DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Defenisi Operasional ... 9
F. Hipotesis Penelitian ... 10
G. Metode Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika ... 12
B. Problem Posing ... 13
1. Pengertian Problem Posing... 13
2. Pembelajaran Problem Posing ... 16
3. Pemecahan Masalah (Problem Solving) ... 20
C. Kemampuan Penalaran Matematika ... 21
D. Kemampuan Komunikasi Matematika ... 24
E. Pembelajaran Biasa ... 28
F. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Problem Posing ... 29
1. Teori Belajar Jean Piaget ... 30
2. Teori Belajar Jerome S. Bruner ... 31
3. Teori Belajar Robert M. Gagne ... 34
G. Penelitian yang Relevan ... 35
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 40
B. Subjek Penelitian ... 40
C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 41
1. Tes Penalaran dan Komunikasi Matematika... 42
2. Lembar Observasi Kegiatan Siswa dan Guru ... 48
3. Angket Sikap Siswa ... 49
4. Jurnal Siswa ... 50
5. Wawancara ... 50
6. Catatan Lapangan... 50
D. Teknik Pengumpulan Data ... 51
E. Teknik Pengolahan Data Hasil Tes ... 51
F. Kegiatan Pembelajaran ... 52
H. Prosedur Penelitian ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 57
1. Kemampuan Penalaran Matematika ... 58
2. Kemampuan Komunikasi Matematika ... 70
3. Aktivitas Siswa selama Pembelajaran Problem Posing... 82
4. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Problem Posing ... 85
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 94
1. Pembelajaran Problem Posing ... 95
2. Kemampuan Penalaran Matematika ... 98
3. Kemampuan Komunikasi Matematika ...100
4. Aktivitas Siswa selama Pembelajaran Problem Posing...102
5. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Problem Posing ...103
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ...106
B. Rekomendasi ...107
DAFTAR PUSTAKA ...110
LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Alat Pengumpul Data 3.1 Kisi-kisi Tes Penalaran dan Komunikasi Matematika ...114
3.2 Tes Penalaran dan Komunikasi Matematika...115
3.3 Hasil Uji Instrumen dengan Bantuan Program ANATES Versi 4.0.5 ..123
3.4 Lembar Observasi Kegiatan Siswa selama Pembelajaran Problem Posing ...128
3.5 Lembar Observasi Kegiatan Guru selama Pembelajaran Problem Posing ...129
3.6 Kisi-kisi Angket Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Problem Posing ...130
3.7 Angket Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Problem Posing ...131
3.8 Jurnal Siswa ...133
3.9 Pedoman Wawancara dengan Siswa ...134
3.10 Pedoman Wawancara dengan Guru ...135
3.11 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...136
3.12 Bahan Ajar ...147
B. Data Penelitian 4.1 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Rendah...175
Kualifikasi Tinggi ...177
4.4 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol Sekolah Kualifikasi Rendah...178
4.5 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol Sekolah Kualifikasi Sedang ...179
4.6 Skor Pretes Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol Sekolah Kualifikasi Tinggi ...180
4.7 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematika ...181
4.8 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematika ...183
4.9 Uji Beda Rerata Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematika ...184
4.10 Skor Postes Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Rendah...185
4.11 Skor Postes Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Sedang ...186
4.12 Skor Postes Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Tinggi ...187
4.13 Skor Postes Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol Sekolah Kualifikasi Rendah...188
4.14 Skor Postes Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol Sekolah Kualifikasi Sedang ...189
4.15 Skor Postes Kemampuan Penalaran Kelas Kontrol Sekolah Kualifikasi Tinggi ...190
4.16 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Penalaran Matematika...191
4.17 Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Penalaran Matematika ...193
4.18 Uji Beda Rerata Skor Postes Kemampuan Penalaran Matematika ...194
4.19 Gain Normal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Rendah ...195
4.20 Gain Normal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Sedang ...196
4.21 Gain Normal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Tinggi ...197
4.22 Gain Normal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Kelas Kontrol Sekolah Kualifikasi Rendah ...198
4.23 Gain Normal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Kelas Kontrol Sekolah Kualifikasi Sedang ...199
4.24 Gain Normal Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Kelas Kontrol Sekolah Kualifikasi Tinggi ...200
4.25 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika...201
4.26 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika ....203
4.27 Uji ANOVA Dua Jalur Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika ...204
4.28 Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi Rendah...205
Kualifikasi Tinggi ...207 4.31 Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol Sekolah
Kualifikasi Rendah...208 4.32 Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol Sekolah
Kualifikasi Sedang ...209 4.33 Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol Sekolah
Kualifikasi Tinggi ...210 4.34 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematika ...211 4.35 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematika ..213 4.36 Uji Beda Rerata Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematika ...214 4.37 Skor Postes Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen Sekolah
Kualifikasi Rendah...215 4.38 Skor Postes Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen Sekolah
Kualifikasi Sedang ...216 4.39 Skor Postes Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen Sekolah
Kualifikasi Tinggi ...217 4.40 Skor Postes Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol Sekolah
Kualifikasi Rendah...218 4.41 Skor Postes Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol Sekolah
Kualifikasi Sedang ...219 4.42 Skor Postes Kemampuan Komunikasi Kelas Kontrol Sekolah
Kualifikasi Tinggi ...220 4.43 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematika ...221 4.44 Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematika .223 4.45 Uji Beda Rerata Skor Postes Kemampuan Komunikasi Matematika ...224 4.46 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika ....225 4.47 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematika ...227 4.48 Uji ANOVA Dua Jalur Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematika ...228 4.49 Hasil Observasi Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Sekolah
Kualifikasi Rendah...229 4.50 Hasil Observasi Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Sekolah
Kualifikasi Sedang ...230 4.51 Hasil Observasi Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Sekolah
Kualifikasi Tinggi ...231 4.52 Hasil Observasi Kegiatan Guru Kelas Eksperimen Sekolah
Kualifikasi Rendah...232 4.53 Hasil Observasi Kegiatan Guru Kelas Eksperimen Sekolah
Kualifikasi Sedang ...233 4.54 Hasil Observasi Kegiatan Guru Kelas Eksperimen Sekolah
Kualifikasi Tinggi ...234 4.55 Skor Sikap Siswa Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi
Sedang ...236 4.57 Skor Angket Sikap Siswa Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi
Tinggi ...237 4.58 Analisis Angket Sikap Siswa Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi
Rendah ...238 4.59 Analisis Angket Sikap Siswa Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi
Sedang ...239 4.60 Analisis Angket Sikap Siswa Kelas Eksperimen Sekolah Kualifikasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah salah satu pilar utama yang memungkinkan suatu
negara mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan merupakan investasi jangka panjang dan memerlukan biaya besar.
Jika pendidikan tidak ditangani dengan baik maka dapat berakibat fatal, karena
dampaknya langsung berhubungan dengan manusia. Sebaliknya, bila pendidikan
berhasil dikembangkan dan dikelola dengan baik, maka dalam jangka panjang
akan memberikan sumbangan yang besar bagi bangsa dan negara.
Dalam bidang pendidikan, pengembangan dan penguasaan pengetahuan,
khususnya di bidang matematika, Indonesia tertinggal jauh dari banyak negara di
dunia. Hasil penelitian The Third International Mathematic and Science Study
(TIMSS) tahun 1999 memperlihatkan bahwa prestasi belajar siswa Indonesia
dalam bidang matematika berada pada posisi ke-36 dari 38 negara yang ikut
berpartisipasi. Hasil penelitian TIMSS empat tahun kemudian, yaitu pada tahun
2003 menempatkan siswa Indonesia pada peringkat ke-36 dari 45 negara (Mullis
dalam Sabandar, 2008: 3).
Untuk mengejar ketertinggalan tersebut perlu ditingkatkan motivasi,
kemampuan, dan kreativitas siswa dalam belajar matematika sesuai dengan
tuntutan era penuh perubahan. Oleh karena itu, maka harus dikembangkan
siswa tetapi juga membantu siswa untuk mencerna dan membentuk pengetahuan
mereka sendiri serta mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Pembelajaran matematika yang demikian itu tidak mungkin bisa dicapai dengan
hanya melalui hafalan, latihan pengerjaan soal yang bersifat mekanistik, rutin, dan
algoritmis, serta proses pembelajaran biasa yang cenderung berpusat kepada guru.
Oleh karena itu, diperlukan metode dan pendekatan yang sesuai untuk mengubah
dari situasi guru mengajar kepada situasi siswa belajar, dari alam berpikir guru ke
alam berpikir siswa.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar tidak hanya diarahkan pada
peningkatan kemampuan siswa dalam berhitung, tetapi juga diarahkan pada
peningkatan kemampuan penalaran logis, sistematis, kritis, cermat, dan kreatif
dalam mengomunikasikan gagasan atau dalam memecahkan masalah. Hal ini
didorong oleh perkembangan arah pembelajaran matematika yang digagas oleh
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) di Amerika pada tahun
1989 yang mengembangkan Curriculum and Evaluation Standards for School
Mathematics, dimana pemecahan masalah dan penalaran menjadi tujuan utama
dalam program pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Perubahan paradigma pembelajaran matematika ini kemudian diadaptasi
dalam kurikulum di Indonesia yaitu pada Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum
2006 (KTSP). Dalam KTSP ditekankan agar siswa memiliki kemampuan
menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialihgunakan pada
setiap keadaan, seperti berpikir kritis, logis, sistematis, bersifat objektif, jujur, dan
Kemampuan-kemampuan ini sangat berguna dalam mengikuti pendidikan yang lebih tinggi,
sebagai bekal hidup di masyarakat serta bekal dalam dunia kerja.
Secara rinci, mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006).
Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar matematika
tidak cukup hanya dengan menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan tuntutan
kurikulum, tetapi harus disertai dengan makna sehingga siswa dapat
menggunakan kemampuan dan rasa ingin tahunya dengan leluasa dan tanpa
tekanan. Hal ini sudah selayaknya menjadi konsep atau cara pandang guru dalam
kegiatan belajar mengajar, karena pada hakikatnya belajar matematika tidak
terletak pada penguasaan matematika sebagai ilmu tetapi bagaimana
menggunakan matematika dalam mencapai keberhasilan hidup.
Di antara berbagai kompetensi yang diharapkan muncul sebagai dampak
dari pembelajaran matematika adalah kemampuan penalaran dan komunikasi
matematika yang optimal. Kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk
menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Kemampuan ini
meliputi kemampuan untuk berpikir informal, konjektur, membuat generalisasi
serta menggunakan beragam cara untuk membuktikan. Kemampuan penalaran
merupakan bagian terpenting dalam matematika. Priatna (2003: 9) menyatakan
bahwa melalui kegiatan bernalar dalam matematika, diharapkan siswa dapat
melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan
demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dan
dievaluasi.
Selain kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi matematika dalam
pembelajaran juga penting untuk diperhatikan. Dengan komunikasi matematika,
siswa dapat mengorganisasi dan mengonsolidasi berpikir matematis baik secara
lisan maupun tulisan, di samping renegoisasi respon antar siswa yang terjadi
dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat membawa siswa kepada pemahaman
yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari.
Collins menyatakan bahwa salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam
pembelajaran matematika adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
siswa untuk mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan berkomunikasi
melalui lisan maupun tulisan, modeling, speaking, writing, talking, drawing serta
mempresentasikan apa yang telah dipelajari (Saragih, 2007: 5).
Menyadari pentingnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematika,
perlu diupayakan suatu pembelajaran matematika yang mampu meningkatkan
menekankan pengembangan kemampuan siswa dalam membentuk soal/membuat
pertanyaan (problem posing). Problem posing merupakan salah satu inti kegiatan
matematika sehingga merupakan komponen yang sangat penting dalam kurikulum
matematika sebagaimana yang dinyatakan oleh English (1998: 83): ”It is well
recognized that problem posing is an important component of the mathematics
curriculum and, indeed, lies at the heart of mathematical activity.” Hal senada
juga dikemukakan oleh NCTM (Silver et al, 1996: 293) yang menyatakan:
”...students be given increased oppurtunities for ‘investigating and formulating questions from problem situations’, and refers explicity to problem posing by arguing that students should also have some experience recognizing and formulating their own problems, an activity which is the heart of doing mathematics.”
Rekomendasi tersebut menunjukkan bahwa problem posing merupakan
suatu aktivitas dalam pembelajaran matematika yang dapat mengembangkan
kemampuan matematika siswa, karena dalam pembelajaran problem posing, siswa
baik secara individu maupun kelompok akan mendapat pengalaman langsung
untuk mengajukan masalahnya sendiri.
Dalam kegiatan pembelajaran problem posing, siswa dibimbing untuk
merumuskan atau mengajukan masalah atau pertanyaan berdasarkan situasi yang
diberikan oleh guru. Dalam merumuskan suatu masalah, siswa harus berpikir dan
bernalar, menciptakan dan mengomunikasikan ide-ide matematis, bekerja sama
dan berargumen dalam merumuskan dan menyelesaikan soal dengan temannya,
menggunakan informasi yang tersedia untuk menyelesaikan masalah serta
memikirkan cara yang paling tepat dan masuk akal untuk menyelesaikan masalah
Selain itu, problem posing memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
siswa untuk merekonstruksi pikirannya dalam membentuk soal atau membuat
pertanyaan. Kegiatan ini memungkinkan siswa untuk melakukan kegiatan yang
lebih bermakna sesuai dengan skemata yang dimiliki siswa (Hudoyo, 1988: 5).
Problem posing pada umumnya digunakan pada tiga bentuk kegiatan
kognitif yang bersifat matematis, yaitu: (1) sebelum pemecahan masalah, yang
merupakan suatu pengembangan masalah awal dari suatu situasi yang diberikan;
(2) pada saat pemecahan masalah, yang merupakan tahap perumusan ulang
masalah atau soal agar menjadi mudah untuk diselesaikan; dan (3) setelah
pemecahan masalah, yang merupakan modifikasi tujuan atau kondisi dari masalah
yang sudah dipecahkan untuk merumuskan masalah baru (Silver dan Cai, 1996).
Situasi didefenisikan sebagai: ”Some blockages that must be experienced by the
problem solvers, they do not know at first how to proceed” (Kroll et al., 2001: 1).
Pembelajaran matematika melalui problem posing diharapkan dapat
menjadi pembelajaran yang efektif karena kegiatan problem posing sesuai dengan
pola pikir matematis dalam arti: (1) pengembangan matematika sering terjadi dari
kegiatan problem posing, dan (2) problem posing merupakan salah satu tahap
berpikir matematis (Suryanto, 1998: 6).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematika antara siswa
yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
tinggi?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematika
antara siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang
mengikuti pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang,
dan tinggi?
3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa
yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
tinggi?
4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematika
antara siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang
mengikuti pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang,
dan tinggi?
5. Bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran problem posing?
6. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran problem posing?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi
sekolah dasar melalui pembelajaran problem posing. Secara rinci, tujuan
penelitian ini adalah untuk:
1. Menelaah perbedaan kemampuan penalaran matematika antara siswa yang
mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
tinggi.
2. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematika antara
siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
tinggi.
3. Menelaah perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang
mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
tinggi.
4. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematika antara
siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
tinggi.
5. Memperoleh informasi mengenai aktivitas siswa selama pembelajaran
problem posing.
6. Memperoleh informasi mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran problem
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dalam
pemilihan kegiatan pembelajaran matematika di kelas, khususnya dalam usaha
meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa sekolah
dasar.
E. Definisi Operasional
Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindarkan penafsiran
yang berbeda tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, perlu
dikemukakan beberapa definisi operasional sebagai berikut:
1. Problem posing adalah pengajuan masalah/soal oleh siswa dari suatu situasi
yang diberikan guru yang dilakukan setelah pemecahan masalah. Masalah
dalam penelitian ini adalah soal atau pertanyaan, sedangkan situasi berupa
wacana atau gambar.
2. Kemampuan penalaran matematika merupakan kemampuan siswa
menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis, kemampuan
memberikan penjelasan, kemampuan menarik kesimpulan dan kemampuan
memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran jawaban.
3. Kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan siswa menggunakan
matematika sebagai alat komunikasi (bahasa matematika) dan kemampuan
mengomunikasikan matematika baik secara lisan maupun tulisan.
4. Aktivitas siswa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa selama
berdiskusi antar teman, bertanya kepada guru, mengerjakan tugas yang
diberikan, dan mengomunikasikan hasil kerja.
5. Sikap siswa merupakan salah satu komponen dari aspek afektif yang
merupakan kecenderungan merespon secara positif atau negatif terhadap
pembelajaran matematika, khususnya pembelajaran problem posing.
6. Pembelajaran biasa adalah pembelajaran yang secara rutin dilakukan oleh
kebanyakan guru di sekolah, seperti guru mengawali pembelajaran dengan
membahas soal-soal yang lalu, memberikan konsep yang baru secara
langsung, memberikan contoh soal serta prosedur penyelesaiannya,
memberikan soal-soal rutin untuk latihan, dan diakhiri dengan memberikan
pekerjaan rumah.
F. Hipotesis Penelitian
Untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan di atas, diajukan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematika antara siswa yang
mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
tinggi.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematika antara
siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
3. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang
mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
tinggi.
4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematika antara
siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa ditinjau dari kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan
tinggi.
Untuk kepentingan penelitian ini, keempat hipotesis di atas akan diuji
terlebih dahulu. Selanjutnya, inferensi statistik yang diperoleh dari pengujian
hipotesis akan dianalisis dan dibahas sehingga akan diperoleh informasi yang
lebih rinci.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain kelompok
kontrol pretes-postes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematika, angket sikap siswa,
lembar observasi, jurnal siswa, dan pedoman wawancara.
Penelitian ini dilakukan di Kota Bandung, dengan subjek penelitian adalah
siswa kelas IV SDN di Kota Bandung yang mewakili masing-masing kualifikasi
sekolah rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan kualifikasi sekolah dilakukan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen (experimental
research), yaitu penelitian yang melihat hubungan sebab akibat dimana perlakuan
yang diberikan terhadap variabel bebas dilihat hasilnya pada variabel terikat
(Ruseffendi, 2005: 35). Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian
ini adalah pembelajaran problem posing sedangkan variabel terikat (dependent
variable) adalah kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematika.
Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol
pretes-postes, yaitu adanya pretes dan postes (0) yang berbentuk tes penalaran dan
komunikasi matematika. Kelompok yang satu (kelompok eksperimen)
memperoleh perlakuan pembelajaran problem posing (X) sedangkan kelompok
yang satu lagi (kelompok kontrol) tidak memperoleh perlakuan pembelajaran
problem posing. Kelompok kontrol tidak memperoleh perlakuan khusus. Desain
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
A 0 X 0
A 0 0 (Ruseffendi, 2005: 50)
B. Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri
sekolah ke dalam tiga kategori, yaitu sekolah dengan kualifikasi rendah, sedang,
dan tinggi berdasarkan perolehan nilai rata-rata matematika pada UASBN tahun
2008. Dari setiap kualifikasi dipilih satu atau dua sekolah, yaitu: SDN Pasir Kaliki
96/2 dan SDN Sukarasa 1 yang mewakili sekolah kualifikasi rendah dengan nilai
rata-rata 5,59 dan 5,40; SDN Panorama 1 dan SDN Pajajaran 2 yang mewakili
sekolah kualifikasi sedang dengan nilai rata-rata 6,74 dan 6,26; dan SDN Dr.
Cipto yang mewakili sekolah kualifikasi tinggi dengan nilai rata-rata 8,96 (Dinas
Pendidikan Kota Bandung, 2008).
Dari kelima sekolah tersebut ditentukan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah SDN Pasir Kaliki 96/2 (sekolah
kualifikasi rendah), SDN Panorama 1 (sekolah kualifikasi sedang), dan SDN Dr.
Cipto kelas IV-A (sekolah kualifikasi tinggi). Sedangkan kelompok kontrol adalah
SDN Sukarasa 1 (sekolah kualifikasi rendah), SDN Pajajaran 2 (sekolah
kualifikasi sedang), dan SDN Dr. Cipto kelas IV-B (sekolah kualifikasi tinggi).
C. Instrumen Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu tes
dan non-tes. Instrumen dalam jenis tes adalah tes penalaran dan komunikasi
matematika. Instrumen dalam jenis non-tes terdiri dari lembar observasi kegiatan
siswa dan guru, angket sikap siswa, jurnal siswa, serta pedoman wawancara untuk
1. Tes Penalaran dan Komunikasi Matematika
Tes penalaran dan komunikasi matematika diberikan di awal pembelajaran
(pretes) dan di akhir pembelajaran (postes). Soal yang diujikan pada pretes dan
postes dibuat sedikit berbeda namun tetap setara, yaitu mempunyai kisi-kisi,
jumlah soal, nomor soal, dan tingkat kesukaran yang sama. Hal ini dilakukan
untuk menghindari siswa dapat menyelesaikan soal postes karena telah pernah
menyelesaikan soal tersebut sebelumnya.
Jumlah soal dalam tes penalaran dan komunikasi matematika sebanyak 10
butir. Setiap butir soal disusun dalam bentuk essay (tes uraian) karena
memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat lebih mengeksplor dan
mengemukakan ide-ide matematikanya. Hal ini sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh Petersson, Resnick dan Lubienski (Herman, 2006: 73) bahwa
tes dengan tipe ini cocok untuk mengukur daya matematis siswa.
Tes penalaran dan komunikasi matematika ini dikembangkan oleh peneliti
dari materi bangun ruang (balok dan kubus) dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
• Membuat kisi-kisi tes yang sesuai dengan indikator pembelajaran, indikator
kemampuan penalaran matematika, dan indikator kemampuan komunikasi
matematika yang disesuaikan dengan tingkat kesukaran soal. Kisi-kisi tes
penalaran dan komunikasi matematika dapat dilihat pada Lampiran 3.1.
• Membuat soal berdasarkan kisi-kisi. Soal tes penalaran dan komunikasi
• Menilai validitas muka dan validitas isi (content validity) yang dilakukan oleh
dosen pembimbing dan guru kelas IV SD.
• Memeriksa tingkat keterbacaan soal yang dilakukan oleh mahasiswa S2
Program Studi Pendidikan Dasar, guru SD, dan beberapa orang siswa SD.
• Mengujicobakan tes yang kemudian dilanjutkan dengan menghitung validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.
a. Pedoman penyekoran tes penalaran dan komunikasi
Untuk memperoleh data yang objektif dari tes penalaran dan komunikasi
matematika, maka ditentukan pedoman penyekoran yang proporsional untuk
setiap butir soal. Dalam penelitian ini, penyekoran menggunakan rubrik yang
dibedakan untuk masing-masing kemampuan.
Pedoman penyekoran untuk mengukur kemampuan penalaran matematika
diadaptasi dari Carroll (1999) yang disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Pedoman Penyekoran Tes Penalaran Matematika
Skor Indikator
0
• Tidak ada jawaban, atau
• Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan, atau
• Tidak ada jawaban yang benar
1
• Hanya sebagian penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan
• Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal
• Menarik kesimpulan logis dengan benar
2
• Hampir semua penjelasan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan
• Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal
• Menarik kesimpulan logis dengan benar
3
• Semua penjelasan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan
• Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal
Sedangkan pedoman penyekoran untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematika diadapatasi dari Cai, Lane, & Jacabcsin (1996) yang
disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Pedoman Penyekoran Tes Komunikasi Matematika
Skor Menulis Menggambar
0
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan bukan memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa
1
Hanya sedikit penjelasan mengenai konsep, ide, atau situasi dari suatu gambar yang dituliskan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat matematik yang benar
Hanya sedikit gambar, diagram, atau tabel yang benar
2
Penjelasan mengenai konsep, ide, atau situasi dari suatu gambar yang dituliskan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat matematik masuk akal, namun hanya sebagian yang benar
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar
3
Penjelasan mengenai konsep, ide, atau situasi dari suatu gambar yang dituliskan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat matematik masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar
4
Penjelasan mengenai konsep, ide, atau situasi dari suatu gambar yang dituliskan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat matematik masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis
-
Skor maksimal adalah 4 Skor maksimal adalah 3
b. Analisis uji coba tes penalaran dan komunikasi matematika
Sebelum pretes dilakukan, instrumen terlebih dahulu diujicobakan kepada
sekelompok siswa kelas V SD yang telah mempelajari materi bangun ruang (balok
dan kubus). Uji coba dilakukan pada satu sekolah yang mewakili sekolah
kualifikasi sedang, yaitu SDN Pajajaran 1 Bandung. Jumlah siswa yang mengikuti
1). Validitas
Pengujian validitas dimaksudkan untuk melihat tingkat keandalan atau
kesahihan (ketepatan) suatu alat ukur. Suatu instrumen dikatakan valid jika dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono dalam Akdon, 2008: 143).
Pengujian validitas dilakukan dengan analisis faktor, yaitu mengkorelasikan
antara skor butir soal dengan skor total dengan menggunakan rumus Pearson
Product Moment.
Dengan bantuan program ANATES Versi 4.0.5. dapat diperoleh secara
langsung koefisien korelasi setiap butir soal. Setelah diketahui koefisien korelasi
(rXY), maka langkah selanjutnya adalah mengonsultasikannya dengan nilai r
product moment table pada interval kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan
2
n− . Setiap butir soal dikatakan valid jika nilai rXY lebih besar daripada nilai
rtabel (Muhidin dan Abdurahman, 2007: 35-36). Hasil analisis validitas tes
penalaran dan komunikasi matematika disajikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3
Analisis Validitas Tes Penalaran dan Komunikasi Matematika
Nomor Soal rXY rtabel Keterangan
1 0,508 0,381 Valid
2 0,490 0,381 Valid
3 0,675 0,381 Valid
4 0,724 0,381 Valid
5 0,622 0,381 Valid
6 0,573 0,381 Valid
7 0,576 0,381 Valid
8 0,531 0,381 Valid
9 0,645 0,381 Valid
Dari Tabel 3.3 dapat disimpulkan bahwa walaupun koefisien korelasi
(rXY) berbeda namun tetap lebih besar jika dibandingkan dengan nilai rtabel.
Dengan demikian, semua butir soal dalam tes penalaran dan komunikasi
matematika adalah valid.
2). Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengukur ketetapan instrumen atau
ketetapan siswa dalam menjawab alat evaluasi tersebut. Suatu alat evaluasi
(instrumen) dikatakan baik bila reliabilitasnya tinggi. Untuk mengetahui apakah
suatu tes memiliki reliabilitas tinggi, sedang atau rendah dapat dilihat dari nilai
koefisien reliabilitasnya.
Dengan bantuan program ANATES Versi 4.0.5. diperoleh koefisien
reliabilitas tes sebesar 0,75 yang berarti bahwa tes penalaran dan komunikasi
matematika mempunyai reliabilitas yang tinggi.
3). Daya pembeda
Perhitungan daya pembeda dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
suatu alat evaluasi (tes) dapat membedakan antara siswa yang berada pada
kelompok atas (kemampuan tinggi) dan siswa yang berada pada kelompok bawah
(kemampuan rendah).
Dengan bantuan program ANATES Versi 4.0.5. diperoleh persentase daya
Tabel 3.4
Analisis Daya Pembeda Tes Penalaran dan Komunikasi Matematika
Nomor Soal
Daya Pembeda (%)
Interpretasi Daya Pembeda
1 42,86 Baik
2 42,86 Baik
3 61,90 Sangat baik
4 52,38 Sangat baik
5 42,86 Baik
6 30,95 Baik
7 40,48 Baik
8 54,76 Sangat baik
9 32,65 Baik
10 32,65 Baik
Dari Tabel 3.4 dapat disimpulkan bahwa dari sepuluh soal yang terdapat
pada tes penalaran dan komunikasi matematika, tiga di antaranya mempunyai
daya pembeda yang sangat baik sedangkan yang lainnya mempunyai daya
pembeda yang baik.
4). Tingkat kesukaran
Tingkat kesukaran soal diperoleh dengan menghitung persentase siswa
dalam menjawab butir soal dengan benar. Semakin kecil persentase menunjukkan
bahwa butir soal semakin sukar dan semakin besar persentase menunjukkan
bahwa butir soal semakin mudah.
Dengan bantuan program ANATES Versi 4.0.5. diperoleh indeks tingkat
kesukaran untuk tes penalaran dan komunikasi matematika yang disajikan pada
Tabel 3.5
Analisis Tingkat Kesukaran Tes Penalaran dan Komunikasi Matematika
Nomor Soal
Tingkat Kesukaran
(%)
Interpretasi Tingkat Kesukaran
1 50,00 Sedang
2 50,00 Sedang
3 54,76 Sedang
4 64,29 Sedang
5 33,67 Sedang
6 27,38 Sukar
7 46,43 Sedang
8 41,67 Sedang
9 34,69 Sedang
10 36,73 Sedang
Dari Tabel 3.5 dapat disimpulkan bahwa walaupun persentase tingkat
kesukaran tiap butir soal berbeda namun memiliki interpretasi yang sama yaitu
kategori soal sedang kecuali soal nomor 6 yang merupakan kategori soal sukar.
Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat
kesukaran maka tes penalaran dan komunikasi matematika yang telah
diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen pada penelitian ini. Hasil analisis
uji instrumen yang diperoleh dari program ANATES Versi 4.0.5 serta klasifikasi
interpretasi reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran secara lengkap
disajikan pada Lampiran 3.3.
2. Lembar Observasi Kegiatan Siswa dan Guru
Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati dan
menelaah aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran. Lembar observasi
menulis (writing activity) dan melakukan (doing activity). Lembar observasi
aktivitas guru terdiri dari item-item yang memuat aktivitas guru sebagai motivator
dan fasilitator bagi siswa dalam pembelajaran.
Lembar observasi ini hanya digunakan pada kelas eksperimen karena
indikator pengamatan yang dikembangkan adalah untuk memonitor pelaksanaan
pembelajaran problem posing. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh siswa dan
guru dicatat dalam lembar observasi selama berlangsungnya pembelajaran.
Lembar observasi aktivitas siswa dan guru disajikan pada Lampiran 3.4 dan
Lampiran 3.5.
3. Angket Sikap Siswa
Sikap merupakan salah satu komponen afektif yang merupakan
kecenderungan seseorang merespon secara positif atau negatif terhadap suatu
objek, situasi, konsep, atau kelompok individu.
Angket sikap siswa digunakan untuk mengetahui motivasi dan sikap siswa
terhadap pembelajaran matematika, khususnya pembelajaran problem posing.
Angket sikap siswa memuat pernyataan-pernyataan yang menyangkut segala
perasaan, sikap, minat dan pandangan siswa terhadap pembelajaran matematika.
Dalam angket sikap siswa, terdapat 25 butir pernyataan yang memiliki
empat pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS). Pernyataan-pernyataan tersebut meliputi pernyataan yang
bersifat positif dan pernyataan yang bersifat negatif. Kisi-kisi dan angket sikap
Angket sikap siswa diberikan kepada ketiga kelas eksperimen setelah
pelaksanaan postes. Dari pilihan jawaban siswa, dilakukan penyekoran yang
mengacu kepada skala Likert. Selanjutnya dihitung rerata skor sikap yang
kemudian dibandingkan dengan rerata skor netral.
4. Jurnal Siswa
Pemberian jurnal siswa bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai
perasaan dan tanggapan siswa selama pembelajaran yang dialaminya pada saat itu.
Jurnal siswa diberikan pada setiap akhir pembelajaran kepada siswa yang berada
dalam kelas eksperimen.
Jurnal siswa dianalisis dengan mengelompokkan kesan dan komentar
siswa ke dalam kelompok komentar positif, negatif, biasa saja, atau tidak ada
komentar sama sekali. Format jurnal siswa disajikan pada Lampiran 3.8.
5. Wawancara
Wawancara dilakukan pada akhir penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan informasi secara lisan dari siswa dan guru terhadap pembelajaran
problem posing yang telah dilaksanakan. Pedoman wawancara dengan siswa dan
guru disajikan pada Lampiran 3.9 dan Lampiran 3.10.
6. Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan kumpulan dari berbagai aktivitas, kejadian
tercantum dalam lembar observasi. Isi dari catatan lapangan ini berupa laporan
kejadian berbentuk essay yang meliputi: kejadian-kejadian luar biasa atau unik
yang dilakukan siswa, sebab dan alasan siswa melakukan suatu aktitivas,
kesulitan-kesulitan siswa dalam pembelajaran, analisis soal, dampak-dampak
pembelajaran yang tidak diharapkan, serta berbagai hal di luar rencana yang
secara kebetulan terjadi dalam kelas.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil tes penalaran dan komunikasi matematika,
hasil observasi aktivitas siswa dan guru, hasil angket sikap siswa, serta jurnal
siswa. Sedangkan data kualitatif berupa hasil wawancara dan pengamatan yang
dilakukan selama pembelajaran.
E. Teknik Pengolahan Data Hasil Tes
Data yang diperoleh dari hasil tes (pretes dan postes) diolah dengan
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Memberi skor sesuai dengan pedoman penyekoran.
b. Menghitung peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika
dengan menggunakan rumus:
pre maks
pre post
S S
S S g
− −
Keterangan: Spost adalah skor postes
pre
S adalah skor pretes
maks
S adalah skor maksimum
c. Menghitung rerata skor pretes, postes, dan gain ternormalisasi.
d. Menghitung simpangan baku.
e. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui distribusi data
f. Melakukan uji homogenitas untuk mengetahui tingkat kehomogenan data atau
untuk mengetahui apakah variansi data sama atau tidak.
g. Menguji perbedaan rerata dengan menggunakan ANOVA dua jalur.
F. Kegiatan Pembelajaran
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok pembelajaran. Kelompok
pertama (eksperimen) mendapatkan pembelajaran problem posing. Sedangkan
kelompok kedua (kontrol) mendapatkan pembelajaran biasa. Namun demikian,
pembelajaran pada dua kelompok tetap mengacu kepada silabus yang telah
disepakati antara peneliti dan guru yang mengajar pada dua kelompok tersebut.
Kegiatan pembelajaran pada kelompok kontrol dilakukan seperti biasanya,
yaitu guru mengawali pembelajaran dengan membahas soal-soal sebelumnya,
kemudian memberikan penjelasan konsep yang baru secara informatif yang
dilanjutkan dengan memberikan contoh soal dan diakhiri dengan memberikan soal
Sedangkan kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen
selengkapnya dapat dilihat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
terdapat pada Lampiran 3.11.
G. Bahan Ajar
Untuk menunjang pembelajaran dalam penelitian ini, digunakan bahan ajar
yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Bahan ajar didesain agar
kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa dapat berkembang
dengan baik. Bahan ajar dalam penelitian ini berupa lembar aktivitas siswa dan
lembar problem posing.
Lembar aktivitas siswa berisikan konsep matematika, dalam hal ini
sifat-sifat balok, sifat-sifat-sifat-sifat kubus, jaring-jaring balok, dan jaring-jaring kubus. Konsep
matematika tersebut akan dapat ditemukan oleh siswa melalui penarikan
kesimpulan dari beberapa tugas yang terdapat dalam lembar aktivitas siswa.
Sedangkan lembar problem posing berisikan satu situasi yang
berhubungan dengan materi yang dipelajari pada saat itu. Dari situasi tersebut,
siswa diminta untuk merumuskan sejumlah pertanyaan dan menyelesaikan salah
satu dari pertanyaan yang telah dibuatnya. Kedua bahan ajar ini hanya diberikan
kepada kelompok eksperimen pada setiap pertemuan. Secara keseluruhan, jumlah
pertemuan dalam penelitian ini adalah sebanyak enam kali yang disesuaikan
dengan jadwal mata pelajaran matematika pada kelas yang bersangkutan. Secara
H. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Melakukan studi kepustakaan tentang pembelajaran matematika di sekolah
dasar.
2) Melakukan observasi/studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru
sekolah dasar atau guru yang mengajar matematika untuk memperoleh
informasi mengenai proses belajar mengajar, hasil belajar siswa, serta
permasalahan yang ditemui dalam pembelajaran.
3) Menyusun proposal penelitian.
4) Menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian.
5) Melakukan uji coba instrumen.
6) Menentukan subjek penelitian.
7) Memperkenalkan pembelajaran problem posing, berdiskusi, memberikan
pelatihan dan simulasi kepada guru yang mengajar di kelas eksperimen.
8) Memberikan pretes kepada kedua kelompok penelitian, kemudian menentukan
rerata dan simpangan baku dari masing-masing kelompok untuk mengetahui
kesamaan kemampuan kedua kelompok terhadap konsep matematika.
9) Mengusahakan agar kondisi kedua kelompok tetap sama, kecuali pada
pemberian perlakuan. Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen
adalah pembelajaran problem posing sedangkan pada kelompok kontrol
10) Memberikan postes kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan
penalaran dan komunikasi matematika setelah mendapat perlakuan yang
berbeda.
11) Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian untuk mengetahui
perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika
antara siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang
mengikuti pembelajaran biasa.
12) Melakukan analisis data observasi, angket, jurnal siswa dan hasil wawancara.
Secara skematis, prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1
Skema Prosedur Penelitian
Penyusunan rancangan pembelajaran biasa
Pelaksanaan pembelajaran biasa Studi pendahuluan
Penyusunan rancangan pembelajaran problem posing
Penyusunan, uji coba, revisi, dan pengesahan instrumen
Penentuan subjek
Pretes
Pelaksanaan pembelajaran problem posing
Postes
Analisis Data
[image:33.595.115.519.150.629.2]BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
pada bab IV, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematika antara siswa yang
mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang yang mengikuti
pembelajaran biasa. Lebih jauh lagi, kemampuan penalaran matematika siswa
yang mengikuti pembelajaran problem posing lebih baik daripada siswa yang
mengikuti pembelajaran biasa.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematika antara
siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang yang
mengikuti pembelajaran biasa. Lebih jauh lagi, peningkatan kemampuan
penalaran matematika siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing
lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa.
3. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang
mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang yang mengikuti
pembelajaran biasa. Lebih jauh lagi, kemampuan komunikasi matematika
siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing lebih baik daripada siswa
4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematika antara
siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing dan siswa yang yang
mengikuti pembelajaran biasa. Lebih jauh lagi, peningkatan kemampuan
komunikasi matematika siswa yang mengikuti pembelajaran problem posing
lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa.
5. Dalam pembelajaran problem posing, siswa terlibat secara aktif dalam
menemukan sendiri konsep matematika yang akan dipelajarinya,
mengemukakan ide-ide matematika dalam berdiskusi dengan teman dan guru
dalam merumuskan pertanyaan, serta menyelesaikan masalahnya sendiri.
6. Pembelajaran problem posing memberikan dampak terhadap pembentukan
sikap siswa yang positif terhadap pembelajaran matematika. Siswa juga
terlihat aktif dan bersemangat dalam pembelajaran, bersungguh-sungguh
dalam mengerjakan tugas yang diberikan, serta mempunyai rasa tanggung
jawab dan keinginan yang kuat agar diri dan kelompoknya berhasil dengan
baik.
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan yang diperoleh dari penelitian ini, dapat dikemukakan
rekomendasi sebagai berikut.
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran problem posing lebih baik
dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika
dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Salah satu faktor yang
posing lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran biasa adalah
disebabkan siswa terstimulus secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa
tidak merasa tertekan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru,
siswa juga termotivasi untuk mengajukan pertanyaan berdasarkan kemampuan
dan kebutuhannya tanpa tekanan dari guru, serta siswa juga tidak merasa
cemas dengan keharusan menyelesaikan semua pertanyaan yang diajukannya.
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Ellerton (1996) yang melaporkan
bahwa pembelajaran dengan problem posing dapat memacu siswa terlibat
secara aktif dalam belajar. Oleh karena itu, pembelajaran problem posing
berpotensi untuk dapat diterapkan di sekolah dasar dalam upaya meningkatkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematika.
2. Pembelajaran problem posing merupakan pembelajaran yang memusatkan
perhatian kepada siswa (student centered) yang menuntut siswa terlibat aktif
dalam pembelajaran. Keaktifan siswa dalam pembelajaran problem posing
akan dapat menciptakan pembelajaran yang efektif. Hal ini sesuai dengan
yang disampaikan oleh Slameto (2003) bahwa pembelajaran efektif adalah
pembelajaran yang mampu membawa siswa ke dalam suatu aktivitas mencari,
menemukan, melihat pokok masalah, dan mampu memecahkannya. Oleh
karena itu, guru harus berupaya meninggalkan tradisi mengajar dan
menggantinya dengan membelajarkan siswa melalui problem posing. Upaya
guru ini harus didukung oleh banyak pihak seperti orang tua, sekolah, dan
3. Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematika lebih baik pada sekolah kualifikasi sedang, karena
pada umumnya siswa yang berada pada sekolah kualifikasi sedang lebih
mudah menyesuaikan diri terhadap hal-hal yang baru. Hal ini mendukung
temuan Hamzah (2003) yang menyatakan bahwa pembelajaran problem
posing dapat mengurangi beban psikologis siswa. Karena jumlah sekolah
kualifikasi sedang lebih banyak terdapat di Indonesia, maka pembelajaran
problem posing dapat diterapkan hampir di seluruh sekolah dasar di Indonesia.
4. Penelitian ini hanya mengungkap sebagian kecil peranan pembelajaran
problem posing terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi
matematika. Untuk penelitian lebih lanjut, dapat ditelaah mengenai peranan
DAFTAR PUSTAKA
Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.
Alamsyah. (2000). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematik. Tesis Magister pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Alim, J. A. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa Sekolah Dasar. Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Asikin, M. (2001). “Komunikasi Matematik dalam Realistic Mathematics Education”. Makalah pada Seminar Nasional RME.
Brown, S.I. dan Walter, M.I. (1990). The Art of Problem Posing (second edition). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
______. (1993). Problem Posing: Reflection and Applications. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Cai, J., Lane, S., dan Jakabcsin, M. S. (1996). “The Role of Open-Ended Tasks and Holistic Scoring Rubrics: Assessing Students’ Mathematical Reasoning and Communication”, dalam Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.
Carroll, W. M. (1999). “Using Short Questions to Develop and Assess Reasoning”, dalam Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12. Virginia: NCTM.
Darhim. (2004). Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika. Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
Hamzah. (2003). Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Bandung Melalui Pendekatan Pengajuan Masalah. Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Hudoyo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Kadir. (2000). Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Posing Matematika pada Siswa Madrasah Aliyah. Tesis Magister pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Koseki, K. (1999). ”Mathematics Education in Japan”. Makalah pada Seminar Peningkatan Kualitas Pendidikan MIPA. Bandung.
Kroll, D.L., Masingila, J.O. dan Mau, S.T. (2001). Cooperative Problem Solving:
What About Grading? [Online]. Tersedia:
http://enc.org/profesional/research/journal/math/document.shtm?input=EN C-002228-2228.
Kusumah, Y.S. (2008). “Konsep Pengembangan dan Implementasi Computer-Based Learning dalam Meningkatkan Kemampuan High Order Mathematical Thinking”. Pidato pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Pendidikan Matematika pada FPMIPA UPI, Bandung.
Muhidin, S. A. dan Abdurahman, M. (2007). Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian (Dilengkapi Aplikasi Program SPSS). Bandung: Pustaka Setia.
Mulyadiana, S.T. (2000). Kemampuan Berkomunikasi Siswa Madrasah Aliyah Melalui Pembelajaran Kooperatif pada Konsep Sistem Reproduksi Manusia. Tesis Magister pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Nasution, S. (1984). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar (edisi pertama). Jakarta: Bina Aksara.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Virginia: Reston.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Pugalee, D.K. (1999). “Constructing A Model of Mathematical Literacy”. The Clearing House. 73, (1), 19-22.
Riedesel, C.A., et al. (1996). Teaching Elementary School Mathematics. MA: A Simon and Schuster Company.
Ruseffendi, E. T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Tarsito.
______. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
______. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sabandar, J. (2001). “Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalam Realistic Mathematics Education”. Makalah pada Seminar Realitics Mathematics Education, Bandung.
______. (2008). “Pembelajaran Matematika Sekolah dan Permasalahan Ketuntasan Belajar Matematika”. Pidato pada Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Matematika pada FPMIPA UPI, Bandung.
Sanjaya, W. (2007). Buku Materi Pokok: Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: SPs UPI.
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa SMP melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Silver, E.A., et al. (1996). “Posing Mathematical Problems: An Exploratory Study”. Journal for Research in Mathematics Education. 27, (3), 293-309.
Stoyanova, E. dan Ellerton, N.F. (1996). “A Framework for Research into Students Problem Posing in Schools Mathematics”, dalam Technology in Mathematics Education. Melbourne: Mathematics Education Research Group of Australia.
Subiyanto. (1988). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud
Suharta, I.G.P. (2000). “Pengembangan Strategi Problem Posing dalam Pembelajaran Kalkulus untuk Memperbaiki Kesalahan Konsepsi”. Matematika. 6, (2), 91-99.
Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.
Suherman, E. dan Purniati, T. (2008). Modul Petunjuk Praktikum Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.
Sumarmo, U. (2003). “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika”. Makalah pada Pelatihan Nasional Training of Trainer bagi Guru Bahasa Indonesia dan Matematika SLTP, Bandung.
Suparno, P. (1996). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta: Kanisius.
Suryanto. (1998). ”Pembentukan Soal dalam Pembelajaran Matematika”. Makalah pada Seminar Nasional Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era Globalisasi, Malang.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.
Uyanto, S.S. (2006). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta. Graha Ilmu.
White, P. dan Mitchelmore, M. (1996). “Conceptual Knowledge in Introductory Calculus”. Journal for Research in Mathematics Education. 27, (1), 79-95.