• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PERSATUAN WANITA REPUBLIK INDONESIA (PERWARI) PADA MASA REVOLUSI FISIK DI YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN PERSATUAN WANITA REPUBLIK INDONESIA (PERWARI) PADA MASA REVOLUSI FISIK DI YOGYAKARTA."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN PERSATUAN WANITA REPUBLIK INDONESIA

(PERWARI) PADA MASA REVOLUSI FISIK

DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh:

AI ROSPIRAWATI

0806992

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Peranan Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) Pada Masa Revolusi Fisik di Yogyakarta ini sepenuhnya hasil karya sendiri. Tidak ada didalamnya yang merupakan hasil tiruan dari karya orang lain. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2013

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PERANAN PERSATUAN WANITA REPUBLIK INDONESIA (PERWARI)

PADA MASA REVOLUSI FISIK DI YOGYAKARTA

Oleh:

AI ROSPIRAWATI

0806992

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Wawan Darmawan, S.Pd, M. Hum

NIP: 19710101 199903 1 003

Pembimbing II

Moch. Eryk Kamsori, S.Pd

NIP: 19690430 199802 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd.

(4)
(5)

ABSTRAK

(6)

Abstract

(7)

DAFTAR ISI

1.6. Struktur Organisasi Skripsi ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1. Revolusi Fisik di Indonesia ...10

2.2. Pergerakan Wanita pada Masa Revolusi fisik ... ... 17

2.3. Persatuan Wanita Republik Indonesia ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Persiapan Penelitian ... 31

3.1.1. Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian ... 31

3.1.2. Penyusunan Rancangan Penelitian ... 32

3.1.3. Mengurus Perizinan ... 33

BAB IV SEPAK TERJANG PERWARI DALAM PERANG KEMERDEKAAN ... 48

4.1. Kondisi Indonesia Pada Masa Revolusi Fisik ... 48

4.1.1. Indonesia Pada Awal Kemerdekaan ... 48

4.1.2. Badan-Badan Perjuangan/Kelaskaran Pada Masa Kemerdekaan ... 51

4.2. Perjuangan Perwari Pada Masa Revolusi Fisik ... 57

4.2.1. Situasi Yogyakarta Pada Masa Perang Kemerdekaan……..57

4.2.2. Latar Belakang Terbentuknya Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari)………..61

4.2.2. Cita-Cita dan Tujuan Perwari………..63

(8)

4.2.4. Lambang Perwari……….67

4.3. Bentuk Perjuangan Perwari ………....71

4.3.1. Kongres Pertama Perwari………..72

4.3.2. Kongres ke Dua Perwari………...…….………76

4.3.3. Kongres ke Tiga Perwari………...78

BAB V KESIMPULAN ...84

5.1. Kesimpulan ...84

5.2. Rekomendasi...86

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR NARASUMBER LAMPIRAN

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lahirnya revolusi Indonesia dan keberhasilan dalam mengusir penjajah salah satunya adalah berkat adanya kesadaran dan partisipasi masyarakat. Hal ini ditandai dengan lahirnya berbagai bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap kaum penjajah yang disalurkan lewat kelompoknya masing-masing. Kelompok-kelompok tersebut ikut berjuang bersama pemerintah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang akan direbut kembali oleh Belanda.

Kelompok-kelompok tersebut tidak lain adalah para pemuda Indonesia yang mengalami euforia politik setelah hidup di bawah bayang-bayang penjajahan dan merasa terpanggil untuk menyelamatkan revolusi serta membela republik dengan membentuk beberapa gerakan yang sesuai dengan afiliasi politiknya. Ben Anderson (1988:78) menjelaskan bahwa kelompok-kelompok pemuda tersebut diantaranya adalah Angkatan Muda, yang dibentuk 25 Agustus 1945 oleh Soemarsono dan Ruslan Widjaja di Surabaya, Pemuda Republik Indonesia (PRI), yang dibentuk tanggal 23 September 1945 di Surabaya, kemudian dibentuk juga di Bandung, Bukit Tinggi dan Bali.

Selain itu ada juga Angkatan Pemuda Indonesia (API) terbentuk di Jakarta, Lampung dan Aceh. Tokohnya adalah Wikana. Barisan Rakyat Indonesia (Bara) terbentuk di Jakarta, Barisan Buruh Indonesia, terbentuk di Jakarta, Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia (P3I), terbentuk di Bandung, Angkatan Muda Indonesia (AMI), terbentuk di Jawa Tengah, Balai Penerangan Pemuda Indonesia, terbentuk di Padang, Pemuda Penyongsong Republik Indonesia, terbentuk di Kalimantan Barat, Persatuan Rakyat Indonesia, terbentuk Kalimantan Selatan, Persatuan Pemuda Indonesia, terbentuk di Ambon, Hizbullah dan Sabilillah yang berafiliasi ke Masyumi, Pemuda Protestan, Pemuda Katolik, Angkatan Muda Guru (AMG), KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) (Anderson, 1988:79).

(10)

Organisasi-organisasi pemuda Indonesia pada masa revolusi fisik tersebut, berjuang dengan jalannya masing-masing, banyak organisasi yang mengambil arah perjuangan dibidang politik, keagamaan, ekonomi dan sosial. Namun yang paling banyak adalah organisasi pemuda yang mengambil arah perjuangan dengan mengatasnamakan perjuangan sosial. Dari sekian banyak organisasi yang berjuang pada masa revolusi fisik tersebut, Nampak dominasi para pemuda atau kaum laki-laki yang berperan penting dalam perjuangan revolusi fisik ini. Lantas bagaimana dengan kaum perempuan atau organisasi pemudi lainnya, apakah wanita pada masa revolusi fisik tidak ikut membantu atau memberikan kontribusi terhadap perjuangan rakyat Indonesia pada masa itu.

Memang terdapat kesenjangan antara peran kaum laki-laki (pemuda) dengan peran perempuan pada masa revolusi fisik, namun dengan kesenjangan tersebut, sejarah tidak bisa memungkiri bahwa kaum wanita pada masa revolusi fisik memiliki peran seperti halnya kaum laki. Namun, kontribusi tersebut tidak seluas dan sebebas perjuangan kaum laki-laki. Perempuan memiliki keterbatasan dalam bergerak, keterbatasan tersebut antara lain, keterbatasan fisik dan keterbatasan sosial. Walaupun demikian, perjuangan kaum wanita hampir sama dengan perjuangan kaum laki-laki, seperti halnya kaum laki-laki (pemuda) yang melakukan perjuangan melalui organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan, kaum wanita pun tidak jauh berbeda, mereka ikut berjuangan dalam perkumpulan-perkumpulan atau organisasi kewanitaan (Suwondo, 1981: 159)..

Organisai-organisasi wanita tersebut antara lain Di Jakarta terdapat organisasi WANI : Wanita Negara Indonesia (1945) yang dipimpin oleh sejumlah tokoh, seperti Suwarni Pringgodigdo (istri Sedar), Sri Mangunsarkoro, dan Sujatin Kartowiyono. WANI bertugas mendistribusikan beras untuk tujuan perjuangan. Selain WANI, terdapat pula organisasi-organisasi buruh, seperti Barisan Wanita yang berhaluan kiri salah satu tokohnya adalah SK Trimurti, ada juga Lasykar Putri di Surakarta dan Barisan Wanita Surabaya. WANI Satuan perjuangan wanita lainnya adalah Laskar Wanita Indonesia (LASWI) yang didirikan oleh Aruji Kartawinata di Bandung tahun1945. Satuan ini mengangkat senjata dan berangkat ke garis depan medan petempuran, bergiat dalam melakukan perawatan perajurit yang menderita luka, menyelenggarakan dapur umum, dan menjahit seragam prajurit. Satuan semacam ini menyebar keseluruh Jawa , serta Sumatera Tengah dan Selatan (Kowani, 1978: 29).

(11)

Indoensia. Wadah tersebut adalah PERWANI (Persatuan Wanita Negara Indonesia). Selain Perwani, ternyata di Jakarta pun terbentuk WANI (Wanita Negara Indonesia).

Adanya Perwani dan Wani ternyata tidak mampu menampung segala aspirasi kaum wanita pada saat itu, wanita Indonesia memerlukan wadah yang lebih besar untuk menampung semua kekuatan wanita didalam menghadapi perang kemerdekaan. Maka oleh beberapa tokoh wanita di Yogyakarta dibentuklah satu panitia kongres wanita Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia. Kongres tersebut berlangsung di Klaten dibuka tanggal 16 Desember 1945 dan dikunjungi oleh banyak para utusan dari organisasi wanita seperti : Perwani, Wani, Muslimat, Aisyah, Pemuda Puteri Indonesia, Wanita Katolik, Wanita Taman Siswa dan beberapa pemimpin dan tokoh-tokoh wanita lainnya (Noor, 1980:10).

Informasi tersebut sesuai dengan sumber Kowani (Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia, 1978: 85). yang menyatakan bahwa:

Maka pada tanggal 15-17 Desember 1945 diadakanlah Kongres Wanita Indonesia pertama paska kemerdekaan Indonesia yang diprakarsai oleh PERWANI yang diketuai oleh Ny. D. Susanto.

“Hadir Pada Kongres tersebut ialah : a. PEWANI (Persatuan Wanita Indonesia) b. WANI (Wanita Negara Indonesia) c. PPI (Pemuda Puteri Indonesia) d. PB Aisyiyah

e. PB Persatuan Wanita Taman Siswa.

Kongres yang diselenggarakan dalam suasana perjuangan yang sangat genting dengan terdengarnya bunyi dentuman meriam dimana-mana (Noor, 1980:10), tidak mematahkan semangat wanita-wanita Indonesia untuk menghentikan kongres tersebut. Kongres tetap berlangsung dengan ketua kongres Ibu S. Kartowiyono. Setelah kongres berjalan, ternyata kongres tidak berhasil menyatukan semua organisasi yang hadir dalam bentuk fusi, sebagai mana yang diharapkan. Sehingga satu organisasi besar sebagai wadah untuk kaum wanita bersatu dan melakukan perjuangan telah gagal dibentuk.

(12)

Dari uraian tersebut, masalah pokok yang penting bagi penulis adalah kesadaran dan keinginan dari Perwani dan Wani untuk melebur menjadi satu organisasi wanita nasional bernama Perwari. Sedangkan organisasi wanita lainnya tidak mau berdifusi menjadi satu kekuatan perjuangan wanita pada saat itu dan memilih untuk berjuang masing-masing didalam kelompoknya. Dari masalah pokok tersebut penulis semakin ingin mengetahui dengan peranan atau kontribusi PERWARI (Persatuan Wanita Republik Indonesia) pada masa revolusi fisik tahun 1945-1949.

Ketertarikan penulis mengenai Perwari ini akan penulis kembangkan dalam sebuah penelitian ilmiah berbentuk skripsi dengan permasalahan utama yaitu : “Bagaimana Peranan Persatuan Wanita Republik Indoensia (Perwari) pada masa Revolusi Fisik di Yogyakarta

(1945-1949)?” sebagai suatu kajian Sejarah Revolusi Indonesia dengan judul “Peranan Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) Pada Masa Revolusi Fisik di Yogyakarta (1945-1949)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan judul yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan masalah utama dalam penulisan skripsi ini, yaitu “Bagaimana Peranan Organisasi Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) pada masa Revolusi Fisik di Yogyakarta (1945-1949)?” Untuk lebih memfokuskan kajian penelitian ini, diajukan beberapa pertanyaan sebagai rumusan masalah yang akan diuraikan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagiamana situasi Indonesia pada masa revolusi fisik?

2. Apakah yang melatarbelakangi terbentuknya organisasi Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) tahun 1945?

3. Bagaimana bentuk perjuangan Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) pada masa revolusi fisik di Yogyakarta (1945-1949)?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai upaya untuk mengkaji secara mendalam tentang peranan organisasi Pergerakan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) pada masa Revolusi Fisik 1945-1949.

1. Menjelaskan keadaan Indonesia pada masa revolusi fisik.

(13)

3. Menjelaskan bentuk-bentuk perjuangan Persatuan wanita Republik Indonesia (Perwari) dalam mempertahankan kemrdekaan Indonesia.

4. Mendeskripsikan perkembangan Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) setelah berakhirnya masa revolusi fisik di Yogyakarta.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memperkaya penulisan mengenai sejarah pergerakan wanita khususnya pada masa revolusi fisik di Yogyakarta.

2. Menambah wawasan bagi para pembaca mengenai peranan organisasi Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) pada masa Revolusi Fisik di Yogyakarta.

3. Memperkenalkan kepada generasi penerus bangsa mengenai oragnisasi Perwari yang masih berjuang sampai sekarang.

4. Penelitian ini nantinya dapat dijadikan sumber acuan bagi pengembangan materi mata pelajaran sejarah, tepatnya pada standar kompetensi merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa proklamasi hingga lahirnya orde baru dan kompetensi dasarnya yaitu merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga demokrasi terpimpin di tingkat SMA kelas XI terutama dalam memahami perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan pertahanan kemerdekaan.

1.5Metode Penelitian

Metode merupakan suatu prosedur, proses, atau teknik yang sistematis dalam melakukan penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang diteliti (Helius Sjamsuddin, 2007:13). Dalam mengkaji dan meneliti tentang “Peranan Pergerakan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) Pada Masa Revolusi Fisik di

Yogyakarta”. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode historis. Metode historis adalah suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman peninggalan masa lampau (Louis Gottchlak, 1986:32). Sehingga dalam penelitian ini peneliti mencoba menganalisis peninggalan-peninggalan sejarah pergerakan wanita republik Indonesia dari berbagai sumber yang relevan.

(14)

1. Heuristik

Heuristik yaitu (Heuristics) atau dalam bahasa Jerman Quellenkunde, merupakan suatu kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data atau materi sejarah, atau evidensi sejarah yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti (Helius Sjamsuddin, 2007:86). Kegiatan pencarian serta pengumpulan sumber ini bisa dilakukan dengan mencari sumber buku, Browsing internet, dan sumber tertulis lainnya yang relevan dengan penelitian yang dikaji.

Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data dan fakta tentang “Peranan Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) Pada Masa Revolusi Fisik di Yogyakarta”. 2. Kritik dan analisis sumber

Pada langkah ini penulis berupaya melakukan penilaian dan mengkritisi sumber-sumber yang telah ditemukan baik dari buku, artikel, Browsing internet, sumber-sumber tertulis, arsip dan hasil dari penelitian serta sumber lainnya yang relevan. Seperti yang diutarakan oleh Helius Syamsuddin, peneliti harus menyaring secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber pertama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihan peneliti (2007:131)., Sumber-sumber yang diperoleh tersebut akan dipilih melalui tahap kritik eksternal yaitu cara pengujian kebenaran sumber sejarah dari aspek-aspek luar sumber tersebut yang digunakan. Kemudian menggunakan kritik internal yaitu pengujian kebenaran yang dilakukan terhadap isi dari sumber sejarah tersebut. Pada langkah ini peneliti harus bisa menyaring informasi ataupun data yang diperoleh guna mendapatkan hasil penelitian yang baik, relevan dan valid.

3. Interpretasi

(15)

4. Historiografi

Historiografi adalah usaha mensintesiskan seluruh hasil penelitian atau penemuan yang berupa data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu penulisan yang utuh, baik itu berupa karya besar ataupun hanya berupa makalah kecil (Sjamsuddin, 2007:156) dan dalam hal ini peneliti akan menuliskanya dalam bentuk skripsi.

Adapun Teknik penelitian yang dilakukan oleh Peneliti adalah dengan Studi Literatur, yakni teknik mengumpulkan sumber-sumber yang relevan serta mendukung terhadap penelitian yang dikaji oleh peneliti baik itu berasal dari sumber buku, internet, maupun sumber-sumber tertulis lainnya yang relevan dengan fokus kajian yang diteliti. Selain studi literatur, peneliti pun menggunakan teknik penelitian Studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dikaji, berupa sumber lisan yang terdiri dari sejarah lisan (oral histori). Disini orang yang menjadi sumber ialah pelaku, yang menyampaikan melalui mulutnya secara lisan berita sejarah.

1.6Struktur Organisasi Skipsi

Hasil dari penelitian skripsi ini akan disusun kedalam lima bab yang terdiri dari Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Pembahasan dan Kesimpulan. Adapun fungsi dari pembagian ini bertujuan memudahkan penulisan dan sistematisasi dalam memahami penulisan.

Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah yang di dalamnya berisi penjelasan mengapa masalah tersebut diteliti dan penting untuk diteliti, serta mengenai alasan pemilihan masalah tersebut sebagai judul. Pada bab ini juga berisi perumusan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah peneliti mengkaji dan mengarahkan pembahasan, tujuan penelitian, metode dan teknik penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, merupakan tinjauan kepustakaan dan kajian teoritis dari berbagai referensi yang berhubungan dengan “Peranan Organisasi Pergerakan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) Pada Masa Revolusi Fisik di Yogyakarta”. Dalam bagian ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori dan konsep yang relevan sebagai alat pisau analisis dalam interpretasi penelitian ini.

(16)

Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi. Semua prosedur dari mulai tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan sampai pada tahap penulisan penelitian akan dijelaskan dalam bab ini. Bab IV PERWARI : Pergerakan Wanita Republik Indonesia 1945-1949. Bab ini merupakan isi utama dari tulisan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Pada bab ini akan dijelaskan peranan organisasi pergerakan wanita Republik Indonesia (PERWARI) pada masa revolusi fisik di Yogyakarta. Dalam bab ini, selain menjelaskan jawaban dari rumusan masalah, bagian ini merupakan kemampuan peneliti untuk mengungkapakan hasil penelitiannya dalam sebuah tulisan dan dalam hal ini tulisan peneliti akan berbentuk skripsi.

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini merupakan pemaparan mengenai metode dan teknik penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam mengkaji permasalahan mengenai Peranan Persatuan Wanita Republik

Indonesia (PERWARI) Pada Masa Revolusi Fisik di Yogyakarta (1945-1949)”. Metode yang

digunakan adalah metode historis, dan untuk teknik penelitian peneliti menggunakan studi literatur dan studi dokumentasi. Sedangkan untuk pendekatannya peneliti menggunakan pendekatan multidisipliner.

Metode merupakan suatu prosedur, proses, atau teknik yang sistematis dalam melakukan penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang diteliti (Helius Sjamsuddin, 2007:13). Sedangkan metode historis adalah suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman peninggalan masa lampau menurut Louis Gottchlak (1986:32). Dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis, sehingga berdasarkan kedua pengertian tersebut maka metode historis adalah seperangkat cara, aturan atau prosedur yang sistematis untuk memecahkan suatu permasalahan sejarah berdasarkan rekaman dan peninggalan masa lampau yang telah diuji kebenarannya secara kritis, kemudian disajikan dalam bentuk tertulis, bentuk tertulis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dalam bentuk skripsi.

Skripsi yang berjudul Peranan Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) Pada Masa Revolusi di Yogyakarta (1945-1949)”. ini termasuk dalam tema kajian sejarah revolusi. Revolusi Nasional yang terjadi di Indonesia (1945-1949) menurut Kahin (1995:179) merupakan kelanjutan dari rasa nasionalisme bangsa Indonesia yang sudah muncul sejak kedatangan Belanda (VOC) ke Indonesia abad XVI. Kahin dalam bukunya menjelaskan bahwa revolusi bangsa Indonesia dari awal perjuangan hingga pengakuan kedaulatan tahun 1949 merupakan zaman-zaman revolusi terpenting bagi bangsa Indonesia dalam memperoleh pengakuan internasional bagi proklamasi kemerdekaannya, baik melalui diplomasi maupun fisik dari masyarakat dengan berbagai golongan atau organisasi.

Adapun langkah-langkah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan merujuk pada metode historis menurut Helius Sjamsuddin (2007:85-239) sebagai berikut :

1. Heuristik (pengumpulan sumber-sumber sejarah), dalam hal ini penulis menghimpun

(18)

2. Kritik sumber, yaitu melakukan penelitian terhadap sumber sejarah baik isi maupun

bentuknya.

3. Interpretasi, yaitu memberikan penafsiran terhadap data-data yang diperoleh selama

penelitian berlangsung.

4. Historiografi, merupakan proses penyusunan dan penuangan seluruh hasil penelitian

kedalam buku tulis.

3.1 Persiapan Penelitian

3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian

Skripsi yang berjudul Peranan Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) Pada Masa Revolusi Fisik 1945-1949”. ini merupakan suatu kajian Sejarah Revolusi Indonesia dan tidak terlepas pula dari kajian Pergerakan Nasional Indonesia. Penentuan tema dan judul skripsi ini dipengaruhi oleh ketertarikan peneliti terhadap mata kuliah Sejarah Revolusi dan Sejarah Pergerakan Nasional Indoneisa. Sehingga dari ketertarikan tersebut penulis berniat untuk menulis sebuah skripsi yang bertemakan tentang Sejarah Revolusi dengan menganggkat salah-satu organisasi wanita.

Terlepas dari ketertarikan pada kedua mata kuliah tersebut, ketika peneliti sedang mencari-cari judul penelitian untuk mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah, peneliti pun berkunjung ke Perpustakaan Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan disana peneliti menemukan berbagai buku-buku tentang perjuangan kaum perempuan pada masa revolusi fisik. Peneliti baru menyadari betapa penting peranan kaum perempuan pada masa itu, walaupun sejarah tidak banyak mengungkapkan fakta-fakta keterlibatan kaum perempuan secara merinci dan spesifik. Terlebih lagi, pada waktu-waktu tertentu diperpustakaan tersebut sering diadakan pertemuan-pertemuan kaum veteran yang ketika masa revolusi fisik ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan dan saat ini masih dalam keadaan sehat walafiat. Dari pertemuan-pertemuan tersebut peneliti merasa tertarik dengan usaha perjuangan kaum perempuan tersebut, sehingga timbul keinginan dalam diri peneliti untuk menulis skripsi dengan tema organisasi perempuan pada masa revolusi fisik dan mengangkat judul ”Peranan Lasykar Wanita Indonesia (LASWI) pada masa Revoluasi Fisik di Yogyakarta”.

Ide tersebut peneliti tuangkan dalam sebuah proposal penelitian dan untuk diajukan dalam Seminar Proposal Skripsi. Mendapat saran dan kritik dari dosen menjadikan peneliti merasa tertantang untuk melanjutkan proposal penelitian ini. Setelah melakukan konsultasi dengan sekretaris TPPS (Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi) ternyata penelitian tentang

(19)

Yogyakarta (1945-1949)” dilingkungan Jurusan pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia, belum pernah ada yang menulis, sehingga tidak ada salahnya jika proposal ini diseminarkan untuk penelitian skripsi. Setelah peneliti memperbaiki proposal tersebut dan mengajukannya ke TPPS, maka pada tanggal 1 Juni 2012 peneliti mempresentasikannya dalam Seminar Skripsi.

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar dalam suatu penelitian. Rancangan penelitian ini disusun sejak peneliti mengikuti mata kuliah Penulisan Karya Tulis Ilmiah pada semester 6. Pada saat itu, rancangan masih berbentuk tugas dalam bentuk proposal penelitian sejarah.

Tugas proposal tersebut kemudian diajukan kepada TPPS untuk dapat diikutsertakan dalam Seminar Skripsi dengan judul ” ”Peranan Lasykar Wanita Indonesia (LASWI) pada masa Revoluasi Fisik (1945-1949)”. Adapun rancangan penelitian ini mencakup judul penelitian, latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, sistematika penelitian dan daftar pustaka.

Dalam seminar skripsi yang berlangsung pada tanggal 1 Juni 2012 peneliti memperoleh banyak masukan baik dari calon dosen pembimbing maupun dosen lainnya yang hadir, dari proposal yang diajukan masih banyak kekurangan dan harus diperbaiki kembali, namun semua itu tidak membuat judul yang telah diajukan tidak lolos, sehingga ketua TPPS menyarankan supaya proposal ini diperbaiki sesuai dengan masukan-masukan ketika seminar proposal dan dibicarakan lagi dengan calon dosen pembimbingnya. Sehingga dengan diterimanya judul ini secepatnya peneliti mengurus Surat Keputusan (SK) Pembimbing I dan II.

Beberapa hari setelah Seminar Skripsi dilakukan, peneliti mengajukan kembali proposal yang telah direvisi kepada TPPS untuk mendapatkan SK (Surat Keputusan). Kemudian panitia TPPS memberikan SK penunjukkan dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II pada tanggal 3 Juli 2012 dengan nomor 033/TPPS/JPS/PEM/2012.

3.1.3 Mengurus Perizinan

(20)

Indonesia (LVRI) Jawa Barat. Kantor Kesatuan Bangsa dan Linmas Kabupaten Bandung dan Kepala Perwari Pusat di Jakarta Pusat.

3.1.4 Proses Bimbingan

Bimbingan merupakan suatu kegiatan konsultasi yang dilakukan oleh peneliti dengan dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Proses bimbingan dilakukan setelah peneliti memperoleh SK penunjukkan pembimbing pada tanggal 3 juli 2012 dengan nomor SK 033/TPPS/JPS/PEM/2012. Berdasarkan SK tersebut, dosen pembimbing terdiri dari dua orang yaitu Bapak Wawan Darmawan S.Pd, M.Hum sebagai pembimbing I dan Bapak Moch. Eryk Kamsori S.Pd sebagai pembimbing II. masih pada hari yang sama, yaitu pada tanggal 3 juli 2012 peneliti menyerahkan hasil revisi proposal kepada pembimbing I untuk ditindaklanjuti dalam proses bimbingan selanjutnya. Namun ternyata pembimbing I tidak setuju dengan judul ”Peranan Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada masa Revoluasi Fisik (1945-1949)”. Menurut beliau kata ”Laskar” pada masa revolusi fisik itu bukan merupakan suatu organisasi, sehingga perjuangan mereka kurang jelas walaupun sama-sama berjuang mempertahankan kemerdekaaan Indonesia, sehingga ditakutkan penelitian dengan judul tersebut sulit dalam menemukan sumber atau data-data yang valid.

Dengan pertimbangan tersebut akhirnya peneliti mengganti judul tersebut dengan judul ”Peranan Pemuda Puteri Indonesia (PPI) pada masa revolusi fisik 1945-1949”. Namun, judul itu pun ternyata kekurangan sumber penelitian sehingga harus ganti judul lagi.

Akhirnya disetujui judul baru yaitu ” Peranan Persatuan Wanita Republik Indonesia

(PERWARI) Pada Masa Revolusi Fisik di Yogyakarta”.

Proses bimbingan ini sangat diperlukan oleh peneliti untuk membantu peneliti dalam menentukan kegiatan penelitian, fokus penelitian serta proses penelitian skripsi ini. Proses bimbingan ini memfasilitasi peneliti untuk berdiskusi dengan pembimbing I dan pembimbing II mengenai permasalahan yang dihadapi selama penelitian ini dilakukan. Manfaat yang penulis peroleh selama proses bimbingan adalah mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam penelitian skripsi ini serta diarahkan untuk konsisten terhadap fokus kajian.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

(21)

3.2.1 Heuristik

Heuristik merupakan proses mencari dan mengumpulkan fakta-fakta sejarah dari sumber-sumber yang relevan dengan permasalahan yang dikaji penulis. Sama halnya dengan pendapat Helius Sjamsuddin (2007:86), heuristik adalah suatu kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data atau materi sejarah, atau evidensi sejarah yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji oleh peneliti. Pengumpulan sumber tersebut meliputi dua cara, yaitu pengumpulan sumber tertulis dan sumber lisan.

3.2.1.1 Sumber Tertulis

Pada tahap ini, penulis berusaha mencari berbagai sumber tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dikaji. Kegiatan yang penulis lakukan dalam mencari sumber-sumber tertulis diantaranya penulis mengunjungi

1. Perpustakaan UPI, Jalan Setiabudhi No 229 Bandung. Penulis mendapatkan buku yang berjudul Seminar Sejarah Nasional IV (1990) karya Gonggong, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakakat (1984) karya Nani Suwondo,

Dasar-Dasar Pengembangan Strategi Metode Pengajaran Sejarah (1989) karya I

Widja, Metodologi Sejarah (2005) karya Kuntowijoyo dan buku yang berjudul Metodologi Penelitian Sejarah karya Dudung Amburahman (2007), buku yang

berjudul Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid I (1997) karya Nasution dan buku yang berjudul Mengerti Sejarah (1986) karya Gottchlak.

2. Perpustakaan Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Bandung. Penulis mendapat buku yang berjudul Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia (1978) karya KOWANI, buku yang berjudul Seribu Wajah Perjuangan

Dalam Kancah Revolusi 1945 Jilid 1 & 2 karya Hadi Soewito, I.H.N. (1995),

buku yang berjudul Politik Militer Indonesia 1945-1967 (1986) karya Sundhaussen.

3. Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Barat. Di perpustakaan ini peneliti menemukan buku sumber yang berhubungan dengan penulis kaji khususnya mengenai pergerakan wanita pada masa revolusi fisik. Buku itu berjudul Potret Pergerakan Wanita di Indonesia (1984) karya Sukanti Suryochandro dan buku

(22)

4. Perpustakan Gedung Sate. Di perpustakaan ini peneliti menemukan buku yang berjudul Timbulnya dan Perkembangan Gerakan Wanita di Indonesia (1995) karya Ihromi, T.O, buku yang berjudul Krisis 45 Berjuang Membela Negara (1999) karya Waraouw.

5. Perpustakaan Sri Baduga. Di perpustakaan ini peneliti menemukan buku yang berjudul Perkembangan Pergerakan Wanita Indonesia (1975) karya Ny Sujatin Kartowijono.

6. Perpustakaan Bank Indonesia Bandung. Di perpustakaan ini peneliti menemukan buku yang bejudul Revolusi Pemuda Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946 (1988) karya Anderson.

7. Perpustakaan pusat PERWARI di Jln Menteng Raya Jakarta Pusat. Di perpustakaan ini penulis menemukan berbagai sumber buku-buku maupun dokumen-dokumen. Penulis menemukan buku yang berjudul Revolusi Nasional Indonesia (1996) Karya Anthony J.S Reid, buku yang berjudul Aneka Perwari

1945-1980 (1980) karya Yetty Rizal Noor, dokumen yang berjudul Kongres

Perwari ke XI (1969), Selajutnya dokumen yang berjudul 5 Tahun PERWARI

1945 Desember sampai 1950 karya Koessoebjono, Selanjutnya penulis

menemukan beberapa dokumen-dokumen mengenai PERWARI itu sendiri, diantaranya yaitu Suara Perwari dalam majalah bulanan untuk wanita berdjoang, keputusan-keputusan kongres Persatuan Wanita Republik Indonesia

(PERWARI), Buku kongres PERWARI di Yogyakarta dan dokumen-dokumen

lainya.

Ada juga buku-buku koleksi pribadi peneliti diantaranya adalah buku karangan M.C Ricklef yang berjudul Sejarah Indonesia Modern (1998), karangan Kahin yang berjudul Nasionalisme dan revolusi di Indonesia (1995), buku yang berjudul Metodologi Sejarah

(2007) karya Sjamsuddin, buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (2012), buku yang berjudul Pengantar Ilmu Sejarah (2005) karya Ismaun.

(23)

3.2.1.2 Sumber Lisan

Untuk mendapat informasi yang lebih akhurat, maka penulis mencoba menelusuri para pelaku dan saksi sejarah yang mengetahui tentang organisasi Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) pada masa revolusi fisik. Mereka merupakan narasumber yang akan memberikan kelengkapan infomasi yang tidak penulis peroleh dari sumber tertulis. Adapun kegiatan yang penulis lakukan dalam mencari sumber lisan diantaranya:

1. Mendatangi kantor Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) di Jawa Barat, sehingga dengan bantuan dari LVRI maka penulis dapat mengetahui informasi tentang narasumber.

2. Mendatangi Gedung Organisasi Wanita (GOW), disini pun penulis dapat mengetahui informasi tentang narasumber.

3. Mendatangi gedung pusat Perwari di Jakarta dengan melampirkan Surat Izin Peneliti dari Dekan FPIPS UPI, tidak jauh berbeda dengan kunjungan ke LVRI dan GOW penulis pun mendapat informasi tentang narasumber.

Adapun teknik peneliti yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah wawancara. Wawancara disini adalah percakapan dengan maksud untuk memperkuat dari sumber tertulis mengenai peristiwa tersebut. Kuntowijoyo (2005: 74) mengemukakan bahwa “teknik wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari narasumber sebagai pelengkap dari sumber tertulis”. Berdasarkan urain tersebut, tujuan wawancara adalah mendapatkan informasi yang ada dari sumber tertulis. Teknik wawancara dilakukan antara pelaku atau saksi dan peneliti. Sebelum wawancara dilakukan disiapan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Dimana daftar pertanyaan tersebut dijabarkan secara garis besar. Pada pelaksanaannya, pertanyaan tersebut diatur dan diarahkan oleh peneliti sehingga pembicaraan berjalan sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji. Apabila informasi yang diberikan oleh narasumber kurang jelas, maka peneliti mengajukan pertanyaan yang masih terdapat dalam kerangka pertanyaan besar. Pertanyaan-pertanyaan itu diberikan dengan tujuan untuk membantu narasumber dalam mengingat kembali peristiwa sehingga informasi menjadi lebih lengkap dan akurat.

Narasumber dipilih dengan pertimbangan bahwa mereka benar-benar mengalami dan mengetahui terjadinya permasalahan pada masa lampau sesuai dengan kajian peneliti. Teknik wawancara ini berkaitan erat dengan penggunaan sejarah lisan (oral history), seperti yang

diungkapkan oleh Widja (1989: 3) bahwa”sejarah lisan (oral history) dalam penyusunan

(24)

Narasumber-narasumber yang peneliti kunjungi untuk melakukan wawancara adalah Ibu Hengky ( 84 tahun) di jakarta, ibu Harun ( 84 tahun) di Bandung, ibu Subriah Hati Sucipto (85 tahun), ibu Toti (83 tahun), ibu Julaeha (82 tahun).

3.2.2 Kritik Sumber

Tahap kedua setelah peneliti mendapatkan sumber-sumber yang dianggapnya relevan dengan penelitian yang dikaji, tahap selanjutnya adalah tahap kritik sumber. Kritik sumber atau yang biasa disebut verifikasi sumber merupakan tahap kedua yang dilakukan oleh peneliti setelah peneliti mendapatkan sumber-sumber pada tahap heuristik. Menurut Dudung Abdurahman (2007:68), bahwa verifikasi atau kritik sumber ini bertujuan untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini, dilakukan uji keabsahan tentang keaslian (autentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern. Kejelasan dan keabsahan sumber-sumber tersebut dapat diperoleh melalui lima pertanyaan. Adapun lima pertanyaan menurut Sjamsudin (2007 : 104-105) sebagai berikut :

a. Siapa yang mengatakan itu?

b. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?

c. Apakah sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya?

d. Apakah orang yang memberi kesaksian itu seorang saksi mata yang kompeten, apakah ia mengetahui fakta itu?

e. Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu?

Sama halnya dengan pendapat di atas, Helius Sjamsuddin (2007:105) menambahkan bahwa fungsi kritik sumber bagi sejarawan erat kaitannya untuk mencari kebenaran. Pada tahap ini sejarawan dihadapkan pada benar dan salah, kemungkinan dan keraguan. Kritik sumber terjadi dalam dua bagian yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Tahap kritik sangat penting dilakukan karena menyangkut verifikasi sumber untuk diuji tentang kebenaran dan ketepatan sumber-sumber yang akan digunakan. Dengan demikian dapat dibedakan yang benar dan yang tidak benar, serta yang mungkin dan yang meragukan. Hal ini juga didasarkan atas penemuan dan penyelidikan bahwa arti sebenarnya kesaksian itu harus dipahami, sehingga sumber yang diperoleh memiliki kreadibilitas yang tinggi. Adapun kritik yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini untuk lebih jelasnya sebagai berikut:

(25)

Sjamsudin (2007 : 105) menerangkan bahwa, kritik eksternal adalah suatu peneliti atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Kritik eksternal penting dilakukan guna mengetahui otensitas/keaslian sumber dan perlu atau tidaknya untuk mendukung penulis. Sumber kritik eksternal harus menerangkan fakta dan kesaksian bahwa:

1. Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu (autheticity atau otensitas).

2. Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan, atau penambahan dan penghilangan fakta-fakta yang subtansial.

Kritik eksternal dilakukan guna menilai kelayakan sumber tersebut sebelum menguji isi sumber. Peneliti melakukan eksternal dengan cara melakukan penelusuran dan pengumpulan informasi mengenai penulis sumber sebagai salah satu cara untuk melihat karya-karya atau tulisan lain yang dihasilkannya. Hal tersebut dilakukan, sebagai dikatakan Sjamsudin (2007: 106) bahwa ”mengidentifikasi penulis adalah langkah pertama dalam mengadakan otentitas” untuk meminimalisir subjektivitas dari keterangan narasumber maka kritik sumber sangat dibutuhkan sehingga fakta-fakta historis akan tampak lebih jelas baik dari sumber tertulis maupun sumber lisan. Namun sayangnya, Penulis tidak melakukan kritik eksternal terhadap sumber tertulis, karena Penulis tidak dapat menemukan sumber aslinya dari dokumen maupun arsip-arsip. Tetapi Penulis hanya melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan saja dengan mempertimbangkan usia narasumber yang disesuaikan dengan tahun kajian peneliti yaitu antara tahun 1945-1949, kemudian kedudukannya pada saat itu, terutama faktor kesehatan saat diwawancara apakah daya ingatnya masih kuat atau tidak. Proses ini dilakukan karena semua data yang diperoleh dari sumber tertulis maupun sumber lisan tingkat keberadaannya tidak sama.

(26)

narasumber yang dapat dipercaya. Ketika penulis mewawancarai Ibu Hengki, beliau berusia 84 tahun dan masih dalam keadaan sehat meskipun sedikit kurang dalam pendengaranya kurang jelas dalam menyampaikan jawaban dan peneliti dalam wawancaranya lebih memfokuskan pada pengalamannya dalam organisasi Perwari pada masa kemerdekaan.

Selanjutnya kritik eksternal sumber lisan ditujukan kepada Ibu Suriah Hati Sucipto beliau dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1928 dan beliau mulai bergabung dalam orgaisasi Perwari di Yogyakarta pada usia 19 tahun yaitu pada tahun 1946 ketika itu beliau aktif dalam berbagai kegiatan-kegiatan sosial. Kemudian pada tahun 1975 beliau pindah ke daerah Ciparay Bandung. Pada saat peneliti mewawancarai Ibu Suriah di kediamannya Ciparay beliau masih dalam keadaan sehat, maka penulis berasumsi bahwa IbuSuriah Hati Sucipto merupakan narasumber yang dapat dipercaya. Peneliti dalam wawancaranya lebih memfokuskan fungsi Perwari dalam pejuangan kemerdekaan.

Kritik eksternal terhadap sumber tertulis. Penulis melakukan kritik terhadap latar belakang penulis buku, seperti Yetty Rizal Noor yang merupakan pengarang dari buku Aneka Perwari. Beliau berasal dari kalangan menengah yang aktif dalam organisasi perempuan.

3.2.2.2 Kritik Internal

Kritik internal dilakukan terhadap aspek ”dalam” yaitu isi dari sumber atau kesaksian sejarah. Setelah fakta kesaksian ditegakan melalui kritik eksternal. Selanjutnya diadakan evaluasi terhadap kesaksian tersebut. Melalui kritik internal ini, sejarawan memutuskan tentang reliabilitas kesaksian tersebut. Arti sebenarnya dari kesaksian itu harus dipahami, karena bahasa tidak statis dan selalu berubah , serta kata-kata mempunyai dua pengertian (arti harfiah dan arti sesungguhnya). Selain itu, kredibilitas saksi juga harus ditegakan.

(27)

Kritik internal yang dilakukan peneliti disini diawali dengan ketika peneliti memperoleh sumber, peneliti membaca keseluruhan isi sumber kemudian dibandingkan dengan sumber-sumber lannya yang telah dibaca terlebih dahulu oleh peneliti. Pokok pokiran apasaja yang terkandung dalam setiap kajian dari perbandingan sumber tersebutlah, maka akan diperoleh kepastian bahwa sumber-sumber tersebut dapat digunakan karena sesuai dengan topik kajian.

Penulis melakukan penelitian internal ketika menemukaan buku yang berjudul Aneka Perwari 1945-1980, buku yang berjudul Kongres Perwari ke XI karangan Ny. Yetty Rizali Noor dan Dokumen yang berjudul Suara Pewari, Penulis dari ketiga dokumen tersebut adalah seorang sejarawan wanita yang penah menjadi pimpinan Perwari pada dua periode antara tahun 1976-1979, sehingga dalam karyanya telah membantu bagi penulis.

(28)

Kritik internal selanjutnya yaitu ketika peneliti melakukan perbandingan isi buku Salah satu contoh peneliti dalam melakukan kritik internal adalah ketika mencari data mengenai jumlah cabang-cabang Perwari yang tersebar diseluruh Indonesia terdapat adanya perbedaan antara sumber buku yang berjudul Potret Pergerakan Wanita di Indonesia karya Sukanti Suryochandro dengan buku yang berjudul Aneka Perwari 1945-1980 karangan Yetty Rizali Noor. Dalam buku karangan Yetty Rizali Noor cabang-cabang Perwari terbagi dalam 205 cabang di seluruh Indonesia, sementara itu didalam buku karangan Sukanti Suryochandro terdapat 225 cabang. Perbedaan ini membuat peneliti untuk objektif terhadap perbedaan data tersebut, dengan mempertimbangkan beberapaaspek, salah satunya yaitu membandingkan dengan hasil wawancara. Kemudian sumber lain seperti dokumen-dokumen dan buku dari KOWANI (Kongres Wanita Indonesia). KOWANI merupakan organisasi wanita yang sejajar dengan perwari sehingga agar penelitian ini objektif maka peneliti mencoba membanding dan menginterpretasikannya secara objektif pula.

3.2.3 Interpretasi

Menurut Kuntowijoyo (2005:101) interpretasi atau penafsiran sering disebut juga sebagai bidang subjektivitas yang sebagian bisa benar, tetapi sebagiannya salah. Dikatakan demikian menurutnya bahwa benar karena tanpa penafsiran sejarawan data yang sudah diperoleh tidak bisa dibicarakan. Sedangkan salah karena sejarawan bisa saja keliru dalam menafsirkan data-data tersebut.

Interpretasi merupakan langkah selanjutnya setelah dilakukan kritik dan analisis sumber. Interpretasi adalah kegiatan menafsirkan fakta-fakta yang sudah diperoleh peneliti melalui cara mengolah fakta yang telah dikritisi dengan merujuk beberapa referensi yang mendukung kajian peneliti.

Menurut Kuntowijoyo dalam Dudung Abdurahman (2007: 73), interpretasi sejarah atau yang biasa disebut juga dengan analisis sejarah merupakan tahap dimana peneliti melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu dalam suatu interpretasi yang menyeluruh. Dalam hal ini ada dua metode yamg digunakan yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan sedangkan sintesis yang berarti menyatukan. Keduanya dipandang sebagai metode utama didalam interpretasi (Kuntowijoyo, 1995:100).

Kaitannya dengan penelitian skripsi yang berjudul “Peranan Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) Pada Masa Revolusi Fisik 1945-1949”. ini, interpretasi yang

(29)

revolusi fisik, yang merupakan kajian pada masa lampau sehingga diperlukan data-data atau sumber-sumber yang memadai. Jikalau sumber-sumber yang diperlukan kurang memadai setidaknya peneliti harus mampu membaca dan menginterpretasikan data yang sedikit menjadi cerita sejarah yang valid dan objektif. Penapsiran yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan data-data serta buku-buku yang berkaitan dengan Perwari dan perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia atau biasa disebut masa revolusi fisik Indonesia.

Selanjutnya interpretasi yang penulis lakukan mengenai penelitian ini adalah bahwa latar belakang kondisi social budaya wanita Indonesia pada saat itu membuat wanita Indonesia ikut bergabung dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Walaupun tidak menjadi pertahanan digaris depan tetapi ikut berjuang dengan cara dan kemampuan yang dimiliki oleh kaum wanita saat itu. Meskipun sedikit dan kecil namun pengorbanan yang dilakukan kaum wanita saat itu sangat berharga.

3.2.4 Historiografi

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari penelitian yang memaparkan dan melaporkan seluruh hasil penelitian dalam bentuk tertulis setelah melalui tahap interpretasi fakta. Menurut Helius Sjamsuddin (2007:56), pada tahap ini seluruh daya fikiran dikerahkan bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan. Namun yang paling utama adalah penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analitis sehingga menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian dan penemuan dalam suatu penelitian utuh yang disebut dengan historiografi.

Menurut Dudung Abdurahman (2007:76), historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laopran penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhir (penarikan kesimpulan).

Sedangkan menurut Helius Sjamsuddin (2007:156) historiografi adalah usaha mensintesiskan seluruh hasil penelitian atau penemuan yang berupa data-data dan fakta-fakta sejarah menjadi suatu penulisan yang utuh, baik itu berupa karya besar ataupun hanya berupa makalah kecil.

(30)

pedoman penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Adapun tujuan dari laporan hasil penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan studi akademis tingkat sarjana pada Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

Berdasarkan ketentuan penulisan karya ilmiah dilingkungan UPI tersebut, maka sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah yang di memuat penjelasan mengapa masalah yang diteliti muncul dan penting diserta mengenai alasan atau ketertarikan peneliti memilih permasalahan itu diangkat ataupun yang selama ini menjadi keresahan bagi peneliti. Pada bab ini juga berisi perumusan dan pembatasan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah peneliti mengkaji dan mengarahkan pembahasan, tujuan penelitian, penjelasan judul, metode dan teknik penelitian serta sistematika penulisan. Adapun yang menjadi uraian dari bab 1 ini yakni: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Teknik Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, bab ini memaparkan berbagai sumber literatur yang peneliti anggap memiliki keterkaitan dan relevan dengan masalah yang dikaji. didukung dengan sumber tertulis seperti buku dan dokumen yang relevan. Dalam kajian pustaka ini, peneliti membandingkan, mengkontraskan dan memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji kemudian dihubungkan dengan masalah yang sedang diteliti. Hal ini dimaksudkan agar adanya keterkaitan antara permasalahan di lapangan dengan buku-buku atau secara teoritis, agar keduanya bisa saling mendukung, dimana dari teori yang sedang dikaji dengan permasalahan yang diteliti bisa berkaitan. sedangkan fungsi dari kajian pustaka adalah sebagai landasan teoritik dalam analisis temuan.

Bab III Metodologi Penelitian, bab ini menjelaskan mengenai tahap-tahap, langkah-langkah, metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Semua prosedur dalam penelitian akan di bahas pada bab ini. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah peneliti dalam melakukan penelitian ini seperti tahap perencanaan, pengajuan judul penelitian, persiapan penelitian, proses bimbingan dan tahap pelaksanaan penelitian. Dalam bab ini juga peneliti mengungkapkan dan melaporkan pengalaman selama melaksanakan penelitian.

(31)

Bab IV ini merupakan hasil pengolahan dan analisis terhadap fakta-fakta yang telah ditemukan dan diperoleh selama penelitian berlangsung. Dan pada bab IV ini peneliti akan memaparkan hasil penelitiannya dengan gaya berceritanya sendiri.

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai peranan Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI) pada masa revolusi fisik di Yogyakarta, terdapat beberapa hal yang dapat peneliti simpulkan. Pertama, mengenai kondisi Indonesia pada masa revolusi fisik, pada masa perang kemerdekaan merupakan awal kehidupan baru bangsa Indonesia, Proklamasi yang dikibarkan atas nama Indonesiapun telah menggema diseluruh penjuru negeri dan hal itu pula yang terus membangkitkan rasa percaya diri serta keberanian para rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan kemerdekaannya. Lahirnya revousi Indonesia dan keberhasilan mengusir penjajah salah satunya berkat adanya kesadaran dan patisipasi masyarakat. Hal ini ditandai dengan lahirnya berbagai bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap kaum penjajah yang disalurkan lewat kelompoknya masing-masing. Terbentuklah organisasi-organisasi pemuda Indonesia dengan afiliasi politiknya, dari sekian banyak organisasi-organisasi yang berjuang pada masa perang kemerdekaan, nampak dominasi para pemuda atau kaum laki-laki yang berperan penting dalam revolusi tersebut. Namun tidak dipungkiri bahwa kaum perempuan pun ikut andil dalam perang kemerdekaan melawan penjajah dengan ikut serta dalam perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi kewanitaan. Organisasi-organisasi wanita tersebut salah satunya adalah Perwari.

Kedua, dibentuknya Perwari yang merupakan peleburan dari Perwani dan Wani,

peleburan Perwani dan Wani merupakan hasil keputusan kongres wanita pertama paska kemerdekaan Indonesia pada tanggal 15-17 Desember 1945 dengan dihadiri oleh Perwani, Wani, PPI dan PB Aisyyah yang diprakarsai oleh Ny. Sri Mangunsarkoro. Lahirnya organisasi wanita Perwari dilatarbelakangi dengan adanya tujuan yang sama perwani dan wani yaitu sebagai peningkatan derajat wanita dalam rangka meningkatkan derajat bangsa dengan sarana dan pelaksanaan pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan adanya persamaan hak dan kewajian antara pria dan wanita dimuka umum masyarakat. Selain persamaan hak antara pria dan wanita yang melatarbelakangi adanya pembentukan Perwari yaitu Perwari dijadikan sebagai wadah atas aspirasi wanita yang ditujukan dalam membangun masyarakat Indonesia yang lebih maju.

Ketiga, adanya bentuk perjuangan Perwari dalam membela kemerdekaan terlihat dari

(33)

memperjuangkan nilai-nilai baru dalam pendidikan, kesusilaan, dan perikemanusiaan, dan menuju khususnya pada usaha meninggikan kedudukan wanita dalam keluarga. Seperti halnya bentuk umum dalam perjuangan wanita membela kemerdekaan Indonesia, bentuk perjuangan Perwari pada masa revolusi fisik ini terlihat adanya gerakan Perwari dalam menjungjung tinggi pendidikan serta kesusilaan kaum wanita dan kesetaraan derajat wanita dari kaum laki-laki. Bentuk perjuangan Perwari ini terlihat dari hasil keputusan-keputusan kongres Perwari yang terealisasikan dalam pertempuran-pertempuran yang terjadi. Dalam periode yang merupakan masa perang kemerdekaan melawan penjajah, maka Indonesia pada waktu itu dihadapkan pada persoalan-persoalan dalam negeri dengan kedatangan Belanda yang ingin tetap menguasai negara Indonesia, dengan terjadinya pertempuran-pertempuran diberbagai daerah khususnya ibu kota Yogyakarta.

Yogyakarta pada masa perang kemerdekaan dijadikan sebagai ibu kota sementara setelah dialihkannya dari kota Jakarta, serta kota Yogyakarta pun merupakan daerah awal pembentukan organisasi wanita Perwari. Bentuk perjuangan Perwari salah satunya terlihat dari pertempuran serangan umum 1 Maret 1949 yang terjadi di Yogyakarta. Serangan umum 1 Maret ini muncul dilatarbelakangi dengan adanya pihak Belanda yang ingin menguasai kembali kota Yogyakarta, sehingga serempak rakyat dengan mengikut sertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan intruksi dari panglima besar Sudirman. TNI melakukan penyerangan terhadap Belanda dengan dibantu oleh seluruh masyarakat baik laki-laki maupun Perempuan. Perempuan yang tergabung dalam organisasinya masing-masing ikut serta dalam pertempuran yang terjadi pada 1 Maret tersebut salah satunya yaitu organisasi wanita Perwari. Anggota perwari bergabung dengan anggota organisasi wanita lainnya membantu dalam menyediakan makanan, pakaian serta obat-obatan untuk seluruh masyarakat yang terkait dalam perjuangan. Dengan berakhirnya pertempuran 1 Maret ini atas kotaYogyakarta, maka semakin kuatlah pengakuan dari dunia internasional, baik dari negara-negara sahabat maupun dari badan dunia PBB atas kemerdekaan Indonesia.

5.1Rekomendasi

(34)

1. Dengan adanya penulisan mengenai sejarah pergerakan wanita pada masa revolusi fisik khusunya di Yogyakarta, dapat mengispirasi bagi yang lain dalam memperkaya penulisan mengenai sejarah pergerakan wanita lainnya.

2. Menambah wawasan bagi para pembaca mengenai peranan organisasi Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) pada masa Revolusi Fisik di Yogyakarta.

3. Pemerintah dan masyarakat setempat diharapkan dapat memperkenalkan kepada generasi penerus bangsa mengenai oragnisasi Perwari yang masih berjuang sampai sekarang.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Karya Ilmiah Lainnya:

Anderson, B. (1988). Revolusi Pemuda Pendudukan Jepangdan Perlawanan di Jawa 1944-1946. Jakarta: PustakaSinarHarapan.

Abdurahman, D. (2007). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Gottchlak, L. (1986). Mengerti Sejarah. Jakarta : UI Press.

Gonggong, A. (1990). Seminar Sejarah Nasional IV: Subtema Sejarah Perjuangan. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud.

Hadi Soewito, I.H.N. (1995). Seribu Wajah Perjuangan Dalam Kancah Revolusi 1945 Jilid 1 & 2. Jakarta: PT. GramediaWidiasarana Indonesia.

Hadiz, L. (2004). Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru. Jakarta: Awan Dewangga.

Ismaun. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah UPI. Ihromi, T.O. (1995). Timbulnya dan Perkembangan Gerakan Wanita Di Indonesia:

Jakarta: PT. GramediaWidiasarana Indonesia.

Kuntowijoyo. (2005). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

KOWANI. (1978). Sejarah Setengah Abad PergerakanWanita Indonesia. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan Kebudayaan.

Kahin, G. McT. (1995). Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Sinar Harapan dan Sebelas Maret University Press. Katrowijono, S. (1975). Perkembangan Pergerakan Wanita Indonesia. Jakarta:

yayasan idayu.

Lucas, A. E. (2004). One Saul One Struggle PeristiwaTiga Daerah.Yogakarta: Resist Book.

(36)

Nasution, A.(1997). Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid I. Bandung: Angkasa.

Noor, Y.R (1980). Aneka Perwari 1945-1980. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud.

_____________.(1994). Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) 50 Tahun. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud.

Reid, A.J.S. (1996). RevolusiNasional Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Ricklefs, M.C. (1998). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

_________ (1977). Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Mutiara Sumber Widja.

SESKOAD, (1994).SeranganUmum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Sudiyo, (2002). Pergarakan Nasional (Mencaoai dan Mempertahankan Kemerdekaan). Jakarta: Rhineka Cipta

Suwondo, N. (1984). Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum dan Masyarakat. Jakarta: Yudhistira.

Suryochondro, S. (1984). Potret Pergerakan Wanita di Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali.

Sundhaussen, U. (1986). Politik Militer Indonesia 1945-1967. Menuju Dwi Fungsi ABRI. Jakarta: LP3ES

Universitas Pendidikan Indonesia.( 2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.

Waraouw, J. A. ,et al. (1999). KRIS 45 Berjuang Membela Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

(37)

Sumber Internet

Antosenno, (2010). Yogyakarta SebagaiIbu Kota RI Pada Masa Perang Kemerdekaan. [Online] Tersedia:http:// wordpress. com /2010/10/12

/yogyakarta-sebagai-ibukota-ri-padamasa-perang-kemerdekaan–

tahun-1946-1949/).[diakses pada 30 Maret 2013].

Nonbudparpora (2005). Monumen Perwari [Online] Tersedia :http:// wordpress.com /wisata-buatan-klaten/6-monumen-perwari/[diaksespada 15 Agustus 2012].

Rusiyati, (2006). Sepintas Gerakan Wanita Indonesia Dalam Perkembangan Sejarah. [Online].Tersedia:http:www.opensubscriber.com/message/Zamanku@yah oogroups.com/4958856.html[12 Februari 2013].

Royandihts, (2005). Gerakan Perempuan Indonesia. [Online] Tersendia: http://royandihts.wordpress.com/20/07/24/gerakan-perempuan-indonesia/\ [Diakses Oktober 2012].

Sumber Wawancara

Suriah Hati Sucipto, (Anggota Perwari) Wawancara tanggal 25 Oktober 2012. Hengky, (Anggota Perwari) Wawancara tanggal 9 Januari 2013.

Harun, (Ketua LVRI Bandung) Wawancara tanggal 13 Desember 2012. Julaeha, (Anggota Perwari) Wawancara tanggal 15 Maret 2013.

Toti, (Anggota Perwari) Wawancara tanggal 9 Januari 2013. Sutarmi, (Masyarakat)Wawancara tanggal 10 Januari 2013.

Sumber lain

- Koesoebjono. S. (1976). 5 Tahun Perwari (Lustrum Pertama 1945 Desember 1950). Yogyakarta.

- Poedjoboentoro. (Tanpa Tahun) Sedikit Tentang Azas Tudjuan Perwari. Perwari: Jakarta Pusat.

(38)

- Suara Perwari (TanpaTahun) Tentang Perwari 7 Tahun (17 Desember 1945 – 17 Desember 1952). Perwari: Jakarta.

- Arsip Pusat Perwari Jakarta, Persatuan Wanita Republik Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembelajaran fiqih bapak AB terkadang membagi siswa beberapa kelompok, beliau kemudian menunjuk salah satu dari siswa dari setiap kelompok untuk menjelaskan materi

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Palembang adalah salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota Palembang yang mempunyai tugas pokok dan

Setelah pembuatan peta tematik tingkat ancaman untuk semua bencana dilakukan, dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan tujuan yang telah

Pengaruh langsung umur ke kepemimpinan dan komunikasi dewasa Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std.. Error of the Estimate Change Statistics R Square

Warga Kampung Nyomplong sendiri berjumlah total 49 jiwa, jumlah rumah warga sebanyak 11 KK (Kepala Keluarga), dengan keseharian dari warga Kampung Nyomplong ini bekerja

Menurut Rahman (2013), hubungan tindakan hemodialisis dengan tingkat kecemasan pasien terletak pada siklus/lama pasien melakukan tindakan hemodialisis, pasien yang

Anak balita dari keluarga/ rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang tidak aman (improved) memiliki odds 1,9 kali untuk menderita diare dibandingkan dengan balita

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan kasih Karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi yang