ZONA MERAH
(Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai
Gagasan Berkarya Performance Art)
Skripsi
diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Seni Rupa
Oleh
DENI RAMDANI
033890
JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DENI RAMDANI
ZONA MERAH
(KERUSAKAN LINGKUNGAN PASIR POGOR SEBAGAI GAGASAN
BERKARYA PERFORMANCE ART)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Drs. Tri Karyono, M.Sn.
NIP 1966110994021001
Pembimbing II
Dr. Zakarias S. Soeteja, M.Sn.
NIP 196707241997021001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Drs. Harry Sulastianto, M.Sn.
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ZONA MERAH (Kerusakan
Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)” ini
adalah karya saya sendiri. Di dalamnya tidak ada bagian yang merupakan plagiat
dari karya orang lain.
Bandung, 1 Juli 2011
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Paasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Performance art didefinisikan sebagai seni tindakan atau seni penampilan. Hal tersebut ditandai dengan adanya performatifity, yaitu tindakan riil yang terjadi dalam ruang dan waktu yang spesifik, tanpa dibungkus ilusi dramatik. Performance adalah tindakan yang memberi pernyataan; sebuah speech act, yaitu pernyataan yang terpahami karena sebuah aksi. Performance art dalam perkembangan Seni Rupa Barat merupakan upaya mendekatkan seni secara langsung kepada publik dengan menampilkan kejutan (shocking) serta menghadirkan ruang alternatif. Perjalanannya sebagai salah satu genre seni konseptual kemudian memunculkan Ready mades menjadi konsep seni radikal yang ditawarkan Marchel Duchamp sebagai bentuk seni yang melibatkan unsur kehidupan nyata ‘real-life activities’.
Pembelajaran yang didapatkan penulis dalam memahami performance art menjadi sebuah ruang alternatif untuk memvisualisasikan sebuah sikap kritis dan upaya penyadaran terhadap unsur sosial yang ada di Desa Mekarsaluyu pada khususnya. Kerusakan lingkungan yang terjadi di kampung halaman inilah yang menjadi pendorong bagi penulis untuk melakukan aktivitas performance art yang diaplikasikan melalui tindakan membungkus excavator (beko) sebagai subject matter yang melakukan tindakan merusak tersebut. Secara tidak langsung ini menjadi tanda baca yang akan menyentuh perasaan estetik publik yang ada disekitarnya.
DAFTAR ISI
1.6 Sistematika Penulisan ... 7
II. LANDASAN PENCIPTAAN 2.1 Kajian Teoritis ... 9
2.1.1 Konvensi Seni ... 9
2.1.2 Konsep Performance Art ... 10
2.1.3 Sejarah dan Perkembangan Performance Art ... 13
v
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.1.1 Studi Literatur ... 36
IV.VISUALISASI DAN ANALISIS KARYA 4.1 Proses Pencerapan Lingkungan ke dalam Gagasan ... 43
4.2 Proses Pengolahan Gagasan ... 61
4.2.1 Mapping (Pemetaan) ... 61
4.2.2 Identifikasi ... 62
4.2.3 Komparasi ... 63
4.2.4 Sketsa Perjalanan ... 64
4.2.5 Sketsa Konsep... 65
4.2.6 Kontemplasi ... 66
4.2.7 Rancangan Sketsa Final ... 68
4.3 Aktivitas ... 71
4.4 Analisis ... 76
4.4.1 Excavator ... 76
4.4.2 Isolatif (Pita Perekat) ... 77
4.4.3 Ruang dan Waktu Eksekusi ... 81
4.4.4 Keterlibatan Audiens ... 83
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 88
RIWAYAT HIDUP ... 90
vii
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sketsa yang Dibuat dari Naskah “Ubu Roi” ... 13
Gambar 2.2 “Fountain” ... 16
Gambar 2.3 Jackson Pollock ... 17
Gambar 2.4 Sketsa Konsep “16 Happenings in 6 Parts” ... 18
Gambar 2.5 “16 Happenings in 6 Parts” ... 18
Gambar 2.6 Chisto and Jeane Claude, Wrapped Reischag, Berlin 1971-1995 ... 21
Gambar 2.7 Tipografi Desa Mekarsaluyu dan Pasir Pogor... 24
Gambar 2.8 Mata Air Cibuntu ... 26
Gambar 2.9 Air Terjun Situ Hyang ... 26
Gambar 2.10 Batu Malaka ... 27
Gambar 2.11 Kulah Sinapeul ... 28
Gambar 2.12 Makam Mbah Dalem Sanggaroma ... 29
Gambar 2.13 Petani Memanen Kentang ... 29
Gambar 3.1 Pita Perekat (Lakban) ... 41
Gambar 3.2 Excavator ... 41
Gambar 3.3 Kamera Digital Pocket ... 42
Gambar 3.4 Kamera Digital SLR ... 42
Gambar 4.1 Resort Dago Pakar, 22 November 2011 ... 46
Gambar 4.2 Resort Dago Pakar, Juni 2011 ... 46
Gambar 4.3 Ciosa 12 April 2011 ... 47
Gambar 4.4 Ciosa 17 Mei 2011 ... 47
Gambar 4.5 Konflik Jalan di Ciosa 12 April 2011... 48
Gambar 4.6 Pasir Pogor 10 Desember 2010 ... 49
Gambar 4.7 Pasir Pogor 10 Januari 2011 ... 49
Gambar 4.8 Pekerja di Pasir Pogor dan Batu Galian ... 50
Gambar 4.9 Lokasi Banjir ... 51
Gambar 4.11 Aliran Air Merusk Sawah Warga ... 52
Gambar 4.12 Banjir di Pemukiman Warga ... 52
Gambar 4.13 Excavator Bertambah di Puncak Bukit ... 54
Gambar 4.14 Ibu Nyai ... 54
Gambar 4.15 Bapak Aceng ... 55
Gambar 4.16 Bapak Uhan (Salah Satu Penggali Batu) ... 57
Gambar 4.17 Bapak Hendi (Kontraktor) ... 58
Gambar 4.18 Sketsa Mapping Awal ... 62
Gambar 4.19 Sketsa dentifikasi Pasir Pogor ... 62
Gambar 4.20 Sketsa Perbandingan (komparasi) ... 63
Gambar 4.21 Sketsa Perjalanan... 64
Gambar 4.22 Sketsa Konsep ... 65
Gambar 4.23 Sketsa Alternatif 1 ... 66
Gambar 4.24 Sketsa Alternatif 2 ... 67
Gambar 4.25 Sketsa Konsep Awal Zona Merah ... 68
Gambar 4.26 Sketsa Kontemplasi ... 69
Gambar 4.27 Sketsa Rencana Aktivitas ... 69
Gambar 4.28 Sketsa Final Zona Merah... 70
Gambar 4.29 Sketsa 3d Ekspektasi Visual ... 71
Gambar 4.30 Tahap Persiapan ... 74
Gambar 4.31 Aktivitas Awal... 74
Gambar 4.32 Aktivitas Final ... 75
Gambar 4.33 Visual Eksekusi Final ... 75
Gambar 4.34 Excavator ... 76
Gambar 4.35 Lakban Berwarna Merah ... 77
Gambar 4.36 Performance Art di Mediterrazia 2009 ... 78
Gambar 4.37 Performance Art di “HAM IN FOCUS” ... 79
Gambar 4.38 Performance Art dalam Acara “Tribute To Munir 2010” ... 79
Gambar 4.39 Performance Art “Environmental Art in Cigondewah” 2010 ... 81
Gambar 4.40 Letak Excavator di Pasir Pogor ... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bentuk dan jenis karya seni rupa mengalami peningkatan jumlah yang
cukup signifikan sejak kehadiran pemikiran seni Pasca Modernisme. Pemikiran
Pasca Modernisme melahirkan gerakan seni rupa Kontemporer yang mendorong
berbagai medium non konvensional menjadi bagian dari karya seni rupa.
Salah satu bentuk karya Seni Rupa Kontemporer yang cukup populer adalah
Performance Art yang didefinisikan sebagai seni tindakan atau seni penampilan.
Hal tersebut ditandai dengan adanya performatifity, yaitu tindakan riil yang
terjadi dalam ruang dan waktu yang spesifik, tanpa dibungkus ilusi dramatik.
Performance adalah tindakan yang memberi pernyataan; sebuah speech act, yaitu
pernyataan yang terpahami karena sebuah aksi. Performance Art lebih
menitikberatkan aktualitas tindakan, kemudian tubuh dijadikan sebagai esensinya.
Gagasan yang mendasari para seniman performance art umumnya
merupakan sebuah bentuk perlawanan/kritik terhadap kemapanan prinsip-prinsip
medium dan idiom seni rupa modern. Pada perkembangannya identik dengan
kepedulian sosial politik, penyadaran, dan respon terhadap kerusakan lingkungan.
Berkenaan dengan hal diatas, penulis sebagai akademisi seni rupa merasa
tertarik menjadikan performance art sebagai alternatif media untuk
mengekspresikan gagasan. Adapun gagasan yang memberi stimulus cukup kuat
berada di sekitar tempat tinggal penulis yaitu Desa Mekar Saluyu Kecamatan
Cimenyan, hal ini disebabkan oleh datangnya para pengusaha asing yang
melakukan pembangunan tanpa perizinan yang jelas. Saat ini salah satu dari
pengusaha sedang melakukan penggarapan lahan di bukit Pasir Pogor. Namun
Ironisnya, unsur sosial yang ada seolah tidak peduli meskipun pembangunan telah
menyebabkan kerusakan lingkungan bahkan bencana banjir.
Dari titik inilah penulis terpanggil untuk melakukan sebuah aktivitas
(performance art) yang mampu mengkritisi atau setidaknya menjadi gimmick
terhadap unsur sosial yang ada untuk mempertimbangkan kembali rencana
pembangunan tersebut, karena penulis melihat masih adanya peluang yang lebih
baik jika saja semua unsur yang ada berkomunikasi secara terbuka dan
memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan
datang.
1.2 Rumusan Masalah
Karya Performance Art diarahkan menjadi media yang memberikan
gimmick pada sikap kritis dan menjadi upaya pencegahan terhadap kerusakan
lingkungan dan perubahan kultur sosial yang ada.
Agar proses berkarya berjalan searah dengan pembahasan permasalahan,
maka diperlukan rumusan masalah yang sistematis, diantaranya adalah sebagai
3
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Bagaimana melakukan pencerapan terhadap fenomena perubahan yang terjadi
di Kampung Pasir Pogor sebagai gagasan untuk melakukan Performance Art?
2. Bagaimana mengolah hasil pencerapan dan temuan-temuan terhadap
fenomena perubahan lingkungan yang terjadi di Kampung Pasir Pogor untuk
diformulasikan ke dalam konsep Performance Art?
3. Bagaimana bentuk Performance Art yang dihasilkan sebagai tanggapan
terhadap perubahan lingkungan di Kampung Pasir Pogor.
1.3 Tujuan Penciptaan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dikemukakan tujuan penciptaan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses pencerapan terhadap
fenomena perubahan yang terjadi di Kampung Pasir Pogor sebagai gagasan
untuk melakukan Performance Art
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses formulasi (penyusunan)
konsep aktivitas Performance Art yang akan dilakukan.
3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk Performance Art yang akan
dilakukan.
1.4 Manfaat Penciptaan
Aktivitas Performance Art yang dilakukan penulis diharapkan mampu
1. Bagi penulis sendiri:
a. Memperkaya wawasan dan pengetahuan dalam memformulasikan konsep
sampai eksekusi karya sebagai sebuah sikap kritis pada kondisi perubahan
di lingkungan.
b. Meningkatkan kreatifitas, eksplorasi, serta wawasan dalam berkarya seni
alternatif (Performance Art).
2. Bagi wilayah Pendidikan Seni Rupa :
a. Sebagai bahan kajian yang mengedepankan wawasan dan bentuk seni rupa
non konvensional sebagai alternatif karya dalam pembelajaran Seni Rupa.
3. Bagi Masyarakat:
a. Menjadi pembuka jalan bagi tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap
persoalan lingkungan (alam) yang terjadi hari ini. bahwa ternyata kondisi
lingkungan hidup kita sudah mengalami kerusakan pada tingkat kritis dan
mendatangkan bahaya bencana alam bagi kita semua dan kita ternyata
dapat melakukan sesuatu untuk mencegahnya.
b. Ekspektasi penulis pada karya yang dibuat adalah terjadinya proses
apresiasi yang berpeluang untuk menggerakkan langkah persuasif dari
unsur sosial yang ada.
1.5 Metode Penciptaan
Secara umum metode penciptaan yang digunakan penulis berupa
5
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
performance art. Langkah awal yang dilakukan adalah melalui pengumpulan data
yang dijabarkan sebagai berikut.
1. Pengumpulan data
Langkah-langkah yang akan dilakukan penulis dalan teknik pengumpulan
data terdiri dari beberapa hal antara lain:
a. Studi literatur
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh teori dan bahan pendukung
serta untuk menyempurnakan analisis data dalam rangkaian penelaahan
hubungan dengan teori yang relevan.
b. Observasi
Mengadakan pengamatan melalui data hasil dari penelitian terhadap objek
yang akan dijadikan karya dan teknik observasi ke lapangan tentang bahan
dan alat-alat yang digunakan sebagai media untuk berkarya seni grafis
sebagai pengetahuan dalam berkarya.
c. Wawancara
Esterberg (2002) mendefinisikan interview sebagai berikut:
“a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”.
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
atau tidak terungkap oleh observer, terutama untuk memperoleh informasi
lebih mendalam dari orang yang dijadikan objek itu sendiri.
d. Dokumentasi
Digunakan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti. Seperti foto-foto tempat observasi, objek, foto-foto proses dari
awal hingga penciptaan berakhir, dan dokumen-dokumen lainnya.
2. Gagasan dan Idenftifikasi bentuk/ media
Performance Art sebagai media/karya merupakan pilihan yang sangat
memungkinkan bagi penulis sebagai bentuk tindakan yang memberi pernyataan
pada suatu kondisi. Dalam hal ini pernyataan sikap kritis terhadap kerusakan
lingkungan melalui aksi/peristiwa. Seorang seniman dapat merasakan dan
memahami perubahan alam serta lingkungan sosial secara langsung dalam
peristiwa yang diciptakan melalui media performance art, seperti yang dilakukan
penulis. Artinya unsur-unsur dari konsep karya yang penulis buat akan lebih
terwakili dengan menggunakan Performance Art jika dibanding dengan
bentuk/jenis karya yang lainnya.
Gagasan yang muncul dari konsep ini adalah melakukan sebuah tindakan
membungkus excavator yang digunakan oleh pengembang di bukit Pasir Pogor
dengan pita perekat (lakban) berwarna merah. Warna pada lakban adalah simbol
7
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Konsep Karya
Tema dari karya ini adalah tentang kepedulian terhadap masalah kerusakan
lingkungan yang diberi judul “ZONA MERAH”. Zona merah diartikan sebagai
zona atau wilayah yang berbahaya, mengacu pada lahan kritis yang terus-menerus
dirusak tanpa memperhitungkan dampaknya. Sebagai kritik dan upaya penyadaran
terhadap struktur sosial terkait untuk memperhitungkan pengalihfungsian lahan di
atas bukit Pasir Pogor.
4. Aktivitas dan Presentasi Karya
Pada tahap ini konsep karya yang sudah dibuat sebelumnya dijadikan
pedoman dalam kegiatan berkarya Performance Art.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penciptaan, manfaat penciptaan, kajian sumber penciptaan,
metode penciptaan dan sistematika penulisan laporan penciptaan.
BAB II Kajian pustaka/kerangka teoretis sebagai gambaran padat
menyeluruh landasan teoritik/konseptual yang digunakan dalam
penciptaan karya ini.
BAB III Metode penciptaan, Penjabaran secara rinci tentang metode
BAB IV Visualisasi dan analisis karya, menjelaskan tentang pengolahan
data penciptaan dan pembahasan untuk menghasilkan Karya.
BAB V kesimpulan dan saran, merupakan bab penutup dan kesimpulan
akhir dari penciptaan yang telah dilakukan serta saran yang
33 BAB III
METODE PENCIPTAAN
Dalam penciptaan karya Performance Art ini penulis menggunakan metode
(cara) penciptaan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Pengumpulan data melalui:
a. Studi Literatur
b. Observasi
c. Wawancara
d. Dokumentasi.
2. Formulasi Konsep:
a. Mapping (pemetaan)
b. Identifikasi
c. Komparasi
d. Sketsa Perjalanan
e. Sketsa Konsep.
3. Kontemplasi.
4. Sketsa Final.
5. Menyiapkan alat dan bahan (Material objek).
Berdasarkan metode diatas, penulis menyusun bagan proses berkarya yang
Karya Seni Sebagai sebuah gimmick bagi penyadaran warga pada Kerusakan Alam dan Bencana Sosial
ide,
gagasan/inspirasi
Kerusakan Lingkungan
Dikaitkan dengan hal ideal yang ada dalam batin dan
pikiran seniman
Eksekusi Final
Menjadi konsep karya
Proses berkarya
1. Interaksi dengan warga untuk menangkap aspirasi.
2. Temuan-temuan dalam masyarakat berupa sistem sosial yang ikut terpengaruhi oleh perubahan kondisi alam akibat adanya perubahan secara drastis yang diciptakan oleh para pengembang pada alam dimana masyarakat itu tinggal. Bentuk/Format Karya
Pencerapan
35
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penciptaan,
karena tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penulis tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Penulis
melakukan pengamatan dengan melihat lingkungan dan perenungan atas kejadian
yang dialami, baik secara langsung atau tidak langsung. Pengamatan yang
dimaksud adalah bentuk apresiasi terhadap fenomena dengan menyelidiki
gejala-gejala yang membentuk fenomena kenyataan tersebut. Penulis menilai bahwa
apresiasi adalah sebuah ruang yang memungkinkan untuk munculnya kesadaran
masyarakat terhadap perubahan, karena di dalamnya terdapat sebuah penghargaan
terhadap apa yang terjadi. Komunikasi dengan masyarakat adalah kunci utama
dalam penciptaan karya ini, untuk itu karya seni yang dilakukan oleh penulis juga
merupakan bentuk apresiasi sebagai jembatan untuk membentuk ruang kesadaran
atau tindakan persuasif yang juga memuat nilai-nilai pendidikan didalamnya.
Hasil pengamatan diperkuat dengan mengumpulkan data-data melalui studi
literatur, emik, empirik baik berupa lisan maupun tulisan sehingga gagasan yang
diungkapkan dapat dijadikan sebagai bahan rincian untuk menentukan gagasan
pokok yang seterusnya diolah kembali untuk menjadi konsep berkarya seni.
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai cara, teknik pengumpulan data
3.1.1 Studi literatur
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh teori dan bahan pendukung
serta untuk menyempurnakan analisis data dalam rangkaian penelaahan hubungan
dengan teori yang relevan. Adapun sumber-sumber yang dipakai penulis untuk
mendukung proses penciptaan, yaitu buku, majalah, koran, website, dan artikel
yang penulis dapatkan dalam aktivitas diskusi. Data-data yang dimaksud terutama
yang berkaitan dengan konsepsi Performance Art.
3.1.2 Observasi
Observasi yang dilakukan oleh penulis dalam proses menuju penciptaan
karya adalah model riset partisipatori, mengaitkannya dengan logika aksi kultural
dimana masyarakat ditempatkan sebagai subjek utama kebudayaan. Hal ini
memungkinkan penulis untuk menciptakan peluang pendekatan, serta mekanisme
refleksi dan aksi yang memungkinkan masyarakat melakukan analisis kritis,
mempertanyakan asumsi dasar, ideologi dan implikasinya pada praktik perubahan
sosial dan lingkungan.
Maka observasi terhadap kondisi faktual sangatlah penting bagi penulis
untuk mengetahui pangkal persoalan serta variable-variabel yang ada didalamnya
untuk dijadikan bahan kajian.
3.1.3 Wawancara
Esterberg (2002) dalam Feriawan (2006:6) mendefinisikan interview
37
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
“a meeting of two persons to exchange information and idea through
question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”.
(Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan untuk memperoleh data yang belum atau tidak terungkap oleh observer, terutama untuk memperoleh informasi lebih mendalam dari orang yang dijadikan objek itu sendiri).
Dalam hal ini penulis melakukan proses dialogis terhadap unsur sosial
yang ada di wilayah Desa Mekarsaluyu baik warga, pemerintah setempat,
pengusaha yang menguasai lahan. Dialog ini dilakukan untuk menelusuri latar
peristiwa, pandangan atau persepsi serta ekspektasi (harapan) sebagai manifesto
pemikiran yang akan menjadi landasan konsep tindakan. Meskipun pada
kenyataannya proses komunikasi yang dilakukan menemui berbagai kendala
dikarenakan kondisi masyarakat yang tegang karena seringkali terjadi konflik
sosial dan politik. Hal tersebut memang berdampak pada perpecahan dan
hilangnya rasa percaya diantara unsur-unsur sosial. Namun, penulis berupaya
untuk terus melakukan pendekatan diawali dari keluarga, sahabat, tetangga dan
warga sekitar yang bersedia untuk berkomunikasi serta mengemukakan
pendapatnya.
3.1.4 Dokumentasi
Pendokumentasian selama proses penciptaan dilakukan, baik ketika
berkarya maupun dalam observasi dan wawancara.
Tentang kamera, sejak performance art di puncak kemeriahannya di tahun
Mengingat penyebaran kamera yang eksesif, poin lain yang hendak dikemukakan
di sini, kita patut penghargai ide-ide yang tidak lagi mendudukan kamera sebagai
alat dokumentasi semata. Seperti kita lihat, pengaruh media elektronik yang
terus-menerus membombardir kita dengan berbagai berita tentang realitas.
“Performance art, karena berupa peristiwa, maka satu-satunya cara agar ia bisa diakses di masa datang adalah melalui dokumentasi. Namun, kamera dipahami tidak lagi berupa alat dokumentasi, melainkan locus masalahnya. Jika menyangkut kehadiran, bisakah kamera dipandang sebagai publik di masa akan datang? Si performance artist menghadirkan dirinya melalui kamera. Atau kemungkinan-kemungkinan lain yang juga mengeksplorasi batas-batas kemampuan si kamera, dalam hubungannya dengan tubuh, diri, identitas, peristiwa, ruang-waktu.” (Heru Hikayat, 2006: 1)
Kamera diposisikan untuk membawa pemirstia di masa datang hadir di
masa sekarang. Kamera dimanfaatkan untuk meluaskan “panggung” dari
performance art, yaitu ruang-ruang yang ditempati. Kamera meluaskan ruang
hingga melampaui batasan dunia nyata: ia bisa meraih ruang maya dan menyentuh
persepsi pemirsa. Kemampuan memukau menjamin penyerapan simpul-simpul
perenungan, kamera menjamin ketersebarannya.
3.2 Formulasi Konsep
Formulasi (penyusunan) konsep aktivitas performance art yang dilakukan
penulis di atas bukit berkaitan dengan aktifitas-aktifitas kekaryaan sebelumnya,
terutama keterlibatan dalam event “Environmental Art in Cigondewah 2010”.
39
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menelaah keberadaan mata air yang mengelilingi bukit. Berikut proses perjalanan
yang dilakukan.
Seperti yang pernah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya bahwa
performance art merupakan seni konseptual, maka kekuatan vital dalam karya ini
adalah perumusan konsep. Tahapan formulasi konsep yang dilakukan penulis
dalam penciptaan karya ini akan dijelaskan sebagai berikut.
3.2.1 Mapping (pemetaan)
Mapping (pemetaan) yang dimaksud penulis dalam dalam hal ini berupa
sketsa yang menjelaskan tentang rencana perjalanan dalam proses observasi
terhadap kondisi geografis dan morfologis Desa Mekarsaluyu.
3.2.2 Identifikasi
Melakukan tinjauan terhadap kondisi bukit Pasir Pogor yang menjadi
perjalanan pertama penulis dalam tahap observasi lapangan.
3.2.3 Komparasi
Membandingkan kondisi obyektif di atas bukit Pasir Pogor dengan
wilayah lain agar dapat melihat persoalah secara lebih objektif.
3.2.4 Sketsa perjalanan
Merupakan rencana dalam menelaah dan melakukan pendokumentasian
3.2.5 Sketsa konsep
Sketsa tersebut menjadi salah satu acuan referensi yang penting dalam
proses penciptaan, karena hasil data observasi yang didapatkan penulis berawal
dari aktivitas tersebut. Selain itu, aktivitas performance art yang dilakukan
menjadi sebuah model presentasi langsung di hadapan publik. Konsep tersebut
dipresentasikan dan didiskusikan pada tanggal 29 Mei 2010 di Poesat
Keboedayaan Cigondewah yang kemudian menjadi salah satu stimulus dalam
pematang konsep skripsi penciptaan ini.
3.3 Kontemplasi
Dalam proses kontemplasi (perenungan), penulis berusaha mencari
korelasi antara kondisi objektif di lapangan dengan formulasi konsep yang telah
dilakukan sebelumnya. Hal ini memunculkan beberapa percikan gagasan yang
menjadi upaya pencarian bentuk eksekusi dalam aktivitas performance art.
3.4 Sketsa Final
Adalah sketsa dari hasil formulasi konsep yang dipakai pada eksekusi
41
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.5 Material Objek
1. Pita Perekat atau “lakban”
Gambar 3.1
Pita Perekat atau “lakban” untuk membungkus excavator Sumber: dokumentasi pribadi
2. Excavator
Gambar 3.2
Excavator sebagai subject matter
3. Kamera
Gambar 3.3
Digital Pocket digunakan dalam proses observasi,
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 3.4
Digital SLR digunakan pada eksekusi karya
86 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Manusia adalah alam itu sendiri, namun tanpa kesadaran nilai yang tinggi
tampaknya pertumbuhan manusia menjadi sebuah permasalahan paling mendasar.
Mungkin manusia harus dimusnahkan dari muka bumi, tapi karena saya manusia,
anda manusia dan banyak orang sebagai subjek kehidupan alam empirik tentu
tidak akan seikhlas itu untuk cepat mati dengan proses yang tidak natural. Maka,
tindakan yang paling bijak adalah menunggu mati secara alami sambil menarik
kebenaran-kebenaran yang ideal dan mencocoktanamkannya di muka bumi.
Tanpa harus menjadi perusak, penindas dan penguasa atau merasa menjadi
pemilik akan sesuatu karena pada dasarnya segala hal yang ada di alam ini kita
sepakati sebagai ciptaan yang maha kuasa bukan manusia.
Keseluruhan proses yang dilakukan penulis dalam penciptaan karya ini
menumbuhkan beberapa pemahaman baru dan menyempurnakan pemikiran
penulis pada konsep seni yang disampaikan melalui performance art.
Performance art dalam perencanaannya membutuhkan observasi sebagai
langkah riset yang dilakukan secara berkesinambungan. Hasil observasi ini sangat
berguna bagi penulis untuk menelaah fenomena perubahan yang terjadi di
lingkungan sekitar. Penulis akhirnya memahami bahwa persoalan mendasar yang
adalah tidak terjadinya komunikasi rencana diantara semua unsur sosial yang ada.
Hal ini terjadi karena pengusaha yang datang dan melakukan pembangunan terlalu
mengedepankan kepentingan pribadi yang tidak disesuaikan dengan kondisi
masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pemerintah setempat juga tidak tegas
dalam memberi kebijakan. Selain itu, kurangnya resistensi yang dimiliki warga
untuk menyaring moderenisasi adalah bukti dari sistem pendidikan yang kurang
menyeluruh di masyarakat.
Eksplorasi yang dilakukan penulis dalam memformulasikan konsep aktivitas
penciptaan karya ini memunculkan percikan-percikan ide yang saling
menyempurnakan. Hal ini bisa terwujud karena adanya temuan-temuan ketika
melakukan observasi seperti yang dilakukan oleh penulis di bukit Pasir Pogor.
Diantara proses tersebut penulis menemukan bahwa bukit Pasir Pogor memiliki
banyak potensi alam yang dapat dikembangkan oleh masyarakatnya tanpa harus
melakukan pengrusakan. Penulis juga berupaya untuk mengolah pola
interaktivitas terhadap ketiga unsur sosial yang ada.
Pada tahap Aktivitas (eksekusi karya) penulis menemukan beberapa
persoalan yang pada akhirnya menjadi masukan dan kritik kepada pribadi penulis
sendiri untuk memperhatikan beberapa hal penting dalam teknis presentasi atau
aktivitas performance art di lapangan terutama pada wilayah pendokumentasian,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Diperlukannya tim dokumentasi yang khusus pada saat eksekusi
88
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Performance art cenderung bersifat temporal dan bentuknya berupa
peristiwa, maka sangat diperlukan alat rekam yang dapat
mendokumentasikan aktivitas tersebut menjadi video.
5.2 Saran
Penulis berpendapat bahwa performance art juga berpeluang untuk
memberikan kemunginan-kemungkinan baru bagi wilayah pendidikan seni.
Performance art dapat dipahami setelah seseorang mampu menguasai ilmu seni
dan teori yang ada di dalamnya, selain itu ketika penulis membaca genre ini
secara historis memang dikatakan sebagai bentuk perlawanan di wilayah seni
murni. Namun, penulis sendiri menjabarkan bahwa maksud dari perlawanan
tersebut adalah upaya untuk menciptakan varian-varian baru dalam ekspresi
berkesenian. Lebih jauhnya adalah untuk menyeimbangkan perkembangan dari
konsepsi seni itu sendiri dalam memperluas bentuk medium espresinya.
Pada wilayah pendidikan, Performance Art sebagai seni konsep dapat
dijadikan media dalam pembacaan wacana. Setidaknya ini menjadi salah satu
instrumen yang menghubungkan antara sistem pendidikan yang terjadi di dalam
institusi dengan sistem sosial yang terjadi pada kenyataannya. Seperti apa yang
dilakukan penulis, jika dikaji lebih jauh dapat dipahami tentang bagaimana
seorang siswa dapat merespon peristiwa di lingkungannya tanpa melakukan
tindakan yang anarkis. Semacam model pembelajaran yang menjadikan
Maka, penulis menyarankan agar diadakannya mata kuliah yang mengkaji
jenis kesenian tersebut, karena sejauh ini kita dapat melihat adanya fenomena
performance art yang terjadi di kalangan mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni
Rupa UPI. Sejauh ini memang penulis sendiri memperhatikan banyaknya
kecenderungan mahasiswa yang melakukan eksplorasi di wilayah seni konseptual,
diantaranya installasion art dan video art.
Penulis berpandangan bahwa seorang guru adalah sosok yang mampu
menggiring muridnya ke arah pencerahan, dengan adanya upaya memahami
perkembangan seni yang sedang terjadi maka seorang guru seni rupa akan mampu
memberikan pencerahan kepada muridnya dalam memahami makna-makna seni
Deni Ramdani, 2013
ZONA MERAH (Kerusakan Lingkungan Pasir Pogor sebagai Gagasan Berkarya Performance Art)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Caroll, Noel (2001) : Beyond Aesthetics, Philosophical Essays, Cambridge University Press, New York.
Gie, T.L. 1976. “Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan)”. Yogyakarta: UGM Hartoko, Dick. 1984. “Manusia dan Seni”. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Horowitz, Gregg , Huhn Tom (1998) : Symbolic Expressions and the Self, dalam Danto Arthur C, Essays, The Wake of Art: Criticism, Philosophy, and the ends of taste. Amsterdam: G+B Arts International Imprint.
Murti, Krisna. 2009. “Esai Tentang Seni Video dan Media Baru.” Yogyakarta: Indonesian Visual Art Archive (IVAA).
Listyowati, S.S. 2004 “ Bird Migration”. Acara diskusi di Gd. GBD UPI Bandung.
Iskandar, Popo. “Alam Pikiran Seniman”. Bandung: Yayasan Popo Iskandar.
Moelyono. 1997. “Seni Rupa Penyadaran.” Yogyakarta: Yayasan Bentara Budaya.
Piliang, Yasraf. 2004. “Menggeledah Hasrat”. Yogyakarta. Jalasutra
Poerwa Darmita. W.J.S..(1967) “Kamus Umum Bahasa Indonesia”. Jakarta: DEPDIKBUD.
Read, Herbert. 1959. “The Meaning Of art”. Penguin Book Ltd. Baltimore. Amerika Serikat
Sahman, Humar. 1993. “Mengenal Dunia Seni Rupa”. Semarang: Ikip Semarang
Staniszewski, Mary Anne (1995) : “Believing is Seeing: Creating the Culture of Art,” London Penguin Books, UK.
Susanto, Mikke. 2003. “Membongkar Seni Rupa”. Yogyakarta: Buku Baik Jendela
Yuliman, Sanento. 2001. “Dua Seni Rupa”. Jakarta. Yayasan Kalam.