• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGURANG KEMISKINAN BERDASARKAN Model CIBEST (Studi Kasus: Badan Amil Zakat Nasional dan

Dompet Dhuafa Kota Serang)

EGA PRATIWI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendayagunaan Zakat Produktif Sebagai Pengurang Kemiskinan Berdasarkan Model CIBEST (Studi Kasus: Badan Amil Zakat Nasional dan Dompet Dhuafa Kota Serang) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016 Ega Pratiwi NIM H54120045

(4)

ABSTRAK

EGA PRATIWI. Analisis Pendayagunaan Zakat Produktif Sebagai Pengurang Kemiskinan Berdasarkan Model CIBEST (Studi Kasus: Badan Amil Zakat Nasional dan Dompet Dhuafa Kota Serang). Dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK.

Kemiskinan merupakan kondisi seseorang atau keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Zakat merupakan salah satu instrumen dalam Islam untuk mengatasi masalah kemiskinan. Penelitian ini menganalisis kemiskinan rumah tangga mustahik dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah adanya bantuan zakat produktif. Penelitian ini mengambil studi kasus di Badan Amil Zakat Nasional dan Dompet Dhuafa Kota Serang. Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 rumah tangga mustahik dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah Model CIBEST yaitu terdiri dari kuadran dan indeks CIBEST. Model CIBEST tidak hanya mengukur kemiskinan secara material dan spiritual. Hasil analisis menujukkan bahwa zakat mampu meningkatkan pendapatan mustahik dan mampu mengurangi tingkat kemiskinan material dan kemiskinan absolut.

Kata kunci: Model CIBEST, indeks kemiskinan Islami, kemiskinan, zakat produktif.

ABSTRACT

EGA PRATIWI. Analysis of Productive based Zakat Utilization Program For Using CIBEST Model (Case Study: Badan Amil Zakat Nasional and Dompet Dhuafa at Serang). Supervised by IRFAN SYAUQI BEIK.

Poverty is a condition in which a person cannot meet basic needs. Zakat is one of the instrument in Islam to solve the problem of poverty. This research analyzes the poverty level of mustahik household comparing the changes prior and after execution of productive based zakat program by taking a case study of Badan Amil Zakat and Dompet Dhuafa Serang. Respondents in this research are 100 mustahik households with a purposive sampling. Method of analysis used in this research is CIBEST Model which consists of CIBEST quadrants and Islamic poverty index. CIBEST model attempts to analyze poverty from material aspect as well as spiritual aspect. The results of the study show productive based zakat utilization program is able to increase revenue of mustahik and able to reduce the level of material poverty and absolute poverty.

Keywords: CIBEST model, Islamic poverty index, poverty, zakat productive.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI PENGURANG KEMISKINAN BERDASARKAN Model CIBEST

(Studi Kasus: Badan Amil Zakat Nasional dan Dompet Dhuafa Kota Serang)

EGA PRATIWI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Pendayagunaan Zakat Produktif Sebagai Pengurang Kemiskinan Berdasarkan Model CIBEST (Studi Kasus: Badan Amil Zakat Nasional dan Dompet Dhuafa Kota Serang)”. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini terutama kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayah Kamaludin dan Ibu Manisah Dhamayanti, adik-adik dari penulis Rika Dwi Lestari dan Ilham Ramadhan, atas segala doa, kasih sayang, dan dukungan yang selalu diberikan.

2. Dr Irfan Syauqi Beik, Msc Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Jaenal Effendi, S Ag, MA dan Dr Eka Puspitawati, Msi selaku penguji utama dan penguji dari Komisi Pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi atas saran dan masukan untuk perbaikan dalam skripsi ini.

3. Seluruh pihak Badan Amil Zakat Nasional Naisonal (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Kota Serang dan seluruh responden yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis.

5. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi, terutama Ilmu Ekonomi Syariah 49 serta keluarga besar SES-C IPB khususnya Divisi BMT Al-Ihsan terima kasih atas doa dan dukungannya.

6. Teman-teman satu bimbingan yang telah banyak memberikan bantuan, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat di kontrakan rumah cantik Ika, Ocan, Sandra, Siti dan Tya yang selalu memberikan keceriaan, kasih sayang, dan dukungannya.

8. Sahabat-sahabat semasa perkuliahan Afifah Uly, Hikmah Siti, Ira Roch, Nouva , Shely, Nur Azizah yang selalu mendukung baik senang maupun susah.

9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skipsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016 Ega Pratiwi

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengertian Kemiskinan 5

Indikator Kemiskinan 6

Pandangan Kemiskinan dalam Islam 7

Pengertian dan Hikmah Zakat 8

Pendayagunaan Zakat 10

Penelitian Terdahulu 10

Kerangka Pemikiran 12

METODE PENELITIAN 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Jenis dan Sumber Data 13

Sampel Penelitian 13

Metode Analisis Data 14

Kuadran CIBEST 17

Indeks Kesejahteraan 19

Indeks Kemiskinan Material 20

Indeks Kemiskinan spiritual 20

Indeks Kemiskinan Absolut 21

Uji t Dua Sampel Berpasangan 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Karakteristik Responden 21

(10)

Analisis Dampak Dana Zakat Produktif terhadap Pendapatan Rumah

Tangga Mustahik 23

Analisis Model CIBEST Rumah Tangga Mustahik BAZNAS 23 Analisis Model CIBEST Rumah Tangga Mustahik Dompet Dhuafa 25 Analisis Model CIBEST Rumah Tangga Mustahik BAZNAS dan Dompet

Dhuafa 27

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

RIWAYAT HIDUP 41

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah penduduk miskin, presentase penduduk miskin Indonesia tahun 1

2 Penghimpunan dana ZIS 2011-2014 4

3 Indikator kebutuhan spiritual 16

4 Klasifikasi kuadran CIBEST 17

5 Karakteristik kepala keluarga responden 22

6 Rata-rata perubahan pendapatan 23

7 Indeks kemiskinan islami rumah tangga mustahik BAZNAS Kota Serang 24 8 Indeks kemiskinan islami rumah tangga mustahik Dompet Dhuafa 26 9 Indeks kemiskinana Islami rumah tangga mustahik BAZNAS dan Dompet

Dhuafa 28

DAFTAR GAMBAR

1 Presentase penduduk miskin menurut Kota dan Kabupaten di Provinsi

Banten tahun 2014 2

2 Kerangka pemikiran 12

3 Kuadran CIBEST 18

4 Kuadran CIBEST mustahik BAZNAS Kota Serang 24

5 Kuadran CIBEST mustahik Dompet Dhuafa Kota Serang 26 6 Kuadran CIBEST mustahik BAZNAS dan Dompet Dhuafa 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji t Paired Test 33

2 Kusioner penelitian 35

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banyaknya jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia. Hal tersebut merupakan masalah penting karena diantara tujuan utama pembangunan ekonomi adalah mengentaskan kemiskinan dan meminimalisir kesenjangan antara kelompok kaya dengan kelompok miskin (Beik dan Arsiyanti 2015). Tabel 1 merupakan jumlah dan persentase penduduk miskin Indonesia pada tahun 2010-2015.

Tabel 1 Jumlah penduduk miskin, presentase penduduk miskin Indonesia tahun 2010-2015

Tahun Jumlah penduduk Miskin (juta jiwa)

Persentase penduduk miskin (%)

2010 31.02 13.33

2011 30.02 12.49

2012 29.13 11.96

2013 28.07 11.37

2014 27.73 10.96

2015 28.59 11.22

Sumber: BPS, 2014 (diolah)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin sebesar 31.02 juta jiwa atau 13.33 persen turun menjadi 27.73 juta jiwa atau sebesar 10.96 persen pada tahun 2014. Namun berbeda dari tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 0.86 juta jiwa atau meningkat 0.26 persen dari tahun 2014.

Program penanggulangan kemiskinan saat ini yang dijalankan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah difokuskan pada tiga klaster, yaitu program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga, penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, dan penanggulanagan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha kecil. Program-program tersebut secara umum mampu menurunkan tingkat kemiskinan Indonesia (TNP2K 2014). Namun, tingkat kemiskinan cenderung menurun tersebut ternyata masih jauh dari target angka kemiskinan Millennium Development Goals (MDGs) atau Deklarasi Milenium pada tahun 2000 untuk dicapai pada tahun 2015. Target jumlah penduduk miskin Indonesia dalam Deklarasi Milenium diharapkan mencapai angka 7.5 persen dari total jumlah penduduk ditahun 2015 belum tercapai.

(14)

Serang merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang tidak terlepas dari masalah kemiskinan. Menurut BPS, jumlah masyarakat Kota Serang yang berada dibawah garis kemiskinan sebesar 36.70 ribu jiwa dan tahun 2014 jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya, pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin sebasar 36.20 ribu. Namun, jika dibandingkan kota lainnya yang ada di Provinsi Banten, Kota Serang memiliki angka kemiskinan paling tinggi. Hal tersebut terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Presentase penduduk miskin menurut Kota dan Kabupaten di Provinsi Banten Tahun 2014

Sumber: BPS Provinsi Banten, 2014 (diolah)

Terkait dengan kemiskinan, hal yang perlu ditekankan adalah perhatian, pembelaan dan perlindungan terhadap kelompok miskin oleh kelompok mampu (Beik dan Arsiyanti 2015). Isalm sebagai agama yang menyeluruh memiliki instrumen khusus yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dibidang ekonomi sehingga dapat berfungsi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di masyarakat. Instrumen tersebut adalah zakat. Al-Quran memandang zakat merupakan salah satu pilar pembentuk agama islam. Perintah menyisihkan harta untuk dizakatkan sudah diterangkan dengan jelas dalam Al-Quran. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta” (Az-Zariyat [51]: 19)

Qardawi (2005) target utama dari aplikasi zakat adalah mengentaskan kemiskinan secara keseluruhan. Namun, zakat tidak hanya terbatas pada pengentasan kemiskinan, akan tetapi mengatasi permasalahan-permasalahan kemasyarakatan lainnya. Menurut Inayah (2005) zakat jika dipandang dalam aspek ekonomi sebagai alat/rangsangan yang mendorong kemajuan perekonomian nasional. Dari sudut pandang sosiologi, zakat sebagai energi sosial yang terdapat di dalam masyarakat.

5.26

3.99

5.29

1.75 4.91

3.81

5.7

1.68

0 1 2 3 4 5 6 7

Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangsel

(15)

Selain itu, zakat juga erat kaitannya dengan aspek ibadah karena dapat menyucikan harta dan memberikan pahala bagi yang melaksanakannya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 bahwa sistem pengelolaan zakat di Indonesia terdiri dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kota/kabupaten.

BAZNAS merupakan lembaga pemerintah yang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Salah satu LAZ yang cukup besar dan memiliki sistem pengumpulan dan pendayagunaan yang baik adalah Dompet Dhuafa (Pratama 2015).

Dompet Dhuafa berdiri atas Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 239 Tahun 2016.

Pola pendistribusian dana zakat pada awalnya lebih didominasi secara konsumtif, namun pada pelaksanaan yang lebih modern saat ini zakat didistribusikan secara produktif. Menurut Mufraini (2006) distribusi zakat secara konsumtif dikhawatirkan akan membuat mustahik memiliki sifat ketergantungan yang tinggi terhadap dana zakat yang sudah menjadi haknya. Selain itu, zakat produktif dinilai lebih efektif dalam membantu masyarakat miskin untuk membantu kegiatan ekonomi dan kegiatan usahanya akibat keterbatasan modal.

Umumnya, dalam mengukur zakat sebagai instrumen yang dapat mengurangi kemiskinan masih terbatas pada aspek material. Mengukur kemiskinan spiritual sering diabaikan dalam mengkaji kondisi kemiskinan. Oleh karena itu, diperlukan suatu model yang dapat mengukur aspek material dan spiritual. Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui dampak zakat produktif yang diberikan oleh BAZNAS dan Dompet Dhuafa Kota Serang dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan material dan spiritual berdasarkan Model CIBEST.

Perumusan masalah

Angka kemiskinan yang masih tinggi menujukkan bahwa masyarakat miskin sulit untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Teori lingkaran setan kemiskinan Nurkse berawal dari tingkat produktifitas yang rendah sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat pendapatan. Rendahnya tingkat pendapatan mengakibatkan rendahnya tingkat tabungan dan permintaan. Selanjutnya tingkat tabungan yang rendah berakibat pada tingkat investasi dan kurangnya modal.

Kurangnya modal ini kembali kepada rendahnya produktifitas yang dihasilkan.

(Jhingan 2004).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memutus lingkaran setan adalah memberikan modal kerja kepada masyarakat miskin agar dapat melakukan usaha produktif sehingga mampu meningkatkan pendapatannya (Meylina 2009). Namun, masyarakat miskin pada umumnya memiliki keterbatasan dalam mengakses modal kepada lembaga formal seperti bank. Oleh karena itu, zakat merupakan salah satu instrumen yang berperan untuk membantu masyarakat miskin agar mudah mengakses modal dengan memberikan pendayagunaan zakat produktif. Menurut Mannan (1997)

(16)

aliran dana zakat secara produktif dapat dikembangkan oleh penerima zakat untuk kemandirian mereka, lebih jauh lagi diharapkan dapat memutus lingkaran kemiskinan. Program pendayagunaan zakat produktif BAZNAS dan Dompet Dhuafa berusaha membuka akses sumber dana untuk modal kerja.

Tabel 2 Penghimpunan dana ZIS 2011-2014

Penghimpunan dana ZIS BAZNAS dan Dompet Dhuafa Tahun BAZNAS Dompet Dhuafa

2011 1 103 489 678 236 719 513

2012 1 619 745 214 470 335 908

2013 1 670 265 469 1 196 799 567

2014 1 715 935 578 1 452 737 345

Sumber: BAZNAS dan Dompet Dhuafa Kota Serang, 2016 (diolah)

Total penghimpunan dana Zakat, infak dan sedekah (ZIS) yang dilakukan oleh BAZNAS dan Dompet Dhuafa mengalami pertumbuhan dari tahun ketahun. Namun, pendayagunaan zakat produktif yang dilakukan oleh BAZNAS dan Dompet Dhuafa tidak akan berhasil apabila tidak terjadi perubahan pada indikator kemiskinan para mustahik. Perubahan indikator kemiskinan dicerminkan oleh tingkat pendapatan mustahik setelah mendapatkan dana zakat produktif. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak zakat produktif terhadap pendapatan rumah tangga mustahik?

2. Bagaimana klasifikasi rumah tangga mustahik BAZNAS dan Dompet Dhuafa yang berada di masing-masing kuadran CIBEST serta nilai indeks CIBEST sebelum dan sesudah adanya bantuan zakat produktif?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang sudah dijelaskan, maka tujuan penelitain adalah sebagi berikut:

1. Mengetahui dampak zakat produktif terhadap pendapatan rumah tangga mustahik.

2. Menganalisis klasifikasi rumah tangga mustahik BAZNAS dan Dompet Dhuafa yang berada di masing-masing kuadran CIBEST serta nilai indeks CIBEST sebelum dan sesudah adanya bantuan zakat produktif.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk seluruh pihak, khususnya pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan pengelolaan zakat produktif.

Adapun manfaat tersebut antara lain:

(17)

1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori-teori yang didapatkan selama dibangku perkuliahan khususnya mengenai zakat dampaknya terhadap kemiskinan material maupun spiritual.

2. Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi mengenai manfaat zakat produktif sebagai pengurang kemiskinan.

3. Bagi lembaga pengelola zakat, sebagai referensi dalam meningkatkan program- program pendayagunaan zakat khususnya zakat produktif dalam membantu sisi material dan sisi spiritual mustahik.

4. Bagi pemerintah, sebagai masukan dan bahan pertimbangan pertimbangan untuk kegiatan perencanaan dan rancangan program selanjutnya dalam kegiatan pengentasan kemiskinan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengambil studi kasus pada BAZNAS dan Dompet Dhuafa di Kota Serang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 rumah tangga mustahik penerima zakat produktif berupa modal usaha yang tersebar disetiap kecamatan di Kota Serang. Penelitian ini juga membatasi indikator kesejahteraan sebagai suatu kemampuan rumah tangga mustahik dalam memenuhi kebutuhan material dan kebutuhan spiritual.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kemiskinan

Menurut Soenarno (2002) dalam Multifah (2009) kemiskinan merupakan persoalan yang bersifat multidimensi. Mencakup dimensi sosial, politik, ekonomi maupun aset. Dimensi sosial mewujud pada bentuk tidak terintegrasinya masyarakat miskin dalam institusi sosial yang ada, akhirnya merusak kualitas dan etos kerja yang mereka jalani. Dimensi politik, tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan kaum miskin, sehingga mengakibatkan mereka tersingkir dari proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka sendiri. Dimensi ekonomi muncul karena rendahnya pendapatan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sampai batas yang layak. Keseluruhan dimensi tersebut berujung pada dimensi aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin terhadap berbagai hal yang dapat menjadi modal hidup mereka.

Termasuk aset kualitas sumberdaya manusia, peralatan kerja, modal usaha, dan sebagainya.

Supriatna (1997) kemiskinan merupakan situasi yang memiliki banyak keterbatasan dan terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. Seseorang dikatakan miskin yaitu ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya, yang

(18)

menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Adapun, kemiskinan dapat disebabkan oleh faktor penduduk yang terpuruk dalam kemiskinan akbiat dari ketidakmeratan hasil pembangunan dan sikap mental penduduk yang mengalami kemiskinan secara alamiah maupun kultural.

Todaro (2008) menyatakan bahwa kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut merupakan masyarakat yang hidup dibawah tingkat penghasilan minimum untuk dapat memenuhi kebutuhan pokoknya seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

Kemiskinan relatif adalah kondisi kehidupan masyarakat yang tingkat pendapatannya sudah mencapai kebutuhan dasar, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan masyarakat sekitarnya.

Berbeda dengan konsep konvensional, ekonomi Islam mempunyai pandangan sendiri mengenai kemiskinan. Shihab dalam Rakhma (2014) Al Qur’an dan hadis tidak menetapkan angka tertentu dan pasti sebagai ukuran kemiskinan, sehingga para pakar Islam berbeda pendapat dalam menentukan ukuran kemiskinan dan kefakiran.

Sebagian mereka berpendapat bahwa fakir adalah orang yang berpenghasilan setengah dari kebutuhan pokoknya, sedangkan miskin adalah orang yang penghasilannya berada dia atas fakir, tetapi tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Namun demikian, baik fakir maupun miskin keduanya adalah kelompok yang harus dibantu melalui ZIS. Karena faktor penyebab kemiskinan tidak hanya berasal dari faktor internal seperti sifat malas, tetapi juga faktor eksternal yaitu disebabkan tertahannya hak kaum miskin di tangan orang-orang kaya. Dana ZIS yang terkumpul seharusnya dapat dijadikan sebagai alat antisipasi agar dapat meminimalisir kemiskinan. Adanya sikap orang kaya yang menahan untuk mengeluarkan ZIS, menyebabkan modal dan kekayaan akan bertumpuk di lingkungan orang-orang kaya saja, sehingga hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan.

Indikator Kemiskinan

BPS dalam menghitung batas kemiskinan didasarkan pada ukuran pendapatan yang dihitung dari besarnya uang yang dibelanjakan per kapita per bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk kebutuhan makan digunakan batasan 2.100 kalori per hari, sedangkan pengeluaran bukan makan meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

BKKBN mengembangkan konsep sendiri untuk mengukur tingkat kemiskinan.

Terdapat empat katagori keluarga yang dikembangkan oleh BKKBN yaitu: (1) keluarga prasejahtera; (2) keluarga sejatera 1; (3) keluarga sejahtera 2; (4) keluarga sejahtera 3; (5) keluarga sejahtera 3 plus. Kategori keluarga prasejahtera termasuk dalam kelompok miskin, yaitu keluarga tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimalnya. Keluarga tersebut tidak mampu memenuhi salah satu dari indikator antara lain, menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, makan minimal dua kali sehari, pakaian lebih dari satu pasang, sebagaian besar lantai rumah tidak dari tanah, jika sakit dibawa kesarana kesehatan (Hayati 2012).

(19)

Ukuran kemiskinan menurut Sayogyo yaitu jumlah penduduk yang memiliki pendapatan per kapita tidak cukup untuk mengonsumsi baran dan jasa yang nilainya setara dengan 20 kg beras per kapita per bulan untuk daerah perdesaan dan 30 kg beras per kapita per bulan untuk daerah perkotaan (Nurwai 2008).

Umumnya, ketika berbicara tentang kemiskinan maka yang dimaksud adalah kemiskinan bersifat material. Seseorang dikategorikan miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dengan layak. Menurut Imam As-syatibi bahwa dalam Islam kebutuhan pokok/dasar manusia mencakup lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan agar dapat mencapai kemaslahatan di dunia dan di akhirat.

Kelima kebutuhan pokok tersebut diantaranya adalah: terpeliharanya agama (Hafdz al-Din), terpeliharanya jiwa (Hafdz al-Nafs), terpeliharanya keturunan (Hifdz al- Nasl), terpeliharanya akal (Hifdz al-Aql), terpeliharanya harta/kekayaan (Hifdz al- Maal). (Meyliani 2009).

Beik dan Arsiyanti (2015) mengungkapkan bahwa dalam Islam kemiskinan bersifat multidimensional karena tidak hanya melihat ketidakmampuan dalam aspek material namun juga melihat ketidakmampuan dalam aspek spiritual. Sesuai dengan QS Al-Quraisy: 3-4 dijelaskan bahwa kebutuhan pokok antara lain adalah dapat melaksanakan ibadah, terpenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan dan hilangnya rasa takut.

Pandangan Kemiskinan dalam Islam

Menurut Beik dan Arsiyanti (2015) kemiskinan dalam Islam bersifat multidimensional. Multidimensioanl dalam hal ini adalah kemiskinan tidak dapat dipandang dalam aspek material saja, namun juga dipandang dengan aspek spiritual.

Kemiskinan material didasarkan pada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan material sepenuhnya seperti sandang, pangan, papan. Sedangkan kemiskinan spiritual didasarkan pada pengetahuan dan pemehaman yang kurang tepat terhadap ajaran agama Islam atau ada unsur kesengajaan untuk tidak melaksanakan ibadah agama.

Hal ini sesuai dengan definisi kebutuhan pokok dalam Islam yang tidak hanya terkait dengan kebutuhan material namun juga spiritual dan beribadah kepada Allah. Seperti yang dijelaskna dalam QS Al Quraisy [106]: 3-4 bahwa terdapat tiga kebutuhan kebutuhan pokok yaitu dapat melaksanakan ibadah, terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, dan hilangnya rasa takut.

Terjadinya perbedaan pendapatan yang menjadi penyebab adanya kemiskinan dalam perspektif Islam merupakan sunnatullah fil hayah. Artinya, kemiskinan tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat direduksi dan diminimalisir. Dapat dilakukan dengan mengembangkan sikap saling tolong menolong, saling membantu, saling bersilaturahmi, saling mengisi dan saling bersinergi (Beik dan Arsiyanti 2015).

Perhatian Islam terhadap kaum muslimin tertuang dalam firman Allah: “Taukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (QS Al-Ma’un [107]: 1-3).

Ayat tersebut menerangkan keharusan orang yang berkecukupan atas harta yang dimiliki untuk senantiasa menafkahkan sebgian orang-orang miskin.

(20)

Menurut Beik dan Arsiyanti (2015) dalam bukunya menyatakan bahwa konsep kesejahteraan dalam perspektif Islam sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Quraisy [106]: 1-4 terdiri atas empat indikator. Pertama, adalah sistem nilai Islami.

Kesejahteraan tidak akan diraih apabila menentang aturan Allah Subhanhu wa ta’ala.

Menentang aturan Allah merupakan penyebab hilangnya kesejahteraan dan keberkahan dalam hidup. Hal ini sesuai dengan QS Taha [20]: 124 “Dan barangsiapa berpaling dari peringatanku maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.

Kedua, adalah kekuatan ekonomi dan perdagangan. Inti dari kekuatan ekonomi dan perdagangan adalah terletak pada sektor riil. Karena sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Ketiga, pemenuhan kebutuhan dasar dan sistem distribusi.

Masyarakat tidak akan dikatakan sejahtera apabila tidak mamapu memenuhi kebutuhan dasar dan hanya sebagian masyarakat yang mampu memenuhi sementara sebagian lagi tidak. Oleh karena itu, sistem distribusi memiliki peran sangat penting karena sistem distribusi yang baik adalah yang mampu menjamin rendahnya kemiskinan dan kesenjangan. Keempat, keamanan dan ketertiban sosial.

Kesejahteraan mampu dicapai apabila terciptanya rasa aman dan nyaman oleh sebab itu, konflik antar kelompok dalam masyarakat harus dapat diminimalisir.

Pengertian dan Hikmah Zakat

Zakat merupakan asal dari bahasa Arab az-zakah yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik (Qardawi 2011). Sehingga dari segi bahasa zakat itu membersihkan (menyucikan) diri seseorang dan hartanya, pahala bertambah, harta tumbuh (berkembang), dan membawa berkat. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT:

Sebagaimana firman Allah SWT: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan harta mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman bagi mereka. Dan allah maha mendengar lagi Maha mengetahui”(At-taubah [9]:102). Menurut istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang- orang yang berhak. Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan dari kebinasaan (Qardawi 2011).

Zakat merupakan salah satu kewajiban muslim yang bersifat ibadah dan sosial, yang aturan dan ketentuannya ditetapkan Allah SWT. Zakat diwajibkan kepada setiap muslim yang kekayaannya melebihi nishab untuk membayar sebagian hartanya bagi orang miskin dan orang yang memerlukannya. Oleh karena itu, zakat dituntut oleh semua muslim yang memenuhi syarat dan dibayarkan bukan semata-mata kemurahan hatinya melainkan karena kewajiban (Multifah 2009). Adapun persyaratan harta menjadi obyek zakat menurut (Hafidhuddin 2002) adalah:

1. Milik penuh

Sebagian ahli fiqih mengatakan bahwa kekayaan itu harus berada ditangannya, tidak tersangkut didalamnya hak orang lain, dapat ia pergunakan, dan faedahnya dapat dinikmati.

(21)

2. Berkembang

Berkembang (nama’) secara terminologi berarti bertambah. Sedangkan menurut istilah, pengertian berkembang terbagi menjadi dua macam, yaitu bertambah secara konkret dan tidak konkret. Bertambah secara konkret dengan cara pembiakan, usaha, perdagangan dan lainnya sedangkan yang tidak konkret adalah kekayaan tersebut berpotensi berkembang, baik ketika berada ditangannya maupun berada ditangan orang lain, tetapi ata namanya (Qardawi 2011).

3. Mencapai nishab

Nishab merupakan batas minimal yang menyebabkan harta terkena wajib zakat.

Hikmah adanya ketentuan nishab ini adalah bahwa zakat merupakan pajak yang dikenakan atas orang kaya untuk bantuan kepada orang miskin sekaligus bentuk partisipasi bagi kesejahteraan umat Islam.

4. Lebih dari kebutuhan biasa

Sebagian ulama fiqih menambahkan syarat ini karena orang yang memiliki

kelebihan dari kebutuhan yang biasanya adalah tergolong kaya dan menikmati kehidupan yang tergolong mewah (Qardawi 2011).

5. Bebas dari hutang

Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat harus lebih dari kebutuhan prime.

6. Berlalu setahun (haul)

Haul merupakan kepemilikan seseorang atas hartanya telah berlalu selama setahun. Harta tersebut seperti perdagangan, peternakan, emas dan perak (Qardawi 2011).

Menurut Hasan (2006) zakat terdiri dari dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat maal. Zakat fitrah adalah sejumlah harta yang wajib ditunaikan oleh mukallaf (orang Islam, baligh, berakal) dan setiap orang yang nafkahnya ditanggung dengan syarat- syarat tertentu. Zakat maal adalah zakat atas harta kekayaan, meliputi hasil perniagaan atau perdagangan, pertambangan, pertanian, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta zakat profesi. Masing-masing zakat mempunyai perhitungan yang berbeda-beda.

Beberapa hikmah zakat diantaranya yaitu: (1) menyucikan harta. Zakat bertujuan untuk membersihkan harta yang diperolehnya jika terjadi kekhilafan yang tidak disengaja (2) menyucikan jiwa muzakki dari sifat kikir. Selain membersihkan harta, juga membersihkan jiwa dari kotoran hati. Sehingga orang kaya meyakini bahwa zakat itu bukan semata-mata kewajiban, tetapi juga sebagai tanda rasa solidaritas sosial yang diwajibkan oleh Allah SWT (3) membersihkan jiwa mustahik dari sifat dengki. Dengan zakat, kecemburuan sosial sosial dapat dihilangkan dan ketentraman masyarakat serta negara terjamin. (4) membangun masyarakat yang lemah. Cakupan zakat lebih luas lagi yaitu untuk masyarakat yang memiliki status sosial yang lemah, dan perekonomian yang belum mapan. Karena harta akan didisrtibusikan dengan baik melalui adanya zakat (Hasan 2006).

(22)

Pendayagunaan Zakat

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor Republik Indonesia (RI) No.

581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Zakat disebutkan bahwa kegiatan pendayagunaan dana zakat dibagi menjadi dua bagian yaitu program pendayagunaan bersifat sosial dan program pendayagunaan berbasis pengembangan ekonomi.

Pendayagunaan zakat yang berbasis sosial adalah penyaluran dana zakat dalam bentuk santunan untuk kebutuhan konsumtif disebut program santunan.

Pendayagunaan zakat berbasis pengembangan ekonomi yaitu penyaluran zakat dalam bentuk pemberian modal usaha kepada yang berhak menerima (mustahik) Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif, sehingga diharapkan hasilnya dapat mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat (Rusli dkk 2013).

Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif, sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan produktif kreatif (Mufraini 2008).

1. Konsumtif tradisional, yaitu zakat dibagikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

2. Konsumtif kreatif, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa.

3. Produktif tradisional, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya. Pemberian dalam bantuan ini akan dapatmenciptakan suatu usaha yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi fakir miskin.

4. Produktif kreatif, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal pedagang.

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai zakat sebagai pengurang kemiskinan yang dilakukan oleh Beik (2008) mengenai dampak pendayagunaan zakat terhadap pengurang kemiskinan dengan melakukan studi kasus Dompet Dhuafa Republika.

Alat analisa penelitian yang digunakan adalah headcount ratio index untuk mengetahui berapa jumlah dan persentase keluarga miskin, poverty gap ratio dan income gap ratio index untuk mengetahui selisih pendapatan rata-rata masyarakat miskin dengan garis kemiskinan, serta menggunakan sen index poverty dan FGT untuk mengukur tingkat keparahan kemiskinan. Hasil penelitian tersebut menujukkan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin, mampu mengurangi kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan.

Meylani (2009) mengenai pengaruh pendayagunaan ZIS sebagai modal kerja terhadap indikator kemiskinan dan pendapatan mustahik dengan mengambil studi kasus di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pada program Ikhtiar yaitu program pendayagunaan ZIS yang dilakukan melalui

(23)

pemberdayaan berbasis komunitas dengan mekanisme kelompok dan ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan. Hasil penelitian tersebut bahwa dengan adanya bantuan zakat, tingkat kemiskinan menurun dibandingkan tingkat kemiskinan sebelum mendapatkan zakat. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya nilai headcount ratio (H), indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks keparahan kemiskinan (P2) mustahik setelah mereka mengikuti Program Ikhtiar. Nilai H mengalami penurunan dari 0.49 menjadi 0.44; nilai P1 menurun dari 0.17 menjadi 0.14; dan nilai P2 menurun dari 0.09 menjadi 0.06.

Rusli dkk (2013) meneliti dampak modal zakat produktif terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara. Responden dalam penelitian ini berjumlah 77 orang dari 10 kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Utara. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan regresi liniar dan untuk analisis data digunakan analisis uji beda wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian modal zakat produktif dalam bentuk modal usaha berdampak positif dan dapat menurunkan angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara sebesar 0,02 persen.

Penelitian Beik (2015) yang berjudul Measuring Zakat Impact on Poverty and Welfare Using CIBEST Model dengan jumlah responden sebesar 221 rumah tangga mustahik penerima zakat produktif yang dikelola oleh BAZSIS DKI Jakarta dan Dompet Dhuafa. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Model CIBEST. Hasil penelitian bahwa dengan adanya program pendagunaan zakat mampu meningkatkan indeks kesejahteraan mustahik sebesar 96.8 persen. Indeks kemiskinan material dan indeks kemiskinan absolut dapat dikurangi masing-masing sebesar 30.15 persen dan 91.30 persen. Terdapat hasil yang tidak sesuai prediksi dalam penelitian ini bahwa terjadi peningkatan jumlah rumah tangga yang yang hidup dibawah kemiskinan spiritual sebanyak dua rumah tangga setelah adanya program pendayagunaan zakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2015) mengenai pendayagunaan zakat produktif dalam mengurangi kemiskinan berdasarkan CIBEST Model studi kasus PT Masyarakat Mandiri (MM) Dompet Dhuafa Kabupaten Bogor. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 121 rumah tangga mustahik. Hasil penelitian menujukkan bahwa rata-rata mustahik mengalami peningkatan pendapatan setelah adanya pendistribusian dana zakat produktif serta bimbingan dari MM Dompet Dhuafa dibandingkan dengan sebelum mendapatkan distribusi zakat produktif. Zakat produktif dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga mustahik dan mampu menurunkan tingkat kemiskinan material, kemiskinan spiritual, serta kemiskinan absolut.

Penelitian-penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa distribusi dana zakat mampu mengurangi kemiskinan mustahik. Namun, dalam mengukur kemiskinan masih terbatas pada kondisi material. Belum banyak peneliti yang manegukur kondisi kemiskinan material dan spiritual secara bersamaan, khusunya di Kota Serang. Oleh karena itu, peneliti berupaya melengkapi dalam mengukur dampak zakat sebagai pengurang kemiskinan menggabungkan aspek material dan spiritual.

(24)

Kerangka Pemikiran

Pendayagunaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan Dompet Dhuafa Kota Serang akan berdampak pada kemiskinan rumah tangga mustahik. BAZNAS dan Dompet Dhuafa menyalurkan dana zakat kepada rumah tangga mustahik dengan melakukan pendayagunaan bersifat konsumtif dan produktif. Dana zakat yang diberikan secara konsumtif dimanfaatkan langsung oleh mustahik untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, sedangkan dana zakat produktif diberikan dalam bentuk modal usaha. Selain memberikan bantuan modal usaha, baik BAZNAS maupun Dompet Dhuafa melakukan pendampingan dan pembinaan terhadap usaha tersebut, guna mendorong kegiatan usaha yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar.

Pendayagunaan zakat produktif diharapkan dapat membantu mustahik untuk mengakses modal usahanya, sehingga bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya yang dicerminkan dengan meningkatnya pendapatan dan dalam jangka panjang mampu mengurangi kemiskinan. Untuk menganalisis dampak pendayagunaan zakat produktif terhadap pendapatan dalam penelitian ini menggunakan uji t dan menganalisis kemiskinan menggunakan Model CIBEST.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka pemikiran Pendayagunaan zakat

Menggunakan uji t berpasangan

Menggunakan CIBEST Model Bantuan modal

usaha

Pembinaan dan pendampingan

Dampak zakat produktif terhadap pendapatan rumah tangga mustahik

Dampak zakat produktif dalam mengurangi kemiskinan rumah tangga mustahik

Konsumtif Produktif Rumah tangga

mustahik BAZNAS dan Dompet Dhuafa

(25)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di setiap kecamatan Kota Serang yaitu Kecamatan Cipocok Jaya, Curug, Kasemen, Taktakan dan Walantaka. Lokasi tersebut dipilih secara sengaja dengan pertimbangan agar sampel mewakili pada setiap kecamatan.

Sedangkan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2016 dengan melakukuan studi kasus pada BAZNAS dan Dompet Dhuafa Kota Serang.

Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer diperoleh langsung dari objek penelitian seperti wawancara langsung menggunakan kuisioner terhadap rumah tangga mustahik penerima zakat produktif dari BAZNAS dan Dompet Dhuafa Kota Serang guna memperoleh informasi terkait pendapatan rumah tangga sesudah mendapatkan bantuan zakat, pengeluaran rumah tangga, besar bantuan yang diberikan oleh lembaga amil serta terkait dengan kondisi ibadah/spiritual rumah tangga.

2. Data sekunder diperoleh dari data-data, dokumen-dokumen yang sudah tersedia oleh BAZNAS dan Dompet Dhuafa seperti data anggota rumah tangga penerima zakat produktif, pendapatan rumah tangga sebelum mendapatkan bantuan zakat.

Selain itu, data sekunder didapatkan dari Al-Quran, buku, jurnal, internet, dan sumber lainnya.

Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan responden dilakukan dengan kriteria sendiri yang ditentukan oleh peneliti. Kriteria tersebut antara lain adalah rumah tangga mustahik yang mengikuti program pendayagunaan zakat produktif dimulai dari tahun 2012 baik pada rumah tangga mustahik BAZNAS maupun Dompet Dhuafa. Reponden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang merupakan anggota dari program pendayagunaan zakat produktif. Besarnya ukuran sampel ini ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain bahwa di kebanyakan penelitian pada umumnya ukuran sampel yang digunakan adalah antara 30 sampai dengan 500 (Sakaran 1992); dan ukuran tersebut dinilai telah cukup representatif.

(26)

Metode Analisis Data

Alat analisis kemiskinan yang digunakan dalam peneliitian ini adalah indeks kemiskinan Islami yaitu Model CIBEST (Center of Islamic Business and Ecomonic Studies-IPB). Model CIBEST adalah alat ukur kemiskinan yang tidak hanya mengukur secara kemiskinan secara material, tetapi mengukur kemiskinan spiritual.

Model CIBEST terdiri dari Kuadran CIBEST dan Indeks CIBEST. Pada garis kemiskinan material digunakan pendekatan sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan zakat berdasarkan perhitungan MV (Material Value). MV adalah ukuran untuk mengetahui apakah suatu rumah tangga tersebut berkecukupan secara material.

Suatu rumah tangga dikatakan mampu secara materi apabila pendapatan mereka diatas nilai MV (Beik dan Arsiyanti 2015) sebagaimana yang ditunjukkan oleh formula berikut ini:

MV=

in1PiMi

Keterangan:

MV = Standar minimal kebutuhan material yang harus dipenuhi rumah tangga (Rp atau mata uang lain) atau dapat disebut sebagai Garis Kemiskinan Material

Pi = Harga barang dan jasa (Rp atau mata uang lain) Mi = Jumlah minimal barang dan jasa yang dibutuhkan

MV yang digunakan dalam penelitian berdasarkan Garis Kemiskinan (GK) material Kota Serang per kapita yang dikeluarkan oleh BPS, yang nantinya dikonversi menjadi Garis kemiskinan rumah tangga per kapita per bulan. Sesuai penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pratama (2015) bahwa perhitungan garis kemiskinan rumah tangga diperoleh dari hasil perkalian antara garis kemiskinan per kapita per bulan dengan rata rata besaran ukuran rumah tangga. Rata-rata besaran ukuran rumah tangga diperoleh dari rasio total penduduk dengan jumlah rumah tangga diwilayah penelitian. Garis kemiskinan rumah tangga untuk kondisi sebelum memperoleh bantuan dana zakat didasarkan pada GK Kota Serang 2012 yaitu sebesar Rp 224 964 (BPS). Total jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga masing-masing sebesar 680 507 dan 135 908 rumah tangga.

Rata-rata besar ukuran rumah tangga = 135908 680507

= 5

Sehingga garis kemiskinan rumah tangga (MV) sebelum memperoleh bantuan zakat yaitu:

MV = Rp 224 964 x 5

= Rp 1 124 820 per rumah tangga per bulan.

(27)

Garis kemiskinan rumah tangga untuk kondisi sesudah memperoleh bantuan zakat diperoleh dengan perhitungan yang sama, dengan menggunakan GK tahun 2014 yaitu sebesar Rp 242 977 (BPS 2014). Total jumlah penduduk dan rumah tangga masing-masing sebesar 805 225 dan 137 634 rumah tangga. Sehingga garis kemiskinan rumah tangga (MV’) setelah mendapatkan bantuan zakat yaitu sebesar:

Rata-rata besaran ukuran rumah tangga =

137634 805225

= 5.8

Sehingga garis kemiskinan rumah tangga (MV’) sesudah memperoleh bantuan zakat adalah:

MV’ = Rp 242 977 x 5.8

= Rp 1 409 266 per rumah tangga per bulan.

Garis kemiskinan spiritual didasarkan pada perhitungan SV (spiritual value) yaitu ukuran yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu rumah tangga berkecukupan secara spiritual. Pengukuran kemiskinan spiritual didasarkan pada kemampuan seseorang atau suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya.

Jika tidak mampu maka rumah tangga tersebut pasti akan mengalami miskin spiritual.

Pemenuhan kebutuhan spiritual dihitung berdasarkan standar pemenuhan lima variabel yaitu pelaksanaan ibadah sholat, zakat, puasa, lingkungan keluarga/rumah tangga, dan kebijakan pemerintah. Untuk menilai skor masing-masing variabel ini digunakan skala likert antara 1 sampai 5 (Beik dan Arsiyanti 2015)

(28)

Tabel 3 Indikator kebutuhan spiritual

Variabel Skala Likert Standar

Kemiski nan

1 2 3 4 5

Shalat Melarang orang lain shalat

Menolak konsep shalat

melaksanakan shalat wajib tidak rutin

melaksanakan shalat wajib rutin tapi tidak selalu

berjamaah

Melaksanakan shalat wajib rutin

berjamaah dan melaksanakan shalat sunnah

Skor rata-rata untuk keluarga yang secara spiritual miskin adalah 3 (SV = 3) Puasa Melarang

orang lain berpuasa

Menolak konsep puasa

Melaksanakan puasa wajib tidak penuh

Hanya melaksanakan puasa wajib secara penuh

Melaksanakan puasa wajib dan puasa sunnah

Zakat dan infak

Melarang orang lain berzakat dan berinfak

Menolak zakat dan infak

Tidak pernah berinfak walau sekali dalam sebulan

Membayar zakat fitrah dan zakat harta

Membayar zakat fitrah, zakat harta dan infak/sedekah

Lingkungan keluarga

Melarang anggota keluarga ibadah

Menolak pelaksan aan ibadah

Menganggap ibadah urusan pribadi anggota keluarga

Mendukung ibadah anggota keluarga

Membangun suasana keluarga yang mendukung ibadah secara bersama-sama Kebijakan

pemerintah

Melarang ibadah untuk setiap keluarga

Menolak pelaksan aan ibadah

Menganggap ibadah urussan pribadi masyarakat

Mendukung ibadah

Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk ibadah Sumber: Beik dan Arsyianti (2015)

Akibat keterbatasan waktu dan kondisi, terkait dengan skor kebutuhan spiritual, penelitian ini menggunakan pendekatan persepsi kepala keluarga. Kepala keluarga tersebut menggambarkan kondisi masing-masing variabel indikator spiritual.

Perhitungan skor spiritual individu anggota rumah tangga meurut Beik dan Arsyanti (2015) didasarkan pada rumus:

Hi =

5

Vgi Vfi Vhi Vzi Vfi

Vpi

Keterangan:

Hi = skor aktual anggota keluarga ke-i Vp = skor sholat anggota keluarga ke-i Vz = skor zakat anggota keluarga ke-i

Vh = skor lingkungan keluarga anggota keluarga ke-i g = skor kebijakan pemerintah anggota keluarga ke-i

(29)

Klasifikasi Kuadran CIBEST

Berdasarkan perhitungan MV dan SV maka dapat mengklasifikasikan masing- masing rumah tangga ke dalam kuadran CIBEST. Apabila skor aktual spiritual rumah tangga lebih besar dari nilai SV dan pendapatan keluarga lebih besar dari nilai MV maka rumah tangga tersebut dikategorikan dalam kuadran I yaitu kaya secara material dan kaya secara spiritual. Jika skor aktual spiritual rumah tangga lebih besar dari nilai SV dan pendapatan lebih kecil dari nilai MV maka rumah tangga tersebut dikategorikan dalam kuadran II yaitu kaya secara spiritual namun miskin material.

Selanjutnya apabila skor aktual spiritual lebih kecil dari nilai SV dan pendapatan rumah tangga lebih besar dari nilai MV maka masuk dalam kategori kuadran III yaitu miskin secara spiritual namun kaya secara material. Terakhir, rumah tangga yang memiliki skor aktual spiritual lebih kecil dari nilai SV dan pendapatan lebih kecil dari MV, maka rumah tangga tersebut masuk ke dalam kategori kuadran IV yaitu miskin secara spiritual dan miskin secara material.

Tabel 4 Klasifikasi kuadran CIBEST

Skor Aktual ≤ Nilai MV >Nilai MV

>Nilai SV Kaya spiritual, Miskin Material (Kuadran II)

Kaya spiritual, kaya material (Kuadran I)

≤ Nilai SV Miskin spiritual, miskin material (Kuadran IV)

Miskin spiritual, kaya material (Kuadran III)

Sumber: Beik dan Arsiyanti (2015)

Kuadran CIBEST

Kuadran CIBEST adalah sebuah kuadran yang bertujuan untuk memetakan keluarga dalam empat kuadran (Beik dan Arsyanti 2015). Pembagian kuadran didasarkan pada kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan material dan spiritual. Kuadran CIBEST membagi kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan material dan spiritual ke dalam dua tanda, tanda positif (+) dan negatif (-).

Tanda (+) menunjukkan rumah tangga tersebut mampu memenuhi kebutuhannya dengan baik sedangkan tanda (-) menunjukkan rumah tangga tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan baik. Berdasarkan gambar 2, garis kemiskinan material dilambangkan dengan sumbu horizontal dan garis kemiskinan spiritual dilambangkan dengan sumbu vertikal.

(30)

Gambar 3 Kuadran CIBEST

Sumber: Beik dan Arsiyanti (2015)

Kuadran pertama, rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritual. Sehingga tanda keduanya adalah (+) maka dikategorikan kedalam kuadran sejahtera. Rumah tangga atau keluarga dikatakan sejahtera apabila dianggap mampu baik secara material maupun spiritual yaitu hidup dibawah hayatan thayyibah seperti yang dijelaskan Allah SWT: “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS An-nahl [16]: 97). Ayat tersebut menggambarkan bahwa Allah akan memberikan kehidupan yang sejahtera hingga tercukupi baik kebutuhan material dan juga spiritualnya apabila melakukan kebajikan yang dilandasi dengan keimanan.

Kuadran kedua, rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan spiritual (+) tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan materialnya (-) dengan baik, maka rumah tangga ini dikategorikan dalam kondisi miskin material. Kemiskinan material didasarkan pada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan material sepenuhnya seperti sandang, pangan, dan papan. Penyebab utama pada kemiskinan material adalah alasan yang bersifat ekonomis, yaitu ketidakcukupan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarga, seperti yang dijelaskan dalam firman Allah:

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sapaikanlah kabar gembira kepada oran-orang yang sabar” (QS Al-Baqarah [2] :155-156). Ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa orang yang mengalami kondisi kelaparan, kekurangan harta (miskin material) namun orang tersebut tetap menjalankan kewajiban ibadahnya sebagai seorang muslim maka mungkin akan hidup menderita di dunia tetapi merasakan kebahagian di akhirat.

(31)

Kuadran ketiga, rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan material (+) tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya (-) dengan baik, artinya rumah tangga mengalami kondisi miskin spiritual. Kemiskinan spiritual didasarkan pada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan spiritual minimal melalui pelaksanaan ibadah yang diwajibkan maupun dianjurkan dalam Islam. Kondisi seperti ini sesuai dengan firman Allah: “Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah kami berikan kepada mereka. Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka diam dan putus asa” (QS Al-An’am [6]: 44). Ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa orang yang memiliki kesenangan dengan diberikan kemakmuran hidup didunia namun mengabaikan kewajiban ibadah sebagai seorang muslim maka mungkin akan mendapatkan kesenangan di dunia ini, tapi merasakan menderita di akhirat jika tidak mengubah kondisi rohani.

Kuadran keempat, rumah tangga tidak mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya secara bersamaan, sehingga tanda keduanya adalah (-). Hal ini merupakan kondisi terburuk yang berada pada kategori miskin absolut yaitu miskin secara material dan spiritual, seperti yang dijelaskan dalam firman Allah: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatanku maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS Thaha [20]: 124). Ayat tersebut menggambarkan bahwa terputusnya kebutuhan spiritual akan membawa kehidupan yang sempit dan tidak terpenuhinya pula kebutuhan bersifat fisik. Orang yang berada pada kondisi ini akan menderita baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, kelompok ini harus diberikan perhatian lebih dalam proses pembangunan negara karena mereka mewakili kelompok terlemah dari masyarakat.

Setelah mengkategorikan rumah tangga ke dalam kuadran maka dapat melakukan perhitungan indeks kemiskinan Islami. Indeks kemiskinan Islami atau indeks CIBEST adalah salah satu alat ukur yang tengah dikembangkan dalam Model CIBEST, pengembangan indeks ini didasarkan pada kuadran CIBEST. Indeks CIBEST digunakan untuk menghitung jumlah penduduk yang berada pada masing- masing kuadran CIBEST. Indeks ini terdiri dari indeks kemiskinan material (Pm), indeks kemiskinan spiritual (Ps), indeks kemiskinan abolut (Ps) dan indeks kesejahteraan (W). Menurut Beik dan Arsiyanti (2015) kombinasi keseluruhan indeks kemiskinan islami adalah:

W+ Pm +Ps +Pa = 1

Indeks Kesejahteraan

Indeks kesejahteraan yang dikembangkan oleh CIBEST berupaya untuk menggambarkan sebaran rumah tangga mustahik yang beradra dalam kuadran I atau sejahtera. Dalam konteks ini sejahtera adalah rumah tangga mustahik yang berkecukupan secara material dan spiritual. Indeks kesejahteraan ini didapat dari rasio

(32)

jumlah rumah tangga mustahik yang sejahtera dengan jumlah rumah tangga mustahik yang diamati. Indeks ini memiliki nilai 0-1. Semakin besar nilai indeks semakin banyak rumah tangga mustahik yang sejahtera. Berikut adalah formula untuk mengitung indeks kemiskinan material menurut Beik dan Arsiyanti (2015):

W = N w Keterangan :

W = Indeks kesejahteraan ; 0 ≤W ≤1

w = Jumlah keluarga sejahtera (kaya secara material dan spiritual) N = Jumlah sampel rumah tangga yang diamati

Indeks Kemiskinan Material

Indeks kemiskinan material digunakan untuk mengetahui gambaran jumlah rumah tangga mustahik yang berada pada kuadran II atau yang termasuk dalam miskin material. Indeks kemiskinan material didapat dari hasil perbandingan antara jumlah rumah tangga mustahik yang miskin material dengan jumlah sampel total keluarga yang diamati. Indeks ini memiliki nilai antara 0-1. Semakin kecil nilai indeks artinya semakin sedikit rumah tangga mustahik yang mengalami miskin material. Berikut adalah formula indeks kemiskinan material menurut Beik dan Arsiyanti (2015):

Pm = N Mp Keterangan :

Pm = Indeks kemiskinan material 0 ≤Pm ≤1

Mp = Jumlah keluarga yang miskin secara material namun kaya secara spiritual

N = Jumlah sampel rumah tangga yang diamati

Indeks Kemiskinan spiritual

Indeks kemiskinan spiritual digunakan untuk mengetahui gambaran jumlah rumah tangga mustahik yang berada pada kuadran III atau yang termasuk dalam miskin spiritual. Indeks kemiskinan spiritual didapat dari hasil perbandingan anatara jumlah rumah tangga mustahik yang miskin spiritual dengan jumlah sampel total keluarga yang diamati. Indeks ini memiliki nilai antara 0-1. Semakin kecil nilai indeks artinya semakin sedikit rumah tangga mustahik yang mengalami miskin spiritual. Berikut adalah formula indeks kemiskinan spiritual menurut Beik dan Arsiyanti (2015):

Ps = N Sp

(33)

Keterangan:

Ps = Indeks kemiskinan spiritual 0 ≤ Pm ≤ 1

Sp = Jumlah keluarga yang miskin secara spiritual kaya secara material N = Jumlah sampel rumah tangga yang diamati

Indeks Kemiskinan Absolut

Indeks kemiskinan absolut digunakan untuk mengetahui gambaran jumlah rumah tangga mustahik yang berada pada kuadran IV atau yang termasuk dalam miskin spiritual. Indeks kemiskinan spiritual didapat dari hasil perbandingan anatara jumlah rumah tangga mustahik yang miskin material dengan jumlah sampel total keluarga yang diamati. Indeks ini memiliki nilai antara 0-1. Semakin kecil nilai indeks artinya semakin sedikit rumah tangga mustahik yang mengalami miskin spiritual. Berikut adalah formula untuk mengitung indeks kemiskinan material menurut Beik dan Arsiyanti (2015):

Pa = N Ap Keterangan :

Pa = Indeks kemiskinan absolut ; 0 ≤Ps ≤1

Ap = Jumlah keluarga yang miskin secara spiritual dan juga material N = Jumlah sampel rumah tangga yang diamati

Uji t Dua Sampel Berpasangan

Metode analisis data yang digunakan adalah uji t dua sampel berpasangan (paired t-test). uji t dua sampel berpasangan (paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dengan menggunakan data tidak bebas (berpasangan). Pada uji t dua sampel berpasangan, objek penelitian dikenakan dua perlakuan yang berbeda sehingga menghasilkan dua macam data sampel (Kurniawan 2008).

Uji t Dua Sampel Berpasangan ini digunakan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi pada pendapatan rumah tangga mustahik pada kondisi sebelum mendapatkan bantuan zakat produktif dan sesudah mendapatkan bantuan dana zakat produktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 rumah tangga mustahik. Rumah tangga mustahik yang menjadi responden adalah penerima bantuan zakat produktif yang diberikan oleh BAZNAS dan Dompet Dhuafa. Karakteristik responden dilihat

(34)

berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan, jumlah tanggungan dan pekerjaan. Data karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik kepala keluarga responden Karakteristik

demografi

Klasifikasi Jumlah Presentase

(%)

Jenis kelamin Laki-laki 72 72

Perempuan 28 28

15-40 46 46

Usia 41-64 52 52

>64 2 2

Status pernikahan Menikah 72 72

Janda 28 28

Tidak sekolah 10 10

SD 39 39

Pendidikan SMP 27 27

SMA 19 19

>SMA 5 5

1-3 30 30

Jumlah tanggungan 4-6 57 57

>6 13 13

Pedagang/wirausaha 37 37

Buruh 29 29

Pekerjaan Karyawan 3 3

Petani 3 3

Nelayan 12 12

Lainnya 16 16

Sumber: Data Primer, 2016 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5 mayoritas kepala keluarga reponden Dompet Dhuafa dan BAZNAS Kota Serang adalah laki-laki sebesar 72 orang atau sebesar 72 persen.

Sedangkan kepala keluarga responden dengan jenis kelamin perempuan sebesar 28 orang atau 28 persen. Berdasarkan usia, diketahui bahwa mayoritas KK berada dalam usia produktif yaitu 15-64 tahun dengan presentase terbesar berada pada usia 41-64 tahun sebesar 52 persen sedangkan pada usia yang tidak produktif tetapi masih bekerja yaitu >64 tahun sebesar 2 persen.

Jumlah tanggungan keluarga mayoritas adalah ukuran 4-6 orang sebanyak 57 keluarga atau 57 persen. Ditinjau dari aspek pendidikan pendidikan terakhir mayoritas KK berpendidikan SD dengan presentase 39 persen, kemudian diikuti oleh KK yang berpendidikan SMP sebanyak 27 persen, tamat SMA sebanyak 19 persen, tamat universitas sebanyak 5 persen dan tidak sekolah sebesar 10 persen. Sebagian besar pekerjaan KK adalah sebagai pedagang atau wirausaha dengan presentase

(35)

sebesar 39 persen, buruh sebanyak 24 persen. Buruh disini adalah buruh serabutan dan kuli bangunan. Kepala keluarga yang bekerja sebagai karyawan sebanyak 6 persen. Kepala keluarga yang bekerja sebagai nelayan sebesar atau 12 persen, nelayan dalam penelitian ini adalah nelayan kerang hijau. Kepala keluarga yang bekerja sebagai supir sebanyak 2 persen, sebagai tukang ojek sebanyak 4 persen, bengkel sebanyak 2 persen, dan menganggur sebanyak 8 persen, pekerjaan tersebut dikategorikan sebagai pekerjaan lain.

Analisis Dampak Dana Zakat Produktif terhadap Pendapatan Rumah Tangga Mustahik

Hasil uji t berpasangan yang diolah menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0 menunjukkan hasil dari uji t berpasangan terhadap perbandingan pendapatan rata-rata rumah tangga mustahik per bulan sebelum dan sesudah adanya bantuan dana zakat.

Hasil signifikansi sebesar 0.000 lebih kecil dari taraf nyata 1 persen. Artinya bahwa ada perbedaan rata-rata pendapatan rumah tangga mustahik saat setelah adanya bantuan zakat pada taraf nyata 1 persen. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6, Rata-rata pendapatan rumah tangga mustahik meningkat setelah mendapatkan bantuan zakat produktif. Pendapatan rumah tangga mustahik BAZNAS dan Dompet Dhuafa sebelum adanya bantuan zakat rata-rata berada di bawah garis kemiskinan material Kota Serang. Setelah adanya bantuan zakat produktif rata-rata pendapatan rumah tangga mustahik meningkat masing-masing berada diatas GK material Kota Serang.

Tabel 6 Rata-rata perubahan pendapatan Rata-rata pendapatan

sebelum adanya bantuan zakat

Rata-rata pendapatan sesudah adanya bantuan zakat

Pendapatan rumah tangga mustahik BAZNAS

942 042.857 1 525 985

Pendapatan rumah tangga mustahik Dompet Dhuafa

976 766.666 3 809 000

Probabilitas uji t 0.000***

Sumber: data primer, 2016 (diolah)

Keterangan: *** signifikansi pada taraf nyata 1%

Analisis Model CIBEST Rumah Tangga Mustahik BAZNAS

Bantuan zakat produktif yang diberikan oleh BAZNAS adalah dalam bentuk modal usaha diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga mustahik, menurunkan tingkat kemiskinan material, kemiskinan spiritual dan absolut. Rumah tangga mustahik diklasifikasikan dalam kuadran CIBEST dan indeks CIBEST dengan

(36)

pendekatan sebelum dan sesuduah adanya bantuan zakat produktif. Analisis kuadran tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan Gambar 4, terdapat 28 rumah tangga mustahik yang berada di kuadran sejahtera sebelum mendapatkan bantuan zakat produktif. Setelah adanya bantuan zakat produktif, rumah tangga mustahik yang sejahtera meningkat menjadi 34 keluarga. Jumlah rumah tangga mustahik yang berada di kuadran II sebelum mendapatkan bantuan zakat produktif sebesar 41 keluarga, setelah adanya bantuan mengalami penurunan menjadi 36 keluarga. Pada kuadran III tidak ada rumah tangga mustahik yang berada di kuadran ini. Selanjutnya, di kuadran IV rumah tangga mustahik yang mengalami miskin absolut berkurang menjadi nol keluarga. Rumah tangga yang sebelumnya berada pada kuadran ini mengalami peningkatan berada di kuadran II artinya rumah tangga tersebut telah mengalami peningkatan spiritual.

Kuadran II (Miskin Material)

Kuadran I (Sejahtera)

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

41 36 28 34

Kuadran IV (Miskin absolut)

Kuadran III (Miskin spiritual) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

1 0 0 0

Gambar 4 Kuadran CIBEST mustahik BAZNAS Kota Serang

Sumber: Data Primer, 2016 (diolah)

Tabel 7 Indeks kemiskinan islami rumah tangga mustahik BAZNAS Kota Serang Indeks Kemiskinan Sebelum adanya

bantuan zakat

Sesudah adanya Bantuan zakat

Perubahan (persen)

Indeks Kesejahteraan 0.4 0.486 21.5

Indeks Kemiskinan Material

0.586 0.514 -12.13

Indeks Kemiskinan Spiritual

0 0 0

Indeks Kemiskinan Absolut

0.014 0 -100

Sumber: Data Primer, 2016 (diolah)

Garis kemiskinan material

Garis kemiskinan spiritual

(+)

(-)

(-) (+)

Gambar

Tabel 2  Penghimpunan dana ZIS 2011-2014
Gambar 2  Kerangka pemikiran Pendayagunaan zakat Menggunakan  uji t berpasangan   Menggunakan  CIBEST Model  Bantuan modal usaha Pembinaan dan pendampingan
Tabel 3  Indikator kebutuhan spiritual
Gambar 3  Kuadran CIBEST
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dana zakat produktif, yaitu dana zakat yang diberikan oleh BAZNAS Sumatera Utara kepada mustahiq di Kota Medan sebagai bantuan dalam bentuk uang tunai (Rupiah) yang digunakan

Apakah jumlah bantuan dana zakat produktif yang disalurkan oleh BAZNAS SU kepada Bapak/Ibu, dirasa cukup.. Apakah bantuan dana zakat produktif ini bermanfaat meningkatkan

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa peran zakat produktif dalam pemberdayaan ekonomi mustahiq di Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Republika Yogyakarta adalah melalui

Lembaga Amil Zakat (LAZ) Dompet Dhuafa sebagai lembaga pengelola zakat milik masyarakat memiliki peran tidak hanya mengelola dan menyalurkan zakat, tetapi berperan dalam

Dampak dari bantuan zakat produktif ini adalah sebagian besar mustahik mampu mengelola bantuan modal usaha yang diberikan oleh LMI Surabaya dengan baik dibuktikan

Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan oleh lembaga amil kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan modal, bantuan dana zakat produktif sebagai modal untuk menjalankan

Analisis indeks kemiskinan material terhadap rumah tangga mustahik dilakukan tanpa dan dengan adanya bantuan dana zakat yang diberikan oleh BAZNAS Provinsi Jawa

Analisis indeks kemiskinan material terhadap rumah tangga mustahik dilakukan tanpa dan dengan adanya bantuan dana zakat yang diberikan oleh BAZNAS Provinsi Jawa