i
ANALISIS PEMUNGUTAN PPN TERUTANG ATAS JASA KONSTRUKSI DAN PENYEDIAAN BAHAN BANGUNAN PADA PT X DI DENPASAR
TAHUN 2015
Oleh :
LUH PUTU IRMA ANGGARINI NIM : 1306043035
Tugas Akhir Studi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan
menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Perpajakan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Denpasar
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Akhir Studi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing
serta diuji pada tanggal :
Tim Penguji : Tanda Tangan
1. Ketua : Ni Luh Supadmi, SE.,M.Si.,Ak ……….
2. Sekretaris : Naniek Noviari, SE., M.Si., Ak .………
Mengetahui,
Ketua Program Pembimbing
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-nya, penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir Studi yang berjudul “Analisis Pemungutan PPN
Terutang atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan pada PT X di
Denpasar Tahun 2015”.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir Studi ini tidak akan berhasil tanpa
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
dalam penyusunan Tugas Akhir Studi ini. Dalam kesempatan ini, penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S., selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
3. Drs. I Komang Ardana, MM., selaku Ketua Program Studi Diploma III
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
4. Ni Luh Supadmi, SE., MSi., Ak, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir
Studi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan sampai dengan selesainya Tugas Akhir Studi ini.
5. Naniek Noviari, SE., M.Si., Ak, selaku Pembimbing Akademis yang telah
iv
Program Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana.
6. Dosen Pengajar pada Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana yang telah mendidik dan memberi bekal ilmu
pengetahuan yang tak ternilai harganya.
7. Arief Satriawan SE., Ak, selaku Pimpinan Kantor Konsultan Pajak Prima
Artha Konsultama yang telah memberikan kesempatan untuk
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada lembaga yang beliau
pimpin.
8. Seluruh karyawan/karyawati Kantor Konsultan Pajak Prima Artha
Konsultama yang telah banyak membantu memberikan arahan selama
mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) serta telah memberi semangat
dan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan
perhatian, juga memberikan dorongan material maupun spiritual yang tak
terhingga serta doa restu kepada penulis dalam kuliah sampai penyusunan
laporan ini.
10.Sahabat dan teman-teman angkatan 2013 Program Diploma III Perpajakan
khususnya dan teman-teman di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana atas kebersamaan selama perkuliahan dan dukungan
selama penulis menyelesaikan tugas akhir studi ini.
11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu baik secara
langsung maupun tidak langsung yang turut memberikan semangat dan
v
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, mengingat
kemampuan yang penulis miliki sangat terbatas. Penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak agar laporan ini lebih sempurna. Akhir kata penulis
berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Denpasar, 17 April 2016
vi
Judul : Analisis Pemungutan PPN Terutang atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan pada PT X Tahun 2015
Nama : Luh Putu Irma Anggarini
Nim : 1306043035
ABSTRAK
Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan dalam perusahaan jasa konstruksi adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas pembelian bahan material yang digunakan dalam proses produksi perusahaan, Pajak Pertambahan Nilai yang diperoleh dari pembelian BKP ini disebut Pajak Masukan, serta Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa konstruksi sebagai penyerahan JKP dan penjualan bahan bangunan yang merupakan BKP yang disediakan oleh perusahaan ini dipungut PPN disebut Pajak Keluaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana pemungutan PPN terutang atas jasa konstruksi dan penyediaan bahan bangunan pada PT X.
Dalam penelitian yang dilakukan, jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Semua data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi non partisipan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa PT X sebagai penyedia jasa yang merupakan pelaksanaan konstruksi telah melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar. Dengan peredaran usaha melebihi Rp 4,8 milyar dalam satu tahun pajak, maka PT X dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sebagai PKP, PT X berpedoman pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 untuk melaksanakan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutangnya.
vii DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Kegunaan Penelitian…………... 4
1.4 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
2.1 Landasan Teori ... 7
2.1.1 Pengertian Pajak ... 7
2.1.2 Fungsi Pajak ... 9
2.1.3 Pengelompokan Pajak ... 9
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak ... 11
2.1.5 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 12
2.1.6 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 13
2.1.7 Barang Kena Pajak (BKP)... 15
2.1.8 Jasa Kena Pajak (JKP) ... 18
2.1.9 Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 22 2.1.10 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)... 25
2.1.11 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 26
2.1.12 Jasa Konstruksi ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
3.1 Lokasi Penelitian ... 30
3.2 Objek Penelitian ... 30
3.3 Identifikasi Variabel ... 30
3.4 Defisini Operasional Variabel ... 30
3.5 Jenis dan Sumber Data ... 31
3.6 Metode Pengumpulan Data ... 32
viii
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 33
4.1 Gambaran Umum Daerah/ Deskripsi Hasil Penelitian ... 33
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 33
4.2.1 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan... 33
4.2.2 Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai ... 34
4.2.3 Analisis Pemungutan PPN atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan pada PT X Tahun 2015 ... 36
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1 Simpulan ... 42
5.2 Saran ... 42
DAFTAR RUJUKAN
ix
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
4.1 Tabel Rekapitulasi Penghasilan Bruto PT X Tahun Pajak
2015... 37
4.2 Tabel Rekapitulasi PPN terutang PT X atas Jasa Konstruksi masa Januari sampai Desember 2015... 38
4.3 Tabel Rekapitulasi PPN terutang PT X atas Perdagangan
Bahan Bangunan masa Januari sampai Desember 2015... 39
4.4 Tabel Rekapitulasi PPN terutang PT X atas Jasa Konstruksi dan Perdagangan Bahan Bangunan masa Januari sampai
[image:9.595.110.479.137.374.2]x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Faktur Pajak
Lampiran 2 Surat Setoran Pajak (SSP) Elektronik
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak adalah sumber utama pembiayaan Negara. Tidak dapat
dipungkiri bahwa sebagian besar sumber pembiayaan Negara berasal dari
dari sektor pajak. Pengadaan dana merupakan masalah yang penting bagi
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Penerimaan dari sektor pajak
sangat mendukung terlaksananya pembangunan di berbagai sektor sebagai
wujud pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Secara umum pajak merupakan sumber pendapatan negara yang
berasal dari iuran rakyat yang berdasarkan Undang – Undang (dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung yang
bertujuan untuk keperluan negara maupun Pemerintah Daerah. Salah satu
pajak yang dipungut oleh Pemerintah bagi Pengusaha Kena Pajak adalah
Pajak Pertambahan Nilai atau sering disebut PPN.
Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dikenal dengan nama UU
Pajak Pertambahan Nilai 1984 merupakan salah satu produk reformasi
sistem perpajakan nasional 1983. Undang-undang ini telah mengalami tiga
kali perubahan. Perubahan yang pertama dilakukan dengan
2
sedangkan perubahan yang kedua dilakukan dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 dan yang ketiga yaitu Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak
Penjualan. Alasan dari penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa
sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan
belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk
meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan
pajak.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen
ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax
(VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak
tidak langsung, yang artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain,
penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak
yang ia tanggung. Setiap transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajka (JKP) akan terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar
10% dari nilai Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP)
tersebut. PPN merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam
negeri (Daerah Pabean), baik berupa Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa
Kena Pajak (JKP). Dimana Daerah Pabean merupakan wilayah Republik
Indonesia baik wilayah darat, laut dan udara.
Dalam laporan ini akan dibahas mengenai pemungutan PPN atas
3
transaksi barang dan jasa tersebut yang merupakan Barang Kena Pajak
(BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) harus dipungut PPNnya. Industri
konstruksi mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi,
sosial dan budaya di Indonesia. Bisnis Monitoring Internasional (2009)
memprediksi jika Indonesia adalah “rumah” bagi industri konstruksi
karena memiliki pertumbuhan tercepat di Asia. Industri konstruksi
mempunyai prospek yang sangat baik di negara berkembang seperti
Indonesia, karena setiap daerah pasti membutuhkan banyak jasa konstruksi
untuk melakukan pembangunan. Dengan banyaknya penggunaan jasa
konstruksi maka akan semakin banyak pula pendapatan dari sektor pajak
yang dikenakan terhadap jasa tersebut, yang secara tidak langsung juga
akan membantu pembangunan nasional.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa
konstruksi, yang dimaksud dengan jasa konstruksi adalah layanan
konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konstruksi pengawasan pekerjaan
konstruksi. Peraturan perpajakan mengenai usaha konstruksi diatur khusus
dalam hal ini pengenaan pajak atas usaha konstruksi. Pajak Pertambahan
Nilai yang dikenakan dalam perusahaan jasa konstruksi adalah Pajak
Pertambahan Nilai yang dikenakan atas pembelian bahan material yang
digunakan dalam proses produksi perusahaan, Pajak Pertambahan Nilai
yang diperoleh dari pembelian BKP ini disebut Pajak Masukan, serta
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa konstruksi sebagai
4
yang disediakan oleh perusahaan ini memungut Pajak Keluaran. Pajak
Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang
sama tetapi jika belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa
pajak yang sama maka dapat dikreditkan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu
rumusan masalah dari laporan ini adalah “Bagaimana Pemungutan PPN
Terutang atas Jasa Konstruksi dan Penyediaan Bahan Bangunan pada PT
X di Denpasar Tahun 2015?”
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas dapat dikemukakan tujuan
yaitu untuk mengetahui dan memahami bagaimana pemungutan PPN
terutang atas jasa konstruksi dan penyediaan bahan bangunan pada PT X
Tahun 2015.
1.3 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
peningkatkan mutu pendidikan di bidang perpajakan khususnya
mengenai pemungutan PPN terutang atas jasa konstruksi dan
5 2) Kegunaan Praktis
Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi wajib pajak untuk mengetahui pemungutan PPN
terutang atas jasa konstruksi dan penyediaan bahan bangunan pada PT
X Tahun 2015 serta bagi pihak lain ini juga diharapkan dapat
membantu dalam penyajian informasi jika melakukan penelitian
serupa.
1.4 Sistematika Penulisan
Agar lebih mudah dalam pembahasan materi yang ada di dalam
Tugas Akhir Studi ini, maka sistematika penulisan laporan ini dapat
disajikan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah,tujuan,
kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka
Bab ini memuat tentang landasan teori yang mendukung
pembahasan penelitian dalam menganalisa masalah
meliputi: pengetian pajak, fungsi pajak, pengelompokkan
pajak, sistem pemungutan pajak, definisi PPN, barang kena
pajak dan jasa kena pajak, subjek dan objek PPN, dasar
6 Bab III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan lokasi penelitian, objek penelitian,
identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan
sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis
data.
Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian
Bab ini berisikan gambaran umum daerah/deskripsi hasil
penelitian serta pembahasan hasil penelitian.
Bab V Simpulan dan Saran
Bab ini merupakan bagian akhir dari laporan yang berisi
simpulan berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan
dapat ditarik simpulan yang berguna bagi wajib pajak di
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan
peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan,
membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak
dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta
terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Menurut Mardiasmo (2011:1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada
kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
8
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pada Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan
bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Menurut Waluyo (2011;2) “Pajak adalah iuran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayar menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaram-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas yang
menyelenggarakan pemerintahan”.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur:
a) Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut
berupa uang (bukan barang).
b) Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
c) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
9 2.1.2 Fungsi Pajak
Pajak memiliki fungsi sebagai sumber pendapatan Negara, namun
fungsi tersebut bukanlah merupakan fungsi utama. Ada dua fungsi pajak,
yaitu:
1) Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya. yaitu pajak dimanfaatkan sebagai
instrument pengumpul dana guna membiayai
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Ditujukkan dengan masuknya pajak ke
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2) Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. yaitu
pajak dimanfaatkan sebagai instrumen pengatur melalui
kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat, misalnya untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi,
redistribusi pendapatan, dan stabilisasi ekonomi.
2.1.3 Pengelompokan Pajak 1) Menurut golongannya
a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh
Wajib Pajak dan dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
10
b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai.
2) Menurut sifatnya
a) Pajak subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
b) Pajak obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,
tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3) Menurut lembaga pemungutnya
a) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan, dan Bea Materai.
b) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah. Pajak Daerah terdiri atas:
1) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak
11 2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Waluyo (2010:17), sistem pemungutan pajak dibagi
menjadi 3, yaitu.
1) Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak terutang.
Ciri-ciri official assessment system adalah sebagai berikut.
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
berada pada fiskus.
b) Wajib Pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.
2) Self Assessment System
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan, tanggung jwab kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar
3) Withholding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
12 2.1.5 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Mardiasmo (2011:294) Undang-undang yang mengatur
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang Nomor 42 Tahun 2009. undang ini disebut
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen
ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT)
atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak
langsung, yang artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang)
yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena
Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena
Pajak. Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang
yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
13
Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak. Mardiasmo (2011:294)
2.1.6 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Karakteristik PPN yang berlaku di Indonesia (Untung Sukardji,
2011:1) adalah sebagai berikut:
1) Pajak Tidak Langsung
Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan ke pihak lain.
Tanggung jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada
pihak yang menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak
yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak
(pihak yang memikul beban pajak).
2) Pajak Objektif
Sebagai pajak objektif mengandung pengertian bahwa
timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan
oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak
relevan.
3) PPN Bersifat Multi Stage Levy
Multi Stage Levy mengandung pengertian bahwa PPN
dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur
distribusi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Hal ini
berarti PPN dikenakan berulang-ulang pada setiap mutasi BKP
14
4) Perhitungan PPN Terutang untuk Dibayar ke Kas Negara
Menggunakan Indirect Subtraction Method
Indirect Subtraction Method (metode pengurangan secara tidak
langsung), yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut
oleh penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan barang atau
jasa, dengan PPN yang dibayar kepada penjual atau pengusaha
jasa lain atas perolehan barang atau jasa.
5) PPN Bersifat Non Kumulatif
PPN tidak bersifat kumulatif (non kumulatif) meskipun
memiliki karakteristik Multi Stage Tax karena PPN mengenal
adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena
itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok barang atau
jasa.
6) PPN Menganut Tarif Tunggal (Single Rate)
PPN di Indonesia menganut tarif tunggan yang dalam UU PPN
1984 ditetapkan sebesar 10% untuk penyerahan dalam negeri
dan 0% untuk penyerahan ekspor.
7) PPN Adalah Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya
dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam
daerah pabean Republik Indonesia. Apabila barang atau jasa itu
akan dikonsumsi di luar negeri, tidak dikenakan PPN di
15
8) PPN yang Diterapkan di Indonesia Adalah PPN Tipe Konsumsi
(Consumption Type VAT)
Dilihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN
Indonesia termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT)
artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan barang
modal dapat dikurangi dari dasar pengenaan pajak.
2.1.7 Barang Kena Pajak (BKP)
Pasal 1 angka 2 dan 3 UU PPN 1984 merumuskan sebagai berikut.
“Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat merupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan
barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang
ini.”
Pada dasarnya semua barang dikenai PPN, kecuali barang barang
tertentu yang disebutkan dalam UU PPN, barang yang tidak dikenai PPN
sebagaimana disebutkan dalan Pasal 4A ayat 2 UU PPN 1984 didasarkan
atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut :
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya. Diambil langsung dari sumbernya artinya barang
tersebut belum diolah atau belum diproses. Sesuai dengan penjelasan
pasal 4A ayat (2) UU PPN 1984 huruf a, yang dimaksud dengan barang
hasil pertambangan dan hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya seperti:
16
b) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
c) Panas bumi;
d) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung,
batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu
(halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit,
mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa,
perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah
diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan
trakkit;
e) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
f) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan
bijih perak serta bijih bauksit.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak. Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam hal ini, diatur
dalam penjelasan pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN 1984. Dalam
Undang-Undang PPN ini dirinci jenis barang kebutuhan pokok
dimaksud yang meliputi:
a) Beras;
b) Gabah;
c) Jagung;
d) Sagu;
e) Kedelai;
17
g) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui
proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan,
dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
h) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan,
diasinkan, atau dikemas;
i) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan
lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
j) Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah
melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading,
dan/atau dikemas atau tidak dikemas, dan;
k) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan,
dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang
dicacah.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering; dan
4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan
18 2.1.8 Jasa Kena Pajak (JKP)
Dalam Pasal 1 angka 5 UU PPN 1984 dirumuskan bahwa: “Jasa
adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hokum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas, kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan
barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan.” Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang
ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan
PPN ditetapkan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan
atas kelompok-kelompok sebagai berikut:
1) Jasa di bidang pelayanan kesehatan medis, meliputi:
a) Jasa dokter umum,dokter spesialis, dan dokter gigi;
b) Jasa dokter hewan;
c) Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi dan
fisioterapi;
d) Jasa kebidanan dan dukun bayi;
e) Jasa paramedis dan perawat;
f) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan Sanatorium;
g) Jasa psikolog dan psikiater; dan
h) Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh
paranormal.
2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
19 b) Jasa pemadam kebakaran;
c) Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d) Jasa lembaga rehabilitasi;
e) Jasa penyedia rumah duka atau jasa pemakaman termasuk
krematorium;
f) Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial
3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa
pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan
menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
4) Jasa keuangan meliputi:
a) Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu;
b) Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana
kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi
maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
c) Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu
kredit, dan/atau pembiayaan konsumen;
d) Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai
syariah dan fidusia; dan
e) Jasa penjaminan
5) Jasa Asuransi, yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian,
20
kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi
seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.
6) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
a) Jasa pelayanan rumah ibadah;
b) Jasa pemberian khotbah atau dakwah;
c) Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan;
d) Jasa lainnya di bidang keagamaan.
7) Jasa di bidang pendidikan,meliputi:
a) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik, dan pendidikan professional
b) Jasa penyelengaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus
8) Jasa di bidang kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang
dilakukan oleh pekerja seni nyang telah dikenakan Pajak Tontonan.
9) Jasa di bidang penyiaran meliputi jasa penyiaran radio dan televisi baik
yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupn swasta yang bukan
bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bersetujuan
komersial.
10)Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri.
11)Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
21
b) Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga
kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja
tersebut;
c) Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
12)Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
a) Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel losmen, hostel serta fasilitas yang terkait dengan
kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap;
b) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel,
rumah penginapan, motel, losmen dan hotel.
13)Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok
Wajib Pajak,pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
14)Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan tempat parkir yang
dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada
pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.
15)Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, yaitu jasa telepon
umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.
16)Jasa penerimaan uang dengan wesel pos.
22
2.1.9 Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a. Objek PPN
1) Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha, dengan syarat-syarat berikut:
a) Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
b) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP
yang tidak berwujud.
c) Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean, dan
d) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2) Impor BKP
Pemungutan pajak atas impor BKP dilakukan melalui Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan BKP ke
dalam Daerah Pabean dikenakan pajak tanpa memperhatikan
apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya ataukah tidak.
3) Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
a) Jasa yang diserahkan merupakan JKP;
b) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
23
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud (hak paten, hak cipta, merk
dagang, waralaba) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (jasa konsultan asing
yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di
dalam Daerah Pabean.
6) Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan orang lain.
8) Penyerahan BKP berupa aktiva oleh PKP yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang
Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut
ketentuan dapat dikreditkan.
b. Subjek PPN
1) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikreditkan
pajak berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM, tidak
termasuk pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan Pengusaha Kena
Pajak apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan
jumlah peredaran bruto melebihi Rp. 4.800.000.000 (empat
24
2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
Dalam Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor 197/PMK.03/2013 tentang
perubahan atas PMK Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan
Pengusaha Kecil PPN “Pengusaha kecil merupakan pengusaha
yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan peredaran bruto
tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah).” Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai PKP, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban
sebagaimana halnya PKP.
3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak
berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.
4) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan
rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu. Adapun
syarat-syarat yang dimaksud adalah :
(a) Luas bangunan lebih atau sama dengan 20 meter persegi
(b) Bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat
usaha
(c) Bangunan bersifat permanen
(d) Tidak dibangun dalam lingkungan real estate, dan
(e) Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan
atau pekerjaan oleh orang pribadi, yang hasilnya digunakan
25
5) Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah.
Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah terdiri atas kantor
Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan
Daerah, termasuk bendahara Proyek.
2.1.10 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Untuk menghitung besarnya Pajak (PPN dan PPnBM) yang
terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Yang menjadi DPP
adalah:
1) Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2) Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang
26 3) Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang
dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk
PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.
4) Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5) Nilai Lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan
undang-undang sebagaimana berikut:
1) Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah harga
jual.
2) Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian.
3) Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.
4) Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.
2.1.11 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Tarif PPN menurut Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 adalah:
a. Tarif PPN sebesar 10%. Tariff PPN BKP dan JKP merupakan
tarif tunggal yang dikenakan untuk semua jenis BKP dan JKP.
27
dapat dinaikkan menjadi setinggi-tingginya 15% dan
serendah-rendahnya 5%.
b. Tarif PPN sebesar 0%. Tarif PPN 0% dikenakan atas ekspor
BKP untuk mendorong para pengusaha agar mampu
menghasilkan barang ekspor sehingga dapat bersaing di pasar
luar negeri. Penerapan tarif PPN 0% bukan berarti pembebasan
dari pengenaan PPN, melainkan agar pajak masukan yang telah
dibayar oleh pengusaha pada saat pembelian barang ekspor
tersebut dapat dikreditkan.
2.1.12 Jasa Konstruksi
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi Pasal 1 “Jasa konstruksi adalah layanan jasa
konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan
konstruksi.” “Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian
rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan
yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata
lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan
suatu bangunan atau bentuk fisik lain.” Jasa konstruksi merupakan salah
satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang
mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna
28
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan
keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan,
kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat,
bangsa, dan negara. Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha
perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha
pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana
konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Usaha jasa
konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha.
Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural
dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata
lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya. Usaha jasa konstruksi
dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan efisien
melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan
kecil serta antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan
keterampilan tertentu.
Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan dalam perusahaan jasa
konstruksi adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas pembelian
bahan material yang digunakan dalam proses produksi perusahaan, Pajak
Pertambahan Nilai yang diperoleh dari pembelian BKP ini disebut Pajak
Masukan, serta Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa konstruksi
sebagai penyerahan JKP dan penjualan bahan bangunan yang merupakan
BKP yang disediakan oleh perusahaan ini memungut Pajak Keluaran.
Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak
29
pajak yang sama maka dapat dikreditkan selambat-lambatnya 3 (tiga)