• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembahasan Teori Hasil Penelitian yang Relevan 2.1.1 Pengertian Biaya

Istilah biaya (cost) tidaklah sama dengan beban (expense) dan kerugian (loss). Seringkali istilah ini digunakan dalam pengertian yang sama. Biaya adalah pengeluaran-pengeluaran atau nilai pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa yang berguna untuk masa yang akan datang atau mempunyai manfaat melebihi satu periode akuntansi tahunan. Biaya biasanya tercermin dalam laporan posisi keuangan sebagai asset perusahaan (Firdaus dkk, 2018:22).

Biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk objek atau tujuan tertentu (Mulyadi, 2016:8)

Biaya dalam arti sempit dapat diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Untuk membedakan pengertian biaya dalam arti luas, pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva ini disebut dengan istilah kos (Mulyadi,2016:9)

Acep Edison, (2019:44) dalam bukunya menyatakan konsep biaya di definisikan sebagai suatu pernyataan yang dapat di terima oleh umum serta logis secara nalar menyatakan bahwa:

1. Biaya merupakan pengorbanan yang di lakukan untuk mendapatkan manfaat sesuatu sesuai dengan nilai ukur

2. Biaya adalah sejumlah uang yang di keluarkan untuk mendapatkan sesuatu yang berbentuk benda atau jasa.

3. Biaya sama dengan pengeluaran yakni sesuatu yang dikorbankan secara terukur untuk mendapatkan sesuatu sesuai dengan tujuan pengeluaran.

4. Biaya berupa alokasi sejumlah uang yang akan dikeluarkan untuk mendapatkan barang atau jasa.

(2)

8 Penggolongan biaya terdiri dari:

1. Menurut objek pengeluaran

2. Menurut fungsi pokok dalam perusahaan

3. Menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai

4. Menurut perilaku dalam kaitannya dengan perubahan volume kegiatan 5. Menurut jangka waktu manfaat nya

Hierarki biaya merupakan pengelompokan biaya dalam berbagai kelompok biaya, pengelompokan ini didasarkan atas tingkat kesulitan untuk menentukan hubungan sebab akibat serta untuk dasar pengalokasian.

Ada 4 kategori dalam pengelompokan biaya pada ABC, yaitu:

1. Biaya untuk setiap unit (output unit level)

Biaya untuk setiap unit (output unit level) adalah sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang akan meningkatkan pada setiap unit produksi atau jasa yang dihasilkan. Pengelompokan untuk level ini berdasarkan hubungan sebab akibat dengan setiap unit yang dihasilkan. Contoh dari biaya untuk setiap unit antara adalah biaya perbaikan mesin biaya listrik dan biaya penyusutan mesin.

2. Biaya untuk setiap kelompok unit tertentu (batch level)

Biaya untuk setiap kelompok unit tertentu (batch level) adalah sumber daya yang di gunakan untuk aktivitas yang akan terkait dengan sekelompok unit produk atau jasa yang dihasilkan. Pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang hubungan sebab akibat untuk setiap kelompok unit yang di hasilkan. Contoh dari biaya untuk setiap kelompok unit tertentu adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan set up terhadap mesin.

3. Biaya untuk setiap produk atau jasa tertentu (product/service sustaining level)

Biaya untuk setiap produk atau jasa tertentu (product/service sustaining level) adalah sumber daya yang di gunakan untuk aktivitas menghasilkan suatu produk atau jasa. Pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang memiliki hubungan sebab akibat dengan setiap produk atau jasa yang di hasilkan. Contoh

(3)

dari biaya untuk setiap produk atau jasa tertentu antara lain adalah biaya desain dan biaya pembuatan prototype.

4. Biaya untuk setiap fasilitas tertentu (facility sustaining level)

Biaya untuk setiap fasilitas tertentu (facility sustaining level) adalah sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang tidak dapat di hubungkan secara langsung dengan produk atau jasa yang di hasilkan tetapi untuk mendukung organisasi secara keseluruhan. Pengelompokan untuk level ini sulit dicari hubungan sebab akibatnya dengan produk atau jasa yang di hasilkan tetapi di butuhkan untuk kelancaran kegiatan produksi perusahaan. Contoh dari biaya untuk setiap fasilitas tertentu adalah biaya keamanan pabrik, biaya penyusutan gedung pabrik, dan biaya untuk kebersihan pabrik.

Pengelompokan biaya tersebut akan membentuk kelompok-kelompok biaya yang selanjutnya nanti akan di hubungkan dengan pemicu biaya masing- masing yang paling sesuai sehingga diperoleh pembebanan biaya kepada objek biayanya dengan jumlah yang tepat (Firdaus A dunia, dkk.2018: 447-448).

2.1.2 Pengertian Sistem full costing (konvensional)

Biaya penuh (full costs) dengan pendekatan full costing merupakan jumlah full production costs untuk memproduksi suatu produk dengan pendekatan full costing, biaya adminintrasi dan umum, dan biaya total pemasaran. Sedangkan full production costs dengan pendekatan full costing, merupakan total biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variable dan biaya overhead pabrik. (Islahuzzaman, 2011:28)

Sistem biaya konvensional memiliki dua fungsi sederhana yaitu fungsi pengukuran kinerja bulanan dan fungsi pembebanan biaya. Fungsi pengukur kinerja bulanan ini dilaksanakan melalui sistem pelaporan bulanan dalam bentuk perbandingan antara relisasi versus anggaran biaya. Fungsi kedua dari sistem biaya konvensional adalah fungsi pembebanan biaya pembebanan merupakan istilah yang memberikan kesan arbitrariness tidak menunjukan hubungan kausal

(4)

antara biaya dengan objek yang menyebabkan terjadinya biaya tersebut (Sulastiningsih dkk, 1999).

Pengertian full costing menurut Mulyadi (2016:17) adalah metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk. Cost produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur cost produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum). Harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari:

Biaya bahan baku Rp. xx

Biaya tenaga kerja langsung Rp. xx

Biaya overhead pabrik tetap Rp. xx

Biaya overhead pabrik variable Rp. xx

Harga pokok produk Rp. xx

*) Perhitungan Hpp

2.1.3 Pengertian Activity Based Costing

Activity Based Costing didefinisikan sebagai suatu sistem pendekatan perhitungan biaya yang dilakukan berdasarkan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang ada di perusahaan. Sistem ini dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa penyebab timbulnya biaya adalah aktivitas timbulnya biaya dalam suatu perusahaan sehingga wajar jika pengalokasian biaya-biaya tidak langsung dilakukan berdasarkan penggunaan dari aktivitas tersebut (Firdaus A Dunia, 2018:443)

Activity Based Costing berkembang sebagai reaksi terhadap perubahan secara signifikan terhadap persaingan lingkungan bisnis baik perusahaan manufaktur atau jasa. System ini menawarkan manfaat yang signifikan, meliputi keakuratan kalkulasi biaya produk yang lebih tinggi, pengambilan keputusan yang

(5)

lebih baik, perencanaan strategis yang lebih tajam, dan kemampuan mengolah aktivitas yang lebih baik. (Masiyah Kholmi, Yuningsih 2009:230).

Konsep dasar ABC sistem adalah suatu sistem perhitungan yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk/jasa dan informasi aktivitas-aktivitas dari sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu aktivitas. Aktivitas yang di maksud adalah setiap kejadian yang berfungsi sebagai pemicu biaya atau cost driver sehingga menyebabkan pengeluaran biaya. Aktivitas yang menjadi biaya dapat di telusur kedalam proses produksi, sistem ABC mengasumsikan bahwa yang mengkonsumsi sumber daya adalah aktivitas-aktivitasnya, dasar sistem biaya ABC mencakup tujuan biaya (cost objective), pemicu biaya (cost driver), dan Kelompok biaya (cost pool).

(Acep Edison, 2019:92).

Dasar perhitungan ABC yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead disebut sebagai pemicu (driver) pemicu sumber daya adalah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari satu sumber daya keberbagai aktivitas berbeda yang menggunakan sumber daya tersebut. Cost driver adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas. Cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang dapat digunakan untuk membebankan biaya keaktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk atau jasa (Islahuzzaman, 2011:43).

Faktor utama pemicu biaya adalah pengukuran korelasi biaya antara aktivitas dengan biaya overhead sesungguhnya, karena yang dipermasalahkan dalam pemicu biaya adalah biaya tenaga kerja, biaya overhead, bukan biaya bahan baku sehingga faktor utama dalam biaya pemicu adalah pengukuran biaya dan tingkat korelasi antara cost driver dan konsumsi overhead aktualnya.

2.1.3.1 Tujuan, Peranan, dan Manfaat Activity Based Costing

Tujuan activity based costing adalah untuk mengalokasikan biaya berdasarkan aktivitas yang dilaksanakan oleh organisasi, berdasarkan dialokasi biaya ke produk, peranan aktivitas pada model activity based costing system yaitu:

(6)

a) Pembebanan biaya tidak langsung dan biaya pendukung sesuai aktivitas.

b) Pembebanan biaya dan alokasi biaya yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung.

Manfaat dari perhitungan biaya dengan menggunakan metode ABC diantaranya:

a) Penyajian biaya produk lebih akurat dan informative serta mengarahkan pengukuran profitabilitas produk lebih akurat dalam pengambilan keputusan strategi harga jual, lini produk, pasar dan pengeluaran modal.

b) Pengkuruan lebih akurat menyangkut biaya yang dipicu oleh aktivitas yang dapat membantu manajemen meningkatkan nilai produk (product value) dan nilai proses (process value).

c) Kemudahan dalam mendapatkan informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan. (Acep Edison, 2015:92)

Manfaat perhitungan secara activity based costing bagi perusahaan menurut Baldric Siregar dkk (2013:239) adalah:

a) Pengukuran profitabilitas yang lebih baik. Biaya setiap aktivitas dapat di bebankan dengan lebih akurat dan terperinci kedalam produk atau jasa sehingga hasil penawarwan produk atau jasa menjadi mudah di telusur. Selain itu profitabilitas juga menjadi lebih mudah diketahui kaitannya dengan suatu produk atau jasa.

b) Pembuatan keputusan yang lebih baik. Informasi penggunaan aktivitas yang lebih detail menjadikan manajemen dapat menganalisis dampak atau hasil dari suatu aktivitas sehingga dapat memberi dasar pembuatan keputusan yang lebih akurat.

c) Perbaikan proses (process improvement). ABC memberikan informasi detail mengenai penggunaan aktivitas. Hal ini memudahkan manajemen menelusur dan menganalisis efektivitas dan efisiensi biaya aktivitas. Kemudian aktivitas- aktivits yang dianggap tidak memberi nilai dapat dihilangkan, sementara aktivitas yang belum optimal dapat dioptimalkan.

(7)

d) Estimasi biaya. Ketersediana informasi penggunaan aktivitas dan biaya dimasa lalu yang terperinci dapat memberikan dasar yang akurat dalam penentuan estimasi biaya di masa depan,

e) Penentuan biaya kapasitas tak terpakai. Estimasi biaya yang akurat atas suatu asset atau sumber daya pada suatu kapasitas yang di anggarkan dapat menjadi dasar penentu nilai biaya dari kapasitas yang tidak dapat digunakan akibat inefisiensi produksi atau pelayanan.

2.1.3.2 Kelemahan Sistem Activity Based Costing

Selain memiliki manfaat metode sistem activity based costing juga memiliki kelemahan-kelemahan diantaranya adalah:

a) Terdapat biaya yang sulit diidentifikasi bentuk aktivitasnya menyebabkan biaya dialokasikan tidak akurat sesuai aktivitas.

b) Biaya yang tidak tepat dialokasikan sesuai dengan aktivitas sukar dianalisis bahkan cenderung diabaikan (Acep Edison,2019:93).

Keterbatasan system ABC menurut Baldric Siregar dkk (2013:) adalah:

1. Alokasi

Tidak semua biaya memiliki aktivitas atau pemicu konsumsi sumber daya yang sesuai. Beberapa biaya perlu dialkokasikan kedepartemen dan produk berdasarkan pengukuran dan volume arbiteir karena mencari aktivitas yang memicu biaya tidak praktis. Contohnya, biaya sistem informasi untuk pemeliharaan fasilitas pabrik, gaji manajer pabrik, asuransi pabrik, dan pajak property pabrik.

2. Pengabaian biaya

Biaya produk atau jasa yang diidentifikasioleh sistem ABC cenderng tidak memasukan semua biaya yang terkait dengan produk atau jasa seperti biaya untuk aktivitas pemasaran, riset periklanan, pengembangan dan rekayasa produk. Meskipun beberapa biaya dapat di telusur langsung ke produk atau jasa individual. Biaya produk tidak memasukan biaya-biayaini karena prinsip

(8)

akuntansi yang berlaku umum untuk pelaporan keuangan mengharuskan biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periode.

3. Biaya dan waktu.

Salah satu kendala terbesar dalam penerapan ABC adalah biaya aplikasi dan lamanya proses implementasi ABC. Hal ini karena ABC bukan masalah menghitung biaya produk semata, tetapi lebih pad acara maanjemen mengidentifikasi aktivitas-aktivitas dalam produksi, sumber daya yang di konsumsinya, hal-hal yang memicu biaya aktivitas tersebut dan besarnya biaya yang terjadi. Mungkin saja terdapat ratusan atau bahkan ribuan aktivitas yang harus dilakukan dalam rangka memproduksi satu jenis produk atau jasa.

2.1.3.3 Penerapan Sistem Activity Based Costing

Penerapan sistem Activity based costing didasarkan persyaratan antara lain (Acep Edison, 2019:) :

1. Adanya diversifikasi produk yang tinggi 2. Terjadi persaingan yang ketat

Diversifikasi produk berarti perusahaan memproduksi bermacam macam produk. Dalam memproduksi bermacam–macam produk yang menjadi masalah adalah pada pembebanan biaya overhead kepada setiap produk sesuai dengan aktivitas dalam proses produksi. Secara teoritis activity based costing system memberi banyak manfaat bagi perusahaan, tetapi tidak semua perusahaan dapat menerapkan sistem ini.

Syarat-syarat mendasar yang harus dipenuhi oleh perusahan yang akan menerapkan system activity based costing adalah :

1. Sistem proses produksi berdasarkan Just in time

2. Produk yang diproses bersifat bermacam-macam jenis dengan demikian berbagai produk menggunakan semua aktivitas overhead dengan rasio yang proporsional sehingga bermasalah dalam mengalokasikan biaya overhead pada setiap produk yang diidentivikasi berdasarkan cost driver.

(9)

2.1.3.4 Activity Based Costing untuk Perusahaan Jasa

Suatu bentuk akuntansi biaya dapat diterapkan pada organisasi apapun yang mempunyai tujuan mengumpulkan dan menentukan biaya (harga pokok) produk atau jasanya. Pada perusahaan manufaktur perubahan bentuk bahan menjadi barang jadi melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas pabrik. Pada usaha perdagangan penjualan barang tanpa mengubah bentuk dasarnya. Untuk perusahaan jasa mempunyai kegiatan dan keluaran yang menempakan kebutuhan akan kegiatan pemberian jasa. Perbedaan lainnya antara perusahaan manufaktur dan jasa adalah pendefinisian keluaran, untuk perusahaan manufaktur keluaran mudah untuk di tentukan, tetapi untuk perusahaan jasa pendefinisisn keluaran cenderung lebih sulit karena keluaran untuk organisasi jasa kurang nyata.

(Islahuzzaman, 2011:24).

Penerapan metode activity based costing pada perusahaan jasa memiliki beberapa ketentuan khusus, hal ini disebabkan oleh karakteristik yang dimiliki perusahaan jasa. Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh perusahaan jasa, yaitu : a) Output seringkali sulit didefinisi.

b) Pengendalian aktivitas pada permintaan jasa kurang dapat didefinisi.

c) Cost mewakili proporsi yang lebih tinggi dari total cost dari seluruh kapasitas yang ada dan sulit untuk menghubungkan antara output dengan aktivitasnya.

Output dari perusahaan jasa adalah manfaat dari jasa itu sendiri yang kebanyakan tidak terwujud, contoh : kecepatan suatu jasa, kualitas suatu informasi, pemuasan konsumen. Output pada perusahaan jasa tidak berwujud membuat perhitungan menjadi sulit. Sekalipun sulit, dewasa ini bisnis jasa menggunakan metode activity based costing pada bisnisnya.

Untuk menjawab permasalahan di atas, activity based costing benar-benar dapat digunakan pada perusahaan jasa, setidak-tidaknya pada beberapa perusahaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan activity based costing pada perusahaan jasa adalah sebagai berikut:

a) Identifying and Costing Activities. Mengidentifikasi dan menghargai aktivitas dapat membuka beberapa kesempatan untk pengoperasian yang efisien.

(10)

b) Special Challenger. Perbedaan antara perusahaan jasa dan perusahaan manufaktur. Permasalahan itu seperti sulitnya mengalokasikan biaya ke aktivitas. Selain itu jasa tidak dapat menjadi suatu persediaan, karena kapasitas yang ada namun tidak dapat digunakan menimbulkan biaya yang tidak dapat dihindari.

c) Output Diversity. Perusahaan jasa juga memiliki kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi output yang ada. Pada perusahaan jasa, diversity yang menggambarkan aktivitas-aktivitas pendukung pada hal-hal yang berbeda mungkin sulit untuk dijelaskan atau ditentukan (Hendro, 2011).

2.1.4 Perbandingan biaya produksi konvensional dengan Activity Based Costing (ABC) System.

Metode konvensional cenderung kurang akurat dalam membebankan biaya overhead kedalam produk. Ini karena pada pendekatan konvensional terlalu menyederhanakan proses produksi suatu produk atau jasa. Produk yang berbeda- beda di asumsikan hanya menggunakan satu aktivitas pada keseluruhan proses produksi atau pada satu departemen tertentu. Faktanya suatu proses produksi membutuhkan banyak aktivitas yang tingkat konsumsi sumber dayanya juga akan berbeda-beda pada setiap jenis produk dan dalam penggunaan aktivitas tersebut belum tentu perbandingannya proporsional antar aktivitas untuk setiap produk atau jasa (Baldric Siregar, 2013:238).

Pada metode ABC seluruh biaya tidak langsung akan dikumpulkan dalam pengelompokan biaya (cost pool) sesuai dengan aktivitas masing-masing yang berhubungan. Kemudian masing-masing kelompok biaya tersebut dihubungkan dengan masing-masing aktivitas tersebut dan dialokasikan keobjek biaya berdasarkan aktivitas masing-masing. Pemilihan kelompok biaya biasanya berdasarkan aktivitas yang sesuai dengan hierarki biaya dan hampir sama kegiatannya. Sementara untuk pemilihan dasar alokasi adalah jumlah aktivitas dalam setiap kelompok biaya tersebut. (Firdaus AD dkk, 2018:807).

(11)

2.1.5 Harga Jual

Harga adalah suatu nilai pertukaran yang diukur dengan satu satuan moneter (uang) terhadap suatu produk atau jasa yang ada dalam pasar atau atas dasar pesanan sejumlah uang yang ditukarkan menunjukan harga suatu produk atau jasa. Pertukaran terjadi sebagai akibat terjadinya transaksi pemindahan prestasi yakni pembeli yang mengeluarkan sejumlah uang dan penjualan yang menyerahkan sejumlah barang atau jasa (Acep Edison, 2019:112).

2.1.5.1 Strategi Penetapan Harga Jual

Ada enam strategi penetapan harga (Sukirno, 2006:226) : 1. Penetapan Harga Kompetitif

Hal ini berlaku pada pasar dimana terdapat produsen atau penjual. Dalam pasar seperti ini untuk menjual barangnya, perusahaan harus menetapkan harga pada tingkat yang bersamaan dengan barang yang sejenis yang dipasarkan.

2. Menentukan Harga Terobosan

Cara ini sering dipakai ketika meluncurkan barang baru, yang menetapkan harga pada tingkat yang rendah atau murah dengan harapan dapat memaksimalkan volume penjualan.

3. Menetapkan Harga berdasarkan Permintaan

Penentuan harga barang ini terutama dipraktekkan oleh perusahaan jasa seperti pengangkutan Kereta Api, Jasa Penerbangan, Restoran dan Bioskop.

Perusahaan Kereta Api misalnya, menawarkan tiket murah untuk orang yang selalu berpergian bagi pelajar dan orang tua yang sudah pensiun.

4. Kepemimpinan Harga

Penentuan harga seperti ini berlaku dalam pasar barang yang bersifat oligopoli yang merupakan struktur pasar, dimana terdapat perusahaan yang dominan yang mempunyai persaingan yang lebih kukuh dari pada perusahaan lainya.

5. Menjual Barang berkualitas dengan harga rendah

Kebijakan ini dapat dilakukan oleh perusahaan industri Manufaktur atau Hypermarket seperti Makro dan Carrefour. Srategi penentuan harga mereka

(12)

lebih menekankan kepada peningkatan volume barang yang terjual dan bukan memperoleh keuntungan yang tinggi.

6. Kebijakan Harga Tinggi Jangka Pendek

Kebijakan Harga (Price Skimming) adalah cara untuk menetapkan harga tinggi yang bersifat sementara, yaitu pada waktu barang yang dihasilkan mulai dipasarkan. Pada periode itu, perusahaan belum menghadapi persaingan dan akan menetapkan harga yang tinggi supaya pengembalian modal dapat dipercepat.

2.1.5.2 Faktor-faktor Keputusan Penentuan Harga Jual

Faktor-faktor pertimbangan keputusan penentuan harga jual menurut Acep Edison (2019:127) adalah:

1. Faktor Internal Perusahaan a. Tujuan pemasaran perusahaan

Faktor tujuan pemasaran adalah peningkatan penjualan dan loyalitas pelanggan.

Untuk mempertahankan kelangsungan penjualan dan meraih pangsa pasar yang besar, perusahaan menciptakan berbagai program pemasaran. Program- program pemasaran akan berpengaruh terhadap harga jual dibandingkan perusahaan hanya menjual produk secara tradisional. Besarnya program- program pemasaran yang dilakukan perusahaan akan berpengaruh pada harga jual.

b. Struktur Biaya

Struktur biaya merupakan faktor yang dapat menentukan dicapainya biaya produksi minimal dan maksimal. Penggunaan formula perhitungan dalam menetapkan harga pokok produksi akan menyebabkan unsur-unsur biaya produk yang dialokasikan kedalam proses produksi berbeda antara satu formula dengan formula yang lain. Perbedaan struktur biaya yang ditetapkan untuk digunakan menyebabkan harga pokok yang berbeda dan berpengaruh pada harga jual.

(13)

c. Organisasi

Perusahaan sebagai organisasi terdapat struktur organisasi. Tidak semua lini dalam struktur organisasi perusahaan berkompeten dalam menetapkan harga jual, sekalipun departemen itu depertemen akuntansi biaya.

2. Faktor Eksternal Perusahaan a. Sifat Pasar dan Permintan

Secara umum perusahaan memahami sifat pasar dari produk-produk yang dipasarkannya. Perusahaan perlu memperhatikan sifat pasar dan permintaan yang mungkin akan terjadi perubahan yakni apakah terjadi perubahan sifat pasar dan permintaan antara lain disebabkan persaingan sempurna, monopolistik, oligopoly, atau monopoli.

b. Persaingan

Persaingan merupakan hal yang lumrah terjadi didunia perdagangan. Pesaing dalam perdagangan dapat dikatagorikan sebagai: persaingan dalam produk yang sama dari dalam negri dan dari luar negri, produk substitusi, produk pendatang baru. Perusahaan harus mempunyai kemampuan untuk menganalisis pesaing yang akan berpengaruh terhadap keputusan dalam penetapan harga.

Informasi-informasi yang dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan penentuan harga jual adalah mengetahui karakteristik persaingan yang dihadapi antara lain:

1) Jumlah perusahaan dalam industri didalam negeri dan perusahaan- perusahaan luar negri yang produknya masuk kedalam negri

2) Besaran dari perusahaan-perusahan, apakah perusahaan raksasa, besar, menengah, sedang, kecil yang bergerak dalam industri yang sama serta memproduksi jenis produk yang sama

3) Diferensiasi produk menyangkut berbagai macam tipe produk dengan spesifikasi yang sama dan berbagai macam merk dengan spesifikasi yang sama tetapi memiliki keunggulan dari produk yang lain.

(14)

4) Seberapa mudah para investor untuk memasuki industri yang sama dan mendirikan perusahaan yang baru.

c. Unsur-unsur lingkungan eksternal lainnya

Unsur- unsur lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi pertimbangan keputusan penetuan harga jual antara lain kondisi ekonomi diantaranya inflasi, deplasi, perubahan kurs mata uang asing, resesi, tingkat bunga, Kebijakan dan peraturan Pemerintah dan aspek sosial (kepedulian terhadap lingkungan) serta adanya kerjasama antara negara dibidang perdagangan yang sifatnya bilateral.

2.2 Kerangka Berfikir Hipotesis Penelitian 2.2.1 Penelitian Terdahulu

NO PENELITI JUDUL PENELITIAN MODEL

PENELITIAN HASIL PENELITIAN 1. Luh Ria

Rakhmadianty , Made Ary Meitriana, Wayan Cipta

PENDEKATAN ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM

MENENTUKAN BESARNYA TARIF KAMAR RAWAT INAP PADA RUMAH SAKIT KASIH IBU DENPASAR

DESKRIPTIF KOMPARATIF

Hasil penelitian menunjukkan (1) Rumah Sakit Kasih Ibu menggunakan metode konvensional untuk menghitung tarif kamar rawat inap yaitu sebesar Rp 900.000,00 yang dibebankan kepada konsumen, (2)

perhitungan tarif kamar rawat inap dengan menggunakan metode ABC yaitu sebesar Rp 748.057,70 (3)

Perbedaan besarnya tarif kamar rawat inap dengan menggunakan perhitungan metode konvensional dan metode ABC yaitu sebesar Rp 151.942,30 perbedaan ini dapat dilihat dari penggunaan cost driver.

(15)

2 ZiniaT h. A.S umilat

PENENTUAN HARGA POKOK PENJUALAN KAMAR

MENGGUNAKA N ACTIVITY BASED COSTING PADA RSU PANCARAN KASIH GMIM

DESKRIPTIF KUANTITATIF

Hasil perhitungan tarif rawat inap dengan menggunakan activity based costing sistem, apabila dibandingkan dengan tarif rawat ina p yang digunakan oleh rumah sakit saat ini terlihat bahwa untuk Kelas VVI P dan Kelas VIP memberikan hasil yang lebih kecil, sedangkan Kelas I, II dan III memberikan hasil yang lebih besar.

Dengan selisih untuk Kelas I Rp.36.09 5, Kelas II Rp.147.478,24, Kelas III

Rp.171.598,25.

Perbedaa n tarif yang terjadi disebabkan karena pembebanan b iaya cost driver pada masing-masing produk.

3 REBHECA PARAMITHA KARUNDENG (2018)

ANALISIS PERBANDINGAN TARIF RAWAT INAP BERDASARKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING DAN METODE TRADITIONAL COSTING (STUDI PADA RUMAH SAKIT XYZ)

DESKRIPTIF KOMPARATIF

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa activity based costing menghasilkan perhitungan yang lebih efisien dibandingkan traditional costing. Hal ini dikarenakan metode Activity Based Costing menghitung setiap biaya berdasarkan masing-masing aktivitas dengan dasar alokasi yang berbeda untuk setiap aktivitasnya.

(16)

4 Nasikhatun Najah,Kharis Raharjo dan Rita Andini (20016)

Penerapan Metode Activity Based Costing System Dalam

Menentukan Tarif Jasa Rawat Inap (Studi Kasus Pada RSU RA Kartini Kabupaten Jepara)

ANALISIS DESKRIFTIF KOMPARATIF

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari perhitungan tarif rawat inap dengan menggunakan Activity Based Costing System, apabila

dibandingkan dengan tarif yang digunakan oleh rumah sakit maka Activity Based Costing System memberikan hasil yang lebih besar untuk Kelas I sebesar Rp.

126.972,14, Kelas II sebesar Rp. 124.359,04, dan Kelas III sebesar Rp. 119.076,10.

dan memberikan hasil yang lebih kecil untuk Kelas VIP A sebesar Rp. 147.354,06, dan VIP B sebesar Rp.

139.736,68.

5 Desi Ratna Sari (20015)

ANALISIS PENERAPAN METODE ACTIVITY BASED COSTING UNTUK PENETAPAN BIAYA KAMAR RAWAT INAP RSUD KOTA DUMAI

ANALISIS DESKRIFTIF KOMPARATIF

Metode ABC dinilai dapat memberikan lebih akurat daripada dengan metode tradisional dalam

menghitung biaya rawat inap yang dapat membantu manajemen dalam

menentukan biaya rawat inap sesuai dengan fasilitas di setiap kelas rawat inap.

Dalam penelitian ini, cost driver yang digunakan dalam perhitungan biaya rawat inap terdiri dari jumlah hari rawat inap, jumlah pasien,

konsumsi daya dan ruang ruang rawat inap. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode ABC di Rumah Sakit Umum Dumai untuk biaya rawat inap menunjukkan bahwa biaya yang dibebankan oleh kegiatan yang terjadi di setiap kamar sesuai dengan fasilitas yang diberikan oleh rumah sakit pada tingkat standar rawat inap.

(17)

2.2.2 Kerangka Pemikiran

Industri rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan masyarakat. Ada berbagai jenis rumah sakit diantaranya rumah sakit umum, rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit bedah dan lain-lain. Dengan banyaknya rumah sakit pada akhirnya menimbulkan persaingan, sehingga setiap rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan yang terbaik dalam segi pelayanan maupun dari segi tarif. Oleh karena itu harus mempunyai strategi bisnis yang tepat untuk dapat bertahan dan lebih unggul dari pesaing-pesaingnya. Kemajuan teknologi dan era globalisasi menyebabkan lingkungan bisnis mengalami perubahan, sehingga persaingan bisnis yang harus dihadapi perusahaan menjadi semakin kompleks.

Termasuk persaingan di bidang tarif. Persaingan dapat terjadi diantara perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Rumah Sakit sebagai perusahaan yang bergerak dibidang jasa pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak lepas dari persaingan bisnis tersebut. Disisi lain rumah sakit memiliki kendala berkaitan dengan profit dan tanggung jawab sosial yang harus diemban dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (Jalib Umar dkk,2016).

Terdapat dua kelompok pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung biaya produk, yaitu pendekatan berbasis unit (tradisional) dan pendekatan berbasis aktivitas (activity based costing) (Baldric Siregar dkk, 2013).

Harga pokok produksi konvensional adalah jumlah biaya produksi yang terdiri dari: biaya bahan baku + biaya tenaga kerja langsung + biaya overhead pabrik + beban administrasi dan operasional diserap seluruhnya dalam proses pengolahan bahan naku menjadi bahan jadi (Acep Edison, 2019:).

RSU Dr Abdul Radjak Purwakarta adalah merupakan organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan, baik rawat inap maupun rawat jalan, sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengambilan keputusan yang tepat dalam menentukan tarif dapat diperoleh melalui analisa manajemen terhadap informasi yang di sediakan perusahaan.

Informasi tersebut dapat membantu proses dalam meningkatkan laba dengan

(18)

mengidentifikasi perhitungan biaya perusahaan dan melakukan tindakan yang dapat menguntungkan rumah sakit.

Oleh karena itu dengan adanya penerapan activity based costing merupakan seberapa besar biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan aktivitas rumah sakit. Hal ini dilakukan agar dapat dijadikan sebagai dasar dalam penetapan tarif bagi pasien jasa rawat inap pada RSU Dr Abdul Radjak Purwakarta.

(19)

Untuk lebih jelasnya akan disajikan kerangka pikir dalam penelitian yaitu sebagai berikut :

RSU Abdul Radjak PURWAKARTA

INSTALASI RAWAT INAP

KOMPONEN- KOMPONEN BIAYA

PENENTUAN TARIF

TARIF YANG DITERAPKAN RSU Abdul Radjak

PURWAKARTA

MEMBANDINGKAN DAN MENGANALISIS HASIL

PERHITUNGAN TARIF DENGAN METODE ABC

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis menurut Uma Sekaran (2017:94) adalah bahwa hipotesis dapat menguji apakah ada perbedaan antara dua kelompok yang terkait dengan variable, karena hipotesis merupakan pernyataan sementara yang dapat di uji. Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya dalam penelitian ini, maka penulis akan menguji dan merumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

Terdapat perbedaan antara metode tradisional dengan metode activity based costing dalam menentukan tarif kamar rawat inap.

Referensi

Dokumen terkait

selesai diproduksi. Sedangkan metode harga pokok proses menghitung harga pokok produksi persatuan degan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan selama

Full Costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam pokok produksi, yang terdiri dari biaya

Metode full costing yaitu: Metode penentuan harga pokok produk dengan memasukan seluruh biaya produksi sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku,

Fullcosting adalah metode penentuan harga produk dengan memasukan seluruh biaya produksi sebagai unsur harga pokok yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga

Tujuan harga pokok produksi pada dasarnya adalah untuk mengetahui dan menentukan berapa besarnya biaya yang dikeluarkan dalam mengelola bahan baku menjadi barang jadi

3) Penggolongan biaya produksi. Didalam metode harga pokok pesanan, biaya produksi harus dipisahkan menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi langsung.

Dalam kaitannya dengan akuntansi, sistem yang diterapkan oleh perusahaan adalah sistem akuntansi yang merupakan organisasi formulir, catatan, dan laporan

Menurut Mulyadi (2014:17) : Pengertian metode full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi kedalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya