vi DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR BAGAN ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah ... 12
B. Pembelajaran dengan Strategi SQ3R ... 14
1. Konsep dan Makna Pembelajaran ... 14
2. Pengertian Strategi Pembelajaran ... 16
3. Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran ... 17
4. Strategi SQ3R dalam Pembelajaran Matematika ... 18
C. Pembelajaran Konvensional ... 25
D. Teori-teori Belajar yang Mendukung ... 28
1. Teori Belajar Jean Piaget dan Pandangan Konstruktivisme ... 28
2. Teori Belajar David Ausubel ... 30
E. Komunikasi Matematis ... 30
F. Hubungan antara Strategi SQ3R dan Komunikasi Matematis ... 35
vii
2. Struktur dan Pembentukan Sikap ... 38
3. Ciri – ciri Sikap ... 41
4. Pengukuran Sikap ... 43
H. Hasil-hasil Penelitian Relevan ... 48
I. Definisi Operasional ... 51
J. Hipotesis ... 53
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 55
B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 56
C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya... 57
1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis (Posttest) ... 58
2. Skala Sikap ... 68
3. Pedoman Observasi ... 71
4. Bahan Ajar dan Pengembangannya ... 71
D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 72
E. Prosedur Penelitian ... 86
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 87
1. Nilai Kemampuan Awal Matematis ... 87
2. Hasil Tes Komunikasi Matematis ... 93
3. Hasil Sikap Siswa ... 106
4. Hasil Observasi ... 108
B. Pembahasan ... 112
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 116
B. Rekomendasi ... 117
DAFTAR PUSTAKA ... 119
viii DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan komunikasi Matematis ... 58
3.2 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan komunikasi Matematis ... 59
3.3 Interpretasi Koefisien Validitas ... 63
3.4 Rekapitulasi Hasil Analisis Validitas Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... 64
3.5 Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 65
3.6 Rekapitulasi Hasil Analisis Reliabilitas Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... 66
3.7 Interpretasi Daya Pembeda ... 67
3.8 Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... 67
3.9 Interpretasi Tingkat Kesukaran Soal ... 68
3.10 Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... 68
3.11 Kisi-Kisi Skala Sikap Siswa ... 70
3.12 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 84
4.1 Skor Terendah, Skor Tertinggi, Rata-rata dan Deviasi Standar Nilai Kemampuan Awal Matematis ... 88
4.2 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematis ... 89
4.3 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematis ... 90
4.4 Uji Perbedaan Dua Rata-rata Nilai Kemampuan Awal Matematis ... 91
4.5 Sebaran Sampel Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis ... 92
ix
Berdasarkan Jenis Strategi Pembelajaran ... 94 4.8 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Skor Tes Komunikasi Matematis.... 95 4.9 Hasil Uji Homogenitas Skor Tes Komunikasi Matematis ... 96 4.10 Uji Perbedaan Dua Rata-rata Skor Tes Komunikasi Matematis ... 97 4.11 Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan
Strategi Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis ... 97 4.12 Hasil Uji Normalitas Skor Tes Komunikasi Matematis Berdasarkan
Strategi Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis ... 99 4.13 Hasil Uji Homogenitas Skor Tes Komunikasi Matematis
Berdasarkan Strategi Pembelajaran dan Kemampuan Awal
Matematematika ... 100 4.14 Rekapitulasi Hasil Uji ANOVA Dua Jalur Skor Tes Komunikasi
Matematis Berdasarkan Strategi Pembelajaran dan Kemampuan
Awal Matematis ... 100 4.15 Uji Scheffe Rata-rata Pencapaian Kemampuan Komunikasi
Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis ... 103 4.16 Assosiasi KAM dan Komunikasi Matematis Siswa yang Mendapat
Pembelajaran dengan Strategi SQ3R ... 104 4.17 Assosiasi KAM dan Komunikasi Matematis Siswa yang Mendapat
x DAFTAR BAGAN
Bagan
xi Gambar
4.1 Interaksi Kemampuan Awal Matematis dan Strategi Pembelajaran
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
A. Perangkat Pembelajaran ... 123
B. Instrumen Penelitian... 187
C. Hasil Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... 199
D. Kemampuan Awal dan Komunikasi Matematis ... 201
E. Uji Normalitas, Homogenitas dan Perbedaan Rata-rata ... 208
F. Uji ANOVA Dua Jalur ... 236
G. Hasil Skala Sikap dan Observasi ... 242
H. Surat-surat Perizinan Penelitian ... 250
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh sebab itu, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang sebuah program pembelajaran. Menurut Sanjaya (2007: 64), ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran, di antaranya untuk mengevaluasi efektivitas keberhasilan proses pembelajaran, sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa, membantu guru dalam mendesain sistem pembelajaran, dan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.
2
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Komunikasi adalah bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika (NCTM, 2000: 60) sebab komunikasi merupakan cara berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman sehingga ide tersebut menjadi lebih bermakna. Komunikasi bisa mendukung belajar para siswa atas konsep-konsep matematis yang baru saat mereka memainkan peran dalam suatu situasi, mengambil, menggunakan obyek-obyek, memberikan laporan dan penjelasan-penjelasan lisan, menggunakan diagram, menulis, dan menggunakan simbol-simbol matematis. Dengan demikian, kesalahan konsep dapat diidentifikasi dan ditanggulangi (Wahyudin, 2008: 42).
Menurut Wahyudin (Permana, 2010: 2) kebergunaan matematika lahir dari kenyataan bahwa matematika menjelma sebagai alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat dan tidak bermakna ganda. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Dengan demikian, komunikasi matematis memegang peranan penting baik sebagai representasi pemahaman siswa terhadap konsep matematika sendiri maupun dunia keilmuan yang lain.
berbagai masalah yang merupakan situasi nyata untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengkomunikasikan gagasannya. Pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika juga dikemukakan oleh Lappan (Hulukati, 2005: 5) yang menyatakan bahwa the overaching goall of connected mathematics is all student should be able to reason and communicate proficiently in mathematics.
Beberapa hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa dinilai masih rendah terutama keterampilan dan ketelitian dalam mencermati atau mengenali sebuah persoalan matematika (Fuentes, 1998; Wahyudin, 1999; Osterholm, 2006; Ahmad, Siti & Roziati, 2008). Fuentes (1998) dan Wahyudin (1999) melaporkan bahwa kurang cermatnya siswa membaca secara komprehensif suatu ungkapan matematis diindikasikan oleh cara mereka menyelesaikan permasalahan matematika tersebut yang cenderung lebih bersifat prosedural dan terkonsentrasi untuk menyelesaikan perhitungan secara rutin tanpa memahami makna dari permasalahan yang diberikan.
4
dalam belajar matematika terutama dalam menginterpretasikan istilah untuk memecahkan masalah matematika. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik pesan-pesan (penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam komunikator sendiri), sedangkan komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh paling sedikit satu orang dengan harapan dapat segera memberikan umpan balik.
Dengan mempertimbangkan hasil studi empiris tersebut, tidaklah mengherankan bila kemampuan komunikasi matematis siswa di sekolah terutama kecermatan dalam membaca secara komprehensif suatu ungkapan matematis yang diberikan masih lemah, sebagai dampak dari lemahnya proses pembelajaran. Sebab, selama ini anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir tetapi lebih diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi sehingga otak anak dipaksa mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu. Dengan demikian, pembelajaran menjadi tidak bermakna (meaningful) (Sanjaya, 2007:1).
proses linguistik, skemata pembaca membantunya membangun makna, sedangkan fonologis, semantik dan fitur sintaksis membantunya mengkomunikasikan dan menginterpretasikan pesan-pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan, pembetulan suatu strategi, pemonitoran dan pengevaluasian. Dengan demikian, membaca merupakan gabungan proses perseptual dan kognitif.
Hal berbeda dikemukakan Klein, dkk. (Rahim, 2008: 3) bahwa membaca merupakan suatu proses, strategi dan interaktif. Membaca merupakan suatu proses, artinya informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Membaca sebagai suatu strategi, maksudnya pembaca secara efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam mengkonstruksi makna ketika membaca. Membaca sebagai suatu interaktif, maksudnya adanya interaksi antara pembaca dengan teks.
6
Menurut Wahyudin (2008: 232), terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam membaca bahan matematika, yaitu (1) matematika memiliki kosakata tekniksnya sendiri, sehingga siswa dituntut untuk memahami dengan jelas berbagai simbol dan istilah teknis yang digunakan untuk mengekspresikan konsep-konsep matematis; (2) siswa harus belajar memahami makna dari simbol-simbol pendek dan belajar menangkap makna dari rumus, grafik dan diagram; (3) siswa dituntut untuk mengingat banyak konsep dan keterampilan yang telah dipelajari pada waktu sebelumnya; (4) kecepatan membaca, maksudnya siswa perlu menyesuaikan tindakan membacanya dengan kesukaran materi dan tujuan dari kegiatan membaca itu sendiri.
Sejalan dengan pendapat di atas, Soemarmo (2003) menyatakan bahwa keterampilan membaca matematika merupakan proses yang aktif, dinamik dan generatif, serta memuat aktivitas yang kompleks yang melibatkan respons fisikal (sensasi dan persepsi), mental (simbol abstrak dan makna), intelektual (critical thinking), dan emosi (intensitas emosi). Kualitas keterampilan membaca
matematika berkaitan dengan pemahaman simbol, gambar, dan atau pola matematika, sedangkan pengembangan keterampilan membaca matematika berkaitan erat dengan kemampuan melaksanakan proses dan tugas matematis (doing math, mathematical task). Dengan demikian, keterampilan membaca matematika perlu untuk dikembangkan.
Salah satu strategi membaca yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika ialah strategi SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, dan Review) yang dikembangkan oleh Francis P. Robinson dari Ohio University. Adapun yang menjadi kekhasan SQ3R dalam pembelajaran matematika antara lain bahwa tahapan dalam strategi SQ3R, sangat baik untuk kepentingan membaca secara intensif (membaca pemahaman, meliputi membaca literal, kritis dan kreatif) dan membaca secara rasional, sehingga memfasilitasi proses memori (memorizing proses) dan dapat digunakan sebagai Advance Organizer, yaitu suatu cara yang
8
buku ajar, tetapi dapat pula digunakan dalam membaca artikel untuk kepentingan studi. Pendapat lain dikemukakan oleh Soedarso (1989: 59) yang menyatakan bahwa menurut para ahli psikolog, strategi membaca ini merupakan cara efisien dalam membantu siswa memahami suatu konsep atau tulisan yang sedang dibaca. Disamping itu, strategi ini bersifat praktis dan dapat diaplikasikan dalam berbagai pendekatan belajar (Syah, 2006: 140).
Aktivitas membaca sering dilakukan dalam proses memecahkan masalah, sebagai contoh, memeriksa istilah masalah atau mempelajari ekspresi simbolis. Memeriksa istilah dalam pemecahan masalah adalah salah satu tugas yang paling menantang dalam matematika bagi kebanyakan siswa. Ini mengharuskan solver untuk menerjemahkan masalah ke dalam bahasa matematik. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, Siti & Roziati (2008) terhadap peserta didik sekolah menengah di Malaysia ditemukan bahwa mayoritas dari mereka tidak menuliskan solusi masalah dengan menggunakan bahasa matematik yang benar. Dengan demikian komunikasi intrapersonal dan interpersonal penting dalam belajar matematika terutama dalam menginterpretasikan istilah untuk memecahkan masalah matematika.
semakin terlatih. Dengan demikian, judul penelitian ini adalah “Pencapaian Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa melalui Pembelajaran dengan Strategi SQ3R (Studi Eksperimen di Salah Satu SMA Negeri di Kabupaten Garut)”.
B. Rumusan Masalah
Secara garis besar, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat
pembelajaran dengan strategi SQ3R lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara subkelompok tinggi, subkelompok sedang dan subkelompok rendah pada kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi SQ3R dan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?
3. Apakah terdapat hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan strategi SQ3R dan kemampuan komunikasi matematis? 4. Bagaimana aktivitas dan komunikasi matematis siswa yang mendapat
pembelajaran dengan strategi SQ3R?
C. Tujuan Penelitian
10
1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi SQ3R dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengidentifikasi perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara subkelompok tinggi, subkelompok sedang dan subkelompok rendah pada kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi SQ3R dan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
3. Untuk menganalisis hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan strategi SQ3R dan kemampuan komunikasi matematis. 4. Untuk mendeskripsikan aktivitas dan komunikasi matematis siswa yang
mendapat pembelajaran dengan strategi SQ3R.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Secara rinci, manfaat penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis
a. Memperluas wawasan bagi kajian ilmu pendidikan matematika khususnya dalam hal pembelajaran sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pengembangan penelitian yang akan datang.
b. Memberikan kontribusi keilmuan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
2. Manfaat Praktis
b. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai rujukan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi pembelajaran dengan strategi SQ3R terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimen dengan desain penelitan Kelompok Kontrol Hanya Postes (post-test-only control group design) (Ruseffendi, 1994: 46) yang digambarkan sebagai berikut:
A X O
A O
Keterangan: A : Pemilihan sampel secara acak.
X : Treatment melalui pembelajaran dengan strategi SQ3R. O : Posttest berupa tes kemampuan komunikasi matematis.
Setelah selesai pembelajaran, kedua kelompok diberi posttest untuk mengetahui pencapaian kemampuan komunikasi matematis.
Untuk mengetahui lebih dalam kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kontrol, maka dalam penelitian ini dilibatkan faktor lain yaitu kemampuan awal siswa, yang terdiri dari tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Kemampuan awal siswa diperoleh berdasarkan hasil analisis terhadap nilai tes formatif matematika ketika di kelas X. Pengkategorian tersebut berdasarkan pendapat pakar evaluasi (Suherman, 2003: 162). Skor kemampuan awal matematis siswa diurutkan dari skor yang tertinggi menuju skor terendah. Siswa dengan kategori skor tinggi dan rendah diambil sebanyak 27 % dari seluruh siswa. Sisanya sebesar 46 % dikategorikan kelompok sedang. Untuk mengetahui hubungan sikap siswa terhadap pembelajaran dan komunikasi matematis, maka diberikan skala sikap setelah posttest.
Dalam penelitian ini tidak digunakan pretes. Skor kemampuan awal dapat digunakan sebagai pengganti pretes. Dalam hal ini, penulis mengasumsikan bahwa kemampuan awal siswa dapat menggambarkan kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum diberi perlakuan.
B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
57
kemampuan membaca siswa SMA Negeri 3 Garut relatif baik dan dapat memberi kontribusi meningkatkan kemampuan komunikasi matematis.
Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 3 Garut kelas XI IPA angkatan tahun 2011/2012 yang terdiri dari 5 kelas, dengan jumlah siswa sebanyak 206 orang.
Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik Randomized Cluster Sampling, artinya memilih secara acak dari kelompok-kelompok (kelas-kelas) yang ada dalam populasinya.
Sampel dipilih sebanyak dua kelas dari jumlah populasinya dan dilakukan secara acak dengan cara diundi sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai anggota sampel, serta untuk meminimalisir subyektivitas atau rekayasa. Dari hasil pengundian terpilihlah kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5. Selanjutnya, kedua kelas tersebut di undi kembali untuk dipilih secara acak sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan terpilih kelas XI IPA 4 sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 40 orang dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa sebanyak 40 orang.
C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya
Pembahasan secara rinci mengenai instrumen di atas sebagai berikut: 1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis (Posttest)
Perangkat tes berbentuk uraian sebanyak empat butir soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Materi yang diteskan disesuaikan dengan bahan ajar yang diberikan yaitu pada pokok bahasan Statistika.
Penyusunan instrumen tes ini dikembangkan melalui tahap-tahap:
a. Penyusunan kisi-kisi tes kemampuan komunikasi matematis berpedoman pada silabus kurikulum matematika SMA kelas XI IPA.
Tabel 3.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan komunikasi Matematis Aspek Komunikasi Matematis Indikator Komunikasi Matematis
Indikator Soal Nomor
Soal
Menulis
Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara tertulis
Menjelaskan diagram lingkaran secara tertulis sehingga dapat menentukan data yang paling banyak dan paling sedikit.
1.a Menyusun argumen atau mengungkapkan pendapat serta memberikan penjelasan atas jawaban
Memberikan penjelasan atas jawaban dalam menghitung data yang paling banyak dan paling sedikit.
1.b
Memberi penjelasan atas jawaban dalam menentukan rata-rata hitung dari data yang baru.
2.a
Memberi penjelasan atas jawaban dalam menentukan rata-rata dan simpangan baku dari data
3.a
Menyusun argumen untuk memberikan penjelasan dalam menentukan keberhasilan belajar matematika yang paling baik ditinjau dari simpangan baku
3.b
Memberikan penjelasan atas jawaban dalam menentukan median berdasarkan data pada
59
histogram Menggambar Menyatakan situasi
atau ide-ide matematika dalam bentuk gambar, diagram atau grafik
Menyajikan hasil perhitungan dalam bentuk diagram batang
1.c Menyajikan kembali informasi
dari histogram dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kelompok 4.a Ekspresi Matematika Menyatakan situasi, gambar, diagram atau benda nyata kedalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika
Merumuskan banyak data berdasarkan hasil perkalian persentase penjualan masing-masing buku dengan jumlah total buku.
1.b
Menyatakan situasi masalah dalam bentuk rumus matematis
2.a Membuat persamaan
matematika untuk menentukan rata-rata dari data yang baru
2.b
Merumuskan data dalam bentuk rata-rata dan simpangan baku
3.a Merumuskan median
berdasarkan data pada histogram.
4.b
b. Penyekoran tes kemampuan komunikasi matematis disesuaikan berdasarkan kriteria jawaban (rincian pekerjaan) siswa agar dapat mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Berikut ini adalah pedoman penskoran tes kemampuan komunikasi matematis:
Tabel 3.2 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan komunikasi Matematis Aspek Komunikasi Jawaban siswa terhadap soal Skor Menjelaskan ide,
situasi dan relasi matematika secara tulisan, dan menyusun argumen atau mengungkapkan pendapat serta memberikan penjelasan atas jawaban
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya
menunjukkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.
0 Hanya sedikit penjelasan yang benar 1 Penjelasan secara matematis masuk akal, namun
hanya sebagian lengkap dan benar 2
Penjelasan secara matematis masuk akal dan benar meskipun tidak tersusun secara logis dan masih terdapat sedikit kesalahan
3 Penjelasan secara matematis masuk akal, benar
Menyatakan situasi atau ide-ide
matematika dalam bentuk gambar, diagram atau grafik
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya
menunjukkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.
0 Hanya sedikit dari gambar, diagram atau tabel
yang dilukis benar 1
Melukiskan gambar, diagram atau tabel namun
kurang lengkap dan benar 2
Melukiskan gambar, diagram atau tabel secara
lengkap dan benar 3
Menyatakan situasi gambar, diagram atau benda nyata kedalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya
menunjukkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.
0 Hanya sedikit dari model matematika yang dibuat
benar 1
Membuat model matematika dengan benar dan melakukan perhitungan, namun sedikit kesalahan dalam mendapatkan solusi
2 Membuat model matematika dengan benar,
melakukan perhitungan, dan mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.
3
Sumber: Holistic Scoring Rubrics diadopsi dari Cai, Lane, & Jakabcsin (Ansari, 2003: 81)
Sebelum digunakan dalam penelitian, validitas teoretik (validitas isi, validitas konstruk dan validitas muka) perangkat tes komunikasi matematis dianalisis oleh pembimbing dan beberapa guru matematik SMA Negeri 3 Garut. Validitas teoretik yang ditimbang adalah kesesuaian antara indikator dengan butir soal, kesesuaian antara butir soal dengan jenjang kognitif yang diukur, kejelasan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran materi atau konsep yang diujikan. Selanjutnya perangkat tes ini direvisi seperlunya dan diujicobakan pada enam orang siswa kelas XII IPA dengan tujuan untuk melihat validitas mukanya (keterbacaan soal). Kemudian instrumen direvisi kembali seperlunya dan dikonsultasikan kepada pembimbing. Dengan demikian dari aspek validitas teoretik instrumen tes komunikasi matematis layak di gunakan dalam penelitian.
61
Soal no 2.
Perhatikan data pada tabel berikut:
Tabel Kepemilikan Kambing Pemilik
Kambing
Banyak Kambing (ekor)
Rata-Rata Berat Kambing (kg)
Amir 5 36
Kadi 5 34
Jika seekor kambing dari masing-masing pemilik ditukarkan, maka rata-rata berat kambing menjadi sama. Buat persamaan matematika untuk menentukan selisih berat kambing yang ditukarkan!
Terhadap soal tersebut, penimbang menyarankan sebaiknya diganti dengan soal baru yang lebih sederhana, karena terlalu sulit bagi siswa dan perlu kemampuan pemahaman konsep dan analisis yang mendalam dan sebaiknya digunakan sebagai bahan diskuis, tapi perlu dicoba.
Soal no 3.
Nilai ulangan harian matematika siswa kelas XI disajikan dalam Tabel berikut:
Tabel Nilai Ulangan Harian Matematika
Kelas Skor
XI A 70 65 60 60 60 65 70 65 75 60 XI B 75 50 40 45 20 85 80 90 80 85
Dari data tersebut, diketahui rata-rata nilai ulangan harian matematika siswa kelas XI A dan XI B adalah sama, yaitu 65. Menurut pendapat anda, kelas mana yang memperoleh keberhasilan belajar matematika yang paling baik jika ditinjau dari standar deviasinya! Jelaskan!
Setelah dilakukan validasi secara teoretik (validasi isi, validasi konstruk dan validasi muka) dan direvisi seperlunya, perangkat tes komunikasi matematis diujicobakan kepada 40 orang siswa kelas XII IPA. Uji coba tes dilakukan untuk melihat ketepatan (validitas) butir soal, keajegan (reliabilitas) tes, daya pembeda butir soal, dan tingkat kesukaran butir soal. Data hasil ujicoba instrumen dianalisis dengan menggunakan bantuan scientific calculator CASIO fx-991 ES dan program computer Microsoft Excel.
1) Validitas Butir Soal Uraian
Validitas suatu tes ialah ketepatan tes itu mengukur apa yang mestinya diukur (Ruseffendi, 1991: 125). Sehingga sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium (Arikunto, 2006: 69).
Cara menentukan tingkat (indeks) validitas kriterium ini ialah dengan menghitung koefisien korelasi antara sekor setiap butir dengan skor total yang diperoleh. Koefisien korelasi ini dihitung dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson sebagai berikut:
∑
∑
∑
∑
∑
∑ ∑
− −
− =
] ) ( ][
) (
[N X2 X 2 N Y2 Y 2
Y X XY
N
rxy (Suherman, 2003: 120)
Dengan
rxy: koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N: banyaknya siswa
63
Selanjutnya koefisien validitas yang diperoleh dari hasil perhitungan diinterpretasikan secara kasar (sederhana) dengan menggunakan kriteria yang dibuat oleh Guilford (Suherman, 2003: 112) yang dirinci sebagai berikut:
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Validitas Koefisien Validitas Kriteria Validitas
0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 sangat tinggi 0,70 ≤ rxy < 0,90 tinggi 0,40 ≤ rxy < 0,70 sedang 0,20 ≤ rxy < 0,40 rendah rxy < 0,20 sangat rendah
Untuk menentukan signifikan tidaknya koefisien validitas tersebut, maka dilakukan dengan uji t, dengan rumus:
2 1
2
xy y x hitung
r N r t
− −
=
Keterangan:
rxy: koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N: banyaknya siswa
Hasil perhitungan dikonsultasikan ke tabel harga kritik t (ttabel) pada taraf signifikansi (taraf kepercayaan ) α = 0,05 dengan terlebih dahulu mencari derajat bebasnya yang ditentukan dengan rumus:
db = N-2 keterangan:
db = derajat kebebasan
N = banyaknya siswa
Adapun kriteria pengujian sebagai berikut: Jika nilai −ttabel ≤thitung ≤ttabel maka
Berikut ini adalah tabel rekapitulasi hasil analisis validitas uji coba tes komunikasi matematis. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.
Tabel 3.4
Rekapitulasi Hasil Analisis Validitas Uji Coba Tes Komunikasi Matematis Nomor
Soal
Koefisien Validitas (rxy)
Kriteria thitung
ttabel (α=0,05, db=38) Signifikan Korelasi 1.a 1.b 1.c 2.a 2.b 3.a 3.b 4.a 4.b 0,807 0,893 0,791 0,716 0,675 0,879 0,741 0,674 0,732 tinggi tinggi tinggi tinggi sedang tinggi tinggi sedang tinggi 8,428 12,199 7,970 6,329 5,644 11,386 6,803 5,617 6,621 1,684 valid valid valid valid valid valid valid valid valid
Berdasarkan rekapitulasi hasil pengujian validasi sebagaimana terurai pada Tabel 3.4, dengan demikian dapat di simpulkan bahwa instrumen tersebut layak digunakan dalam penelitian.
2) Reliabilitas Butir Soal Uraian
65 − − =
∑
∑
2 2 11 1 1 t i S S n n rsedangkan untuk menghitung varians tiap-tiap item digunakan rumus:
N N x x s
∑
−∑
= 2 2 2 ) ( keterangan:r11 : koefisien reliabilitas
n : banyak butir soal
Si2 : varians skor tiap butir soal ke-i
St2 : varians skor total
N : banyaknya siswa
s2 : varians tiap item
Seperti halnya koefisien validitas, untuk koefisien reliabilitas yang diperoleh
dari hasil perhitungan diinterpretasikan secara kasar (sederhana) dengan
menggunakan kriteria yang dibuat oleh Guilford (Suherman, 2003: 139) yang
dirinci sebagai berikut:
Tabel 3.5 Interpretasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Kriteria Reliabilitas
0,90 ≤ r11≤ 1,00 sangat tinggi 0,70 ≤ r11< 0,90 tinggi 0,40 ≤ r11< 0,70 sedang 0,20 ≤ r11< 0,40 rendah
r11< 0,20 sangat rendah
Untuk menentukan signifikan atau tidaknya digunakan cara yang sama
Berikut ini adalah tabel rekapitulasi hasil analisis reliabilitas uji coba tes
[image:30.595.109.513.207.631.2]komunikasi matematis. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.
Tabel 3.6
Rekapitulasi Hasil Analisis Reliabilitas Uji Coba Tes Komunikasi Matematis Koefisien
Reliabilitas (rxy)
Kriteria thitung
ttabel (α=0,05, db=38)
Signifikan Korelasi
0,830 tinggi 9,173 1,684 Reliabel
3) Daya Pembeda Butir Soal Uraian
Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan
butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya
dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (testi yang
menjawab salah). Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Galton (Suherman, 2003:
159) bahwasanya suatu perangkat alat tes yang baik harus dapat membedakan
antara siswa yang kemampuannya tinggi, sedang dan kurang.
Rumus untuk menentukan Daya Pembeda adalah :
SMI X X
DP= A − B
keterangan:
DP = Daya Pembeda
X = Rata-rata skor kelompok atas A
X = Rata-rata skor kelompok bawah B
SMI = Skor Maksimum Ideal
Karena jumlah subyek uji coba ini berjumlah 40, maka subyek yang diambil
67
untuk kelompok siswa pandai (kelompok atas) dan 27 % untuk kelompok siswa
yang kurang (kelompok bawah). Proses penentuan kelompok atas dan kelompok
bawah ini adalah dengan cara mengurutkan skor setiap testi dari skor tertinggi ke
skor terendah.
Suherman (2003: 161) menginterpretasikan daya pembeda dengan kriteria
[image:31.595.114.510.246.714.2]sebagai berikut :
Tabel 3.7. Interpretasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda DP ≤ 0,00 sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 baik
0,70 < DP ≤ 1,00 sangat baik
Berikut ini adalah tabel rekapitulasi hasil analisis daya pembeda uji coba tes
komunikasi matematis. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.
Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Analisis Daya Pembeda Uji Coba Tes Komunikasi Matematis
Nomor Soal Daya Pembeda (DP) Kriteria
1.a 1.b 1.c 2.a 2.b 3.a 3.b 4.a 4.b
0,49 0,64 0,52 0,60 0,45 0,70 0,55 0,36 0,51
baik baik baik baik baik baik baik cukup
4) Tingkat Kesukaran Butir Soal Uraian
Tingkat kesukaran menunjukkan apakah butir soal tergolong sukar, sedang,
dan mudah. Untuk menghitung Tingkat Kesukaran digunakan rumus:
SMI X TK =
keterangan: TK = Tingkat Kesukaran
X = Rata-rata skor tiap item
SMI = Skor Maksimum Ideal
Selanjutnya hasil yang diperoleh diinterpretasikan menggunakan kriteria
[image:32.595.111.512.209.740.2]yang di buat oleh Suherman (2003: 170) sebagai berikut:
Tabel 3.9 Interpretasi Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat Kesukaran Kriteria Tingkat Kesukaran Soal TK = 0,00 terlalu sukar
0,00 < TK ≤ 0,30 sukar 0,30 < TK ≤ 0,70 sedang
0,70 < TK < 1,00 mudah
TK = 1,00 terlalu mudah
Berikut ini adalah tabel rekapitulasi hasil analisis tingkat kesukaran uji
coba tes komunikasi matematis. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran C.
Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Uji Coba Tes Komunikasi Matematis
Nomor Soal Tingkat Kesukaran Kriteria
1.a 1.b 1.c 2.a
0,80 0,70 0,82 0,66
69
2.b 3.a 3.b 4.a 4.b
0,78 0,53 0,70 0,86 0,69
mudah sedang sedang mudah sedang
2. Skala Sikap
Penyusunan skala sikap berdasarkan pada indikator perasaan senang
terhadap strategi pembelajaran matematika seperti dapat mengikuti pelajaran
dengan sungguh-sungguh, dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik,
tuntas dan tepat waktu, berpartisipasi aktif dalam diskusi dan dapat merespon
dengan baik tantangan yang diberikan sehingga hal ini dapat berdampak pada
pengembangan rasa percaya diri untuk mengkomunikasikan ide dan gagasan yang
dipahaminya khususnya secara tertulis, sehingga kemampuan komunikasi
matematisnya semakin terlatih.
Skala sikap disusun dengan menggunakan model Likert yang terdiri dari 20
soal. Setiap pertanyaan atau pernyataan dalam skala sikap merupakan pertanyaan
atau pernyataan tertutup sehingga responden hanya dapat memilih alternatif
jawaban atau pendapat yang sesuai yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Alternatif jawaban Nentral (N) tidak
dipergunakan dalam penelitian ini, hal ini untuk mendorong siswa agar
konsekwen dengan jawabannya atau pendapatnya (tidak ragu-ragu memberikan
jawaban/pendapat). Setiap pilihan jawaban yang mendukung pernyataan sikap
jawaban yang mendukung pernyataan sikap negatif diberi skor, yaitu: SS = 1, S =
2, TS = 4 dan STS = 5.
Sebelum dilakukan penyebaran, skala sikap siswa terlebih dahulu divalidasi
isi setiap itemnya dengan meminta pertimbangan pembimbing untuk melihat
kesesuaian antara kisi-kisi butir pertanyaan skala sikap tersebut juga kesesuaian
dengan tujuan penyebaran skala sikap tersebut. Untuk lebih jelasnya kisi-kisi dan
[image:34.595.117.511.253.632.2]instrumen skala sikap ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.11 Kisi-Kisi Skala Sikap Siswa
Aspek Indikator
Nomor Pernyataan Positif Negatif
Sikap Siswa terhadap Pembelajaran
Matematika dengan Strategi SQ3R
1. Perasaan senang 2. Partisipasi 3. Perhatian
4. Kesungguhan mengikuti pembelajaran
5. Dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan 6. Harapan dan cita-cita 7. Kegiatan yang menarik 8. Ketekunan dan keuletan 9. Menyukai kompetisi 10.Percaya diri
1 5 14 10
17
9 3 8 20 18
16 13 19 6
4
7 12
2 15 11
Dalam penelitian ini, skala sikap digunakan untuk mengetahui persentase
sikap siswa (positif dan negatif) terhadap pembelajaran dengan strategi SQ3R dan
juga melihat hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran dengan strategi
71
3. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang proses
pembelajaran yang meliputi aktivitas serta komunikasi matematis siswa selama
berlangsungnya proses pembelajaran. Pedoman observasi berupa daftar cek.
Proses observasi akan dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung dan yang
bertindak sebagai pengamat adalah observer.
4. Bahan Ajar dan Pengembangannya
Bahan ajar merupakan salah satu bagian penting yang berperan dalam
meningkatkan proses belajar, berperan sangat penting bagi siswa untuk terlibat
aktif dalam aktivitas matematika, sehingga siswa dituntut agar mau belajar.
Menurut Galert (Juandi, 2006: 88) bahan ajar dapat berperan sebagai penengah
antara tujuan-tujuan pembelajaran matematika dan hasil belajar matematika.
Dalam penelitian ini untuk menunjang pembelajaran pada kelompok
eksperimen digunakan bahan ajar yang dirancang khusus sesuai dengan strategi
pembelajaran yang akan diterapkan, yaitu SQ3R, sedangkan kelompok kontrol
tidak menggunakan bahan ajar yang dirancang khusus, tetapi hanya menggunakan
bahan ajar dari buku paket matematika kelas XI. Soal-soal latihan yang digunakan
pada kelompok eksperimen digunakan pula pada kelompok kontrol.
Sebelum bahan ajar digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu divalidasi
isinya oleh dosen pembimbing kemudian diujicobakan kepada lima orang siswa
diluar subyek sampel untuk melihat apakah bahan ajar tersebut dapat dipahami
D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Rencana pemecahan masalah yang akan digunakan peneliti antara lain
dengan melakukan analisis data melalui tahapan sebagai berikut:
1. Mengolah nilai kemampuan awal matematis dan mengelompokkan siswa pada
kelas eksperimen dan kontrol menjadi subkelompok tinggi, sedang, dan
rendah berdasarkan nilai kemampuan awal matematis (hasil tes matematis)
yang diperoleh ketika di kelas X semester 1 dan 2. Pengelompokkan siswa
menjadi subkelompok tinggi, sedang dan rendah pada kelas eksperimen
berdasarkan pendapat pakar evaluasi (Suherman, 2003: 162). Skor
kemampuan komunikasi matematis siswa diurutkan dari skor yang tertinggi
menuju skor terendah. Siswa subkelompok tinggi dan rendah diambil
sebanyak 27 % dari seluruh siswa. Sisanya sebesar 46 % dikelompokkan
dalam subkelompok sedang.
2. Mengolah jawaban siswa (tes kemampuan komunikasi) dari kedua kelompok
tersebut.
3. Menganalisis dan mendeskripsikan skala sikap dan lembar observasi untuk
mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan strategi SQ3R. Selain
itu, khusus untuk skala sikap dilakukan pula proses analisis dengan cara
mentransfer skala kualitatif ke dalam skala kuantitatif yang sering dikatakan
dengan istilah kuantifikasi. Untuk pertanyaan yang bersifat positif (favorable)
pemberian skornya adalah STS = 1, TS = 2, S = 4, dan SS = 5, sedangkan
untuk pertanyan yang bersifat negatif (unfavorable) pemberian skornya adalah
73
sikap kemudian direpresentasikan untuk menentukan apakah responden
bersikap positif atau negatif terhadap pambelajaran dengan strategi SQ3R. Jika
rerarta skor subyek lebih besar daripada 3 (rerata skor untuk jawaban netral)
maka subyek bersifat positif dan sebaliknya jika reratanya kurang dari 3 maka
subyek bersifat negatif (Suherman, 2003: 191).
4. Menghitung mean (rerata) skor tes kemampuan komunikasi matematis siswa
secara keseluruhan maupun berdasarkan subkelompok (tinggi, sedang, rendah)
dan skala sikap siswa dengan rumus:
∑
∑
= =
= k
i i k
i i i
f f X X
1 1
(Ruseffendi, 1993: 103)
5. Menghitung standard deviasi (simpangan baku) skor tes kemampuan
komunikasi matematis siswa secara keseluruhan maupun berdasarkan
subkelompok (tinggi, sedang, rendah) dan skala sikap siswa, dengan rumus:
∑
=
− = k
i
i i
n f X X S
1
2
) (
(Ruseffendi, 1993:164)
6. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis 1 (Hipotesis sebagaimana disebutkan pada halaman 53)
Untuk melakukan uji hipotesis 1, tahapan analisis data meliputi:
a. Menguji normalitas skor tes kemampuan komunikasi matematis siswa
secara keseluruhan dengan uji Chi-Kuadrat:
1) Menentukan hipotesis uji
Ha : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
2) Menentukan nilai χ2
hitung dengan rumus:
=
∑
−k
e e o
f f f 1
2
2 ( )
χ (Ruseffendi, 1993: 358)
keterangan
fo : frekuensi dari yang diamati
fi : frekuensi yang diharapkan
k : banyak kelas
3) Menentukan derajat kebebasan db = k-3 dengan k menunjukkan
banyaknya kelas interval
4) Menenentukan
2
χ tabel dengan χ2
(1-α)(k-3) dan α = 0,05.
5) Menentukan normalitas distribusi dengan kriteria pengujiannya adalah
jika χ2hitung < χ2tabel , sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal (H0 diterima)
b. Uji Homogenitas untuk mengetahui seragam tidaknya variansi
sampel-sampel itu yaitu apakah mereka berasal dari populasi yang sama, dengan
Uji-F
1) Menentukan hipotesis
H0 : σ12 = σ22
Ha : σ12 ≠ σ22
2) Menentukan nilai Fhitung dengan rumus:
terkecil ians
terbesar ians
F
var var
75
3) Menentukan derajat kebebasan pembilang, υ1 = n1-1 dan derajat
kebebasan penyabut, υ2 = n2 - 1
4) Menenentukan Ftabel dengan F(0,05; υ1, υ2 )
5) Mengambil kesimpulan untuk menentukan homogenitas dengan
kriteria pengujiannya adalah jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima
c. Uji perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan Uji-t
1) Menentukan hipotesis,
H0 : µ1 ≤ µ2
Ha : µ1 > µ2
2) Menentukan nilai thitung , sebagaimana menurut Sudjana (2002: 239)
ditentukan dengan rumus:
2 1 2 1 1 1 n n s x x t + −
= dengan s =
2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 − + − + − n n s n s n keterangan: 1
x = rerata untuk kelas eksperimen
2
x = rerata untuk kelas kontrol
n1 = banyaknya siswa pada kelas eksperimen
n2 = banyaknya siswa pada kelas kontrol
s = simpangan baku gabungan
s12= varians kelas eksperimen
s22= varians kelas kontrol
4) Menenentukan ttabel dengan t(1-α, db) dan α = 0,05
5) Mengambil kesimpulan untuk menentukan perbedaan dua rat-rata
dengan kriteria pengujiannya adalah jika thitung≥ ttabel maka H0 ditolak.
Uji Hipotesis 2 (Hipotesis sebagaimana disebutkan pada halaman 53):
Untuk melakukan uji hipotesis 2, tahapan analisis data meliputi:
a. Menguji normalitas skor tes kemampuan komunikasi matematis siswa
berdasarkan subkelompok (tinggi, sedang, rendah) dengan uji
Chi--Kuadrat.
b. Uji Homogenitas
Menguji homogenitas variansi untuk melihat apakah variansi k buah
kelompok peubah bebas yang banyaknya data per kelompok bisa berbeda
dan diambil secara acak dari masing-masing yang berdistribusi normal,
berbeda atau tidak, digunakan Uji Bartlett (Ruseffendi, 1993: 376).
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis statistik
H0 : σ12 = σ22 = σ32
Ha : paling tidak ada satu kelompok yang variansinya berbeda dari
yang lainnya.
2) Menentukan nilai χ2hitung dengan rumus:
χhitung2 =dkj.lnsj2 −
∑
dkilnsi2Dengan:
j j i j
i j
i i
dk s dk s
dan dk dk
n
dk = − =
∑
=∑
2 2
77
i
dk = derajat kebebasan kelompok ke-i
j
dk = jumlah seluruh derajat kebebasan
i
s = simpangan baku kelompok ke-i
3) Menenentukan titik kritis pada tahap keberartian α yaitu 1−αχk2
4) Mengambil kesimpulan untuk menentukan homogenitas dengan
kriteria pengujiannya adalah jika χ2hitung < χ2tabel maka H0 diterima.
c. Menguji perbedaan rata-rata
Uji perbedaan rata-rata dilakukan dengan ANOVA Dua Jalur:
1) Menentukan hipotesis statistik
Hipotesis antar kolom
H0A : µ.1 = µ.2 = µ.3
H0B : µ1. = µ2.
H0AB : µ11 - µ12 - µ13 = µ21 - µ22 - µ23
Ha A : salah satu atau semuanya ≠
HaB : µ1. ≠ µ2.
HaAB : salah satu atau semuanya ≠
2) Mencari Jumlah Kuadrat Total (JKT) dengan rumus:
∑
−∑
=
N X X
JKT T T
2
2 ( )
3) Mencari Jumlah Kuadrat antar Kelompok (JKA+B+AB)
4) Mencari Jumlah Kuadrat antar Grup A (JKA)/baris dengan rumus: N X n X JK T A A A
∑
∑
∑
− = 2 2 ) ( ) (5) Mencari Jumlah Kuadrat antar Grup B (JKB)/kolom dengan rumus:
N X n X JK T B B B
∑
∑
∑
− = 2 2 ) ( ) (6) Mencari Jumalah Kuadrat antar Grup A dan B (JKAB) /interaksi dengan
rumus: B A AB B A
AB JK JK JK
JK = + + − −
7) Mencari Kuadrat Dalam (residu) antar grup (JKD) dengan rumus:
AB B
A T
D JK JK JK JK
JK = − − −
8) Mencari derajat kebebasan (dbA, dbB, dbAB, dbT, dbA+B+AB, dbD) dengan
rumus:
dbA(baris) = b-1
dbB(kolom) = k-1
dbAB(interaksi) = (dbA ) .( dbB)
dbT(total)=N-1
dbA+B+AB(antar kelompok)=dbA+dbB+dbAB
dbD(residu)=N - (b).(k)
9) Mencari Kuadrat Rerata antar grup (KRA+B+AB, KRA, KRB, KRAB, KRD)
dengan rumus: ; ; ; B B B A A A AB B A AB B A AB B A db JK KR db JK KR db JK
KR = = =
79 D D D AB AB AB db JK KR db JK
KR = ; =
10)Mencari nilai Fhitung (FA+B+AB, FA, FB, FAB) masing-masing grup dengan
rumus: D AB B A D B B D A A D AB B A AB B A KR KR F KR KR F KR KR F KR KR
F + + = + + ; = ; = ; =
11)Menentukan Nilai FTabel (FA+B+AB, FA, FB, FAB) masing-masing grup
dengan rumus: ) ; )( ( ) ( ) ; )( ( ) ( ) ; )( ( ) ( ) ; ( ) ( D AB D B D A D AB B A db db AB tabel AB db db B tabel B db db A tabel A db db AB B A tabel AB B A F F F F F F F F α α α = = = = + + + + + +
12)Menentukan kaidah pengujian
Jika Fhitung > Ftabel maka tolak H0 artinya signifikan
Jika Fhitung ≤ Ftabel maka terima H0 artinya tidak signifikan
d. Melakukan Uji Scheffe yaitu uji lanjutan untuk melihat signifikansi
perbedaan rerata, jika H0 ditolak.
1) Menentukan hipotesis satistik
Ho : µm = µn
Hi : µm ≠ µn
Dimana m, n = 1,2,3 dengan m ≠ n
2) Menentukan nilai Fhitung (Rumus Scheffe), sebagaimana menurut
[image:43.595.120.512.216.637.2](
)
(
1/ 1/)( )
12
− +
− =
k n n
RJK
X X F
n m i
n m
3) Menenentukan titik kritis pada tahap keberartian α yaitu
k N k
F − − − 1, 1 α
dengan k = banyaknya kelompok dan N = banyaknya sub kelompok.
4) Mengambil kesimpulan untuk menentukan signifikansi perbedaan
rerata pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa dengan
ketentuan Jika Fhitung ≥ Ftabel maka H0 ditolak.
Uji Hipotesis 3 ((Hipotesis sebagaimana disebutkan pada halaman 54):
Untuk melakukan uji hipotesis 3, tahapan analisis data meliputi:
a. Analisis Uji Prasyarat:
1) Mengubah data ordinal pada skala sikap menjadi data interval dengan
menggunakan Successive Interval Methode (SIM), yaitu:
a) Urutkan pengaruh setiap kategori jawaban dari kecil ke besar
berdasarkan besarnya nilai skor yang diharapkan. Tempatkan
kategori jawaban yang pengaruhnya paling kecil atau dengan kata
lain yang skornya paling rendah disebelah kiri dalam tabel SIM,
dan sebaliknya semakin ke kanan maka nilai pengaruhnya semakin
besar.
b) Catat banyaknya data pengamatan untuk setiap kategori jawaban
(simbol: N)
c) Hitung nilai peluang dari setiap kategori jawaban (simbol: P)
d) Hitung nilai kumulatif dari nilai peluang untuk setiap kategori
81
e) Selanjutnya dengan memasukkan nilai kumulatif ke dalam tabel
normal baku (Tabel Z) akan tentukan nilai dari z-skor (simbol: z)
f) Hitung nilai densitas dari setiap nilai z-skor (simbol: f(z)) melalui
rumusan berikut ini dan simpan hasil perhitungannya pada kolom
disebelah kanan kategori tersebut
) 2 1 ( 2 2 1 )
(z e z
f = −
π dimana π = 3,14 dan e = 2,7183
g) Hitung nilai Scala-Value untuk setiap kategori melalui rumus
1 1 ) ( ) ( − + − − = i i i i i F F z f z f
SV , dengan i menyatakan peubah ke i
h) Hitung nilai skor kuantifikasi dari setiap peubah melalui rumus
) min(
1 i
i
i SV SV
Skor = + +
2) Menguji normalitas skor tes kemampuan komunikasi matematis siswa
secara keseluruhan dengan uji Chi-Kuadrat.
3) Uji Homogenitas skor tes kemampuan komunikasi matematis siswa
secara keseluruhan dengan Uji-F
4) Menguji kelinearan dan keberartian regresi dengan menggunakan
Analisis Varians (Anava)
a) Menghitung bilangan konstan a :
( )
(
)
(
)(
)
(
)
∑
∑
∑
∑
∑
∑
− −= 2 2
2 i i i i i i i X X n Y X X X Y a
(
)( )
(
)
∑
∑
∑
∑
∑
− −= 2 2
i i i i i X X n Y X Y X n b
c) Menentukan persamaan regresi ; Yˆ =a+bX
Keterangan: Yˆ = Kemampuan Komunikasi Matematis
X = Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika
dengan strategi SQ3R
d) Menentukan hipotesis uji:
H0 : Tidak terdapat hubungan fungsional linier antara sikap siswa
terhadap pembelajaran matematika dengan strategi SQ3R dan
kemampuan komunikasi matematisnya.
Ha : Terdapat hubungan fungsional linier antara sikap siswa
terhadap pembelajaran matematika dengan strategi SQ3R dan
kemampuan komunikasi matematisnya.
e) Menghitung jumlah derajat koefisien regresi, dengan rumus:
( )
( )
n Y a JK i 2∑
=f) Menghitung jumlah derajat koefisien a dan b, dengan rumus:
− =
∑
∑
∑
n Y X Y X b a bJK[ / ] i i ( i)( i)
g) Menghitung jumlah derajat residu, dengan rumus:
( )
=∑
−( )
−( )
∑
n Yi b a JK Yi res JK 2 2 /83
( )
∑ ∑
( )
∑
− = n Yi Yi kk JK 2 2i) Menghitung Jumlah Kuadrat Tuna Cocok (JKTC)
) ( ) ( )
(TC JK res JK kk
JK = −
j) Menghitung jumlah derajat kebebasan kekeliruan, dengan rumus:
dbkk = N – K
k) Menghitung derajat kebebasan ketidakcocokan, dengan rumus:
dbtc = K – 2
l) Menghitung rata-rata kekeliruan, dengan rumus:
kk kk kk db Jk RK =
m) Menghitung derajat rata-rata kuadrat ketidakcocokan, dengan
rumus: tc tc tc db JK RK =
n) Menghitung F ketidakcocokan, dengan rumus:
kk tc tc RK Rk F =
o) Menentukan Ftabel dengan taraf siginifikasi 5%
Ftabel = Fa (dbtc/dbkk)
b. Menghitung korelasi antara variabel sikap (X) dengan variabel komunikasi
matematis (Y) dengan rumus:
dengan menggunakan kriteria yang dibuat oleh Guilford yang dirinci
[image:48.595.120.508.165.636.2]sebagai berikut:
Tabel 3.12 Interpretasi Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi Kriteria Korelasi
0,90 ≤ rxy≤ 1,00 sangat tinggi
0,70 ≤ rxy < 0,90 tinggi
0,40 ≤ rxy < 0,70 sedang
0,20 ≤ rxy < 0,40 rendah rxy < 0,20 sangat rendah c. Menghitung Derajat Determinasi
Koefisien determinasi dirumuskan:
KD = (r)2 x 100%
Keterangan:
r = koefisien korelasi (Hasan Iqbal, 2007; 44)
d. Menguji hipotesis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menghitung nilai tHitung dengan rumus:
2 1
2 r n r t
− −
= (Hasan Iqbal : 2007; 43)
2) Mencari nilia tTabel dengan taraf signifikan 5 %
3) Pengujian hipotesis dengan ketentuan:
a) Hipotesis diterima jika tHitung > tTabel
b) Hipotesis ditolak jika tHitung ≤ tTabel
4) Membuat kurva untuk menentukan letak daerah penerimaan dan
penolakan hipotesis.
7. Melakukan Uji Kontingensi untuk mengetahui Asosiasi Kategori Kemampuan
Awal Matematis (Tinggi, Sedang, Rendah) dan Kategori Komunikasi
85
a. Menentukan hipotesis statistik
H0: χ2 =0
Ha: 0 2 ≠ χ
b. Membuat tabel kontingensi
KMS
KAM K1 K2 K3 Jumlah B1 B1K1 B1K2 B1K3
B2 B2K1 B2K2 B2K3
B3 B3K1 B3K2 B3K3
Jumlah N
Keterangan: K = kolom, B = baris
c. Menghitung Ei
N Ki Bi Ei = ( × )
d. Menentukan χ2hitung
i i i
E E O
∑
−=
2
2 ( )
χ
e. Menentukanχ2tabel, dengan db = (k-1)(b-1) pada α=0,05
f. Menentukan kriteria pengujian: Terima H0 jika χ2hitung ≤ χ2tabel.
g. Menentukan Koefisien (Derajat) Kontingensi:
2 2
χ χ
+ =
N
c
h. Menentukan Cmax:
i. Membandingkan C dengan Cmax untuk menentukan kuat lemahnya
hubungan antar variabel
E. Prosedur Penelitian
Alur kerja (prosedur) penelitian digambarkan pada bagan berikut:
Bagan 3.1. Alur Kerja Penelitian
Pembelajaran dengan Strategi SQ3R (Kelompok Eksperimen) Pemilihan Subyek Penelitian
Studi Pendahuluan:
Identifikasi Masalah, Telaah Kurikulum dan Studi Literatur
Konsultasi Bahan Ajar dan Instrumen Penelitian
Izin ke Lapangan
Pengolahan dan Analisis Data Uji Coba Instrumen Penelitian dan Revisi
Seminar dan Revisi Proposal Menyusun Proposal
Pembelajaran Konvensional (Kelompok Kontrol)
Posttest
Penyusunan Laporan
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan, analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, secara keseluruhan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi SQ3R lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
2. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara subkelompok tinggi, subkelompok sedang dan subkelompok rendah pada kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi SQ3R dan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa pada subkelompok tinggi (KAM tinggi) lebih baik daripada subkelompok sedang dan rendah (KAM sedang dan rendah). Demikian pula pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa pada subkelompok sedang lebih baik dari subkelompok rendah.
4. Secara keseluruhan, dari gambaran hasil observasi selama proses pembelajaran menunjukkan bahwa aktivitas dan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan strategi SQ3R dinilai sudah baik. Hal ini nampak pula dari hasil pekerjaan yang dibuat siswa dalam bahan ajar.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan, pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, penulis merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Karena pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa masih lemah dalam hal menyusun argumen atau mengungkapkan pendapat serta memberikan penjelasan atas jawaban, sebaiknya dalam proses pembelajaran dengan strategi SQ3R, kemampuan siswa untuk mengungkapkan gagasan, ide atau pendapat harus lebih digali dan dioptimalkan agar siswa lebih aktif dalam mengeksplorasi kemampunnya dan lebih komunikatif.
2. Karena waktu yang tersedia 2 x 45 menit untuk satu kali tatap muka dirasakan kurang oleh siswa, dengan demikian perlu adanya pengaturan waktu secara efektif dan efisien sehingga sebaiknya penelitian dilakukan dalam kurun waktu yang lama agar ketelitian terhadap hasil penelitian ini lebih akurat. 3. Karena populasi yang dipilih dalam penelitian ini hanya dipilih dari satu
sekolah, sebaiknya diperluas populasinya dengan mengambil populasi untuk setiap level sekolah, sehingga dapat terlihat perbedaan pencapaian kemampuan komunikasi matematis untuk setiap level sekolah
118
belum terkontrol secara intensif, dengan demikian sebaiknya untuk setiap kelompok diawasi oleh satu observer..
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A., Siti S.S., dan Roziati Z. (2008). A Cognitive Tool to Support Mathematical Communication in Fraction Word Problem Solving. Vol. 7, pp. 228-236. Weseas Transactions on Computers, ISSN: 1109-2750. Ansari, B. I. (2003). Menumbuhkembangkkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School). Iowa: WCB Company Publisher.
Burns, dkk. (1996). Teaching Reading in Today’s Elementary Schools. Chicago: Rand Mc. Nally College Publishing Company.
Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dejnozka, E.L. dan Kapel, D.E. (1991). American Educator’s Encyclopedia. New York: Green Wood Press.
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Eliot, P.C and Kenney, M.J. (1996). Communication in Mathematics, K-12 and
Beyond. Yearbook. Reston, VA: NCTM.
Fitrianti. (2004). Penggunaan SQ3R dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Fraenkel, J.R. dan Wallen, N.E. (2007). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill.
Fuentes, P. (1998). Reading Comprehension in Mathematics. p.81(8). Gale Arts, Humanities and Education Standard Package.
120
Gredler, M. E. B. (1991). Belajar dan Membelajarkan (diterjemahkan oleh Munandir). Jakarta: PAU-UT dan CV. Rajawali Press.
Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
NCTM. (2000). Principle and Standards of School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Nurhadi. (2008). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Osterholm, M. (2006). Metacognition And Reading – Criteria For
Comprehension Of Mathematics Texts. In Novotná, J., Moraová, H., Krátká, M. & Stehlíková, N. (Eds.). Proceedings 30th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 4, pp. 289-296. Prague: PME.
Pandawa, N., dkk. (2009). Pembelajaran Membaca. Jakarta: Depdiknas.
Permana, Y. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Model-Eliciting Activities. Disertasi pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Prabawati, M. N. (2011). Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kontekstual dengan teknik SQ3R terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Purwanto. (2011). Statistika untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahim, F. (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Runisah. (2008). Penggunaan SQ3R dalam Pembelajaran Matematika untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa SMA. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang.
Sagala, S. (2007). Konsep dan makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sisdiknas. 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Bandung. Nuansa Aulia.
Slameto. (2008). Belajar dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soedarso. (1989). Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia.
Soemarmo, U. (2003). Pembelajaran Keterrampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI Tanggal 25-26 Agustus 2003: Tidak Diterbitkan.
Soemarmo, U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan MIPA di FPMIPA UPI pada bulan Januari 2010: Tidak Diterbitkan.
Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudrajat. (2001). Penerapan SQ3R pada Pembelajaran Tindak Lanjut untuk Peningkatan Kemampuan Komunikasi dalam matematika Siswa SMU. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Sugiatno. (2008). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa Calon Guru melalui Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Transactional Reading Strategy. Disertasi pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI Bandung.
122
Suherman, E., dan Winataputra, U. S. (1992). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Dirjendikdasmen-Depdikbud.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika: untuk Guru dan Mahasiswa Calon Guru Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika, FPMIPA UPI.
Syah, M. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tampubolon. (1987). Kemampuan Membaca, Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa.
Tampubolon. (1991). Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak. Bandung: Angkasa.
Tomo. (2003). Mengintegrasikan Teknik Membaca SQ4R dan Membuat Catatan Berbentuk Graphic Postorganizer dalam Pembelajaran Fisika. Diserta