6 BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Uswatun Hasanah (2018) dalam penulisannya mengatakan bahwa dengan berlakunya PP 23 tahun 2018, UMKM bisa sedikit mengurangi beban nominal pajaknya. Wajib pajak bisa memutuskan untuk menggunakan kembali Pasal 17 UU Pajak Penghasilan, yang mengatur pungutan pajak penghasilan berdasarkan laba bersih. Dibandingkan dengan penghitungan bersumber pada total pendapatan, pajak yang bersumber pada laba bersih dianggap semakin sesuai untuk mengukur kewajiban pajak.
Dasar pengenaan pajak penghasilan berdasarkan penghasilan bersih paling cocok melalui prinsip perpajakan yang sama, yang mensyaratkan perpajakan harus adil dan merata, yang berarti bahwa perpajakan harus proporsional dengan kemampuan membayar (Ability To Pay).
2. Atiqah Idris (2018) dalam penulisannya menganalisis tingkat efektivitas sosialisasi di Pasar Raya Padang dan tingkat respons pemilik UMKM terhadap peraturan pemerintah No. 23 tahun 2018 (tentang pengurangan tarif pajak penghasilan yang dikenakan pada UMKM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sosialisasi peraturan terbaru sangat efektif, dan pemilik UMKM sangat setuju untuk menurunkan tarif pajak menjadi 0,5%.
3. Styaningrum Widinastiti (2019) dalam tulisaanya mengatakan bahwa kendala yang dihadapi Wajib Pajak dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2018 di KPP Malang Utara adalah Wajib Pajak yang kurang paham tentang pembayaran dan kurangnya pemahaman mengenai teknologi e- billing, serta wajib pajak tidak tahu masa berlaku dari peraturan pemerintah yang baru.
maka dari itu, diharapkan KPP Pratama Malang Utara bisa lebih aktif dalam melakukan penyuluhan juga pengawasan terhadap wajib pajak UMKM.
4. Ety Meikhati dan Sufia Widi Kasetyaningsih (2020) dalam penulisannya mengatakan berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan undang- undang no 23 tahun 2018 , yang nenjadikan penurunan pajak yang semula sebesar 1 % menjadi 0,5 berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak sedangkan penerapan sistem perpajakan modern tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pembayaran pajak.
5. Atta Putra Harjanto & Sri Harjanto (2020) dalam penulisannya mengatakan adanya hasil yang menunjukkan bahwa peraturan dan sanksi baru berdampak positif terhadap kepatuhan pajak bagi usaha kecil, menengah dan mikro. Lantaran metode penelitian yang dipilih, hasil penelitian bersifat spesifik dan tidak dapat digeneralisasikan. Oleh karena itu, peneliti didorong untuk menguji hipotesis dengan objek lain. Studi ini melihat dampak bagi regulator perpajakan dari penerapan peraturan baru yang akan mempengaruhi UMKM di masa depan.
2.2 Pengertian Pajak
Menurut definisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 (Perubahan Keempat Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), Pasal 1 ayat 1 adalah “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapakan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” 1
Pembayaran pajak menggambarkan bentuk keharusan suatu negara, dan bentuk kontribusi wajib pajak dalam penyelenggaraan langsung dan bersama-sama menjalankan kewajiban perpajakan negara dan perpajakan pembangunan nasional.. Menurut teori undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya kewajiban, tetapi juga hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembiayaan dan pembangunan negara. Tanggung jawab kewajiban perpajakan mencerminkan kewajiban baru di bidang perpajakan dan harus ditanggung sendiri oleh masyarakat. Hal ini sejalan dengan self assessment system yang dianut dalam sistem perpajakan Indonesia. Pemerintah (dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak) berkewajiban memberikan pembinaan konsultasi, pelayanan dan pengawasan sesuai dengan fungsinya. Dalam menjalankan fungsi tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
1 Mardiasmo, “Perpajakan” Yogyakarta : 2019 hal 3
2.3 Pengertian Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 Ayat 2 berbunyi, “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” 2
2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi minat wajib pajak dalam membayar pajak
Usaha untuk menambah penerimaan negara dari sektor pajak memiliki banyak halangan, antara lain tingkat kesadaran wajib pajak yang masih rendah, wajib pajak menyetor pajak yang lebih rendah dari yang semestinya, serta hambatan dari wajib pajak kettika melakukan pelaporan dengan benar.
Faktor-faktor tersebut juga bisa menjadi salah satu alasan mengenai minat para wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak.
Berikut beberapa faktor yang bisa mempengaruhi minat para wajib pajk dalam melakukan pembayaran pajak :
1. Faktor pemahaman kesadaran perpajakan
Faktor ini juga bisa terjadi karena adanya perbedaan tingkat pendidikan.
2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi bisa mengakibatkan masyarakat lebih mudah mengerti keputusan dan peraturan perundang-undangan pada bidang perpajakan yang berlaku.
Tingkat pendidikan yang masih rendah juga akan tergambar dari banyaknya wajib pajak yang melakukan pelaporan untuk alasan pajak.
Karena rendahnya tingkat pendidikan, wajib pajak mungkin ragu untuk memenuhi kewajiban perpajakannya karena kurangnya pemahaman tentang sistem perpajakan yang berlaku.
2. Faktor petugas pajak atau fiskus.
Petugas pajak diharapkan bisa bersikap ramah, membantu, mudah untuk berkomunikasi serta bekerja dengan jujur. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap baik atau tidaknya Wajib Pajak ditentukan dari perilaku petugas pajak, dimana sesuai peraturan yang berlaku bahwa setiap petugas pajak hendaknya harus memiliki perilaku jujur, bertanggung jawab, objektif, sopan.
3. Persepsi wajib pajak terhadap sanksi perpajakan
Wajib Pajak dikenakan sanksi perpajakan agar Wajib Pajak dapat mengakui serta memiliki kesadaran dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Sanksi perpajakan dalam undang-undang perpajakan berupa sanksi administratif (yang dapat berupa kompensasi atau denda dan bunga) juga merupakan sanksi pidana. Harus ada sanksi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
2.4 Pajak Dalam Islam
Dalam kehidupan negara Islam, kewajiban perpajakan untuk mematuhi peraturan pemerintah sama dengan kewajiban agama untuk membayar zakat.
Pada zaman Rasulullah dan Khulafaurrosidin, Zakat dikumpulkan dari umat Islam dan pajak dikumpulkan dari orang-orang non-Islam. Tidak ada penduduk yang memiliki kewajiban ganda berupa zakat dan pajak. Ketika memutuskan hukum tentang masalah sosial (seperti perpajakan), salah satunya didasarkan pada kepentingan umum dalam hukum Islam. Salah satu kaidah ushul fiqhi adalah mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan tertentu. Seperti yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh Mazhab Maliki, standar ini dapat dijadikan acuan dalam memungut pajak.
2.5 Sistem Pemungutan Pajak
Dari sudut pandang subjektif, sistem pemungutan dan pengelolaan pajak adalah tentang siapa yang berwenang untuk melakukan kewajiban pemungutan pajak sesuai dengan hukum. Sistem perpajakan terbagi menjadi tiga bagian yaitu self assessment system, withholding system dan official assessment system.3
1. Self assessment system
Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan terhadap wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan undang-undang dan peraturan perpajakan.
3 M. Farouq, “Hukum Pajak Di Indonesia” Jakarta : 2018 hal 157-162
Ciri-ciri sistem pemungutan dan pengelolaan pajak ini adalah:
a. Kuasa untuk menghitung jumlah pajak yang terutang ditentukan oleh wajib pajak. Maka dari itu, setiap wajib pajak harus aktif dalam melaksanakan tindakan menghitung, membayar, dan melaporkan pajak terutang selama periode dan tahun pajak, tanpa tergantung terhadap surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus;
b. Terdapat kepastian hukum, keadilan dan kesederhanaan dalam proses pelaksanaannya, karena syarat dan prosedur terkait penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak yang terutang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga tidak tergantung terhadap surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus;
c. Dalam hal ini Fiskus berfungsi memberikan pelayanan dan pengawasan kepada Wajib Pajak agar dapat melakukan tugas penghitungan, pembayaran dan pelaporan perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Fiskus tidak perlu menerbitkan ketetapan pajak atau tagihan pajak, tetapi dalam situasi tertentu, seperti: Wajib Pajak lalai membayar / lapor, keterlambatan pembayaran / laporan, atau telah membayar / melaporkan pajak yang terutang tetapi dihitung dengan tidak benar, sehingga masih ada yang harus dibayar.
2. Withholding Tax System
Withholding Tax System merupakan sistem Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada pihak ketiga (bukan pegawai pajak, ataupun wajib pajak terkait) untuk menentukan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Sistem Withholding Tax System menekankan pemberian kepercayaan kepada pihak ketiga selain pegawai pajak untuk memungut atau memotong pajak atas penghasilan tertentu berdasarkan presentase tertentu dari total penghasilan. Kemudian, jumlah pajak yang dipungut atau dipotong oleh pihak ketiga akan dimasukkan ke dalam kas negara melalui penyetoran pajak (seperti aktivitas yang dilakukan pada Self Assessment System dan dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh undang-undang).
Selanjutnya, dana yang dibayarkan kepada kas negara itu bisa diperhitunkan kembali oleh Wajib Pajak yang penghasilannya dipotong atau dipungut dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan yang diberikan oleh pihak ketiga saat transaksi penerimaan penghasilan.
3. Official Assessment System
Sistem administrasi perpajakan ini memberikan kewenangan kepada pemerintah (pegawai pajak) untuk menghitung dan menentukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Ciri khas sistem perpajakan ini adalah bahwa pajak yang terutang dihitung oleh petugas pajak, dan pegawai pajak berwenang untuk menentukan hutang pajak
seseorang atau badan dengan menerbitkan ketetapan pajak sebagai bukti terjadinya hutang pajak. Sementara itu, wajib pajak bersifat pasif menunggu persetujuan pegawai pajak. Sistem pemungutan dan administrasi pajak awal yang diterapkan di Indonesia menganut sistem official assessment, namun karena mengandung lebih banyak kelemahan, seiring dengan perkembangan zaman, sistem pemungutan pajak secara Official Assessment System digantikan dengan Self Assessment System dan Withholding Tax System. Oleh karena itu, sejak reformasi perpajakan tahun 1984, sistem pemungutan pajak Official Assessment System tidak berlaku lagi, dan penerapannya hanya terbatas pada pajak PBB pemerintah daerah.
2.6 Hambatan Pemungutan Pajak
Perpajakan bagi sebagian orang merupakan kewajiban yang harus dibayar kepada negara, sehingga masyarakat dengan sadar maupun tidak akan berupaya mengurangi beban pajak. Usaha perlawanan pajak yang dilakukan secara sengaja maupun tidak tersebut agar wajib pajak terhindar dari kewajiban pembayaran pajak. Perlawanan pajak itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu 4 :
1. Perlawanan Pasif.
Perlawanan Pasif artinya perlawanan yang inisiatif tersebut tidak datang dari wajib pajak itu sendiri, namun hal itu bisa terjadi sebab keadaan yang ada di sekitar wajib pajak. Munculnya perlawanan pasif
4 Setu Setyawan, “Perpajakan” Malang : 2020 hal 11
menggambarkan suatu keadaan atau kejadian yang dapat menimbulkan sulitnya untuk melakukan pemungutan pajak.
Perlawanan pasif dapat disebabkan oleh sistem perpajakan yang tampaknya susah untuk dimengerti masyarakat, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan sistem kontrol yang tidak dapat diterapkan atau dilakukan dengan baik dan benar.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif artinya perlawanan yang inisiatif tersebut berawal atau bersumber dari wajib pajak sendiri. Hal ini menjadikan upaya dan tindakan yang ditujukan langsung kepada pegawai pajak (fiskus) yang bertujuan untuk mengelak atau menurunkan tanggungan perpajakan yang seharusnya dibayar.
Ada 3 macam bentuk perlawanan aktif terhadap pajak, antara lain:
a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Berusaha keras untuk mengurangi beban pajak dengan tidak melanggar hukum atau undang-undang.
b. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)
Usaha untuk mengurangi beban pajak melalui upaya melanggar hukum atau undang-undang.
c. Melalaikan Pajak.
Penolakan untuk membayar pajak yang sudah ditetapkan dan menolak untuk melakukan prosedur yang wajib dilakukan oleh wajib pajak melalui usaha dengan mencegah penyitaan agar tidak terjadi.
2.7 Kesadaran Perpajakan a. Pengertian Kesadaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesadaran adalah keinsafan; keadaan pemahaman. Bisa disimpulkan bahwa kesadaran ialah memahami apa yang terjadi dan kemudian memahami apa yang harus dilakukan sekarang supaya mempunyai efek di masa depan.
b. Kesadaran Perpajakan
Kesadaran perpajakan merupakan sikap yang menyadari, memahami dan mengetahui kewajiban wajib pajak serta mewujudkan fungsi perpajakan sebagai sumber pembiayaan negara dalam kesejahteraan masyarakat.
2.8 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 termasuk pajak penghasilan atas penghasilan usaha yang diterima atau dihasilkan oleh wajib pajak dengan jumlah penjualan tertentu. Peraturan ini berlaku sejak Agustus 2013. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto dalam jumlah tertentu dari total penjualan dengan beberapa keringanan dalam perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan yang masih harus dibayar. Wajib Pajak menurut
pengertian Pasal 2 Ayat 2 PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai berikut 5 :
a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Tarif pajak penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) adalah 1% (satu persen).
2.9 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, peraturan ini mengatur tentang pajak penghasilan atas penghasilan usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan total peredaran bruto tertentu. Dalam pasal 2 ayat 2 berbunyi “Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5% (nol koma lima persen)”.
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat 1 adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut 6 :
a. Wajib Pajak orang pribadi; dan
b. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas, yang menerima atau memperoleh
5 https://www.pajak.go.id/id/peraturan-pemerintah-nomor-46-tahun-2013
6 https://www.pajak.go.id/id/peraturan-pemerintah-nomor-23-tahun-2018
penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak
Pada Pasal 11 berbunyi Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2.10 Kerangka Penelitian
Tabel 2.1
Sumber : Peneliti
Pada tahun 2018, pemerintah menerapkan peraturan pengganti untuk PP 46 tahun 2013, peraturan tersebut diganti menjadi PP 23 tahun 2018. Terdapat perbedaan tarif dari kedua PP tersebut, untuk PP 46 tarifnya sebesar 1%, sedangkan untuk PP 23 tarifnya turun sebesar 0,5%.
Penerapan PP 23 Tahun 2018 sebagai pengganti dari PP 46 Tahun 2013.
Terdapat peningkatan
kesadaran wajib pajak
UMKM.
Analisis perbandingan kesadaran wajib pajak sebelum dan sesudah penerapan
peraturan pemerintah nomor
23 tahun 2018.
Ketika PP 23 ini diberlakukan, para wajib pajak UMKM menjadi tertarik dan memiliki kesadaran untuk membayar pajak. Dalam beberapa studi atau penelitian sebelumnya, terjadi peningkatan ketika adanya perubahan tarif untuk membayar pajak. Maka dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah adanya perbedaan kesadaran wajib pajak UMKM sebelum dan sesudah perubahan peraturan tersebut.