang bentuk penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh para pihak apabila terjadi wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada pasien.

12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penellitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia, 2005, hal 9.

(20)

Bahwa salah satu faktor pemilihan masalah dalam penlitian ini bahwa penelitian ini dapat bermanfaat karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian tersebut.

Berikut manfaat yang diharapkan dari rencana penulisan ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Penulisan skripsi ini dapat dijadikan bahan kajian untuk memberikan informasi-informasi pengetahuan mengenai hukum pada umumnya dan hukum perdata, hukum konsumen dan hukum kesehatan pada umumnya. Bahwa dikhususkan unuk lebih menambah ilmu pengetahuan mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada pasien yang dalam hal ini disoroti dari tindakan medis yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien dari rumah sakit, menurut peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.

Adapun yang menjadi manfaat teoritis dari rencana penulisan ini sebagai berikut:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah kajian keilmuan tentang menganalisa perlindungan huuukum terhadap pasien ditinjau dari berbagai undang- undang yang berlaku di Indonesia.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum umumnya.

c. Untuk memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang perlindungan hukum terhadap pasien di rumah sakit umum haji abdul manan simatupang kisaran

2. Manfaat praktis

(21)

Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari rencana penulisan ini sebagai berikut:

a. Menjadi wadah bagi peneliti untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah didapatkan.

b. Bahwa dengan hasil penelitian ini diharapkan agar dapat membantu dalam memberikan masukan kepada semua pihak yang membutuhkan ilmu pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum, Hukum Perdata dalam hal perlindungan pasien.

D. Keaslian Penulisan

Penulis mengajukan judul skripsi setelah lebih dahulu membaca beberapa buku dan sumber informasi lain untuk menemukan masalah-masalah hukum yang akan dibahas. Sesuai prosedur yang dibuat oleh pihak kampus, maka penulis terlerbih dahulu mengajukan judul ini kepada Ketua Departemen Hukum Perdata untuk mendapatkan persetujuan yang kemudian akan melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas untuk menghindari adanya kesamaan pembahasan yang sama berulang-ulang. Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Hukum, maka judul Perlindungan Hukum Terhadap Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran, dinyatakan tidak

(22)

ada judul yang sudah pernah ada sebelumnya yang yang persis sama dengan judul yang diajukan. Namun ada beberapa judul skripsi yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap pasien antara lain:

Siti Nur Suflah (2013), dengan judul penelitian Tanggungjawab Antara Dokter Dengan Pasien Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata (Studi Pada Rumah Sakit Permata Bunda Medan). Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah hak mendapatkan pelayanan kesehatan bagi pasien di rumah sakit permata bunda medan, tanggungjawab perdata dokter dalam transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien, dan perlindungan hukum terhadap dokter dalam memberikan pelayanan medis.

Monica Hendrika H.B (2013), dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Bagi Pasien Terhadap Tindakan Medis yang Dilakukan Oleh Calon Tenaga Kesehatan Profesional. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah putusan di Badan Penyelesaiaan Sengketa Konsumen (BPSK) kota Medan sudah memenuhi unsur-unsur perlindungan konsumen, kendala-kendala penyelesaiaan sengketa di Badan Penyelesaiaan Sengketa Konsumen (BPSK) kota Medan, kekuatan hukum terhadap putusan BPSK terhadap para pihak.

Abdul Hadi Putra (2014), dengan judul penelitian Tanggung Jawab Dokter Akibat Terjadinya Kesalahan Medis Dari Sudut Hukum Perdata (Studi Pada Idi Cabang Asahan). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bentuk kesalahan medis, akibat hukum dari kesalan medis, proses pertanggung jawaban dokter terhadap kesalahan medis.

(23)

Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari dan mengkaji buku-buku, peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur yang sesuai dengan kajian permasalahan dalam penulisan skripsi ini, sehingga hasil kajian dalam skripsi ini dapat dikatakan aktual dan asli dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Apabila di luar pengetahuan penulis ternyata telah ada penulisan yang serupa, maka diharapkan penulisan hukum ini dapat saling melengkapi serta menambah literatur dan khasanah ilmu hukum khususnya di bidang hukum perdata. Apabila sudah pernah ada, penulis yakin bahwa substansi penulisannya berbeda.

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pasien

Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 1 ayat (4), Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.

Dr. Amri Amir mengatakan bahwa pasien adalah orang yang sedang menderita penyakit atau ganguan badaniah/rohaniah yang perlu ditolong agar

(24)

lekas sembuh dan berfungsi kembali melakukan kegiatannya sebagai salah satu anggota masyarakat, pasien adalah titik sentral dalam usaha-usaha penyembuhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.13

Sedangkan menurut penulis bahwa pasien merupakan orang yang memiliki kelemahan fisik atau bahkan mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan atau para medis yang di obati di rumah sakit.

2. Pengertian Dokter

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran, Pasal 1 angka (2) menyatakan dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik didalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Pengertian Rumah sakit

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Titik Triwulan Tutik, dan Shita Febriana mengatakan bahwa rumah sakit merupakan sebuah institusi pelayanan kesehatan yang terorganisasi serta

13 Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta, Widya Medika, 1997, hal 17.

(25)

sangat dinamis. Sementara menurut departemen kesehatan RI, rumah sakit diartikan sebagai sarana kesehatan yang berfungsi melaksanakan pelayanan kesehatan rujukan, fungsi medik spesialistik dan subspesialistik yang mempunyai fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien.14

Sedangkan menurut penulis rumah sakit merupakan sebuah sarana pelayanan kesehatan, dan sebuah intitusi perawatan Kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.

4. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi adalah suatu keadaan menurut hukum perjanjian, dimana seseorang tidak melaksanakan prestasi sebagaimana yang terlah diperjanjikan.15 Wanprestasi terdapat dalam Pasal 1243 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan ingkar memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.

Subekti mengatakan wanprestasi adalah kelalaian atau kealpaan seseorang debitur dapat berupa empat jenis yaitu tidak melakukan apa yang

14Titik Triwulan Tutik, dan Shita Febriana, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher, 2010, hal 18.

15 P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, 2009, hal 339-340.

(26)

disanggupi, melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, dan melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Pengertian wanprestasi menurut penulis adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

F. Metode Penelitian

Metode diartikan sebagai proses atau prosedur atau tata cara guna mengetahui suatu hal dengan langkah-langkah yang sistematis. Penelitian adalah sebuah proses kegiatan mencari kebenarana terhadap suatu fenomena ataupun fakta-fakta yang terjadi dengan cara yang terstruktur dan sistematis.

Dalam hal menjawab permasalahan-permasalahan dan mencapai tujuan serta guna melengkapi penulisasn ksripsi penulis ini dengan tujuan agar mendapatkan lebih terarahnya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, metode penulisan yang digunakan yaitu :

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menyusun skripsi dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Bahwa penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dengan hanya mengelola data-data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-

(27)

undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya. Sedangkan yang bersifat deskriptif dalam penelitian ini merupakan suatu penelitian yang dilakukan dengan melakukan survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang telah ada.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan pendekatan hukum doctrinal yang bersifat normatif, penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan yang lebih mementingkan terhadap data sekunder dan data primer hanya dipakai sebagai data pelengkap, dalam penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai norma-norma yang tertulis yang dibuat dan di undangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang.

1. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini, data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka.

a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang, sumber data berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihak-pihak atau instansi-instansi yang terkait dengan objek penlitian secara langsung yaitu melalui wawancara dengan responden pada rumah sakit tersebut.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti melalui penelusuran bahan-bahan kepustakaan secara tidak

(28)

langsung melaui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihaklain. Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder terdiri dari:

1) Bahan-bahan hukum primer, meliputi bahan-bahan hukum yang mengikat mulai dari KUHPerdata, KUHP, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu meliputi yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dengan menganalisa serta memahami bahan hukum primer.

3) Bahan-bahan hukum tertier, yaitu meliputi yang memberikan petunjuk yang dapat mendukung bahan hukum primer, mulai dari kamus hukum, kamus Inggris-Indonesia, kamus besar Bahasa Indonesia serta ensiklopedia dan internet.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini, Teknik pengumpulan data merupakan suatu hal yang sangat erat dengan hubungan sumber data, dengan adanya sumber data tersebut melalui pengumpulan data ini akan memperoleh data yang diperlukan kemudian dianalisa sesuai yang diharapkan yang berkaitan

(29)

dengan hal-hal tersebut, dalam penelitian ini menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:

a. Library Research (studi kepustakaan)

Yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematika peraturan perundang-undangan, buku-buku, maupun sumber-sumber lainnya yang memiliki hubungan dengan penyusunan isi skripsi ini.

b. Fiel Research (studi lapangan)

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan langsung ke lapangan melalui wawancara dengan Dr. Lobiana Nadeak, selaku Kepala Bidang Pelayanan sebagai pihak dari Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran.

4. Teknik Analisa Data

Analisa data dalam skripsi ini merupakan data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen merupakan data yang dianalisa secara kualitatif, yaitu suatu analisa data yang secara jelas setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk kalimat atau uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh dan menyimpulkan kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Data dalam skripsi ini merupakan hasil wawancara dari pihak Rumah Sakit Umum Daerah Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran.

G. Sistematika Penulisan

(30)

Dalam penulisan skripsi ini, pembahasan secara sistematis sangat diperlukan untuk memudahkan dalam membaca dan memahami serta memperoleh manfaat dari penulisan skripsi tersebut. Untuk memudahkan hal tersebut, maka penulisan skripsi ini dibuat secara menyeluruh mengikat secara dasar yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain.

Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab yang disusun sistematis untuk membahas tenang masalah yang diangkat, adapun sistematika penulisan skripsi ini dengan urutannya sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan, ini merupakan awal dari penulisan sebuah skripsi yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,tinjauan pustaka, keaslian penulisan serta sistematika penulisan.

Bab II, Hubungan hukum antara pasien dengan dokter, ini berisikan tentang pengertian pasien, perjanjian terapeutik, hak-hak dan kewajiban pasien, kedudukan pasien dalam pelayanan kesehatan, hubungan antara pasien dengan dokter.

Bab III, Perlindungan hukum terhadap pasien, ini berisikan tentang pengaturan perlindungan hukum terhadap pasien dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta informed consent (persetujuan tindakan medis).

Bab IV, Bentuk penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan para pijak apabila terjadi wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang mengakibatan kerugian pada pasien di Rumah Sakit Daerah Haji Abdul Manan Simatupang Kisaran, ini berisikan pertanggungjawaban apabila terjadi wanprestai dan

(31)

perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada pasien, penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh para pihak, kekuatan hukum terhadap putusan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) bagi para pihak.

Pada bab V, Kesimpulan dan saran, ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran terhadap hasil analisis yang dilakukan. Bab ini berisikan tentang hal yang merupakan bab akhir dari skripsi ini, dan merupakan penutup dari rangkaian bab-bab sebelumnya dimana dalam bab ini penulis membuat suatu kesimpulan atas pembahasan skripsi ini, kesimpulan merupakan intisari dari pembahasan terhadap permasahalahan yang diajukan di skripsi ini.

Kemudian dilanjutkan dengan memberi saran-saran atas masalah-masalah yang tidak terpecahkan yang diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi yang membacanya, dan akan berguna dalam kehidupan masyarakat dan praktik perkembangan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(32)

BAB II

HUBUNGAN ANTARA PASIEN DENGAN DOKTER PADA RUMAH SAKIT UMUM HAJI ABDUL MANAN SIMATUPANG KISARAN A. Pengertian Pasien

Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien, Pasal 1 angka 2, pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit.

Pasien atau pesakit adalah seseorang yang menerima perawatan medis, sering kali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya. Kata pasien dari Bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari Bahasa inggris yang artinya sabar. Patient diturunkan dari Bahasa latin yaitu patiens yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya “menderita” orang sakit (yang dirawat dokter), penderita (sakit).16

Dari beberapa pengertian tersebut diambil kesimpulan bahwa pasien adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang

16https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pasien, diakses tanggal 15 Maret 2020.

(33)

2. Memperoleh pelayanan kesehatan 3. Secara langsung maupun tidak langsung 4. Dari tenaga kesehatan.

Dahulu, hubungan dokter dengan pasiennya lebih bersifat paternalistik.

Pasien umumnya hanya dapat menerima saja segala sesuatu yang dikatakan oleh dokter tanpa dapat bertanya apapun. Dengan kata lain, semua keputusan sepenuhnya berada di tangan dokter. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hak-haknya, maka pola hubungan demikian ini juga mengalami perubahan yang sangat berarti. Pada saat ini secara hukum dokter adalah partner dari pasien yang sama atau sederajad kedudukannya, pasien mempunyai hak dan kewajiban tertentu, seperti halnya dokter.

Walaupun seseorang dalam keadaan sakit, tetapi kedudukan hukumnya tetap sama dengan yang sehat. Sama sekali keliru jika menganggap orang yang sakit selalu tidak dapat mengambil keputusan, karena secara umum sebenarnya pasien adalah subyek hukum yang mandiri dan dapat mengambil keputusan untuk kepentingannya sendiri. Semua pihak yang terlibat dalam hubungan profesional ini seyogianya benar-benar menyadari perkembangan tersebut.

Pemahaman terhadap hak dan kewajiban tersebut menjadi semakin penting karena pada kenyataannya perselisihan yang timbul sebenarnya disebabkan kurangnya pemahaman mengenai masalah tersebut oleh pihak- pihak yang berselisih. Sering kali terlihat pihak “pasien” seperti mencari-cari

(34)

kesalahan atau kelemahan dokter, untuk kemudian digunakan sebagai dasar menuntut.17

B. Perjanjian Terapeutik

Transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Berbeda dengan transaksi yang biasa dilakukan oleh masyarakat, transaksi terapeutik memiliki sifat atau ciri yang khususnya yang berbeda dengan perjanjian pada umumnya, kekhususannya terletak pada atau mengenai objek yang diperjanjikan. Objek dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk penyembuhan pasien. Jadi perjanjian atau transaksi terapeutik, adalah suatu transaksi untuk menentukan atau upaya mencari terapi yang paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh dokter. Jadi menurut hukum, objek perjanjian dalam trasnsaksi terapeutik bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien.18

Perjanjian terapeutik sebagai bagian dari hukum privat tunduk pada peraturan-peraturan yang ditentukan dalam KUHPerdata sebagai dasar adanya perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa “Tiap-tiap perikatan dapat dilahirkan dari suatu perjanjian maupun karena Undang-Undang”. Pada perjanjian terapeutik di samping terikat pada perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata, para pihak juga terikat oleh Undang-Undang. Kedua dasar hukum transaksi terapeutik bersifat saling melengkapi.19

17 Crisdiono M.Achdiat, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007, hal 1.

18Loc.cit.

19Loc.cit.

(35)

Pada saat seseorang penderita memasuki ruangan praktek dokter atau rumah sakit untuk berobat dan dokter itu telah mulai melakukan anamnesa dan rentetan pemeriksaan, maka ketika itu sesungguhnya telah terjadi suatu persetujuan atau transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien. Hal ini sama dengan Pengacara menerima kliennya. Atau Biro bangunan menerima permintaan untuk sebuah bangunan, jembatan dan lain-lain.

Masalah persetujuan ini diatur dalam KUHPerdata Pasal 1313 yang berbunyi sebagai berikut: “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Akibat perjanjian ini akan terjadi “perikatan” antara kedua pihak dokter dan pasien. Dalam Undang-Undang dijelaskan yang dimaksud dengan perikatan adalah hubungan antara dua orang atau lebih, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihaklain, sedangkan pihak lain itu berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Dalam kaitan dokter dengan pasien, prestasi yang utama disini adalah “melakukan sesuatu perbuatan”, baik dalam rangka preventif, curatif, rehabilitatif maupun promotif.20

Bahwa di depan hukum semua profesi adalah sama karena yang dilihat adalah “isi” dari perbuatannya, bukan siapa yang melakukannya. Inilah prinsip Equality before the law. Di Negara kita, segala perjanjian atau kontrak merupakan suatu perbuatan hukum dan itu diatur dalam Pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam hukum sendiri

20 Amri Amir, op.cit, hal 13.

(36)

terdapat 2 kategori perjanjian, yakni berdasarkan hasil (resultaatsverbintenis) dan perjanjian berdasarkan usaha yang sebaik-baiknya (inspanningsverbintenis).

Sejauh Hukum Kedokteran (Medical Law) belum dapat dirumuskan secara khusus, maka profesi kedokteran (termasuk diantaranya mengenai kontrak terapeutik) diatur menurut Undang-Undang yang berlaku umum, seperti KUHP, KUHPerdata dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal-pasal KUHP yang berkaitan misalnya, dapat diberlakukan terhadap profesi kedokteran. Seperti diketahui, hukum pidana dan perdata menganut prinsip yang berbeda. Hukum pidana disusun demi ketertiban dan ketentraman masyarakat dan termasuk hukum yang berlaku umum, sedangkan hukum perdata menganut prinsip “Barangsiapa merugikan orang lain, harus memberikan ganti rugi”. Dalam hukum perdata, pihak-pihak yang bersengketa berkedudukan sama dan hal yang diperkarakan tidak berkaitan langsung dengan kepentingan umum (Civil Law).

Menurut hukum perdata, hubungan profesional dokter dengan pasien dapat terjadi karena 2 hal, yaitu :

1. Berdasarkan perjanjian (ius contractu), yang berbentuk kontrak teraputik secara sukarela antara dokter dengan pasien berdasarkan kehendak bebas. Tuntutan dapat dilakukan bila terjadi apa yang disebut sebagai “wanprestasi”, pengingkaran terhadap hal yang diperjanjikan.

Dasar tuntutan adalah tidak melakukan, terlambat melakukan, salah

(37)

melakukan ataupun melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan menurut perjanjian itu.

2. Berdasarkan hukum (ius delicto), berlaku prinsip siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi.

Agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan hukum, maka KUHPerdata menyebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi (Pasal 1320), yakni :

1. Adanya kesepakatan atau persetujuan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dalam hal ini kesepakatan tersebut disyaratkan berdasarkan kemauan bebas, artinya tidak ada unsur paksaan atau tipuan.

Selanjutnya Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan bahwa persetujuan tidak mempunyai nilai jika diberikan karena salah pengertian atau dipaksakan atau diperoleh melalui tipuan.

2. Kemampuan pihak-pihak untuk untuk membuat perjanjian. Menurut hukum pihak itu harus mampu dan layak/pantas melakukan tindakan- tindakan hukum.

3. Adanya obyek tertentu yang diperjanjikan. Pihak-pihak yang membuat perjanjian haruslah mengetahui secara pasti dan jelas hal yang diperjanjikan dan tujuan perjanjian itu. Dalam hubungan dengan kontrak terapeutik, obyek perjanjiannya adalah usaha penyembuhan oleh dokter atas pasiennya.

4. Perjanjian tersebut mengenai suatu sebab yang diperbolehkan (halal).

Yang dibenarkan dan tidak dilarang oleh peraturan perundang-

(38)

undangan, serta mengenai suatu sebab yang masuk akal untuk dipenuhi oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian.

Disebutkan dalam Pasal 1335 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau sebab yang tidak diizinkan, tidak mempunyai kekuatan hukum. Kemudian Pasal 1373 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu sebab tidak diizinkan, apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.

Perselisihan antara dokter dengan pasien acapkali menjadi semakin

“panas” dengan terlibatnya pihak-pihak lain seperti pengacara, wartawan atau organisasi advokasi publik seperti YLKI. Celakanya, pihak-pihak yang ikut berbicara itu sering kali juga kurang memahami aturan-aturan hukum yang berlaku untuk masalah kontrak terapeutik. Pihak-pihak lain yang yang akan turut “berbicara” dalam perselisihan antara dokter dan pasien, seyogianya juga dapat memahami secara benar asas-asas hukum yang berlaku. Dengan demikian, tidak terjadi lagi tulisan-tulisan di koran menjatuhkan “vonis”

malpraktik sebelum pengadilan memutuskannya.21

Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang memuatnya.

Persetujuan itu tidak bisa ditarik kemballi selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup itu. Persetujuan harus dilakukan dengan iktikad baik.” Masalah ini jangan

21 Crisdiono M.Achdiat, op.cit, hal 72.

(39)

dilihat dalam hubungan pasien rawat jalan, tetapi akan sangat penting diperhatikan bila berhadapandengan pasien rawat inap (opname) yang meminta pulang paksa.

Terhapusnya Perjanjian Terapeutik

Terhapusnya perjanjian terapeutik maksudnya adalah hal-hal yang dapat menghapuskan atau terhentinya perjanjian yang dibuat antara dokter atau rumah sakit dengan pasien. Karena perjanjian terapeutik merupakan salah satu perjanjian (umum) maka dapat dikemukakan bahwa beberapa cara te rhapusnya perjanjian atau perikatan bisa berlaku dalam perjanjian terapeutik.

Menurut Pasal 1381 KUHPerdata, terhapusnya suatu perikatan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

a. Pembayaran

Berakhirnya perjanjian karena pembayaran diatur dalam Pasal 1382 KUHPerdata. Pembayaran merupakan pelunasan utang oleh debitur kepada kreditor dan yang dapat dilakukan dalam bentuk uang atau barang.

Namun secara yuridis pembayaran tidak hanya dilakukan dalam bentuk uang atau barang, tetapi juga dalam bentuk jasa, seperti jasa dokter, pengacara, tukang cukur, dan lain-lain.

b. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan konsignasi

Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1412 KUHPerdata. Cara terhapusnya perjanjian dengan penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan ini untuk perjanjian terapeutik sulit bisa ditetapkan.

(40)

c. Pembaharuan utang (novasi)

Novasi adalah suatu perjanijan antara debitur dan kreditor, dimana perjanian yang lama subjek dan objeknya diganti dengan perjanian yang baru. Novasi diatur dalam Pasal 1413 sampai dengan Pasal 1424 KUHPerdata. Cara pembaharuan utang ini pun tidak bisa diterapkan dalam perjanjian terapeutik.

Di samping itu, yang dapat menghapuskan atau menghentikan perjanjian terapeutik adalah:

1. Pasien telah dinyatakan sembuh.

2. Pasien meminta sendiri atau keluarganya untuk menghentikan tindakan medis.

3. Pasien meninggal dunia di rumah sakit.22 C. Hak-Hak dan Kewajiban Pasien

“Hak Pasien”, merupakan dua buah kata bagi sebagian Negara adalah kata-kata yang mewah, sebab masih banyak Negara yang tidak atau belum mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hak pasien itu. Berbicara tentang “hak pasien” yang dihubungkan dengan pemeliharaan kesehatan, maka hak utama dari pasien adalah tentunya hak untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan (the right to health care). Hak untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu agar pasien mendapatkan upaya kesehatan, sarana kesehatan dan bantuan dari tenaga kesehatan, yang memenuhi standar pelayanan kesehatan yang optimal. Pada umunya dikenal

22 Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Kesehatan di Indonesia, Depok, PT.GrafindoPersada, 2017, hal 83.

(41)

dua jenis hak asasi atau hak dasar manusia yaitu hak dasar sosial dan hak dasar individual. Dua asas hukum yang melandasi hukum kesehatan yaitu the right to health care atau hak atas pelayanan kesehatan (bukan hak atas kesehatan) dan the right of self determination atau hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak dasar atau hak primer di dalam bidang kesehatan.23

The right to health care akan menimbulkan hak individual lain yaitu the right to medical care (hak atas pelayanan medis). Dalam setiap Negara hak atas pelayanan kesehatan akan terwujud secara baik atau tidak, tergantung terutama dari 4 faktor yaitu:

1. Sarana

Misalnya rumah sakit, puskesmas atau posyandu yang harus berfungsi baik dan berkesinambungan.

2. Geografis

Misalnya dimana sarana pelayanan kesehatan tersebut harus dapat dicapai dengan mudah dan cepat.

3. Keuangan

Yaitu apabila memerlukan biaya tinggi, akan menghambat terpenuhinya kebutuhan masyarakat atas pelayanan kesehatan, perlu dipikirkan adanya suatu asuransi kesehatan.

4. Kualitas

Baik kualitas sarana seperti berbagai klasifikasi Rumah Sakit, maupun kualitas tenaga kesehatan, apakah tenaga medis atau para medis.

23Wila chandrawila, op.cit, hal 12.

(42)

Jadi the right of self determination (TROS) sebagai hak dasar atau hak primer individual merupakan sumber dari hak-hak individual, yaitu:

1. Hak atas privacy.

2. Hak atas tubuhnya sendiri.

„Hak atas privacy‟ sebagai hak sekunder dalam bidang kesehatan, akan melahirkan hak pasien yang menyangkut segala sesuatu mengenai keadaan diri atau badannya sendiri yang tidak diketahui orang lain, kecuali dokter yang memeriksanya. Hak ini yang dikenal sebagai hak (pasien) atas rahasia kedokteran.

„Hak atas tubuhnya sendiri‟ akan melahirkan hak-hak pasien yang lain, misalnya mengenai tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap tubuhnya.24

Pembahasan tentang hak dan kewajiban merupakan hal yang sangat penting karena pada kenyataan menunjukkan, bahwa akibat adanya ketidak pahaman mengenai hak dan kewajiban, menyebabkan adanya kecenderungan untuk mengabaikan hak-hak pasien sehingga perlindungan terhadap pasien semakin pudar. Dalam hubungannya dengan hak asasi manusia, persoalan mengenai kesehatan ini di negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah dicabut dan diganti dengan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dimana dalam Pasal 1 ayat (1) menyebutkan : “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

24Loc.cit.

(43)

spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial ekonomis.”25

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52 dan 53, menyatakan bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai hak yaitu:

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d. Menolak tindakan medis dan;

e. Mendapatkan isi rekam medis.

Undang-Undang Praktik Kedokteran dalam Pasal 53, menyatakan bahwa pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai kewajiban yaitu :

a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi;

c. Memetuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang di terima.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pasal 31, menyatakan bahwa setiap pasien mempunyai kewajiban yaitu :

25 Loc.cit.

(44)

1. Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang diterimanya.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pasal 32, menyatakan bahwa setiap pasien mempunyai hak yaitu:

1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;

3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;

4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;

6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;

7. Memilih dokter dan kelas perawatan yang sesuai denagn keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

8. Meminta konsultasi tentang peanyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik didalam maupun di luar Rumah Sakit;

9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;

(45)

10. Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;

11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;

13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;

14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;

15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;

16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak seseuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;

17. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan

18. Mengeluh pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak dan Kewajiban Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan di Bidang Medis menurut Sudikmono Martukusumo dalam bukunya mengenai

(46)

hukum suatu pengantar menyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum.26

Ada tiga macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya yakni :

1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh sejak kita lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernafas. Hak ini tidak boleh diganggu gugat oleh Negara, dan bahkan Negara wajib menjamin pemenuhannya.

2. Hak yang lahir dari hukum, yaitu hak yang diberikan oleh Negara kepada warga Negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya hak untuk memberi suara dalam pemilu.

3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual, hak ini didasarkan pada perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan yang lain. Contohnya pada peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah menerima barang. Sedangkan hak penjual adalah menerima uang.27

Mantan presiden amerika serikat, John F.Kennedy, pernah mengemukakan empat dasar hak konsumen yaitu :

a. the right to safe products;

b. the right to be informed about products;

26Sudikmono Martokusumo, Mengenai Hukum: suatu pengantar, Yogyakarta, Liberty, 1999, hal 24.

27 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Pertanggungjawaban Menurut Hukum Perdata, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006, hal 18.

(47)

c. the right to definite choices in selecting products;

d. the right to be heard regarding consumer products;

Sementara secara khusus mengenai hak-hak konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Perlindungan Konsumen). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4, konsumen memiliki hak diantaranya:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advolasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantiannya, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak seseuai dengan perjanjian atau tidak sebagimana semestinya;

(48)

h. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang seseuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang berikhtikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang/atau jasa yang diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:

1. Beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

(49)

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu secara memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensai, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak seseuai dengan perjanjian.28

D. Kedudukan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan

Dahulu hubungan tenaga kesehatan di rumah sakit dengan pasien bersifat komando, dimana pasien selalu menuruti apa yang dikatakan petugas tanpa mempertanyakan alasannya. Sekarang kedudukan tenaga kesehatan dengan pasien adalah sejajar dan sama secara hukum.

Rumah sakit merupakan sebuah institusi pelayanan kesehatan yang terorganisasi serta sangat dinamis. Sementara menurut departemen kesehatan RI, rumah sakit diartikan sebagai sarana kesehatan yang berfungsi

28Ibid.

(50)

melaksanakan pelayanan kesehatan rujukan, fungsi medik spesialistik dan subspesialistik yang mempunyai fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien.29 Institusi tersebut dapat berubah sesuai dengan perkembangan yang terjadi setiap waktu baik dari segi teknologi, managemen, fasilitas maupun sumber daya manusia yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan rumah sakit.

Berdasarkan definisi tersebut, maka setidaknya terdapat tiga batasan utama dari makna rumah sakit, yaitu: (1) organisasi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan pasien; (2) pusat pelayanan kesehatan masyarakat; dan (3) tempat orang sakit (pasien) mencari dan menerima pelayanan kesehatan.

Sementara tenaga kesehatan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 1 ayat (1) adalah “Setiap orang yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan untuk melakukan upaya kesehatan”. Menurut Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 1 ayat (6) yang dimaksud tenaga kesehatan adalah “setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.

29 Titik Triwulan Tutik, dan Shita Febriana, op.cit, hal 18.

Referensi

Dokumen terkait

Data primer adalah data yang langsung di ambil pada lokasi atau lapangan (dari sumbernya) atau data yang masih asli dan masih memerlukan analisis lebih

Selaras dengan tujuan yang bcrmaksud untuk mengetahui peran Intelijen kejaksaan dalam mengungkap terjadinya tindak pidana korupsi serta langkah- Iangkah yang dilakukan oleh

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak diteliti yaitu analisis yuridis mengenai pengaturan sanksi terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab

Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses

Sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan, pengembangan pesantren harus terus didorong untuk maju.Karena pengembangan pesantren

Ketika dilaksanakan perkemahan regu Rajawali terdiri atas 9 anggota, setiap anggota membawa beras sebanyak ½ kg?. 20% apel

( 1) Setiap permohonan Inormasi Publik wajib diberikan jawaban oleh Kementerian Keuangan berupa pemberitahuan tertulis yang disampaikan oleh PPID Kementerian

bahwa ketentuan pelaksanaan seleksi mandiri penerimaan mahasiswa baru yang tercantum dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 126 Tahun