• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TUGAS AKHIR PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD)"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE

ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD)

Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik

Universitas Dian Nuswantoro

OLEH

ILHAM SHALAHUDDIN AFIF E12.2012.00603

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

2016

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE

ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD)

Tugas Akhir ini telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi S-1 untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Hari : Jumat

Tanggal : 28 Oktober 2016 Disusun Oleh :

Nama : Ilham Shalahuddin Afif

NIM : E12.2012.00603

Program Studi/Fakultas : Teknik Industri/Teknik

Mengesahkan:

Dosen Pembimbing 1 Dosen pembimbing 2

Jazuli, ST, M.Eng Rindra Yusianto S.Kom,MT NPP.0686.11.2010.348 NPP.0686.11.1999.183

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE

ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD)

Telah Dipertahankan pada Sidang Pendadaran Tugas Akhir Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik

Universitas Dian Nuswantoro Semarang Dihadapan Dewan Penguji

Hari/Tanggal : Jumat, 21 Oktober 2016 Jam : 08.30 - selesai

Menyetujui :

Nama Tanda Tangan

1. Ratih Setyaningrum, MT ...

NPP: 0686.11.2007.335

2. Dwi Nurul Izzhati, M.MT ...

NPP: 0686.11.2004.322

3. Tita Talitha, MT ...

NPP: 0686.11.2007.347

Mengetahui:

Ketua Program Studi Teknik

Dekan Fakultas Teknik Industri

Dr. Eng Yuliman Purwanto, M.Eng Dr. Ir. Rudi Tjahyono ,MM

NPP: 0686.11.2001.266 NPP: 0686.12.1993.037

(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir ini tifak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, 28 Oktober 2016

Ilham Shalahuddin Afif

(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah dengan rahmat dan hidayah- Nya telah memberikan kekuatan pikiran dan kesehatan kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir yang berjudul

“PERANCANGAN PRODUK MEJA DAN KURSI ALAT BANTU

MENCANTING YANG ERGONOMIS MENGGUNAKAN METODE

ERGONOMIC FUNCTION DEPLOYMENT (EFD)” ini tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, Penulis banyak mendapat pengarahan, bimbingan dan saran yang bermanfaat dari berbagai pihak. Maka dari itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Allah SWT, atas segala petunjuk-Nya sehingga Penulis dapat melaksanakan Tugas Akhir dengan baik dan lancar.

2. Bapak Dr. Eng Yuliman Purwanto, M. Eng selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro.

3. Bapak Dr. Rudi Tjahyono, M.M., selaku ketua Program Studi Teknik Industri Universitas Dian Nuswantoro.

4. Bapak Jazuli, S.T, M.Eng. selaku pembimbing I yang telah membantu penulisan dan membimbing dalam menjabarkan metode dan konsep ide secara detail.

(6)

vi

5. Bapak Rindra Yusianto, S.Kom, M.T., selaku pembimbing II yang memberikan bimbingan pada penulis terkait dengan penelitian penulis.

6. Orang Tua dan Nirmala Herlani, S,KM, yang tak pernah lelah memberikan dukungan moril dan pengawasan kepada Penulis dalam setiap proses yang dijalani oleh Penulis

7. Teman-teman Teknik Industri, saudara, kerabat dan sahabat yang selalu memberikan suasana menjadi menyenangkan dalam penyusunan laporan serta memberikan banyak informasi, semangat dan doa untuk Penulis.

Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kemajuan Teknik Industri Universitas Dian Nuswantoro dan menjadi referensi bagi rekan-rekan sekalian.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, 28 Oktober 2016

Penulis

(7)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...ii

HALAMAN PERSETUJUAN...iii

PERNYATAAN...iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI...vii

INTISARI...xii

ABSTRACT...xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR TABEL...xv

BAB I...1

PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan Masalah...5

1.3 Tujuan Penelitian...5

1.4 Manfaat Penelitian...6

1.5 Pembatasan Masalah...6

1.6 Keaslian Penelitian...7

BAB II...10

TINJAUAN PUSTAKA...10

2.1 Pengertian Produk...10

2.2 Perancangan dan Pengembangan Produk...10

2.2.1 Proses Pengembangan Produk...12

(8)

viii

2.2.2 Pengembangan Konsep...14

2.3 Ergonomic Function Deployment...18

2.3.1 Langkah-Langkah Metode Ergonomic Function Deployment (EFD).18 2.3.2 Benchmarking...23

2.4 Ergonomi...23

2.4.1 Maksud dan Tujuan Ergonomi...25

2.4.2 Sistem Kerja Menurut Ergonomi...26

2.4.3 Keluhan Muskuloskeletal...27

2.4.4 Penyebab Keluhan Muskuloskeletal...28

2.4.5 Nordic Body Map...31

2.5 Antropometri...32

2.5.1 Persentil...35

2.5.2 Dimensi Tubuh...37

2.6 Teknik Sampling...38

2.7 Uji Statistik...41

2.7.1 Uji Validitas...41

2.7.2 Uji Reabilitas...43

2.8 Faktor-Faktor Resiko Kerja pada Pembatik Tulis...45

2.8.1 Faktor Tugas Kerja...45

2.8.2 Faktor Peralatan...47

2.8.3 Faktor Lingkungan...50

2.8.4 Faktor Individu...51

BAB III...53

METODOLOGI PENELITIAN...53

(9)

ix

3.1 Obyek dan Sumber Penelitian...53

3.2 Jenis dan Sumber Data...53

3.2.1 Data Primer...53

3.2.2 Data Sekunder...54

3.3 Metode Pengumpulan Data...54

3.3.1 Observasi...54

3.3.2 Wawancara...55

3.3.3 Studi Pustaka...55

3.3.4 Kuesioner...55

3.4 Alur Penelitian...56

` 3.4.1 Studi Lapangan...58

3.4.2 Identifikasi Masalah...58

3.4.3 Studi Pustaka...58

3.4.4 Pengumpulan Data...59

3.4.5 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas...61

3.4.6 Metode Ergonomic Function Deployment (EFD)...61

3.4.7 Pendekatan Antropometri...65

3.4.8 Perancangan dan Prototype Produk...68

3.4.9 Analisa dan Pembahasan...68

3.4.10 Kesimpulan dan Saran...69

BAB IV...70

HASIL DAN PEMBAHASAN...70

4.1 Pengumpulan Data...70

4.1.1 Data Kuesioner...70

(10)

x

4.2 Pengolahan Data...75

4.2.1 Olah Data Kuesioner...75

4.2.1.1 Uji Kecukupan Data...75

4.2.1.2. Uji Validitas...77

4.2.1.3 Uji Reliabilitas...78

4.3 Analisis Implementasi EFD...79

4.3.1 Identifikasi Kebutuhan Konsumen...79

4.3.2 Menentukan Tingkat Kepentingan Konsumen...79

4.3.3 Menentukan Tingkat Kepuasan Konsumen...81

4.3.4 Menentukan Goal (Target)...82

4.3.5 Menentukan Rasio Perbaikan (Improvement Ratio)...83

4.3.6 Menentukan Titik Jual (Sales Point)...85

4.3.7 Menghitung Raw Weight...86

4.3.8 Menghitung Normalized Raw Weight...87

4.3.9 Menentukan Respon Teknis...89

4.3.10 Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen...90

4.3.11 Menentukan Target Spesifikasi...96

4.3.12 Analisis Benchmarking...97

4.3.13 House Of Ergonomic...98

4.4 Pengolahan Data Antropometri...99

4.4.1 Uji Kecukupan Data Antropometri...99

4.4.2 Uji Keseragaman Data Antropometri...102

4.4.3 Perhitungan Nilai Presentil...107

4.5 Perancangan Produk...108

(11)

xi

4.5.1 Perancangan Desain...109

4.5.2 Gambar Kerja...112

4.5.3 Daftar Kebutuhan Bahan dan Analisa Biaya...112

4.5.4 Analisis Implementasi...113

BAB V...116

KESIMPULAN DAN SARAN...116

5.1 Kesimpulan...116

5.2 Saran...117

DAFTAR PUSTAKA...118

LAMPIRAN...120

(12)

xii INTISARI

Pengrajin batik tulis di Jawa Tengah melewati beberapa proses untuk membuat kain batik tulis. Dalam menjalani proses tersebut, membutuhkan waktu yang lama yaitu 2-3 minggu hingga menghasilkan suatu kain batik tulis yang indah dengan motif penuh. Namun dengan waktu yang lama tersebut tidak diiringi dengan penggunaan stasiun kerja batik tulis yang baik dan memperhatikan kenyamanan pekerja. Terbukti dengan analisa RULA yang menghasilkan nilai 7.

Metode Ergonomic Function Deployment (EFD) digunakan untuk mendapatkan desain produk yang baik dan memiliki ukuran yang nyaman digunakan bagi pengrajin batik tulis. Untuk perancangan stasiun kerja batik tuliis yang ergonomis maka dilakukan perhitungan antropometri dengan data Rentangan tangan untuk panjang gawangan meja dengan ukuran 143 cm, data tinggi siku duduk untuk tinggi penyangga gawangan cantng dengan ukuran 70 cm, data tinggi popliteal duduk untuk tinggi kursi dengan ukuran 43 cm. Hasil implementasi perbandingan sebelum dan sesudah menggunakan stasiun kerja canting yang ergonomis dengan menggunakan Nordic Body Map diperoleh penurunan keluhan pekerja canting yang berarti kenyamanan yang dirasakan oleh para pekerja canting meningkat.

Hasil ini menunjukkan ukuran dan desain stasiun kerja canting yang nyaman untuk pekerja.

Kata Kunci : Batik Tulis, Ergonomis, Ergonomic Function Deployment (EFD)

(13)

xiii ABSTRACT

Batik artisans in Central Java passing through several processes to make batik cloth. In going through the process, takes a long time is 2-3 weeks to produce a beautiful batik cloth with a full motif. But with such a long time is not accompanied by the use of work stations batik good and attention to worker comfort. Evidenced by Rula analysis that produces a score of 7. The method Ergonomic Function Deployment (EFD) is used to get a good product design and have a comfortable size used for batik artisans. For the design of batik‟s work stations ergonomic then be calculated anthropometric data Spanning hand for long gawangan table with a size of 143 cm, high data elbow sitting on high buffer gawangan cantng with size 70 cm, high data popliteal sitting on a high chair with a size of 43 cm , The results of the implementation of the comparison before and after using canting ergonomic work station using Nordic Body Map obtained a decrease in worker complaints canting means comfort perceived by workers canting increases. These results indicate the size and design of work stations canting convenient for workers.

Keywords: Batik, Ergonomics, Ergonomic Function Deployment (EFD)

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Desain Alat Bantu Meja dan Kursi Mencanting Saat Ini...2

Gambar 1.2 Postur Janggal Pekerja Saat Mencanting...3

Gambar 2.1 Tahap Pengembangan Konsep dari Tahap Awal Hingga Akhir...14

Gambar 2.2 House Of Ergonomics...18

Gambar 2.3 Nordic Body Map...31

Gambar 2.4 Distribusi Normal...36

Gambar 2.5 Dimensi Tubuh Untuk Perancangan Dengan Antropometri...37

Gambar 2.6 Aktivitas Mencanting Batik Tulis...45

Gambar 2.7 Skema Gerakan Berulang Pembatik Tulis...47

Gambar 2.8 Gawangan Batik Tulis...48

Gambar 2.9 Canting Batik Tulis...48

Gambar 3.1 Alur Penelitian...57

Gambar 4.1 Postur Janggal Pekerja Saat Mencanting...72

Gambar 4.2 House Of Ergonomic...98

Gambar 4.3 Grafik Uji Keseragaman Data Tinggi Siku Duduk...103

Gambar 4.4 Grafik Uji Keseragaman Data Tinggi Popliteal Duduk...104

Gambar 4.5 Grafik Uji Keseragaman Data Tinggi Lutut Duduk...105

Gambar 4.6 Grafik Uji Keseragaman Data Rentangan Tangan...106

Gambar 4.7 Grafik Uji Keseragaman Data Jangkauan Tangan...107

Gambar 4.8 Tampak Depan...110

Gambar 4.9 Tampak Atas...111

Gambar 4.10 Tampak 3 Dimensi...111

Gambar 4.11 Gambar Kerja...112

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang...7

Tabel 2.1 Dimensi Tubuh untuk Perancangan dengan Antropometri...37

Tabel 2.2 Contoh Reliability Statistic...44

Tabel 3.1 Daftar Pernyataan...59

Tabel 4.1 Hasil Kuisioner NBM...70

Tabel 4.2 Identifikasi Faktor Kelelahan Pekerja...71

Tabel 4.3 Tabel Nilai RULA...72

Tabel 4.4 Tabel Kuisioner Tingkat Kepentingan Konsumen...73

Tabel 4.5 Tabel Kuisioner Tingkat Kepuasan Konsumen...74

Tabel 4.6 Hasil Kuisioner Tingkat Kepentingan Konsumen...74

Tabel 4.7 Hasil Kuisioner Tingkat Kepuasan Konsumen...75

Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas...77

Tabel 4.9 Hasil Uji Reliabilitas...78

Tabel 4.10 Daftar Kebutuhan Konsumen...79

Tabel 4.11 Rekap Data Hasil Tingkat Kepentingan...80

Tabel 4.12 Rekap Data Hasil Tingkat Kepuasan...82

Tabel 4.13 Goal (Target)...83

Tabel 4.14 Improvement Ratio...84

Tabel 4.15 Sales Point...85

Tabel 4.16 Raw Weight...86

Tabel 4.17 Normalized Raw Weight...88

Tabel 4.18 Karakteristik Teknis...89 Tabel 4.19 Simbol Kekuatan Hubungan Karakteristik Teknis dengan Kebutuhan

(16)

xvi

Konsumen...91

Tabel 4.20 Hubungan Karakteristik Teknis dengan Kebutuhan Konsumen...91

Tabel 4.21 Perhitungan Kontribusi dan Urutan Prioritas...92

Tabel 4.22 Target Spesifikasi...96

Tabel 4.23 Produk Pendahulu...97

Tabel 4.24 Data Antropometri...99

Tabel 4.25 Hasil Perhitungan Persentil...108

Tabel 4.26 Bahan dan Biaya Pembuatan...113

Tabel 4.27 Tabel Hasil Benchmarking Nordic Body Map Alat yang Lama dan Alat yang Ergonomis...114

Tabel 4.28 Tabel Analisa RULA Stasiun Kerja Canting Ergonomis...114

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembinaan Industri Kecil Menengah (IKM) Pengrajin Batik merupakan salah satu program kerja Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Provinsi Jawa Tengah Seksi Industri Logam dan Tekstil. Pengrajin Batik Tulis yang ada di kota Semarang merupakan salah satu Industri Kecil Menengah (IKM) yang berada dibawah binaan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Provinsi Jawa Tengah. Data tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa terdapat 1.611 unit industri batik (Disperindag, 2013).

Beberapa diantaranya ada Batik Semarangan, Batik Cantingmas, Batik Semarang 16 dan Batik Pasha.

Pembuatan batik tulis sendiri melewati beberapa proses, pada awalnya dilakukan proses ngemplong, yaitu pencucian kain mori. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji. Kemudian dilanjutkan dengan pengeloyoran, yaitu memasukkan kain mori ke minyak jarak atau minyak kacang yang sudah ada di dalam abu merang. Tujuannya agar kain menjadi lemas, sehingga daya serap terhadap zat warna lebih tinggi. Setelah itu dilanjutkan proses nyorek atau memola, yaitu proses menjiplak atau membuat pola di atas kain mori dengan cara meniru pola motif yang sudah ada, atau biasa disebut dengan ngeblat. Tahapan ini dapat dilakukan secara langsung di atas kain atau menjiplaknya dengan menggunakan pensil. Selanjutnya masuk ke tahapan

(18)

mencanting, yaitu menorehkan malam batik ke kain mori, dimulai dari menggambar garis-garis di luar pola yang dikenal dengan istilah nglowong dan isen-isen yaitu mengisi pola dengan berbagai macam bentuk. Di dalam proses isen-isen terdapat istilah nyecek, yaitu membuat isian dalam pola yang sudah dibuat dengan cara memberi titik-titik nitik. Ada pula istilah nruntum, yang hampir sama dengan isen-isen, tetapi lebih rumit. Selanjutnya masuk ke proses nembok, yaitu proses menutupi bagian-bagian yang tidak boleh terkena warna dasar, dalam hal ini warna biru, dengan menggunakan malam. Bagian tersebut ditutup dengan lapisan malam yang tebal seolah-olah merupakan tembok penahan. Tahap akhir masuk ke proses nglorot, yaitu pembatik melepaskan seluruh malam (lilin) dengan cara memasukkan kain yang sudah cukup tua warnanya ke dalam air mendidih. Setelah diangkat, kain dibilas dengan air bersih dan kemudian diangin-anginkan hingga kering. Dari semua proses tahapan di atas penulis ingin meneliti masalah mengenai beban kerja yang ada di proses kerja mencanting.

Gambar 1.1 Desain Alat Bantu Meja dan Kursi Mencanting Saat Ini Sumber : IKM Batik Tulis, 2016

(19)

Dalam proses produksi canting, pembatik pada IKM Batik di kota Semarang bekerja dengan 2 posisi, posisi duduk di lantai dan duduk diatas kursi kecil dengan gawangan sebagai tempat meletakkan kain batik. Posisi duduk dilantai, pembatik duduk diatas lantai keramik tanpa kursi menghadap kain yang dibiarkan menjuntai di lantai. Posisi duduk di atas kursi kecil, pembatik duduk pada bangku pendek dengan sandaran punggung dan terbuat dari kayu. Pembatik duduk menghadap kain yang diletakkan pada gawangan yang terbuat dari kayu. Dapat dilihat pada gambar 1.1 ketinggian kursi ± 30 cm dan gawangan pembatik ± 70 cm. Sehingga pada gambar 1.2 dapat dilihat postur janggal yang ditandai oleh lingkaran oranye. Dimana saat membatik pembatik duduk membungkuk, tangan kanan memegang alat canting dan tangan kiri memegang bagian bawah kain. Posisi kerja seperti ini cukup lama,

± 8 jam sehari. Kondisi ini menyebabkan pembatik mudah merasa lelah dan keluhan ketidaknyamanan maupun pegal pada tubuh bagian leher, bahu, pinggang, lutut dan kaki. Dimana pada bagian anggota tubuh tersebut

Gambar 1.2 Postur Janggal Pekerja Saat Mencanting Sumber : IKM Batik Tulis, 2016

(20)

geraknya terbatas dan harus menahan pada posisi yang tidak ergonomis dalam waktu yang cukup lama.

Hasil survey awal yang dilakukan terhadap 15 responden pembatik tulis ternyata kegiatan mencanting menimbulkan keluhan musculosketal dan kelelahan. Dilihat dari sisi keluhan musculosketal yaitu 100% sakit pada bahu kanan dan pinggang, 73% sakit pada punggung dan pantat, 60% sakit pada leher bawah dan tangan kanan, 47% sakit pada leher bawah, lutut kiri, lutut kanan dan pergelangan kaki kanan, 33% sakit pada betis. Dilihat dari kelelahan yaitu : 33% kelelahan akibat kegiatan mencanting, 47% kelelahan akibat postur tubuh yang tidak baik saat melakukan aktivitas mencanting, 20%

kelelahan akibat lingkungan kerja.

Hasil observasi yang dilakukan oleh Siswiyanti, 2011 terhadap keluhan musculoskeletal terrnyata posisi duduk diatas lantai 57,13%; posisi duduk diatas dingklik 49,87% sehingga terjadi penurunan terhadap tingkat keluhan musculoskeletal sebesar 12,71%. Dilihat dari sisi kelelahan maka posisi duduk diatas lantai 53,73%; posisi duduk diatas dingklik 40,87%;

sehingga terjadi penurunan terhadap tingkat kelelahan sebesar 23,93%.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan menerapkan prinsip antropometri ergonomis pada pembatik tulis tentang perancangan kursi dan meja untuk alat bantu batik tulis. Suma‟mur (1992) menyatakan bahwa penerapan ergonomi ke dalam sistem kerja telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan kerja.

(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada IKM pengrajin Batik Tulis di wilayah Semarang pada bulan April 2016, peneliti mendapat rumusan masalah yaitu :

1. Analisa postur kerja dan kelelahan kerja kegiatan mencanting pada pengrajin batik tulis menggunakan stasiun kerja yang lama?

2. Bagaimana rancangan dan implementasi produk stasiun kerja yang ergonomis dengan menggunakan metode Ergonomic Function Deployment (EFD) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kelelahan kerja yang disebabkan dari postur kerja kegiatan mencanting pada pengrajin batik tulis.

2. Untuk merancang dan mengetahui perbaikan postur kerja setelah menggunakan stasiun kerja pencantingan yang ergonomis dengan menggunakan metode Ergonomic Function Deployment (EFD).

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penulisan Tugas Akhir ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat diantaranya :

1. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan pertimbangan dalam kebijakan perusahaan yang telah dilakukan, dimana hasil penelitian dapat digunakan sebagai evaluasi kinerja perusahaan.

2. Bagi Akademik

Sebagai penambahan pustaka baru serta sebagai perbandingan untuk penelitian lebih lanjut.

3. Bagi Penulis

Meningkatkan pemahaman penulis mengenai ergonomi kerja dan anthropometri dengan kuesioner nordic body map.

1.5 Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan pada penulisan tugas akhir ini, yaitu :

1. Bagian yang diteliti pada divisi kerja mencanting pada batik tulis.

2. Uji statistik SPSS untuk menganalisa data.

(23)

1.6 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Tri Novianto

(2015)

Perancangan dan Pengembangan Desain Produk Meja Warung/Café

Lesehan Multifungsi yang Ergonomis Menggunakan

Metode Ergonomic Function

Deployment (EFD)

EFD Penerapan metode EFD didapatkan rancangan desain meja lesehan yang memiliki fitur permainan, laci/tempat simpan, kokoh, desain maksimalis- minimalis serta ergonomis dengan dimensi meja 70cmx70cmx40cm. Data tersebut didapatkan dari hasil perhitungan antropometri pada saat perancangan.

Rina Astutik (2015)

Perancangan Meja

Kerja Khusus

Recycle Sampah Elektronik yang Ergonomis

Menggunakan

Metode Ergonomic Function

Deployment (EFD)

EFD Penelitian ini dengan menggunakan metode EFD mendapatkan bentuk meja kerja khusus Recycle Bin yang ergonomis serta hasil waktu pembongkaran lebih singkat dengan bobot 2,04 dan pekerjaan lebih rapi dengan bobot 1,87. Dengan dimensi meja 142,5x1,00x76 cm.

Robertha Zulfhi Surya

Aplikasi Ergonomic Function

EFD Setelah dilakukan perancangan ulang alat parut kelapa sistem engkol menunjukkan

(24)

(2014) Deployment (EFD) Pada Redesign Alat Parut Kelapa Untuk Ibu Rumah Tangga.

bahwa rancangan alat parut kelapa sistem engkol yang berbasis EFD dapat menurunkan tingkat keluhan musculoskeletal sebesar 17,39%.

Reza Adrianto (2014)

Usulan Rancangan Tas Sepeda Trial Menggunakan

Metode Ergonomic Function

Deployment (EFD)

EFD Usulan Rancangan Tas Sepeda Trial

Menggunakan Metode EFD

menghasilkan sebuah desain tas sepeda yang dirancang agar pengguna tas sepeda ini dapat semua prinsip ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat, efisien).

Meyharti (2013)

Usulan Rancangan Baby Tafel Portable dengan Metode Ergonomic Function Deployment (EFD)

EFD Usulan Rancangan Baby Tafel Portable dengan Metode EFD dihasilkan perancangan mempunyai ukuran 95x63x85 cm. Data tersebut didapatkan dari hasil perhitungan antropometri pada saat perancangan.

Deonalt Paraharyo Wibowo (2011)

Perancangan Ulang

Desain Kursi

Penumpang Mobil Land Rover yang Ergonomis dengan Metode Ergonomic Function

Deployment (EFD)

EFD perancangan ulang desain kursi penumpang mobil land rover yang ergonomis dengan metode Ergonomic Function Deployment (EFD) hasil penelitian dengan metode ini untuk memudahkan proses perancangan, pembuatan keputusan “direkam” dalam bentuk matrik-matrik.

(25)

Prasetyo (2012)

Rancang Bangun

Meja Setrika

Multifungsi Menggunakan Metode QFD

QFD Rancang bangun meja setrika multifungsi menggunakan metode QFD diperoleh hasil prioritas yaitu material kerangka meja seterika, multifungsi, desain meja seterika, alas meja seterika, alat bantu, tinggi tegak meja seterika.

Juwono (2011) Perancangan Meja Tulis Multifungsi Menggunakan

Metode Quality Function

Deployment (QFD)

QFD Perancangan meja tulis multifungsi

menggunakan metode QFD

menghasilkan variable kebutuhan konsumen yang memiliki prioritas yaitu:

meja tulis memiliki multifungsi, kemiringan bias meja yang bisa diatur, mempunyai tingkat kenyaman yang baik, ada tempat menyimpan, memiliki tingkat keamanan yang baik.

Denny

Nurkertamanda (2006)

Perancangan Meja Dan Kursi Anak Menggunakan

Metode Quality Function

Deployment (QFD) Dengan Pendekatan Anthropometri Dan Bentuk Fisik Anak

QFD Penelitian ini membahas perancangan dan pengembangan produk meja dan kursi anak sesuai dengan anthropometri (ukuran tubuh manusia) dan bentuk fisik anak untuk menghasilkan rancangan kursi yang ergonomis untuk mengantisipasi adanya ketidakserasian antara meja kursi dengan ukuran tubuh anak.

(26)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Produk

Pengertian produk menurut Kotler dan Keller (2007) bahwa :” Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan.” Produk-produk yang dipasarkan yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acara-acara, orang, tempat, property, organisasi, dan gagasan.

Fandy Tjiptono (2008) mengatakan bahwa: “Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.”

2.2 Perancangan dan Pengembangan Produk

Perancangan dan pengembangan produk dapat diterjemahkan sebagai serangkaian aktifitas yang saling berkaitan yang dimulai dari analisis persepsi dan peluang pasar, sampai ke tahap produksi, penjualan serta pengiriman produk. Selama ini dimensi laba bagi investor merupakan dimensi yang banyak digunakan untuk menilai usaha pengembangan produk. Akan tetapi terdapat lima dimensi spesifik antara lain dalam perancangan dan pengembangan produk, antara lain (Ulrich&Eppinger, 2001):

a. Kualitas Produk

Hal ini meliputi seberapa baik produk yang dihasilkan, apakah produk tersebut telah memuaskan keinginan pelanggan dan apakah produk

(27)

tersebut kuat serta handal.

b. Biaya Produk

Biaya produk ini merupakan biaya untuk modal peralatan dan alat bantu serta biaya produksi setiap unit produk. Biaya ini akan menentukan besanya laba yang dihasilkan pada volume penjualan dan pada harga tertentu.

c. Waktu Pengembangan Produk

Dimensi ini akan menentukan kemampuan dalam berkompetisi yang mana waktu dan pengembangan produk menunjukkan daya tanggap terhadap perubahan teknologi dan pada akhirnya akan menentukan kecepatan perusahaan untuk menerima pengembalian ekonomis dari usaha pengembangan yang dilakukan.

d. Biaya Pengembangan

Biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan produk dan merupakan salah satu komponen yang penting dari investasi yang dibutuhkan untuk mencapai profit.

e. Kapabilitas Pengembangan

Dimensi ini menunjukkan kemampuan pengembang yang lebih baik untuk mengembangkan produk masa depan sebagai hasil pengalaman yang diperoleh saat ini.

Menurut Ulrich&Eppinger (2001) terdapat tiga fungsi penting dalam proyek pengembangan produk, yaitu:

1. Pemasaran

Fungsi pemasaran di dalam pengembangan produk adalah

(28)

untuk menjembatani antara tim pengembang produk dengan pelanggan. Bentuk riilnya dengan memfasilitasi proses identifikasi peluang produk, identifikasi segmen pasar dan identifikasi kebutuhan pelanggan, menetapkan target produk, merancang peluncuran dan promosi produk.

2. Perancangan

Fungsi perancangan merupakan fungsi penting dalam mengidentifikasi bentuk fisik produk agar dapat memenuhi keinginan pelanggan. Tugas bagian perancangan ini meliputi desain engineering (mekanik, elektrik, dll) dan desain industri (estetika, ergonomi, dll).

3. Manufaktur

Fungsi manufaktur bertanggung jawab untuk merancang dan mengoperasikan sistem produksi pada proses produksi produk untuk menghasilkan produk.

2.2.1 Proses Pengembangan Produk

Proses pengembangan produk merupakan serangkaian urutan atau langkah kegiatan untuk menyusun, merancang dan mengkomersilkan suatu produk. Proses pengembangan produk yang umum terdiri dari enam tahap seperti dijelaskan dibawah ini (Ulrich & Epinger, 2001).

1. Perencanaan

Fase perencanaan ini merupakan fase nol, karena kegiatan perencanaan ini merupakan kegiatan yang paling awal mendahului proyek dan proses peluncuran pengembangan

(29)

produk actual Pengembangan konsep Fase pengembangan konsep ini terdapat kebutuhan pasar target diidentifikasikasi, alternative konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh. Konsep adalah uraian dari bentuk, dan tampilan suatu produk dan biasanya disertai dengan serangkaian spesifikasi, analisis produk-produk pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek.

2. Perancangan tingkat system

Fase ini berisikan definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen- komponen.

3. Perancangan detail

Fase ini mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unik pada produk dan identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok.

4. Pengujian dan perbaikan

Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk.

5. Produksi awal

Pada fase produksi awal ini, produk-produk dibuat dengan menggunakan system produksi yang sesungguhnya.

(30)

Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang disesuiaikan dengan keinginan pelanggan dan secara hati-hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan yang timbul.

2.2.2 Pengembangan Konsep

Tahap pengembangan konsep merupakan proses untuk mengembangkan apa yang menjadi konsep pengembangan produk dengan beberapa kegiatan yang saling berhubungan. Karena tahap pengembangan konsep dalam proses pengembangan itu sendiri membutuhkan lebih banyak koordinasi dibandingkan dengan fungsi-fungsi lainnya. Maka, sudah tentu pengembangan konsep ini berjalan secara integrasi. Oleh karena itu proses pengembangan konsep ini dinamakan dengan proses awal hingga akhir.

Gambar 2.1 Tahap Pengembangan konsep dari tahap awal hingga akhir Sumber : Ulrich & Eppinger, 2001

(31)

Proses pengembangan konsep terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut (Ulrich Epinger, 2001):

1. Identifikasi kebutuhan pelanggan (costumer needs)

Sasaran kegiatan ini adalah untuk memahami kebutuhan pelanggan mengkomunikasikan secara efektif kepada tim pengembangan.

Output dari tahap ini adalah sekumpulan pernyataan kebutuhan pelanggan yang tersusun rapi, diatur dalam daftar hierarki, dengan bobot- bobot kepentingan untuk tiap-tiap kebutuhan.

2. Penetapan spesifikasi target

Spesifikasi merupakan terjemahan dari kebutuhan pelanggan menjadi kebutuhan secara teknis. Maksud spesifikasi produk adalah menjelaskan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh sebuah produk.

3. Penyusunan konsep

Konsep produk ialah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai teknologi, prinsip kerja dan bentuk produk. Konsep produk merupakan gambaran singkat bagaimana produk memuaskan kebutuhan pelanggan.

4. Pemilihan konsep

Pemilihan konsep merupakan kegiatan di mana berbagai konsep dianalisi dan secara berurut-urut dieliminasi untuk mengidentifikasi konsep yang paling menjanjikan.

5. Pengujian Konsep

Pengujian konsep berhubungan erat dengan seleksi konsep, dimana kedua aktifitas ini bertujuan untuk menyempitkan jumlah konsep yang akan diproses lebih lanjut. Namun pengujian koonsep berbeda

(32)

karena aktifitas ini menitikberatkan pada pengumpulan data langsung dari pelanggan potensial dan hanya melibatkan sedikit penilaian dari tim pengembangan.

6. Penentuan Spesifikasi akhir

Spesifikasi target yang telah ditentukan di awal proses ditinjau kembali setelah proses dipilih dan di uji. Pada titik ini tim harus konsisten dengan nilai-nilai besaran spesifik yang mencerminkan batasan-batasan pada konsep produk itu sendiri. Batasan-batasan yang diidentifikasi melalui pemodelan secara teknis, serta pilihan antara biaya dan kinerja.

7. Perencanaan proyek

Pada kegiatan akhir pengembangan konsep ini, tim membuat suatu jadwal pengembangan secara rinci, menentukan srategi untuk meminimasi waktu pengembangan dan mengidentifikasikan sumber daya yang digunakan untuk menyesuaikan proyek.

8. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk memastikan kelanjutan program pengembangan menyeluruh dan memecahkan tawar- menawar spesifik, misalnya antara biaya manufaktur dan biaya pengembangan.

Analisis ekonomi merupakan salah satu kegiatan dalam tahap pengembangan. Analisis produk-produk pesaing. Pemahaman mengenai produk pesaing adalah pentinguntuk menentukan posisi produk baru yang berhasil dan dapat menjadi sumber ide yang kaya untuk rancangan produk dan proses produksi. Analisis pesaing dilakukan untuk mendukung banyak kegiatan awal-akhir.

(33)

9. Pemodelan dan pembuatan Prototype

Prototype merupakan alat bantu pembuktian konsep yang akan membantu tim pengembangan dalam menunjukkan kelayakan, dimana terdapat penaksiran produk melalui salah satu atau lebih yang menjadi perhatian. Prototype dapat diklasifikasikan menjadi 2 dimensi, yaitu Prototype fisik dan Prototype analitik. Prototype fisik merupakan benda nyata yang dibuat untuk memperkirakan produk, dimana aspek-aspek dari produk diminati oleh pengembang secara nyata dibuat menjadi sebuah benda yang untuk pengujian dan percobaan. Prototype analitik menampilkan produk yang tidak nyata, biasanya secara matematis atau cara kerja.

Dalam pengembangan produk, Prototype digunakan untuk empat tujuan, yaitu:

1. Pembelajaran, Prototype digunakan untuk melihat apakah produk dapat bekerja dan sejauh mana produk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

2. Komunikasi, Prototype memperkaya komunikasi dengan manajemen puncak, penjualan, mitra, tim pengembang, pelanggan dan investor.

3. Penggabung, Prototype digunakan untuk memastikan bahwa komponen dan sub sistem produk bekerja bersamaan seperti harapan.

4. Tonggak (millstone), Prototype digunakan untuk mendemonstrasikan bahwa produk tersebut telah mencapai tingkat kegunaan yang diinginkan.

(34)

2.3 Ergonomic Function Deployment

Ergonomic Function Deployment (EFD) merupakan pengembangan dari Quality Function Deployment (QFD) (Ulrich & Eppinger, 1995) yaitu dengan menambahkan hubungan baru antara keinginan konsumen dan aspek ergonomi dari produk. Hubungan ini akan melengkapi bentuk matrik House of Quality yang juga menterjemahkan ke dalam aspek-aspek ergonomi yang diinginkan. Matrik House of Quality yang digunakan pada EFD dikembangkan menjadi matrik House of Ergonomic.

Gambar 2.2 House of Ergonomic Sumber: Ulrich & Eppinger, 1995

2.3.1 Langkah-Langkah Metode Ergonomic Function Deployment (EFD)

1. Identifikasi Atribut Produk

Yaitu untuk mengetahui atribut produk yang akan dikembangkan dan sesuai dengan keinginan konsumen, maka diperlukan identifikasi produk. Atribut produk yang digunakan

(35)

diturunkan dari aspek ergonomi, yaitu ENASE (Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan Efisien).

a. Efektif, adalah tercapainya sasaran atau target yang telah ditentukan.

b. Nyaman, adalah suatu kondisi dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa kecemasan, dengan prilaku yang dikondisikan untuk memberikan tingkat kinerja stabil, biasanya bebas dari resiko.

c. Aman, adalah suatu kondisi dimana seseorang berada dalam kondisi tanpa kecemasan, dengan prilaku yang dikondisikan untuk memberikan tingkat stabil, biasanya bebas dari resiko.

d. Sehat, adalah menghilangkan hal-hal yang bisa mengakibatkan gangguan kesehatan atau sakit.

e. Efisien, sasaran dapat dicapai dengan upaya, biaya, pengorbanan yang rendah.

2. Desain kuesioner dilakukan untuk mengetahui atribut mana yang dianggap penting oleh konsumen.

3. Desain kuesioner penelitian yaitu data hasil penyebaran kuesioner pendahuluan kepada responden digunakan sebagai input desain kuesioner sebagai alat ukur.

4. Pembentukan House of Ergonomic dibentuk sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen. Kebutuhan konsumen dapat diperoleh dari voice of customer yang dikumpulkan. Kebutuhan ini diungkapkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dari

(36)

wawancara, kemudian diterjemahkan menjadi kebutuhan konsumen yang disusun berdasarkan tingkatan yang diinginkan dan dibutuhkan. Planinning matrix memiliki beberapa langkah yaitu:

a. Tingkat kepentingan konsumen (Importance to Customer) Penentuan tingkat kepentingan konsumen digunakan untuk mengetahui sejauh mana konsumen memberikan penilaian atau harapan dari kebutuhan konsumen yang ada.

b. Pengukuran tingkat kepuasan konsumen (Current Statisfaction Performance)

Pengukuran tingkat kepuasan konsumen terhadap produk dimaksudkan untuk mengukur bagaimana tingkat kepuasan konsumen setelah pemakaian produk yang akan dianalisa.

Dihitung dengan rumus :

c. Nilai Target (Goal)

Nilai target ditentukan oleh pihak perusahaan yang menunjukkan target nilai target yang akan dicapai untuk tiap kebutuhan konsumen.

d. Rasio Perbaikan (Improvement Ratio)

Rasio perbaikan yaitu perbandingan antara nilai target yang akan dicapai (goal) pihak perusahaan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk. Rasio ini dihitung dengan rumus:

(37)

e. Titik Jual (Sales Point)

Titik jual adalah kontribusi suatu kebutuhan konsumen terhadap daya jual produk. Untuk penilaian terhadap titik jual terdiri dari:

1 = Tidak ada titik jual 1.2 = Titik jual menengah 1.6 = Titik jual kuat f. Raw Weight

Raw weight adalah nilai keseluruhan dari data-data yang dimasukkan dalam Planning Matriks tiap kebutuhan konsumen untuk proses perbaikan selanjutnya dalam pengembangan produk. Dihitung dengan rumus :

g. Normalized Raw Weight

Merupakan nilai dari Raw weight yang dibuat dalam skala 0- 1 atau dibuat dalam bentuk presentase. Dihitung dengan rumus :

h. Technical Responses

Technical response atau disingkat juga dengan matrik How’s berisi data atau informasi teknis yang digunakan perusahaan untuk mendeskriptifkan kinerja dari produk atau jasa yang disediakannya. Matrik ini merupakan translasi dari kriteria kebutuhan pelanggan (voice of customer) ke dalam gambaran

(38)

bagaimana produk atau jasa tersebut dikembangkan (voice of developer). Cara yang dapat digunakan untuk menentukan isi dari matrik ini adalah dengan menentukan dimensi dan cara mengukurnya, dengan melihat fungsi produk atau jasa tersebut dan subsistemnya. Sementara itu untuk ukuran kinerja di bidang jasa dapat menggunakan pendekatan proses atau jalannya proses dari pelayanan jasa tersebut dari awal hingga akhir sampai ke konsumen.

i. Matrix Relationship

Matrik relationship menyatakan hubungan yang terjadi antara Customer need dan Technical Response. Setiap hubungan menunjukkan kekuatan hubungan antara satu technical response dengan satu VOC. Kekuatan hubungan ini disebut pengaruh (impact) dari technical response terhadap VOC.

Kemungkinan dalam Relationship Matrik akan digambarkan oleh simbol-simbol untuk memudahkan dalam visualisasi dengan pembagian atribut respon teknis sangat kuat, kuat,sedang, atau tidak saling terhubung sama sekali.

Kekuatan hubungan tersebut dilambangkan dengan angka 0, 1, 3, 9.

(39)

j. Technical Correlation

Korelasi teknis mengidentifikasikan hubungan yang terjadi pada tiap bagian dari rekayasa teknis (design requirement) yang dinyatakan dengan matrik korelasi. Penjelasan tentang tingkat kepentingan hubungan serta keterkaitan antara design requirement, dijelaskan dengan simbol tertentu yang mengartikah apakah terjadi hubungan yang sangat positif, positif, negatif, sangat negatif, atau tidak ada korelasi sama sekali.

5. Pada tahap perancangan bertujuan untuk mengembangkan produk untuk menentukan kebutuhan konsumen saat ini.

2.3.2 Benchmarking

Benchmarking adalah pendekatan yang secara terus menerus mengukur dan membandingkan produk barang dan jasa, dan proses-proses dan praktik-praktiknya terhadap standar ketat yang ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang dianggap unggul dalam bidang tersebut. Dengan melakukan atau melalui benchmarking, suatu produk dapat diketahui telah seberapa baik dibandingkan dengan produk yang lainnya.

2.4 Ergonomi

Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek- aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan.

(40)

Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya (Nurmianto, 2004).

Apabila ingin meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan tugas, maka beberapa hal di sekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan, lingkungan fisik, posisi gerak (kerja) perlu direvisi atau dimodifikasi atau redesain atau didesain disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan kemampuan tubuh yang meningkat secara optimal, maka tugas kerja yang dapat diselesaikan juga akan meningkat.

Sebaliknya, apabila lingkungan alam sekitar termasuk peralatan yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tubuh manusia, maka akan boros penggunaan energi dalam tubuh, cepat lelah, hasil tidak optimal bahkan mencelakakan.

Tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja. Tujuan utama ergonomi ada empat (Santoso, 2004;

Notoatmodjo, 2003), yaitu:

1. Memaksimalkan efisiensi karyawan.

2. Memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja.

3. Menganjurkan agar bekerja dengan aman, nyaman dan bersemangat.

4. Memaksimalkan bentuk kerja

Menurut Nurmianto (2004), peranan penerapan ergonomi antara lain:

(41)

a. Aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain).

Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan/lorong (access ways), pintu (doors), jendela (windows) dan lain - lain.

b. Desain pekerjaan pada suatu organisasi.

Misalnya: penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan dan lain - lain.

c. Meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja.

Misalnya: desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit station). Hal itu adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen dan sistem pengendalian agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi dan lain -lain.

2.4.1 Maksud dan Tujuan Ergonomi

Maksud dan tujuan ergonomi adalah untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahan interaksi manusia dengan teknologi dan produk- produknya, sehingga memungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia mesin (teknologi) yang optimal.

Pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada upaya

(42)

memperbaiki performa kerja amanusia seperti menambah kecepatan kerja, keselamatan kerja dan untuk mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat. Disamping itu disiplin ilmu ergonomi diharapkan mampu memperbaiki pendayagunaan sumberdaya manusia serta meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan mesin-mesin disini ialah kombinasi atara satu atau beberapa manusia dengan satu atau beberapa mesin, dimana salah satu mesin dengan lainnya saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh. Sedangkan yang dimaksud dengan mesin dalam hal ini adalah mencakup semua objek fisik seperti peralatan, perlengkapan, fasilitas dan benda-benda yang bisa digunakan manusia dalam melakukan kegiatannya (Wignjoesoebroto1995).

2.4.2 Sistem Kerja Menurut Ergonomi

Sistem kerja adalah suatu kasatuan yang berunsurkan manusia, peralatan, bahan dan lingkungan. Unsur ini secara bersama-sama mengemban suatu misi yaitu apa yang dicapai oleh kesatuan tadi. Disebuah pabrik misalnya, dapat dijumpai seorang pekerja mengoperasikan dan memproses bahan disuatu tempat tertentu dilantai pabrik terhadap sistem kerja yang terbentuk bermisikan menghasilkan bahan sesuai proses dengan sasaran yang telah ditetapkan, dinyatakan dengan satu atau gabungan dari hal- hal jumlah, waktu dan mutu.

Setiap hari manusia selalu terlibat dengan kegiatan-kegiatan

(43)

apakah itu bekerja atau bergerak yang semuanya memerlukan tenaga. Yang penting untuk diperhatikan adalah bagaimana mengatur kegiatan ini sedemikian rupa sehingga posisi saat bekerja atau bergerak berada dalam keadaan nyaman tanpa mempengaruhi hasil kerja.

Kemampuan manusia dalam melakukan bermacam-macam kegiatan tersebut tergantung pada struktur fisik tubuhnya yang terdiri struktur tulang, otot-otot, kerangka, sistem syaraf dan proses metabolisme. Pada tubuh manusia terdapat dua ratus enam tulang pembentuk rangka yang berfungsi untuk melindungi dan melaksanakan kegiatan fisik.

2.4.3 Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua (Tarwaka, 2004), yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible)

Keluhan sementara yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan

(44)

tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent)

Keluhan menetap yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.

Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot- otot bagian bawah. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang.

2.4.4 Penyebab Keluhan Muskuloskeletal

Menurut Peter Vi (2000) yang dikutip oleh Rizki (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :

1. Peregangan Otot yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat.

Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.

Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi

(45)

resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeleletal.

2. Aktivitas Berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan lain-lain. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus- menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap Kerja Tidak Alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.

Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

4. Faktor penyebab sekunder terjadinya keluhan muskuloskeletal, yaitu :

a. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan

(46)

menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

c. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.

(47)

Gambar 2.3 Nordic Body Map 5. Penyebab kombinasi.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal.

2.4.5 Nordic Body Map

Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Untuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja digunakan body map. Pembagian bagian- bagian tubuh serta keterangan dari bagian-bagian tubuh tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Keterangan :

13. Leher atas 14. Leher bawah

15. Bahu kiri 16. Bahu kanan 17. Lengan atas kiri 18. Punggung

19. Lengan atas kanan 20. Pinggang

21. Bawah pinggang 22. Bokong

23.Siku kiri 24.Siku kanan 25.Lengan bawah kiri 26.Lengan bawah kanan 27.Pergelangan tangan kiri

0. Pergelangan tangan kanan 1. Tangan kiri

2. Tangan kanan 3. Paha kiri 4. Paha kanan 5. Lutut kanan 6. Lutut kiri 7. Betis kiri 8. Betis kanan

9. Pergelangan kaki kiri 10.Pergelangan kaki kanan 11.Telapak kaki kiri 12.Telapak kaki kanan

(48)

2.5 Antropometri

Antropometri berasal dari kata antropos dan metricos. Antropos berarti manusia dan metricos berarti ukuran. Antropometri adalah ukuran-ukuran tubuh manusia secara alamiah baik dalam melakukan aktivitas statis (ukuran sebenarnya) maupun dinamis (disesuaikan dengan pekerjaan) (Wignjosoebroto, 2003). Antropometri adalah ilmu yang berhubungan dengan pengukuran dimensi dan karakteristik tubuh manusia lainnya seperti volume, pusat gravitasi dan massa segmen tubuh manusia. Ukuran-ukuran tubuh manusia sangat bervariasi, bergantung pada umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan dan periode dari masa ke masa. Pengukuran dimensi-dimensi tubuh manusia merupakan bagian yang terpenting dari antropometri karena akan menjadi data dasar untuk mempersiapkan desain berbagai peralatan, mesin, proses dan tempat kerja (Harrianto, 2008).

Ukuran tubuh yang penting untuk penerapan ergonomi, yaitu:

a. Pada sikap berdiri: tinggi badan berdiri, tinggi mata, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, tinggi pangkal jari tangan, tinggi ujung-ujung jari.

b. Pada sikap duduk: tinggi duduk, tinggi posisi mata, tinggi bahu, tinggi siku, tebal paha, jarak bokong-lutut, jarak bokong-lekuk lutut, tinggi lutut, lebar bahu, lebar pinggul (Harrianto, 2008).

Penerapan data antropometri dapat dilakukan jika tersedia nilai rata- rata ( ̅) dan standar deviasi (SD) dari suatu distribusi normal. Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang ukurannya sama atau lebih rendah dari nilai tersebut (setelah perhitungan persentil). Misalnya 95 persentil akan menunjukkan 95%

(49)

populasi akan berada pada atau berada di bawah ukuran tersebut; sedangkan 5 persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran itu (Wignjosoebroto, 2003).

Antropometri dibagi atas dua bagian, yaitu:

a. Antropometri statis, di mana pengukuran dilakukan pada tubuh manusia yang berada dalam posisi diam. Dimensi yang diukur pada Anthropometri statis diambil secara linier (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh.

Agar hasil pengukuran representatif, maka pengukuran harus dilakukan dengan metode tertentu terhadap berbagai individu, dan tubuh harus dalam keadaan diam.

b. Antropometri dinamis, dimana dimensi tubuh diukur dalam berbagai posisi tubuh yang sedang bergerak, sehingga lebih kompleks dan lebih sulit diukur.

Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi dimensi tubuh manusia, diantaranya (Wieckens et al, 2004):

a. Usia

Ukuran tubuh manusia (stature) akan berkembang dari saat lahir sampai kira-kira berumur 20-25 tahun (Roche & Davila, 1972;

VanCott&Kinkade,1972) dan mulai menurun setelah usia 35-40 tahun.

Bahkan, untuk wanita kemungkinan penyusutannya lebih besar.

Sementara untuk berat dan circumference chest akan berkembang sampai usia 60 tahun.

b. Jenis Kelamin

Pada umumnya pria memiliki dimensi tubuh yang lebih besar kecuali

(50)

dada dan pinggul.

c. Suku Bangsa (Etnis) dan Ras

Ukuran tubuh dan proporsi manusia yang berbeda etnis dan ras mempunyai perbedaan yang signifikan. Orang kulit hitam cenderung mempunyai lengan dan kaki yang lebih panjang dibandingkan orang kulit putih.

d. Pekerjaan

Aktivitas kerja sehari-hari juga menyebabkan perbedaan ukuran tubuh manusia.Pemain basket professional biasanya lebih tinggi dari orang biasa. Pemain balet biasanya lebih kurus dibanding rata- rata orang.

Beberapa pengolahan data yang harus dilakukan pada data antropometri (Nurmianto, 1996 & Tayyari, 1997) adalah

1. Kecukupan data K = Tingkat kepercayaan

Bila tingkat kepercayaan 99%, maka k = 2,58 ≈ 3 Bila tingkat kepercayaan 95%, maka k = 1,96 ≈ 2 Bila tingkat kepercayaan 68%, maka k ≈ 1

N = Jumlah semua data s = derajat ketelitian

apabila N‟ < N, maka data dinyatakan cukup.

2. Uji Normalitas Data

Pengolahan Data Normalitas dan Percentile dengan SPSS:

a. Input data nilai dimensi pada data view.

b. Masuk ke tampilan variable view, kemudian kolom name

(51)

diganti dengan nama dimensi.

c. Pengolahan data :

i. Klik analyze, pilih descriptive statistics, kemudian explore.

ii. Masukkan semua variabel sebagai dependent variables.

iii. Checklist both pada toolbox display.

iv. Pilih statistic: checklist descriptive, percentiles, kemudian continue.

v. Pilih plots: checklist none pada boxplots, stem dan leaf pada descriptive.

vi. Checklist normality plots with test, kemudian continue.

vii. Pilih options: checklist exclude cases listwise, kemudian continue.

viii. Klik continue. Hasil pengolahan data ditampilkan pada output.

3. Keseragaman Data

Batas Kontrol Atas/Batas Kontrol Bawah (BKA/BKB) BKA = ̅ + k

BKB = ̅ - k = standar deviasi 2.5.1 Persentil

Percentil adalah suatu nilai yang menunjukkan presentase tertentu dari orang-orang yang memiliki ukuran di bawah atau pada nilai tersebut (Tayyari & Smith 1997). Sebagai contoh, 95th

(52)

percentile akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau di bawah nilai dari suatu data yang diambil. Untuk penetapan data antropometri digunakan distribusi normal di mana distribusi ini dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean) dan simpangan bakunya (standar deviasi) dari data yang diperoleh. Dari nilai yang ada tersebut, dapat ditentukan nilai persentil sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal yang ada.

Pada umumnya, persentil yang digunakan adalah:

P5 = ̅ - 1,645 P50 = ̅

P95 = ̅ + 1,645

Gambar 2.4 Distribusi Normal

(53)

2.5.2 Dimensi Tubuh

Gambar 2.5 Dimensi Tubuh untuk Perancangan dengan Antropometri

Sumber: Wignjoesoebroto, 2008

Tabel 2.1 Dimensi Tubuh untuk Perancangan dengan Antropometri

No Keterangan

1 Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala)

2 Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3 Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak

4 Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus) 5 Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat

duduk/pantat sampai dengan kepala) 6 Tinggi mata dalam posisi duduk 7 Tinggi bahu dalam posisi duduk

8 Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus) 9 Tebal atau lebar paha

10 Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut

11 Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari lutut/betis

12 Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalm posisi berdiri ataupun duduk

13 Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha

14 Lebar dari bahu bisa diukur baik dalm posisi berdiri ataupun duduk 15 Lebar pinggul/pantat

16 Panjang siku yang diukur dari siku s/d ujung jari – jari dalam posisi siku tegak lurus

17 Lebar kepala

18 Panjang tangan diukur dari pergelangan s/d ujung jari 19 Lebar telapak tangan

(54)

20 Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai s/d telapak tangan yang terjangkau lurus ke atas

21 Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan

(Sumber: Wignjosoebroto, 2008)

2.6 Teknik Sampling

Data yang akan dipakai dalam penelitian belum tentu merupakan keseluruhan dari suatu populasi. Hal ini patut dimengerti mengingat adanya beberapa kendala seperti populasi yang tidak terdefinisikan, seperti kendala biaya, waktu, tenaga serta masalah heterogenitas atau homogenitas dari elemen populasi tersebut. Dengan alasan ini maka di dalam penelitian tugas akhir ini menggunakan sampel. Sampel adalah prosedur dimana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi (Nazir, 2003). Secara garis besar, teknik pengambilan sampel terdiri atas dua jenis, yaitu:

1. Pengambilan Sampel Probabilitas/Acak

Pengambilan sampel secara acak adalah suatu metode penelitian sampel dimana setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel, sehingga metode ini seting disebut sebagai prosedur yang terbaik. Ada beberapa jenis pengambilan sampel acak yang banyak digunakan di antaranya:

a. Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) 1) Cara Undian

Cara ini member nomor-nomor pada seluruh anggota populasi, lalu secara acak dipilih nomor-nomor sesuai dengan banyaknya

(55)

jumlah sampel yang dibutuhkan.

a) Sistematis/Ordinal

Cara ini merupakan teknik untuk memilih anggota sampel melalui peluang dan sistem tertentu, dimana pemilihan anggota sampel dilakukan setelah dimulai dengan pemilihan secara acak untuk data pertama dan berikutnya setiap internal tertentu.

b) Cara Stratifikasi (Stratified Random Sampling)

Suatu populasi yang dianggap heterogen menurut suatu karakteristik tertentu dikelompokkan dalam beberapa subpopulasi, sehingga tiap kelompok akan memiliki anggota sampel yang relatif homogen. Lalu dari tiap sub populasi ini secara acak diambil anggota sampelnya.

c) Cara Kluster (Cluster Sampling)

Pengambilan cara ini mirip dengan cara stratifikasi di atas, bedanya jika cara stratifikasi mengakibatkan adanya subpopulasi yang unsur-unsurnya homogen, sedangkan dengan cara kluster unsur-unsurnya heterogen. Selanjutnya dari tiap kluster dipilih sampel secara random sebanyak yang dibutuhkan.

2. Pengambilan Sampel Non Probablitas/Non Acak

Dengan cara ini semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Hal ini terjadi, misalnya karena ada bagian tertentu secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili populasi.

(56)

Ada lima cara pengambilan sampel dengan cara non acak seperti berikut:

a. Judgment Sampling (cara keputusan)

Cara ini dianggap sama dengan Purposive Sampling, misalnya diapakai pada saat kita ingin mengetahui pendapat karyawan tentang produk yang akan dibuat. Peneliti beranggapan bahwa karyawan akan lebih banyak mengetahui dari pada orang-orang lain.

b. Quota Sampling (cara kuota)

Jika riset dilakukan untuk mengkaji suatu fenomena dari beberapa sisi, responden yang akan dipilih adalah orang-orang yang diperkirakan dapat menjawab semua sisi itu.

c. Convenience Sampling (cara dipermudah)

Sampel ini nyaris tidak dapat diandalkan, tetapi biasanya paling murah dan cepat dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang mereka temui.

d. Snowball Sampling (cara bola salju)

Cara ini adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain untuk dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah sampel terus banyak.

e. Area Sampling

Pada prinsipnya cara ini menggunakan „perwakilan bertingkat‟.

Populasi ini dibagi atas beberapa bagian populasi, dimana bagian populasi ini dapat dibagi-bagi lagi.

(57)

2.7 Uji Statistik

2.7.1 Uji Validitas

Sugiyono (2008) menyatakan bahwa validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Jadi pengujian validitas itu mengacu pada sejauh mana suatu instrument dalam menjalankan fungsi. Instrument dikatakan valid jika instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur Sebagai contoh, ingin mengukur kemampuan siswa dalam matematika. Kemudian diberikan soal dengan kalimat yang panjang dan yang berbelit-belit sehingga sukar ditangkap maknanya. Akhimya siswa tidak dapat menjawab, akibat tidak memahami pertanyaannya. Contoh lain, peneliti ingin mengukur kemampuan berbicara, tapi ditanya mengenai tata bahasa atau kesusastraan seperti puisi atau sajak. Pengukur tersebut tidak tepat (valid). Validitas tidak berlaku universal sebab bergantung pada situasi dan tujuan penelitian. Instrumen yang telah valid untuk suatu tujuan tertentu belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain.

Suryabrata (2000) menyatakan bahwa validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi pengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes. Validitas suatu tes mempermasalahkan apakah tes tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Maksudnya adalah seberapa jauh suatu tes mampu mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari obyek ukur, akan tergantung dari tingkat validitas

Gambar

Gambar 1.1 Desain Alat Bantu Meja dan Kursi Mencanting Saat Ini  Sumber : IKM Batik Tulis, 2016
Gambar 1.2 Postur Janggal Pekerja Saat Mencanting  Sumber : IKM Batik Tulis, 2016
Gambar 2.1 Tahap Pengembangan konsep dari tahap awal hingga akhir  Sumber : Ulrich &amp; Eppinger, 2001
Gambar 2.2 House of Ergonomic  Sumber: Ulrich &amp; Eppinger, 1995
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan, rahmat, taufik serta hidayah_Nya, Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas

Pada proses perancangan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) merupakan metode perancangan produk yang berisikan kriteria berasal dari Customer Needs

Survei lapangan dilakukan dengan tujuan dapat mengetahui kondisi real yang terjadi pada proses pembersihan debu sajadah, setelah melakukan wawancara untuk mengetahui keluhan

Metode yang digunakan dalam perencanaan ini menggunakan pengukuran parameter teknik metode QFD, penerapan ilmu ergonomi, pengolahan antropometri, uji validitas dan