• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 612010016 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 612010016 BAB III"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB III

PERANCANGAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai perancangan perangkat lunak dan

perangkat keras sistem perekaman video secara otomatis. Dalam skripsi ini akan

dirancang sebuah sistem pengenalan wajah manusia oleh handycam yang terhubung

dengan laptop atau komputer.

3.1. Cara Kerja Alat

Berikut cara kerja alat pada sistem :

1. Handycam diletakkan pada dudukan rotator dengan posisi handycam berjarak 2.7

meter dari objek dengan ketinggian 1.68 meter menggunakan tripod.

2. Menghubungkan handycam dengan USB Easy Video Capture 1-channel yang

selanjutnya dihubungkan ke USB Port komputer.

3. Menghubungkan rotator ke USB Port komputer.

Handycam dan USB Easy Video Capture 1-channel dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambaran sistem perekaman video otomatis di Gereja GPDI Mento dapat dilihat pada

Gambar 3.2. Rancangan Graphical User Interface (GUI) untuk skripsi ini dapat dilihat

pada Gambar 3.3.

(2)

12

Gambar 3.2. Sistem perekaman video otomatis di Gereja GPDI Mento.

Gambar 3.3. Tampilan GUI pada sistem.

Pada Gambar 3.3 menunjukkan tampilan Graphical User Interface pada sistem.

“Pilih Subyek” digunakan untuk memilih dan men-set template dari subyek yang bersangkutan (yang akan dilakukan perekaman). Tombol “Start” digunakan untuk

memulai perekaman video otomatis. Tombol kontrol manual rotator : “Kiri” digunakan

untuk memberikan perintah secara manual pada rotator untuk bergerak ke arah kiri,

“Stop” digunakan untuk memberikan perintah secara manual pada rotator untuk berhenti

0.48 m

(3)

13

(tidak bergerak) dan “Kanan” digunakan untuk memberikan perintah secara manual pada

rotator untuk bergerak ke arah kanan. Tombol “set serial” digunakan untuk

menghubungkan komunikasi serial rotator dengan komputer. Tombol “clear” digunakan

untuk memutus hubungan komunikasi serial rotator dengan komputer. Tombol “exit”

digunakan untuk keluar dari GUI pada sistem.

3.2. Pengambilan Data Template

Data template (acuan) yang digunakan dalam skripsi ini berupa cropping wajah

manusia tampak depan (template 1), tampak samping kanan (template 2), dan tampak

samping kiri (template 3). Data wajah subyekdiperoleh dari sebuah framehandycam JVC

Gz E-100 Bag dengan jarak pengambilan gambar terhadap wajah subyek sebesar 1.5

meter.

Contoh citra template 1 dapat dilihat pada Gambar 3.4. Contoh citra template 2

dapat dilihat pada Gambar 3.5. Contoh citra template 3 dapat dilihat pada Gambar 3.6.

(a) (b) (c)

Gambar 3.4. Citra template 1 berukuran 220×249 piksel, (a) Citra template 1 Abed, (b)

Citra template 1 Oka, (c) Citra template 1 Erna

(a) (b) (c)

Gambar 3.5. Citra template 2 berukuran 231×90 piksel, (a) Citra template 2 Abed, (b)

(4)

14 (a) (b) (c)

Gambar 3.6. Citra template 3 berukuran 231×90 piksel, (a) Citra template 3 Abed, (b)

Citra template 3 Oka, (c) Citra template 3 Erna

3.3. Diagram Alir

Diagram alir proses template matching dibagi menjadi 2 yaitu proses template

matching tanpa melakukan pengurangan rata-rata citra template (�̅) dengan rata-rata citra

masukan yang tertimpa oleh template �̅ dan proses template matching dengan

melakukan pengurangan rata-rata citra template (�̅) dengan rata-rata citra masukan yang

tertimpa oleh template �̅ . Hasil pengurangan rata-rata citra template (�̅) dengan

rata-rata citra masukan yang tertimpa oleh template �̅ ini disebut dengan ΔR.

Diagram alir proses template matching pada sistem tanpa ΔR dapat dilihat pada

Gambar 3.7. Diagram alir proses template matching pada sistem tanpa ΔR dapat dilihat

pada Gambar 3.8. Diagram alir proses pendeteksian wajah tampak depan dengan template

1 (template wajah tampak depan) tanpa ΔR dapat dilihat pada Gambar 3.9. Diagram alir

proses pendeteksian wajah hadap kanan dengan template 2 (template wajah hadap kanan)

tanpa ΔR dapat dilihat pada Gambar 3.10. Diagram alir proses pendeteksian wajah hadap kiri dengan template 3 (template wajah hadap kiri) tanpa ΔR dapat dilihat pada Gambar

3.11. Diagram alir proses pendeteksian wajah tampak depan dengan template 1 (template

wajah tampak depan) dengan ΔR dapat dilihat pada Gambar 3.12. Diagram alir proses pendeteksian wajah hadap kanan dengan template 2 (template wajah hadap kanan)

dengan ΔR dapat dilihat pada Gambar 3.13. Diagram alir proses pendeteksian wajah hadap kiri dengan template 3 (template wajah hadap kiri) dengan ΔR dapat dilihat pada Gambar

(5)

15

Gambar 3.7. Diagram alir proses template matchingpada sistem tanpa ΔR. Mendeteksi Wajah dengan

Template Tampak depan

Mendeteksi Wajah dengan Template Hadap Kanan

Tidak

Ya

Citra

Nilai korelasi maksimum ≥ α 1

Simpan posisi koordinat nilai korelasi maksimum ke dalam variabel PW

End

Nilai korelasi maksimum ≥ α 2

Nilai korelasi maksimum ≥ α 3

Tidak Start

Tidak

Ya

Ya Mendeteksi Wajah dengan

Template Hadap Kiri O

M

(6)

16

Gambar 3.8. Diagram alir proses template matchingpada sistem dengan ΔR. Mendeteksi Wajah dengan

Template Tampak depan

Mendeteksi Wajah dengan Template Hadap Kanan

Tidak

Ya

Citra

Nilai korelasi maksimum ≥ α 1

Simpan posisi koordinat nilai korelasi maksimum ke dalam variabel PW

End

Nilai korelasi maksimum ≥ α 2

Nilai korelasi maksimum ≥ α 3

Tidak Start

Tidak

Ya

Ya Mendeteksi Wajah dengan

Template Hadap Kiri F

G

(7)

17

Gambar 3.9. Diagram alir proses pendeteksian wajah tampak depan dengan

template 1 pada sistem tanpa ΔR. t

Mencari nilai korelasi citra masukan dengan template 1

Cari nilai korelasi maksimum Preprocessing(RGBto

grayscale, Resizing) Template 1

O

(8)

18

Gambar 3.10. Diagram alir proses pendeteksian wajah hadap kanan dengan

template 2 pada sistem tanpa ΔR. q

Mencari nilai korelasi citra masukan dengan template 2

Cari nilai korelasi maksimum Preprocessing(RGBto

grayscale, Resizing) Template 2

M

(9)

19

Gambar 3.11. Diagram alir proses pendeteksian wajah hadap kiri dengan

template 3 pada sistem tanpa ΔR. w

Mencari nilai korelasi citra masukan dengan template 3

Cari nilai korelasi maksimum Preprocessing(RGBto

grayscale, Resizing) Template 3

N

(10)

20

Keterangan :

�� = nilai threshold ΔR

Gambar 3.12. Diagram alir proses pendeteksian wajah tampak depan dengan template 1

pada sistem dengan ΔR. p

Preprocessing(RGBto grayscale, Resizing)

Template 1

Mencari nilai korelasi citra masukan dengan template 1

Cari nilai korelasi maksimum

F

ΔR≥ � ΔR =|�̅ - �̅|

Simpan nilai korelasi ke dalam variabel Kor

Nilai korelasi=0 Ya

(11)

21

Keterangan :

�� = nilai threshold ΔR

Gambar 3.13. Diagram alir proses pendeteksian wajah hadap kanan dengan template 2

pada sistem dengan ΔR. e

Preprocessing(RGBto grayscale, Resizing)

Template 2

Mencari nilai korelasi citra masukan dengan template 2

Cari nilai korelasi maksimum

G

ΔR≥ �

Simpan nilai korelasi ke dalam variabel Kor

Nilai korelasi=0 Ya

Tidak

(12)

22 Keterangan :

�� = nilai threshold ΔR

Gambar 3.14. Diagram alir proses pendeteksian wajah hadap kiri dengan template 3

pada sistem dengan ΔR. r

Preprocessing(RGBto grayscale, Resizing)

Template 3

Mencari nilai korelasi citra masukan dengan template 3

Cari nilai korelasi maksimum

H

ΔR≥ �

Simpan nilai korelasi ke dalam variabel Kor

Nilai korelasi=0 Ya

Tidak

(13)

23

Gambar 3.15. Diagram alir kerja rotator pada sistem.

(14)

24

Titik C Titik D kenyataan

Titik C Titik D citra masukan

Pada Gambar 3.15 menunjukkan diagram alir kerja rotator pada sistem. PA adalah

posisi horisontal awal koordinat wajah dengan nilai sebesar 264. Nilai ini didapat dari

titik tengah posisi horisontal ukuran citra masukan. Dimana ukuran posisi horisontal citra

masukan sebesar 527 piksel. ∆ adalah hasil pengurangan antara posisi horisontal

koordinat wajah yang diperoleh dari proses template matching dikurangi dengan posisi

horisontal awal koordinat wajah. Posisi horisontal koordinat wajah yang diperoleh dari

proses template matching ini selanjutnya diberi nama PW. Kecepatan perpindahan posisi

subyek dari titik C ke titik D diatur oleh variabel S. S adalah variabel yang mengatur

kecepatan putar pada rotator. Nilai S ini didapat dari pengukuran jarak perpindahan posisi

subyek dari titik C ke titik D dikenyataan terhadap pengukuran jarak perpindahan posisi

subyek dari titik C ke titik D dalam citra masukan. Ilustrasi untuk perpindahan posisi

subyek dapat di lihat pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16. Perpindahan posisi subyek

Setiap nilai perubahan posisi subyek pada citra masukan diberikan rentang nilai

dengan nilai S yang bervariasi. Hal ini dimaksudkan agar kecepatan putar rotator

nantinya mampu mengikuti kecepatan perpindahan subyek dari titik C ke titik D. Nilai

minimum kecepatan yang dapat diberikan pada rotator yaitu sebesar 30 dan nilai

maksimum kecepatan yang dapat diberikan pada rotator yaitu sebesar 51. Nilai S akan

diset sebesar 30 saat nilai perubahan posisi subyek diantara rentang 0 sampai 50 piksel,

nilai S diset sebesar 33 saat nilai perubahan posisi subyek diantara rentang 51 sampai 101

piksel, nilai S diset sebesar 36 saat nilai perubahan posisi subyek diantara rentang 102

sampai 152 piksel, nilai S diset sebesar 39 saat nilai perubahan posisi subyek diantara

rentang 153 sampai 203 piksel, nilai S diset sebesar 42 saat nilai perubahan posisi subyek

diantara rentang 204 sampai 254 piksel, nilai S diset sebesar 45 saat nilai perubahan posisi

subyek diantara rentang 255 sampai 305 piksel, nilai S diset sebesar 49 saat nilai

perubahan posisi subyek diantara rentang 306 sampai 356 piksel dan nilai S akan diset

sebesar 51 saat nilai perubahan posisi subyek lebih dari 357 piksel.

Untuk mengetahui arah pergerakan putar rotator yaitu dengan memberikan

interval pada citra masukan. Dimana untuk PW dengan interval antara 1 sampai 214 piksel

rotator akan bergerak ke kiri, PW dengan interval antara 314 sampai 526 piksel rotator

akan bergerak ke kanan, dan untuk PW dengan interval diluar batas yang ditentukan 23 cm

(15)

25

rotator akan berhenti (tidak bergerak). Batas interval pada citra masukan dapat dilihat

pada Gambar 2.7.

3.4. Penentuan Parameter

Pada bab ini akan membahas tentang penentuan parameter-parameter yang akan

digunakan untuk proses pengujian sistem. Pencarian parameter yang dilakukan

diantaranya menentukan ukuran citra masukan, ukuran citra template, variasi cropping

template, nilai αR, nilai α1, nilai α2, dan nilai α3.Dalam menentukan ukuran citra masukan

dan ukuran citra template menggunakan dataset A berupa 100 citra wajah tampak depan

tanpa pengganggu (orang), 100 citra hadap kanan tanpa pengganggu (orang), dan 100

citra hadap kiri tanpa pengganggu (orang). Dataset A ini didapat dari handycam yang

men-capture subyek (satu subyek) sebanyak 100 kali dengan jarak pengambilan 2.7

meter. Untuk menentukan variasi cropping template, nilai α1, nilai α2, dan nilai α3

menggunakan dataset B berupa 600 citra wajah tampak depan tanpa pengganggu (orang),

600 citra wajah hadap kanan tanpa pengganggu (orang), dan 600 citra wajah hadap kiri

tanpa pengganggu (orang). Dataset B ini didapat dari handycam yang men-capture

subyek (12 subyek) sebanyak 50kali dengan jarak pengambilan 2.7 meter.

3.4.1.Pencarian Ukuran Citra masukan dan Template

Pada sub bab ini akan membahas tentang pencarian ukuran citra masukan dan citra

template. Tujuan dilakukan pencarian ukuran citra masukan dan citra template ini untuk

menentukan ukuran citra masukan yang bersesuaian dengan citra template yang akan

menghasilkan persentase Hit yang tinggi. Selanjutnya ukuran citra masukan dan citra

template ini digunakan untuk pengujian yang akan dilakukan pada Bab IV. Dalam

menentukan ukuran citra masukan dan template ini menggunakan dataset A. Template 1

subyek Abed yang digunakan berupa cropping dibagian wajah tampak depan dengan

bakcground (Gambar 3.4.a), Template 2 subyek Abed yang digunakan berupa cropping

dibagian wajah hadap kanan dengan menyertakan dagu(Gambar 3.5.a), dan Template 3

subyek Abed yang digunakan berupa cropping dibagian wajah hadap kiri dengan

menyertakan dagu(Gambar 3.6.a).

Persentase Hit dan FA subyek Abed dengan wajah tampak depan dapat dilihat pada

Tabel 3.1. Persentase Hit dan FA subyek Abed dengan wajah subyek hadap kanan dapat

dilihat pada Tabel 3.2. Persentase Hit dan FA subyek Abed dengan wajah subyek hadap

kiri dapat dilihat pada Tabel 3.3. Rata-rata Hit subyek Abed dengan wajah subyek hadap

(16)

26

Tabel 3.1 Persentase Hit dan FA subyek Abed dengan wajah tampak depan

Ukuran Citra Masukan

Ukuran Template 1

45×51 55×62 65×74 75×85 85×96 95×108 105×119

Hit FA �̅ �̅̅̅� Hit FA �̅ ̅̅̅�� Hit FA �̅ �̅̅̅� Hit FA �̅ �̅̅̅� Hit FA �̅ �̅̅̅� Hit FA �̅ �̅̅̅� Hit FA �̅ �̅̅̅�

275×292 55% 45% 3.1273 0.5122 76% 24% 3.7317 0.5413 80% 20% 3.8923 0.5177 62% 38% 3.9149 0.4164 5% 95% 4.4109 0.4011 4% 96% 4.9231 0.4024 7% 93% 5.1220 0.3982

300×450 40% 60% 3.9122 0.4268 70% 30% 4.5133 0.5121 82% 18% 4.6911 0.4751 85% 15% 4.7788 0.5199 30% 70% 5.2175 0.4128 5% 95% 6.3521 0.4112 4% 96% 6.5735 0.4231

325×487 35% 65% 4.5096 0.4312 78% 22% 5.1157 0.4077 80% 20% 5.2477 0.4112 87% 13% 5.8800 0.5127 50% 50% 6.3722 0.4654 8% 92% 6.9738 0.4277 3% 97% 6.9822 0.4233

351×527 25% 75% 5.4523 0.4157 65% 35% 6.0126 0.4062 82% 18% 6.3499 0.4085 88% 12% 7.6428 0.5722 73% 27% 7.6274 0.4643 10% 90% 8.3526 0.4731 8% 92% 8.5625 0.4832

375×563 18% 82% 6.3234 0.4723 14% 86% 7.2018 0.4218 88% 12% 7.0966 0.4133 85% 15% 8.4730 0.5549 78% 22% 9.6123 0.5136 9% 91% 10.0892 0.5368 7% 93% 10.6589 0.5212

400×600 10% 90% 7.3112 0.4515 16% 84% 8.9011 0.4527 81% 19% 9.2364 0.4212 19% 81% 10.6586 0.5922 70% 30% 10.8453 0.5144 20% 80% 11.9811 0.5512 16% 84% 12.1912 0.5662

480×720 0% 100% 7.5274 0.4322 0% 100% 9.1144 0.4518 20% 80% 9.5029 0.4303 38% 62% 10.8523 0.5770 87% 13% 10.9968 0.5264 75% 25% 12.4933 0.5583 60% 40% 12.6826 0.5618

Keterangan :

�̅ = rata-rata waktu komputasi proses template matching (dalam detik) ��

(17)

27

Berdasarkan Tabel 3.1 di atas, diambil nilai Hit empat tertinggi dari keseluruhan.

Berikut data nilai Hit empat tertinggi tersebut :

1. Citra masukan berukuran 375×563 dengan template 65×74

a. Hit = 88%

b. Rata-rata waktu komputasi = 7.0966 detik

c. Rata-rata nilai korelasi = 0.4133

2. Citra masukan berukuran 351×527 dengan template 75×85

a. Hit = 88%

b. Rata-rata waktu komputasi = 7.6428 detik

c. Rata-rata nilai korelasi = 0.5722

3. Citra masukan berukuran 325×487 dengan template 75×85

a. Hit = 87%

b. Rata-rata waktu komputasi = 5.8800 detik

c. Rata-rata nilai korelasi = 0.5127

4. Citra masukan berukuran 480×720 dengan template 85×96

a. Hit = 87%

b. Rata-rata waktu komputasi = 10.9968 detik

c. Rata-rata nilai korelasi = 0.5264

Dari keempat data di atas terdapat nilai Hit yang sama yaitu 88%. Pada citra

masukan 375×563 dan template 65×74 menghasilkan rata-rata nilai korelasi yang lebih

kecil dibandingkan dengan citra masukan berukuran 351×527 dan template 75×85.

Dengan demikian template berukuran 75×85 memiliki kemiripan yang lebih baik saat

citra masukan berukuran 351×527. Jika dibandingkan dengan citra masukan berukuran

480×720 dan template berukuran 85×96 yang mampu menghasilkan nilai persentase Hit

yang tidak terlalu berbeda jauh yaitu sebesar 87%, tetapi dari sisi rata-rata waktu

komputasi yang dihasilkan lebih lama yaitu sebesar 11 detik dan rata-rata nilai korelasi

yang dihasilkan lebih kecil yaitu sebesar 0.53. Jadi, ukuran citra masukan yang akan

digunakan sebesar 351×527 dan citra template sebesar 75×85.

Hasil penentuan ukuran citra masukan berukuran 351×527 dan template 1

(18)

28

(a) (b)

Gambar 3.17. (a) Subyek Abed dengan wajah subyek tampak depan tanpa pengganggu

yang dikenali benar (Hit), (b) Subyek Abed dengan wajah subyek tampak depan tanpa

pengganggu yang dikenali benar dimana wajah tidak berada dalam kotak deteksi (FA).

Tabel 3.2. Persentase Hit dan FA subyek Abed dengan wajah hadap kanan pada

template 2 terhadap citra masukan berukuran 351×527

Ukuran

Tabel 3.3. Persentase Hit dan FA subyek Abed dengan wajah hadap kiri pada template

3 terhadap citra masukan berukuran 351×527

(19)

29

Tabel 3.4. Rata-rata persentase Hit subyek Abed dengan wajah hadap kanan dan hadap

kiri

Ukuran template 3 Nilai Hit Rata-rata

Hit

Hadap kanan Hadap kiri

45×18 30% 28% 29%

55×21 65% 64% 65%

65×25 64% 60% 62%

75×29 82% 72% 77%

85×33 70% 78% 74%

95×37 80% 76% 78%

105×41 72% 70% 71%

Tabel 3.2 memaparkan hasil dari penentuan ukuran template 2, Tabel 3.3

memaparkan hasil dari penentuan ukuran template 3. Berdasarkan Tabel 3.2 ukuran

template 75×29 mampu menghasilkan nilai Hit tertinggi yaitu 82% dan nilai Hit

tertinggi kedua pada ukuran template 95×37 dengan nilai Hit sebesar 80%. Sedangkan

pada Tabel 3.3, persentase Hit tertinggi yaitu 78%, dihasilkan oleh template berukuran

85×33. Sedangkan persentase Hit tertinggi kedua yaitu 76% dihasilkan oleh template

berukuran 95×37. Jika dilihat rata-rata Hit dari masing-masing ukuran yang dipaparkan

pada Tabel 3.4, template berukuran 95×37 menghasilkan persentase Hit tertinggi

dengan nilai sebesar 78%.

Hasil penentuan ukuran citra masukan berukuran 351×527 dan template 2

berukuran 95×37 dapat dilihat pada Gambar 3.18.

(a) (b)

Gambar 3.18. (a) Subyek Abed dengan wajah subyek hadap kanan tanpa pengganggu

yang dikenali benar (Hit), (b) Subyek Abed dengan wajah subyek hadap kanan tanpa

(20)

30

Hasil penentuan ukuran citra masukan berukuran 351×527 dan template 3

berukuran 95×37 dapat dilihat pada Gambar 3.19.

(a) (b)

Gambar 3.19. (a) Subyek Abed dengan wajah subyek hadap kiri tanpa pengganggu

yang dikenali benar (Hit), (b) Subyek Abed dengan wajah subyek hadap kiri tanpa

pengganggu yang dikenali benar dimana wajah tidak berada dalam kotak deteksi (FA).

3.4.2.Penentuan Variasi Cropping Template, α1, α2, dan α3

Pada sub bab ini akan membahas tentang penentuan variasi cropping dari citra

template, penentuan nilai α1, α2, dan α3. α1 merupakan nilai ambang batas yang

digunakan untuk batas kemiripan antara dataset B dengan template 1. α2 merupakan

nilai ambang batas yang digunakan untuk batas kemiripan antara dataset B dengan

template 2. α3 merupakan nilai ambang batas yang digunakan untuk batas kemiripan

antara dataset B dengan template 3.

Pengambilan data wajah untuk variasi cropping template pada sub bab ini berjarak

2.7 meter. Masing-masing wajah dari setiap subyek (tampak depan, tampak samping

kanan, dan tampak samping kiri) akan dilakukan cropping sebanyak tiga variasi. Tujuan

dilakukan penentuan variasi cropping template ini yaitu untuk mengetahui pengaruh

cropping template terhadap dataset B dan selanjutnya akan memilih satu template dari

masing-masing template yang mampu menghasilkan nilai korelasi yang tinggi untuk

subyek yang sama dan nilai korelasi yang rendah untuk subyek yang berbeda.

Contoh variasi cropping template 1 dapat dilihat pada Gambar 3.20, Contoh

variasi cropping template 2 dapat dilihat pada Gambar 3.21, dan Contoh variasi

croppingtemplate 3 dapat dilihat pada Gambar 3.22.

Untuk menentukan nilai threshold (α) dilakukan dengan memilih nilai #Hit dan

#CR yang tinggi, juga #FA dan #MD yang rendah. Dalam menentukan nilai #Hit, #CR,

#FA,dan #MD dilakukan dengan memberikan batas interval nilai korelasi pada

masing-masing variasi cropping template. Batas interval nilai korelasi untuk variasi cropping

(21)

31

template 2 dan template 3 diberi nama E. Nilai batas interval D dan E ini didapat dari

nilai korelasi minimal pada subyek yang sama dan nilai korelasi maksimal pada subyek

yang berbeda. Selanjutnya akan dipilih satu nilai D dari batas interval yang akan

digunakan sebagai nilai α1 dan satu nilai E dari batas interval yang akan digunakan

sebagai nilai α2 dan α3.

(a) (b) (c)

Gambar 3.20. (a) Croppingtemplate 1 subyek Oka berukuran 59×53 piksel, (b)

Croppingtemplate 1 subyek Oka berukuran 75×85 piksel, dan (c) Croppingtemplate

1 subyek Oka berukuran 115×91 piksel.

(a) (b) (c)

Gambar 3.21. (a) Croppingtemplate 2 subyek Oka berukuran 95×37 piksel, (b)

Croppingtemplate 2 subyek Oka berukuran 75×37 piksel, dan (c) Croppingtemplate

2 subyek Oka berukuran 105×91 piksel.

(a) (b) (c)

Gambar 3.22. (a) Croppingtemplate 3 subyek Oka berukuran 95×37 piksel, (b)

Croppingtemplate 3 subyek Oka berukuran 75×37 piksel, dan (c) Croppingtemplate

(22)

32

Pada Gambar 3.20.a memaparkan gambar template 1 dengan melakukan variasi

cropping pada bagian wajah saja (tanpa background). Gambar 3.20.b memaparkan

gambar template 1 dengan melakukan variasi cropping dibagian wajah dengan

backgroundnya. Sedangkan pada Gambar 3.20.c memaparkan gambar template 1

dengan melakukan variasi cropping pada seluruh bagian wajah (bagian kepala) dengan

backgroundnya. Nilai korelasi variasi cropping template 1 terhadap wajah subyek

tampak depan dapat dilihat pada Tabel 3.5. Nilai #Hit, #CR, #FA, dan #MD variasi

cropping template 1 terhadap wajah subyek tampak depan dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Pada Gambar 3.21.a mempresentasikan template 2 dengan melakukan cropping

pada bagian wajah hadap kanan dengan menambahkan dagu dari wajah subyek. Gambar

3.21.b mempresentasikan template 2 dengan melakukan cropping dibagian wajah tanpa

dagu. Sedangkan pada Gambar 3.21.c mempresentasikan template 2 dengan melakukan

cropping pada seluruh bagian wajah hadap kanan (bagian kepala). Nilai korelasi variasi

cropping template 2 terhadap wajah subyek hadap kanan dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Pada Gambar 3.22.a mempresentasikan template 3 dengan melakukan cropping

pada bagian wajah hadap kiri dengan menambahkan dagu dari wajah subyek. Gambar

3.22.b mempresentasikan template 3 dengan melakukan cropping dibagian wajah tanpa

dagu. Sedangkan pada Gambar 3.22.c mempresentasikan template 3 dengan melakukan

cropping pada seluruh bagian wajah hadap kiri (bagian kepala). Nilai korelasi variasi

cropping template 3 terhadap wajah subyek hadap kiri dapat dilihat pada Tabel 3.8. Nilai

#Hit, #CR, #FA, dan #MD pada variasi cropping template 2 dan variasi cropping

(23)

33

Tabel 3.5. Nilai korelasi variasi cropping template 1 terhadap wajah subyek tampak

depan

nilai korelasi nilai korelasi nilai korelasi

minimal maksimal minimal maksimal minimal maksimal

Abed vs lainnya 0.2571 0.4129 0.2426 0.4013 0.2488 0.4192

Berdasarkan Tabel 3.5, pada subyek yang sama, variasi cropping template pada

Gambar 3.20.b mampu menghasilkan rata-rata nilai korelasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan rata-rata nilai korelasi yang dihasilkan oleh variasi cropping

template pada Gambar 3.20.a dan variasi cropping template pada Gambar 3. 20.c. Pada

subyek yang berbeda, variasi cropping template pada Gambar 3.20.b mampu

menghasilkan nilai korelasi yang rendah dibandingkan dengan rata-rata nilai korelasi

(24)

34

template pada Gambar 3.20.c. Sehingga dalam kasus ini, variasi cropping template pada

Gambar 3.20.b lebih mampu membedakan wajah subyek satu dengan wajah subyek

lainnya. Jadi, untuk mendeteksi keberadaan wajah hadap depan dibutuhkan fitur-fitur

dari wajah seperti mata, mulut, hidung, telinga selain itu juga dibutuhkan fitur dari

performa terbaiknya dengan menghasilkan nilai #Hit dan #CR yang lebih tinggi, juga

#FA dan #MD yang lebih rendah dengan kata lain akan dihasilkan nilai akurasi yang

tinggi. Perhitungan nilai akurasi dapat dilihat pada Persamaan 3. Dimana variasi

cropping template a menghasilkan akurasi sebesar 89.83%, variasi cropping template b

menghasilkan akurasi sebesar 90.58%, dan variasi cropping template c menghasilkan

akurasi sebesar 82.25%. Jadi nilai D sebesar 0.42 ini akan digunakan sebagai nilai α1

(25)

35

Tabel 3.7. Nilai korelasi variasi cropping template 2 terhadap wajah subyek hadap

kanan

Nama Subyek nilai korelasi nilai korelasi nilai korelasi

minimal maksimal minimal maksimal minimal maksimal

(26)

36

Tabel 3.8. Nilai korelasi variasi cropping template 3 terhadap wajah subyek hadap kiri

Nama Subyek

Nama Subyek nilai korelasi nilai korelasi nilai korelasi

minimal maksimal minimal maksimal minimal maksimal

Abed vs lainnya 0.4611 0.6032 0.4565 0.5912 0.4589 0.6122

Tabel 3.6 menunjukkan nilai korelasi yang dihasilkan pada masing-masing variasi

cropping template 2 dan Tabel 3.7 menunjukkan nilai korelasi yang dihasilkan pada

masing-masing variasi cropping template 3. Berdasarkan Tabel 3.6 dan Tabel 3.7 terlihat

pada variasi cropping template 2 pada pada Gambar 3.21.b dan variasi cropping template

3 pada Gambar 3.22.b mampu menghasilkan rata-rata korelasi pada subyek yang sama

yang lebih tinggi dan menghasilkan rata-rata korelasi pada subyek yang berbeda yang

(27)

37

dan hadap kiri hanya dibutuhkan fitur dari bentuk wajah hadap kanan dan hadap kiri saja

tanpa harus menyertakan dagu dan bagian kepala.

Tabel 3.9. Nilai #Hit, #CR, #FA,dan #MD pada variasi cropping template 2 dan variasi

cropping template 3

Rentang nilai korelasi

variasi template 2 dan variasi template 3

a b c

Berdasarkan Tabel 3.9, nilai akurasi terbaik dihasilkan pada nilai E sebesar 0.62.

Terlihat bahwa nilai #Hit dan #CR yang dihasilkan lebih tinggi, juga #FA dan #MD yang

dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai E lainnya. Variasi cropping

template a menghasilkan akurasi sebesar 92.25%, variasi cropping template b

menghasilkan akurasi sebesar 94.83%, dan variasi cropping template c menghasilkan

akurasi sebesar 60.75%. Dengan demikian nilai E sebesar 0.62 ini akan digunakan sebagai

nilai α2 dan α3.

3.4.3.Penentuan αR

Pada sub bab ini akan membahas tentang penentuan nilai αR. αR adalah nilai

threshold pada ΔR. Dimana ΔR merupakan hasil pengurangan rata-rata citra template (�̅)

dengan rata-rata citra masukan yang tertimpa oleh template �̅ . Pada sistem ini nilai �

diset sebesar 40. Nilai ini didapat dari rata-rata ΔR yang dihasilkan dari operasi

pengurangan rata-rata template terhadap 10 citra masukan yang terdeteksi dibagian

dinding. Jika nilai ΔR terpaut jauh maka sistem akan menset nilai korelasi sebesar 0. Hal

ini dikarenakan tidak adanya kemiripan antara template dengan citra masukan yang

tertimpa oleh template itu sendiri. Sehingga diharapkan sistem dengan ΔR ini mampu

meminimalisasi pendeteksian yang terletak dibagian tembok (dinding) pada citra

(28)

38

3.5. Performa sistem tanpa ΔR dan dengan ΔR

Sub bab ini akan membahas mengenai performa sistem tanpa ΔR dan sistem dengan

ΔR. Untuk mengetahui performa sistem tanpa ΔR dan dengan ΔR ini menggunakan Dataset B. Tujuan dilakukannya pada sub bab ini yaitu untuk mengetahui perbedaan saat sistem

dijalakan tanpa ΔR dan saat sistem dijalankan dengan ΔR. Selanjutnya akan dipilih satu sistem yang akan digunakan untuk melakukan pengujian selanjutnya pada Bab IV.

Contoh hasil penerapan sistem tanpa ΔR dan sistem dengan ΔR pada template 1 dapat dilihat pada Gambar 3.23.

(a) Penerapan sistem tanpa ΔR

(b) Penerapan sistem dengan ΔR

Gambar 3.23. Hasil penerapan template matching dengan template 1 sistem tanpa ΔR

dan sistem dengan ΔR

Contoh hasil penerapan sistem tanpa ΔR dan sistem dengan ΔR pada template 2 dapat dilihat pada Gambar 3.24.

(29)

39

(b) Penerapan sistem dengan ΔR

Gambar 3.24. Hasil penerapan template matching dengan template 2 sistem tanpa ΔR

dan sistem dengan ΔR

Contoh hasil penerapan sistem tanpa ΔR dan sistem dengan ΔR pada template 3

dapat dilihat pada Gambar 3.25.

(a) Penerapan sistem tanpa ΔR

(b) Penerapan sistem dengan ΔR

Gambar 3.25. Hasil penerapan template matching dengan template 3 sistem tanpa ΔR

dan sistem dengan ΔR

Dari hasil proses template matching pada masing-masing template terlihat bahwa

sistem tanpa ΔR ini memiliki kekurangan dalam hal mendeteksi. Pada beberapa citra dari

dataset B menghasilkan nilai korelasi tertinggi yang terletak dibagian dinding (tembok),

sehingga hal ini memungkinkan kesalahan pergerakan rotator yang semakin besar. Jadi,

Gambar

Gambar 3.2. Sistem perekaman video otomatis di Gereja GPDI Mento.
Gambar 3.6. Citra template 3 berukuran 231×90 piksel, (a) Citra template 3 Abed, (b)
Gambar 3.7. Diagram alir proses template matching pada sistem tanpa ΔR.
Gambar 3.8. Diagram alir proses template matching pada sistem dengan ΔR.
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kelas S3 : Lahan mempuyai faktor pembatas yang sedang, lebih dari satu faktor dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, faktor pembatas

Ditinjau dari gender, kemampuan komunikasi matematis siswa kelas X SMA Negeri 6 Kediri berada pada kelompok sedang, tinggi, dan sangat tinggi setelah diajar

Kompetensi Dasar Pembelajaran Materi Kegiatan Pembelajaran 3.1 Menjelaskan logika matematika dan pernyataan berkuantor, serta penalaran formal (penalaran induktif, penalaran

ga disimpulkan bahwa elongation anyaman benang arah vertikal dari kantong semen berlaminasi sandwich kraft Tipe 104/ 9.9/900/30µc hasil produksi bulan Juli sampai September

Dosen pembimbing Kerja Praktik adalah dosen Program Studi Matematika yang mendapat tugas dari Departemen Pendidikan Matematika atas usulan Ketua Program Studi

Fungsi barang gadai (marhun) pada ayat diatas adalah untuk menjaga kepercayaan masing-masing pihak, sehingga penerima gadai (murtahin) meyakini bahwa pemberi

Siswa memiliki perilaku yang mencerminkan sikap pembelajar sejati sepanjang hayat sesuai dengan perkembangan anak, yang diperoleh dari pengalaman pembelajaran dan pembiasaan

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi berperan pasif, dilakukan untuk mengamati perilaku maupun situasi yang terjadi dalam situs