PENDAHULUAN
Dalam suatu kesempatan Rahmawati (2014) mengungkapkan bahwa sumber daya manusia merupakan aset paling penting yang dimiliki perusahaan. Dalam mencapai rencana dan tujuan perusahaan, pemilik (owner) memberikan tugas. Untuk melaksanakan tugas, tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang para karyawan mengalami berbagai tekanan (overload). Sementara itu, Hamdani & Handoyo (2010) mengatakan perilaku atasan memberi pengaruh besar pada kesehatan karyawannya. Sebagai contoh, seorang atasan dapat membuat karyawannya mengalami stress. Stres kerja dapat dipicu dari tekanan (overload) yang berasal dari beban tugas-tugas yang terlalu berat. Beban kerja yang berlebihan mengakibatkan seorang karyawan bekerja melebihi batas kemampuannya, hingga pada akhirnya menimbulkan tekanan (overload). Tekanan (overload) yang berlebihan dan secara terus menerus mengakibatkan terjadinya stres kerja pada seorang karyawan.
Stres kerja yang terjadi pada karyawan disebabkan adanya beban kerja yang berlebihan, dimana stres ini dapat terjadi pada setiap karyawan tidak memandang status sosial ataupun latar belakang karyawan. Dalam penelitian Jimad & Apriyani (2009) menyebutkan adanya stres kerja yang diakibatkan beban kerja yang berlebihan. Dalam penelitian tersebut mereka juga menemukan bahwa stres kerja dapat terjadi pada siapapun yang bekerja yang kapasistas kerja melebihi kemampuannya.
Penelitian tentang stres kerja karyawan penting untuk diteliti mengingat beberapa hal. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Septyani & Bachtiar (2008) yang meneliti karyawan bagian marketting CV. Sumber Baru Motor Yogyakarta menemukan tidak ada hubungan signifikan antara stres kerja dengan intensi turnover pada karyawan. Ini berarti bahwa stres kerja tidak mempengaruhi karyawan untuk berminat keluar dari tempat kerja melainkan berusaha meningkatkan kinerja karyawan secara pribadi. Kemudian Purwanto (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan dan negatif antara persepsi beban kerja dengan stres kerja. Stres kerja pada subjek penelitian ditunjukkan melalui gejala-gejala fisik, gejala-gejala psikis dan gejala-gejala perilaku.
Berbagai dampak stres dapat dialami oleh para karyawan yang setiap harinya bergelut dengan beban tugas-tugas, dimana salah satunya menimbulkan sikap agresi. Hal sejalan juga dinyatakan oleh Mumtahinnah (2005) dalam penelitiannya yang mengindikasikan stres kerja dalam mengakibatkan sikap agresi. Sikap agresi ini cenderung merugikan orang lain maupun perusahaan.
manajer, staf dan klien secara psikologi akan terlihat pada suasana hati yang secara khusus memotivasi para manajer, staf dan klien meningkatkan setiap kegiatan dan produktivitas organisasi. Penelitian yang lain ditemukan oleh Wijaya & Putra (2014) yang mengatakan bahwa ada pengaruh antara stres kerja terhadap kepuasan kerja. Karyawan yang bekerja di PT Panca Dewata Denpasar mengalami ketidakpuasaan kerja dilatarbelakangi adanya stres kerja pada karyawan. Berbeda dengan Hamdani dan Handoyo (2012) dalam penelitian menemukan nilai koefisien korelasi gaya kepemimpinan transaksional dan stres kerja dengan signifikankasi sebesar 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya hubungan signifikan antara gaya kepemimpinan dengan stres kerja.
Namun lain halnya dengan hasil penelitian Rahmadin (2010) menemukan bahwa kepemimpinan transaksional memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan terhadap stres karyawan. Ini berarti bahwa gaya kepemimpinan transaksional memang tidak berkaitan dengan stres kerja karyawan. Akan tetapi berbeda dengan hasil penelitian Susiawati (2005) mengindikasikan bahwa aspek gaya kepemimpinan transaksional memicu stres kerja karyawan. Gaya kepemimpinan transaksional sebagai pemicu stres juga ditegaskan oleh Pradana dan Hamid (2012) menemukan bahwa gaya kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh signifikan terhadap stres kerja. Dalam penelitian ini menggunakan metode uji one sample test atau uji t berbeda dengan penelitian ini dimana menggunakan metode uji korelasi.
Oleh sebab itu, untuk mendukung kebenaran penelitian yang bertentangan dengan fenomena yang terjadi, maka peneliti bermaksud meneliti dalam penelitian ilmiah yang berjumlah 52 responden, dengan judul Hubungan Gaya Kepemimpinan Transaksional Dengan Stress Manajer Madya Di PT. Astra Internasional Daihatsu Cabang Solo.
Permasalahan
Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan stress manajer madya.
2. Manfaat
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada beberapa pihak baik secara teoritis maupun praktis.
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis memberikan manfaat berupa pembuktian teori pada kajian ilmu psikologi khususnya psikologi industri dan organisasi yang membahas tentang gaya kepemimpinan transaksional dan stress manajer madya. b. Manfaat Praktis
1. Penelitian
Sebagai seorang peneliti, hal yang diperoleh dari riset ini adalah mengetahui dengan jelas praktek dari teori yang telah dijelaskan dalam literatur serta diharapkan dapat mempraktekkan manfaat lain yang diperoleh dalam dunia kerja.
2. Subyek Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memunculkan kesadaran subyek penelitian mengenai keadaan di lokasi penelitian serta dapat me-manage gejala stress yang muncul.