• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI LAJU EROSI PADA BERBAGAI PEMANFAATAN LAHAN DI HULU DAS JENEBERANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI LAJU EROSI PADA BERBAGAI PEMANFAATAN LAHAN DI HULU DAS JENEBERANG"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI LAJU EROSI PADA BERBAGAI PEMANFAATAN LAHAN DI HULU DAS JENEBERANG

Oleh :

AYUWANTI MURSALIM

105 81 866 08 105 81 778 08

JURUSAN SIPIL PENGAIRAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015

(2)
(3)
(4)

STUDI LAJU EROSI PADA LAHAN PERTANIN DENGAN BERBAGAI PEMANFAATAN LAHAN DI HULU DAS JENEBERANG

ABSRTAK

Hulu DAS Jeneberang merupakan salah satu DAS yang mempunyai tingkat bahaya erosi yang tinggi. Kondisi lahan di daerah aliran sungai Jeneberang mengalami kerusakan karena adanya alih fungsi lahan dan sistem pertanian yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak mengikuti teknik konservasi tanah dan air yang sangat diperlukan untuk lahan dengan kemiringan curam sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan tanah, mempercepat laju erosi dan meningkatkan volume limpasan permukaan. Berdasarkan kondisi tersebut, dilakukan penelitin untuk mengetahui besar laju erosi dan tingkat bahaya erosi yang terjadi pada lahan serta membandingkan nilai erosi yang terjadi pada penggunaan lahan di hulu DAS Jeneberang.

Metode yang digunakan dalam menghitung tingkat bahaya erosi adalah metode MUSLE dimana metode tersebut menggunakan pendekatan dari faktor limpasan permukaan.

Dari hasil analisa diperoleh debit limpasan permukaan yang terjadi sebesar m/dt. Total Erosivitas Limpasan Permukaan yang terjadi adalah m2/jam, hal ini memicu terjadinya laju erosi yang rata-ratanya mencapai ton/ha/thn, atau identik dengan kehilangan tanah sebesar. Cm/thn. Besarnya laju erosi pada hulu DAS Jeneberang ini mengakibatkan tingkat bahaya erosi sebesar % dari luas wilayah termasuk sangat berat.

KATA KUNCI: Erosi, MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation), Daerah Aliran Sungai (DAS)

(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya sehigga penulis dapat menyusun tugas akhir ini, dan dapat kami selesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun Judul tugas akhir kami adalah: “STUDI LAJU EROSI PADA BERBAGAI PEMANFAATAN LAHAN DI HULU DAS JENEBERANG “

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan penulis sebagai manusi biasa tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan baik itu dari segi teknis penulisan maupun dari perhitunan-perhitungan. Oleh karena itu penulis menerima dengan ikhlas dan senang hati segala koreksi serta perbaikan guna penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat lebih bermanfaat.

Proposal ini terwujud adanya bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Irwan Akib, Mpd. sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Ir. Hamzah Al Imran S.T., M.T. sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, S.T. sebagai Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(6)

4. Bapak Ir. H. Darwis Penguriseng, M.Sc. selaku Pembimbing I dan ibu Ma’rufah, SP., MP. Selaku Pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga terwujud tugas akhir ini.

5. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai pada Fakultas Teknik atas segala waktu telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah makassar.

6. Ayahanda, ibunda dan saudara-saudara yang tercinta, penulis mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan kasih sayang, do’a, dorongan dan pengorbanannya.

7. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik, terkhusus Saudaraku Angkatan 2008 yang dengan keakraban dan persaudaraannya banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat ganda di sisi Allah SWT dan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan negara. Amin.

Makassar, April 2015

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK………... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Batasan Masalah ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 6

2.2 Erosi ... 11

2.2.1 Faktor-faktor Penyebab Erosi ... 13

2.2.2 Jenis dan Bentuk Erosi ... 16

2.2.3 Dampak Terjadinya Erosi ... 18

(8)

2.2.4 Penyebaran Daerah Erosi ... 19

2.3 Pendugaan/Pengukuran Tingkat Bahaya Erosi ... 20

2.4 Kerangka Pikir ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 34

3.2 Alat dab Bahan Penelitian ... 34

3.3 Variabel Penelitian ... 35

3.4 Defenisi Operasional ... 36

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.6 Metode Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian ... 43

4.2 Analisa Laju Erosi Potensial ... 43

4.3 Tingkat Toleransi Erosi (TSL) ... 60

4.4 Tingkat Bahaya Erosi (TBE)... 64

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Hubungan antara Laju Erosi dengan Curah Hujan Tahunan 20

2. Peta Lokasi Penelitian 35

3. Bagan Alur Penelitian Studi Laju Erosi dengan metode MUSLE 42 4. Grafik Perbandingan Antara Ea, TSL dan TBE 66

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi (TBE) 21

2. Nilai MS dan BD 25

3. Nisbah Et /Eo beberapa jenis tanaman dan tumbuhan 25

4. Perhitungan koefisien pengaliran (C) 26

5. Faktor Erodibilitas Tanah (K) 27

6. Kode struktur tanah untuk menghitung nilai K dengan nomograf 27

7. kode permeabilitas tanah 28

8. Nilai faktor pengelolahan tanaman (C) 29

9. Nilai faktor P 30

10. Nilai factor kedalaman Sub-Oreder tanah 32

11. Hasil analisa laju erosi potensial (Ea) 59

12. Hasil analisa erosi yang dapat ditoleransi (TSL) 36 13. Hasil analisis Tingkat Bahaya Erosi (TBE) 65

(11)

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Notasi Defenisi dan keterangan

MUSLE Modified Universal Soil Loss Equation

DAS Daerah Aliran Sungai

TBE Tingkat Bahaya Erosi

Ea Besarnya kehilangan tanah

TSL Kehilangan tanah maksimal yang diteloransi Rm Nilai total volume aliran permukaan

K faktor erodibilitas tanah L faktor panjang lereng S faktor kemiringan lereng C faktor pengolahan tanaman P faktor tindakan konservasi tanah Qp debit aliran puncak

Vo volume aliran permukaan Rc kapasitas penyimpanan legas Ro jumlah hari hujan

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Erosi adalah proses terangkutnya tanah atau sedimen yang di timbulkan oleh gerakan angin atau air pada permukaan tanah. Erosi yang terjadi dipengaruhi oleh faktor alam secara alami maupun oleh adanya tindakan dari manusia yang berusaha untuk mengolah tanah dan lingkungan demi kepentingannya. Erosi juga berakibat pada kerusakan lahan pertanian, karena tanah mengalami kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air. Perubahan bentuk lahan berpengaruh terhadap kondisi tanah, tata air (hidrologi), potensi bencana seperti banjir, erosi, longsor, dan, vegetasi serta kegiatan manusia dalam bidang pertanian, permukiman, kerekayasaan, industri, rekreasi dan pertambangan. (Ahmad Basyar, dkk 2006 : 2).

Jumlah penduduk yang berkembang serta lapangan kerja yang sangat terbatas telah mendorong masyarakat memanfaatkan setiap jengkal lahan untuk memperoleh produksi pertanian sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup. Permasalahan degradasi lahan timbul, terutama oleh erosi tanah, apabila pemanfaatan lahan ini dilakukan pada daerah berlereng tanpa

(13)

memperhatikan kemampuan lahannya. Aktivitas penggunaan lahan demikian tidak saja merugikan wilayah setempat (on site) tetapi juga berdampak pada wilayah hilirnya (off site). Proses ini terangkai dalam sistem aliran sungai yang berjalan mengikuti kaidah alami (proses hidrologis) yang tidak terikat oleh batas administrasi.

DAS Jeneberang merupakan salah satu DAS yang mempunyai tingkat erosi yang tinggi. Erosi yang terjadi di hulu DAS Jeneberang terus terjadi dan terus meningkat setiap tahun, tingkat bahaya erosinya berkisar dari sangat ringan sampai sangat berat. Kondisi lahan di daerah aliran sungai Jeneberang mengalami kerusakan karena adanya alih fungsi lahan dan sistem pertanian yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak mengikuti teknik konservasi tanah dan air yang sangat diperlukan untuk lahan dengan kemiringan curam.

Luas lahan kritis di DAS jeneberang adalah seluas 53.471 ha dan cenderung terus meningkat (BP DAS jeneberang Walanae, 2003). Hasil pengukuran erosi dihulu DAS jeneberang menunjukkan kisaran 1,10 ton/ha/tahun sampai 4.989,69 ton/ha/tahun (BP DAS jeneberang walanae, 2003).

Hasil penelitian Zubair (2005) menunjukkan bahwa penggunaan lahan sebagai tegalan di hulu DAS Jeneberang mengakibatkan terjadinya erosi sebesar 2.860,97 ton/km2/tahun sehingga perlu upaya antisipasi dalam menekan laju erosi pada wilayah dengan karakteristrik fisiografis

(14)

perbukitan dapat dilakukan melalui upaya pengelolaan lahan yang bijaksana. Sehingga dirasa perlu untuk melakukan penelitian tentang erosi pada beberapa jenis pengguna lahan di hulu DAS Jeneberang.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Berapa besar nilai laju erosi yang terjadi pada beberapa pemanfaatan lahan di hulu DAS Jeneberang.

2) Seberapa besar pengaruh Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang terjadi pada penggunaan lahan di hulu DAS Jeneberang.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar laju erosi dan tingkat bahaya erosi yang terjadi pada pemanfaatan lahan serta membandingkan nilai erosi yang terjadi pada penggunaan lahan di hulu DAS Jeneberang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memberikan informasi tentang laju erosi pada lahan pertanian di hulu DAS Jeneberang dan pemanfaatan pengunaan lahan saat ini.

(15)

2. Dapat mengetahui pemanfaatan lahan memberikan konstribusi terbesar terhadap sedimentasi.

1.5 Batasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan mengenai tingkat bahaya erosi terhadap wilayah hulu DAS Jeneberang yang berdampak pada produktifitas pemanfaatan lahan, maka dalam tugas akhir ini perlu diberi batasan-batasan sebagai berikut:

1) Menentukan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Menggunakan Rumus TBE 2) Menghitung besarnya laju erosi menggunakan metode MUSLE

(modified Universal Soil Loss Equesion) pada pemanfaatan lahan di hulu DAS Jeneberang.

1.6 Sistematika Penulisan

Susunan sistematika dalam hasil penelitian tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan umum tentang materi pembahasan yakni latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan.

(16)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi kajian literartur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Menguraikan secara lengkap mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil kajian dari judul penelitian tugas akhir secara mendetail dan terperinci

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran setelah melakukan penelitian tugas akhir

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkan ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (catchment area atau DTA) yang merupakan suatu ekosisten dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya alam (air, tanah, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam.

Asdak (2007).

Menurut Departemen Kehutanan (2009), DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Sementara Menurut Departemen Kehutanan (2000), DAS merupakan suatu ekosistem dimana didalamnya terjadi suatu proses interaksi antara faktor-faktor biotik, non biotik dan manusia. DAS mempunyai karakteristik sendiri-sendiri yang

(18)

mempengaruhi proses pengaliran air hujan atau siklus air. Karakteristik DAS terutama ditentukan oleh faktor lahan (topografi, tanah, geologi, geomorfologi) dan faktor vegetasi. Faktor tata guna lahan atau penggunaan lahan itulah yang akan mempengaruhi debit sungai dan kandungan lumpur pada daerah aliran sungai.

Di dalam DAS terjadi interaksi antara sumberdaya alam hayati (bio resource) dan sumber daya alam non hayati. Dalam konteks ini DAS juga dapat dikatakan sebagai suatu ekosistem. Perubahan atau kerusakan yang terjadi pada ekosistem akan berakibat pada ekosistem lainnya. Manusia sebagai bagian dari ekosistem DAS, ini dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat dikawasan sekitarnya dan lahan. Oleh karena itu, DAS merupakan daerah yang berdiri sendiri.

Dengan demikian untuk memahami fenonema penurunan kemampuan daya dukung DAS, perlu dilihat secara holistik, dalam konstelasi skala global, regional (nasional) dan lokal (DAS) (Susanto, 2008)

1. Komponen-komponen Ekosistem DAS

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas beberapa komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan.

Sistem tersebut mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang menyusunannya. Daerah aliran sungai dapatlah dianggap sebagai suatu ekosistem. Daerah aliran sungai (DAS) biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir berdasarkan ekosistemnya. Daerah

(19)

hulu merupakan daerah konservasi yang mempunyai kerapatan drainase labih tinggi dan memiliki kemiringan lahan yang besar. Sementara daerah hilir merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil dan memiliki kemiringan lahan yang kecil sampai dengan sangat kecil. DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua bagian DAS yang berbeda tersebut. Ekosistem DAS di hulu merupakan bagian yang penting, karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS.

Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air. Perencanaan DAS di hulu sering kali menjadi fokus perencanaan mengingat bahwa dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Asdak, 2010).

Komponen-komponen ekosistem DAS khususnya ekosistem DAS bagian hulu umumnya dapat dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan.

Ekosistem ini terdiri atas empat komponen utama yaitu desa, sawah/ ladang, sungai dan hutan. Komponen-komponen tersebut dapat berbeda dari satu DAS ke DAS lainnya, tergantung kepada keadaan daerah hulu DAS tersebut. Keempat komponen tersebut berinteraksi timbal-balik sangat erat, sehingga apabila terjadi perubahan pada salah satu komponennya, ia akan mempengaruhi komponen lainnya dan seterusnya. Lahan yang kebanyakan marginal apabila diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah- kaidah tanah rentang terhadap erosi dan tanah longsor (Departemen Kehutanan, 2006).

(20)

Seta (1987), mengemukakan beberapa pengaruh vegetasi sebagai salah satu komponen dalam DAS terhadap terjadinya erosi yaitu : (1) Menghalangi air hujan agar tidak langsung jatuh di permukaan tanah, sehingga kekuatan menghancurkan tanah berkurang, (2) Menghambat aliran permukaan dan meningkatkan kapasitas infiltrasi, (3) Transpirasi melalui vegetasi yang akan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah.

2. Pengolahan DAS dan Permasalahannya

Pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam yang dapat pulih dalam sebuah DAS yang dilakukan terus menerus untuk memelihara keseimbangan untuk pemanfaatannya. Menurut Departemen Kehutanan (2000), bahwa pengelolaan DAS meliputi:

a) Pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui

b) Pemenuhan kebutuhan manusia untuk sekarang dan masa yang akan datang

c) Kelestarian dan keserasian ekosistem (lingkungan hidup) d) Peneyediaan air, pengendalian erosi, dan sedimentasi

Menurut Departemen Kehutanan (2009), Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya untuk mewujudkan memanfaatan sumber daya alam bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS serta kesejahteraan masyarakat. Dalam merencanakan pengelolaan DAS, perubahan tataguna

(21)

lahan (perubahan dari lahan hutan menjadi lahan pertanian atau bentuk tataguna lahan lainnya) serta pengaturan kemiringan dan panjang lereng misalnya pembuatan teras menjadi salah satu fokus aktivitas perencanaan pengelolaan DAS untuk mencegah terjadinya erosi dan dampak-dampak negatif lainnya. Hal ini juga tercermin dari studi prakiraan besarnya erosi dengan memanfaatkan rumus MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation,……… Asdak, 2002).

Menurut Suripin (2002), Pengelolaan DAS mencakup identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah, air dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir. Dalam pengelolaan DAS ada beberapa faktor yang menjadi permasalahan utama yaitu:

a) Banjir dan kekeringan

b) Produktivitas tanah menurun c) Saluran irigasi

d) Proyek tenaga air

e) Penggunaan tanah yang tidak tepat

f) Penggunaan tanah yang tidak tepat (perladangan berpindah, pertanian lahan dan konservasi yang tidak tepat)

Pengolahan DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem sumber daya, satuan pengembangan sosial ekonomi, dan satuan pengaturan tata ruang wilayah (Ramdan, 2006).

(22)

2.2 Erosi

Erosi adalah pengikisan dan perpindahan tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang diakibatkan oleh media alami. Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam terjadinya kemerosotan produktivitas tanah-tanah pertanian, dan kemerosotan kuantitas serta kualitas air. Erosi itu sendiri meliputi proses pelepasan partikel-partikel tanah (detachment ), penghanyutan partikel-partikel tanah (transportation ), dan pengendapan partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan (deposition) (Foster, Meyer, dan Arsyad S, 2010).

Erosi merupakan salah satu penyebab utama dari degradasi lahan.

Besarnya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh 5 faktor, yaitu:

a) Jumlah dan intensitas hujan (erosivitas hujan), b) Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah), c) Bentuk lahan (kemiringan dan panjang lereng), d) Vegetasi penutup tanah, dan

e) Tingkat pengolaan tanah.

Erosi pada umumnya terjadi oleh akibat hujan dan angin. Erosi juga terjadi disepanjang tebing sungai, dimana kecepatan aliran tinggi dan tahanan material tanggul rendah (Christady, 2006). Erosi akan terjadi apabila ada agen erosi (air, ombak, angin, es dan organisme) yang bekerja pada suatu bahan atau material tanah, dimana setiap agen akan mengerosi

(23)

dengan cara sendiri-sendiri karena berkaitan erat dengan sifat fisik dari agen erosi tersebut.

Air hujan yang menimpah tanah-tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi, sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dan kapasitas penyimpanan air dalam tanah. Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin besar dengan makin curam dan makin panjangnya lereng permukaan tanah yang akhirnya akan terjadi erosi. Erosi yang terjadi meningkatkan aliran permukaan oleh karena berkurangnya kapasitas infiltrasi tanah. Jumlah aliran permukaan yang meningkat mengurangi kandungan air tersedia dalam tanah yang mengakibatkan pertumbuhan tumbuhan menjadi kurang baik (Arsyad, 2010).

Sarief (1985), mengemukakan bahwa erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses ini dapat menyebabkan merosotnya produktivitas tanah, daya dukung tanah untuk produksi pertanian dan kualitas lingkungan hidup. Selanjutnya Kartasapoetra, dkk., (2005) menyatakan erosi merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin baik berlangsung secara alamiah maupun sebagai tindakan manusia (Kartasapoetra, dkk, 2005).

(24)

Indonesia adalah daerah tropis yang umumnya beriklim basah dan agak basah sehingga penyebab terjadinya erosi lebih bermasalah adalah erosi oleh air sedangkan erosi oleh angin sering terjadi pada daerah yang beriklim kering.

Beberapa macam erosi yang lebih dikenal dalam kamus konservasi tanah dan air, yaitu erosi geologi, erosi normal, dan erosi dipercepat. Erosi geologi adalah bentuk pengikisan atau penghancuran tanahnya relatif seimbang dengan proses pembentukannya. Erosi normal, juga disebut erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau bagian-bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami. Erosi tanah atau dinamakan erosi yang dipercepat (accelerated erosion) yaitu erosi yang proses penghancuran tanah (batuan) jauh lebih cepat dibanding dengan pembentukannya. Erosi tanah biasanya dipercepat oleh aktivitas manusia dalam mengelola lahan tanpa memperhatikan unsur-unsur kelestarian alam. Erosi inilah yang sering kali menimbulkan permasalahan kerusakan sumber daya lahan.

2.2.1 Faktor-faktor Penyebab Erosi

Beberapa faktor penyebab terjadinya erosi diantaranya adalah:

1) Faktor Iklim

Iklim dapat mempengaruhi erosi karena menentukan indeks erosifitas hujan. Selain itu, komponen iklim yaitu curah hujan dapat mempengaruhi

(25)

laju erosivitas secara terus menerus sesuai intensitas hujan yang terjadi.

Besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan serta kerusakan tanah. Intensitas hujan yang sangat penting mempengaruhi erosi adalah energi kinetik hujan sebagai penyebab pokok dalam proses penghancuran agregat-agregat tanah.

Menurut Kartasapoetra (2005), makin besar intensitas hujan, makin besar pula partikel tanah yang dilepaskan, makin besar diameter titik hujan maka daya kinetiknya makin besar, dan partikel-partikel tanah yang dilepaskan dari agregat-agregatnya juga semakin besar dengan demikian akan terjadi erosi.

2) Faktor tanah

Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besar kecilnya laju pengikisan (erosi). Faktor-faktor tanah yang mempengaruhi antara lain adalah ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan permukaan, dan kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi (Utomo, 1989). Kepekaan atau ketahanan tanah terhadap erosi berbeda-beda sesuai dengan sifat fisik dan kimia tanah. Perbedaan ketahanan ini umumnya dinyatakan dalam nilai erodibilitas tanah. Sifat-sifat yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah :

(26)

a) Tesktur tanah, dengan tekstur kasar seperti pasir tahan terhadap erosi karena butir-butir yang besar (kasar) tersebut memerlukan banyak tenaga untuk mengangkut. Demikian pula dengan tanah-tanah tekstur halus seperti liat, tahan terhadap erosi karena daya kohesi yang kuat dari liat tersebut sehingga gumpalan-gumpalannya sukar untuk dihancurkan.

Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu dan pasir sangat halus (Hardjowigeno, 1987).

b) Bentuk dan kemantapan struktur tanah, mempengaruhi tanah dalam menyerap air tanah. Misalnya struktur tanah granuler mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air larian dan dengan demikian, menurunnya laju air larian dan memaju pertumbuhan tanaman.

c) Daya infiltrasi atau permeabilitas tanah, memudahkan air mudah meresap kedalam tanah, sehingga aliran permukaan kecil. Akibatnya erosi yang terjadi kecil. Daya infiltrasi tanah di pengaruhi oleh porositas dan kemantapan struktur tanah, serta tanaman penutup.

d) Kandungan bahan organik tanah, terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai proses dekomposisi. Kandungan bahan organik tanah cenderung memperbaiki struktur tanah sehingga tahan terhadap erosi.

3) Faktor Topografi

Kemampuan tanah terbawa air erosi dipengaruhi oleh topografi suatu wilayah. Kondisi yang dapat menghanyutkan tanah sebagai sedimen erosi secara cepat adalah wilayah yang memiliki kemiringan lereng yang

(27)

cukup sedangkan pada wilayah yang landai akan kurang intensif laju erosifitasnya, kerena cenderung untuk jadi penggenangan.

4) Faktor Vegetasi

Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Vegetasi mempengaruhi erosi karena vegetasi melindungi tanah terhadap kerusakan tanah oleh butir-butir hujan.

5) Faktor Manusia

Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia menjadi lebih baik atau lebih buruk. Pembuatan teras-teras pada tanah yang berlereng curam merupakan pengaruh baik bagi manusia karena dapat megurangi erosi. Sebaliknya penggundulan hutan di daerah-daerah pegunungan merupakan pengaruh manusia yang jelek karena dapat menyebabkan erosi dan banjir (Hardjowigeno dan Sukmana, 2003).

2.2.2 Jenis dan Bentuk-bentuk Erosi

Berikut adalah jenis erosi berdasarkan tenaga pengangkutnya:

1) Erosi Air

Erosi air diakibatkan oleh aliran air di atas permukaan tanah. Erosi ini sering terjadi disaat curah hujan tinggi dan permukaan tanah tidak kuat

(28)

lagi menampung curahan air hujan yang masuk ke pori tanah sehingga mengikis lapisan tanah tersebut. Erosi ini cepat terjadi di daerah yang gundul atau minim vegetasi penutup. Suripin (2002) memaparkan mengenai jenis erosi jenis erosi berdasarkan bentuknya yaitu :

a) Erosi percikan (splash erosion), yaitu proses terkelupasnya partikel- partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos. Tenaga kinetik tersebut ditentukan oleh dua hal, massa dan kecepatan jatuh air.

b) Erosi kulit (sheet erosion), adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff).

c) Erosi alur (rill erosion), adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran runoff yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air.

d) Erosi parit (gully erosion), adalah erosi yang dapat membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.

e) Erosi tebing sungai (streambank erosion), adalah pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai.

f) Tanah lonsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif

(29)

besar. Berbeda dengan jenis erosi yang lain, pada tanah longsor pengangkutan tanah yang terjadi sekaligus dalam jumlah yang besar.

2) Erosi Angin

Erosi angin biasanya terjadi didaerah kering. Angin kencang mengakibatkan partikel-partikel halus batuan atau pasir terangkat dan membentuk suatu formasi tertentu.

3) Erosi gletser

Erosi gletser yaitu erosi yang umumnya terjadi di daerah dingin di ketinggian. Ketika terjadi kontak antara tanah dengan gletser yang bergerak bersamaan menyebabkan tanah tersebut diangkut oleh gletser, dan ketika mulai mencair maka akan disimpan dalam perjalan saat bergerak dalam bentuk bongkahan es.

Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan di tempat lain.

Dalam penelitian ini yang ditinjau adalah erosi air.

2.2.3 Dampak Terjadinya Erosi

Dampak erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan lapisan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir

(30)

di sungai. Dampak erosi dibagi menjadi dampak ditempat asal terjadinya erosi (on site) dan dampak pada daerah diluar (off site). Dampak erosi tanah di tempat asal terjadinya erosi (on site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian (off site) merupakan dampak sangat besar pengaruhnya. Arsyad (1989) mengemukakan bentuk dampak off site antara lain timbulnya lahan pertanian dan bangunan, memburuknya kualitas air dan kerugian ekosistem perairan.

2.2.4 Penyebaran Daerah Erosi

Daerah yang paling banyak mengalami erosi umumnya terbatas pada daerah di dalam zona antara 40˚ Lintang Utara dan 40˚ Lintang Selatan. Di dalam zona ini, tanah-tanah daerah tropis adalah yang paling banyak tererosi. Keadaan iklim menentukan kecenderungan erosi karena mencerminkan tidak saja besarnya dan pola curah hujan, akan tetapi juga menentukan jenis dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah. Seperti terlihat pada gambar 1.1 rendahnya curah hujan di daerah beriklim kering (curah hujan < 250 mm per tahun sampai 1.000 mm) menyebabkan erosi oleh air tidak berarti, namun di daerah ini terjadi erosi angin.

(31)

Di daerah beriklim agak kering (curah hujan 250mm sampai 1.000mm/tahun), baik dalam keadaan alami maupun dalam keadaan vegetasinya telah terganggu, pada umumnya ditandai dengan tanah yang peka erosi dan tegakan vegetasi yang stabil serta tidak merata sebagai akibat rendahnya kandungan air tanah selama musim kemarau yang panjang. Kombinasi antara vegetasi yang jarang dengan curah hujan yang berintensitas tinggi mengakibatkan laju erosi yang tinggi, bahkan pada tempat-tempat yang agak datar.

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750

Curah hujan rata-rata tahunan (mm) Gambar 1.

Hubungan antara laju erosi dengan curah hujan tahunan (Hudson 1973)

2.3 Pendugaan/Pengukuran Tingkat Bahaya Erosi

Prediksi erosi pada sebidang tanah adalah metode yang memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang digunakan dalam suatu penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat

Laju erosi jika vegetasi alami masih utuh Laju erosi jika vegetasi alami habis

(32)

dibiarkan atau ditoleransikan sudah bisa ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijakan penggunaan tanah dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah sehingga tanah dapat digunakan secara produktif dan lestari (Arsyad S, 2010)

Tingkat bahaya erosi pada dasarnya dapat ditentukan dari perhitungan nisbah antara laju erosi tanah potensial (Ea) dengan laju erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL) atau secara matematis dapat ditulis sebagi berikut (Hammer, 1981) :

TBE = (1)

Keterangan:

Ea = laju erosi potensial TSL = toleransi erosi

Perkiraan besarnya laju erosi potensial dapat dihitung dengan menggunakan persamaan MUSLE, sedangkan besarnya laju erosi yang masih dapat ditoleransi dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus empiris. Untuk menentukan tingkat bahaya erosi, dapat dilihat dari tabel.

Tabel 1. Kriteria tingkat bahaya erosi (TBE) Nilai Kriteria / rating TBE

< 1.0 1.10 – 4.0 4.01 – 10.0

>10.01

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007

(33)

2.3.1 Laju Erosi Potensial (Ea)

Untuk memperkirakan besarnya laju erosi potensial dalam studi ini menggunakan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) atau MPUKT (Modifikasi Persamaan Umum Kehilangan Tanah). Metode ini merupakan modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan Umum Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh Williams (1995).

Metode USLE dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1965, 1978) yang mana prinsip metode ini adalah dengan memperkirakan besarnya erosi rata-rata tahunan secara kasar dengan menggunakan pendekatan dari fungsi energi hujan, sedangkan pada metode MUSLE faktor energi curah hujan ini digantikan dengan faktor limpasan permukaan, sehingga besarnya perkiraan hasil sedimen menjadi lebih besar dan tidak memerlukan perhitungan nisbah pelepasan sedimen (SDR). Perhitungan SDR ini tidak diperlukan dalam perhitungan perkiraan hasil sedimen dengan MUSLE, karena faktor limpasan permukaan menghasilkan energi yang digunakan dalam proses pelepasan dan pengangkutan sedimen.

Adapun persamaan modifikasi MUSLE (Suripin, 2004) adalah sebagai berikut :

Ea = Rm x K x LS x C x P (2)

Keterangan:

(34)

Ea = besarnya kehilangan rata-rata tahunan (ton/ha)

Rm = nilai total volume aliran permukaan dan debit puncak (mm) K = indeks erodibilitas tanah

L = faktor panjang lereng (m) S = faktor kemiringan lereng

C = faktor tanaman/faktor vegetasi penutup tanah P = faktor tindakan tanah (Asdak, 1995)

a) Nilai total volume aliran permukaan (Rm)

Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi yang merupakan faktor (Rm) pada MUSLE, yang dicari dengan menggunakan nilai volume aliran permukaan dan debit puncak (williams dan Berndt, 1997).

Rm = 11,8 (Vo.Qp)0,56 (3)

Keterangan:

Vo = Volume Aliran Permukaan (m3) Qp = Debit aliran puncak (m3/det) Menghitung nilai Vodengan persamaan:

Vo= R x exp. (-Rc/ Ro) (4)

Keterangan:

R = curah hujan sesaat (mm)

Rc = kapasitas penyimpanan lengas tanah Ro = jumlah hari hujan (hr)

(35)

Untuk menghitung Rcdigunakan persamaaan :

Rc = 1000 x MS x BD x RD x (Et/Eo)0.5 (5) Keterangan:

MS = kandungan lengas tanah pada kapasitas lengasan BD = berat jenis volume lapsian tanah atas (gr/cm3) RD = kedalaman perakaran efektif (cm)

Et/Eo = perbandingan antara evaporasi aktual dengan evaporasi potensial

Untuk menghitung Ro dengan persamaan :

Ro = R / Rn (6)

Keterangan:

R = rata - rata total hujan bulanan (mm) Rn = rata - rata jumlah hari hujan (hari)

Qp = 0,278.C.I.F (7)

Keterangan :

C = koefisien limpasan

I = intensitas hujan (mm/jam) F = luas daerah pengaliran (km2)

(36)

Tabel 2. Nilai MS dan BD

Tekstur Tanah MS( %) Bd m3 Liat (clay)

Liat berdebu Lempung berliat Lempung berpasir Lempung berdebu Lempung

Pasir halus

45 30 40 28 2520 15

1,1 - 1,3 1,2 1,31,3 1,4 (Sumber: Utomo,1994:155)

Tabel 3. Nisbah Et / Eo Beberapa Jenis Tanaman dan Tumbuhan

Sumber: (Whiters and Vipond, 1947 : Doorenbos and Fruitt, 1997) Jenis tanaman dan tumbuhan Nisbah Et/Eo

Padi sawah 1,35

Gandum (wheat) 0,59 – 0,61

Jagung 0,67 – 0,70

Barley 0,56 – 0,60

Millet/sorgum 0,62

Wortel 0,70 – 0,80

Kacangan 0,62 – 0,69

Kacang tanah 0,50 – 0,87

Kol / Brussels sprouts 0,45 – 0,70

Pisang 0,70 – 0,77

Teh 0,85 – 1,00

Kopi 0,50 -1,00

Coklat 1,00

Tebu 0,68 – 0,80

Bit gula 0,73 – 0,75

Karet 0,90

Kelapa sawit 1,20

Kapas 0,63 – 0,69

Rumput (yang ditanam) 0,85 – 0,87

Rumput praire/savana 0,80 – 0,95

Pinus 0.90 – 1.00

(37)

Tabel 4. Perhitungan Koefisien Pengaliran (C)

Koefisien aliran (C) = Ct + Cs + Cv

Topografi (Ct) Tanah (Cs) Vegetasi (Cv) Datar (1%) 0,03 Pasir dan gravel 0,04 Hutan 0,04 Bergelombang

(1 – 10%) 0,08 Lempung

Berpasir 0,08 Pertaniaan

0,11 Perbukitan

(10 – 20%) 0,16 Lempung dan

Lanau 0,16 Agroferetri

0,21 Pegunungan

(> 20%) 0,26 Lapisan

Batu 0,26 Tanpa

tanaman 0,28 Sumber (Hassing, 1995)

b) Faktor erodibilitas tanah (K)

Faktor erodibiltas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut akibat oleh adanya energi kinetik air hujan. Besarnya erodibiltas tanah juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan organik dan kimia tanah.

Karakteristik tanah tersebut bersifat dinamis, selalu berubah, oleh karenanya karakteristik tanah dapat berubah seiring dengan perubahan waktu dan tataguna lahan atau sistem pertanaman. Nilai (K) dapat dilihat dari tabel 5 untuk beberapa jenis tanah di indonesia yang dikeluarkan oleh Dinas RLKT, Departement Kehutanan RI.

(38)

Tabel 5. Faktor K dari Depertemen Kehutanan RI

Jenis Tanah Faktor erodibilitas (K) Lotosol coklat kemerahan dan litosol

Latosol kuning kemerahan dan litosol Latosol mediteran dan litosol

Latosol kuning kemerahan Granusol

Aluvial Regusol

0,430,36 0,460,56 0,200,47 Sumber (Hardyatmo, 2006) 0,47

Banyak usaha telah dilaksanakan untuk membuat model fungsional sederhana antara besarnya erodibiltas suatu jenis tanah dengan karakteristik tanah yang bersangkutan. Wischmeier et al, (1971) mengembangkan persamaan matematis yang menghubungkan karakteristik tanah dengan tingkat erodibilitas tanah seperti tersebut dibawah ini:

K = {2,713 x 10-4(12 – OM) M1,14+ 3,25 (S – 2) + 2,5 x( )} (8) Keterangan:

M = presentase ukuran partikel (% debu + pasir) x (100 - % liat) O = presentase bahan organik

S = kode struktur tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi tanah P = klas permebilitas tanah

Tabel 6. Kode Struktur Tanah

Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter) Kode Granuler sangat halus (<1mm)

Granuler halus (1 sampai 2 mm)

Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm) Berbentuk blok, blocky, plat, masif

12 3 4 Sumber (Arsyad, 2010)

(39)

Tabel 7. Kode permeabilitas tanah

Kelas permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode

Sangat lambat < 0,5 6

Lambat 0,5 – 2,0 5

Lambat sampai sedang 2,0 – 6,3 4

Sedang 6,3 – 12,7 3

Sedang sampai cepat 12,7 – 25,4 2

Cepat >25,4 1

Sumber (Arsyad, 2010)

c) Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS)

Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sedimen. Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Semakin curam suatu lereng, maka laju limpasan permukaan akan semakin cepat, sehingga volume limpasan semakin besar.

Besarnya nilai LS (faktor topografi) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

LS = √ (0,0138 + 0,00965 + 0,00138 ) (9)

Keterangan :

LS = faktor topografi

S = kemiringan lereng (%) L = panjang lereng (m)

(40)

m = konstanta yang berkisar antara 0,2 – 0,6 di Indonesia yang sering digunakan adalah 0,5.

d) Faktor tanaman atau vegetasi penutup tanah (C)

Faktor Penutup Lahan atau faktor (C) merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Penentuan yang paling sulit adalah faktor (C), karena banyaknya ragam cara bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Berikut ini adalah tabel nilai (C) untuk beberapa jenis dan pengelolaan tanaman.

Tabel 8. Nilai Faktor Pengolahan Tanaman (C)

No. Penggunaan Lahan Nilai C

1 Tanah terbuka, tanpa tanaman 1,0

2 Hutan 0,005

3 Sawah 0,01

4 Kentang 0,4

5 Kacang tanah 0,2

6 Jagung 0,7

7 Pisang 0,6

8 Kebun campuran 0,1

9 Kebun campuran, kerapatan sedang 0,2

10 Kebun campuran, kerapatan rendah 0,5

11 Semak belukar 0,3

12 Talas 0,85

13 Sorghum 0,242

14 Ubi kayu + Kedelai 0,181

15 Ubi kayu + kacang tanah 0,195

16 Kopi dengan penutup tanah buruk 0,2

Sumber( Arsyad, 2010)

(41)

e) Faktor tindakan tanah (P)

Faktor tindakan tanah (P) adalah nisbah antara tanah tererosi rata- rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi. Tingkat erosi yang terjadi sebagai akibat pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) bervariasi, terutama tergantung pada kemiringan lereng.

Dalam pemakaian di bidang konstruksi, besarnya (P) menunjukkan kekasaran permukaan tanah sebagai akibat cara kerja traktor dan mesin- mesin pertanian lainnya. Beberapa nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi diberikan pada tabel 9.

Tabel 9. Nilai Faktor Upaya Pengelolaan Konservasi (P)

No Tindakan khusus konservasi tanah Nilai P

1 Tanpa tindakan pengendalian erosi 1,00

2 Teras bangku :

- Konstruksi baik 0,04

- Konstruksi sedang 0,15

- Konstruksi kurang baik 0,35

- Teras tradisional 0,40

3 Strip tanaman 0,40

4 Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur:

- Kemiringan 0 – 8% 0,50

- Kemiringan 8 – 20% 0,75

- Kemiringan > 20% 0,90

Sumber (Arsyad, 2010)

(42)

2.3.2 Erosi Yang Dapat Ditoleransi (TSL)

Erosi yang dapat ditoleransikan merupakan jumlah tanah hilang yang diperbolehkan pertahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari.

Menurut Thorne al. (1980) dikutip oleh Rahim, (2000), sedikitnya ada empat faktor utama yang mempengaruhi laju erosi yang dapat ditoleransi tanpa kehilangan produktifitas tanah secara permananen.

Keempat faktor tersebut adalah kedalaman tanah, tipe bahan induk, produktifitas relatif dari topsoill dan subsoil, dan jumlah erosi terdahulu.

Kehilangan tanah maksimal yang masih ditoleransikan berdasarkan pertimbangan genesis tanah diduga dengan teknik Hamer (1982) dalam Arsyad (2010):

TSL = + BD (10)

Keterangan :

TLS = laju erosi yang masih dapat diteloransi (mm/th) DE = kedalaman efektif tanah (cm) x faktor kedalam

W = umur guna sumberdaya tanah (300 dan 400 tahun). (th) BD = berat guna tanah

(43)

Tabel 10. Nilai Faktor Kedalaman Sub-Oreder Tanah

Sumber (Arsyad, 2010)

No. Sub-Order Tanah Faktor kedalaman tanah

1 Aqualfs 0,9

2 Udalfs 0,9

3 Ustalfs 0,9

4 Aquents 0,9

5 Arent 1,00

6 Fluvent 1,00

7 Orthent 1,00

8 Psmarnment 1,00

9 Andept 1,00

10 Aquept 0,95

11 Tropept 1,00

12 Alboll 0,75

13 Aquoll 0,90

14 Rendoll 0,90

15 Udoll 1,00

16 Ustoll 1,00

17 Aquox 0,90

18 Humox 1,00

19 Othox 0,90

20 Ustox 0,90

21 Aquod 0,90

22 Ferrod 0,95

23 Humod 1,00

24 Orthod 0,95

25 Aquult 0,80

26 Humult 1,00

27 Udult 0,80

28 Ustult 0,80

29 Udert 1,00

30 Ustert 1,00

(44)

2.4 Kerangka Pikir

Erosi

Sifat Fisik Tanah

Erodibilitas Erosivitas

Pengolahan Tanah dan Tanaman

Manusia Vegetasi

Topografi Tanah

Iklim

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di hulu DAS Jeneberang Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Secara Geografis terletak antara 5̊ 10’ 00” - 5̊ 20’ 00” Lintang Selatan dan antara 119̊ 20’ 00” Bujur Timur dengan panjang sungai utama 78.75 km. Peta lokasi penelitian untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah GPS (Gobal Positioning System), alat tulis, kamera, Ring Sample, skop, meteran roll, kantong plastik untuk sampel tanah, Peta Lereng hulu DAS Jeneberang, Peta Curah Hujan daerah hulu DAS Jeneberang, Peta Jenis Tanah daerah hulu DAS Jeneberang, serta beberapa data pendukung yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti data curah hujan diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Selatan Bidang PSDA seksi hidrologi dan data karakteristik tanah di Hulu DAS Jeneberang dengan pengamatan langsung.

(46)

Gambar 2. Peta lokasi penelitian 3.3 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel yang dapat dirubah/dikuasai dan variabel yang tidak dapat dirubah/dikuasai. Variabel yang dapat dirubah adalah variabel yang disebabkan oleh manusia, antara lain pemanfaatan lahan dan konservasi lahan sedangkan variabel tidak dapat dirubah adalah variabel yang disebabkan oleh alam antara lain iklim, topografi, tanah dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pemanfaatan lahan sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah TBE.

(47)

3.4 Defenisi Operasional

1. Hutan Pinus

Suatu areal disebut hutan apabila kerapatan pohon/tumbuhan kurang lebih 1.100-1.800 pohon/ha dengan jarak tumbuh maksimal 3 x 3 m. Hutan pinus adalah suatu areal/wilayah yang ditumbuhi dominan tanaman pinus.

Hutan pinus merupakan hutan homogen karena tanaman pinus merupakan tanaman penghijauan yang penanamannya dilaksanakan secara serentak.

2. Kebun Kopi

Kebun kopi adalah areal tanah yang ditanami kopi. Jarak tanam 2 x 2,5m atau dengan populasi kurang lebih 1.600 pohon/ha.

3. Kebun Jagung

Kebun jagung adalah areal tanah yang ditanami jagung. Jarak tanam 50 x 75cm atau dengan populasi kurang lebih 80.000/ha.

Hubungan variabel Penelitian

Variabel Bebas:

Pemanfaatan Lahan

 Sub variabel Hutan Pinus

 Sub variabel Kebun Kopi

 Sub variabel Kebun jagung

 Sub variabel Kebun Wortel

Variabel Terikat:

Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

(48)

4. Kebun Wortel

Kebun wortel adalah lahan pertanian yang di tumbuhi tanaman wortel, dengan jarak tanam 25 x 25 cm, atau dengan populasi kurang lebih 160.000/ha. penanaman dibuatkan bedengan dengan lebar 120-150 cm, jarak bedengan 50-60 dengan panjang tergantung dengan kondisi lahan.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah observasi lapangan dan pengujian sampel di laboratorium. Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan yang dilakukan yaitu:

a) Persiapan

Tahap persiapan dimaksudkan untuk menyiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel, diantaranya mengumpulkan data-data seperti peta lokasi DAS Jeneberang yang menggambarkan batas daerah hulu DAS Jeneberang dan menyiapkan peralatan penelitian.

b) Pengambilan Data

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang dibutuhkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengambilan beberapa sampel tanah pada berbagai jenis tanaman. Untuk sampel tanah yang digunakan untuk penetapan nilai permeabilitas dan berat jenis tanah diambil menggunakan ring sampel, sedangkan untuk penetapan kandungan

(49)

bahan organik, kandungan pasir, kandungan debu, serta liat diambil menggunakan skop lalu dimasukkan kedalam kantong plastik yang telah diberi tabel. Faktor-faktor yang diamati yaitu:

a) Faktor Pengamatan Lahan

Faktor penggunaan tanaman dapat diperoleh dari pengamatan di lapangan kemudian dicocokkan dengan nilai yang terdapat pada tabel faktor (C) yang sudah ada. Nilai faktor (C) yang terdapat di tinjauan pustaka pada tabel 8.

b) Faktor Konservasi Tanah (P)

Data pengamatan tanah di lapangan meliputi tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memperkecil pengaruh erosi pada suatu lereng dalam kaitannya dengan upaya konservasi tanah. Nilai faktor konservasi tanah diperoleh dari pengamatan di lapangan kemudian dicocokkan dengan nilai yang terdapat paa tabel faktor (P) yang sudah ada. Nilai faktor (P) terdapat pada tabel 9 yang dapat dilihat tinjauan pustaka.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka, hasil penelitian-penelitian terdahulu, dan beberapa dinas dan instansi yang terkait. Agar semua data dan informasi yang dibutuhkan, dapat dikumpulkan dengan baik maka sebelum melaksanakan penelitian terlebih dahulu dibuat rencana yang berisikan data-data yang dibutuhkan, sumber-sumber lain yang dapat ditelaah serta instansi-instansi yang harus

(50)

dihubungi dalam mengumpulkan data informasi yang dibutuhkan. Data-data yang dikumpulkan dan akan di olah yaitu:

a) Curah Hujan

Data curah hujan adalah data yang dibutuhkan untuk menentukan faktor erosivitas hujan (R). Salah satu metode yang umum digunakan untuk memperkirakan laju aliran puncak (debit banjir atau debit rencana) yaitu Metode Rasional USSCS (1973). Metode ini digunakan untuk daerah yang luas pengalirannya kurang dari 300 ha (Goldman et.al., 1986, dan Suripin, 2004).

Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa curah hujan yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh daerah pengaliran selama paling sedikit sama dengan waktu konsentrasi (tc).

Persamaan matematik Metode Rasional adalah sebagai berikut:

Qp= 0,278 x C x I x F Keterangan:

Q = Debit (m3/detik)

0,278 = Konstanta, digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km2

C = Koefisien aliran

I = Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) A = Luas daerah aliran (km2).

(51)

b) Peta Jenis Tanah

Pada penelitian ini, faktor erodibilitas tanah (K) ditentukan dengan menggunakan persamaan 8. Data karakteristik tanah dibutuhkan dalam penggunaan persamaan tersebut.

c) Peta kelerengan

Peta kelerengan digunakan untuk menentukan nilai indeks faktor kemiringan lereng (LS) ditentukan dengan menggunakan persamaan 9.

3.6 Metode Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yakni:

a) Tahap pengolahan data

Tahap pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus MUSLE, data curah hujan diperoleh dari hulu DAS Jeneberang untuk mendapatkan data debit (Q) dalam menghitung nilai (Rm), faktor erodibilitas tanah (K) dari hasil pengujian laboratorium dengan menguji sampel yang ada, faktor (LS) dari hasil hasil pengukuran panjang dan kemirigan lereng di lapangan, faktor (C) diperoleh denga melihat vegetasi yang ada pada tempat pengambilan sampel dan nilai (P) diperoleh dengan melihat tindakan konservasi pada vegetasi yang ada dilokasi penelitian.

b) Analisis tingkat bahaya erosi

(52)

Analisis tingkat bahaya erosi dilakukan dengan menggunakan rumus TBE pada persamaan 1, dimana besarnya laju erosi potensial (Ea) dapat dihitung menggunakan persamaan MUSLE sedangkan laju erosi yang masih dapat ditoleransi (TSL) dihitung menggunakan persamaan 10, persamaan ini digunakan untuk dapat mengetahui lahan mana yang tingkat bahaya erosinya lebih besar di hulu DAS Jeneberang.

(53)

Gambar 3.

Bagan Alur Penelitian Studi Laju Erosi Dengan Metode MUSLE MULAI

Data Primer - Sampel Tanah - Kemiringan Lereng Data Sekunder

- Peta Topografi - Peta Lereng

- Peta Penggunaan Lahan - Peta Hulu DAS Jeneberang - Curah Hujan

- Luas DAS

Overlay Peta Unit Lahan

Menghitung Nilai Erosi dengan Metode MUSLE

SELESAI Pengambilan data Persiapan penelitian

Perhitungan Tingkat bahaya erosi

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel di laksanakan di Kecamatan Tinggi Moncong, Kelurahan Malino Kabupaten Gowa. Penelitian ini terletak pada ketinggian berkisar antara 400 – 1750 meter dpl berupa lahan miring dengan kemiringan lereng 8% – 15% dengan panjang lereng berkisar antara 30 meter – 50 meter.

4.2 Analisa Laju Erosi Potensial

Pada prinsipnya perhitungan erosi lahan dengan metoda MUSLE sama dengan USLE, hanya berbeda pada faktor indeks erodibilitas tanah (K). Dimana nilai curah hujan sesaat (R) dipengaruhi oleh harga total volume aliran permukaan (Rm) dan debit puncak (Q). Untuk menghitung erosi lahan dengan menggunakan metoda MUSLE, nilai K, LS, C, dan P, sama dengan USLE.

Erosi terhitung dilakukan untuk menghitung laju erosi pada empat jenis penggunaan lahan yaitu hutan pinus, kebun kopi, kebun wortel dan kebun jagung di hulu DAS Jeneberang dengan menggunakan metode

(55)

MUSLE yang terdiri atas beberapa faktor yang mempengaruhinya sebagai berikut:

1) Untuk lokasi daerah tinggi moncong dengan jenis lahan hutan pinus (a) Nilai total volume aliran permukaan (Rm)

Rm= 11,8 (Vox Qp)0,56 Yang mana :

Untuk menghitung volume limpasan (Vo) adalah:

Vo = R x EXP ( -Rc/ Ro)

= 300 x EXP (-1302,07 / 14,96)

= 4,75 m3 Dimana:

Menghitung kapasitas penyimpangan lengas tanah (Rc):

MS = 0,45 % BD = 1,22 RD = 2,5 cm/m3 Et/Eo = 0,9

Rc = 1000 x MS x BD x RD x (Et/Eo)0,5

= 1000 x 0,45 x 1,22 x 2,5 x (0,9)0,5

= 1302,07

Menghitung jumlah hari hujan ( Ro):

Yang mana:

R = 300 mm

(56)

Rn= 20,05 hari

Ro= R / Rn = 300 / 20,05 = 14,96 mm/hr Untuk menghitung debit aliran puncak (Qp):

Qp= 0,278 x C x I x F

= 0,278 x 0,11 x 25,70 x 860

= 675,88 mm/jam Yang mana:

C = 0,03 + 0,04 + 0,04 = 0,11 F = 860 km2

CHmax = 220 mm/jam L = 78,75 km ΔH dihitung dengan:

ΔH =

= , = 17,143

Waktu konsentrasi dihitung dengan:

Tc = {0,869 x L3}0,385/ ΔH

Tc = {0,869 x 78,753}0,385/ 17,14 = 8,56 jam Menghitung intensitas curah hujan:

I = CHmax / Tc

= 220 / 8,56

= 25,70 mm/jam

(57)

Sehingga nilai total Volume Aliran Permukaan (Rm) adalah:

Rm= 11,8 (Vox Qp)0,56

= 11,8 (4,75 x 675,88)0,56

= 1085,31 mm

(b) Perhitungan erodibilitas tanah (K) Diketahui:

M = 30,80 O = 0,023 S = 2 P = 3

K = { 2,713 x 10-4(12 – OM) M1,14+ 3,25 (S – 2) + 2,5 x( )}

K = 0,000271 (12 – 0,023 x 30,80) 30,801,14+ 3,25 (2 – 2) + 2,5 x (3 – 3)/100

K = 0,15

(c) Perhitungan panjang dan kemiringan lereng (LS)

LS = √ (0,0138 + 0,00965 + 0,00138 ) Yang mana:

S = 8 % L = 30 m

LS = √30(0,0138 + 0,00965 8 + 0,00138 8 ) LS = 0,98

(58)

(d) Perhitungan tanaman dan vegetasi penutup tanah (C)

Jenis vegetasi penutup lahan hutan pinus dengan nilai C adalah 0,005 (e) Faktor tindakan tanah (P)

Pada penggunaan lahan hutan pinus, jenis konservasi yang dilakukan yaitu dengan pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur pada kemiringan antara 8 – 20% sehingga diketahui nilai P dari tabel 9 yaitu sebesar 0,75

Maka :

Ea = Rm x K x LS x C x P

= 1085,31 x 0,15 x 0,98 x 0,005 x 0,75

= 0,60 ton/ha

Kehilangan tanah / ha

1 ha = Ea x BD x 0,2cm x 100 x 100

= 0,60 x 0,0000122 ton x 0,2 x 100 x 100

= 0,014 cm/th

2) Lokasi Kecamatan Tinggi Moncong dengan jenis penggunaan lahan kebun kopi

(a) Perhitungan nilai total volume limpasan Permukaan (Rm) Rm= 11,8 (Vox Qp)0.56

Yang mana:

Untuk menghitung volume limpasan (Vo) adalah:

(59)

Vo = R x EXP ( -Rc / Ro)

= 300 x EXP (-875,04 / 14,96)

= 1,19 m3 Yang mana:

Untuk menghitung kapasitas penyimpangan lengas tanah (Rc) : Diketehui:

MS = 0,45 BD = 1,10 RD = 2,5 cm/m3 Et/Eo = 0,50

Rc = 1000 x MS x BD x RD x (Et/Eo)0.5

= 1000 x 0,45 x 1,10 x 2,5 x (0,50)0,5

= 875,04

Menghitung jumlah hari hujan (Ro):

Yang mana:

R = 300 mm Rn = 20,05 hari

Ro= R / Rn = 300 / 20,05 = 14,96 mm/hr Yang mana:

C = 0,16 + 0,04 + 0,04 = 0,24

F = 860 km2

(60)

CHmax = 220 mm/jam L = 78,75 km

Menghitung intensitas curah hujan:

I = CHmax/Tc

= 220 / 8,56

= 25,70 mm/jam ΔH dihitung dengan:

ΔH =

= , = 17,143

Waktu konsentrasi dihitung dengan:

Tc = {0,869 x L3}0,385/ ΔH

Tc = {0,869 x 78,753}0,385/ 17,143

= 8,56 jam

Untuk menghitung debit aliran puncak (Qp):

Qp = 0,278 x C x I x F

= 0,278 x 0,24 x 25,70 x 860

= 1474,65 mm/jam

Sehingga nilai total Volume Aliran Permukaan (Rm) adalah:

Rm= 11,8 (Vox Qp)0,56

= 11,8 (1,19 x 1474,65)0,56

= 773,85 mm

(61)

(b) Perhitungan erodibilitas tanah (K) Diketahui:

M = 46,75 O = 0,0237

K = { 2,713 x 10-4(12 – OM) M1,14+ 3,25 (S – 2) + 2,5 x( )}

K = {0,000271 (12 – 0,02 x 46,75) 46,751,14+ 3,25 (2 – 2) + 2,5 x ( )}

K = 0,24

(c) Perhitungan panjang dan kemiringan lereng (LS) LS = √ (0,0138 + 0,00965 + 0,00138 ) Yang mana:

S = 8 % L = 30 m

LS = √30(0,0138 + 0,00965 8 + 0,00138 8 ) LS = 0,98

(d) Faktor tanaman dan vegetasi penutup tanah (C)

Jenis vegetasi penutup lahan kopi dengan Nilai C adalah 0,2

(e) Faktor tindakan tanah (P)

Pada penggunaan lahan kopi, jenis konservasi yang dilakukan sama dengan hutan pinus yaitu dengan pengolahan tanah dan tanaman garis

(62)

kontur pada kemiringan antara 8 – 20 % sehinngga diketahui nilai P dari tabel 9 yaitu sebesar 0,75.

Maka :

Ea = Rm x K x LS x C x P

= 773,85 x 0,24 x 0,98 x 0,2 x 0,75

= 27,30 ton/ha Kehilangan tanah / ha

1 ha = Ea x BD x 0.2cm x 100 x 100

= 27,30 x 0,0000110 ton x 0,2 x 100 x 100

= 0,60 cm/tahun

3) Lokasi kecamatan Tinggi Moncong dengan jenis penggunaan lahan kebun wortel

(a) Perhitungan nilai total Volume Aliran Permukaan (Rm) Rm= 11,8 (Vo x Qp)0.56

Yang mana:

Untuk menghitung volume limpasan (Vo):

Vo = R x EXP(-Rc/ Ro)

= 300 x EXP (-9713,62/ 14,96)

= 3,07 m3

(63)

Dimana menghitung kapasitas penyimpangan lengas tanah (Rc) : Diketehui:

MS = 0,45 BD = 0,86 RD = 30 cm/m3

Et/Eo = 0,7

Rc= 1000 x MS x BD x RD x (Et/Eo)0,5

= 1000 x 0,45 x 0,86 x 30 x (0,7)0,5

= 9713,62

Menghitung jumlah hari hujan (Ro):

Yang mana:

R = 300 mm Rn = 20,05 hari

Ro= R / Rn= 300 / 20,05 = 14,96 mm/hr Untuk menghitung debit aliran puncak (Qp):

Qp= 0,278 x C x I x F

= 0,278 x 0,45 x 25,70 x 860

= 2764,96 mm/jam

(64)

Yang mana:

C = 0,26 + 0,08 + 0,11 = 0,45 F = 860 km2

CHmax = 220 mm/jam L = 78,75 km

Menghitung intensitas curah hujan:

I = CHmax / Tc

= 220 / 8,56

= 25,70mm/jam ΔH dihitung dengan:

ΔH =

= , = 17,14

Waktu konsentrasi dihitung dengan:

Tc= {0,869 x L3}0,385/ ΔH

Tc= {0,869 x 78,753}0,385/ 17,14 = 8,56 jam

Sehingga nilai total Volume Aliran Permukaan (Rm) adalah:

Rm= 11,8 (Vox Qp)0.56

= 11,8 (3,07 x 2764,96)0.56

= 1870,79 mm

(65)

(b) Perhitungan erodibilitas tanah (K) Diketahui:

M = 99,76 O = 0,0241 S = 3 P = 1

K = { 2,713 x 10-4(12 – OM) M1,14+ 3,25 (S – 2) + 2,5 x( )}

K = 0,000271 x (12 – 0,02 x 99,76) 99,761,14+ 3,25 (3 – 2) + 2,5 x (1-3)/100 K = 0,51

(c) Perhitungan panjang dan kemiringan lereng (LS) LS = √ (0,0138 + 0,00965 + 0,00138 ) Yang mana:

S = 8 % L = 30 m

LS = √30(0,0138 + 0,00965 8 + 0,00138 8 ) LS = 0,98

(d) Perhitungan pengolahan tanaman (C)

Jenis vegetasi penggunaan lahan kebun wortel dengan Nilai C adalah 0,5.

(66)

(e) Perhitugan konservasi tanah (P)

Pada penggunaan lahan tanaman wortel, jenis konservasi yang dilakukan yaitu tanpa tindakan pengendalian erosi dengan nilai P berdasarkan tabel 9 yaitu sebesar 1,00

Maka:

Ea = Rm x K x LS x C x P

= 1870,79 x 0,51 x 0,98 x 0,5 x 1,00

= 467,51 ton/ha/thn Kehilangan tanah/ha

1 ha = Ea x BD x 0,2 cm x 100 x 100

= 467,51 ton/ha/thn x 0,0000086 ton x 0,2 cm x 100 x 100

= 8,04 cm/th

4) Lokasi kecamatan Tinggi Moncong dengan jenis penggunaan lahan kebun jagung

(a) Perhitungan nilai total Volume Aliran Permukaan (Rm) Rm= 11,8 (Vq x Qp)0,56

Menghitung volume limpasan (Vo):

Vo = R x EXP(-Rc/ Ro)

= 300 x EXP (-9826,57/ 14,96)

= 1,61 m3

(67)

Yang mana:

Untuk menghitung kapasitas penyimpangan lengas tanah (Rc) : Diketehui:

MS = 0,45 BD = 0,87 RD = 30 cm/m3 Et/Eo = 0,70

Rc = 1000 x MS x BD x RD x (Et/Eo)0.5

= 1000 x 0,45 x 0,87 x 30 x (0,70)0.5

= 9826,57

Menghitung jumlah hari hujan (Ro):

Yang mana:

R = 300 mm Rn= 20,05 hari

Ro= R / Rn= 300 / 20,05 = 14,96 mm/hr Untuk menghitung debit aliran puncak (Qp):

Qp= 0,278 x C x I x F

= 0,278 x 0,45 x 25,70 x 860

= 2764,96 mm/jam

(68)

Yang mana:

C = 0,26 + 0,08 + 0,11 = 0,45 F = 860 km2

CHmax = 220 mm/jam L = 78,75 km

Menghitung intensitas curah hujan:

I = Chmax/Tc

= 220 / 8,56

= 25,70 mm/jam ΔH dihitung dengan:

ΔH =

= , = 17,14

Waktu konsentrasi dihitung dengan:

Tc = {0,869 x L3}0,385/ ΔH Tc = {0,869 x 78,753}0,385/17,14

= 8,56 jam

Sehingga nilai total Volume Aliran Permukaan (Rm) adalah:

Rm= 11,8 (Vox Qp)0.56

= 11,8 (1,61 x 2764,96)0.56

= 1303,32 mm

(69)

(b) Perhitugan erodibilitas tanah (K) Diketahui:

M = 94,76 O = 0,0249

K = { 2,713 x 10-4(12 – OM) M1,14+ 3.25 (S – 2) + 2,5 x( )}

K = 0,000271 x (12 – 0,02 x 94,76) 94,761,14+ 3,25 (3 – 2) + 2,5 x (1-3)/100

K = 0,37

(c) Perhitungan panjang dan kemiringan lereng (LS) LS = √ (0,0138 + 0,00965 + 0,00138 ) Yang mana:

S = 8 % L = 30 m

LS = √30(0,0138 + 0,00965 8 + 0,00138 8 ) LS = 0,98

(d) Perhitungan pengolahan tanaman (C)

Jenis vegetasi penggunaan lahan jagung dengan Nilai C adalah 0,7 (e) Faktor konservasi (P)

Pada kebun jagung jenis konservasi yang dilakukan yaitu tampa tindakan pengendalian erosi dengan nilai P yang dapat dilihat pada tabel 9 yaitu1,00.

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam komponen ini, sejumlah gardu induk 150/20 kV dan 500/150 kV yang dipilih di Jawa-Bali akan dikembangkan dengan menambah satu atau lebih trafo dan peralatan

Dengan melihat ada tidaknya label halal pada kemasan atau logo yang tertera pada pamflet adalah cara yang paling mudah dilakukan untuk memilih produk halal. Setiap

Tujuan khusus penelitian ini untuk menganalisis bebankerja, hubungan interpersonal, keselamatan kerja dan tingkat ketergantungan pasien dengan stres kerja perawat di

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dengan post-test Pengetahuan, Sikap, Keterampilan Intelektual, Emosional Dan Spiritual Serta Keterampilan

Menurut Ras Eko 2011 model Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL). Snowball Throwing yang

Wanita itu pun ditanya (diintrogasi), tetapi tidak mau mengakui perbuatannya dan tetap menyangkal. Karena tetap menyangkal,.. maka Mbah Haji menawarkan solusi dengan cara bersumpah

Tujuan dari studi ini untuk mengetahui besarnya laju erosi di Sub DAS Lesti, mengetahui kondisi Tingkat Bahaya Erosi (TBE), dan konservasi lahan yang sesuai dengan

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih, berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peningkatan Minat Dan Prestasi