KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi
dengan judul “ IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF
ANGKUTAN MIKROLET DI SURABAYA”.
Penyusunan Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyelesaian Skripsi ini
tidal terlepas dari bantuan, dorongan bimbingan dan pengarahan yang diberikan
oleh berbagai pihak karena tanpa bantuan, dorongan, bimbingan dan pengarahan
penulis akan mengalami kesulitan dalam penyelesaian penyususnan Skripsi
penelitian ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Slamet Srijono Msi. selaku dosen
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dengan sabar memberikan
bimbingan hingga terselesainya penyusunan proposal penelitian ini.
Atas bantuan dan dorongan baik berupa moral maupun material yang
diberikan maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.Dra, Ec. Hj.Suparwati, Msi. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
2.Bapak Dr. Lukman Arief, Msi., selaku Ketua Jurusan Administrasi Negara.
4.Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bekal dalam proses perkuliahan
di jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
5.Abah dan Umi tercinta beserta kakak dan adikku, terimakasih atas doa dan
kasih sayangnya selama ini.
6.Teman-teman dan sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
terima kasih atas dorongan dan bantuan ayng diberikan kepada penulis
selama ini.
Dalam penyusunan Skripsi ini penulis sangat menyadari masih ada
kekurangan-kekurangan baik dari segi teknis maupun materiil penyusunannya.
Oleh karena itu, penulis senantiasa bersedia dan terbuka dalam menerima saran
dan kritik dari semua pihak yang dapat menambah kesempurnaan Skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih serta besar harapan penulis
semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Maret 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...…….………...i
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ...….ii
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI……….iii
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENEGESAHAN REVISI SKRIPSI ...iv
KATA PENGANTAR…..……….v
DAFTAR ISI…..……….vii
DAFTAR GAMBAR ………viii
DAFTAR TABEL ………...……….ix
ABSTRAKSI ………..………. x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………….……….………... 1
1.2. Perumusan Masalah………...…………. … 9
1.3. Tujuan Penelitian ……...………. 9
1.4. Kegunaan Penelitian ….……… 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu…...……….……….. 11
2.2. Landasan Teori……….………. ………14
2.2.1. Kebijakan Publik ……...……… 15
2.2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik……… 15
2.2.1.2. Bentuk Kebijakan Publik …….………16
2.2.1.4. Ragam Kebijakan Publik ……… 17
2.2.1.5. Jenis Kebijakan Publik ………... 18
2.2.1.6. Tahap-tahap Kebijakan Publik ………18
2.2.2. Implementasi Kebijakan …..……..……….. 20
2.2.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan ….………….…..20
2.2.2.2. Model Implementasi Kebijakan ...………... 21
2.2.2.3. Keberhasilan Implmentasi Kebijakan…...………24
2.2.2.4. Kegagalan Implementasi Kebijakan ………24
2.2.3. Angkutan Umum ….….……… 25
2.2.3.1. Pengertian Angkutan Umum…….………...25
2.2.3.2. Jenis Angkutan Umum ……….. 26
2.2.3.3. Pemakai Jasa Angkutan ……….. 28
2.2.3.4. Peranan Angkutan Umum ………28
2.2.4. Biaya dan Tarif Angkutan ……… .30
2.2.4.1. Pengertian Biaya ……….…30
2.2.4.2. Pengertian Tarif Angkutan ……….… 31
2.2.4.3. Kategori Tarif Angkutan ………32
2.2.4.4. Jenis Tarif Angkutan ………..32
2.2.5. Sumber - sumber Kebijakan Mengenai Tarif Angkutan Penumpang….………33
2.2.6. Kepatuhan ………34
2.2.7. Kepuasan ………..35
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ………..39
3.2. Fokus Penelitian…..………..……….40
3.3. Lokasi Penelitian…..……… 42
3.4. Sumber Data………...………..………..42
3.5. Pengumpulan Data………..………43
3.6. Analisis Data………46
3.7. Kebsahan Data………48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ………51
4.1.1. Dinas Perhubungan Kota Surabaya ………51
4.1.1.1. Visi dan Misi Dinas Perhubungan Kota Surabaya …52 4.1.1.2. Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Dinas Perhubungan Kota Surabaya………53
4.1.1.3. Komposisi Pegawai Dinas Perhubungan Kota Surabaya………..71
4.1.2. DPC (Dewan Pengurus Cabang) ORGANDA Kota Surabaya..73
4.1.2.1. Visi dan Misi DPC (Dewan Pengurus Cabang) ORGANDA Kota Surabaya………..75
4.1.2.3. Komposisi Pegawai DPC (Dewan Pengurus Cabang)
ORGANDA Kota Surabaya ………80
4.2. Penyajian Data ………82
4.2.1. Kepatuhan ……… 82
4.2.2. Kendala-kendala……… ………89
4.3. Pembahasan ……….91
4.3.1. Kepatuhan ……….94
4.3.2. Kendala-kendala………….. ………..95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………98
5.2. Saran ………100
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier………..23
Gambar 2.
Kerangka Berpikir ………..38
Gambar 3.
Analisa Data Kualitatif ……… 48
Gambar 4.
Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Surabaya ………54
Gambar 5.
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Komposisi Pegawai Bidang Angkutan Pada Dinas Perhubungan Kota Surabaya Berdasarkan Jenis Kelamin …………...………71
Tabel 2
Komposisi Pegawai Bidang Angkutan Pada Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bedasarkan Pendidikan ……….………72
Tabel 3.
Komposisi Pegawai Bidang Angkutan Pada Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bedasarkan Pangkat / golongan………...………..72
Tabel 4.
Komposisi Pegawai Bidang Angkutan Pada Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bedasarkan Usia…….. ………..73
Tabel 5.
Komposisi Pegawai DPC ORGANDA Kota Surabaya Berdasarkan Jenis
Kelamin………..80
Tabel 6
Komposisi Pegawai DPC ORGANDA Kota Surabaya Berdasarkan
ABSTRAKSI
ROSIDI. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF ANGKUTAN MIKROLET DI SURABAYA.
Kebijakan penetapan tarif angkutan mikrolet dilakukan Pemerintah Kota
Surabaya seiring dengan adanya penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kebijakan pemerintah dalam menurunkan harga BBM ini membawa angin segar
bagi jalannya perekonomian bangsa karena hal ini diharapkan dapat memberikan
efek lanjutan pada harga jual produk, peningkatan konsumsi masyarakat dan
khususnya penurunan biaya transportasi yang terjangkau oleh masyarakat.
Sehingga untuk mewujudkan harapan tersebut ditetapkanlah Peraturan Walikota
Surabaya No 98 Tahun 2008
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan
untuk menyusun dan mengembangkan pemahaman dan mendeskripsikan,
menganalisa, dan menginterprestasikan kebijakan penetapan tarif angkutan
mikrolet di Surabaya berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya No. 98 Tahun
2008. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi (pengamatan), dokumentasi
dan interview (wawancara) dengan menggunakan pedoman wawancara (interview
guide).
Metode analisa data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif dimana dalam penelitian ini digambarkan suatu
fenomena dengan jalan mendeskripsikan kebijaka penetapan tarif angkutan
mikrolet di Surabaya. Informan dalam penelitian ini adalah Dinas Perhubungan
Kota Surabaya, DPC (Dewan Pengurus Cabang) Organda Kota Surabaya, YLPK
(Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen), Sopir Mikrolet dan Penumpang
Mikrolet. Fokus penelitian ini adalah kepatuhan dan kepuasan para sopir mikrolet
serta penumpang mikrolet. Situs penelitian ini adalah Dinas Perhubungan Kota
Surabaya dan DPC (Dewan Pengurus Cabang) Organda Kota Surabaya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan,
mikrolet di Surabaya tidak berhasil dengan berdasarkan Peraturan Walikota
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam
memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan
serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Sehingga
transportasi berperan sebagai penunjang, pendorong dan penggerak bagi
pertumbuhan daerah yang berpotensi dalam upaya peningkatan dan
pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. Transportasi juga sebagai
penunjang pembangunan ekonomi, tanpa adanya transportasi sebagai sarana
penunjang tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam
usaha pengembangan ekonomi dari suatu negara
Pentingnya transportasi tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan
akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan keseluruh
pelosok tanah air, bahkan dari dalam negeri dan keluar negeri. Dengan
adanya peranan penting transportasi tersebut, maka lalu lintas dan angkutan
jalan harus ditata dalam satu sistem transportasi nasional secara terpadu dan
mampu mewujudkan tersedianya jasa angkutan yang tertib, selamat, aman,
nyaman, cepat, tepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat.
Menyadari pentingnya peranan transportasi bagi kehidupan manusia,
perkembangan transportasi dengan melalui pelaksanaan kebijakan pemerintah
menyangkut kesejahteraan para pelaku usaha transportasi, dimana dalam hal
ini dapat berdampak pada pelayanan yang diberikan pelaku usaha transportasi
terhadap masyarakat sebagai pengguna sarana transportasi tersebut. Dengan
demikian transportasi selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai
dengan perkembangan teknologi, sehingga akan tercapai efisiensinya yang
lebih baik.
Sebagaimana telah diketahui bahwa kebijakan dapat diartikan sebagai
jawaban terhadap suatu masalah karena akan merupakan upaya memecahkan,
mengurangi dan mencegah suatu keburukan. Dengan demikian kebijakan
pemerintah sangat penting diberlakukan dalam melakukan penanganann
terhadap suatu masalah dan mencari jalan keluarnya (Syafie dkk, 1999:106).
Dalam masyarakat modern yang tinggi tingkat perkembangan industri seperti
saat ini, maka kelangkaan energi, pengotoran lingkungan, pengangguran,
ketertiban lalu lintas, kemiskinan dan masih banyak lagi fenomena yang dapat
kita lihat, ini merupakan petunjuk dari sekian banyak persoalan yang
mengharapkan campur tangan dari pemerintah atau pihak swasta dalam
penanganannya karena adanya Pro dan Kontra dalam masyarakat.
Seperti kita ketahui bersama kebijakan Pemerintah menurunkan Harga
BBM dilakukan bertahap sampai 3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 1 Desember
2008, harga premium (bensin) bersubsidi turun Rp 500 menjadi Rp 5.500 per
liter dari harga semula Rp 6.000 per liter. Tapi, harga solar dan minyak tanah
cetak, 1 Desember 2008). Tanggal 15 Desember 2008 harga BBM jenis
premium dan solar diturunkan karena harga minyak mentah dunia merosot
tajam yaitu harga premium turun Rp 500 menjadi Rp 5.000 per liter dari
harga semula Rp 5.500 per liter, harga solar turun Rp 700 dari Rp 5.500
menjadi Rp 4.800 per liter tapi harga minyak tanah tetap Rp 2.500 per liter
(Jawa Pos edisi cetak, 15 Desember 2008). Dan pada tanggal 15 januari 2009,
pemerintah menurunkan lagi harga BBM yaitu harga premium Rp 500 dari
Rp 5.000 menjadi 4.500 per liter, harga solar turun Rp 500 dari Rp 4.800
menjadi Rp 4.300 per liter (Jawa Pos edisi cetak, 15 Januari 2009).
Plt Menko Perokonomian, Sri Mulyani, mengatakan saat jumpa pers di
Kantor Presiden di Jakarta,
Penurunan harga ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengurangi beban masyrakat dengan berbagai instrumen dan sumber daya yang dimiliki. Penurunan harga premium bersubsidi ini, menyikapi terus melemahnya harga minyak mentah dunia. Aspirasi dari masyarakat yang menginginkan harga BBM turun juga menjadi pertimbangan tersendiri. Gejolak ekonomi global sudah pasti melemahkan ekonomi kita. Karena itu, perlu antisipasi guna menetralisasi beban masyarakat. Pemerintah berharap, penurunan harga itu dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan menggairahkan kembali dunia usaha. (Republika edisi cetak, 7 November 2008).
Sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah menurunkan harga
bahan bakar minyak dan dilihat dari berbagai macam permasalahan yang ada
maka perlu adanya evaluasi tentang penetapan tarif mikrolet khususnya di
kota Surabaya. Sesuai dengan pendapat Kepala Dinas Perhubungan Surabaya
Bunari Mushofa :
sosialisasi tarif angkutan di terminal Joyoboyo untuk semua jurusan masih belum berubah”. (Jawa Pos, edisi cetak, 14 Januari 2009)
Sayangnya, Penurunan harga BBM tidak diikuti oleh turunnya tarif
angkutan umum. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang menyebabkan
tarif angkutan umum tidak turun, antara lain : mahalnya harga suku cadang,
tingginya pajak kendaraan bermotor, dan lain-lainya. Ketua Dewan Pengurus
Pusat (DPP) Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Murphy
Hutagalung mengatakan :
“turunnya harga BBM memang sedikit menurunkan biaya produksi jasa angkutan. Sebab, selama ini komposisi belanja BBM mencapai 30 persen dari total biaya. Namun, faktor tersebut masih belum cukup untuk menutup lonjakan komponen biaya lainnya dalam beberapa bulan terakhir. Komponen biaya spare parts kendaraan yang melonjak hingga 120 persen sejak pertengahan tahun ini masih dirasakan sangat berat. “Bahkan, meski harga BBM turun awal bulan lalu, harga spare parts masih tinggi.” Terangnya. Faktor lain yang membuat Organda merasa sulit menurunkan tarif adalah tingginya pajak kendaraan bermotor. Selain itu, pungutan liar (pungli) yang besarnya diperkirakan Rp 18 trilliun per tahun juga sangat membebani pengusaha”. (Jawa Pos, edisi cetak 15 Desember 2008).
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengurus Cabang
(DPC) Organda Surabaya Wastomi Suheri, Organda memandang bahwa
penurunan harga bakar itu tidak berpengaruh signifikan terhadap pengusaha
transportasi.
yakni Rp 2.600. “Kalau Dishub ngotot, kami tetap akan menolaknya. Apapun alasannya,” tandas Wastomi. (Jawa Pos, edisi cetak 25 Januari 2009).
Sedangkan berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, hal
ini disebabkan karena mereka (sopir) berdalih cukup kerepotan jika harus
menuruti penurunan tersebut. Sebab, jumlah penumpang saat ini berbeda jauh
dari tahun-tahun sebelumnya. Berikut penuturan Bapak Sukisworo, sopir Lin
H4 (Joyoboyo-Sedati PP) :
“Orang yang mau naik angkot sekarang ini semakin jarang. Tapi, uang setorannya tetap”. (Jawa Pos, edisi cetak, 14 Januari 2009)
Hal serupa dikeluhkan Bapak Agus Subiyantoro, Sopir lin G
(Joyoboyo-karangmenjangan PP) :
“Saya ini sudah nunggu antrean mulai pukul 06.00. Baru dapat giliran narik pukul 12.00. kalau tarif diturunkan, bisa-bisa kami nggak dapat apa-apa.” (Jawa Pos, edisi cetak, 14 Januari 2009)
Padahal pemerintah sendiri berharap dengan turunnya Harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) dapat memberikan efek lanjutan pada harga jual
produk, peningkatan konsumsi masyarakat dan khususnya penurunan biaya
transportasi yang terjangkau oleh masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh
penumpang mikrolet Lyn S (Joyoboyo – Bratang – Kenjeran), salah satunya
Ibu Ratna, saat diwawancarai di Terminal Joyoboyo,
“wah, lek ongkos lyn dimudunno aku setuju mas, isok ngirit duwit belonjo, lek isok ojo Rp. 2.600,- tapi Rp. 2.000,- soal’e jaman saiki opo-opo larang kabeh mas, durung mbayar sekolahe arek-arek, listrik, ambek liya-liyane. Pokok’e aku setuju lek ongkos lyn dimudunno mas.”
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
sekarang apa-apa mahal semua mas, belum bayar sekolahnya anak-anak, listrik, dan lain-lain. Pokoknya saya setuju sekali tarif angkutan diturunkan mas”. (wawancara, 5 mei 2009).
Kita tahu bahwa transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan
strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan
dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara.
Oleh karena itu pemerintah meminta Organda menurunkan tarif angkutan.
Hal ini sangat ironi sekali karena ketika keputusan pemerintah
menaikkan harga BBM pada pertengahan tahun 2008, tanpa sosialisasi para
sopir angkutan langsung menaikkan tarif sendiri tetapi ketika harga BBM
turun, para sopir enggan menurunkan tarif angkutan dengan berbagai alasan.
Seperti kita ketahui harga BBM pada pertengahan tahun 2008 adalah sebesar
Rp. 6.000,-. Dengan adanya kenaikan harga BBM maka ditetapkanlah tarif
angkuatan umum yang baru dengan harapan dapat mengakomodasikan
kepentingan pengusaha angkutan umum maupun kemampuan daya beli
masyrakat. Maka ditetapkanlah Peraturan Walikota Surabaya No 26 Tahun
2008 “ tentang penetapan tarif angkutan penumpang umum (mikrolet), tarif
angkutan bus kota (angkutan perbatasan) dan tarif angkutan taksi agrometer
dalam wilayah kota Surabaya, yang berisikan tentang besaran tarif angkutan
umum (mikrolet) adalah sebagai berikut :
1. Tarif jarak sampai dengan 15 km sebesar Rp. 2.900,-
2. Tarif tiap km selanjutnya sebesar Rp. 150,-
Ketika harga bahan bakar minyak turun maka sewajarnya ada penyesuain
tarif angkutan. Oleh karena itu peran Dinas Perhubungan dan Organda
Surabaya sebagai penghubung antara pihak pemerintah dengan pengusaha
angkutan, diharapkan mampu memberikan solusi yang tepat dalam
penyesuain tarif angkutan sehingga tidak merugikan pihak lain, khususnya
masyarakat sebagai konsumen jasa angkutan. Untuk itu ditetapkan Peraturan
Walikota Surabaya No 98 Tahun 2008 “tentang perubahan atas, Peraturan
Walikota Surabaya No 26 Tahun 2008 tentang penetapan tarif angkutan
penumpang umum (mikrolet), tarif angkutan bus kota (angkutan perbatasan)
dan tarif angkutan taksi argometer dalam wilayah kota Surabaya” yang
berisikan, tentang perubahan besaran tarif angkutan penumpang umum
(Mikrolet) adalah sebagai berikut :
a. Tarif jarak sampai dengan 15 km sebesar Rp. 2600,-
b. Tarif tiap km selanjutnya sebesar Rp. 100,-
c. Tiap pelajar yang berseragam sekolah 50% dari tarif yang berlaku.
Diberlakukannya penyesuain tarif tersebut dimaksudkan untuk tidak
merugikan dari segala pihak, baik dari pengguna jasa angkutan umum
maupun pengusaha angkutan itu sendiri serta dapat dijadikan harga paten
yang harus dipergunakan oleh seluruh Armada Mikrolet dan Bus Kota di
Surabaya, sehingga para sopir dan pengusaha angkutan tidak seenaknya
sendiri dalam menentukan tarif.
Dengan adanya kebijakan penyesuaian tarif yang telah ditetapkan oleh
Angkutan Darat (Organda) Surabaya, Yayasan Lembaga Perlindungan
Konsumen (YLPK) yang tertuang dalam Peraturan Walikota Surabaya No 98
Tahun 2008 “tentang perubahan atas, Peraturan Walikota Surabaya No 26
Tahun 2008 tentang penetapan tarif angkutan penumpang umum (mikrolet),
tarif angkutan bus kota (angkutan perbatasan) dan tarif angkutan taksi
argometer dalam wilayah kota Surabaya”, yang bertujuan untuk
menyesuaikan tarif angkutan mikrolet yang terjangkau oleh masyarakat
sebagai pengguna jasa angkutan sehingga memberikan kepuasan kepada
masyarakat serta para pemilik angkutan dimaksudkan memiliki dasar hukum
yang kuat sehingga apabila didalam pelaksanaannya terdapat pelanggaran
atau penyimpangan yang dilakukan oleh para sopir angkutan maka diberikan
sanksi atau tindakan tegas, misalnya pencabutan izin trayek. Seperti yang
dikemukakan oleh Kepala Bagian Angkutan Dinas Perhubungan Kota
Surabaya, Ari Winarno, saat diwawancarai disela-sela penempelan tarif
angkutan di Terminal Joyo,
“Sangsi bagi supir yang melanggar, yang pertama kita beri peringatan-peringatan dulu. Kita panggil Organda, kita panggil ketua-ketua lyn, bagaimana kok tidak dilaksanakan? Sangsinya yaitu ada peringatan 1,2,3. Kalau gak, ya izin trayeknya tidak kita perpanjang”. (wawancara, 5 mei 2009).
Berdasarkan dari permasalahan yang ada tersebut diatas, menarik bagi
penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan
Penetapan Tarif Angkutan Mikrolet di Surabaya”.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan pada prinsipnya merupakan inti daripada kegiatan dan
dijelaskan pula bahwa untuk mendapatkan pemecahan masalah dituntut
adanya perumusan masalah yang baik dan benar.
Pengertian masalah itu sendiri adalah merupakan suatu pemecahannya
atau dengan pengertian lain, masalah adalah hal-hal yang merupakan suatu
hambatan untuk dicari pemecahannya.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang yang
diambil oleh penulis tersebut diatas, maka dalam penulisan ini dapat
dirumuskan suatu permasalahan adalah “Bagaimanana implementasi
kebijakan penetapan tarif angkutan mikrolet di Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu, demikian pula
mengenai penulis lakukan ini juga tidak terlepas dari tujuan. Tujuan
diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendiskripsikan
kebijakan Peraturan Walikota Surabaya No 98 Tahun 2008 “tentang
perubahan atas, Peraturan Walikota Surabaya No 26 Tahun 2008 tentang
penetapan tarif angkutan penumpang umum (mikrolet), tarif angkutan bus
kota (angkutan perbatasan) dan tarif angkutan taksi agrometer dalam wilayah
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pemahaman tentang Ilmu Administrasi Negara pada
umumnya dan Kebijakan Publik pada khususnya.
2. Bagi Instansi
Diharapakan dapat memberikan masukan dan saran secara teoritis
didalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik.
3. Bagi Universitas
Untuk menambah literatur dan referensi yang dapat berguna sebagai dasar
pemikiran bagi kemungkinan adanya penellitian yang sejenis di masa
mendatang yang berkaitan dengan keputusan dalam menetapkan
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi
dengan judul “ IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF
ANGKUTAN MIKROLET DI SURABAYA”.
Penyusunan Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyelesaian Skripsi ini
tidal terlepas dari bantuan, dorongan bimbingan dan pengarahan yang diberikan
oleh berbagai pihak karena tanpa bantuan, dorongan, bimbingan dan pengarahan
penulis akan mengalami kesulitan dalam penyelesaian penyususnan Skripsi
penelitian ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Slamet Srijono Msi. selaku dosen
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dengan sabar memberikan
bimbingan hingga terselesainya penyusunan proposal penelitian ini.
Atas bantuan dan dorongan baik berupa moral maupun material yang
diberikan maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.Dra, Ec. Hj.Suparwati, Msi. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
2.Bapak Dr. Lukman Arief, Msi., selaku Ketua Jurusan Administrasi Negara.
4.Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bekal dalam proses perkuliahan
di jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
5.Abah dan Umi tercinta beserta kakak dan adikku, terimakasih atas doa dan
kasih sayangnya selama ini.
6.Teman-teman dan sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
terima kasih atas dorongan dan bantuan ayng diberikan kepada penulis
selama ini.
Dalam penyusunan Skripsi ini penulis sangat menyadari masih ada
kekurangan-kekurangan baik dari segi teknis maupun materiil penyusunannya.
Oleh karena itu, penulis senantiasa bersedia dan terbuka dalam menerima saran
dan kritik dari semua pihak yang dapat menambah kesempurnaan Skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih serta besar harapan penulis
semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Maret 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...…….………...i HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ...….ii HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI……….iii HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENEGESAHAN REVISI SKRIPSI ...iv KATA PENGANTAR…..……….v DAFTAR ISI…..……….vii DAFTAR GAMBAR ………viii DAFTAR TABEL ………...……….ix ABSTRAKSI ………..………. x BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………….……….………... 1
1.2. Perumusan Masalah………...…………. … 9
1.3. Tujuan Penelitian ……...………. 9
1.4. Kegunaan Penelitian ….……… 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu…...……….……….. 11
2.2. Landasan Teori……….………. ………14
2.2.1. Kebijakan Publik ……...……… 15
2.2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik……… 15
2.2.1.2. Bentuk Kebijakan Publik …….………16
2.2.1.4. Ragam Kebijakan Publik ……… 17
2.2.1.5. Jenis Kebijakan Publik ………... 18
2.2.1.6. Tahap-tahap Kebijakan Publik ………18
2.2.2. Implementasi Kebijakan …..……..……….. 20
2.2.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan ….………….…..20
2.2.2.2. Model Implementasi Kebijakan ...………... 21
2.2.2.3. Keberhasilan Implmentasi Kebijakan…...………24
2.2.2.4. Kegagalan Implementasi Kebijakan ………24
2.2.3. Angkutan Umum ….….……… 25
2.2.3.1. Pengertian Angkutan Umum…….………...25
2.2.3.2. Jenis Angkutan Umum ……….. 26
2.2.3.3. Pemakai Jasa Angkutan ……….. 28
2.2.3.4. Peranan Angkutan Umum ………28
2.2.4. Biaya dan Tarif Angkutan ……… .30
2.2.4.1. Pengertian Biaya ……….…30
2.2.4.2. Pengertian Tarif Angkutan ……….… 31
2.2.4.3. Kategori Tarif Angkutan ………32
2.2.4.4. Jenis Tarif Angkutan ………..32
2.2.5. Sumber - sumber Kebijakan Mengenai Tarif Angkutan
Penumpang….………33
2.2.6. Kepatuhan ………34
2.2.7. Kepuasan ………..35
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ………..39
3.2. Fokus Penelitian…..………..……….40
3.3. Lokasi Penelitian…..……… 42
3.4. Sumber Data………...………..………..42
3.5. Pengumpulan Data………..………43
3.6. Analisis Data………46
3.7. Kebsahan Data………48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ………51
4.1.1. Dinas Perhubungan Kota Surabaya ………51
4.1.1.1. Visi dan Misi Dinas Perhubungan Kota Surabaya …52
4.1.1.2. Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Dinas Perhubungan
Kota Surabaya………53
4.1.1.3. Komposisi Pegawai Dinas Perhubungan Kota
Surabaya………..71
4.1.2. DPC (Dewan Pengurus Cabang) ORGANDA Kota Surabaya..73
4.1.2.1. Visi dan Misi DPC (Dewan Pengurus Cabang)
ORGANDA Kota Surabaya………..75
4.1.2.2. Struktur Organisasi dan Tugas Pokok DPC
(Dewan Pengurus Cabang) ORGANDA Kota Surabaya
4.1.2.3. Komposisi Pegawai DPC (Dewan Pengurus Cabang)
ORGANDA Kota Surabaya ………80
4.2. Penyajian Data ………82
4.2.1. Kepatuhan ……… 82
4.2.2. Kendala-kendala……… ………89
4.3. Pembahasan ……….91
4.3.1. Kepatuhan ……….94
4.3.2. Kendala-kendala………….. ………..95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ………98
5.2. Saran ………100
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier………..23
Gambar 2.
Kerangka Berpikir ………..38
Gambar 3.
Analisa Data Kualitatif ……… 48
Gambar 4.
Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Surabaya ………54
Gambar 5.
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Komposisi Pegawai Bidang Angkutan Pada Dinas Perhubungan Kota Surabaya Berdasarkan Jenis Kelamin …………...………71
Tabel 2
Komposisi Pegawai Bidang Angkutan Pada Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bedasarkan Pendidikan ……….………72
Tabel 3.
Komposisi Pegawai Bidang Angkutan Pada Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bedasarkan Pangkat / golongan………...………..72
Tabel 4.
Komposisi Pegawai Bidang Angkutan Pada Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bedasarkan Usia…….. ………..73
Tabel 5.
Komposisi Pegawai DPC ORGANDA Kota Surabaya Berdasarkan Jenis
Kelamin………..80
Tabel 6
Komposisi Pegawai DPC ORGANDA Kota Surabaya Berdasarkan
ABSTRAKSI
ROSIDI. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF ANGKUTAN MIKROLET DI SURABAYA.
Kebijakan penetapan tarif angkutan mikrolet dilakukan Pemerintah Kota
Surabaya seiring dengan adanya penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kebijakan pemerintah dalam menurunkan harga BBM ini membawa angin segar
bagi jalannya perekonomian bangsa karena hal ini diharapkan dapat memberikan
efek lanjutan pada harga jual produk, peningkatan konsumsi masyarakat dan
khususnya penurunan biaya transportasi yang terjangkau oleh masyarakat.
Sehingga untuk mewujudkan harapan tersebut ditetapkanlah Peraturan Walikota
Surabaya No 98 Tahun 2008
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan
untuk menyusun dan mengembangkan pemahaman dan mendeskripsikan,
menganalisa, dan menginterprestasikan kebijakan penetapan tarif angkutan
mikrolet di Surabaya berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya No. 98 Tahun
2008. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi (pengamatan), dokumentasi
dan interview (wawancara) dengan menggunakan pedoman wawancara (interview
guide).
Metode analisa data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif dimana dalam penelitian ini digambarkan suatu
fenomena dengan jalan mendeskripsikan kebijaka penetapan tarif angkutan
mikrolet di Surabaya. Informan dalam penelitian ini adalah Dinas Perhubungan
Kota Surabaya, DPC (Dewan Pengurus Cabang) Organda Kota Surabaya, YLPK
(Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen), Sopir Mikrolet dan Penumpang
Mikrolet. Fokus penelitian ini adalah kepatuhan dan kepuasan para sopir mikrolet
serta penumpang mikrolet. Situs penelitian ini adalah Dinas Perhubungan Kota
Surabaya dan DPC (Dewan Pengurus Cabang) Organda Kota Surabaya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan,
mikrolet di Surabaya tidak berhasil dengan berdasarkan Peraturan Walikota
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam
memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan
serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Sehingga
transportasi berperan sebagai penunjang, pendorong dan penggerak bagi
pertumbuhan daerah yang berpotensi dalam upaya peningkatan dan
pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. Transportasi juga sebagai
penunjang pembangunan ekonomi, tanpa adanya transportasi sebagai sarana
penunjang tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam
usaha pengembangan ekonomi dari suatu negara
Pentingnya transportasi tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan
akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan keseluruh
pelosok tanah air, bahkan dari dalam negeri dan keluar negeri. Dengan
adanya peranan penting transportasi tersebut, maka lalu lintas dan angkutan
jalan harus ditata dalam satu sistem transportasi nasional secara terpadu dan
mampu mewujudkan tersedianya jasa angkutan yang tertib, selamat, aman,
nyaman, cepat, tepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat.
Menyadari pentingnya peranan transportasi bagi kehidupan manusia,
perkembangan transportasi dengan melalui pelaksanaan kebijakan pemerintah
menyangkut kesejahteraan para pelaku usaha transportasi, dimana dalam hal
ini dapat berdampak pada pelayanan yang diberikan pelaku usaha transportasi
terhadap masyarakat sebagai pengguna sarana transportasi tersebut. Dengan
demikian transportasi selalu diusahakan perbaikan dan kemajuannya sesuai
dengan perkembangan teknologi, sehingga akan tercapai efisiensinya yang
lebih baik.
Sebagaimana telah diketahui bahwa kebijakan dapat diartikan sebagai
jawaban terhadap suatu masalah karena akan merupakan upaya memecahkan,
mengurangi dan mencegah suatu keburukan. Dengan demikian kebijakan
pemerintah sangat penting diberlakukan dalam melakukan penanganann
terhadap suatu masalah dan mencari jalan keluarnya (Syafie dkk, 1999:106).
Dalam masyarakat modern yang tinggi tingkat perkembangan industri seperti
saat ini, maka kelangkaan energi, pengotoran lingkungan, pengangguran,
ketertiban lalu lintas, kemiskinan dan masih banyak lagi fenomena yang dapat
kita lihat, ini merupakan petunjuk dari sekian banyak persoalan yang
mengharapkan campur tangan dari pemerintah atau pihak swasta dalam
penanganannya karena adanya Pro dan Kontra dalam masyarakat.
Seperti kita ketahui bersama kebijakan Pemerintah menurunkan Harga
BBM dilakukan bertahap sampai 3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 1 Desember
2008, harga premium (bensin) bersubsidi turun Rp 500 menjadi Rp 5.500 per
liter dari harga semula Rp 6.000 per liter. Tapi, harga solar dan minyak tanah
cetak, 1 Desember 2008). Tanggal 15 Desember 2008 harga BBM jenis
premium dan solar diturunkan karena harga minyak mentah dunia merosot
tajam yaitu harga premium turun Rp 500 menjadi Rp 5.000 per liter dari
harga semula Rp 5.500 per liter, harga solar turun Rp 700 dari Rp 5.500
menjadi Rp 4.800 per liter tapi harga minyak tanah tetap Rp 2.500 per liter
(Jawa Pos edisi cetak, 15 Desember 2008). Dan pada tanggal 15 januari 2009,
pemerintah menurunkan lagi harga BBM yaitu harga premium Rp 500 dari
Rp 5.000 menjadi 4.500 per liter, harga solar turun Rp 500 dari Rp 4.800
menjadi Rp 4.300 per liter (Jawa Pos edisi cetak, 15 Januari 2009).
Plt Menko Perokonomian, Sri Mulyani, mengatakan saat jumpa pers di
Kantor Presiden di Jakarta,
Penurunan harga ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengurangi beban masyrakat dengan berbagai instrumen dan sumber daya yang dimiliki. Penurunan harga premium bersubsidi ini, menyikapi terus melemahnya harga minyak mentah dunia. Aspirasi dari masyarakat yang menginginkan harga BBM turun juga menjadi pertimbangan tersendiri. Gejolak ekonomi global sudah pasti melemahkan ekonomi kita. Karena itu, perlu antisipasi guna menetralisasi beban masyarakat. Pemerintah berharap, penurunan harga itu dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan menggairahkan kembali dunia usaha. (Republika edisi cetak, 7 November 2008).
Sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah menurunkan harga
bahan bakar minyak dan dilihat dari berbagai macam permasalahan yang ada
maka perlu adanya evaluasi tentang penetapan tarif mikrolet khususnya di
kota Surabaya. Sesuai dengan pendapat Kepala Dinas Perhubungan Surabaya
Bunari Mushofa :
sosialisasi tarif angkutan di terminal Joyoboyo untuk semua jurusan masih belum berubah”. (Jawa Pos, edisi cetak, 14 Januari 2009)
Sayangnya, Penurunan harga BBM tidak diikuti oleh turunnya tarif
angkutan umum. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang menyebabkan
tarif angkutan umum tidak turun, antara lain : mahalnya harga suku cadang,
tingginya pajak kendaraan bermotor, dan lain-lainya. Ketua Dewan Pengurus
Pusat (DPP) Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Murphy
Hutagalung mengatakan :
“turunnya harga BBM memang sedikit menurunkan biaya produksi jasa angkutan. Sebab, selama ini komposisi belanja BBM mencapai 30 persen dari total biaya. Namun, faktor tersebut masih belum cukup untuk menutup lonjakan komponen biaya lainnya dalam beberapa bulan terakhir. Komponen biaya spare parts kendaraan yang melonjak hingga 120 persen sejak pertengahan tahun ini masih dirasakan sangat berat. “Bahkan, meski harga BBM turun awal bulan lalu, harga spare parts masih tinggi.” Terangnya. Faktor lain yang membuat Organda merasa sulit menurunkan tarif adalah tingginya pajak kendaraan bermotor. Selain itu, pungutan liar (pungli) yang besarnya diperkirakan Rp 18 trilliun per tahun juga sangat membebani pengusaha”. (Jawa Pos, edisi cetak 15 Desember 2008).
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengurus Cabang
(DPC) Organda Surabaya Wastomi Suheri, Organda memandang bahwa
penurunan harga bakar itu tidak berpengaruh signifikan terhadap pengusaha
transportasi.
yakni Rp 2.600. “Kalau Dishub ngotot, kami tetap akan menolaknya. Apapun alasannya,” tandas Wastomi. (Jawa Pos, edisi cetak 25 Januari 2009).
Sedangkan berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, hal
ini disebabkan karena mereka (sopir) berdalih cukup kerepotan jika harus
menuruti penurunan tersebut. Sebab, jumlah penumpang saat ini berbeda jauh
dari tahun-tahun sebelumnya. Berikut penuturan Bapak Sukisworo, sopir Lin
H4 (Joyoboyo-Sedati PP) :
“Orang yang mau naik angkot sekarang ini semakin jarang. Tapi, uang setorannya tetap”. (Jawa Pos, edisi cetak, 14 Januari 2009)
Hal serupa dikeluhkan Bapak Agus Subiyantoro, Sopir lin G
(Joyoboyo-karangmenjangan PP) :
“Saya ini sudah nunggu antrean mulai pukul 06.00. Baru dapat giliran narik pukul 12.00. kalau tarif diturunkan, bisa-bisa kami nggak dapat apa-apa.” (Jawa Pos, edisi cetak, 14 Januari 2009)
Padahal pemerintah sendiri berharap dengan turunnya Harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) dapat memberikan efek lanjutan pada harga jual
produk, peningkatan konsumsi masyarakat dan khususnya penurunan biaya
transportasi yang terjangkau oleh masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh
penumpang mikrolet Lyn S (Joyoboyo – Bratang – Kenjeran), salah satunya
Ibu Ratna, saat diwawancarai di Terminal Joyoboyo,
“wah, lek ongkos lyn dimudunno aku setuju mas, isok ngirit duwit belonjo, lek isok ojo Rp. 2.600,- tapi Rp. 2.000,- soal’e jaman saiki opo-opo larang kabeh mas, durung mbayar sekolahe arek-arek, listrik, ambek liya-liyane. Pokok’e aku setuju lek ongkos lyn dimudunno mas.”
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
sekarang apa-apa mahal semua mas, belum bayar sekolahnya anak-anak, listrik, dan lain-lain. Pokoknya saya setuju sekali tarif angkutan diturunkan mas”. (wawancara, 5 mei 2009).
Kita tahu bahwa transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan
strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan
dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara.
Oleh karena itu pemerintah meminta Organda menurunkan tarif angkutan.
Hal ini sangat ironi sekali karena ketika keputusan pemerintah
menaikkan harga BBM pada pertengahan tahun 2008, tanpa sosialisasi para
sopir angkutan langsung menaikkan tarif sendiri tetapi ketika harga BBM
turun, para sopir enggan menurunkan tarif angkutan dengan berbagai alasan.
Seperti kita ketahui harga BBM pada pertengahan tahun 2008 adalah sebesar
Rp. 6.000,-. Dengan adanya kenaikan harga BBM maka ditetapkanlah tarif
angkuatan umum yang baru dengan harapan dapat mengakomodasikan
kepentingan pengusaha angkutan umum maupun kemampuan daya beli
masyrakat. Maka ditetapkanlah Peraturan Walikota Surabaya No 26 Tahun
2008 “ tentang penetapan tarif angkutan penumpang umum (mikrolet), tarif
angkutan bus kota (angkutan perbatasan) dan tarif angkutan taksi agrometer
dalam wilayah kota Surabaya, yang berisikan tentang besaran tarif angkutan
umum (mikrolet) adalah sebagai berikut :
1. Tarif jarak sampai dengan 15 km sebesar Rp. 2.900,-
2. Tarif tiap km selanjutnya sebesar Rp. 150,-
Ketika harga bahan bakar minyak turun maka sewajarnya ada penyesuain
tarif angkutan. Oleh karena itu peran Dinas Perhubungan dan Organda
Surabaya sebagai penghubung antara pihak pemerintah dengan pengusaha
angkutan, diharapkan mampu memberikan solusi yang tepat dalam
penyesuain tarif angkutan sehingga tidak merugikan pihak lain, khususnya
masyarakat sebagai konsumen jasa angkutan. Untuk itu ditetapkan Peraturan
Walikota Surabaya No 98 Tahun 2008 “tentang perubahan atas, Peraturan
Walikota Surabaya No 26 Tahun 2008 tentang penetapan tarif angkutan
penumpang umum (mikrolet), tarif angkutan bus kota (angkutan perbatasan)
dan tarif angkutan taksi argometer dalam wilayah kota Surabaya” yang
berisikan, tentang perubahan besaran tarif angkutan penumpang umum
(Mikrolet) adalah sebagai berikut :
a. Tarif jarak sampai dengan 15 km sebesar Rp. 2600,-
b. Tarif tiap km selanjutnya sebesar Rp. 100,-
c. Tiap pelajar yang berseragam sekolah 50% dari tarif yang berlaku.
Diberlakukannya penyesuain tarif tersebut dimaksudkan untuk tidak
merugikan dari segala pihak, baik dari pengguna jasa angkutan umum
maupun pengusaha angkutan itu sendiri serta dapat dijadikan harga paten
yang harus dipergunakan oleh seluruh Armada Mikrolet dan Bus Kota di
Surabaya, sehingga para sopir dan pengusaha angkutan tidak seenaknya
sendiri dalam menentukan tarif.
Dengan adanya kebijakan penyesuaian tarif yang telah ditetapkan oleh
Angkutan Darat (Organda) Surabaya, Yayasan Lembaga Perlindungan
Konsumen (YLPK) yang tertuang dalam Peraturan Walikota Surabaya No 98
Tahun 2008 “tentang perubahan atas, Peraturan Walikota Surabaya No 26
Tahun 2008 tentang penetapan tarif angkutan penumpang umum (mikrolet),
tarif angkutan bus kota (angkutan perbatasan) dan tarif angkutan taksi
argometer dalam wilayah kota Surabaya”, yang bertujuan untuk
menyesuaikan tarif angkutan mikrolet yang terjangkau oleh masyarakat
sebagai pengguna jasa angkutan sehingga memberikan kepuasan kepada
masyarakat serta para pemilik angkutan dimaksudkan memiliki dasar hukum
yang kuat sehingga apabila didalam pelaksanaannya terdapat pelanggaran
atau penyimpangan yang dilakukan oleh para sopir angkutan maka diberikan
sanksi atau tindakan tegas, misalnya pencabutan izin trayek. Seperti yang
dikemukakan oleh Kepala Bagian Angkutan Dinas Perhubungan Kota
Surabaya, Ari Winarno, saat diwawancarai disela-sela penempelan tarif
angkutan di Terminal Joyo,
“Sangsi bagi supir yang melanggar, yang pertama kita beri peringatan-peringatan dulu. Kita panggil Organda, kita panggil ketua-ketua lyn, bagaimana kok tidak dilaksanakan? Sangsinya yaitu ada peringatan 1,2,3. Kalau gak, ya izin trayeknya tidak kita perpanjang”. (wawancara, 5 mei 2009).
Berdasarkan dari permasalahan yang ada tersebut diatas, menarik bagi
penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan
Penetapan Tarif Angkutan Mikrolet di Surabaya”.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan pada prinsipnya merupakan inti daripada kegiatan dan
dijelaskan pula bahwa untuk mendapatkan pemecahan masalah dituntut
adanya perumusan masalah yang baik dan benar.
Pengertian masalah itu sendiri adalah merupakan suatu pemecahannya
atau dengan pengertian lain, masalah adalah hal-hal yang merupakan suatu
hambatan untuk dicari pemecahannya.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang yang
diambil oleh penulis tersebut diatas, maka dalam penulisan ini dapat
dirumuskan suatu permasalahan adalah “Bagaimanana implementasi
kebijakan penetapan tarif angkutan mikrolet di Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu, demikian pula
mengenai penulis lakukan ini juga tidak terlepas dari tujuan. Tujuan
diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendiskripsikan
kebijakan Peraturan Walikota Surabaya No 98 Tahun 2008 “tentang
perubahan atas, Peraturan Walikota Surabaya No 26 Tahun 2008 tentang
penetapan tarif angkutan penumpang umum (mikrolet), tarif angkutan bus
kota (angkutan perbatasan) dan tarif angkutan taksi agrometer dalam wilayah
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pemahaman tentang Ilmu Administrasi Negara pada
umumnya dan Kebijakan Publik pada khususnya.
2. Bagi Instansi
Diharapakan dapat memberikan masukan dan saran secara teoritis
didalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik.
3. Bagi Universitas
Untuk menambah literatur dan referensi yang dapat berguna sebagai dasar
pemikiran bagi kemungkinan adanya penellitian yang sejenis di masa
mendatang yang berkaitan dengan keputusan dalam menetapkan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat
dipakai sebagai bahan pengkajian yang berkaitan dengan obyek penelitian ini,
antara lain :
1. Emi Istitasari, Tahun 2006, Mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Jurusan Administrasi Publik Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur, dengan judul penelitian “Pengaruh
Kebijakan Penyesuain Tarif Terhadap Pendapatan Sopir Taxi”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebijakan penyesuaian
tarif terhadap pendapatan sopir taxi zebra di Surabaya (studi komparatif
pendapatan sopir taxi zebra di Surabaya sebelum dan sesudah adanya
kebijakan penyesuaian tarif).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif terhadap satu variabel yaitu
variabel pendapatan sopir taxi zebra di Surabaya yang berbentuk dalam
satuan rupiah (Rp). Sedangkan yang dimaksud dengan kebijakan
penyesuaian tarif adalah hanya sebagai suatu treatment atau perlakuan,
bukan suatu variabel.
Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui
kuisioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui observasi dan
di Surabaya sebanyak 1.203 orang. Sampel yang diambil dalam penelitian
ini adalah sebanyak 275 orang sebagai responden.
Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Diduga terdapat
perbedaan pendapatan sopir taxi zebra di Surabaya sebelum dan sesudah
adanya kebijakan penyesuaian tarif”.
Kebijakan penyesuaian tarif sebagian besar mempengaruhi perolehan
pendapatan sopir taxi zebra di Surabaya, hal ini dapat dilihat dari 242
responden atau 88 % menjawab berpengaruh, 16 responden atau 5,82 %
menjawab tdak berpengaruh dan 17 responden atau 6,18 % menjawab
berpengaruh positif.
Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan rumus statistik uji
t-test, maka diperoleh t hitung = 15,52 yang lebih besar daripada t tabel untuk
tingkat kesalahan 5 % dan dk 548 = 1,960 sehingga hipotesis nol (Ho)
ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima yang artinya terdapat
perbedaan pendapatan sopir taxi zebra di Surabaya sebelum dan sesudah
adanya kebijakan penyesuaian tarif. Jadi hipotesis menyatakan diduga
terdapat perbedaan pendapatan sopir taxi zebra di Surabaya sebelum dam
sesudah adanya kebijakan penyesuaian tarif secara signifikan terbukti,
sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya kebijakan penyesuaian tarif
mempengaruhi perolehan pendapatan sopir taxi zebra di Surabaya.
Penelitian yang dilakukan saat ini mempunyai persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang lalu. Persamaannya terletak pada topik yang
perbedaannya adalah penelitian terdahulu menggunakan metode kuantitatif
dan penelitian yang sekarang menggunakan metode kualitatif.
2. Trilisna Wilis Ardiana, Tahun 2005, Mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Jurusan Administarasi Publik Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur, dengan judul “Partisipasi Sopir Angkutan
Lyn G jurusan Joyoboyo - Karangmenjangan Dalam Pelaksanaan Tertib
Lalu Lintas Di Kota Surabaya”. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan satu variabel yaitu variabel partisipasi. Dalam penelitian
ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui kuisioner, sedangkan
data sekunder diperoleh melalui metode observasi dan dokumentasi.
Populasi dalam penelitian ini aedalah sopir angkutan Lyn G jurusan
Joyoboyo - Karangmenjangan sebanyak 178 sopir, yang terpilih untuk
menjadi sampel sebanyak 114 sopir.
Hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Diduga terdapat
perbedaan partisipasi sopir angkutan Lyn G jurusan Joyoboyo –
Karangmenjangan dalam pelaksanaan tertib lalu lintas”. Untuk mengetahui
tingkat perbedaan partisipasi digunakan rumus Chi kuadrat satu sampel.
Partisipasi sopir angkutan lyn G jurusan Joyoboyo – Karangmenjangan
dalam pelaksanaan tertib lalu lintas di kota Surabaya termasuk dalam
kategori sedang, hal ini dapat dilihat 84 responden atau 73,68 % menjawab
sedang, dan 21 responden atau 18,42 % menjawab rendah, sedangkan yang
bahwa tedapat perbedaan partisipasi sopir angkutan dalam pelaksanaan
tertib lalu lintas di kota Surabaya.
Dari analisa data diperoleh Chi kuadrat hitung = 85,42 jauh lebih besar
daripada Chi kuadrat tabel untuk tingkat kesalahan 5 % = 5,991 sehingga
hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima yang
artinya terdapat perbedaan partisipasi sopir angkutan Lyn G dalam
pelaksanaan tertib lalu lintas.
Penelitian yang dilakukan saat ini mempunyai persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang lalu. Persamaannya adalah terletak pada subyek
yang diteliti yaitu sopir angkutan. Sedangkan perbedaannya adalah
penelitian yang sekarang meneliti tentang penyimpangan implementasi
kebijakan (perilaku sopir angkutan)
2.2. Landasan Teori
Didalam cara berfikir secara ilmiah, teori sangat dibutuhkan sekali
sebagai tolok ukur berpikir maupun bertindak karena teori merupakan suatu
kebenaran yang sudah dibuktikan kebenarannya, walaupun mempunyai
keterbatasan waktu dan tempat. Adapun tujuan landasan teori ini adalah untuk
memberikan suatu landasan berpikir pada penulis dalam usahanya untuk
mencari kebenaran yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas,
2.2.1. Kebijakan Publik
2.2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Eyestone dalam Winarno (2002 : 15) menyatakan bahwa kebijakan
publik adalah hubungan suatu pemerintah dengan lingkungannya.
Menurut Riant (2003 : 54 – 55) Kebijakan publik adalah hal-hal
yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang
diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan.
Jenkins dalam Wahab (2004 : 4) mengatakan bahwa kebijakan
publik adalah serangkain keputusan yang saling berkaitan yang
diambil oleh seorang aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah
dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi
dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam
batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
publik adalah serangkain tindakan atau keputusan yang saling
berkaitan diambil oleh seorang aktor politik berkenaan dengan tujuan
yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu
pemerintah dengan lingkungannya mengenai hal-hal yang diputuskan
pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang tidak dikerjakan atau
2.2.1.2. Bentuk Kebijakan Publik
Menurut Riant (2003 : 57) bentuk kebijakan publik di Indonesia
dalam arti luas dibagi dua kelompok, yaitu :
1. Kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah yang
tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Peraturan
tertulis mudah diamati dan dipahami.
2. Kebijakan dalam bentuk peratutran-peraturan yang tidak tertulis
namun disepakati yaitu yang disebut konvensi-konvensi.
2.2.1.3.Sifat Kebijakan Publik
Menurut Winarno (2002 : 19) sifat kebijakn publik sebagai arah
tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci
beberapa kategori, sebagai berikut:
1.Tuntutan-tuntutan kebijakan
Adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau
pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam
suatu sistem politik.
2.Keputusan kebijakan
Adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat
pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi
kepada tindakan-tindakan kebijakan politik.
Adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi
(penjelasan) kebijakn publik.
4.Hasil-hasil kebijakan
Adalah manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik hal-hal
yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan
pernyataan-pernyataan kebijakan.
5.Dampak-dampak kebijakan
Adalah akibat-akibatnya bagi masyarakat baik yang berasal dari
tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.
2.2.1.4.Ragam Kebijakan Publik
Menurut Riant (2003 : 61-62) ragam kebijakn publik yang
ditangani eksekutif bertingkat, yaitu :
1. Peraturan Pemerintah (PP)
2. Keputusan Pemerintah (Kepres)
3. Keputusan Menteri (Kepmen) atau Kepala Lembaga Pemerintah
Non Departemen
Di tingkat daerah, yang ada adalah :
1. Keputusan Gubernur, dan bertingkat keputusan dinas-dinas
dibawahnya
2. Keputusan Bupati, dan bertingkat keputusan dinas-dinasnya
3. keputusan Walikota, dan bertingkat keputusan dinas-dinas
dibawahnya
2.2.1.5.Jenis Kebijakan Publik
Menurut Riant (2003 : 63) jenis kebijakan publik ada dua, yaitu :
1. Kebijakan publik yang menetapkan hal yang dibatasi dan
hal-hal yang dibebaskan dari pembatasan-pembatasan. Sebagian besar
kebijakan publik berkenaan dengan hal-hal yang regulatif atau
restruktif dan deregulatif atau non restruktif.
2. Kebijakan alokatif dan distibutif. Kebijakan ini biasanya berupa
kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan anggaran atau
keuangan publik, fungsi alokatif bertujuan mengalkasi barang dan
jasa yang tidak bisa dilakukan melalui mekanisme pasar,
sedangkan fungsi distribusi yang berkenaan dengan pemerataan
kessejahteraan termasuk didalamnya perpajakan, fungsi stabilisasi
yang berkenaan dengan peran penyeimbang dari kegiatan alokasi
dan distribusi tersebut, dan fungsi koordinasi anggaran yang
berkenaan dengan koordinasi anggaran horisontal dan vertikal.
2.2.1.6.Tahap-tahap Kebijakan Publik
Menurut Winarno (2002 : 28) proses pembuatan kebijakan
maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena tahap kebijakan
publik, sebagai berikut :
1. Tahap penyusunan agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada
agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi
telebih dahulu untuk dapat masuk kedalam agenda kebijakan.
2. Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.
3. Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif
kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan mayoritas legislatif,
konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
4. Tahap implementasi kebijakan
Suatu progaram kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit,
jika program tersebut tidak di implementasikan. Oleh karena itu,
program kebijakan yang telah dimbil sebagai alternatif pemecahan
masalah seharusnya di implementasikan.
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah
mampu memecahkan masalah.
2.2.2. Implementasi Kebijakan
2.2.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Chief J O. Udoji dalam Agustino (2006 : 140) mengatakan bahwa
pelaksanaan kebijaklan adalah sesuatu yang sangat penting dari pada
pembuatan kebijakan, kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar impian
atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan.
Van Metter dan Van Horn dalam Winarno (2004 : 102)
mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah
maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
Sedangkan menurut Winarno (2002 : 101) Implementasi kebijakan
dipandang dalam pengertian yang luas merupakan alat administrasi
hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang
bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih
dampak atau tujuan yang diinginkan.
Kemudian Riant (2003 : 158) berpendapat bahwa implementasi
dapat mencapai tujuan. Untuk mengimplementasikan kebijakan ada dua
pilihan langkah yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk
program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau
turunan dari kebijakan publik tersebut.
Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
implementasi adalah melaksanakan keputusan kebijakan dalam rangka
mengatasi suatu permasalahan melalui langkah-langkah yang sudah
digariskan dalam rangka pencapaian tujuan.
Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan
dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam
pencapaian kebijakan. Dengan demikian akan sangat penting untuk
memberi perhatian besar kepada kejelasan ukuran-ukuran dasar dan
tujuan implementasi, ketepatan komunikasinya dengan para pelaksana
dan konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan yang
dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi (Winarno, 2002 :
112).
2.2.2.2. Model Implementasi Kebijakan
1. Model Mazmanian dan Sabatier
Model yang dikembangkan oleh Mazmanian dan Sabatier dalam
ahab (2002 : 81) ini sering disebut dengan “A Frame Work for
Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisi
implementasi kebijaksanaan negara ialah mengidentoifikasikan
variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan
formal pada keseluruhan proses implementasi.
Variabel-variabel yang dimaksud dapat dibedakan menjadi 2
(dua) variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) dan
varaibel tergantung (dependent variable).
Variabel Bebas terdiri dari :
a. Mudah tidaknya masalah akan dikendalikan.
b. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan
secara tepat proses implementasi, dan
c. Pengaruh langsung pelbagai variabel politik
terhadapkeseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat
dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.
Variabel tergantung terdiri dari :
a. Output-output kebijaksanaan (keputusan-keputusan) dari
badan-badan pelaksana.
b. Kepatuhan kelompok-kelompok sasaran terhadap keputusan
tersebut.
c. Dampak nyata keputusan-keputusan badan-badan pelaksana.
e. Evaluasi system politik terhadap undang-undang, baik berupa
perbaikan-perbaikan mendasar atau (upaya untuk
melaksanakan perbaikan) dalam muatan atau isinya.
Gambaran mengenai kerangka konseptual implementasi
kebijaksanaan menurut Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier
dapat dilihat secara jelas pada gambar 2 sebagai berikut :
Gambar 2
Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier
Sumber : Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2002 : 82)
Dari berbagai model implementasi kebijakan yang telah
diuraikan diatas, maka untuk kepentingan penelitian ini, peneliti
Mudah atau tidaknya masalah dikendalikan :
Kesukaran-kesukaran teknis
Keragaman perilaku kelompok sasaran
Prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan
Kemampuan Kebijaksanaan untuk Menstrukturkan Proses Implementasi
Kejelasan dan konsistensi tujuan Digunakannya teori kausal yang
memadai
Ketepatan alokasi sumber dana
Keterpaduan hierarki didalam lingkungan dan diantara lembaga pelaksana
Rekruitmen pejabat pelaksana Akses formal pihak luar
Variabel diluar Kebijaksanaan yang mempengaruhi Proses Implementasi
Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi
Dukungan publik
Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok-kelompok Dukungan dari pejabat atasan Komitmen dan kemampuan
kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana
Tahap-tahap dalam Proses Implementasi (variabel tergantung)
menggunakan model A Frame Work Of Implementation Analysis
(kerangka analisis implementasi) yang dikemukakan oleh
Mazmanian dan sabatier.
2.2.2.3.Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Menurut Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 : 21)
menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan ditinjau dari tiga
faktor, yaitu :
1. Perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan
aparatur pelaksana.
2. Keberhasilan implementasi dikur dari kelancaran rutinitas dan
tiadanya persoalan.
3. Implementasi yang berhasil mengarah pada kinerja yang
memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat
yang diharapkan.
Menurut Subarsono (2005 : 89), “keberhasilan implementasi
kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor dan
masing-masing saling berhubungan satu sama lain”.
2.2.2.4. Kegagalan Implementasi Kebijakan
Menurut Peters dalam Tangkilisan (2003 : 22), mengatakan
implementasi kebijakan yang gagal disebabakan beberapa faktor,
yaitu :
Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya
gambaran yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan
maupun kepada para pelaksana dari kebijakan yang akan
dilaksanakannya dan hasil-hasildari kebijakan.
2. Isi kebijakan
Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isis
atau kebijakan atau ketidaktepatan dan ketidaktegasannya
intern ataupun ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan
adanya kekurangan yang sangat berarti atau adanya kekurangan
yang menyangkut sumber daya pembantu.
3. Dukungan
Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila
pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan
tersebut.
2.2.3. Angkutan Umum
2.2.3.1. Pengertian Angkutan Umum
Menurut Warpani (2002 : 1) Angkutan (transport) adalah kegiatan
perpindahan orang dan barang dari satu tempat (asal) ke Tempat lain
(tujuan) dengan menggunakan sarana (kendaraan).
Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1992, Angkutan adalah
pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain
Menurut Warpani (2002 : 38) Angkutan penumpang dengan
angkutan umum adalah angkutan penumpang dengan menggunakan
kendaraan umum dan dilaksanakan dengan sistem sewa atau bayar.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993, Kendaraan
Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk
dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa angkutan adalah kegiatan membawa dan memindahkan orang
atau barang dengan menggunakan kendaraan dari satu ke tempat lain
dengan memungut bayaran.
2.2.3.2. Jenis Angkutan Umum
Menurut Warpani (2002 : 42) Angkutan umum di Indonesia dapat
dibedakan dalam tiga kategori utama, yaitu :
1. Angkutan Antar-Kota
Angkutan antarkota adalah angkutan yang menghubungkan suatu
kota dengan kota lainnya baik yang berada dalam satu wilayah
administrasi propinsi (antarkota dalam propinsi) maupun yang
berada di propinsi lain (antarkota antarpropinsi) yang berarti
angkutan daerah.
Angkutan perkotaan membentuk jaringan pelayanan antarkota
yang berada dalam daerah kota raya, sedangkan angkutan kota
adalah angkutan dalam wilayah administrasi kota.
a. Angkutan umum massal
Angkutan umum massal kota di Indonesia pada umumnya
dilayani dengan bus sedang dan kecil, sedangkan bus besar
hanya melayani angkutan kota di beberapa kota besar,
selebihnya bus besar melayani angkutan antarkota antar
propinsi.
b. Paratransit
Paratransit adalah layanan angkutan umum dari pintu ke pintu
dengan kendaraan penumpang berkapasitas 5-12 orang,
meskipun tujuan penumpang berbeda-beda. Paratransit tidak
memiliki trayek dan atau jadwal tetap, dapat dimanfaatkan
oleh setiap orang berdasarkan suatu ketentuan tertentu
(misalnya tari, rute, pola pelayanan) dan dapat disesuaikan
dengan keinginan penumpang.
3. Angkutan Pedesaan
Angkutan pedesaan adalah pelayanan angkutan penumpang
yang ditetapkan melayani trayek dari dan ke terminal tipe C. ciri
utama lain yang membedakan angkutan pedesaan dengan yang
lainnya adalah pelayanan lambat, tetapi jarak pelayanan tidak
2.2.3.3. Pemakai Jasa Angkutan
Tinggi rendahnya pemakai jasa-jasa angkutan tergantung pada
pelayanan yang diberikan kepada pengguna jasa. Dengan
perkembangan teknologi modern dalam bidang pengangkutan, banyak
pengaruhnya pada perdagangan dalam negeri dan luar negeri,
pembangunan ekonomi serta penyebaran penduduk ke seluruh
wilayah Indonesia (transmigrasi, turis dalam negeri dan
mancanegara).
Menurut Salim (1997 : 10), terdapat golongan jasa angkutan yang
tersebar dalam masyarakat yaitu terdiri dari :
1. Perusahaan-perusahaan industri, perusahaan-perusahaan
perdagangan, dan lainnya.
2. Pemakai jasa dari pihak pemerintah (government demand)
3. Pemakai jasa angkutan dalam masyarakat umum.
Dalam rangka pemanfaatan jasa-jasa angkutan agar diusahakan
secara efisien dan memberikan pelayanan yang optimal kepada
masyarakat pengguna jasa transportasi.
2.2.3.4. Peranan Angkutan Umum
Menurut Warpani (2002 : 39), Pada umumnya kota yang pesat
perkembangannya adalah kota yang berada pada jalur sistem
angkutan. Sejarah perkembangan sejumlah kota besar di dunia