• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BERAT (Studi Kasus Putusan Nomor 25/PID.B/2016/PN.Pol) OLEH: NINGSIH B111 14 377 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BERAT (Studi Kasus Putusan Nomor 25/PID.B/2016/PN.Pol) OLEH: NINGSIH B111 14 377 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BERAT

(Studi Kasus Putusan Nomor 25/PID.B/2016/PN.Pol)

OLEH:

NINGSIH B111 14 377

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

(2)
(3)

HALAIUAN PERSETUJUAN PEMBIItB{r.tc

Menerangkan bahwa skripsi mahasiswa:

Narna, Nim

Program Studi

Departemen Judul

Pembimbing I

/rMv

Prof. Dr. Muhadar. S.H., M.Si.

NlP. 19590317 198703 1002 : Ningsih

:8111 14377

: llmu Hukum : Hukum Pidana

: Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidqna Penganiayaan Berat (Studi Kasus Putusan Nomor 2slPl}.Bl201 6/PN Pol)

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian akhir skripsi di

fikuttas

Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar,

Januari 2O18 Pembimbing ll

Dr. Wiwie Heryani. S.H., M.H.

NlP. 1968012s 199702 2 001

(4)

KEMEN'TERIAN RISET,

TBKNOLOGI

DAN PENDIDIKAN

TINGGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS

HUKUM Jl;.ft''inP*T

,.kuTKY

686,s872l9r E-mair:hukum@unhas.ac.id

Diterangkan bahwa,

Nama

Nomor Pokok Program Studi Bagian Judul Skripsi

Mgmenuhi syarat untuk diajukan da

NINGSIH BtrU4377 Ilmu F{ukum Hul<um Pidana

Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak pidana penganiayaan Berat (Studi Kasus Putusan Nomor 25/pid.B/2Ol 6/pN.pol)

Iam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi.

Makassar, Februari

Dekan

'o'fl -

g Akademik dan Pengernbangan,

Ah Miru,SH.,MH

10607

I

1003

t

(5)

ABSTRAK

NINGSIH (B11114377), “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pengaiayaan Berat (Studi Putusan Nomor 25/Pid.B/2016/PN.Pol), dibawah bimbingan Muhadar selaku pembimbing I dan Wiwie Heryani selaku pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualifikasi tindak pidana penganiayaan berat menurut kitab undang-undang hukum pidana dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap tindak pidana penganiayaan berat.

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Polewali sebagai instansi terkait dalam proses penyelesaian perkara ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metide Kepustakaan, Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif, dengan menggunakan pendekatan normatif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) kualifikasi tindak pidana penganiayaan berat adalah “dengan sengaja melaukai berat orang lain”.

2) Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan nomor 25/Pid.B/2016?PN.Pol dinilai kurang tepat, karena penulis beranggapan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan berlandaskan bukan pada pasal 351 ayat (2) yaitu penganiyaan yang mengakibatkan luka berat melainkan pada pasal 354 ayat (1) yaitu penganiyaan berat berdasarkan posisi kasus perkara ini. Disamping itu juga terdapat ketidaksesuaian antara pertimbangan hakim pasal 351 ayat (2) yaitu penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dengan putusan hakim yang menegaskan bahwa terdakwa secara sah terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan berat.

(6)

iv UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmatnyadan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Padakesempatan ini, perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih yang takterhingga kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi S.H.,M.Hum., selaku Dekan pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

3. Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar S.H.,M.H.,serta Bapak Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I, II, dan III pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

4. Bapak Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H., selaku ketua bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

5. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S., selaku Pembimbing I dan Ibu Dr, Wiwie Heryani ,S.H., M.H., selaku pembimbing II, yang dengan ikhlas memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Slamet Sampurno, S.H., M.H., Ibu Dr. Hj. Nur Azisa, S.H.,M.H., dan Ibu Dr. Dara Indawati, S.H., M.H., selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

(7)

v 7. Seluruh Dosen dan Staf Karyawan serta Penasehat Akademik

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

8. Yang tercinta kedua orang tuaku, ayahanda Stefanus Tidung, dan Ibunda Maria Kessa dan Margaretha Sau, yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

9. Adik-adik, Nelson wawan, Reskiyanto dan Emilia Astin, yang senantiasa mendukung penulis.

10. Kakanda M Noartawira Sadirga S MD, S.H., yang telah memberikan dukungan, bimbingan, bantuan baik moril maupun materiil, sehingga dapat memperlancar penyusunan skripsi penulis dan segala kendala penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

11. Para sahabatku “Bacrit Squad” Lisa Rulyantini Munassar, Mastura Azizah dan Andi Nur Anna We Dimeng, makasih atas semua gonggongannya, hura-hura, dan gembel bersamanya selama ini, terima kasih telah menjadi.saudara tak seibu bapak.

12. Para sahabatku “keluarga kedua” Nur Aryas Tuti A, Nurul Fitra Sappe S.H., Nirwana Nur Rahmat, Rafiatul Mahmuda dan Hardianti, terimakasih telah menemani dan menjadi salah satu bagian terbaik kehidupan kampusku mulai dari maba sampai saya menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum .

(8)

vi 13. Para sahabatku “Kudeta Community” Jemmi, S.H., Anugrah, Windaryani, Nurhaeria, Nurdaya dan Frelly Armansyah terima kasih telah mengajarkan arti kesolidaritasan, walaupun kita susah ngumpul lengakpanya.

14. Kepada Yudy Reynaldi, yang selalu merepotkan, menyusahkan, dan membuat mood berantakan sehingga menghambat proses penyelesaian skripsi saya, .walaupun begitu tetap yang tersayang.

15. Sahabat-sahabat, Irmayani Adam, Ratih Indah Kusuma Andari, Kharisma. D, Amelia Sari dan Andi Setiawan, terima kasih telah menjadi sahabat dari SMA, walaupun sekarang ngumpulya cuma dua kali setahun.

16. Teman-teman UKM Karate-Do Gojukai Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, terima kasih atas semua kenangan manis selama 3,5 tahunnya.

17. Junior-Junior a.k.a anak-anakku Khaerul Fadhli, Fajar Hassyari dan Rian Jubhari, anak-anak yang minta di sleding kepalanya tapi tetap setia menemani dari proposal sampe skripsi.

18. Kepala Pengadilan Negeri Polewali beserta staf yang telah bersedia membantu penulis dalam penelitian penulis.

19. Teman-teman Klinik Hukum Anti Korupsi dan Klinik Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

(9)

vii 20. Teman-teman KKN Gelombang 96 Kecamatan Ma’rang Desa Padanglampe. Cimma, Dia, Remis, Kak Fadhly, Baim dan Asri, terimakasih telah menjadi keluarga selama 45 hari.

21. Dan semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa memberikan dorongan hingga terselesainya skripsi ini Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian studi ini.

Akhirnya dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis persembahkan skripsi ini kepada orang tua tercinta. Kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, karenanya penulis menyadari dan menerima saran dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini dan semoga memperoleh manfaat bagi kita semua. Amin

Makassar, Februari 2018

Penulis

(10)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Tindak Pidana Pada Umumnya ... 8

1. Pengertian Tindak Pidana ... 8

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 11

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana ... 17

B. Pidana dan Pemidanaan ... 22

1. Jenis-Jenis Pemidanaan ... 22

2. Teori Pemidanaan ... 25

C. Tindak Pidana Penganiayaan ... 30

1. Pengertian Penganiayaan ... 30

(11)

ix

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan ... 32

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Penganiayaan... 34

D. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan ... 38

1. Pertimbangan Hukum ... 38

2. Menurut Pertimbangan Sbujektif Hakim ... 45

BAB III METODE PENELITIAN... 47

A. Lokasi Penelitian ... 47

B. Jenis dan Sumber Data ... 47

C. Teknik Pengumpulan Data ... 48

D. Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Kualifikasi Tindak Pidana Penganiayaan Berat ... 49

B. Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Berat Dalam Putusan Nomor 25/Pid.B/2016/PN.Pol ... 62

BAB V Penutup. ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan (machstaat) sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ini menunjukkan bahwa Negara Indonesia menjadikan hukum sebagai aturan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, setiap warga negara diharuskan bertindak menurut dan terikat pada aturan-aturan hukum yang telah ditentukan oleh alat-alat kelengkapan negara yang berwenang (dikuasakan) untuk membuat atau mengadakan aturan-aturan hukum tersebut. Achmad Ali1dalam bukunya berpendapat bahwa:

Hukum adalah seperangkat kaidah atau ukuran yang tersusun dalam suatu sistem yang menentukan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga dalam kehidupan bermasyarakatnya Hukum tersebut bersumber baik dari masyarakatnya sendiri maupun dari sumber lain yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalam kehidupannya. Jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal.

Namun, seiring dengan kemajuan budaya, ilmu dan teknologi perilaku manusia didalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru

1 Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Toko Gunung Agung Tbk., Jakarta, hlm. 35.

(13)

2 semakin kompleks bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma.

Tehadap perilaku yang sesuai dengan norma (hukum) yang berlaku, tidak menjadi masalah. Namun lain halnya terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan dibidang hukum dan merugikan masyarakat.

Perilaku yang tidak sesuai dengan norma ini dapat disebut sebagai tindak pidana. Salah satu tindak pidana yang cukup meresahkan dan sering terjadi dimasyarakat adalah tindak pidana penganiayaan. Tindak pidana penganiayaan ini menjadi salah satu fenomena yang sulit hilang dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai tindakan penganiayan yangsering terjadi seperti pemukulan dan kekerasan fisik seringkali mengakibatkan luka pada bagian tubuh atau anggota tubuh korban, bahkan tidak jarang membuat korban menjadi cacat fisik seumur hidup termasuk kematian. Selain itu, tindakan penganiayaan juga tidak jarang menimbulkan efek atau dampak psikis pada si korban seperti trauma, ketakutan, ancaman, bahkan terkadang ada korban penganiayaan yang mengalami gangguan jiwa dan mental.

Mencermati fenomena tindakan penganiayaan yang terjadi, tampaknya bukan hal yang begitu saja melainkan diduga berkaitan dengan berbagai faktor seperti pengaruh pergaulan dan kenakalan, premanisme, kecemburuan sosial, tekanan dan kesenjangan ekonomi,

(14)

3 ketidakharmonisan dalam hubungan rumah tangga atau dengan orang lain, persaingan, konflik kepentingan dan lainnya.

Dalam banyak kasus, tidak sedikit orang atau sekelompok orang sengaja merencanakan untuk melakukan penganiayaan kepada orang lain disebabkan beberapa faktor seperti dendam, pencemaran nama baik, perasaan dikhianati atau dirugikan, merasa harga diri dan martabatnya direndahkan atau dilecehkan dan motif-motif lainnya. Selain itu, tidak sedikit orang juga terlibat perselisihan paham, perkelahian atau pertengkaran yang mendorong dirinya untuk melakukan penganiayaan secara tidak sengaja.

Penganiayaan merupakan tindak pidana yang dilarang oleh undang- undang yang disertai ancaman pidana bagi siapa saja yang melanggarnya. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah di atur mengenai sanksi yang diterima jika suatu kejahatan dilakukan.

penganiayaan diatur dalam Pasal 351 sampai dengan Pasal 356 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP). Dalam ketentuan pasal-pasal tersebut diatur mengenai penganiayaan biasa, penganiayaan ringan, penganiayaan berencana, penganiayaan berat, penganiayaan berat berencana, dan penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu serta penganiayaan dalam bentuk turut serta terhadap penyerangan atau perkelahian.

(15)

4 Bertolak dari persoalan penganiayaan berdasarkan uraian tersebut diatas, maka timbulah suatu dorongan kepada penulis untuk meneliti dan mengkaji salah satu jenis penganiayaan yaitu penganiayaan berat yang terjadi di kabupaten Polewali Mandar. Salah satu contohnya adalah kasus dengan terdakwa Johar Bin M Yusuf Mondo alias Bapak Samia yang melakukan tindak pidana penganiayaan berat terhadap saksi korban Arif Bin Oton alias Papa Ecce. Terdakwa melakukannnya ketika terdakwa datang menemui saksi Jumuriah alias Mama Ecce yang pada saat itu mengambil buah mangga di kebun, kemudian terdakwa meminta sebagian buah mangga tersebut kepada saksi Jumuriah alias Mama Ecce namun saksi Jumuriah alias Mama Ecce tidak mau memberikan sebagian buah mangga tersebut kepada terdakwa dan saksi Jumuriah alias Mama Ecce malah marah-marah kepada terdakwa sehingga terdakwa menjadi marah lalu terdakwa melempar saksi Jumuriah alias Mama Ecce dengan menggunakan batu akan tetapi tidak mengenai saksi Jumuriah alias Mama Ecce selanjutnya datang saksi korban Arif Bin Oton alias Papa Ecce dengan membawa parang dan ketapel kemudian marah-marah kepada terdakwa, lalu terdakwa dan saksi korban bertengkar dan tiba-tiba saksi korban melemparkan batu dengan menggunakan ketapel miliknya ke arah terdakwa dan mengenai lengan kanan dan perut terdakwa selanjutnya terdakwa yang tidak terima dengan perlakuan saksi korban naik ke atas rumah orangtuanya yang tidak jauh dari tempat tersebut kemudian mengambil 1 (satu) buah tombak yang panjang mata tombak

(16)

5 warna hitam yang terbuat dari besi sekitar 40 (empat puluh) cm dan panjang gagang tombak warna coklat yang terbuat dari kayu sekitar 150 (seratus lima puluh) cm yang berada dibelakang pintu ruang tamu rumah orangtua terdakwa lalu terdakwa kembali mendatangi saksi korban alias Papa Ecce dan setelah terdakwa berada kurang lebih 5 (lima) meter dari saksi korban Arif Bin Oton alias Papa Ecce selanjutnya terdakwa langsung melemparkan tombak tersebut dengan menggunakan tangan kanannya kearah saksi korban dan mengenai pinggang sebelah kiri saksi korban yang mengakibatkan luka robek kemudian terdakwa lari meninggalakn saksi korban.

Berdasarkan putusan Nomor 25/Pid.B/2016/PN.Pol, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penganiayaan berat dan dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan. Adanya putusan hakim tersebut membuat penulis menganggap perlu mengangkatnya kedalam bentuk karya ilmiah (skripsi). Dengan judul: “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Berat ( Studi Kasus Putusan Nomor 25/PID.B/2016/PN.Pol)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualifikasi penganiayaan berat menurut kitab undang- undang hukum pidana?

(17)

6 2. Bagaimankah pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap tindak pidana penganiayaan berat dalam putusan Nomor 25/PID.B/2016/PN.Pol?

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya setiap penulisan karya ilmiah tentulah memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai, demikian halnya dengan karya ilmiah dalam bentuk skripsi lainnya. oleh karena itu adapun tujuan dan kegunaan penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kualifikasi penganiayaan berat menurut kitab undang-undang hukum pidana

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap tindak pidana penganiayaan berat dalam putusan Nomor 25/PID.B/2016/PN.Pol

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian mengenai tindak pidana penganiayaan berat antara lain sebagai berikut:

1. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukkan dan kritikan bagi instansi penegak hukum khususnya Jaksa dan Hakim yang menuntut dan memutus suatu perkara penganiayaan berat di dalam persidangan.

(18)

7 2. Sebagai saran informasi bagi pembaca khususnya bagi kalangan mahasiswa Fakultas Hukum yang berminat untuk meneliti lebih lanjut mengenai masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

(19)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak PidanaPada Umumya

1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana berasal dari bahasa Latin dengan istilah Delictum, sedangkan dalam bahasa Belanda istilah tersebut dikenal dengan nama Strafbaarfeit. Dalam hal penggunaan istilah tindak pidana oleh pakar hukum belum ada keseragaman. Ada yang menerjemahkan tindak pidana sebagai istilah perbuatan pidana, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, tindak pidana dan delik, tergantung persepsi mereka masing-masing.

“Strafbaarfeit” diartikan oleh Simons sebagaimana dikutip dari buku

karya Lamintang, sebagai :2

suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh Undang- Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

2P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 34.

(20)

9 Moeljatno3 memakai istilah “Perbuatan Pidana” dengan pertimbangan bahwa antara larangan dengan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu mempunyai hubungan yang erat pula. Suatu kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dengan kata lain bahwa seseorang itu tidak dapat dipidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya.

E. Utrecht memakai istilah “Peristiwa Pidana” karena istilah pidana menurut beliau meliputi perbuatan (andelen) atau doen positif atau melainkan (visum atau nabetan atau metdoen,negatif/maupun akibatnya)4.

Andi Zainal Abidin5, strafbaarfeit diterjemahkan kedalam istilah tindak pidana dengan alasan sebagai berikut :

1. Bersifat universal, semua orang di dunia mengenalnya;

2. Bersifat ekonomis karena sangat singkat;

3 Moeljanto, 1984, Asaz-asaz Hukum Pidana, PT. Bina Aksara, Jakarta, hlm. 55.

4S.R. Sianturi, 1982, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta:Alumni, hlm. 297.

5Andi Zainal Abidin, 1987, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana dan Beberapa Pengupasan tentang Delik-delik Khusus), Prapanca, Jakarta, hlm. 146.

(21)

10 3. Tidak menimbulkan kejanggalan seperti “Peristiwa pidana”,

“perbuatan Pidana” (bukan peristiwa, perbuatan yang dipidana

tetapi pembuatnya);

4. Luas pengertiannya sehingga meliputi juga tindak pidana yang

diwujudkan koorporasi.

Mengenai “tindak pidana” dalam arti strafbaarfeit, para pakar hukum pidana masing-masing memberi defenisi sebagai berikut.6VOSmenyatakan bahwa “Tindak pidana adalah Suatu kelakuan (gedraging) manusia yang dilarang oleh undang-undang dan diancamdengan pidana”

Adapun Pompe merumuskan strafbaarfeit adalah:

pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan dengaja maupun tidak disengaja telah dilakukan olehseseorang pelaku dimana penjatuhan hukum terhadap pelaku tersebut adalah perlu terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.

Disamping itu arti beberapa istilah yang digunakan oleh para pakar hukum tersebut sebagai terjemahan dari delik (strafbaarfeit), menurut penulis sifatnya tidak mengikat, untuk istilah mana yang ingin dipergunakan asalkan mendekati makna strafbaarfeit, tergantung dari pemakainya.

6P.A.F. Lamintang, Op.Cit. hlm. 181.

(22)

11 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Apabila dilihat pengertian perbuatan pidana menurut Moeljatno, maka unsur-unsurnya ialah:7

1) Unsur-unsur formil : a. Perbuatan (manusia);

b. Perbuatan itu dilarang oleh suatu aturan hukum;

c. Larangan itu disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu;

d. Larangan itu dilanggar oleh manusia.

2) Unsur-unsur materil :

Perbuatan itu harus bersifat melawan hukum, yaitu harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan.

Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi perumusan Undang- Undang, tetapi tidak bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana.Dalam ilmu hukum pidana, unsur-unsur tindak pidana itu dibedakan dalam dua macam yaitu unsur objektif dan unsur subjektif.

1. Unsur objektif

Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar sisi si pelaku tindak pidana. Menurut Lamintang8unsur objektif itu adalah unsur

7Moeljanto, 2002, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 54.

(23)

12 yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan mana tindakan- tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan. Unsur objektif itu meliputi:

1) Perbuatan atau kelakuan manusia

Perbuatan atau kelakukan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misalnya: membunuh (Pasal 338 KUHP) dan lain-lain. Ada pula perbuatan atau kelakuan manusia yang pasif (tidak berbuat sesuatu), misalnya: tidak melaporkan kepada yang berwajib atau kepada yang terancam, sedangkan ia mengetahui ada suatu permufakatan jahat, adanya niat untuk melakukan suatu kejahatan tertentu (Pasal 164 dan Pasal 165 KUHP).

2) Akibat yang menjadikan syarat mutlak dari delik

Hal ini terdapat dalam delik-delik materiel atau delik-delik yang merumuskan secara materiel, misalnya: pembunuhan (Pasal 335 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP) dan lain- lain.

3) Unsur melawan hukum

Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu

8P.A.F. Lamintang, 1984, KUHAP Dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi Dan IlmuPengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung, hlm. 184.

(24)

13 harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusannya. Ternyata sebagian besar dari perumusan delik dalam KUHP tidak menyebutkan dengan tegas unsur melawan hukum ini, hanya beberapa delik saja yang menyebutkan dengan tegas seperti:

dengan melawan hukum merampas kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), untuk memilikinya secara melawan hukum (Pasal 362 KUHP) dan lain-lain.

4) Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana

Ada beberapa tindak pidana yang untuk dapat memperoleh sifat tindak pidananya itu memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti: penghasutan (Pasal 160 KUHP), melanggar kesusilaan (Pasal 282 KUHP) dan lain-lain. Tindak pidana harus dilakukan di depan umum. Selain daripada itu ada pula beberapa tindak pidana yang untuk dapat memperoleh sifat tindak pidananya memerlukan hal-hal subjektif, seperti:

kejahatan jabatan (Pasal 413-437 KUHP), harus dilakukan oleh pegawai negeri, pembunuhan anak sendiri (Pasal 341 KUHP).

Unsur-unsur tersebut di atas harus ada pada waktu perbuatan dilakukan, oleh karena itu maka disebut dengan

“yang menentukan sifat tindak pidana”.

(25)

14 5) Unsur yang memberatkan pidana

Hal ini terdapat dalam delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidananya diperberat. Seperti merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP) diancam pidana penjara paling lama 8 tahun – ayat (1), jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat ancaman pidananya diperberat menjadi paling lama 9 tahun–ayat (2), dan apabila mengakibatkan mati ancaman pidananya diperberat lagi menjadi penjara paling lama 12 tahun – ayat (3).

6) Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana

Hal ini misalnya dengan suka rela masuk tentara Negara asing, yang diketahuinya bahwa Negara itu akan perang dengan Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah perang (Pasal 123 KUHP) dan tidak melaporkan kepada yang berwajib atau kepada orang yang terancam, jika mengetahui akan adanya kejahatan-kejahatan tertentu, pelakunya hanya dapat dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan (Pasal 164 dan 165 KUHP). Unsur-unsur tambahan tersebut adalah jika terjadi pecah perang (Pasal 123 KUHP) jika kejahatan itu jadi dilakukan (Pasal 164 dan 165 KUHP).

(26)

15 Unsur-unsur tambahan tersebut harus dibedakan dengan

“syarat-syarat tambahan yang menentukan dapat dituntut”, seperti “pengaduan” dalam delik aduan misalnya perzinahan (Pasal 284 KUHP), perbuatan cabul (Pasal 293 KUHP) dan lain-lain. Delik aduan tersebut tidak dapat dituntut apabila, kalau tidak diadakan oleh orang yang merasa dirugikan.

Apabila jaksa menuntutnya pula meskipun tanpa adanya pengaduan, maka tuntutan jaksa itu akan ditolak oleh hakim, penolakan itu merupakan ketetapan(beschikhing). Dalam tindak pidana yang memerlukan unsur-unsur tambahan itu tidak dimuat dalam surat dakwaan, maka keputusan hakim adalah

“lepas dari segala tuntutan hukum” (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). Sedangkan apabila unsur tambahan itu dimuat dalam surat dakwaan, tetapi dalam sidang tidak dapat dibuktikan, maka hakim akan memutus “bebas dari segala tuduhan” (Pasal 191 ayat (1) KUHAP).

2. Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang berhubungan dengan diri sipelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatuyang terkandung didalam hatinya.9

9Amir Ilyas, Op.Cit., hlm. 45.

(27)

16 Unsur-unsur subjektif dari tindak pidana meliputi :10

a) Kesengajaan (dolus)

Hal ini terdapat, seperti dalam: melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP), pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan lain-lain.

b) Kealpaan (culpa)

Hal ini terdapat, seperti dalam dirampas kemerdekaan, (Pasal 334 KUHP) menyebabkan mati (Pasal 359 KUHP) dan lain-lain.

c) Niat (voornemen)

Hal ini terdapat dalam percobaan (poging) – Pasal 53 KUHP.

d) Maksud

Hal ini terdapat, seperti dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), penipuan (Pasal 372 KUHP) dan lain-lain.

e) Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade) Hal ini terdapat, seperti dalam pembunuhan dengan rencana (Pasal 340 KUHP).

f) Perasaan takut (vrees)

Hal ini terdapat seperti dalam: membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP) dan lain-lain.

10P.A.F. Lamintang, Op.Cit., hlm. 193-194

(28)

17 3. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Di dalam ilmu hukum pidana dikenal beberapa jenis tindak pidana, antara lain:11

a) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan yangdimuat dalam buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam buku III.

Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran lebih ringan daripada kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih didominasi dengan ancaman pidana penjara.

b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil.

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahw inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu perumusan tindak pidana formil tidak memerlukan dan/atau tidak memerlukan timbulnyasuatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya.

Sebaliknya dalam rumusan tindakpidana materil, inti larangan adalah menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa

11Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education, Yogyakarta, hlm. 28- 34.

(29)

18 yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. Begitu juga untuk selesainya tindak pidana materil, tidak bergantung pada sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya tergantung pada syarat timbulnya akibat terlarang tersebut.

c) Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja (dolus) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpa).

Tindak pidana sengajaadalahtindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. Sedangkan tindak pidana tidak sengaja adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur kesengajaan.

d) Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindakpidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak pidana pasif/negaitf disebut juga tindak pidana omisi.

Tindak pidana aktif adalah tindakpidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif, perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat.

Tindakpidana pasif ada duamacam yaitu tindak pidana pasif murnidan tindakpidanapasif yang tidak murni. Tindak pidana pasif murni ialah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau

(30)

19 tindak pidanayang pada dasarnya semata-mata unsur perbuatannya adalah berupa perbuatan pasif. Sementara itu, tindak pidana pasif yang tidak murni berupa tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi tidak dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif, atau tindak pidana yang mengandung suatu akibat terlarang,tetapi dilakukan dengan tidakberbuat/atau mengabaikan sehingga akibat itu benar-benar timbul.

e) Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.

Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja, disebut juga dengan aflopende delicten. Sebaliknya ada tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan dilakukan, tindak pidana itu masih berlangsung terus, yang disebutjuga dengan voordurende deliccten. Tindak pidana ini dapat disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan yang terlarang.

(31)

20 f) Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana

umum dan tindak pidana khusus.

Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materil (BUKU II dan BUKU III). Sementara itu tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat diluar kodifikasi KUHP.

g) Dilihat dari sudut subjeknya, dapat dibedakan antara dapat dibedakan antara tindak pidana communia (tindak pidana yang dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu).

Pada umumnya tindak pidana itu dibentuk dan dirumuskan untuk berlaku pada semua orang, dan memeang bagian terbesar tindak pidana itu dirumuskan dengan maksud yang demikian. Akan tetapi, ada perbuatan-perbuatanyang tidak patutyang khusus hanya dapat dilakukan oleh yang berkualitas tertentu saja, misalnya pegawai negeri (pada kejahatan jabatan) atau nahkoda (pada kejahatan pelayaran), dan sebagainya.

h) Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan.

Tindak pidana biasayang dimaksudkan ini adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan terhadap pembuatnya, tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak, sementara itu

(32)

21 tindak aduan adalah tindak pidana yang dapat dilakukan penuntutan pidana apabila terlebih dahulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan, yakni korban atau wakilnya dalam perkara perdata, atau keluarga tertentu dalam hal-hal tertentu atau orang yang diberi kuasa khusus untuk pengaduan oleh orang yang berhak.

i) Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidanabentuk pokok, tindak pidana yang diperberat dan tindak pidanayang diperingan.

Tindak pidana dalam bentuk pokok dirumuskan secara lengkap, artinya semua unsurnya dicantumkan dalam rumusan, sementara itu padabentuk yang diperberat dan/atau diperingan, tidak mengulang kembali unsur-unsur bentuk pokok itu, melainkan sekedar menyebut kualifikasi bentuk pokoknyaatau pasal bentuk pokoknya, kemudian disebutkan atau ditambahkan unsur yang bersifat memberatkan atau meringankan secara tegas dalam rumusan. Karena ada faktor pemberatnya atau faktor peringannya, ancaman pidana terhadap tindak pidana terhadap bentuk yang diperberat atau yang diperingan itu menjadi lebih berat atau lebih ringan daripada bentuk pokoknya.

j) Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya, sangat tergantung pada

(33)

22 kepentingan hukum yang dilindungi dalam suatu peraturan perundang-undangan.

Sistematika pengelompokkan tindak pidana bab per bab dalam KUHP didasarkan pada kepentingan hukumyang dilindungi.

k) Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal dan tindak pidana berangkai.

Tindak pidana tunggal adalah tindak pidanayang dirumuskan sedemikianrupa sehingga untuk dipandang selesainya tindak pidana dan dapat dipidananyapelaku cukup dilakukan satu kali perbuatan saja, bagian terbesar tindak pidana dalam KUHP adalah berupa tindak pidana tunggal. Sementara itu yang dimaksuddengan tindak pidana berangkai adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk dipandang sebagai selesai dan dapat dipidananya pelaku, disyaratkan dilakukan secara berulang.

B. Pidana dan Pemidanaan 1. Jenis-Jenis Pidana

Hukum pidana diatur dalam KUHP terdapat pada Pasal 10, yang terdiri dari dua jenis yaitu: Pidana Pokok dan Pidana Tambahan, yang masin -masing dapat dibagi lagi atas beberapa macam, sebagaimana diatur di bawah ini:

(34)

23 a. Pidana Pokok

a) Pidana Mati

Pidana mati yaitu pidana berupa pencabutan nyawa terhadap terpidana. Pidana Mati Dijalankan oleh algojo dengan cara digantung Pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan:

“Pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh Pengadilan dilingkungan peradilan umum atau peradilan militer dilakukan dengan ditembak sampai mati, menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang- undang No. 2 (Pnps) Tahun 1964”

Kemudian diubah dengan “tembak mati” (UU No.

2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer);

b) Pidana Penjara

Dalam bukunya Andi Hamzah,mengeaskan bahwa pidana penjara merupakan bentuk pidanayang berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalambentuk pidana penjara tetapi berupa pengasingan.12Pidana Penjara dapat berupa :

1) Penjara seumur hidup

12 Andi Hamzah, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Di Indonesia.Pradnya Paramita.

Jakarta, hlm 36.

(35)

24 2) Penjara sementara / waktu tertentu;

3) 1 hari – 15 tahun;

4) 20 tahun jika ada alternative mati / seumur hidup / waktu tertentu itu ada pembarengan / pengulangan;

c) Pidana Kurungan

Pidana kurungan berupa hilangnya kemerdekaan yang bersifat sementara bagi seseorang yang melanggar hukum, lebih daripada pidana penjara. Pidana kurungan minimal 1 hari, maksimal 1 tahun dan jika ada pembarengan, pengulangan, atau dilakukan oleh pejabat maka maksimal 1 tahun 4 bulan;

d) Pidana Denda

Denda minimal Rp. 3, 75 jika tidak di bayar dapat diganti kurungan pengganti. Kurungan pengganti minimal 1 hari maksimal 6 bulan. Tapi jika ada pembarengan, pengulangan, atau dilakukan pejabat maka maksimal 8 bulan.

e) Pidana Tutupan

Pidana tutupan boleh diputuskan bagi tindak pidana penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati.

(36)

25 b. Pidana Tambahan

a) Pencabutan beberapa hak-hak tertentu (Pasal 35 s/d Pasal 38 KUHP)

b) Perampasan beberapa barang-barang tertentu (Pasal 39 s/d Pasal41 KUHP)

c) Pengumuman putusan hakim (Pasal 43 KUHP)

Pada pidana utama dapat dijatuhkan bersama dengan pidana tambahan, tetapi dapat juga dijatuhkan tersendiri.

Sedangkan pidana tambahan tidak boleh dijatuhkan tersendiri tanpa penjatuhan pidana utama.

2. Teori Pemidanaan

ada beberapa teori yang telah dirumuskan oleh para ahli untuk menjelaskan secara mendetail mengenai pemidanaan dantujuan sebenarnya untuk apa pemidanaan tersebut dijatuhkan. Menurut Adami Chazawi teori pemidanaan dapat dikelompokkan dalam 3 golongan besar, yaitu:13

a. Teori absolut atau teori pembalasan b. Teori relative atau teori tujuan c. Teori gabungan.

Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga

13Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 153.

(37)

26 berorientasi pada perubahan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.

Teori relative (tujuan) memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi saran mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan.

Teori gabungan memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relative (tujuan) dan absolut sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimanapemidanaan mengandum karakter absolut sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karekter relative terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.

Pandangan teori ini menganjurkan adanya kemungkinan untuk mengadakan artikulasi terhadap teori pemidanaan yang mengintegrasikan beberapa fungsi sekaligus retribution yang

(38)

27 bersifat utilitarian dimana pencegahan dan sekaligus rehabilitasi yang kesemuanya dilihat sebagai sasaran yang harus dicapai oleh suatu rencana pemidanaan. Karena tujuannya bersifat integratif, maka perangkat tujuan pemidanaan adalah :

a) Pencegahan umum dan khusus;

b) Perlindungan masyarakat;

c) Memelihara solidaritas masyarakat dan

d) Pengimbalan/pengimbangan. Mengenai tujuan, maka yang merupakan titik berat sifatnya kasusistis.

Perkembangan teori tentang pemidanaan selalu mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Teori pemidanaan yang bertujuan rehabilitasi telah dikritik karena didasarkan pada keyakinan bahwa tujuan rehabilitasi tidak dapat berjalan.

Bambang Poernomo dan Van Bammelenjuga menyatakan ada 3 teori pemidanaan yakni teori pemidanaan (absolute theorien), teori tujuan (relatieve theorien) dan teori gabungan atau (verenigings theorien).14

a. Teori Pembalasan

Aliran ini yang menganggap sebagai dasar hukum dari pidana adalah alam pikiran untuk pembalasan (vergelding atau vergeltung, teori pembalasan ini dikenal pada abad 18 dan yang mempunyai pengikut-

14 Bambang Poernomo, 1985, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, hlm. 21.

(39)

28 pengikut dengan jalan fikirannya masing-masing seperti Immanuel Kant, Hegel,Herbart dan Stahl.

Pada dasarnya aliran pembalasannya ditujukan kepada kesalahan si pembuat karena tercela dan corak obyektif yang pembalasannya ditujukan sekedarpada perbuatan apa yang telah dilakukan oleh orang yang bersangkutan.

b. Teori Tujuan / Prevensi

Oleh karena teori pembalasan kurang memuaskan,kemudian timbul teori tujuan yang memberikan dasar fikiran bahwa dasar hukum dari pidana adalah terletak pada tujuan pidana itu sendiri.

karena pidana itu mempunyai tujuan-tujuan tertentu, harusdianggap disamping tujuan lainnya terdapat tujuan pokok berupamempertahankanketertiban masyarakat. Mengenaicara mencapai tujuan itu ada beberapa faham yangmerupakan aliran dari teori tujuanyangjugadinamakan “de relative theorieen” yaitu:

- Aliran Prevensi Umum

Pada aliran prevensi umum tujuan pokok pidana yang hendak dicapai adalah pencegahan yang ditujukan kepada khalayak ramai, kepada

(40)

29 semua orang supaya tidakmelakukan pelanggaran terhadap ketertiban masyarakat.

- Aliran Prevensi khusus

Adalah bahwa pencegahan kejahatan melalui pemidanaandenganmaksudmempengaruhi tingkah laku terpidana untuk tidak melakukan tindak pidana lagi

c. Teori gabungan

Dengan adanya keberatan-keberatan terhadap teoripembalasan dan teori tujuan, maka timbullah aliranketiga yangmendasarkan pada jalan fikiran bahwa pidana hendaknya didasarkan atas tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertibanmasyarakat,yang diterapkan secara kombinasi dengan menitikberatkan pada salahsatuunsurnyatanpamenghilangkanunsurnya yang lain maupun pada semua unsur yang ada.

Masih dalam buku Bambang Poernomo,Von menerapkan bahwa dalam teori gabungan terdapat tiga aliran yaitu:15

15Ibid, hlm. 25.

(41)

30 a) Teori gabungan yang menitikberatkan pembalasan tetapi dengan maksud sifat pidana pembalasan itu untuk melindungi ketertibanhukum.

b) Teori gabungan yang menitikberatkan pada perlindungan ketertiban masyarakat.

c) Teori gabungan yang dititikberatkan sama antara pembalasan dan perlindungan kepentingan masyarakat

C. Tindak Pidana Penganiayaan 1. Pengertian Penganiayaan

Tindak pidana terhadap tubuh merupakan tindak pidana yang menyerang kepentingan hukum yang berupa tubuh manusia. Di dalam KUHP terdapat ketentuan yang mengatur berbagai perbuatan yang menyerang kepentingan hukum yang berupa tubuh manusia. Berbagai peraturan tersebut, dimaksudkan tidak lain adalah untuk melindungi kepentingan hukum dalam hal ini tubuh manusia dari perbuatan jahat yang dilakukan oleh subjek hukum lain.

Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh dalam KUHP disebut sebagai penganiayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia penganiayaan diartikan sebagai perlakuan yang sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan, dan sebagainya).

Sementara KUHPsendiri tidak memberikan arti khusus mengenai

(42)

31 defenisi dari pada penganiayaan. Defenisi mengenai penganiayaan dapat kita temukan pada beberapa yurisprudensi, yaitu:16

a. Arrest Hoge Raad tanggal 10 Desember 1902 merumuskan: Penganiayaan adalah dengan sengaja melukai tubuh manusia atau menyebabkan perasaan sakit sebagai tujuan, bukan sebagai cara untukmencapai suatu maksud yang diperbolehkan. Misalnya, memukul anak dalam batas-batas yang dianggap perlu dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya sendiri.

b. Arrest Hoge Raad tanggal 20 April 1925 merumuskan:Penganiayaan adalah dengan sengaja melukai tubuh manusia. Tidak dianggap sebagai suatu penganiayaan, jika perbuatan tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan lain, dan dalam menggunakan akal dan secara tidak sadar yang melakukannya telah melewati batas-batas yang tidak wajar.

c. Arrest Hoge Raad tanggal 11 Februari 1929 merumuskan:Penganiayaan bukan saja menyebabkan perasan sakit, akan tetapi juga menimbulkan penderitaan lain pada tubuh. Menyebabkan rasa sakit, tidak enak

16P.A.F. Lamintang, 1986, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan Serta Kejahatan Yang Membahayakan Bagi Nyawa, Tubuh dan Kesehatan, Binacipta, Bandung, hlm. 124.

(43)

32 pada tubuh atau bagian-bagian dalam dari tubuh dapat menjadi penganiyaan.

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat dikatakan bahwa telah terjadi penganiayaan, jika orang tersebut memiliki kesengajaan untuk:

1. Menimbulkan rasa sakit pada orang lain;

2. Menimbulkan luka pada tubuh orang lain; dan 3. Merugikan kesehatan orang lain.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan

Berdasarkan rumusan pasal 351 sampai dengan pasal 358 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana penganiayaan dapat dirumuskan unsur-unsur tindak pidana penganiayaan yaitu sebagai berikut :

1) Unsur kesengajaan

Dalam tindak pidana penganiayaan unsur kesengajaan dapat diartikan sebagai kesengajaan sebagai maksud. Dengan adanya hal ini, maka seseorang baru dapat dikatakan melakukan tindak pidana penganiayaan apabila orang tersebut memiliki maksud melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh.

2) Unsur Perbuatan

(44)

33 Yang dimaksud dengan perbuatan dalam konteks Pasal 351 KUHP adalah perbuatan dalam arti positif. Artinya perbuatan tersebut haruslah merupakan aktivitas atau kegiatan dari manusia dengan menggunakananggota tubuhnya sekalipun sekecil apapun aktifitas tersebut. Selain bersifat positif, unsur perbuatan dalam tindak pidana penganiayaan juga harus bersifat abstrak. Artinya penganiayaan itu dapat berupa berbagai macam bentuk perbuatan seperti memukul, menendang, mencubit, mengiris, membacok, dan sebagainya.

3) Unsur Akibat Yang Berupa Rasa Sakit Atau Luka Pada Tubuh.

Rasa sakit dalam konteks Pasal 351 KUHPidana mengandung arti sebagai terjadinya atau timbulnya rasa sakit, rasa perih, tidak enak atau penderitaan tanpa mempersyaratkan adanya perubahan pada tubuh. Sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah terjadinya perubahan dari tubuh, atau terjadinya perubahan rupa tubuh, sehingga menjadi berbeda dari keadaan tubuh sebelum terjadinya penganiayaan.

Akibat yang berupa rasa sakit atau luka itu merupakan akibat langsung dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.

4) Akibat Yang Merupakan Tujuan Pelaku

(45)

34 Unsur ini mengandung pengertian, bahwa dalam tindak pidana penganiayaan akibat berupa rasa sakit atau luka pada tubuh haruslah merupakan tujuan dari pelaku. Artinya pelaku memang mengkehendaki timbulnya rasa sakit atau luka dari perbuatan yang dilakukannya. Jadi untuk adanya penganiayaan harus dibuktikan bahwa rasa sakit atau luka pada tubuh itu menjadi tujuan dari pelaku.

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Penganiayaan

Tindak pidana penganiayaan atau biasa juga disebut sebagai delik penganiayaan, dapat dijumpai dalam buku 2 (dua) KUHP Bab X yang diatur pada Pasal 351 sampai dengan Pasal 358 KUHP.Tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam KUHP terdiri dari 2 macam, yaitu:

1. Tindak pidana terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja atau penganiayaan yang meliputi:

a. Penganiayaan Biasa.

Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 351 KUHP. Apabila dibandingkan dengan perumusan tentang tindak pidana lain dalam KUHP, maka perumusan tentang tindak pidana penganiayaan biasa merupakan perumusan yang paling singkat dan sederhana.Ketentuan

(46)

35 yang mengatur mengenai penganiayaan biasa dalam KUHP yaitu:17

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

b. Penganiayaan Ringan

Jenis tindak pidana ini diatur di dalam Pasal 352 KUHP.

Dalam Pasal tersebut di tentukan bahwa:18

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankanpekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan,

17R. Soesilo, 1988, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor, hlm 244.

18Ibid, hlm. 246.

(47)

36 dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

c. Penganiayaan Berencana

Jenis penganiayaan ini diatur dalam Pasal 353 KUHP yang menyatakan:19

(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

d. Penganiayaan Berat

Pasal 354 sebagaimana dimaksud di atas menentukan sebagai berikut:

19Ibid,.

(48)

37 (1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karenamelakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

e. Penganiayaan Berat Berencana

Jenis tindak pidana ini diatur dalam pasal 355 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut:

(1) Penganiayan Berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, sitersalah dihukum selama-lamanya lima belas tahun.

f. Penganiayaan Terhadap Orang Yang Berkualitas Tertentu

Jenis penganiayaan ini di atur dalam ketentuan Pasal 356 KUHP yang menyatakan:

Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351,353,354 dan 355 dapat ditambahkan sepertiga:

(49)

38 Ke 1bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibu bapaknya menurut undang-undang, isterinya atau anaknya.

Ke 2jika kejahatan dilakukan terhadap seorang pejabat ketika ataukarena menjalankan tugasnya yang sah.

Ke 3jika kejahatan dilakukan dengan memberikan bahan yangberbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau di minum.

2. Tindak pidana terhadap tubuh yang dilakukan dengan tidak sengaja, yang hanya meliputi satu jenis tindak pidana, yaitu tindak pidana yang diatur dalam pasal 360. Tindak pidana tersebut secara populer terkenal dengan kualifikasi karena kelalainnya menyebabkan orang lain terluka.

D. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan 1. Pertimbangan Hukum

Dasar Pemberatan Pidana dan Dasar peringanan Pidana

a. Dasar pemberatan pidana

Menurut Jonkers bahwa dasar umum strafverhogingsgronden, atau dasar pemberatan atau

penambahan pidana umum adalah:20 1. kedudukan sebagai pegawai negeri

20 Andi Zainal Abidin, 2007, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 427

(50)

39 2. recidive (pengulangan delik)

3. samenloop (gabungan atau pembarengan dua atau lebih delik) atau concursus.

Kemudian Jonkers menyatakan bahwa Titel ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia hanya menyebut yang pertama, yaitu Pasal 52 KUHP yang menyatakan:

“jikalau seorang pegawai negeri (ambtenaar) melangga kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya karena melakukan perbuatan yang dapat dipidana, atau pada waktu melakukan perbuatan yang dapat dipidana memakai kekuasaan, kesempatan atau daya upaya yang diperoleh karena jabatannya, maka pidananya boleh ditambah dengan sepertiganya”.

Ketentuan tersebut menurut pengamatan penulis jarang sekali digunakan oleh penuntut umum dan pengadilan, seolah- olah tidak dikenal. Mungkin juga karena kesulitan untuk membuktikan unsur pegawai negeri menurut Pasal 52 KUHP, yaitu:

a. melanggar kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya b. memakai kekuasaan, kesempatan atau daya upaya yang

diperoleh karena jabatannya.

Jika pengadilan hendak menjatuhkan pidana maksimum, maka pidana tertinggi yang dapat dijatuhkan ialah maksimum pidana delik itu ditambah dengan sepertiganya.

(51)

40 Pasal 52 KUHP tidak dapat diberlakukan terhadap delik jabatan yang memang khusus diatur dalam Pasal 413 sampai dengan Pasal 437 KUHP, yang sebagainya dimasukkan kedalam undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Recidive atau pengulangan kejahatan tertentu terjadi

bilamana oleh orang yang sama mewujudkan lagi suatu delik, yang diantarai oleh putusan pengadilan negeri yang telah memidana pembuat delik.Adanya putusan hakim yang mengantarai kedua delik itulah yang membedakan recidive dengan concursus (samenloop, gabungan, pembarengan).

Pengecualian ialah pengaturan tentang concursus yang diatur dalam Pasal 71 ayat(1) KUHP, yang menentukan bahwa jika setelah hakim yang bersangkutan menjatuhkan pidana, lalu disidang pengadilan itu ternyata terpidana sebelumnya pernah melakukan kejahatan atau pelanggaran (yang belum pernah diadili), maka hakim akan mengadili terdakwa yang bersangkutan harus memperhitungkan pidana yang lebih dahulu telah dijatuhkan, dengan menggunakan ketentuan- ketentuan tentang concursus (Pasal 63 sampai dengan Pasal 70 bis KUHP).

Penambahan pidana dalam hal adanya recidive ialah sepertiga. Pasal 486 dan Pasal 487 KUHP menetapkan, bahwa

(52)

41 hanya ancaman pidana penjara yang dapat dinaikkan sepertiganya, sedangkan Pasal 488 KUHP, menyatakan bahwa semua pidana untuk kejahatan-kejahatan yang disebut secara limitatif, jadi juga kurungan atau denda dapat dinaikkan dengan sepertiga.

Selain itu, masih terdapat dasar umum penambahan pidana karena adanya pelbagai keadaan khusus, misalnya yang terdapat dalam Pasal-Pasal 356, 361 dan 412 KUHP dan sebagainya.

Seperti yang telah dikemukakan bahwa pada hakikatnya ketentuan tentang concursus realis (gabungan atau pembarengan delik ) tersebut pada Pasal 65, Pasal 66 dan Pasal 70 KUHP bukan dasar yang menambah pidana, sekalipun didalam Pasal 65 (2) dan Pasal 66 (1) KUHP, ditentukan bahwa jumlah pidana ialah pidana yang tertinggi untuk salah satu perbuatan itu ditambah sepertiganya, karena jumlah seluruh pidana untuk perbuatan-perbuatan itu tidak dapat dijumlahkan tanpa batas.

b. Dasar Pengurangan Pidana

(53)

42 Munurut Jonkers, bahwa sebagai dasar peringanan atau pengurangan pidana yang bersifat umum, biasa disebut:21

a) Percobaan untuk melakukan kejahatan (Pasal 53 KUHP)

b) Pembantuan (Pasal 56 KUHP)

c) Strafrechtelijke minderjarigheid, atau orang yang belum cukup umur yang dapat dipidana ( Pasal 45 KUHP).

Pendapat Jonkers tersebut sesuai dengan pendapat Hazewinkel Suringa22, yang mengemukakan bahwa percobaan dan pembantuan adalah bukan suatu bentuk keadaan yang memberikan ciri keringanan kepada suatu delik tertentu, tetapi percobaan dan pembantuan merupakan bentuk keterwujudan yang berdiri sendiri dan tersendiri delik-delik. Jonkers, menyatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 53 ayat (2) dan ayat (3) dan serta Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3) KUHP bukanlah dasar pengurangan pidana berdasarkan keadaan-keadaan tertentu, tetapi adalah algemene starffixering ( penentuan pidana) pembuat percobaan dan pembantu, yang merupakan pranata hukum yang diciptakan khusus oleh pembuat pembuat

21Ibid, hlm. 439.

22Ibid,.

(54)

43 undang-undang23. Kalau di Indonesia masih terdapat suatu dasar peringanan pidana umum seperti tersebut didalam Pasal 45 KUHP.

Pasal 45 KUHP memberikan wewenang kepada hakim untuk memilih tindakan dan pemidanaan terhadap kanak-kanak yang belum mencapai usia 16 tahun, yaitu: mengembalikan kanak-kanak itu kepada orang tuanya atau walinya tanpa dijatuhi pidana; atau memerintahkan supaya anak supaya anak-anak itu diserahkan kepada pemerintah tanpa dipidana dengan syarat-syarat tertentu; ataupun hakim menjatuhkan pidana. jikalaupun kemungkinan yang ketiga dipilih oleh hakim, maka kalau ia hendak menjatukan pidana maksimum kepada kanak-kanak itu, maka pidanya harus dikurangi dengan sepertiganya.

Selain satu-satunya dasar peringanan pidana umum yang terdapat dalam Pasal 45 KUHP, terdapat juga dasar peringan pidana yang khusus yang diatur dalam buku dua KUHP, yaitu:

a) Pasal 308 KUHP , menetapkan bahwa seorang ibu yang menaruh anaknya disuatu tempat supaya dipungut oleh orang lain tidak beberapa lama setelah anak yang dilahirkan, oleh karena takut akan diketahui orang bahwa ia telah melahirkan anak atau dengan maksud akan

23Ibid,.

(55)

44 terbebas dari pemeliharaan anaknya, meningggalkannya maka pidana maksimum tersebut dalam Pasal 305 dan Pasal 306 KUHP dikurangi sehingga seperduanya.

Pidana maksimum tersebut dalam Pasal 305 KUHP ialah lima tahun enam bulan penjara. Jadi pidana maksimum yang dapat dijatuhkan oleh hakim kalau terdapat unsur delik yang meringankan yang disebut dalam Pasal 308 (misalnya karena takut diketahui orang bahwa ia telah melahirkan) ialah dua tahun dan Sembilan bulan.

b) Pasal 341 KUHP mengancam pidana maksimum tujuh tahun penjara bagi seorang ibu yang menghilangkan nyawa anaknya ketika dilahirkan atau tidak lama setelah itu, karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan.

Ketentuan ini sebenarnya memperingan pidana seorang pembunuh yaitu dari 15 tahun penjara menjadi tujuh tahun, karena keadaan ibu tersebut.

c) Pasal 342 KUHP menyangkut pembunuhan bayi oleh ibunya yang direncanakan lebih dahulu, yang diancam pidana maksimum Sembilan tahun, sedangkan ancaman pidana maksimum bagi pembunuhan yang direncanaka ialah , pidana mati, penjara seumur hidup atau dua puluh tahun.

(56)

45 Delik-delik tersebut diatas sering disebut geprivilingieerde delicten (delik privilege) atau delik yang diringankan pidananya.

Dan termasuk dasar pengurangan atau peringanan pidana yang subjektif. Lawannya disebut delik berkualifikasi, delik yang diperberat pidanya dibandingkan dengan bentuk dasar delik itu.

2. Menurut Pertimbangan Subjektif Hakim

Hakim menilai bahwa alasan terdakwa melakukan tindak pidana adalah semata-mata karena desakan keadaan ekonomi di mana terdakwa adalah seorang kepala keluarga yang bertugas mencari nafkah serta memiliki anak yang masih kecil. Oleh karena itu, terdakwa mengambil jalan pintas untuk mendapatkan uang dengan cara menggelapkan uang nasabah yang telah ada di dalam kekuasaannya.

Pertimbangan subjektif hakim terhadap hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan adalah:Hal-Hal yang memberatkan:

a. Perbuatan terdakwa telah merugikan orang lain b. terdakwa telah menikmati hasilnya.

Hal-hal yang meringankan:

a. Terdakwa mengakui kesalahannya dan menyesalinya

b. terdakwa adalah seorang kepala keluarga yang bertugas mencari nafkah serta memiliki anak yang masih kecil

(57)

46 c. Terdakwa belum pernah dihukum karena melakukan tindak

pidana/kejahatan.

(58)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Untuk penelitian lapangan penulis memilih lokasi di Pengadilan Negeri Polewali. Instansi tersebut terkait dalam proses penyelesaian tindak pidana penganiayaan berat ini. Selanjutnya untuk penelitian kepustakaan akan dilakukan dibeberapa tempat yang menyediakan sumber pustaka seperti di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang terhimpun dari hasil penelitian ini, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, dapat digolongkan ke dalam dua (2) jenis data yaitu :

1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari instansi yang terkait sehubungan dengan penulisan skripsi ini, pada lokasi penelitian.

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan seperti peraturan perundang-undangan, karya tulis, buku-buku dan internet berupa materi-materi lain yang berkaitan dengan pembahasan dalam skripsi ini.

(59)

48 C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi adalah Penelitian Kepustakaan (library research) yakni penelitian yang dilakukan dengan menelaah buku-buku, peraturan perundang-undangan, karya tulis, serta data yang didapatkan dari penulisan melalui media internet atau media lain yang ada hubungannya dengan penulisan skripsi ini.

D. Analisis Data

Data yang diperoleh melalui penelitian dianalisis secara kualitatif dengan langkah-langkah yaitu : sebelum menganalisis data tersebut, terlebih dahulu diadakan pengorganisasian terhadap data sekunder yang diperoleh melalui dokumentasi kepustakaan dan data primer . Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif, dengan menggunakan pendekatan normatif.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi khalayak sasaran dalam kegiatan Pelatihan Pembekalan tentang prinsip-prinsip desain Interior ini adalah Siswa SMK Negeri 4 Padang jurusan DIPL

Berdasarkan ketiga alat tangkap yaitu bubu, arad, dan gillnet dapat dilihat dalam aktivitas nelayan sehari- hari banyak dan luasnya area penangkapan rajungan di perairan

[r]

Pada kondisi setelah diberi perlakuan metode pembelajaran brainstorming, kelompok perlakuan memiliki pencapaian kreativitas sebesar 80%, sedangkan untuk kelompok kontrol

Kehomogenan karakteristik dalam suatu kelas sangat diperlukan agar hasil belajar dapat lebih ditingkatkan, untuk itu diperlukan suatu pengelompokkan mahasiswa yang

Siti Rahayu Hassan, Mohammad Syuhaimi Ab-Rahman, Aswir Premadi and Kasmiran Jumari. The Development of Heart Rate Variability Analysis Software for Detection of Individual

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan,

Pemberian Teks ( Lettering) ... Pencetakan dan Penjilidan .... BAB IV ANALISIS KARYA ... Konsep Berkarya Novel Grafis Waktu... Mengembangkan Ide ... Judul Novel Grafis Waktu