• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH X DI KOTA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH X DI KOTA BANDUNG."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH X

DI KOTA BANDUNG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Study Pendidikan Kebutuhan Khusus

Oleh:

Cucu Laelasari

1104496

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Oleh

Cucu Laelasari

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Magister Pendidikan Program Study Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Cucu Laelasari 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

1104496

Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

Sekolah X di Kota Bandung

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Iim Wasliman, M. Pd. M. Si. NIP. 194701121967051001

Pembimbing II,

Juang Sunanto, M. A. Ph. D. Nip. 196105151987031002

Diketahui

Ketua Program Study Pendidikan Kebutuhan Khusus Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

“Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah X

di Kota Bandung”. Penelitian ini tentang manajemen sekolah dalam

menyelenggarakan pendidikan inklusif yang mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengontrolan pada komponen-komponen manajemen sekolah: kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana prasarana, dan hubungan sekolah dan masyarakat, dengan tujuan untuk menggali, menghimpun, dan menganalisis informasi empirik penyelenggaraan pendidikan inklusif sekolah X. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara terhadap beberapa sumber data terkait dengan garapan manajemen, observasi semi terstruktur, dan triangulasi. Data dianalisis melalui tahapan reduksi, data disajikan proses verifikasi penarikan penarikan kesimpulan awal. Dari data yang ditemukan dan dianalisis, menghasilkan gambaran bahwa sekolah X sudah menjalankan manajemen pendidikan inklusif mulai dari perencanaan, mengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan terhadap komponen-komponen manajemen sekolah, namun ada beberapa hal yang belum dilaksanakan secara optimal, kurikulum direncanakan di awal tahun berdasarkan asesmen namun pada proses pembelajaran masih terkesan terpisah antara siswa reguler dan siswa ABK, belum menerima siswa dengan berbagai jenis ABK, tenaga pendidik belum 100% memenuhi kualifikasi akademik, belum seluruh guru mengajar sesuai dengan pendidikan yang diampunya, sudah memiliki tenaga khusus yang tergabung dalam tim TSI, sarana prasarana sekolah dipenuhi oleh yayasan dengan mempertimbangkan kebutuhan sekolah, asesibilitas ABK belum sepenuhnya terpenuhi, pembiayaan sepenuhnya oleh yayasan, sekolah hanya merencanakan dan melaporkan yang dipenuhi oleh yayasan. Sekolah sudah menjalin hunbungan dengan pihak lain. Rekomendasi untuk sekolah penyelenggara inklusi, kurikulum yang dimodifikasi dapat dilaksanakan dengan melibatkan ABK dalam pembelajaran, siswa ABK jenis apa pun bisa diterima dengan diimbangi tenaga khusus yang sesuai kulaifikasi akademik, dan kompetensi pendidik, sarana prasarana memberi asesibilitas bagi ABK, anggaran dirumuskan dalam RKAS/RKS, hubungan (net working) dengan pihak lain agar dijalin, dibina dan diperluas.

(5)

CUCU LAELASARI: “The Management of Implementation of Inclusive Education at School X in Bandung City.” This research concerning school management in inclusive education that

includes the functions of planning, organizing, directing and controlling on the components of management: curriculum, educators and educator assistance, student affairs, finance, infrastructure, and school community and society, with the aim to explore, to collect and to analyze empirical information dealing with inclusive education at school X. the research was conducted using a descriptive method with qualitative approach to data collection techniques interviewing multiple data resources associated with the claim management, semi-structured observation, and triangulation. Data were analyzed through the stage of reduction, the data presented withdrawal verification process of early conclusion. The data found were analyzed, generating an illustration that school X is running inclusive education management from planning, organizing, directing and controlling of the school management, but there are some things that have not been implemented optimally, the curriculum is planned in the beginning of the year based on assessment but the learning process is still impressed separate between regular students and students with special needs, not accept students with various types of students with special needs, the educators are not 100% in line with academic qualifications, not all teachers teach in accordance with their disciplines, the school has special teachers that has joined with TSI team, school infrastructure met by taking into consideration the of student with special needs are not fulfill thoroughly, financing entirely by foundations, the school only plan and report that has fulfilled by foundation. The school has a good relationship with others. Recommendation for school organizer of inclusion, the modification of curriculum can be carried out with students with special needs in teaching and learning, all types of handicap students can be accepted, it is supported by special teachers that in line with academic qualification and educators competencies, infrastructure gives the easiness for students with special needs, the budget is formulated in RKAS/RKS, the relationship (net working) with others should be forged, nurtured and expanded.

(6)

ABSTRAK ...

BAB II LANDASAN TEORI MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

A. Manajemen Pendidikan 1.

2. 3.

Pengertian Manajemen ... Fungsi Manajemen ... Garapan Manajemen Sekolah ...

21

Pengertian Pendidikan Inklusi ... Landasan Pendidikan Inklusif ... Prinsip-prinsip Pendidikan Inklusif ... Karakteristik Pendidikan Inklusif ... Tujuan Pendidikan Inklusif ...

46

1. Manajemen Kurikulum Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………... 2. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ……… 3. Manajemen Kesiswaan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………... 4. Manajemen Keuangan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………... 5. Manajemen Sarana Prasarana Sekolah Penyelenggara

Pendidikan Inklusif ……… 6. Manajemen Hubungan Masyarakat Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………

BAB III METODE PENELITIAN

A. B. C.

Lokasi dan Subyek Penelitian………... Metode Penelitian... Instrumen Penelitian ...

(7)

BAB IV HASIL METODE DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 95 B. Pembahasan ... 125

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ... 144 B. Rekomendasi ... 149

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Paradigma terhadap pendidikan anak berkebutuhan khusus kian

hari kian berubah dan mengalami perkembangan yang

menggembirakan, perubahan ini ditunjukkan terutama dengan sikap

yang positif baik dari pemerintah, sekolah, orang tua, siswa bukan

berkebutuhan khusus, serta masyarakat luas. Hal ini ditunjukkan

pemerintah dengan mengupayakan berbagai kebijakan dalam

penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, serta

penerimaan oleh sekolah dan masyarakat sehingga anak berkebutuhan

khusus memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan

pendidikan yang layak sesuai kebutuhan dan potensinya.

Perubahan dari pendidikan segresi, integrasi hingga pendidikan

inklusif merupakan bentuk kepedulian pemerintah dan masyarakat

dalam mencerdaskan bangsa. Pendidikan inklusif merupakan solusi

sekaligus pembaharuan pendidikan yang cukup strategis dalam upaya

mencerdaskan bangsa, pendidikan inklusif membantu mengentaskan

program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah,

menekan angka tidak naik dan tidak lulus, lebih-lebih pendidikan

inklusif sebagai pelopor penghapusan diskriminasi terhadap perbedaan

(9)

sekolah ramah. Pendidikan inklusif memungkinkan anak dapat belajar

di tempat yang dekat dengan lingkungan di mana mereka berada, anak

dapat belajar bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya

sehingga saling mengisi dan memberi arti, semua anak dapat

terakomodasi tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual,

emosional, sosial, maupun kondisi lainnya, kebutuhan belajar anak

dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan inklusif

adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin mengakomodasi

semua anak didik termasuk anak yang berkebutuhan khusus di sekolah

atau lembaga pendidikan atau tempat lain (diutamakan yang terdekat

dengan tempat tinggal anak didik) bersama teman-teman sebayanya

dengan memperhatikan perbedaannya. (Tim Pendidikan Inklusif Jawa

Barat, 2003 4)

Pendidikan inklusif juga sebagai implementasi pemerataan hak

warga negara atas perolehan pendidikan dan pengajaran yang layak

Sebagaimana yang tertuang dalam UUD RI Tahun 1945 dengan jelas

dan tegas menjamin bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak

memperoleh pendidikan, kemudian UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, dipertegas juga dengan Peraturan

Mendiknas No. 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi

Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi

(10)

Banyak sekolah yang sudah menyelenggarakan pendidikan

inkusif baik yang ditunjuk oleh pemerintah maupun dengan

mengajukan sendiri. Dalam penyelenggaraannya, sekolah mengacu

pada standar sekolah umum yang dikeluarkan oleh pemerintah di

mulai dari standar kelulusan, standar isi, standar proses, standar

pengelolaan, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar sarana

prasarana, standar pembiayaan, maupun standar penialaian, ditambah

dengan pedoman-pedoman khusus penyelenggaraan pendidikan

inklusif, namun dalam penyelenggaraannya masih dapat menemui

kendala-kendala di lapangan.

Pasal 1 Peraturan Menteri No. 70 Tahun 2009 berbunyi:

“Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang

memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki

kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa

untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan

pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada

umumnya.”

Bunyi pasal di atas sering diartikan mengikut sertakan siswa

dengan berkebutuhan khusus (kelainan) belajar bersama-sama siswa

bukan kebutuhan khusus dalam sekolah reguler, pendidikan inklusif

dipersepsikan sama dengan integrasi, sehingga anak yang

menyesuiakan dengan sistem sekolah pada akhirnya anak

(11)

di sekolah tersebut, tanpa mendapat pelayanan yang khusus sesuai

kebutuhannya.

Akibat dari pemahaman seperti yang diuraikan di atas

timbullah permasalahan-permasalahan berkaitan dengan implementasi

penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah karena dipengaruhi

berbagai faktor, baik faktor kebijakan, politik maupun sosial budaya.

Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya ditemukan

permasalahan-permasalahan itu di antaranya: Ada kekhawatiran

sekolah (kepala sekolah dan guru) apabila menerima ABK akan

menurunkan reputasi sekolah mereka, tidak semua warga sekolah

memiliki sikap positif terhadap anak-anak berkebutuhan khusus

sehingga anak-anak berkebutuhan sering menjadi bahan olok-olok

teman-teman lainnya, bahkan gurunya sendiri, sehingga terjadi

bullying, masih ada sekolah yang masih pilih-pilih siswa dalam

menerima siswa terutama siswa dengan kebutuhan khusus, masih ada

juga sekolah inklusi yang belum menyediakan tenaga khusus di

sekolah untuk menangani ABK sehingga siswa ABK harus mengikuti

kurikulum yang digunakan untuk anak reguler pada umumnya,

pembinaan terhadap tenaga pendidik dan kependidikan belum

mengarah pada pendidikan inklusif, kalau pun ada jumlahnya sangat

terbatas, guru belum menyusun program pembelajaran individual

berdasarkan identifikasi dan asesmen, selain itu belum jelasnya sistem

(12)

ABK, pelaksanaan pembelajaran yang belum menggunakan dan

memanfaatkan media, metode, dan lingkungan sebagai sumber belajar

yang variatif untuk memenuhi perbedaan dan kebutuhan siswa yang

berbeda-beda, guru belum melakukan koordinasi dan belum

membentuk team teaching dalam proses pembelajaran, sekolah belum

berkolaborasi dengan pihak lain atau tenaga ahli khusus dalam

menangani anak berkebutuhan khusus yang berfungsi juga sebagai

media konsultasi, advokasi, dan pengembangan SDM sekolah, sarasa

prasarana atau fasilitas sekolah belum mengakomodir seluruh siswa

dengan keberagaman siswa yang ada di sekolah sehingga asesibilitas

kurang mendukung keberhasilan pembelajaran, perencanaan dan

pengaturan pembiayaan sekolah yang belum berani memberi peluang

dan anggaran lebih pada pemenuhan kebutuhan pendidikan inklusif,

hubungan sekolah dengan pihak-pihak lain belum seluruhnya dijalin

oleh sekolah terutama berkaitan dengan pendidikan inklusif, padahal

hal ini sangat penting untuk bersama-sama meningkatkan pendidikan

dan sosialisasi penerimaan ABK di masyarakat, hubungan yang bisa

dijalin dengan pemerintah, orang tua, atau dokter, psikolog, dan

pihak-pihak lain yang dapat bertanggung jawab terhadap pendidkan dan

perkembangan anak berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara

pendidikan inklusif.

Permasalahan-permasalahan yang muncul seperti yang

(13)

permasalahan-permasalahan sekolah dalam mengelola komponen manajemen sekolah

dalam pengelolaan kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan,

kesiswaan, sarana prasarana, pembiayaan, dan hubungan sekolah

dengan masyarakat. Permasalahan itu timbul akibat sekolah belum

optimal dalam mengatur atau mengelola komponen-komponen tadi,

sekolah belum merencanakan dengan matang apa, siapa, kapan, di

mana, berapa, dan bagaimana setiap komponen itu dijalankan.

Misalnya dalam mengelola kesiswaan, berapa siswa yang mau

diterima, kriteria penerimaannya seperti apa, bagaimana

penempatannya, siapa pengajar dan tenaga-tenaga lain yang ikut serta

dalam mengajar, membimbing dan membina siswa, apa saja kegiatan

yang akan diikuti siswa, kapan mereka belajar, kapan mereka

mendapat bimbingan, bagaimana bimbingan konselingnya, fasilitas

apa saja yang dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan belajar

mereka, bagaimana penilaiannya, bagaimana pelaksanaannya, dan

sebagainya. Begitu juga dengan komponen-komponen lainnya. Hal ini

perlu dijalankan sekolah sesuai dengan fungsi manajemen sekolah

yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

pengawasan karena segala sesuatu akan direncanakan sebelum

dilaksanakan agar dapat mencapai tujuan, diorganisasikan tentang apa,

siapa, kapan, dan bagaimana tujuan itu dapat dicapai, diarahkan oleh

(14)

keberhasilannya akan diawasi atau dikontrol sehingga meminimalisir

penyimpangan.

Permasalahana-permasalahan di atas berkaitan dengan

bagaiamana sekolah penyelenggara pendidikan inklusif memenej atau

mengatur kurikulum sekolah pendidikan inklusif, pengaturan tenaga

pendidik dan kependidikannya, pengaturan kesiswaan mulai dari

penerimaan siswa, penempatan, dan aktivitas siswa, pengaturan sarana

prasarana yang menunjang pendidkan inklusif mulai dari merencanaka

fasilitas apa yang dibutuhkan oleh sekolah, hingga pada pencatatan dan

pelaporannya, perencanaan keuangan, penggunaan keuangan, dan

pengawasannya, serta bagaimana sekolah menjalin hubungan dengan

masyarakat dalam menunjang pendidikan unklusif.

Stakes dan Hornby dalam Weishaar dan Borsa (2001:15)

mengutip tujuh isu yang menjadi factor pengontrol kemajuan

pendidikan inklusif, factor yang ketujuh “The last factor deals with

management. Management has had difficulty in coordinating planning

for regular education and special education. This lack of coordination

continues to creat issuses dealing with funding, curriculum, and staff

develppment.” Weishar dan Borsa (2001:15) masih dalam buku yang

sama mengutip yang dikemukakan Stainback dan Bray merangkum

tujuh factor penting yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan

inklusif, factor-factor tersebut adalah:

(15)

2. Collaboration,

3. Refocused use of assessment,

4. Support for staff and students,

5. Funding,

6. Effective parental involvement,

7. Curricula adaptation and adopting of effective instructional

practice.

Oleh karena permasalahan-permasalahan berkaitan dengan

bagaimana sekolah mengelola komponen-komponen manajemen tadi,

maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang

penyelenggaraan pendidikan inklusif pada sekolah penyelenggara

pendidikan inklusif, karena masih banyak sekolah yang tidak

merencanakan kegiatan dan anggaran sekolah sehingga belum terarah

dalam mencapai tujuan yang optimal, apa lagi berhubungan dengan

memanusiakan manusia, hal ini sangat esensi. Penelitian ini akan

berkaitan dengan manajemen sekolah terhadap fungsi-fungsi

manajemen yang menyangkut perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan

pengawasan (controlling) pada garapan manajemen 1) Manajemen

Kurikulum, 2) Manajemen Tenaga Pendididk dan Kependidikan, 3)

Manajemen Kesiswaan, 4) Manajemen Keuangan, 5) Manajemen

(16)

Masyarakat, berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang

timbul di lapangan seperti yang dikemukakan di atas.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003

Pasal 51 ayat 1 menyatakan pengelolaan satuan pendidikan anak usia

dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan

berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen

berbasis sekolah/madrasah. Standar pengelolaan menurut PP No. 19

tahun 2005 adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada

tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar

tercapai efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Jadi manajemen

sekolah memegang peranan yang sangat penting dalam mencapai

tujuan sekolah secara efektif dan efsien.

Meskipun banyak sekolah penyelenggara pendidikan inklusif

yang belum menjalankan sesuai dengan standar pengelolaan dan

pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif, namun ada di

antaranya yang sudah menjalankannya, di antaranya sekolah yang

menjadi tempat penelitian penulis, dilakukan di Sekolah X di kota

Bandung, yang sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif sejak

awal didirikannya mulai dari TK, SD, SMP, dan SMA, namun

penelitian ini dilakukan hanya pada jenjang SMP saja. Sejak berdirinya

Sekolah X sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan

(17)

tiga tingkatkan dengan berbagai kekhususannya, sekolah juga memiliki

tenaga khusus yang menangani anak berkebutuhan khusus, oleh karena

itu penulis ingin lebih memperoleh informasi, gambaran, sekaligus

menganalisis bagaimana manajemen sekolah dijalankan di Sekolah X

sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa sekolah merupakan

organisasi yang dikelola dan dilaksanakan oleh berbagai komponen

yang saling terkait dan menunjang satu sama lain dalam mencapai

tujuan organisasi. Komponen-komponen tersebut bekerja dalam satu

sistem sesuai dengan perannya masing-masing, dipimpin dan

diarahkan oleh seorang menejer. Demikian juga dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah, untuk meningkatkan

mutu pendidikan inklusif perlu adanya sistem pengelolaan yang

sistematis, terencana, terkoordinasi, terorganisir, terarah, terukur, dan

terkontrol, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu sistem

manajemen yang dapat mendukung terhadap peningkatan mutu

pendidikan inklusif dengan memberdayakan semua komponen

manajemen sebagai strategi dalam peningkatan mutu pendidikan

inklusif dengan garapan manajemen kurikulum, kesiswaan, tenaga

pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, pembiayaan, dan

(18)

Berdasarkan paparan di atas manajemen yang bagaiamanakah

yang sekiranya dapat mendukung kegiatan pendidikan inklusif yang

akhirnya penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai

harapan dan mencapai hasil yang optimal di suatu sekolah

penyelenggara pendidikan inklusif. Permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirumuskan dengan rumusan: Bagaimanakah manajemen

sekolah X dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif?

Oleh karena begitu banyaknya masalah manajeman sekolah

penyelenggara pendidikan inklusif, maka dalam penelitian ini diperinci

dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana manajemen kurikulum sekolah X sebagai

penyelenggara pendidikan inklusif?

a. Bagaimana kurikulum dirancang dalam mencapai tujuan

pendidikan?

b. Bagaimana kurikulum dilaksanakan agar peserta didik

memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan?

c. Bagaimana Pengelolaan proses pembelajaran?

d. Bagaimana evaluasi kurikulum dilaksanakan dalam mengukur

tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan?

2. Bagaimana manajemen tenaga pendidik dan kependidikan sekolah?

a. Bagaimana perencanaan dan pengadaan tenaga pendidik dan

(19)

b. Bagaimana pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan di

sekolah X?

c. Bagaimana pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan di

sekolah X?

d. Bagaimana evaluasi tenaga pendidik dan kependidikan Sekolah

X?

3. Bagaimana manajemenen kesiswaan di sekolah X?

a. Bagaimana sistem penerimaan siswa baru, penetuan jumlah

siswa, dan orientasi siswa baru?

b. Bagaimana pengelolaan bimbingan dan konseling siswa?

c. Bagaimana pengelolaan aktivitas siswa?

4. Bagaimana manajemen keuangan di sekolah X?

a. Dari sumber mana saja dana itu diperoleh?

b. Bagaimana perencanaan penggunaan dana?

c. Bagaimana evaluasi penggunaan dana tersebut?

5. Bagaimana manajemen sarana dan prasarana sekolah X sebagai

penyelenggara pendidikan inklusif?

a. Bagaimana perencanaan sarana dan prasarana dalam

menunjang pendidikan inklusif?

b. Bagaimana pengadaan sarana prasarana yang menunjang

pendidikan inklusif?

c. Bagaimana inventarisir / pencatatan sarana prasarana di

(20)

d. Bagaimana penataan dan pemeliharaan sarana dan prasarana di

sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?

6. Bagaimana manajemen hubungan sekolah X dengan masyarakat?

a. Pihak-pihak mana saja yang dapat bekerjasama dengan

sekolah?

b. Bagaimana sekolah X menciptakan, membina dan memelihara

hubungan dengan masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menggali, menghimpun, dan

menganalisis informasi empirik penyelenggaraan pendidikan inklusif

sekolah X sebagai dasar dalam menentukan manajemen yang sesuai

dengan kebutuhan sekolah pada umumnya dalam melaksanakan

pendidikan inklusif dilihat dari tantangan yang dihadapi dan peluang

yang dimiliki sekolah. Secara khusus penelitian ini bertujuan

memperoleh gambaran tentang:

1. Manajemen kurikulum sekolah X sebagai penyelenggara

pendidikan inklusif.

2. Manajemen Tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah X

3. Manajemen kesiswaan sekolah X.

4. Manajemen keuangan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan

(21)

5. Manajemen sarana prasarana sekolah X sebagai penyelenggara

pendidikan inklusif.

6. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat sekolah X

sebagai penyelenggara pendidikan inklusif.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi pihak-pihak

yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan baik secara teoritis

maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan menambah

keilmuan tetang bagaimana implementasi pendidikan inklusif

dijalankan dalam manjemen sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

a. Pemerintah, sebagai pemegang kebijakan dalam menentukan

kebijakan dan pengambilan keputusan dalam menentukan

strategi pendidikan inklusif, khususnya pemerintah daerah

kabupaten, atau dinas pendidikan.

b. Bagi sekolah termasuk kepala sekolah dan guru, sebagai acuan

(22)

inklusif dalam memberikan pelayanan bagi anak berkebutuhan

khusus di sekolah tersebut.

c. Bagi orang tua dalam menentukan pilihan pendidikan yang

tepat bagi anaknya disesuaikan dengan kebutuhannya.

d. Bagi peneliti, menambah ilmu dan wawasan sebagai bekal

dalam ikut serta menjalankan pendidikan inklusif di sekolah.

E. Definisi Konsep

Penelitian ini dilandasi tinjauan teoritis dengan berbagai kajian

teori yang digunakan sebagai landasan analisis dan pedoman dalam

membahas hasil penelitian. Yaitu:

1. Pendidikan inklusi

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang di dalamnya mengamanatkan tujuan dan

fungasi pendidikan, termasuk sistem pendidikan untuk peserta

didik dengan kebutuhan khusus. Dari undang-undang ini kemudian

hadir berbagai peraturan tentang pendidikan, salah satunya

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan yang mencakup delapan (8) standar. Inti

kebijakan ini adanya sistem pendidikan yang bersifat umum

sebagai tolok ukur minimal kulaitas layanan pendidikan.

Implementasi dari kebijakan tersebut diharapakan setiap layanan

(23)

Pendidikan inklusif mempunyai arti bahwa sekolah harus

mengakomodasi semua anak tanpa mempedulikan keadaan fisik,

intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi-kondisi lain,

termasuk anak-anak penyandang cacat anak-anak berbakat (gifted

children), pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah terpencil,

anak dari kelompok etnik dan bahasa minoritas dan

anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok

masyarakat (Salamanca Statement, 1994).

Pendidikan inklusif sebagai sebuah pendekatan untuk

memenuhi kebutuhan pendidikan dan belajar bagi semua anak,

remaja dan orang dewasa yang difokuskan secara spesifik kepada

mereka yang rawan dan rapuh, terpinggirkan dan terabaikan.

Prinsip pendidikan inklusif di adopsi dari Konferensi Salamanca

tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus (UNESCO, 1994)

Pendidikan inklusif merupakan model pendidikan yang memberi kesempatan bagi siswa yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa lain seusianya yang tidak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, cultural, maupun bahasa, (Florian, 2008).

Atas dasar pengertian dan dasar pendidikan inklusi tersebut,

maka dapat dikatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan

pendidikan yang berusaha mengakomodasi segala jenis perbedaan

(24)

Stainback dan stainback (1990) dalam Wasliman, 2007 mengemukakan bahwa sekolah yang inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa dikelas yang sama. Sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.

Pendidikan inklusif memiliki karakteristik bahwa

pendidikan diperuntukan bagi semua dengan menggunakan

kurikulum yangdisesuaikan dengan kebutuhan siswa secara

individu, dengan menciptakan lingkungan belajar yang ramah bagi

peserta didik, pembelajaran dititik beratkan pada proses

pembelajaran dengan berpusat pada anak dengan pendekatan

komprehensif sehingga memberi kesempatan kepada setiap siswa,

sehingga siswa memperoleh hak yang sama.

2. Manajemen Sekolah

Manajemen sering diartikan sebagai administrasi.

Manajemen merupakan pengelolaan sumber daya yang dimiliki

baik berupa manusia, mesin, uang, metoda material, dan pemasaran

yang dimiliki sekolah dalam proses yang bekerja secara sistematis.

Ada banyak pengertian dan konsep yang disampaikan para

ahli terkait dengan sistem manajemen pendidikan.

George R. Terry, 1964 dalam Wasliman, 2007

menyebutkan bahwa: „management is distinct procees of planning,

(25)

accomplish stated objektive the use of human beings and other

resources.’

Longenecker dan Pringgle (1981) masih dalam Wasliman,

2007 mendefinisikan bahwa:

Manajemen sebagai proses pengadaan dan pengkombinasian sumber daya manusia, finansial, dan fisik untuk mencapai tujuan pokok organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses pengaturan atau penataan dan cara kerja sumber daya manusia, material, dana, alat, dan metode dengan mengintegrasikan sumber-sumber yang semula tidak berhubungan satu dengan lainnya menjadi suatu sistem yang komprehensif dan integratif untuk mencapai tujuan usaha suatu organisasi, yaitu dengan menjalankan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian menjadi suatu rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dalam proses pendayagunaan semua sumber daya secara efektif dan efesien disertai penetapan cara pelaksanaannya oleh seluruh jajaran dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Manajemen sekolah merupakan suatu kegiatan yang

memiliki nilai filosofi tinggi. Ia harus dapat mencapai tujuan

sekolah secara efektif dan efesien. Pada hakikatnya upaya tersebut

dilakukan untuk meningkatkan performansi (kinerja) sekolah

dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan, baik tujuan nasional

maupun lokal institusional, (Ruhiat, 2010: 31).

3. Manajemen Sekolah dalam Pendidikan Inklusif

Manajemen pendidikan inklusif merupakan proses

(26)

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut hasil

evaluasi pada sistem pendidikan inklusif yang menyangkut

kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan,

pendanaan, sarana prasarana, dan hubungan sekolah dengan

masyarakat.

Stainback dan stainback (1990) dalam wasliman, 2007 mengemukakan bahwa:

Sekolah yang inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa dikelas yang sama. Sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.

Oleh karena itu keterkaitan manajemen yang menyangkut

kurikulum, kesiswaan, ketenagaan, sarana prasarana, pembiayaan,

serta hubungan masyarakat mutlak diperlukan dalam implementasi

manajemen sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan

metode penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif adalah “Penelitian

yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,

peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran,

orang secara individual maupun kelompok” ( Syaodih, 2010:60).

(27)

berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau baik kondisi

individual maupun kelompok.

Metoda pengumpulan data penelitian ini dengan

menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi, serta

penggabungan dari ketiga teknik (triangulasi).

Untuk memperoleh data yang komfrehensif maka dilakukan

penelitian pada subyek penelitian yang merupakan komponen

sekolah yaitu:

1. Kepala sekolah

2. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum

3. Wakil Kepala Sekolah Urusan kesiswaan

4. Wakil kepala Sekolah Urusan Sarana prasarana

5. Humas

6. Guru mata pelajaran

7. Psikolog

8. Tenaga Administrasi

9. Petugas perpustakaan

10.Koordinator Inklusi

11.Guru Khusus/HBT

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah swasta

yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di kota Bandung yaitu

SMP X yang terletak di Jl. Lapang Golf No. 11 Arcamanik Bandung.

Subjek penelitian ini adalah semua komponen yang terlibat

dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, yaitu kepala sekolah,

Wakasek Kurikulum, Wakasek Kesiswaan, Wakasek Sarana

Prasarana, Humas, guru mata pelajaran, Koordinator Inklusi, HBT,

Tenaga perpustakaan, tenaga administrasi (Tata Usaha), ,Psikolog, dan

orang tua siswa.

Peneliti memilih SMP X untuk dilakukan penelitian karena

sekolah X ini sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif sejak

berdirinya, dan serius dalam menangani ABK di sekolah.

B. Metode Penelitian

Tujuan penelitian ini pada akhirnya untuk mencari gambaran

bagaimana pendidikan inklusif dilaksanakan di suatu sekolah

penyelenggara inklusi, untuk menjawab apa, siapa, di mana, kapan,

dan bagaimana, oleh karena itu Metode Penelitian yang digunakan

(29)

kualitatif, Penelitian kualitatif (qualitative research) “adalah suatu

penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis

fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,

pemikiran, orang secara individual maupun kelompok” ( Syaodih,

2010:60).

Metoda penelitian penelitian kualitatif bersifat deskriptif

“Setiap fenomena atau peristiwa mempunyai potensi untuk dijadikan

isu kunci yang memungkinkan dapat memberikan pemahaman peneliti

atas suatu masalah yang lebih menyeluruh tentang apa yang

dipelajarinya”(Umar, 2007:5)

Masyhuri dan Zainudin (2008:19) mengemukakan bahwa

“Penelitian kualitatif adalah sebuah proses inquiri yang menyelidiki

masalah-masalah sosial dan kemanusiaan dengan tradisi metodologi

yang berbeda”. Selanjutnya beliau juga mengatakan “Peneliti

membangun sebuah gambaran yang kompleks dan

holistik,menganalisa kata-kata, melaporkan pandangan atau opini para

informan, dan keseluruhan studi berlangsung dalam latar situasi

alamiah wajar (natural setting)

Penelitian kualitatif bersifat sementara dan bisa berubah selama

proses penelitian, data yang diperoleh dibiarkan sebagaimana adanya

bukan sebagaimana mestinya, seperti yang dikemukakakn oleh

Sugiyono (2009:213) “Peneliti kualitatif dituntut dapat menggali data

(30)

partisipan atau sumber data”. Dalam melakukan penelitian peneliti

membuat catatan-catatan atas apa yang didengar dan dilihat

sebagaimana adanya di lapangan.

Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mengidentifikasi

permasalahan yang muncul kemudian memfokuskan permasalahan

pada apa ayang akan diteliti, melakukan study pendahuluan,

selanjutnya melakukan study litelatur dari beberapa teori tentang

permasalahan manajemen pendidikan di sekolah, berkaitan dengan

penyelenggaraan pendidikan inklusif, melakukan penggalian data dan

observasi.

Bila digambarkan desain penelitian seperti berikut:

Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah X di Kota Y

Studi Pendahuluan

(Empirik) Studi Pustaka

Input

Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah X di Kota Y

(31)

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian

adalah peneliti itu sendiri sebagaimana yang diungkapkan Sugiyono

(2009:222) “Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau

alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti

sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti

kulaitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke

lapangan”. Yang dimaksud validasi human instrument adalah seberapa

dalam wawasan peneliti terhadap pemahaman metode penelitian

kualitatif, penguasaan wawasan terhadap biadang yang akan

ditelitinya, dan kesiapan peneliti memasuki lingkungan sebagai obyek

yang akan ditelitinya baik siap secara akademik maupun siap

logistiknya. Selanjutnya Nasution (1988) yang dikutip oleh Sugiyono

(2009:223)

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.

Walaupun pada awalnya permasalah masih belum jelas,

ahirnya peneliti memfokuskan permasalahan dan menyusun instrumen

(32)

Tabel 3.1

Indikator Sumber Data Teknik

(33)
(34)
(35)

inklusif?

Dari kisi-kisi di atas kemudian diturunkan menjadi panduan

(36)

akan menjadi sumber data. Panduan wawancara dilengkapi dengan

form sebagai data pendukung yang akan memperkuat data yang

diperoleh melaui wawancara.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat

digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data ( Arikunto, 2005).

Sugiyono (2009:224) “Teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama

dari penelitian adalah mendapatkan data”.

Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui beberapa teknik

pengumpulan data sesuai dengan tahapan dan data yang ingin

diperoleh pada setiap tahapannya, karena penelitian kualitatif

pengumpulan data dilakukan pada setting alamiah dari sumber primer,

mengumpulkan data dari hasil observasi, wawancara yang mendalam

dan dokumentasi, seperti yang dikemukakan Catherin Marshall,

Gretcen B. Rossman dalam Sugiyono (2009:225) ‟ the fundamental

methods relied on by qualitative researchers for gathering information

are, participation in the setting, direct observation, in depth

interviewing, document review’

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

(37)

1. Wawancara

“Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu” (Sugiyono,

2009:231)

Dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan

wawancara semiterstruktur (semistructur Interview) yang termasuk

in-dept interview karena dalam pelaksanaannya wawancara lebih

bebas namun tetap terarah, peneliti melakukan pencatatan dan

merekam jawaban yang disampaikan oleh sumber data. Sebelum

wawancara mulai dilakukan ditempuh langkah-langkah:

1) Menentukan jadwal wawancara

2) Kepada siapa wawancara akan dilakukan

3) pokok-pokok masalah apa yang akan menjadi bahan

pembicaraan

4) menyiapkan panduan wawancara

5) membuka alur wawancara

6) mengawali atau membuka alur wawancara

7) menuliskan hasil wawancara

8) mengkonfirmasikan iktisar hasil wawancara

9) mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang diperoleh

Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah untuk

(38)

sekolah tersebut. Bagaimana manajemen penyelenggaraan

pendidikan inklusif di sekolah tersebut berkaitan dengan

manajemen kurikulum, tenaga pendidik atau personil, kesiswaan,

pendanaan, manajemen sarana prasarana, dan hubungan

masyarakat.

Wawancara juga dilakukan secara khusus kepada personil

khusus yang menangani sesuai dengan komponen manajemen.

Untuk menggali manajemen kurikulum dilakukan wawancara

kepada wakasek urusan kurikulum dan koordinator inklusi, dan

HBT, manajemen kesiswaan kepada wakasek urusan kesiswaan,

guru, psikolog, dan koordinator inklusi, manajemen sarana

prasarana kepada wakasek urusan sarana prasarana, perpustakaan,

UKS dan tenaga administrasi, manajemen tenaga pendidik dan

kependidikan kepada tenaga administrasi dan kepala sekolah,

manajemen keuangan kepada kepala sekolah dan tenaga

administrasi, manajemen hubungan masyarakat kepada humas dan

kepala sekolah.

2. Observasi

Untuk memeperkuat data yang diperoleh melalui

wawancara peneliti juga melakukan observasi. Marshall (1995)

dalam Sugiyono (2009:226) ‘ trough observation, the researcher

(39)

behavior’. “melalui observasi, peneliti belajar tentang prilaku, dan

makna dari prilaku tersebut”.

Menurut Patton dalam Nasution yang dikutip oleh

Sugiyono (2009:228) dinyatakan bahwa manfaat observasi adalah

sebagai berikut:

a) Dengan observasi, di lapangan peneliti akan lebih mampu

memahami konteks dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan

dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.

b) Dengan observasi, maka akan diperoleh pengalaman langsung,

sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan

induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan

sebelumnya. Pendekatan induktif membuka memungkinkan

melakukan penemuan atau discovery.

c) Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang

atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada

dalam lingkungan itu, karena telah dianggap “biasa” dan

karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.

d) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang

sedianya tidak akan terungkap oleh responden dalam

wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutup-tutupi

(40)

e) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di

luar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh

gambaran yang lebih komprehensif.

f) Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya

mengumpulkan data yang kaya, tetapi juga memperoleh

kesan-kesan pribadi, dan merasakan suasana situasi sosial yang

diteliti.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi tak

berstruktur karena fokus penelitian belum jelas, fokus observasi

berkembang selama kegiatan observasi berlangsung,

sebagaimana yang dikemukakakn oleh Sugiyono, 2009:228

Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.

Observasi dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh

data yang dihasilkan berdasarkan pengamatan langsung

terhadap pelaksanaan manajemen di sekolah tersebut,

selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan

memaknai atau menarik kesimpulan dari kejadian atau

(41)

3. Dokumentasi

Hasil penelitian melalui wawancara dan observasi akan

lebih kuat dan dapat dipercaya apabila didukung oleh

dokumen-dokumen yang bisa berupa catatan masa lalu, tulisan, gambar, atau

karya-karya seseorang. “Studi dokumen merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

kualitatif.”( Sugiyono 2009:240).

Teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah catatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian seperti

catatan wawancara, catatan observasi, lembar pengamatan,

visualisasi dan dokumen-dokumen: model raport narasi, RPP mata

pelajaran, dan PPI, data jumlah siswa, data guru, asemen, hasil

asesmen, form hasil ujian inklusi. Semua dokumen tersebut

dijadikan sumber informasi untuk menggali makna.

4. Triangulasi

Data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan

dokumentasi kemudian digabungkan agar data yang diperoleh

lebih konsisten, tuntas, dan pasti.

Sugiyono (2009:241) mengemukakan bahwa:

(42)

Gambar 3.2 Triangulasi “Sumber” Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik ini untuk mempertajam dan

memperkuat data, data yang diperoleh melalui wawancara,

diperkuat dengan observasi dan juga dokumentasi. Selain itu

peneliti melakukan wawancara kepada beberapa sumber data untuk

memperoleh data yang sama, sehingga data yang diperoleh bukan

hanya dari satu sumber data saja, sehingga menghasilkan data yang

lebih kuat dan akurat.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif data diperoleh dari berbagai

sumber dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data

yang bermacam-macam disebut triangulasi dan dilakukan secara terus

menerus sehingga memperoleh data kualitatif sehingga menyulitkan

untuk dianalisis. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009:243)

The most serious and central difficulty in the use of qualitative data

Wawancara

Mendalam

A

B

(43)

is that methods of analysis are not well’. Dalam buku yang sama

dikutip pernyataan Susan Stainback yang menyatakan „ There are no

guidelines in qualitative research for determining how much data

and data analysis are necessary to support and assertion, conclusion,

or theory’. Berdasarkan pernyataan di atas Sugiyono (2009:244)

mengemukakan bahwa :

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan komunikasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Proses analisis data penelitian kualitatif dilakukan sejak

sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai

di lapangan. Namun walaupun demikian analisis data lebih

difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan

pengumpulan data. “Analisis data dalam penelitian kualitatif,

dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah

selesai pengumpulan data dalam periode tertentu” ( Sugiyono, 2008:

246).

Pada saat peneliti melakukan wawancara sebetulnya peneliti

sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai, bila

setelah dianalisis jawaban ternyata dirasakan kurang, atau belum

memuaskan, peneliti akan melakukan wawancara lagi dan

(44)

diperoleh lebih kredibel. “Aktivitas analisis data kualitatif dilakukan

secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai

tuntas, sehingga datanya sudah jenuh” (Miles & Huberman dalam

Sugiyono, 2010).

Dalam penelitian ini data dianalisis dengan mengidentifikasi

tema-tema pada hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi,

mengelompokannya sesuai dengan unit-unit yang diteliti, memetakan

secara visual faktor-faktor yang terkait dengan penelitian, kemudian

penemuan-penemuan itu dihimpun atau dibentuk bagan. Selanjutnya

data diinterpretasi dengan menghubungkan nasihat profesional

melalui pandangan kritis dan menghubungkannya dengan pemikiran

para ahli dalam berbagai literatur, selanjutnya dilakukan penarikan

kesimpulan.

Berikut ini langkah-langkah analisis data:

1. Reduksi Data

Penelitian di lakukan oleh peneliti dengan upaya

mengambil data sebanyak-banyaknya sehingga data-data tersebut

akan sangat sulit dan kompleks, semakin lama peneliti di lapangan

akan semakin banyak data yang diambil. Apabila data yang

diambil cukup banyak memerlukan pencatatan yang teliti dan rinci.

Data-data tersebut harus dirangkum, dipilih mana yang dianggap

pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting sesuai tema dan

(45)

dikemukakan Sugiyono (2009:247) “Data yang telah direduksi

akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan memepermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data, dan mencarinya bila

diperlukan”.

Dalam mereduksi data, peneliti membuat rangkuman dari

hasil wawancara dengan sumber data berdasarkan komponen

manajemen tertentu, data-data yang diperoleh kemudian

dikelompokkan menurut komponennya, kemudian dipilih mana

saja data yang fokus pada komponen manajemen tertentu,

selanjutnya dimaknai dan dipisahkan berdasarkan tema yang sama.

Data-data yang diperoleh dikelompokan pada aspek manajemen,

data mana saja yang termasuk aspek perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan atau evaluasi.

Data mana saja yang termasuk manajemen kurikulum, manajemen

tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen kesiswaan,

manajemen sarana prasarana, manajemen keuangan, dan

manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat.

2. Display Data (Penyajian Data)

Setelah data direduksi selanjutnya data disajikan atau

display data, data-data yang sudah dikelompokan, sudah

difokuskan pada bidang garapan masing-masing kemudian

(46)

bagan, grafik, diagram berdasarkan hubungan kategori atau

sejenisnya, namun bisa juga disajikan dalam bentuk uraian singkat.

Miles dan Huberman yang dikutip Sugiyono (2009:249)

menyatakan „ the most frequent form of display data for qualitative

research that in the past has been narrative text‟ maksudnya “yang

paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”.

Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data hasil reduksi

data dalam bentuk uraian yang menggambarkan bagaimana

fenomena itu berlangsung, apa, siapa, di mana, dan bagaimana.

Seluruh data yang didapatkan dipilah dan dikelompokan sesuai

dengan bidang garapan manajemen sekolah, kemudian dipaparkan

agar dapat memberi gambaran dan mempermudah langkah kerja

selanjutnya.

3. Verifikasi Data

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles

dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Setelah

data direduksi, kemudian disajikan, maka langkah berikutnya

adalah verifikasi atau penarikan kesimpulan awal, penarikan

kesimpulan ini bersifat sementara, karena kesimpulan awal ini akan

berubah bila tidak didukung oleh bukti-bukti pada pengumpulan

data berikutnya, namun apabila bukti-bukti itu konsisten dan valid

(47)

sementara yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang

kredibel. Sugiyono (2009: 253) mengemukakan bahwa:

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas dapat berupa hubungan kausal, atau interaktif, hipotesis, atau teori.

Pada tahap veripikasi ini peneliti dapat menarik kesimpulan

sementara bahwa manajemen dibutuhkan dalam segala aktivitas,

apalagi dalam mengelola pendidikan, perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan bukan hanya

kata-kata indah dalam dokumen, tetapi harus benar-benar

dipraktekkan. Setiap komponen manajemen tidak bisa berdiri

sendiri, tidak ada komponen yang lebih penting dan komponen

pendukung atau dianggap tidak penting, karena semua komponen

manajemen sekolah memegang peranan yang sangat penting dan

harus terintegrasi, karena apabila satu komponen saja lemah maka

akan menjadikan komponen yang lainnya pun lemah pula.

Menangani peserta didik memerlukan keseriusan berbagai aspek,

penanganan siswa yang didahului dengan identifikasi, asesmen,

dan psikotes lebih memungkinkan seswa mengembangkan potensi

yang dimilikinya karena dengan demikian guru tahu harus

bagaimana menangani siswa dengan karakter masing-masing

(48)

ABK lebih nyaman dan percaya diri sehingga mereka lebih

berkembang.

Gambar 3.3 Komponen dalam Analisis (Interactive Model)

Data

collection

Data Reduction

Data Display

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dari keterangan dan data-data yang diperoleh dari berbagai

nara sumber melalui wawancara, observasi langsung, study

dokumentasi dan penggabungan dari ketiga teknik pengumpulan data

di atas, kemudian hasil penelitian dianalisis dengan membandingkan

dengan berbagai teori dalam berbagai literatur serta mendiskusikannya

dengan ahli, maka dapat penulis simpulkan bahwa Sekolah X beritikad

sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif terbukti pada visi,

misi, dan tujuan sekolah secara tersurat yang memenunjukkan

memberi ruang bagi keberagaman peserta didik.

Dalam mengelola pendidikan secara umum Sekolah X sudah

menjalankan fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, serta pengontrolan terhadap setiap

komponen manajemen sekolah, baik manajemen kurikulum,

manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen kesiswaan,

manajemen keuangan, manajemen sarana prasarana, maupun

manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai sekolah

penyelenggara pendidikan inklusif, namun ada beberapa fungsi secara

(50)

1. Manajemen Kurikulum

Sekolah sudah merencanakan kurikulum di awal tahun,

rencana disusun berdasarkan asesmen untuk siswa reguler dan

siswa berkebutuhan khusus oleh tim, dan melakukan evaluasi,

pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus menggunakan program

PPI yang disusun oleh tim Teenage Self Improovment (TSI) dan

pelaksanaannya berupa team teaching bersama Home Base Teacher

(HBT), hal ini sudah sesuai dengan fungsi perencanaan dan sesuai

dengan kriteria sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, namun

dalam implementasi kurikulum ketika dilakukan observasi di kelas

pada saat guru melaksanakan proses pembelajaran guru kurang

melibatkan siswa berkebutuhan khusus untuk terlibat aktif baik

secara fisik, kognitif, emosi, maupun sosial dalam dinamika

kelompok di kelas, pemebelajaran dilakukan oleh guru mata

pelajaran hanya diperuntukan bagi anak reguler saja dan guru mata

pelajaran pun menggunakan RPP untuk anak reguler, padahal

dilakukan dalam setting inklusi, sehingga anak berkebutuhan

khusus tidak terkena dampaknya. Guru ketika mengajar juga

kurang memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran

yang dapat merangsang belajar siswa sesuai tipe pembelajar apakah

(51)

2. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan

Dalam manajemen tenaga pendidik dan kependidikan

Sekolah X sudah memiliki tenaga khusus yang menangani ABK

berasal dari latar belakang pendidikan yang sesuai yaitu PLB dan

psikologi sebagai pedagog, hal ini sudah sesuai dengan kriteria

sekolah inklusif, namun sekolah belum sepenuhnya dapat merekrut

tenaga pendidik dan kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan

sesuai dengan standar kualifikasi sebagaimana yang tercantum

dalam Peraturan Menteri No. 16 Tahun 2007 tentang kualifikasi

guru dan kompetensi guru. Sekolah juga belum memiliki tenaga

administrasi (Tata Usaha) secara mandiri yang menangani

masing-masing bidang keuangan, kesiswaan, dan sarana prasarana, tetapi

kegiatan administrasi dilakukan oleh satu orang yang menangani

keseluruhan administrasi untuk semua jenjang TK, SD, SMP, dan

SMA, sama halnya dengan wakasek Humas, sekolah tidak

memiliki humas tersendiri tetapi humas mencakup semua jenjang

di bawah yayasan tersebut.

3. Manajemen Kesiswaan

Sebagai sekolah penyelenggara inklusif Sekolah X

menjalankan sekolah ramah dengan merekrut siswa tanpa ada

tes/seleksi masuk, yang ada psikotes dan asesmen, namun sekolah

(52)

berkebutuhan khusus mengingat belum ada tenaga ahli dalam

kekhususan tersebut (tuna netra).

4. Manajemen Keuangan

Sekolah X tidak menerima dana BOS dari pemerintah,

biaya sekolah diperoleh dari orang tua siswa melalui yayasan,

sebagai sekolah di bawah yayasan, Sekolah X belum dapat

sepenuhnya mengelola keuangan sekolah, mulai dari menerima

biaya dari sumber langsung (orang tua siswa) sampai

pengelolaannya, semua pengelolaan keuangan dilakukan oleh

tenaga keuangan yayasan, sekolah hanya mengelola biaya kegiatan

yang diajukan dan dianggarkan yayasan setiap tahunnya

berdasarkan usulan kebutuhan sekolah.

2. Manajemen Sarana Prasarana

Sarana prasarana seluruhnya disediakan oleh yayasan

berdasarkan kebutuhan dengan skala prioritas. Sebagai sekolah

inklusif sekolah X sudah memiliki sarana sebagai fasilitas belajar

siswa secara umum, sekolah juga memiliki fasilitas khusus untuk

menstimulasi siswa dengan kebutuhan khusus, ruang stimulasi,

mesin jahit, sepeda untuk stimulasi motorik siswa, dapur, dan

kamar mandi khusus, namun masih ada tangga di beberapa tempat

sebelum masuk ruang kelas. Belum ada ramp untuk kursi roda,

(53)

untuk ke lantai dua, sedangkan aula yang berfungsi juga sebagai

mushola berada di lantai dua.

3. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat

Dalam menjalin hubungan dengan masyarakat, Sekolah X

sudah melakukan hubungan dan kerja sama dengan pihak lain, baik

pemerintah, lembaga profit dan non-profit, serta masyarakat

terutama orang tua, orang tua siswa reguler menerima keberadaan

ABK di antara anak-anak mereka, dan merasa anak-anak mereka

bermakna di tengah-tengah anak berkebutuhan khusus. Pertemuan

dilakukan empat kali setahun. Namun sekolah belum merasa puas

dengan peran pemerintah dalam membantu membina tenaga

pendidik karena materi pelatihan bukan merupakan barang baru

lagi karena para guru sudah mendapatkan pelatihan yang sama

(54)

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan-temuan di lapangan dan dari kesimpulan

yang disampaikan di muka penulis menyampaikan rekomendasi

kepada:

1. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif khususnya sekolah X,

umumnya sekolah penyelenggara pendidikan inklusif lainnya,

dengan rekomendasi seperti berikut:

a. Sekolah sebagai suatu organisasi seyogyanya menjalankan

fungsi-fungsi manajemen yang mencakup perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam setiap

komponen manajemen di sekolah dalam upaya mencapai tujuan.

b. Kurikulum KTSP yang sudah dimodifikasi dan diadaptasi serta

disusun menjadi PPI, dalam implementasinya diharapkan tetap

memperhatikan rambu-rambu standar proses agar seluruh anak

merasa terlibat secara fisik, kognitif, emosi, maupun sosial di

dalam kelas dalam dinamika kelompok yang merangsang siswa

untuk belajar secara aktif, memberi ruang kreativitas, dan

menyenangkan dalam setting inklusi.

c. Pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan hendaknya

disesuaikan dengan kebutuhan namun tetap harus berpedoman

pada standar ketenagaan, memenuhi standar kualifikasi dan

(55)

dengan perekrutan secara terbuka dengan standar yang jelas

untuk menjaga kualitas.

d. Dalam turut mengembangkan pendidikan inklusif, sekolah

hendaknya menerima berbagai jenis kebutuhuan siswa (tidak

pilih-pilih siswa) dengan ditunjang tenaga khusus yang sesuai

dengan kebutuhan siswa, sehingga pemerataan pendidikan bisa

tercapai.

e. Penyediaan sarana prasarana sebaiknya mempertimbangkan

kebutuhan belajar siswa serta dapat menunjang proses belajar

mengajar siswa secara keseluruhan, dengan mengutamakan

asesibilitas bagi siswa berkebutuhan khusus, sehingga

lingkungan sekolah yang inklusif bisa tercapai.

f. Sebaiknya sekolah menyusun rencana dalam bentuk RKS untuk

rencana empat tahun dan RKAS untuk kegiatan dan anggaran

biaya tiap tahunnya berdasarkan analisis. Salah satu nalisis yang

dapat digunakan adalah analisis SWOT untuk melihat kekuatan,

kelemahan, kesempatan serta peluang yang dimiliki sekolah

dalam mencapai tujuan sesuai visi misi sekolah, agar tujuan

sekolah dapat tercapai secara efektif.

g. Karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat sebaiknya

sekolah lebih memperluas jalinan dengan pihak-pihak lain

dengan membentuk organisasi, memperluas jaringan (net

(56)

pendidikan inklusif, baik dengan pihak pemerintah, swasta,

dunia usaha, dan dunia kerja, baik nasional maupun

internasional.

2. Untuk Peneliti Berikutnya

Pada penelitian ini penulis meneliti masalah fungsi-fungsi

manajemen dalam komponen-komponen manajemen pendidikan

inklusif dengan hanya satu sampel yang terlibat, sehingga kurang

memperkaya gambaran penyelenggaraan pendidikan inklusif di

sekolah lainnya. Peneliti lain diharapkan bisa melakukan

penelitian pada aspek lain dalam penyelenggaraan pendidikan

inklusif, dengan sampel yang lebih luas atau focus penelitian yang

(57)

Abubakar dan Kurniatun C, T.(2012). “ Manajemen Keuangan Pendidikan” dalam

Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.

Alimin, Z. (2008). “Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Anak BerkebutuhanKhusus.(Online):http://zalimin.blogspot.com/2008/03/pemahaman -konsep pendidikan-kebutuhan.hyml.

Hamalik, O. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda

Herawan, E dan Hartini, N. (2012). “Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan” dalam Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.

Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentangPengesahan Konvensi Hak Anak.

Minarti. (2011). Manajemen Sekolah. Mengelola Lembaga pendidikan Secara

Mandiri. Sleman Jogjakarta: Ar Ruz media.

Muhaimin, at al (2009). Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam Penyusunan

Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah). Jakarta: kencana Prenada Media

Group.

Nuraedi dan Rosalin, N. (2012). “ Kerjasama Sekolah dan Masyarakat” dalam

Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.

Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. 2007. “Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Departemen Pendidikan Nasional”. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. 2007. “Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Departemen Pendidikan Nasional”. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 07 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Gambar

gambaran yang
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.1
gambaran yang lebih komprehensif.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengukuran dan pemetaan yang dimaksud dalam pasal 3 di atas beserta hasil penyelidikan riwayat dan penunjukan batas bidang tanah yang bersangkutan yang

Kedelai dapat tumbuh di tanah yang agak masam akan tetapi pada pH. yang terlalu rendah bisa menimbulkan keracunan Al

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penerapan model pembelajaran inkuiri dalam aktivitas senam ritmik dapat memberikan peningkatan

penyelenggaraan pemilu itu, sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis dan aspirasi rakyat, berjalan dalam kondisi hukum dan etika politik, dan artinya selanjutnya muncul sejumlah

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian astaxanthin, tepung wortel dan spirulina serta menentukan pengaruh yang terbaik terhadap kecerahan warna pada ikan

Meskipun paling sering digunakan untuk melacak aktivitas berulang, seperti banyak diproduksi, diagram kontrol juga dapat digunakan untuk memonitor variasi biaya dan

Dari hasil rekayasa ulang proses bisnis didapatkan penysunan Standar Operating Procedure pelaksanaan kerja karyawan yang meliputi pada proses bisnis reception yang

[r]