• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yanti Kirana 1, Riska Arianti 2 1,2 Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan Jl. Syekh Nawawi Albantani.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Yanti Kirana 1, Riska Arianti 2 1,2 Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan Jl. Syekh Nawawi Albantani."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 23

Perlindungan Hukum Terhadap Kepemilikan Hak Atas Tanah Dalam Sistem Pertanahan di Indonesia Berdasarkan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 Dan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 Terhadap Pemilik Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah

Bagi Kepentingan Jalan Tol

Yanti Kirana1, Riska Arianti2

1,2Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan Jl. Syekh Nawawi Albantani Email: [email protected]

Abstrak

Pelaksanaan pengadaan tanah, baik yang menyangkut pembebasan tanah bagi kepentingan pembangunan untuk jalan tol, maupun pembebasan tanah untuk kepentingan swasta yang selalu menimbulkan masalah, khususnya hal ganti rugi, karena ketidaksiapan aparat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan sejarah hukum, sosiologi hukum, politik hukum, dan filsafat hukum. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini berupa deksripsi hukum positif dan sistematisasi hukum positif. Hasil penelitian ini bahwa, Pelaksanaan Bentuk Ganti Rugi Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Dalam Pasal 1 angka 2 bahwa Ganti Kerugian penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Nilai Ganti Kerugian dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi: tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan kerugian lain yang dapat dinilai dalam bentuk: uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham dan bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Mekanisme besaran ganti rugi pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah ditandatangani berita acara hasil musyawarah.

Kata Kunci : Pengadaan Tanah, Kepentingan Jalan Tol

(2)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 24 Abstract

The implementation of land acquisition, both related to land acquisition for development purposes for toll roads, as well as land acquisition for private interests, always causes problems, especially in terms of compensation, due to the unpreparedness of the apparatus. The research method used in this research is normative juridical using the approach of legal history, sociology of law, legal politics, and philosophy of law. The data used is secondary data in the form of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Qualitative data analysis in this study is a description of positive law and systematization of positive law. The results of this study are that, the implementation of forms of compensation according to the Presidential Regulation of the Republic of Indonesia Number 99 of 2014 concerning the Implementation of Land Procurement for Development in the Public Interest, in Article 1 number 2 that compensation is appropriate and fair to the parties entitled to the land acquisition process. Compensation value is carried out per plot of land, including: land, aboveground and underground space, buildings, plants, objects related to land, and other losses that can be assessed in the form of: money, replacement land, resettlement, share ownership and other forms agreed by both parties. The mechanism for the amount of compensation, the entitled party can file an objection to the local District Court within a maximum of 14 working days after signing the minutes of the results of the deliberation.

Keywords : Land Acquisition, Toll Road Interests

(3)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 25

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia. Sejak manusia dilahirkan, otomatis ia memerlukan tanah untuk tempat tinggal dan berpijak, hingga saat kematian datang padanya ia tetap memerlukan tanah untuk tempat ia dikuburkan. Selain itu, untuk kepentingan sosial-pun tanah sangat diperlukan, misalnya untuk membangun tempat ibadah, sekolah, pasar, taman, kantor pemerintahan dan sebagainya. Hal ini diatur di dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 18 yang menyatakan bahwa: Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia.

Setiap orang tentu memerlukan tanah. bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih memerlukan sebidang tanah. Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang, namun tidak berarti kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat), satu dan lainnya harus saling mengimbangi, hingga tercapai tujuan pokok yaitu kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Selain dari pada itu, karena tanah merupakan sumber daya alam yang terbatas, maka segala bentuk peruntukannya harus diatur sedemikian rupa agar sesuai dengan rasa keadilan dan kepentingan bersama.

Pada masa kini, pesatnya pembangunan di berbagai bidang disatu pihak secara otomatis akan membutuhkan bidang-bidang tanah yang tidak sedikit jumlahnya, sedang dipihak lain dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan tanah untuk tempat tinggalpun semakin bertambah. Persoalan tanah tersebut terjadi baik di perkotaan maupun di daerah pedesaan, dimana sering muncul masalah-masalah tanah yang rumit dan bersifat multikompleks.

Hal tersebut sangat jelas terlihat pada daerah perkotaan, dimana banyak terjadi masalah dalam pemilikan tanah, antara lain sengketa antara pemilik dan penyewa tanah, perencanaan kota sering terhambat oleh pemilik tanah, korupsi dalam masalah tanah kota dan perencanaan kota, serta meningkatnya spekulasi tanah. Pokok persoalan tersebut terutama bertumpu pada

(4)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 26

konsentrasi penduduk di daerah perkotaan sangat tinggi sedangkan luas arealnya sangat terbatas yang ditunjang arus urbanisasi yang cukup tinggi sehingga golongan miskin meningkat jumlahnya serta kebutuhan tanah untuk pembangunan di wilayah perkotaan sangat tinggi sekali karena sebagian besar kegiatan pembangunan terjadi di daerah perkotaan.

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pasal 4 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa:

Atas dasar hak menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai baik secara sendirian maupun secara bersama-sama dengan orang lain serta badanbadan hukum, dimana hak atas tanah ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sedemikian rupa, begitu pula bumi dan air serta ruang udara di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lainyang lebih tinggi.

Masalah tanah diperkotaan banyak terjadi karena perkotaan merupakan pusat berbagai kegiatan, pusat perkantoran, pusat perdagangan dan sebagainya yang kemudian timbul persaingan untuk memperebutkan lokasi-lokasi disekitar pusat kegiatan atau paling dekat dengan pusat-pusat kegiatan industri, perdagangan dan perkantoran.

Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 amendemen ke- 4 mengatur bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Berdasarkan pasal tersebut, pada prinsipnya segala potensi sumber daya alam yang ada dibumi Indonesia harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat banyak. Sehingga tidak boleh menjadi milik perorangan / pribadi atau privat bahkan bagi Negara sekalipun. Pasal 33 tersebut hendaknya dimaknai sebagai bentuk kewenangan yang dimiliki oleh Negara dalam kaitannya dengan organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia, sedangkan Negara hanyalah berfungsi untuk mengatur dan mengurus (regelen en besture) sumber daya alam tersebut dan disisi lain sebagai organisasi pelaksana dan kewenangan atau tugas penguasaan negara tersebut dipegang oleh Pemerintah RI.

Di dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 merupakan pasal yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi, untuk mencapai tujuan Negara yang telah ditegaskan

(5)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 27

dalam Undang-undang Dasar 1945, pemerintah melaksanakan pembangunan disegala bidang termasuk didalamnya pembangunan dibidang ekonomi, karena dalam pasal 33 tersebut menganut sistem perekonomian yang berdasarkan azas kekeluargaan dan menjadi landasan serta pangkal tolak bagi pembangunan itu sendiri.

Salah satu faktor yang mendukung pembangunan perekonomian tersebut adalah keberadaan sumber daya alam untuk menunjang industrialisasi, pembangunan infrastruktur dalam lokasi yang khas dapat memberikan keuntungan bagi penanaman modal asing (PMA) dan pemasukan bagi devisa Negara.

Penulisan jurnal ini dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kepemilikan Hak Atas Tanah Dalam Sistem Pertanahan di Indonesia Berdasarkan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 Dan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 Terhadap Pemilik Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Jalan Tol”

B. Identifikasi Masalah

1. Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol.

2. Sistem ganti rugi untuk pembebasan tanah masyarakat yang terhambat.

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

1. Apa peran pemerintah dalam mengatasi pengadaan tanah dengan hambatan pembebasan tanah untuk kepentingan jalan tol ?

2. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh Perpres Nomor 36 Tahun 2005 ?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui mengetahui peraturan pemerintah dalam pembebasan tanah yang dilakukan yang dilakukan pemerintah kepada warga negara yang dipakai untuk kepentingan umum.

2. Untuk menemukan bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam pengadaan tanah bagi kepentingan umum, yang diberikan oleh Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 .

(6)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 28

E. Kegunaan penelitian 1. Kegunaan Teoritis.

Hasil penelitian ini bersifat akademik dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang berkeadilan dan mampu memberi kesejahteraan.

2. Kegunaan Praktis.

Secara praktiss penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan bagi pemerintah dan pihak-pihak terkait yang mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat pemilik tanah untuk dapat meningkatkan sosial ekonominya dan juga bagi masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan pengadaan tanah tersebut serta untuk menambah wawasan penulis tentang hukum pertanahan dan khususnya terkait dengan masalah pembebasan tanah serta sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan study Ilmu Hukum.

F. Kerangka Pemikiran

Undang-undang dasar 1945

Undang-undang No. 2 Tahun 2012.

Perpres No 36 Tahun 2005 dan Perpres No 65 Tahun 2006

Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

(7)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 29

• Undang-undang dasar 1945

• Perpres No 36 Tahun 2005 dan Perpres No 65 Tahun 2006

• Undang-undang No. 2 Tahun 2012, maka pemerintah menerbitkan pula beberapa aturan pelaksananya, yaitu:

• Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang menitik beratkan penelitian pada data kepustakaan dan data sekunder. Penelitian ini didukung oleh metode sejarah hukum, perbandingan hukum dan penafsiran hukum . Metode sejarah hukum dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sehingga diketahui latar belakang dan prinsip-prinsip hukum yang dapat dijadikan dasar untuk perbaikan dan penyempurnaan kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Karena itu maka penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan dan buku-buku, kliping surat kabar, internet dan dokumen-dokumen dari Pemerintah Daerah setempat dan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang terkait dengan topik penelitian, serta penuturan para informan melalui wawancara.

Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis dengan sasaran mendapatkan gambaran fakta-fakta disertai dengan analisis data yang diperoleh. Data ini berupa data primer dan data sekunder mengenai berbagai masalah yang berkaitan dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dihubungkan dengan teori-teori dan prinsip-prinsip hukum dan kebiasaan.

Penelitian ini merupakan penelitian fact finding, karena bertujuan menemukan fakta tentang masalah yang timbul dari diberlakukannya ketentuan dalam Pepres Nomor 36 tahun 2005, kemudian masalah tersebut dijelaskan dan digambarkan secara lebih dalam, sehingga dari sifatnya disebut juga penelitian eksplanatoris. Masalah yang timbul dalam pengadaan tanah demi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum tersebut maka dengan penelitian ini diharapkan dapat memberi jalan keluar dengan memberi beberapa saran kepada

(8)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 30

pihak-pihak yang berkepentingan, dengan demikian penelitian ini dari sudut bentuknya juga merupakan penelitian preskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu ; Penelitian Kepustakaan ( library research) dan Data Lapangan.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulisan dan penyusunannya terbagi dalam lima bab agar lebih mengarah dan sistematis. Sistematika bab-bab tersebut yang akan diuraikan dalam sub bab ini sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA Asas-Asas Pengadaan Tanah

Dalam Bahasa Indonesia, kata tanah mengandung berbagai arti, sebagaimana yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa tanah adalah: (1) Permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada di atas sekali; (2) Keadaan bumi disuatu tempat; (3) Permukaan bumi yang diberi batas; dan (4) Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal dan sebagainya).

Pengadaan tanah dilakukan dengan mendasarkan kepada asas- asas yang mengandung pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, khususnya hak ekonomi. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:

Asas Pengadaan Tanah a. Asas Kesepakatan

Dengan asas kesepakatan dimaksudkan bahwa dalam seluruh kegiatan pengadaan tanah, perolehan tanahnya termasuk pemberian ganti kerugian, pemukiman kembali dan pemulihan pendapatan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah. Kegiatan fisik pembangunan baru dapat dilaksanakan bila telah terjadi kesepakatan antara para pihak dan ganti kerugian telah diberikan.

(9)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 31

b. Asas Kemanfaatan

Pengadaan tanah itu diharapkan agar mendatangkan dampak positif, bagi pihak yang mengambil alih tanah, masyarakat yang terkena dampak, maupun masyarakat luas.

Pihak yang memerlukan tanah untuk kegiatan yang menunjang pembangunan diharapkan dapat memperoleh tanahnya, dan mweujudkan kegiatan sesuai dengan rencananya. Bagi masyarakat yang terkena dampak diberikan ganti kerugian untuk faktor-faktor yang bersifat fisik dan non fisik di samping upaya pmulihan pendapatan sehingga tingkat kehidupan sosial ekonominya tidak akan lebih rendah dari keadaan pengadaan tanah. Dalam arti luas, manfaat dari hasil kegiatan itu akan dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai keseluruhan.

c. Asas Keadilan

Asas Keadilan berarti bahwa di satu sisi, kepada masyarakat yang terkena dampak diberikan penggantian kerugian yang dapat memulihkan kondisi sosial ekonomi mereka minimal setara dengan keadaan sebelum pengadaan, dan di sisi lain, pihak yang mengambil tanah juga dapat memperoleh tanah sesuai rencana dan memperoleh perlindungan hukum.

d. Asas Kepastian

Pengadaan tanah dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam peraturan perundang- undangan sehingga semua pihak yang terkait dapat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing.

e. Asas Keterbukaan

Dalam proses pengadaan, masyarakat yang terkena dampak berhak mengetahui informasi berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan perolehan tanah dan pemukiman kembali.

Informasi tentang proyek dan dampakny, kebijakan ganti kerugian dan jadwal pembangunan, rencana pemukiman kembali dan lokasi pengganti, lembaga yang bertanggung jawab, jadwal kegiatan, dan tata cara menyampaikan keberatan, wajib disampaikan dan diketahui oleh masyarakat yang terkena dampak. Penyebaran informasi dapat dilakukan melalui berbagai media yang dapat menjangkau masyarakat luas.

(10)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 32

f. Asas Keikutsertaan

Peran serta semua pihak yang terkait secara aktif dalam proses pengadaan tanah akan menimbulkan rasa ikut memiliki dan dapat memperkecil kemungkinan timbulnya penolakan terhadap kegiatan pengadaan tanah. Masyarakat yang terkena dampak sebagai bagian dari penerima manfaat proyek, LSM dan masyarakat di lokasi pemindahan dilibatkan dalam tahap pengumpulan data, perencanaan pemukiman kembali dan pelaksanaan proyek. Komunikasi dan konsultasi dengan pihak yang terkait dilakukan secara intensif dan berkesinambungan untuk saling memberikan masukan yang diperlukan.

g. Asas Kesetaraan

Asas ini dimaksudkan untuk menempatkan posisi pihak yang memerlukan tanah dan pihak yang terkena dampak secara sejajar dalam seluruh proses pengadaan tanah.

Dalam Hukum Tanah pengertian tersebut dibatasi hanya pada arti yuridis yang merupakan batasan resmi dari UUPA, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 4 UUPA, bahwa: “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah”. Jadi, dalam pengertian yuridis, tanah adalah permukaan bumi. Sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia, tanah merupakan salah satu sumber daya alam utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan merata, dan berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan Negara dan rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik dalam tingkat nasional maupun dalam hubungan dengan dunia International.

Dalam pembangunan, fungsi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai wadah dan sebagai faktor produksi. Di daerah perkotaan fungsi tanah sebagai wadah, tempat sesuatu dibangun, sedangkan sebagai faktor produksi adalah tanah yang ada dipedesaan disamping diperlukan pula modal, teknologi dan sumber daya manusia .

Tanah dikatakan sebagai benda yang unik, karena sebagai wadah atau sarana disatu sisi tanah adalah sumber daya non hayati, artinya tanah adalah benda yang tidak dapat memperbaharui dirinya menjadi banyak, di sisi lain tanah sangat diperlukan oleh setiap

(11)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 33

manusia, baik yang bersifat pribadi, untuk kegiatan usaha, untuk kegiatan-kegiatan khusus dan untuk kepentingan umum

Hak-hak Penguasaan Atas Tanah

Seseorang mempunyai tanah untuk digunakan atau dimanfaatkan dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, namun hak-hak tersebut tidak hanya terbatas pada tanah sebagai permukaan bumi saja, tetapi wewenang menggunakan hak tersebut diperluas hingga meliputi juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang mempergunakan tanah, tapi juga tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya. Namun dengan diperluasnya wewenang tersebut bukan berarti bahwa tubuh bumi dan air serta ruang yang dimaksud kepunyaan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, ia hanya boleh menggunakannya wewenang tersebut diperluas karena tidak mungkin tanah atau permukaan bumi tersebut dipergunakan tanpa menggunakan juga sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya. Misalnya, untuk membangun sebuah gedung diperlukan penggunaan tubuh bumi untuk memancangkan tiang-tiang pondasi, jadi penggunaan tubuh bumi dan ruang yang ada diatasnya tergantung tujuan penggunaannya.

Hak Bangsa sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi diatur dalam Pasal 1 ayat (1), (2), dan (3), hak-hak penguasaan atas tanah yang lain secara langsung maupun tak langsung bersumber padanya. Hak Bangsa mengandung unsur kepunyaan dan unsur tugas kewenangan untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan tanah bersama, yang pelaksanaannya dilimpahkan pada Negara. Hak Bangsa dipegang oleh seluruh rakyat Indonesia sapanjang masa yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia, yang meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Sebagai lembaga hukum Hak Bangsa tercipta pada saat diciptakannya hubungan hukum konkrit dengan tanah sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Rakyat Indonesia.

Penjelasan Umum II UUPA menjelaskan hubungan hukum Hak Bangsa bersifat abadi:

(12)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 34

Selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun, tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.

Jadi, tanah bersama tersebut tidak mungkin dialihkan kepada pihak lain.

Hak menguasai dari Negara diatur dalam Pasal 2 ayat UUPA, dimana pada ayat (1) dinyatakan bahwa:

Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat

Fungsi Tanah

Dalam pembangunan, fungsi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai wadah dan sebagai faktor produksi. Di daerah perkotaan fungsi tanah sebagai wadah, tempat sesuatu dibangun, sedangkan sebagai faktor produksi adalah tanah yang ada di pedesaan perlu pula modal, teknologi dan sumber daya manusia. Tanah dikatakan sebagai benda yang unik, karena sebagai wadah atau sarana disatu sisi tanah adalah sumber daya non hayati, artinya tanah adalah benda yang tidak dapat memperbaharui dirinya menjadi banyak, di sisi lain tanah sangat diperlukan oleh setiap manusia, baik yang bersifat pribadi, untuk kegiatan usaha, untuk kegiatan-kegiatan khusus dan untuk kepentingan umum. Secara formal sudah dijelaskan oleh beberapa peraturan mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dalam menentukan harga tanah, namun harga tanah yang ditetapkan oleh P2T tersebut hanyalah nilai tanah dalam lingkup yang sempit, yaitu harga pasar dalam jual-beli yang merupakan nilai fisik-ekonomis tanah tersebut, sedangkan banyak faktor-faktor yang seharusnya menjadi pertimbangan dalam menentukan nilai hak atas tanah selain dari nilai fisik- ekonomis semata. Faktor-faktor tersebut antara lain biaya pindah tempat, pindah pekerjaan dan segala permasalahan psikologis yang dihadapi keluarga yang terkena pembebasan tanah tersebut.

UUPA menetapkan dan mengatur tata jenjang atau hirarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional, yaitu: (1) Hak Bangsa Indonesia, (2) Hak Menguasai dari

(13)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 35

Negara, (3) Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, (4) Hak-hak Perorangan /individual yang terdiri dari Hak-hak Atas Tanah, Wakaf dan Hak Jaminan atas Tanah (Hak Tanggungan). Hak penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu pada tanah yang dihaki. Hal tersebutlah yang menjadi tolak ukur pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.

Hak-hak penguasaan atas tanah yang pengaturannya dalam Hukum Tanah ada yang sebagai lembaga hukum jika belum dihubungkan dengan tanah dan ada pula yang sebagai hubungan hukum konkret jika telah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai obyeknya.

Sistem Perolehan Tanah

Ada berbagai cara perolehan tanah menurut Hukum Tanah Nasional, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk Tanah Negara, cara perolehannya adalah dengan Permohonan Hak, dan status tanah yang diperoleh sesuai status subyek hukumnya adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan;

2. Untuk Tanah Hak, ada beberapa cara perolehannya, yaitu:

• dengan cara pembebanan hak dalam hal pemberian hak baru di atas tanah Hak Milik, dan status tanah yang diperoleh adalah Hak Guna bangunan, Hak Pakai dan Hak Sewa;

• dengan cara pemindahan hak, dalam hal jual beli, tukar menukar, hibah dan hibah wasiat, status tanah yang diperoleh adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan hak Pakai;

• dengan cara pembebasan hak apabila yang tersedia adalah tanah Hak Milik sedangkan calon subyeknya Badan Hukum Indonesia, status tanah yang diperoleh adalah Tanah Negara yang wajib didahului dengan permohonan hak terhadap Tanah Negara;

• dengan pencabutan hak, sebagai upaya terakhir dan dilakukan secara paksa untuk memperoleh semua jenis hak atas tanah, status tanah yang diperoleh adalah Tanah Negara yang wajib didahului dengan permohonan hak terhadap Tanah Negara.

(14)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 36

3. Untuk Tanah Hak Pengelolaan, bagian-bagiannya dapat diberikan kepada pihak ketiga melalui permohonan hak, dan status tanah yang diperoleh adalah HM, HGB dan HP.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini meliputi:

1. Kebijakan tidak hanya kepada para pelaku kebijakan (policy implementors) dalam hal ini adalah P2T, tetapi juga kepada kelompok sasaran (target groups) atau masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsentrasi pada masalah kebijakan. Melalui proses komunikasi ini, para pelaku yang teridentifikasi dalam struktur birokrasi menjadi jelas apa yang menjadi substansi kebijakan, mencakup apa yang menjadi tujuan, sasaran, dan arah kebijakan. Pembebasan tanah yang dilakukan oleh PT. Jasa Marga (Persero) tersebut dalam hal tertentu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena setelah ganti rugi dibayar dan/atau dititipkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tanpa menunggu terbitnya hak baru, pembangunan dilaksanakan. Semestinya PT. Jasa Marga (persero) baru berhak membangun di atas tanah yang dibebaskan tersebut setelah hak atas tanahnya lahir, sedangkan hak atas tanah tersebut baru lahir setelah diterbitkan sertipikat hak atas tanah tersebut oleh BPN.

2. Asas pengadaan tanah bahwa dalam keadaan biasa konsinyasi seperti yang diatur dalam Pasal 1404 KUH Perdata tidak dapat diterapkan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini, karena dengan dilakukannya konsinyasi seseorang dipaksa untuk menyerahkan hak atas tanah kepunyaannya. Jadi, dalam hal ini Perpres No. 36 tahun 2005 belum memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah yang tanahnya masih dalam sengketa. Selain dari pada itu, untuk mengatur mengenai kepentingan umum, peraturan yang tepat untuk mengaturnya adalah undang-undang bukan peraturan presiden, karena menyangkut hak asasi manusia maka yang peraturan yang mengaturnya adalah peraturan yang lebih tinggi.

(15)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 37

SARAN

Berdasarkan uraian dalam bab pembahasan sebelumnya, maka ada beberapa saran yang penulis kemukakan dalam tulisan ini yang meliputi:

1. Untuk meminimalisir masalah dalam pelaksanaan ganti rugi tanah dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka sebaiknya pemerintah menetapkan harga tanah secara aktual tidak hanya pada saat dilaksanakan pengadaan tanah akan tetapi jauh sebelumnya. Dalam menetapkan harga tanah, P2T harus melakukannya secara objektif dengan pertimbangan- pertimbangan mengenai faktor sosial, ekonomi dan budaya sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Faktor budaya perlu diperhatikan dalam ganti rugi karena jangan sampai dengan diadakan pembebasan tanah untuk kepentingan umum budaya yang tumbuh dalam suatu masyarakat menjadi hilang karena tercerai-berainya masyarakat tersebut. Dengan demikian ganti rugi yang diberikan tidak merugikan masyarakat pemegang hak atas tanah tersebut.

2. Bila dilihat Pasal 10 ayat (2) Perpres nomor 36 tahun 2005 tersebut, tampak adanya keputusan sepihak mengenai harga tanah dan dengan mudahnya dapat menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan negeri setempat, hal ini merupakan suatu pemaksaan terhadap hak hak masyarakat yang juga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Walaupun ganti rugi diberikan diatas NJOP, semestinya pemerintah mencontoh kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Saudi Arabia terhadap pemilik tanah disekitar Masjidil Haram yang hendak dibebaskan tanahnya dengan membayar sepuluh kali lipat dari harga normal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Tebaran Pemikiran Mengenai Hukum Agraria, (Bandung: Alumni, 1985) Arie S. ftHutagalung, Tinjauan Kritis Terhadap Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005

Khususnya Menyangkut Pengertian Kepentingan Umum, (Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengadaan Tanah, Jakarta, 24 Agustus 2005

Arie S. Hutagalung (c), “Fungsi Tanah Di Indonesia Dalam Perspektif Pembangunan dan Berbagai Masalahnya (Suatu Kajian Sosio-Yuridis)”, (Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Sebagai Alat Pembangunan atau Alat Represif, Jakarta, 9 Agustus 2005)

(16)

Doi Artikel : 10.46306/rj.v2i1.23 38

Arie S. Hutagalung, “Sistem Perolehan Tanah”, (Makalah disampaikan dalam seminar- seminar).

Arie Sukanti Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta:

Lembaga Pemberdayaan Hukum, 2005), hal. 188.

Bachtiar Effendie, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, (Bandung: Alumni, 1993), hal. 5.

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003),

Boedi Harsono (b), Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, (Jakarta: Univ.

Trisakti, 2002)

Frans Sunito, “Percepatan Pembangunan Jalan Tol (Kendala dan Langkah-Langkah Perbaikannya)”, Economic Review Journal No. 202, (Desember 2012)

Irene Eka Sihombing, Segi-Segi Hukum Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, (Jakarta: Univ. Trisakti, 2005)

Marmin M. Roosadijo, Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002),

Mudakir Iskandar Syah, Dasar-dasar Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum ( Jala Permata 2007 Cetakan Pertama)

Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Cet.2. (Jakarta: Kencana, 2006), Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Nomor 5 tahun 1960

http://perpustakaan.bappenas.go.id,“Mendesak Juklak Pengadaan Tanah (Masyarakat Harus Terhindar dari Spekulan),” 12 Maret 2013

http://www. jawapos.co.id” Pembebasan Tanah Tahap Paling Krusial,”, 13 Maret 2013

Referensi

Dokumen terkait

Ciò che comunque sembra emergere dalle iscrizioni è che in linea di massima quella del tata fosse una figura diversa da quella paterna, che egli avesse un ruolo nella cura

Adapun tujuan dilakukannya pe-nelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbe- daan yang signifikan pada motivasi belajar mate- matika SD antara peserta didik

Berdasarkan hasil kegiatan pengolahan air bersih di Pondok Pesantren Hidayatul Muslimin 1 Kubu Raya dan Ma’had Labbaik Pontianak dap at disimpulkan bahwa telah

Pengaturan hukum surat pernyataan telah menyetorkan modal yang dibuat oleh pendiri perseroan terbatas diatur dalam Permenkum HAM RI Nomor 4 Tahun 2014 Tentang

Hasil survei menunjukkan bahwa profil pemenuhan standar praktik kefarmasian beberapa apotek di kota Medan saat ini adalah sebagai berikut: hasil rerata poin kumulatif

First of all, I would like to thank and praise the Almighty God, Allah SWT for blessing and giving me health, strength, and ease to accomplish this paper as one of the requirements

(2013) dengan judul penelitian Corporate Governance Mechanisms and Voluntary Disclosure in Saudi Arabia dalam menganalisis menggunakan descriptive statistic

Accordingly, a multi- institutional initiative called 'Map the Neighbourhood in Uttarakhand' (MANU) was conceptualised with the main objective of collecting