MANAJEMEN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH X
DI KOTA BANDUNG
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Study Pendidikan Kebutuhan Khusus
Oleh:
Cucu Laelasari
1104496
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Oleh
Cucu Laelasari
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Pendidikan Program Study Pendidikan Kebutuhan Khusus
© Cucu Laelasari 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
1104496
Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Sekolah X di Kota Bandung
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PEMBIMBING:
Pembimbing I,
Prof. Dr. H. Iim Wasliman, M. Pd. M. Si. NIP. 194701121967051001
Pembimbing II,
Juang Sunanto, M. A. Ph. D. Nip. 196105151987031002
Diketahui
Ketua Program Study Pendidikan Kebutuhan Khusus Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
“Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah X
di Kota Bandung”. Penelitian ini tentang manajemen sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan inklusif yang mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengontrolan pada komponen-komponen manajemen sekolah: kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana prasarana, dan hubungan sekolah dan masyarakat, dengan tujuan untuk menggali, menghimpun, dan menganalisis informasi empirik penyelenggaraan pendidikan inklusif sekolah X. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara terhadap beberapa sumber data terkait dengan garapan manajemen, observasi semi terstruktur, dan triangulasi. Data dianalisis melalui tahapan reduksi, data disajikan proses verifikasi penarikan penarikan kesimpulan awal. Dari data yang ditemukan dan dianalisis, menghasilkan gambaran bahwa sekolah X sudah menjalankan manajemen pendidikan inklusif mulai dari perencanaan, mengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan terhadap komponen-komponen manajemen sekolah, namun ada beberapa hal yang belum dilaksanakan secara optimal, kurikulum direncanakan di awal tahun berdasarkan asesmen namun pada proses pembelajaran masih terkesan terpisah antara siswa reguler dan siswa ABK, belum menerima siswa dengan berbagai jenis ABK, tenaga pendidik belum 100% memenuhi kualifikasi akademik, belum seluruh guru mengajar sesuai dengan pendidikan yang diampunya, sudah memiliki tenaga khusus yang tergabung dalam tim TSI, sarana prasarana sekolah dipenuhi oleh yayasan dengan mempertimbangkan kebutuhan sekolah, asesibilitas ABK belum sepenuhnya terpenuhi, pembiayaan sepenuhnya oleh yayasan, sekolah hanya merencanakan dan melaporkan yang dipenuhi oleh yayasan. Sekolah sudah menjalin hunbungan dengan pihak lain. Rekomendasi untuk sekolah penyelenggara inklusi, kurikulum yang dimodifikasi dapat dilaksanakan dengan melibatkan ABK dalam pembelajaran, siswa ABK jenis apa pun bisa diterima dengan diimbangi tenaga khusus yang sesuai kulaifikasi akademik, dan kompetensi pendidik, sarana prasarana memberi asesibilitas bagi ABK, anggaran dirumuskan dalam RKAS/RKS, hubungan (net working) dengan pihak lain agar dijalin, dibina dan diperluas.
CUCU LAELASARI: “The Management of Implementation of Inclusive Education at School X in Bandung City.” This research concerning school management in inclusive education that
includes the functions of planning, organizing, directing and controlling on the components of management: curriculum, educators and educator assistance, student affairs, finance, infrastructure, and school community and society, with the aim to explore, to collect and to analyze empirical information dealing with inclusive education at school X. the research was conducted using a descriptive method with qualitative approach to data collection techniques interviewing multiple data resources associated with the claim management, semi-structured observation, and triangulation. Data were analyzed through the stage of reduction, the data presented withdrawal verification process of early conclusion. The data found were analyzed, generating an illustration that school X is running inclusive education management from planning, organizing, directing and controlling of the school management, but there are some things that have not been implemented optimally, the curriculum is planned in the beginning of the year based on assessment but the learning process is still impressed separate between regular students and students with special needs, not accept students with various types of students with special needs, the educators are not 100% in line with academic qualifications, not all teachers teach in accordance with their disciplines, the school has special teachers that has joined with TSI team, school infrastructure met by taking into consideration the of student with special needs are not fulfill thoroughly, financing entirely by foundations, the school only plan and report that has fulfilled by foundation. The school has a good relationship with others. Recommendation for school organizer of inclusion, the modification of curriculum can be carried out with students with special needs in teaching and learning, all types of handicap students can be accepted, it is supported by special teachers that in line with academic qualification and educators competencies, infrastructure gives the easiness for students with special needs, the budget is formulated in RKAS/RKS, the relationship (net working) with others should be forged, nurtured and expanded.
ABSTRAK ...
BAB II LANDASAN TEORI MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Manajemen Pendidikan 1.
2. 3.
Pengertian Manajemen ... Fungsi Manajemen ... Garapan Manajemen Sekolah ...
21
Pengertian Pendidikan Inklusi ... Landasan Pendidikan Inklusif ... Prinsip-prinsip Pendidikan Inklusif ... Karakteristik Pendidikan Inklusif ... Tujuan Pendidikan Inklusif ...
46
1. Manajemen Kurikulum Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………... 2. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ……… 3. Manajemen Kesiswaan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………... 4. Manajemen Keuangan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………... 5. Manajemen Sarana Prasarana Sekolah Penyelenggara
Pendidikan Inklusif ……… 6. Manajemen Hubungan Masyarakat Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ………
BAB III METODE PENELITIAN
A. B. C.
Lokasi dan Subyek Penelitian………... Metode Penelitian... Instrumen Penelitian ...
BAB IV HASIL METODE DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 95 B. Pembahasan ... 125
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ... 144 B. Rekomendasi ... 149
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Paradigma terhadap pendidikan anak berkebutuhan khusus kian
hari kian berubah dan mengalami perkembangan yang
menggembirakan, perubahan ini ditunjukkan terutama dengan sikap
yang positif baik dari pemerintah, sekolah, orang tua, siswa bukan
berkebutuhan khusus, serta masyarakat luas. Hal ini ditunjukkan
pemerintah dengan mengupayakan berbagai kebijakan dalam
penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, serta
penerimaan oleh sekolah dan masyarakat sehingga anak berkebutuhan
khusus memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan
pendidikan yang layak sesuai kebutuhan dan potensinya.
Perubahan dari pendidikan segresi, integrasi hingga pendidikan
inklusif merupakan bentuk kepedulian pemerintah dan masyarakat
dalam mencerdaskan bangsa. Pendidikan inklusif merupakan solusi
sekaligus pembaharuan pendidikan yang cukup strategis dalam upaya
mencerdaskan bangsa, pendidikan inklusif membantu mengentaskan
program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah,
menekan angka tidak naik dan tidak lulus, lebih-lebih pendidikan
inklusif sebagai pelopor penghapusan diskriminasi terhadap perbedaan
sekolah ramah. Pendidikan inklusif memungkinkan anak dapat belajar
di tempat yang dekat dengan lingkungan di mana mereka berada, anak
dapat belajar bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya
sehingga saling mengisi dan memberi arti, semua anak dapat
terakomodasi tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual,
emosional, sosial, maupun kondisi lainnya, kebutuhan belajar anak
dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan inklusif
adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin mengakomodasi
semua anak didik termasuk anak yang berkebutuhan khusus di sekolah
atau lembaga pendidikan atau tempat lain (diutamakan yang terdekat
dengan tempat tinggal anak didik) bersama teman-teman sebayanya
dengan memperhatikan perbedaannya. (Tim Pendidikan Inklusif Jawa
Barat, 2003 4)
Pendidikan inklusif juga sebagai implementasi pemerataan hak
warga negara atas perolehan pendidikan dan pengajaran yang layak
Sebagaimana yang tertuang dalam UUD RI Tahun 1945 dengan jelas
dan tegas menjamin bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak
memperoleh pendidikan, kemudian UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, dipertegas juga dengan Peraturan
Mendiknas No. 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Banyak sekolah yang sudah menyelenggarakan pendidikan
inkusif baik yang ditunjuk oleh pemerintah maupun dengan
mengajukan sendiri. Dalam penyelenggaraannya, sekolah mengacu
pada standar sekolah umum yang dikeluarkan oleh pemerintah di
mulai dari standar kelulusan, standar isi, standar proses, standar
pengelolaan, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar sarana
prasarana, standar pembiayaan, maupun standar penialaian, ditambah
dengan pedoman-pedoman khusus penyelenggaraan pendidikan
inklusif, namun dalam penyelenggaraannya masih dapat menemui
kendala-kendala di lapangan.
Pasal 1 Peraturan Menteri No. 70 Tahun 2009 berbunyi:
“Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya.”
Bunyi pasal di atas sering diartikan mengikut sertakan siswa
dengan berkebutuhan khusus (kelainan) belajar bersama-sama siswa
bukan kebutuhan khusus dalam sekolah reguler, pendidikan inklusif
dipersepsikan sama dengan integrasi, sehingga anak yang
menyesuiakan dengan sistem sekolah pada akhirnya anak
di sekolah tersebut, tanpa mendapat pelayanan yang khusus sesuai
kebutuhannya.
Akibat dari pemahaman seperti yang diuraikan di atas
timbullah permasalahan-permasalahan berkaitan dengan implementasi
penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah karena dipengaruhi
berbagai faktor, baik faktor kebijakan, politik maupun sosial budaya.
Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya ditemukan
permasalahan-permasalahan itu di antaranya: Ada kekhawatiran
sekolah (kepala sekolah dan guru) apabila menerima ABK akan
menurunkan reputasi sekolah mereka, tidak semua warga sekolah
memiliki sikap positif terhadap anak-anak berkebutuhan khusus
sehingga anak-anak berkebutuhan sering menjadi bahan olok-olok
teman-teman lainnya, bahkan gurunya sendiri, sehingga terjadi
bullying, masih ada sekolah yang masih pilih-pilih siswa dalam
menerima siswa terutama siswa dengan kebutuhan khusus, masih ada
juga sekolah inklusi yang belum menyediakan tenaga khusus di
sekolah untuk menangani ABK sehingga siswa ABK harus mengikuti
kurikulum yang digunakan untuk anak reguler pada umumnya,
pembinaan terhadap tenaga pendidik dan kependidikan belum
mengarah pada pendidikan inklusif, kalau pun ada jumlahnya sangat
terbatas, guru belum menyusun program pembelajaran individual
berdasarkan identifikasi dan asesmen, selain itu belum jelasnya sistem
ABK, pelaksanaan pembelajaran yang belum menggunakan dan
memanfaatkan media, metode, dan lingkungan sebagai sumber belajar
yang variatif untuk memenuhi perbedaan dan kebutuhan siswa yang
berbeda-beda, guru belum melakukan koordinasi dan belum
membentuk team teaching dalam proses pembelajaran, sekolah belum
berkolaborasi dengan pihak lain atau tenaga ahli khusus dalam
menangani anak berkebutuhan khusus yang berfungsi juga sebagai
media konsultasi, advokasi, dan pengembangan SDM sekolah, sarasa
prasarana atau fasilitas sekolah belum mengakomodir seluruh siswa
dengan keberagaman siswa yang ada di sekolah sehingga asesibilitas
kurang mendukung keberhasilan pembelajaran, perencanaan dan
pengaturan pembiayaan sekolah yang belum berani memberi peluang
dan anggaran lebih pada pemenuhan kebutuhan pendidikan inklusif,
hubungan sekolah dengan pihak-pihak lain belum seluruhnya dijalin
oleh sekolah terutama berkaitan dengan pendidikan inklusif, padahal
hal ini sangat penting untuk bersama-sama meningkatkan pendidikan
dan sosialisasi penerimaan ABK di masyarakat, hubungan yang bisa
dijalin dengan pemerintah, orang tua, atau dokter, psikolog, dan
pihak-pihak lain yang dapat bertanggung jawab terhadap pendidkan dan
perkembangan anak berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif.
Permasalahan-permasalahan yang muncul seperti yang
permasalahan-permasalahan sekolah dalam mengelola komponen manajemen sekolah
dalam pengelolaan kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan,
kesiswaan, sarana prasarana, pembiayaan, dan hubungan sekolah
dengan masyarakat. Permasalahan itu timbul akibat sekolah belum
optimal dalam mengatur atau mengelola komponen-komponen tadi,
sekolah belum merencanakan dengan matang apa, siapa, kapan, di
mana, berapa, dan bagaimana setiap komponen itu dijalankan.
Misalnya dalam mengelola kesiswaan, berapa siswa yang mau
diterima, kriteria penerimaannya seperti apa, bagaimana
penempatannya, siapa pengajar dan tenaga-tenaga lain yang ikut serta
dalam mengajar, membimbing dan membina siswa, apa saja kegiatan
yang akan diikuti siswa, kapan mereka belajar, kapan mereka
mendapat bimbingan, bagaimana bimbingan konselingnya, fasilitas
apa saja yang dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan belajar
mereka, bagaimana penilaiannya, bagaimana pelaksanaannya, dan
sebagainya. Begitu juga dengan komponen-komponen lainnya. Hal ini
perlu dijalankan sekolah sesuai dengan fungsi manajemen sekolah
yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan karena segala sesuatu akan direncanakan sebelum
dilaksanakan agar dapat mencapai tujuan, diorganisasikan tentang apa,
siapa, kapan, dan bagaimana tujuan itu dapat dicapai, diarahkan oleh
keberhasilannya akan diawasi atau dikontrol sehingga meminimalisir
penyimpangan.
Permasalahana-permasalahan di atas berkaitan dengan
bagaiamana sekolah penyelenggara pendidikan inklusif memenej atau
mengatur kurikulum sekolah pendidikan inklusif, pengaturan tenaga
pendidik dan kependidikannya, pengaturan kesiswaan mulai dari
penerimaan siswa, penempatan, dan aktivitas siswa, pengaturan sarana
prasarana yang menunjang pendidkan inklusif mulai dari merencanaka
fasilitas apa yang dibutuhkan oleh sekolah, hingga pada pencatatan dan
pelaporannya, perencanaan keuangan, penggunaan keuangan, dan
pengawasannya, serta bagaimana sekolah menjalin hubungan dengan
masyarakat dalam menunjang pendidikan unklusif.
Stakes dan Hornby dalam Weishaar dan Borsa (2001:15)
mengutip tujuh isu yang menjadi factor pengontrol kemajuan
pendidikan inklusif, factor yang ketujuh “The last factor deals with
management. Management has had difficulty in coordinating planning
for regular education and special education. This lack of coordination
continues to creat issuses dealing with funding, curriculum, and staff
develppment.” Weishar dan Borsa (2001:15) masih dalam buku yang
sama mengutip yang dikemukakan Stainback dan Bray merangkum
tujuh factor penting yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan
inklusif, factor-factor tersebut adalah:
2. Collaboration,
3. Refocused use of assessment,
4. Support for staff and students,
5. Funding,
6. Effective parental involvement,
7. Curricula adaptation and adopting of effective instructional
practice.
Oleh karena permasalahan-permasalahan berkaitan dengan
bagaimana sekolah mengelola komponen-komponen manajemen tadi,
maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pendidikan inklusif pada sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif, karena masih banyak sekolah yang tidak
merencanakan kegiatan dan anggaran sekolah sehingga belum terarah
dalam mencapai tujuan yang optimal, apa lagi berhubungan dengan
memanusiakan manusia, hal ini sangat esensi. Penelitian ini akan
berkaitan dengan manajemen sekolah terhadap fungsi-fungsi
manajemen yang menyangkut perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan
pengawasan (controlling) pada garapan manajemen 1) Manajemen
Kurikulum, 2) Manajemen Tenaga Pendididk dan Kependidikan, 3)
Manajemen Kesiswaan, 4) Manajemen Keuangan, 5) Manajemen
Masyarakat, berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang
timbul di lapangan seperti yang dikemukakan di atas.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003
Pasal 51 ayat 1 menyatakan pengelolaan satuan pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah. Standar pengelolaan menurut PP No. 19
tahun 2005 adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar
tercapai efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Jadi manajemen
sekolah memegang peranan yang sangat penting dalam mencapai
tujuan sekolah secara efektif dan efsien.
Meskipun banyak sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
yang belum menjalankan sesuai dengan standar pengelolaan dan
pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif, namun ada di
antaranya yang sudah menjalankannya, di antaranya sekolah yang
menjadi tempat penelitian penulis, dilakukan di Sekolah X di kota
Bandung, yang sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif sejak
awal didirikannya mulai dari TK, SD, SMP, dan SMA, namun
penelitian ini dilakukan hanya pada jenjang SMP saja. Sejak berdirinya
Sekolah X sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan
tiga tingkatkan dengan berbagai kekhususannya, sekolah juga memiliki
tenaga khusus yang menangani anak berkebutuhan khusus, oleh karena
itu penulis ingin lebih memperoleh informasi, gambaran, sekaligus
menganalisis bagaimana manajemen sekolah dijalankan di Sekolah X
sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa sekolah merupakan
organisasi yang dikelola dan dilaksanakan oleh berbagai komponen
yang saling terkait dan menunjang satu sama lain dalam mencapai
tujuan organisasi. Komponen-komponen tersebut bekerja dalam satu
sistem sesuai dengan perannya masing-masing, dipimpin dan
diarahkan oleh seorang menejer. Demikian juga dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah, untuk meningkatkan
mutu pendidikan inklusif perlu adanya sistem pengelolaan yang
sistematis, terencana, terkoordinasi, terorganisir, terarah, terukur, dan
terkontrol, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu sistem
manajemen yang dapat mendukung terhadap peningkatan mutu
pendidikan inklusif dengan memberdayakan semua komponen
manajemen sebagai strategi dalam peningkatan mutu pendidikan
inklusif dengan garapan manajemen kurikulum, kesiswaan, tenaga
pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, pembiayaan, dan
Berdasarkan paparan di atas manajemen yang bagaiamanakah
yang sekiranya dapat mendukung kegiatan pendidikan inklusif yang
akhirnya penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai
harapan dan mencapai hasil yang optimal di suatu sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif. Permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan dengan rumusan: Bagaimanakah manajemen
sekolah X dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif?
Oleh karena begitu banyaknya masalah manajeman sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif, maka dalam penelitian ini diperinci
dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana manajemen kurikulum sekolah X sebagai
penyelenggara pendidikan inklusif?
a. Bagaimana kurikulum dirancang dalam mencapai tujuan
pendidikan?
b. Bagaimana kurikulum dilaksanakan agar peserta didik
memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan?
c. Bagaimana Pengelolaan proses pembelajaran?
d. Bagaimana evaluasi kurikulum dilaksanakan dalam mengukur
tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan?
2. Bagaimana manajemen tenaga pendidik dan kependidikan sekolah?
a. Bagaimana perencanaan dan pengadaan tenaga pendidik dan
b. Bagaimana pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan di
sekolah X?
c. Bagaimana pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan di
sekolah X?
d. Bagaimana evaluasi tenaga pendidik dan kependidikan Sekolah
X?
3. Bagaimana manajemenen kesiswaan di sekolah X?
a. Bagaimana sistem penerimaan siswa baru, penetuan jumlah
siswa, dan orientasi siswa baru?
b. Bagaimana pengelolaan bimbingan dan konseling siswa?
c. Bagaimana pengelolaan aktivitas siswa?
4. Bagaimana manajemen keuangan di sekolah X?
a. Dari sumber mana saja dana itu diperoleh?
b. Bagaimana perencanaan penggunaan dana?
c. Bagaimana evaluasi penggunaan dana tersebut?
5. Bagaimana manajemen sarana dan prasarana sekolah X sebagai
penyelenggara pendidikan inklusif?
a. Bagaimana perencanaan sarana dan prasarana dalam
menunjang pendidikan inklusif?
b. Bagaimana pengadaan sarana prasarana yang menunjang
pendidikan inklusif?
c. Bagaimana inventarisir / pencatatan sarana prasarana di
d. Bagaimana penataan dan pemeliharaan sarana dan prasarana di
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif?
6. Bagaimana manajemen hubungan sekolah X dengan masyarakat?
a. Pihak-pihak mana saja yang dapat bekerjasama dengan
sekolah?
b. Bagaimana sekolah X menciptakan, membina dan memelihara
hubungan dengan masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menggali, menghimpun, dan
menganalisis informasi empirik penyelenggaraan pendidikan inklusif
sekolah X sebagai dasar dalam menentukan manajemen yang sesuai
dengan kebutuhan sekolah pada umumnya dalam melaksanakan
pendidikan inklusif dilihat dari tantangan yang dihadapi dan peluang
yang dimiliki sekolah. Secara khusus penelitian ini bertujuan
memperoleh gambaran tentang:
1. Manajemen kurikulum sekolah X sebagai penyelenggara
pendidikan inklusif.
2. Manajemen Tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah X
3. Manajemen kesiswaan sekolah X.
4. Manajemen keuangan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan
5. Manajemen sarana prasarana sekolah X sebagai penyelenggara
pendidikan inklusif.
6. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat sekolah X
sebagai penyelenggara pendidikan inklusif.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi pihak-pihak
yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan baik secara teoritis
maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan menambah
keilmuan tetang bagaimana implementasi pendidikan inklusif
dijalankan dalam manjemen sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
a. Pemerintah, sebagai pemegang kebijakan dalam menentukan
kebijakan dan pengambilan keputusan dalam menentukan
strategi pendidikan inklusif, khususnya pemerintah daerah
kabupaten, atau dinas pendidikan.
b. Bagi sekolah termasuk kepala sekolah dan guru, sebagai acuan
inklusif dalam memberikan pelayanan bagi anak berkebutuhan
khusus di sekolah tersebut.
c. Bagi orang tua dalam menentukan pilihan pendidikan yang
tepat bagi anaknya disesuaikan dengan kebutuhannya.
d. Bagi peneliti, menambah ilmu dan wawasan sebagai bekal
dalam ikut serta menjalankan pendidikan inklusif di sekolah.
E. Definisi Konsep
Penelitian ini dilandasi tinjauan teoritis dengan berbagai kajian
teori yang digunakan sebagai landasan analisis dan pedoman dalam
membahas hasil penelitian. Yaitu:
1. Pendidikan inklusi
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang di dalamnya mengamanatkan tujuan dan
fungasi pendidikan, termasuk sistem pendidikan untuk peserta
didik dengan kebutuhan khusus. Dari undang-undang ini kemudian
hadir berbagai peraturan tentang pendidikan, salah satunya
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan yang mencakup delapan (8) standar. Inti
kebijakan ini adanya sistem pendidikan yang bersifat umum
sebagai tolok ukur minimal kulaitas layanan pendidikan.
Implementasi dari kebijakan tersebut diharapakan setiap layanan
Pendidikan inklusif mempunyai arti bahwa sekolah harus
mengakomodasi semua anak tanpa mempedulikan keadaan fisik,
intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi-kondisi lain,
termasuk anak-anak penyandang cacat anak-anak berbakat (gifted
children), pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah terpencil,
anak dari kelompok etnik dan bahasa minoritas dan
anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok
masyarakat (Salamanca Statement, 1994).
Pendidikan inklusif sebagai sebuah pendekatan untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan dan belajar bagi semua anak,
remaja dan orang dewasa yang difokuskan secara spesifik kepada
mereka yang rawan dan rapuh, terpinggirkan dan terabaikan.
Prinsip pendidikan inklusif di adopsi dari Konferensi Salamanca
tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus (UNESCO, 1994)
Pendidikan inklusif merupakan model pendidikan yang memberi kesempatan bagi siswa yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa lain seusianya yang tidak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, cultural, maupun bahasa, (Florian, 2008).
Atas dasar pengertian dan dasar pendidikan inklusi tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan
pendidikan yang berusaha mengakomodasi segala jenis perbedaan
Stainback dan stainback (1990) dalam Wasliman, 2007 mengemukakan bahwa sekolah yang inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa dikelas yang sama. Sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.
Pendidikan inklusif memiliki karakteristik bahwa
pendidikan diperuntukan bagi semua dengan menggunakan
kurikulum yangdisesuaikan dengan kebutuhan siswa secara
individu, dengan menciptakan lingkungan belajar yang ramah bagi
peserta didik, pembelajaran dititik beratkan pada proses
pembelajaran dengan berpusat pada anak dengan pendekatan
komprehensif sehingga memberi kesempatan kepada setiap siswa,
sehingga siswa memperoleh hak yang sama.
2. Manajemen Sekolah
Manajemen sering diartikan sebagai administrasi.
Manajemen merupakan pengelolaan sumber daya yang dimiliki
baik berupa manusia, mesin, uang, metoda material, dan pemasaran
yang dimiliki sekolah dalam proses yang bekerja secara sistematis.
Ada banyak pengertian dan konsep yang disampaikan para
ahli terkait dengan sistem manajemen pendidikan.
George R. Terry, 1964 dalam Wasliman, 2007
menyebutkan bahwa: „management is distinct procees of planning,
accomplish stated objektive the use of human beings and other
resources.’
Longenecker dan Pringgle (1981) masih dalam Wasliman,
2007 mendefinisikan bahwa:
Manajemen sebagai proses pengadaan dan pengkombinasian sumber daya manusia, finansial, dan fisik untuk mencapai tujuan pokok organisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses pengaturan atau penataan dan cara kerja sumber daya manusia, material, dana, alat, dan metode dengan mengintegrasikan sumber-sumber yang semula tidak berhubungan satu dengan lainnya menjadi suatu sistem yang komprehensif dan integratif untuk mencapai tujuan usaha suatu organisasi, yaitu dengan menjalankan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian menjadi suatu rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh dalam proses pendayagunaan semua sumber daya secara efektif dan efesien disertai penetapan cara pelaksanaannya oleh seluruh jajaran dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen sekolah merupakan suatu kegiatan yang
memiliki nilai filosofi tinggi. Ia harus dapat mencapai tujuan
sekolah secara efektif dan efesien. Pada hakikatnya upaya tersebut
dilakukan untuk meningkatkan performansi (kinerja) sekolah
dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan, baik tujuan nasional
maupun lokal institusional, (Ruhiat, 2010: 31).
3. Manajemen Sekolah dalam Pendidikan Inklusif
Manajemen pendidikan inklusif merupakan proses
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta tindak lanjut hasil
evaluasi pada sistem pendidikan inklusif yang menyangkut
kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, kesiswaan,
pendanaan, sarana prasarana, dan hubungan sekolah dengan
masyarakat.
Stainback dan stainback (1990) dalam wasliman, 2007 mengemukakan bahwa:
Sekolah yang inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa dikelas yang sama. Sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.
Oleh karena itu keterkaitan manajemen yang menyangkut
kurikulum, kesiswaan, ketenagaan, sarana prasarana, pembiayaan,
serta hubungan masyarakat mutlak diperlukan dalam implementasi
manajemen sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan
metode penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif adalah “Penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran,
orang secara individual maupun kelompok” ( Syaodih, 2010:60).
berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau baik kondisi
individual maupun kelompok.
Metoda pengumpulan data penelitian ini dengan
menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi, serta
penggabungan dari ketiga teknik (triangulasi).
Untuk memperoleh data yang komfrehensif maka dilakukan
penelitian pada subyek penelitian yang merupakan komponen
sekolah yaitu:
1. Kepala sekolah
2. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum
3. Wakil Kepala Sekolah Urusan kesiswaan
4. Wakil kepala Sekolah Urusan Sarana prasarana
5. Humas
6. Guru mata pelajaran
7. Psikolog
8. Tenaga Administrasi
9. Petugas perpustakaan
10.Koordinator Inklusi
11.Guru Khusus/HBT
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah swasta
yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di kota Bandung yaitu
SMP X yang terletak di Jl. Lapang Golf No. 11 Arcamanik Bandung.
Subjek penelitian ini adalah semua komponen yang terlibat
dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, yaitu kepala sekolah,
Wakasek Kurikulum, Wakasek Kesiswaan, Wakasek Sarana
Prasarana, Humas, guru mata pelajaran, Koordinator Inklusi, HBT,
Tenaga perpustakaan, tenaga administrasi (Tata Usaha), ,Psikolog, dan
orang tua siswa.
Peneliti memilih SMP X untuk dilakukan penelitian karena
sekolah X ini sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif sejak
berdirinya, dan serius dalam menangani ABK di sekolah.
B. Metode Penelitian
Tujuan penelitian ini pada akhirnya untuk mencari gambaran
bagaimana pendidikan inklusif dilaksanakan di suatu sekolah
penyelenggara inklusi, untuk menjawab apa, siapa, di mana, kapan,
dan bagaimana, oleh karena itu Metode Penelitian yang digunakan
kualitatif, Penelitian kualitatif (qualitative research) “adalah suatu
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,
pemikiran, orang secara individual maupun kelompok” ( Syaodih,
2010:60).
Metoda penelitian penelitian kualitatif bersifat deskriptif
“Setiap fenomena atau peristiwa mempunyai potensi untuk dijadikan
isu kunci yang memungkinkan dapat memberikan pemahaman peneliti
atas suatu masalah yang lebih menyeluruh tentang apa yang
dipelajarinya”(Umar, 2007:5)
Masyhuri dan Zainudin (2008:19) mengemukakan bahwa
“Penelitian kualitatif adalah sebuah proses inquiri yang menyelidiki
masalah-masalah sosial dan kemanusiaan dengan tradisi metodologi
yang berbeda”. Selanjutnya beliau juga mengatakan “Peneliti
membangun sebuah gambaran yang kompleks dan
holistik,menganalisa kata-kata, melaporkan pandangan atau opini para
informan, dan keseluruhan studi berlangsung dalam latar situasi
alamiah wajar (natural setting)
Penelitian kualitatif bersifat sementara dan bisa berubah selama
proses penelitian, data yang diperoleh dibiarkan sebagaimana adanya
bukan sebagaimana mestinya, seperti yang dikemukakakn oleh
Sugiyono (2009:213) “Peneliti kualitatif dituntut dapat menggali data
partisipan atau sumber data”. Dalam melakukan penelitian peneliti
membuat catatan-catatan atas apa yang didengar dan dilihat
sebagaimana adanya di lapangan.
Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mengidentifikasi
permasalahan yang muncul kemudian memfokuskan permasalahan
pada apa ayang akan diteliti, melakukan study pendahuluan,
selanjutnya melakukan study litelatur dari beberapa teori tentang
permasalahan manajemen pendidikan di sekolah, berkaitan dengan
penyelenggaraan pendidikan inklusif, melakukan penggalian data dan
observasi.
Bila digambarkan desain penelitian seperti berikut:
Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah X di Kota Y
Studi Pendahuluan
(Empirik) Studi Pustaka
Input
Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah X di Kota Y
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian
adalah peneliti itu sendiri sebagaimana yang diungkapkan Sugiyono
(2009:222) “Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau
alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti
sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti
kulaitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke
lapangan”. Yang dimaksud validasi human instrument adalah seberapa
dalam wawasan peneliti terhadap pemahaman metode penelitian
kualitatif, penguasaan wawasan terhadap biadang yang akan
ditelitinya, dan kesiapan peneliti memasuki lingkungan sebagai obyek
yang akan ditelitinya baik siap secara akademik maupun siap
logistiknya. Selanjutnya Nasution (1988) yang dikutip oleh Sugiyono
(2009:223)
Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.
Walaupun pada awalnya permasalah masih belum jelas,
ahirnya peneliti memfokuskan permasalahan dan menyusun instrumen
Tabel 3.1
Indikator Sumber Data Teknik
inklusif?
Dari kisi-kisi di atas kemudian diturunkan menjadi panduan
akan menjadi sumber data. Panduan wawancara dilengkapi dengan
form sebagai data pendukung yang akan memperkuat data yang
diperoleh melaui wawancara.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data ( Arikunto, 2005).
Sugiyono (2009:224) “Teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data”.
Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui beberapa teknik
pengumpulan data sesuai dengan tahapan dan data yang ingin
diperoleh pada setiap tahapannya, karena penelitian kualitatif
pengumpulan data dilakukan pada setting alamiah dari sumber primer,
mengumpulkan data dari hasil observasi, wawancara yang mendalam
dan dokumentasi, seperti yang dikemukakan Catherin Marshall,
Gretcen B. Rossman dalam Sugiyono (2009:225) ‟ the fundamental
methods relied on by qualitative researchers for gathering information
are, participation in the setting, direct observation, in depth
interviewing, document review’
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
1. Wawancara
“Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu” (Sugiyono,
2009:231)
Dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan
wawancara semiterstruktur (semistructur Interview) yang termasuk
in-dept interview karena dalam pelaksanaannya wawancara lebih
bebas namun tetap terarah, peneliti melakukan pencatatan dan
merekam jawaban yang disampaikan oleh sumber data. Sebelum
wawancara mulai dilakukan ditempuh langkah-langkah:
1) Menentukan jadwal wawancara
2) Kepada siapa wawancara akan dilakukan
3) pokok-pokok masalah apa yang akan menjadi bahan
pembicaraan
4) menyiapkan panduan wawancara
5) membuka alur wawancara
6) mengawali atau membuka alur wawancara
7) menuliskan hasil wawancara
8) mengkonfirmasikan iktisar hasil wawancara
9) mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang diperoleh
Wawancara dilakukan kepada kepala sekolah untuk
sekolah tersebut. Bagaimana manajemen penyelenggaraan
pendidikan inklusif di sekolah tersebut berkaitan dengan
manajemen kurikulum, tenaga pendidik atau personil, kesiswaan,
pendanaan, manajemen sarana prasarana, dan hubungan
masyarakat.
Wawancara juga dilakukan secara khusus kepada personil
khusus yang menangani sesuai dengan komponen manajemen.
Untuk menggali manajemen kurikulum dilakukan wawancara
kepada wakasek urusan kurikulum dan koordinator inklusi, dan
HBT, manajemen kesiswaan kepada wakasek urusan kesiswaan,
guru, psikolog, dan koordinator inklusi, manajemen sarana
prasarana kepada wakasek urusan sarana prasarana, perpustakaan,
UKS dan tenaga administrasi, manajemen tenaga pendidik dan
kependidikan kepada tenaga administrasi dan kepala sekolah,
manajemen keuangan kepada kepala sekolah dan tenaga
administrasi, manajemen hubungan masyarakat kepada humas dan
kepala sekolah.
2. Observasi
Untuk memeperkuat data yang diperoleh melalui
wawancara peneliti juga melakukan observasi. Marshall (1995)
dalam Sugiyono (2009:226) ‘ trough observation, the researcher
behavior’. “melalui observasi, peneliti belajar tentang prilaku, dan
makna dari prilaku tersebut”.
Menurut Patton dalam Nasution yang dikutip oleh
Sugiyono (2009:228) dinyatakan bahwa manfaat observasi adalah
sebagai berikut:
a) Dengan observasi, di lapangan peneliti akan lebih mampu
memahami konteks dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan
dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.
b) Dengan observasi, maka akan diperoleh pengalaman langsung,
sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan
induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan
sebelumnya. Pendekatan induktif membuka memungkinkan
melakukan penemuan atau discovery.
c) Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang
atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada
dalam lingkungan itu, karena telah dianggap “biasa” dan
karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.
d) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang
sedianya tidak akan terungkap oleh responden dalam
wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutup-tutupi
e) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di
luar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh
gambaran yang lebih komprehensif.
f) Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya
mengumpulkan data yang kaya, tetapi juga memperoleh
kesan-kesan pribadi, dan merasakan suasana situasi sosial yang
diteliti.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi tak
berstruktur karena fokus penelitian belum jelas, fokus observasi
berkembang selama kegiatan observasi berlangsung,
sebagaimana yang dikemukakakn oleh Sugiyono, 2009:228
Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.
Observasi dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh
data yang dihasilkan berdasarkan pengamatan langsung
terhadap pelaksanaan manajemen di sekolah tersebut,
selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
memaknai atau menarik kesimpulan dari kejadian atau
3. Dokumentasi
Hasil penelitian melalui wawancara dan observasi akan
lebih kuat dan dapat dipercaya apabila didukung oleh
dokumen-dokumen yang bisa berupa catatan masa lalu, tulisan, gambar, atau
karya-karya seseorang. “Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif.”( Sugiyono 2009:240).
Teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah catatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian seperti
catatan wawancara, catatan observasi, lembar pengamatan,
visualisasi dan dokumen-dokumen: model raport narasi, RPP mata
pelajaran, dan PPI, data jumlah siswa, data guru, asemen, hasil
asesmen, form hasil ujian inklusi. Semua dokumen tersebut
dijadikan sumber informasi untuk menggali makna.
4. Triangulasi
Data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan
dokumentasi kemudian digabungkan agar data yang diperoleh
lebih konsisten, tuntas, dan pasti.
Sugiyono (2009:241) mengemukakan bahwa:
Gambar 3.2 Triangulasi “Sumber” Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik ini untuk mempertajam dan
memperkuat data, data yang diperoleh melalui wawancara,
diperkuat dengan observasi dan juga dokumentasi. Selain itu
peneliti melakukan wawancara kepada beberapa sumber data untuk
memperoleh data yang sama, sehingga data yang diperoleh bukan
hanya dari satu sumber data saja, sehingga menghasilkan data yang
lebih kuat dan akurat.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif data diperoleh dari berbagai
sumber dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data
yang bermacam-macam disebut triangulasi dan dilakukan secara terus
menerus sehingga memperoleh data kualitatif sehingga menyulitkan
untuk dianalisis. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009:243)
„The most serious and central difficulty in the use of qualitative data
Wawancara
Mendalam
A
B
is that methods of analysis are not well’. Dalam buku yang sama
dikutip pernyataan Susan Stainback yang menyatakan „ There are no
guidelines in qualitative research for determining how much data
and data analysis are necessary to support and assertion, conclusion,
or theory’. Berdasarkan pernyataan di atas Sugiyono (2009:244)
mengemukakan bahwa :
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan komunikasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Proses analisis data penelitian kualitatif dilakukan sejak
sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai
di lapangan. Namun walaupun demikian analisis data lebih
difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan
pengumpulan data. “Analisis data dalam penelitian kualitatif,
dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu” ( Sugiyono, 2008:
246).
Pada saat peneliti melakukan wawancara sebetulnya peneliti
sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai, bila
setelah dianalisis jawaban ternyata dirasakan kurang, atau belum
memuaskan, peneliti akan melakukan wawancara lagi dan
diperoleh lebih kredibel. “Aktivitas analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh” (Miles & Huberman dalam
Sugiyono, 2010).
Dalam penelitian ini data dianalisis dengan mengidentifikasi
tema-tema pada hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi,
mengelompokannya sesuai dengan unit-unit yang diteliti, memetakan
secara visual faktor-faktor yang terkait dengan penelitian, kemudian
penemuan-penemuan itu dihimpun atau dibentuk bagan. Selanjutnya
data diinterpretasi dengan menghubungkan nasihat profesional
melalui pandangan kritis dan menghubungkannya dengan pemikiran
para ahli dalam berbagai literatur, selanjutnya dilakukan penarikan
kesimpulan.
Berikut ini langkah-langkah analisis data:
1. Reduksi Data
Penelitian di lakukan oleh peneliti dengan upaya
mengambil data sebanyak-banyaknya sehingga data-data tersebut
akan sangat sulit dan kompleks, semakin lama peneliti di lapangan
akan semakin banyak data yang diambil. Apabila data yang
diambil cukup banyak memerlukan pencatatan yang teliti dan rinci.
Data-data tersebut harus dirangkum, dipilih mana yang dianggap
pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting sesuai tema dan
dikemukakan Sugiyono (2009:247) “Data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan memepermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data, dan mencarinya bila
diperlukan”.
Dalam mereduksi data, peneliti membuat rangkuman dari
hasil wawancara dengan sumber data berdasarkan komponen
manajemen tertentu, data-data yang diperoleh kemudian
dikelompokkan menurut komponennya, kemudian dipilih mana
saja data yang fokus pada komponen manajemen tertentu,
selanjutnya dimaknai dan dipisahkan berdasarkan tema yang sama.
Data-data yang diperoleh dikelompokan pada aspek manajemen,
data mana saja yang termasuk aspek perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan atau evaluasi.
Data mana saja yang termasuk manajemen kurikulum, manajemen
tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen kesiswaan,
manajemen sarana prasarana, manajemen keuangan, dan
manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat.
2. Display Data (Penyajian Data)
Setelah data direduksi selanjutnya data disajikan atau
display data, data-data yang sudah dikelompokan, sudah
difokuskan pada bidang garapan masing-masing kemudian
bagan, grafik, diagram berdasarkan hubungan kategori atau
sejenisnya, namun bisa juga disajikan dalam bentuk uraian singkat.
Miles dan Huberman yang dikutip Sugiyono (2009:249)
menyatakan „ the most frequent form of display data for qualitative
research that in the past has been narrative text‟ maksudnya “yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”.
Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data hasil reduksi
data dalam bentuk uraian yang menggambarkan bagaimana
fenomena itu berlangsung, apa, siapa, di mana, dan bagaimana.
Seluruh data yang didapatkan dipilah dan dikelompokan sesuai
dengan bidang garapan manajemen sekolah, kemudian dipaparkan
agar dapat memberi gambaran dan mempermudah langkah kerja
selanjutnya.
3. Verifikasi Data
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles
dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Setelah
data direduksi, kemudian disajikan, maka langkah berikutnya
adalah verifikasi atau penarikan kesimpulan awal, penarikan
kesimpulan ini bersifat sementara, karena kesimpulan awal ini akan
berubah bila tidak didukung oleh bukti-bukti pada pengumpulan
data berikutnya, namun apabila bukti-bukti itu konsisten dan valid
sementara yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel. Sugiyono (2009: 253) mengemukakan bahwa:
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas dapat berupa hubungan kausal, atau interaktif, hipotesis, atau teori.
Pada tahap veripikasi ini peneliti dapat menarik kesimpulan
sementara bahwa manajemen dibutuhkan dalam segala aktivitas,
apalagi dalam mengelola pendidikan, perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengontrolan bukan hanya
kata-kata indah dalam dokumen, tetapi harus benar-benar
dipraktekkan. Setiap komponen manajemen tidak bisa berdiri
sendiri, tidak ada komponen yang lebih penting dan komponen
pendukung atau dianggap tidak penting, karena semua komponen
manajemen sekolah memegang peranan yang sangat penting dan
harus terintegrasi, karena apabila satu komponen saja lemah maka
akan menjadikan komponen yang lainnya pun lemah pula.
Menangani peserta didik memerlukan keseriusan berbagai aspek,
penanganan siswa yang didahului dengan identifikasi, asesmen,
dan psikotes lebih memungkinkan seswa mengembangkan potensi
yang dimilikinya karena dengan demikian guru tahu harus
bagaimana menangani siswa dengan karakter masing-masing
ABK lebih nyaman dan percaya diri sehingga mereka lebih
berkembang.
Gambar 3.3 Komponen dalam Analisis (Interactive Model)
Data
collection
Data Reduction
Data Display
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari keterangan dan data-data yang diperoleh dari berbagai
nara sumber melalui wawancara, observasi langsung, study
dokumentasi dan penggabungan dari ketiga teknik pengumpulan data
di atas, kemudian hasil penelitian dianalisis dengan membandingkan
dengan berbagai teori dalam berbagai literatur serta mendiskusikannya
dengan ahli, maka dapat penulis simpulkan bahwa Sekolah X beritikad
sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif terbukti pada visi,
misi, dan tujuan sekolah secara tersurat yang memenunjukkan
memberi ruang bagi keberagaman peserta didik.
Dalam mengelola pendidikan secara umum Sekolah X sudah
menjalankan fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, serta pengontrolan terhadap setiap
komponen manajemen sekolah, baik manajemen kurikulum,
manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, manajemen kesiswaan,
manajemen keuangan, manajemen sarana prasarana, maupun
manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat sebagai sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif, namun ada beberapa fungsi secara
1. Manajemen Kurikulum
Sekolah sudah merencanakan kurikulum di awal tahun,
rencana disusun berdasarkan asesmen untuk siswa reguler dan
siswa berkebutuhan khusus oleh tim, dan melakukan evaluasi,
pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus menggunakan program
PPI yang disusun oleh tim Teenage Self Improovment (TSI) dan
pelaksanaannya berupa team teaching bersama Home Base Teacher
(HBT), hal ini sudah sesuai dengan fungsi perencanaan dan sesuai
dengan kriteria sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, namun
dalam implementasi kurikulum ketika dilakukan observasi di kelas
pada saat guru melaksanakan proses pembelajaran guru kurang
melibatkan siswa berkebutuhan khusus untuk terlibat aktif baik
secara fisik, kognitif, emosi, maupun sosial dalam dinamika
kelompok di kelas, pemebelajaran dilakukan oleh guru mata
pelajaran hanya diperuntukan bagi anak reguler saja dan guru mata
pelajaran pun menggunakan RPP untuk anak reguler, padahal
dilakukan dalam setting inklusi, sehingga anak berkebutuhan
khusus tidak terkena dampaknya. Guru ketika mengajar juga
kurang memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran
yang dapat merangsang belajar siswa sesuai tipe pembelajar apakah
2. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Dalam manajemen tenaga pendidik dan kependidikan
Sekolah X sudah memiliki tenaga khusus yang menangani ABK
berasal dari latar belakang pendidikan yang sesuai yaitu PLB dan
psikologi sebagai pedagog, hal ini sudah sesuai dengan kriteria
sekolah inklusif, namun sekolah belum sepenuhnya dapat merekrut
tenaga pendidik dan kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan
sesuai dengan standar kualifikasi sebagaimana yang tercantum
dalam Peraturan Menteri No. 16 Tahun 2007 tentang kualifikasi
guru dan kompetensi guru. Sekolah juga belum memiliki tenaga
administrasi (Tata Usaha) secara mandiri yang menangani
masing-masing bidang keuangan, kesiswaan, dan sarana prasarana, tetapi
kegiatan administrasi dilakukan oleh satu orang yang menangani
keseluruhan administrasi untuk semua jenjang TK, SD, SMP, dan
SMA, sama halnya dengan wakasek Humas, sekolah tidak
memiliki humas tersendiri tetapi humas mencakup semua jenjang
di bawah yayasan tersebut.
3. Manajemen Kesiswaan
Sebagai sekolah penyelenggara inklusif Sekolah X
menjalankan sekolah ramah dengan merekrut siswa tanpa ada
tes/seleksi masuk, yang ada psikotes dan asesmen, namun sekolah
berkebutuhan khusus mengingat belum ada tenaga ahli dalam
kekhususan tersebut (tuna netra).
4. Manajemen Keuangan
Sekolah X tidak menerima dana BOS dari pemerintah,
biaya sekolah diperoleh dari orang tua siswa melalui yayasan,
sebagai sekolah di bawah yayasan, Sekolah X belum dapat
sepenuhnya mengelola keuangan sekolah, mulai dari menerima
biaya dari sumber langsung (orang tua siswa) sampai
pengelolaannya, semua pengelolaan keuangan dilakukan oleh
tenaga keuangan yayasan, sekolah hanya mengelola biaya kegiatan
yang diajukan dan dianggarkan yayasan setiap tahunnya
berdasarkan usulan kebutuhan sekolah.
2. Manajemen Sarana Prasarana
Sarana prasarana seluruhnya disediakan oleh yayasan
berdasarkan kebutuhan dengan skala prioritas. Sebagai sekolah
inklusif sekolah X sudah memiliki sarana sebagai fasilitas belajar
siswa secara umum, sekolah juga memiliki fasilitas khusus untuk
menstimulasi siswa dengan kebutuhan khusus, ruang stimulasi,
mesin jahit, sepeda untuk stimulasi motorik siswa, dapur, dan
kamar mandi khusus, namun masih ada tangga di beberapa tempat
sebelum masuk ruang kelas. Belum ada ramp untuk kursi roda,
untuk ke lantai dua, sedangkan aula yang berfungsi juga sebagai
mushola berada di lantai dua.
3. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Dalam menjalin hubungan dengan masyarakat, Sekolah X
sudah melakukan hubungan dan kerja sama dengan pihak lain, baik
pemerintah, lembaga profit dan non-profit, serta masyarakat
terutama orang tua, orang tua siswa reguler menerima keberadaan
ABK di antara anak-anak mereka, dan merasa anak-anak mereka
bermakna di tengah-tengah anak berkebutuhan khusus. Pertemuan
dilakukan empat kali setahun. Namun sekolah belum merasa puas
dengan peran pemerintah dalam membantu membina tenaga
pendidik karena materi pelatihan bukan merupakan barang baru
lagi karena para guru sudah mendapatkan pelatihan yang sama
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan-temuan di lapangan dan dari kesimpulan
yang disampaikan di muka penulis menyampaikan rekomendasi
kepada:
1. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif khususnya sekolah X,
umumnya sekolah penyelenggara pendidikan inklusif lainnya,
dengan rekomendasi seperti berikut:
a. Sekolah sebagai suatu organisasi seyogyanya menjalankan
fungsi-fungsi manajemen yang mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam setiap
komponen manajemen di sekolah dalam upaya mencapai tujuan.
b. Kurikulum KTSP yang sudah dimodifikasi dan diadaptasi serta
disusun menjadi PPI, dalam implementasinya diharapkan tetap
memperhatikan rambu-rambu standar proses agar seluruh anak
merasa terlibat secara fisik, kognitif, emosi, maupun sosial di
dalam kelas dalam dinamika kelompok yang merangsang siswa
untuk belajar secara aktif, memberi ruang kreativitas, dan
menyenangkan dalam setting inklusi.
c. Pengadaan tenaga pendidik dan kependidikan hendaknya
disesuaikan dengan kebutuhan namun tetap harus berpedoman
pada standar ketenagaan, memenuhi standar kualifikasi dan
dengan perekrutan secara terbuka dengan standar yang jelas
untuk menjaga kualitas.
d. Dalam turut mengembangkan pendidikan inklusif, sekolah
hendaknya menerima berbagai jenis kebutuhuan siswa (tidak
pilih-pilih siswa) dengan ditunjang tenaga khusus yang sesuai
dengan kebutuhan siswa, sehingga pemerataan pendidikan bisa
tercapai.
e. Penyediaan sarana prasarana sebaiknya mempertimbangkan
kebutuhan belajar siswa serta dapat menunjang proses belajar
mengajar siswa secara keseluruhan, dengan mengutamakan
asesibilitas bagi siswa berkebutuhan khusus, sehingga
lingkungan sekolah yang inklusif bisa tercapai.
f. Sebaiknya sekolah menyusun rencana dalam bentuk RKS untuk
rencana empat tahun dan RKAS untuk kegiatan dan anggaran
biaya tiap tahunnya berdasarkan analisis. Salah satu nalisis yang
dapat digunakan adalah analisis SWOT untuk melihat kekuatan,
kelemahan, kesempatan serta peluang yang dimiliki sekolah
dalam mencapai tujuan sesuai visi misi sekolah, agar tujuan
sekolah dapat tercapai secara efektif.
g. Karena sekolah merupakan bagian dari masyarakat sebaiknya
sekolah lebih memperluas jalinan dengan pihak-pihak lain
dengan membentuk organisasi, memperluas jaringan (net
pendidikan inklusif, baik dengan pihak pemerintah, swasta,
dunia usaha, dan dunia kerja, baik nasional maupun
internasional.
2. Untuk Peneliti Berikutnya
Pada penelitian ini penulis meneliti masalah fungsi-fungsi
manajemen dalam komponen-komponen manajemen pendidikan
inklusif dengan hanya satu sampel yang terlibat, sehingga kurang
memperkaya gambaran penyelenggaraan pendidikan inklusif di
sekolah lainnya. Peneliti lain diharapkan bisa melakukan
penelitian pada aspek lain dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif, dengan sampel yang lebih luas atau focus penelitian yang
Abubakar dan Kurniatun C, T.(2012). “ Manajemen Keuangan Pendidikan” dalam
Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Alimin, Z. (2008). “Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Anak BerkebutuhanKhusus.(Online):http://zalimin.blogspot.com/2008/03/pemahaman -konsep pendidikan-kebutuhan.hyml.
Hamalik, O. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda
Herawan, E dan Hartini, N. (2012). “Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan” dalam Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentangPengesahan Konvensi Hak Anak.
Minarti. (2011). Manajemen Sekolah. Mengelola Lembaga pendidikan Secara
Mandiri. Sleman Jogjakarta: Ar Ruz media.
Muhaimin, at al (2009). Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah). Jakarta: kencana Prenada Media
Group.
Nuraedi dan Rosalin, N. (2012). “ Kerjasama Sekolah dan Masyarakat” dalam
Manajemen Pendidikan (Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia). Bandung: Alfabeta.
Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. 2007. “Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Departemen Pendidikan Nasional”. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. 2007. “Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Departemen Pendidikan Nasional”. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 07 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan