• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM KEGIATAN JUAL BELI DI PASAR GAMALAMA TERNATE.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROSES ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM KEGIATAN JUAL BELI DI PASAR GAMALAMA TERNATE."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM KEGIATAN JUAL BELI

DI PASAR GAMALAMA TERNATE

DISERTASI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari Syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Imdonesia

Promovendus HASAN JEI NIM: 0908221

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASAINDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

LEMBARAN PENGESAHAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA UJIAN DISERTATASI

UJIAN TAHAP I

Promotor Merangkap Ketua

Prof.Dr. H Yus Rusyana

Ko-Promotor Merangkap Sekretaris

Prof.Dr H. Syamsuddin A. R.M S

Anggota

Prof. Dr. H. Syihabuddin, M, Pd.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Sumiyadi,M.Hum.

(3)

P ERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis saya yang berjudul

“Proses Alih Kode dan Campur Kode dalam Kegiatan Jual Beli di

Pasar Gamalama Ternate” ini beserta seluluh isinya adalah benar-benar karya

saya sendiri .Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara

yang tidak sesuai ,saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijautuhkan kepada

saya apabila dikemudian waktu ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika

keilmuan dalam karya saya ini atau ada klain terhadap keaslian etika yang berlaku

dalam masyakat keilmuan. Atas pernyataan ini, karya saya

Bandung Februari 2014

Yang Membuat Penyataan.

(4)

PROSES ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM KEGIATAN JUAL BELI DI PASAR GAMALAMA TERNATE.

OLEH :Hasan Jei

ABSRTAK

Penelitian ini berjudul” Proses Alih Kode Dan Campur kode dalam Kegiatan

Jual Beli di Pasar Gamalama Ternate.”Masalah pokoknya adalah bagainana

terjadinya alih kode dan campur kode pada kegitan jual beli di Pasar Gamalama

Ternate.Teori yang digunakan adalah Nababan (1991) (bilingualisme) (2) dari Dell

Hames (1972) (3)teori dari Fismen (1976) dan campur kode dari Thender (1976)

dan Fasold kedua ahli ini berpanngan bahwa campur kode hanya terdapat bentuk

kata atau frase saja. Badmure (1982) Weinrice (1952) Metode yang digunakan

deskriptif atau kualitatif dan tehnik analisis data (1) penanda dan pencatatan (2)

pegnkatagori dan pengelompokan (3) pengurian dan penafsiran. Hasil analisis

adalah alih kode dari bahasa Melayu ke bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate

ke bahasa Melayu Ternate terdapat alih kode dari frase ke frase,klausa.kalimat.

Campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate atau dari bahasa

Ternate ke bahasa Melayu Ternate terdapat campur kode dari frase klausa ke

klausa, kalimat. Alih kode dari bahasa Melayu Ternte ke bahasaTidore atau dari

bahasa Tidore ke bahasa Melayu Ternate. Kita lihat alih kode dari frase dengan

frase, klausa dengan klausa kalimat dengan kalimat. Campur kode dari bahasa

Melayu Ternate ke bahasa Tidore. Campur kode itu hanya pada frase dengan

frase, klausa dengan klausa dengan kalimat dengan kalimat. Alih kode dari bahasa

Melayu Ternate ke bahasa Makian atau dari bahasa Makian ke bahasa Melayu

Ternate. Kita lihat alih kode dari frase, sampai kalimat Campur kode dari

bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian terdapat campur kode dari frase

sampai kalimat. Jarang ditemkuka alih kode dan campur kode dalam bentuk

kata-kata apakah itu bahasa Ternate, Tidore, Makian. Model pembelajaran menulis

sangat efektif dalam mengajarkan,menganalisis alih kode dan campur kode yang

diberikan kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).

(5)

Code Swithching And Code Mixing Process In Selling And Buying Activity In Gamalama Market, Ternate

By: Hasan Jei

Abstract

This study is titled Coding Switching and Code Mixing Process in selling and buying activity in Gamalama Market, Ternate. The main problem is: how the occurring of Code Switching and Code Mixing in Selling and Buying Activity in Gamalama Market, Ternate.Theory which is used is Nababan (1991). Code switching is occurred because of bilingualism. (2) From Dell Hames (1972). (3) Theory from Fishmen (1976) and code mixing from Thender (1976) and Fasold. These two experts view that in code mixing there are only word form or phrase. Badmurel (1982) and Weirince (1952). The method used is descriptive or qualitative and data analysis technique. (1) Marker and recording. (2) categorization and grouping. (3) Elaboration and interpretation. The analysis result is code switching from Malay into Ternate language or from Ternate language into Ternate Malay. There is code switching from phrase to phrase, clause, sentence. Code mixing from Ternate Malay into Ternate language or from Ternate language into Ternate Malay. There is code mixing from clause phrase into sentence clause. Code switching from Ternate Malay into Tidore language or from Tidore language into Ternate Malay. We look at code switching from phrase with phrase, clause with clause, sentence with sentence. Code switching from Ternate Malay into Makian language or from Makian language into Ternate Malay. We look at code switching from phrase until code mixing sentence from Ternate Malay into Makian language. There is code mixing from phrase until sentence. Code switching and code mixing are seldom found in words form whether in Ternate, Tidore and Makian languages. Writing learning model is very effective in teaching, analyzing code switching and code mixing which is given to Senior High School students.

(6)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN DAN KEASLIAN DISERTASI ... ii

PERSEMBAHAN ... iii

1.5 Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KERANGKA TEORETIS ... 9

2.1 Konsep Dasar Sosiolinguistik ... 9

2.2 Masalah-masalah Sosiolinguistik ... 12

2.3 Kedwibahasaan dan Diglosia ... 14

2.6 Faktor-faktor Penyebab Alih Kode dan Campur Kode ... 29

2.7 Kedwibahasawan ... 31

2.8 Penelitian Bahasa-bahasa di Maluku Utara ... 36

2.9 Bahasa Ternate sebagai Bahasa Non-Austronesia ... 36

2.10 Bahasa Melayu Ternate sebagai lingua franca ... ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

(7)

3.6 Paradigma Penelitian ... 44

4.2.2 Data Alih Kode dan Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 48

4.2.3 Analisis Data ... 58

4.2.4 Data Alih kode dan bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate ... 63

4.2.5 Analisis Data ... 68

4.2.6 Data Alih Kode Dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 83

4.2.7 Analisis Data ... 89

4.1.0 Data Alihkode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate ... 105

4.1.1 Analisis Data ... 108

4.1.2 Data Alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa bahasa Ternate ... 113

4.1.3 Analisis Data ... 119

4.1.4 Hasil analsis alih kode dari melayu ternate ke bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa melayu Ternate 125 4.1.5 Pembahasan Hasil Analisis ... 143

4.1.6 Data Campur Kode (Codemixing) Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 144

4.2.2 Data Campur Kode (codemixing) Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 145

Analisis DataHasil Campur Kode dari Bahasa Ternate ke Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 170

Data campur kode bahasa Tidore ke Bahasa Melayu Ternate ... 231

4.3.6 Analisis Campur Kode Bahasa Melayu Ternate ke Dalam BahasaTidore ... 251

4.3.7 Campur Kode dari Bahasa Tidore ke dalam Bahasa Melayu Ternate ... 257

4.3.8 Hasil Analisis Campur Kode Bahasa Tidore ke Dalam Bahasa Melayu Ternate ... 258

4.3.9 Pembahasan Hasil Analisis ... 263

4.4 Data Alih Kode Dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Makian 264

4.4.1 Data Alih Kode dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Makian 265 4.4.2 Analisis Data ... 270

4.4.3 Data Alih Kode dari Bahasa Melayu ke Bahasa Makian ... 277

(8)

4.4.5 Data Alih Kode dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Makian 290 4.4.6 Analisis Data ... 293 4.4.7 Hasil Analisis Alih Kode Dari Bahasa Melayu Ternate

Ke Bahasa Makian Atau Bahasa Makian Ke Bahasa Melayu

Ternate ... 299 4.4.8 Pembahasan Hasil Analisis ... 309 4.4.9 Data Campur Kode Dari Bahasa Melayu Ternate

Ke Bahasa Makian ... 311 4.5 Analisis Data Campur Kode Melayu Ternate ke Bahasa Makian . 315 4.5.1 Data Campur Kode Bahasa Makian ke Bahasa Melayu Ternate 321 4.5.2 Hasil Analisis Campur Kode Dan Bahasa Makian Ke

Bahasa Melayu Ternate ... 327 4.5.3 Faktor-Faktor Penentu Terjadinya Alih Kode Dan Campur

Kode Dalam Kegiatan Jual Beli Di Pasar Gamalama Ternate .. 331 BAB V MODEL PEMBELAJARAN MENULIS BAGI SISWA

MULTILINGUAL DAN PROSES ALIH KODE, CAMPUR

KODE DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) ... 336 A. Pengantar ... 336 B. Model Pembelajaran Menulis Bagi Siswa Multilingual

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 01 Kata Ganti ... 24

Tabel 02 Tentang Situasi Regional ... 29

Tabel 03 Distribusi Dialek T dan R ... 50

Tabel 04 Variasi Convensional... 61

Tabel 05 Sikap orang Cina Yang Terdidik di Inggris ... 63

Tabel 06 Tentang Kedwibahasan ... 74

Tabel 07 Model For Bilingualisme... 77

Tabel 08 Kelompok Bahasa Nonaustonesia... 130

Tabel 09 Bahasa Austronesia di Halmahera... 132

Tabel 10 Komponen Analisis Data Kualitatif Interaktif, …………... 143

Tabel 11 Paradigma Penelitian... 145

Tabel 12 Responden Penelitian... 148

Tabel 13 Pedoman Analisisis Alih Kode... 157

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai

bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang

dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik

yang jumlahnya 722 bahasa, seperti yang dicatat dalam Ethnologue: languages of

the world (Lewis, 2009). Dalam situasi kebahasaan inilah, menjadikan masyarakat

Indonesia adalah masyarakat yang bisa dan biasa menggunakan lebih dari satu

bahasa dalam komunikasi sehari-harinya. Bahasa Indonesia digunakan di dunia

pendidikan, pemerintahan, dan dalam acara kenegaraan. Sementara itu, bahasa

Melayu lokal bahasa lintas-etnik dan bahasa etnik digunakan digunakan dalam

komunikasi intra-etnik. Bahasa Melayu lokal dan bahasa-bahasa etnik digunakan

dalam situasi tidak resmi, akrab, dan dalam komunikasi keluarga.

Penggunaan tiga bahasa—bahasa Indonesia, bahasa Melayu lokal, dan

bahasa etnik ini secara sosial membentuk penutur warga Indonesia memiliki

kebiasaan menggunakan lebih dari satu bahasa dalam aktivitas komunikasinya.

Ketika menggunakan salah satu dari tiga bahasa, terjadi kemungkinan

pencampuran dan penggantian kata-kata, frase, atau kalimat-kalimat secara

bergantian dalam setiap tuturan warga Indonesia. Situasi penggunaan bahasa

seperti ini, secara sosiolinguistis, dikenal sebagai peristiwa campur kode (code

mixing) dan alih kode (code switching). Peristiwa campur kode dan alih kode

(11)

lazim terjadi pada masyarakat dengan ciri bilingual, masyarakat yang bisa dan

biasa menggunakan dua bahasa (atau lebih) dalam setiap tindak tuturnya (speech

act). Situasi kebahasaan seperti ini telah menjadi lazim di Indonesia.

Sebagai salah satu kota tua di Indonesia, sejak lama Ternate telah menjadi

kota yang didiami oleh beragam suku dengan beragam bahasanya. Sejak abad

ke-14, Ternate telah menjadi salah satu kota yang didatangi oleh berbagai komunitas

dari luar Ternate. Bahkan, jauh sebelum rute perdagangan diketahui oleh

bangsa-bangsa Eropa, Ternate telah didatangi oleh pedagang-pedagang Asia, seperti

bangsa Arab, Persia, Gujarat, dan Cina. Pula, pedagang-pedagang dari beberapa

wilayah nusantara dalam meramaikan jalur perdagangan rempah-rempah seperti

pedagang dari Jawa Timur (Tuban dan Gresik), pedagang dari Jawa Tengah

(Demak dan Pekalongan), serta pedagang dari Jawa Barat (Cirebon dan Banten),

pedagang dari Sumatera, pesisir pantai Perlak, Malaka, Aceh, dan Palembang.

Tidak ketinggalan pula pedagang dari Sulawesi turut andil dalam interaksi

perdagangan seperti suku Bugis dan Makasar bahkan suku Bajo atau lebih dikenal

dengan orang laut telah meramaikan rute perdagangan ini.

Barulah pada abad ke-15 bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda,

dan Inggris, mulai menemukan bandar Ternate dalam perdagangan

rempah-rempah. Kedatangan bangsa Arab, Cina, dan sejumlah suku di nusantara serta

masuknya kolonialisme di Maluku sejak abad ke-16 telah menjadikan Ternate

sebagai kota multibudaya, dan oleh karena itu pulalah membuat Ternate menjadi

kota multibahasa. Interaksi dalam jalur pergadangan antarkota dan antarwilayah di

(12)

saja menjadi lingua-franca bagi nusantara (dan kemudian Indonesia), tetapi

sampaikan kini telah menjadi lingua-franca bagi beragam etnik di Maluku Utara.

Dalam pekembangannya terjadi akulturasi antara warga tempatan yang

berbahasa ibu bahasa Ternate dengan komunitas pendatang yang membawa

bahasa Melayu kemudian terbentuklah komunitas majemuk di kota Ternate.

Menurut catatan Naidah, seorang juru tulis (semacam sekretaris) Kesultanan

Ternate, setidaknya ada empat pemukiman yang menjadi bukti penting jejak

Melayu di Ternate, yaitu Melayu Cim (bagian barat kota Ternate), Melayu

Konora (bagian tengah kota Ternate), Melayu Heku (bagian utara kota Ternate),

dan Melayu Jiko (bagian selatan kota Ternate) (Ibrahim, 2008). Empat wilayah

Melayu ini tersebar Melayu merupakan bentuk pemukiman-pemukiman

penduduk yang ada di Kota Ternate.

Selain kawasan empat Melayu ini, ada pula kawasan yang dinamai sesuai

asal komunitas pemukim mula-mulanya. Misalnya, kampung Palembang di

selatan pusat perbelanjaan Ternate Mal, kampung Arab atau lebih dikenal dengan

kampung Tenga berada di bagian barat pusat perbelanjaan Ternate Mal, tepat di

tengah-tengah pasar modern dan pasar tradisional. Ada juga kampung Cina yang

bersebelahan dengan kampung Arab, berada tepat di bagian selatan kampung

Arab. Kebanyakan pemukim di kampung ini adalah para imigran. Ketiga

komunitas ini adalah pendatang dan merupakan komunitas penggerak usaha

dagang dan roda perekenomian kota Ternate sejak dulu hingga hingga kini.

Selain beberapa komunitas yang telah disebutkan di atas, dapat ditemukan

(13)

Falajawa ini berbatasan dengan perkampungan Arab. Orang-orang Jawa ini

banyak berasal dari Jawa timur dan Jawa tengah yang sudah sekian lama telah

melakukan kawin campur dengan masyarakat pribumi, bahkan sejalan dengan

perkembangan era pasar bebas pedagang-pedagang makanan tepatnya di tempat

nongkrong anak-anak muda banyak didominasi oleh etnis Jawa. Juga di bagian

utara perbatasan kota ada pemukiman orang-orang Makasar. Wilayah ini lebih

dikenal dengan sebutan kampung Makasar. Sama halnya dengan orang-orang

Jawa, orang-orang Makasar sudah sejak sekian lama menetap di Ternate.

Pemukiman ini berada di sebelah utara benteng peninggalan Belanda, Fort

Oranye.

Kedatangan orang-orang Cina, Palembang, Jawa, Makassar, dan kemudian

disusul dengan Gorontalo telah membentuk Ternate menjadi kota yang majemuk

bersama penduduk tempatan, yaitu etnik Ternate. Kemajemukan itu semakin

terbentuk, ketika sejumlah penduduk lokal Maluku Utara, seperti Tidore,

Makeang, Galela, Tobelo, Sanana, Bacan, sejumlah penduduk dari dataran

Halmahera, Ambon, Seram, dan sejumlah komunitas dari Maluku Tenggara

(seperti Tual dan lain-lain) datang dan bermukin di Ternate.

Dalam kemajemukan Ternate yang telah terbentuk sejak lama, bahasa

Melayu Ternate menjadi lingua-franca bagi warga Ternate dalam komunikasi

sehari-harinya, termasuk dalam kegiatan jual-beli di pasar di Ternate. Dalam

perkembangkan terakhir, terutama setelah pemekaran Maluku Utara menjadi

provinsi sejak tahun 1999, para pedagang kaki lima di pasar Gamalama Ternate,

(14)

dan sedikit dari komunitas Ternate, kini ditambah lagi dengan pegadang yang

berasal dari Tidore, Makeang, dan beberapa dari Galela dan Tobelo.

Beragamnya warga Ternate dan beragam pulanya asal komunitas

pedagang kaki lima di Pasar Gamalama, telah membentuk suatu komunitas tutur

(speech community) yang menjadikan Melayu Ternate sebagai bahasa pengantar

dalam transaksi jual-beli.Dengan semakin beragamnnya bahasa ibu—seperti

bahasa bahasa Gorontalo, Bugis-Makasar, Ternate, bahasa Tidore, dan bahasa

Makeang—para pedagang kaki lima dan semakin beragam pula warga kota

Ternate sebagai pembeli dalam aktivitas transaksional di pasar Gamalama,

peristiwa alih kode dan campur kode dalam komunikasi mereka menjadi suatu

yang lazim. Penggunaan secara campur kata, frase, dan kalimat dalam dua bahasa

oleh pegadang kaki lima, yaitu bahasa ibu dan bahasa Melayu Ternate sebagai

lingua-franca, dan pengalihan atau penggantian dari bahasa ibu ke bahasa Melayu

Ternate atau sebaliknya, menjadi situasi sosiolinguistik yang nyata dalam kegiatan

jual-beli di Pasar Gamalama Ternate.

Meskipun demikian, bagaimana wujud, pola, dan faktor penentu alih kode

dan campur kode dalam aktivitas komunikasi para pedagang kaki lima, terutama

penjual pangan di Pasar Gamalama Ternate merupakan suatu soal sosiolonguistik

yang belum diungkap secara lebih jelas dan rinci.

Oleh karena itu, untuk mengetahui wujud, pola, arah, dan faktor penentu

alih kode dan campur kode dalam transaksi jual-beli pegadang kaki lima di Pasar

(15)

1.2 Masalah Penelitian

Ada banyak faktor yang menentukan alih kode dan capur kode dalam

aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate. Akan tetapi masalah yang

diteliti adalah wujud, pola, dan faktor penentu alih kode dan campur kode.

Sekaitan dengan ini, masalah-masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut.

1. Bagaimana wujud alih kode dan campur kode dalam kegiatan jual-beli pangan

di Pasar Gamalama Ternate?

2. Bagaimana pola alih kode dan campur kode yang muncul pada kegiatan jual

beli di Pasar Gamalama Ternate?

3. Apa yang menjadi faktor penentu terjadinya alih kode dan campur kode dalam

kegiatan jual-beli di Pasar Gamalama Ternate?

1.3 Ruang Lingkup Masalah Penelitian.

Mengingat peristiwa alih kode dan campur kode pada akitivitas jual-beli

pangan di Pasar Gamalama Ternate berkaitan dengan banyak variabel

sosiolinguistik, maka penelitian ini hanya terbatas pada:

a. Arah alih kode dan campur kode yang terjadi dalam akitivitas jual-beli pangan

di Pasar Gamalama Ternate berupa peralihan dari bahasa Melayu Ternate ke

dalam bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate.

b. Arah alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke dalam bahasa

Makeang atau dari bahasa Makeang ke dalam bahasa Melayu Ternate.

c. Arah alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke dalam bahasa

(16)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka tujuan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya proses alih kode dan campur kode

dalam aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate.

2. Untuk mengetahui wujud dan arah alih kode dan campur kode dalam aktivitas

jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate.

3. Untuk mengetahui faktor penentu terjadinya alih kode dan campur kode pada

aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate.

1.5 Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Penelitian tentang proses alih kode dan campur kode pada aktivitas

jual-beli pangan di Pasar Gamalama relevan dengan kajian pragmatik, sosiolinguistik,

dan etnolonguistik. Di samping itu, penelitian ini memiliki manfaat:

1. dapat digunakan sebagai bahan informasi atau rujukan tentang bentuk dan

wujud arah alih kode dan camur kode serta faktor penentu terjadinya campur

kode;

2. dapat digunakan sebagai pedoman bagi para peneliti, khususnya mengenai

proses alih kode dan campur kode dalam aktivitas jual-beli di Pasar

Gamalama Ternate;

3. dapat digunakan sebagai bahan pembanding penelitian bagi para peneliti yang

(17)

4. untuk kepentingan pembelajaran bahasa, hasil penelitian ini dapat dipakai

sebagai bahar ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa SMA di

(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Penggunaan metode kualitatif mengingat masalah dan fokus penelitian ini harus

dilihat secara menyeluruh dan mendalam sehingga data dapat terjaring dengan

baik. Penggunaan metode deskriptif kualitatif karena penelitian ini juga bercirikan

(1) data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, (2) penelitian ini dianalisis secara

induktif, (3) penelitian ini lebih ditekankan pada proses tinimbang produk, dan (4)

penelitian ini menggunakan sampel purposif. Ciri-ciri tersebut sejalan dengan

karakteristik penelitian kualitatif seperti yang dinyatakan Bodgan dan Biklen

(1982: 27-29) dan Nasution (1988: 9-11).

Berpedoman dengan pengertian tersebut, penelitian kualitatif ini

mendeskripsikan berbagai macam varisiasi bahasa dan kedwibahasaan, khususnya

tentang alih kode dan campur kode dalam penggunaan bahasa pada masyarakat

multibahasa. Sehubungan dengan cara ini, penelitian ini mengemukakan keadaan

yang nyata atau apa adanya yang terjadi di lapangan, yaitu tindak tutur berupa alih

kode dan campur kode masyarakat multilingual Ternate, khususnya dalam

aktivitas jual-beli pedagang kaki lima di Pasar Gamalama Ternate.

Penelitian ini hanya berlaku terbatas pada sumber data yang diteliti. Oleh

sebab itu, untuk menarik kesimpulan yang berlaku umum masih diperlukan

(19)

3.2 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah tuturan berupa alih kode dan campur kode

bahasa Melayu Ternate dengan bahasa Ternate, bahasa Melayu Ternate dengan

bahasa Tidore, dan bahasa Melayu Ternate dengan bahasa Taba dalam aktivitas

jual-beli di Pasar Gamalama Ternate; sedangkan sumber data (dalam penelitian

ini) adalah para pedagang kaki lima yang berbahasa ibu bahasa Ternate, bahasa

Tidore, bahasa Taba. Mengingat bahasa Melayu Ternate adalah lingua-franca

bagi semua penutur di Ternate (dan Maluku Utara umumnya), maka pemilihan

sumber data dari penutur yang berbahasa ibu bahasa Melayu Ternate diabaikan.

Sebab, semua pedagang kaki lima di Pasar Gamalama bisa menggunakan bahasa

Melayu Ternate. Informan yang diambil dalam penelitian ini berdasarkan kriteria

linguistik sebagai berikut.

1. penutur asli (native speaker) bahasa Ternate, bahasa Tidore, dan bahasa Taba.

2. berusia minimal 30 tahun.

3. pendidikan serendah-rendahnya SLTP.

4. mempunyai pengetahuan yang baik tentang kebudayaan setempat.

5. memiliki alat ucap yang sempurna, sabar, jujur, terhandal dalam ucapan, dan

memiliki daya ingat yang kuat (Samarin,1967:30-36).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data bahasa berupa alih kode dan campur kode, dikumpulkan dengan

menggunakan teknik sebagai berikut.

Elisitasi. Dengan teknik ini, pertanyaan langsung dan terarah kepada

(20)

berhubungan dengan kebiasaan informan menggunakan lebih dari satu bahasa

dalam aktivitas berbahasanya ketika menjual dagangannya.

Perekaman. Dengan teknik ini, aktivitas tutur dalam interaksi jual-beli

pedagang kaki lima di Pasar Gamalama Ternate direkam. Perekaman dilakukan

dengan dua cara, yaitu perekaman spontan dan perekaman pilihan. Perekaman

spontan ialah perekaman yang dilakukan tanpa mementingkan masalah yang

dibicarakan, sedangkan perekaman pilihan ialah perekaman yang dilakukan

dengan mempersiapkan terlebih dahulu pembicaraan atau cerita yang direkam.

Observasi. Teknik ini digunakan untuk mengamati sekaligus mencatat

peristiwa alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh para paenjual dan

pembeli di Pasar GamalamaTernate.

Wawancara. Teknik ini digunakan untuk memperoleh gambaran umum

tentang proes alih kode dan campur kode penjual dan pembeli di pasar Gamalama

Ternate. Hubungan dengan informan bersifat santai, wajar, dengan demikian data

yang diperoleh juga bersifat alami.

Penyimakan dan Percakapan. Dengan teknik ini, peneliti menyimak secara

saksama percakapan (tindak tutur) antara pembeli dan penjual dalam interaksi

jual-beli di Pasar Gamalama Ternate. Sedangkan teknik percakapan, peneliti

bercakap dengan penjual dan pembeli dalam aktivitas jual-beli di Pasar Gamalama

Ternate.

3.4 Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan adalah hasil elisitasi, pengamatan, perekaman,

penyimakan, dan pencatatan mengenai percakapan (tindak tutur) antara pembeli

(21)

Data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik: (1) penanda dan

pencatatan, (2) pengkatagorian dan pengelompokan, (3) penguraian dan

penafsiran. Pada tahap penanda dan pencatatan, data yang dikenali sebagai bentuk

alih kode dan campur kode ditandai dan dicatat. Data dalam bentuk alih kode dan

campur kode yang telah dicatat, dikategorikan, dan dikelompokan berdasarkan

unsurnya, kemudian ditafsir dan disimpulkan sebagai hasil akhir. Teknik analisis

data mengikuti alur kerja sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1 Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif (Miles dan Huberman, 2009: 338)

Setelah data dikumpulkan dan kemudian dilakukan penataan ulang pada

setiap data-data tersebut, peneliti menganalisis berdasarkan skema di atas.

3.5 Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan empat teknik pengumpulan

sebagaimana telah disebutkan.

3.5.1 Reduksi Data

Pengumpulan

Pengunjukan

Reduksi Data

(22)

Untuk memastikan data-data yang bergunakan bagi objek penelitian,

diperlukan reduksi data. Mereduksi berarti merangkum, memilih hal yang pokok,

menfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan pokoknya dan

membuang yang tidak perlu. Data yang peroleh dari lapangan dipilih yang

penting, dibuat kategori-katagori, dibuat klasifikasi, dan diabaikan data yang tidak

relevan dengan objek penelitian.

3.5.2 Pengunjukan Data

Setelah direduksi, langkah selanjutnya adalah data diunjukkan atau

ditampilkan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori, matriks,

dan sejenisnya.

3.5.3 Simpulan/Verifikasi

Setelah ditampilkan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

antarkategori, dan matriks, tindakan verifikasi, penafsiran, dan penyimpulan

dilakukan. Penasfiran dan penyimpulan pada tahap ini mengandalkan proses,

bukan hasil. Bila ada bukti-bukti baru baru dalam data yang tidak sejalan dengan

penafsiran dan penyimpulan, dirumuskan kembali simpulannya sehingga ada

kesejalanan antara data dan simpulan.

(23)

BAB V

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS BAGI SISWA MULTILINGUAL DAN PROSES

ALIH KODE , CAMPUR KODE DI SEKOLAH MENENGAH ATAS ATAU SMA.

A.Pengantar

Bab 4 membahas tentang alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke

bahasaTernate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate,Campur kode

dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate ke

bahasa Melayu Ternate.Alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore

atau dari bahasa Tidore ke bahasa Melayu Ternate.Campur kode dari bahasa

Melayu Ternate ke bahasa Tidore atau dari bahasa Tidore ke bahasa Melayu

Ternate, Alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian atau dari

bahasa Makian atau dari bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate.Campur

kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian atau dari bahasa Makian ke

bahasa Melayu Ternate..Maka pada bab 5 akan dibahas tentang model

pembelajaran menulis bagi siswa bilingual dan proses alih kode dan campu kode

di Sekolah Menengah Atas (SMA)

B. Model Pembelajaran Menulis Bagi Siswa Multilingual dan Alih kode

dan Campur kode di SMA

Model pembelajaran Menulis bagi siswa bilingual merupakan sarana efektif

dalam mengajarkan, menganalisis proses alih kode dan campur kode kepada

(24)

Di bawah ini akan diuraikan atau dijelaskan beberapa kata bahasa Ternate,

yang memiliki makna problematik atau ketertarikan di dalam

pembentukan.Untuk membuat suatu karangan yang baik maka terlebih dahulu

untuk menyusun kata kata atau kosa kata sebagai sarana sebuah karangan.

1.Kosa kata bahasa Ternate

Pada perilaku morfemis prefiks dan penanda kata ganti diri merupakan generatif

marker yang dapat dipergunakan sebagai berikut:

Pronomina Penanda Milik

Tunggal 1 msk, fangare saya (lak) ri

fem fajaru saya (pr) ri

2. ngana Anda(fam) ni

3.msk una dia(lk) i

fem mina dia(pr) ni

Jamak 1.ikl. ngona kita ri

eksl. ngom kami mi

2. ngon Anda (hon) ni

. 3 ana mereka na

Untuk mengajarkan kepada orang lain seperti kepada siswa sekolah Menegah

Atas (SMA),kepada masyarakat memilki problematik atau keunikan karena dia

harus membedakan bentuk maskulin(laki laki) dan feminim (perempuan)

(25)

Untuk bentuk jamak dia harus membedakan bentuk inklusif dan eklusif untuk

orang pertama.

Bira beras

Nyao ikan

uge sarur

guwae mangga

oho makan

Kosa kata bahasa Ternate sangat eketif di dalam proses aleh kode dan campur

kode khususnya di menulis yang dilakukan oleh para siswa Sekolah

Menengah Atas atau SMA.

Di bawah ini terdapat beberapa kata bahasa Melayu Ternate (BMT)

memiliki beberapa kekehasan atau keunikan di dalam pembentukan di dalam

kalimat

Kata dorang (Mereka) berubah menjadi dong

Kata torang (kami) kata ini berubah menjadi tong

Kata dengan sebagai penghubung berubah menjadi deng

Kosa kata bahasa Melayu Ternate atau BMT memliki peranan yang efektif di

dalam prose alih kode dan campur kode di dalam menulis yang dilakukan oleh

para siswa sekolah Mengah Atas (SMA)

Di bawah ini terdapat beberapa kalimat bahasa MelayuTernate

1.Tude komo sepulu berapa ngoni pe ikan

(26)

3. Ikan segar beli bos beli tude bisa ngoni kase turun

4. Kankong tiga lima bisa dorang kase turun

5. Belimbing itu berapa ngoni jual

6. Popare deng kangkong kacang berapa seribu,deng dua ribu rupiah

7 . Lansa bisa ngoni kase turun sadiki dia harga

8 .Mari-mari sagu lombo deng sagu popeda bisa ngoni kase turun

9; Berapa lemon sagu popeda berapa dorang jual

10. Berapa rica ngoni jual?

12. :Tomat deng ,kunyit ngoni jual berapa?

13. Berapa Lemon ngoni jual Sagu popeda torang jual lima ribu

14 :Mari Mari Kangkong 3 ribu bisa ngoni kase kongkong tiga ribu

Kalamat bahasa Melayu Ternate sangat efektif di dalam proses alih kode dan

campur kode khusnya di dalam menulis yang dilakukan oleh para siswa Sekolah

Mengah Atau (SMA).Tidak bisa dihidarkan terdapat alih kode dan campur kode

dilam bentuk kalimat ketika mereka menyusun karangan.

Di bawah terdapat kalimat bahasa Ternate

3.Kalimat bahasa Ternate

1. Nyao koa ne nyao mamada ma ici ne bobara nyao Dududufa yang lamo ge

gosa oro bacan (ini ikan apa ini yang mulut kecil ini bobara dari Dufadufa dan

dari Bacan)

2.oro nyao mancia ge malo mahal ua (ambil ikan yaang tidak mahal.

3. Pirao ne yang lama ge yang lamo ge seribu nyao koo ne ginado bato ngom

(27)

4.oro maake (tude segar ambil air).oro gosa (kankong siapa ini yang ambil harga

tga lima ribu.

5.Ne waje ampa ne ngone due na due ua wa wone na due ua (ini saya bilang

empat ini tiga bukan kepunyaan saya bukan kepunyan saya)

6. ge segadI fodi segadi fodi-fodi ma afa bolo (lansanya manis sekali,silah beli)

7. pirao ne calan romdidi (berapa ini dua ribu rupih )

8. pirao ne hoi do malo ( berapa ini ambil saja tinggal sediki ini)

9.ngom ge SATPOL PP biasa ngon kane ( biasa SATPOL PP tertibkan disini )

10.gnon gosa li ge (kalian bawa ini)

11.ge ana ge kado ua salah bahaya( berapa itu mereka tidak datang salah sekali)

12.Tagi ona cako(mereka pergi kemarin sore)

14.oro raima ana oro guwae (…..kunyit sudah diambil? mereka ambil mangga)

15.Ngona gosa lila re (kalian bawa Lila ini

16.afa afa=jangan-jangan karo ino Golo koa oro bepa ena (baru datang kenapa)

Kalimat bahasa Ternate sangat efektidf di dalam proses alih kode dan campur kode

dalam menyusun karangan atau menulis yang di lakukan oleh siswa Sekolah Mengah

Atas atau SMA

Butlah karangan dengan memperhatikan pokok karangan

4. Wacana Bahasa Melayu Ternate

Wacana bahasa Ternate

Untuk menyususun sebuah karangan yang dilakukan oleh siswa Sekolah Mengah Atas

(SMA) maka dia akan dipengarui oleh pngausan kosa kata bahasa Ternate,penguasan

kosa kata bahasa Melayu Ternate.Pengusaan kalimat bahasa MelayauTernate dan

(28)

Pembentukan kosa kata bahasa Tidore

Untuk membuat suatu karangan yang baik maka telibih dahulu untuk menyusun

kata kata atau kosa kata sebagai sarana sebuh karangan. Seperti dalam bahasa

bahasa Melayu atau dalam bahasa Indonesia.

1.Pembentukan kosaka bahnasa Tidore

Gagi momi :satu gai

Malamo : besar

Foli : beli

Ge : itu ne

Mega : apa

Pirao : berapa

Dofu :banyak

Rimoi :satu

Mega :apa

Tabea :permisi

Koi pisang

Pembentukan dan penguasaaan bahasa Tidore yang dilakukan oleh siswa Sekolah Mengah Atas atau SMA ketika mereka meraka menyusun karangan atau tulisan maka akan terdapat alih kode dan campur kode dari bahasa Tidore ke bahasa Melayu Ternate dalam bentuk kata kata.

2.Kalimat bahasa Melayu Ternate

1.Penjual :Torang pe ikan satu gaki sepuluh ribu deng lima ribu

(29)

3,Penjual : Kalau bagitu torang dua tampa 50 ribu rupiah

4.Penjual :ikang basar deng kacil, kadang yang kacil itu dapa tiga ekor

atau labe)

5,Penjual : Kase torang pe lapis Tidore

6.Penjual :Ngoni pe Lapis tidore jual berapa

8,Penjual :Torang pe roti manis deng kui popaco sepulu ribu

9.Penjual :Torang pe Tomat deng rica lima ribu

10.Penjual :Ngoni pe Rica deng tomat berapa

11.Penjual :Dorang pe bawang deng rica berapa

12.Pembeli :Kancang panjang ngoni jual berapa

14.Penjual : Pinang siri –pinang siri torang jual dua ribu, mari

Kalimat bahasa Tidore

1.Pembeli : Dano se ngofa-ngofa ge kalu oyo mam-mam kadang bafikir

ngom ua (cucu deng ana-ana tu kalu makan kui-kui tu kadang

tara bafikir torang)

2.Pembeli :Oe, dahe rai. Sukur dofu. Tagi ma. (iyo, so dapa. Terima kasih

banyak. Pigi sudah)

3.Penjual :Mansia Tidore ge, mansia Tidore kabe? (orang tidore tu, orang

tidore apa? )

4Pembeli. . Mura bato bibi? (mura saja bibi)

5..Penjual : gaki moi cala nyagi mo (satu gagi sepulu ribu)

6,Pembeli. : tebe maya bolo ua (bagimana boleh katarada)

7.Pembeli :nyao malamo daba kene, yali kene nge dahe range)

8.Pembeli : Ngon foli lapis tidore pirao bolo dola rao ? (ngoni beli lapis

tidore berapa, berapa potong)

(30)

10.Penjual :.Rimoi bolo dola moi. (satu buah atau cuman satu potong)

11.Penjual :ge romoi saribu (popaco satu seribu)

12Penjual. .Cala nyagi moi se mtoha (15 ribu rupiah)

13. Penjual :se re jang-jang sado (rica-rica, tomat, bagus-bagus ini)

14.Pembeli :.nyagirahacuman (rica empat ribu )

Kalimat bahasa Tidore akan sangat efektif mempengaruhi siswa Sekolah

Menengah Atas atau SMA di dalam menyusun karangan atau tulisan untuk

terjadinya proses alih kode dan campur kode

Wacana bahasa bahasa Melayu Ternate dan wacanana bahasa Tidore

1.Pembentukan kosa kata bahasa Makian

Untuk membuat suatu karangan yang baik maka terlebih dahulu untuk menyusun

kata kata atau kosa kata sebagai sarana sebuh karangan.

1.Pembentukan kosakata bahasa Makian

Loka : pisang

Yan :ikan

awai : sayur

lasap ;langsa

Ho : lemon

Gocla : jagung

Yohaso :sepulu ribu

(31)

Saya punya : yakanig

Kamu punya :meu atau amanim

dia punya :iani

Mereka : sinnadi

Di dalam mengaajarkan kepada siswa sekoh Menengah Atas atau SMA maka

masah ini bersifat problematik atau khas di dalam bahasa Makian.

Kosakata bahasa Makian akan sangat mempengaruhi siswa di dalam menyusun

karangan sehingga tidak bisa dihindarkan terdapat proses alih kode dan campur

kode.dalam bentuk kata-kata bahasa Makian

2.Kalimat bahasa Melayu Ternate

1,Penual :Torang pe pisang sepulu satu

2.Penjual :Dorang pe rica nona lima ribu

3,Penjual :Dorang pe tomat deng rica lima ribu

4.Penjual :Tomat deng ria hargnya lima ribu

5.Penjual :Tauge kangkong dua

6,Penjual :Torang pe kongkong sepulu ribu

8.Penjual :Torang pe popare sepulu ribu _

9,Penjual :Ngoni pe Lemon berapa

10.Penjual :Torang jualSatu ikat kacang

11,.Penjual :Torang peTauge kangkong

12 Penjual :Torang pe ikan kui dea pe harga sepulu ribu

(32)

14.Penjual :Ngoni pe ikan dasar baru turun

Ketika menyusun karangan atau tulisan para siswa Sekolah Menengah Atas

atau SMA tidak bisa dihindarkan terdapat proses alih kode dan campur kode

dalam kalimat bahasa Melayu Ternate.

2.Kalimat bahasa Makian

1. Loka nipli calan yohaso ada calan yohalu (satu sika sepuluh ribu dan dua

puluh ribu)

2.calan lim (tauge dan kangkong) calan yohaso (tomat) calan lim (rica nona)

3. nipli Calan lim ada calan tol (popare ada harga lima ribu dan tiga ribu)

4.Nipli calanlu ada calanlim ( dua ribu deng lima ribu)

5. Ho ne nipli calantol (lemon tiga ribu)

6.calan lim ada calanhit (lima ribu dan tujuh ribu)

7Awai calanlim ada yan calan yohalu (sayur harganya lima ribu dan ikan

sepuluh ribu)

8.calan yohalu ada yohaso(sepuluh ribu dan dua puluh)

9.yan ne calan yohalu ada calan yuhaso (ikan ada dua puluh ribu dan sepulh

ribu)

10.Gocila ne calan yohaso ( jagung sepuluh ribu)

3.Wacana bahasa Melayu Ternate dan wacana bahasa Makian

Ketika menyusun karangan yang dilakukan oleh siswa Sekoah Menegah Atas atau SMA

tidak bisa dihindarkan terdapat proses alih kode dan campur kode di dalam bentuk

kalimat bahasa Makian.

Model pembelajaran Menulis bagi siswa bilingual merupukan sarana efektif di

(33)

kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate.alih kode

dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore dan alih kode

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa.

Alwasilah,A.Chaedar (2002) Pokoknya Kualitatif .Bandung:PT Pustaka Jaya dengan Pusat Studi Sund

Ardiana, Leo Idra. 1990. Analisis kesalahan Berbahasa. FPBS IKIP Surabaya.

Aminudin (1990) Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Pengembangan

Bahasa dan Sastra. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.

Amran Halim. (1972) Multilingualism in Relation to the development of Bahasa

Indonesia. Palembang: Lembaga Penelitian dan Pengajaran Bahasa.

Andersen,N.(ed) Study in Multilingualism.Leiden: E.J.Bril.

Bawa, I Wayan. 1981. “Pemakaian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar”. Udayana. Denpasar: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Baker,Paul.1920.Sociolinguitics and Corpus Linguistics.Edinburgh University Press Litd

Bemastian, Basil. (1972). Social Clasess Language and Socialization.Rp 157-178,in Gigloil.ed.

Bloomfield, Leonard. (1976) Language. London: George Allen dan Unwin Ltd.

Brown, Douglas H. 1980. Principles of language Learning and teaching. London: Prentice-Hall International, inc.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaedar Alwasilah (2002) Pokoknya Kualitatif .Bandung:PT Pustaka Jaya dengan Pusat Studi Sunda

Creswell John W. Research Design Pendekatan Kualitataf,Kuantititaf,dan

(35)

Dewa, I. Putu Wijana.(2006). Sosiolinguistik; Kajian Teori dan Analisis. Jogjakarta. Pustaka Pelajar.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Dittmar, Nobert. 1976. Sociolinguistics. London: Edward Arnold.

Dulay, Heidi, Mariana Burt, Stephen Krashen. (1982) Language two. New York: Oxford Universty Press.

Dardjowidjojo, S, ed (1987) Linguistik: Teori dan Terapan. Jakarta: Lembaga Bahasa Universitas Katolik Atmajaya.

Fishman, Joshua A.(1972). The Sociology of Language. Newbury House. Rowley, Mass.

Fishman, J.A (1968) The Sociologi of language: An Interdisciplinary Social

Science Approach to Language in Society. Rowley, Massachussetts:

Newbury House Publishers.

Fishman, J.A (1972) Sociolinguistic A Brief Introduction. Rowley, Massachussetts: Newbury House Publishers.

Ferguson, C.A. (1966). National Sociolinguistic Profile Formulas. dalam W. Bright (ed), Sociolinguistics. IJAL. Bloomington.

Ferguson, C.A. 1959. Diglosia.Word 15-325 also in Hymes(1964.429-39)

Giglioli, P.P, ed. (1972) Language and Social Context. Harmondswort, Middlesex,

England: Penguin Books Ltd.

Grosjean, F (1982) Life with Two Languages: An Introduction to Bilingualism.

Camridge: Harvard Universty Press.

Gumpers, J.J (1971) Language in Social Group. Standford: Stanford Universty

Press.

Gumpers, J.J dan Dell Hymes, eds. (1972) Direction in Sociolnguistcs. New York:

(36)

Hudson, R. A. (1980). Sociolinguistics. London : Cambridge University Press.

Hasan, R. (1973). Code Register and Social Dailect Vol 2. 253-292 in Bermestin,ed.

Haugen, Einar.(1956). Bilingualism in the Americas. A Bibliograhpy and Research Guide Universy.

Hansen, Halari. (1974). Britisch Social Anthropologis and Language A.Histotorisof Saparate Develoment.London:Oxspod University Press.

Haugen, Einer, Problems of Billingualism,dalam Lingua.2. (1950). halaman 271-290

Huda, Nuril dkk. 1981. Interferensi Bahasa Madura Terhadap Bahasa Indonesia

Tulis Murid Sekolah Dasar Jawa Timur. Jakarta. Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa.

Hayi, Abdul dkk. 1985. Interferensi Gramatika Bahasa Indonesia dalam Bahasa

Jawa. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Haymes, D, ed. (1964) Language in Culture and Society. New York: Happer and Row.

Jendra. I Wayan. 1991. Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana.

Kridalaksana, Harimurti.(1998). Introduction to Word Formation and Word

Classes. Jakarta. Universitas Indonesia.

Kridalaksana,Harimurti.(1983) Kamus LInguistik. Jakarta:Gamedia

Kridalaksana,Harimurti.(1982) Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa.Jakarta:Gramedia.

Koentjaraningrat.(1983) Pengantar Ilmu Antropologi. JakaPrta:Aksara Baru

Labov, W., P. Cohen & J, Lewis. (1970). A Study of the Non Standard English of

Negro and Purtorican Speakers of New York City. Cooperative Research

Report, Columbia University. New York.

Labov, W. Sociolinguistic Pattterns. The University of Pensylvania Press Inc. Philadelphia Bab 4.

Leeh,G.(1981) Semantics:The Study of Meaning.Har mundsworth Middeses.England Penguin Books Ltd.

(37)

Mackey,W.F.(1972) The Description of Bilingualism dalam J.A. Fismen,ed

Reading in The Sociology of Languaage.The Haguc.Monton Pulilishing Co.

Mahsun. (2000). Metode Penelitian Bahasa, Jakarta. PT Rajawali Grafindo Persada.

Mahtew B.Miles A.Michael Hubermas. Analis Data Kualitaf Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong.leksi J. (2002Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:PT Remamaja Rosdakarya.

Nababan, P.W.J(1991), Sosiolinguistik; suatu pengantar. Jakarta. Gramedia

Nababan,P.W.J.(1987) Ilmu Pragmatik (Teaori dan Terapan) Jakarta.PPLPTK

Naro,A.J. The Social and Sructural Dimension Ilmu Pragmatikof A Synatac

Change Mineo.p 171

Ohoiwutun, Paul. (1987). Sosiolinguistik. Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan Jakarta: Visipro.

Oscar, Elis Bilingualism’, dalam Thomas A. Sebok (Ed) Gerent Trends

Oscar, Elis Bilingualism’, dalam Thomas A. Sebok (Ed) Gerent Trends in Linguistics.Volume 9 Mauton The Hague,halaman 478-502.

Parera, J. Daniel. (1987). Linguistik Edukasional. Jakarta. Erlangga.

Pateda, Mansur.(1987). Sosiolinguistik. Bandung. Angkasa.

Pranowo. (1996). Analisis Pengajaran Bahasa. Jogjakarta. UGM Pres.

Penalosa,Fernando.(1981). Introduction to the Sociology of Language. New York Neoburury House Publishers.

Pride,J.B.danJ.Holmes,eds(1972)Sosiolinguistcs.Harmodword,Middleses.England: Penguin Books Ltd.

Rusyana,Yus.(1984). Bahasa dan Sastra dalam gempita Pendidikan. Bandung: Diponegoro.

Rusyana,Y.(1988) Perihal Kedwibahasaan.Jakarta:PPLPT

(38)

Syukur Ibrahim, Abd. (1995). Sosiolinguistik. Surabaya: Usahan Nasional.

Sausure, F.de.(1916/1959)Coursn General Linguistics.New York Mc Graw Hill p221.

Suwito. 1985. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Cipta.

Sudarianto (1990) Menguak Fungsi dan HakikiBahasa.Yogyakarta.Duta Wacana Universitty Press.

Sugianto.(2009) Metode Penelilitian Pendidikan Pendekatan Kuantititaf, dan

Kualitaif.Bandung Alfabeta.

Wolfram, W. A. (1969). A Sociolinguistic Discreption. of Defroit Negro Speech Washington Center FocAppleid Linguistics p 45.

Weeks, T.E. (1971). Speech Register in Yung Children.Child Development 42-1119.31p 18.

Weinreich,U.(1970) Language in Contact The Haguc : Mouton Publishing Co

Tarigan, H. Guntur. (1988.) Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung.

Angkasa.

Tarigan,H.Guntur (2009) Pengajaran Kedwibahasaan.Bandung: Angkasa

T. (1976). Sociolinguistics .London : Guidforddan Worcester for thePublisher ogert B.T. Ltd.

(39)

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan deskripsi tuturan di atas maka dapat dikatakan bahwa

terjadinya alih kode karena beralihnya penggunaan bahasa Melayu Ternate oleh

para pembeli di pasar Gamalama Ternate. Dapat dikatakan bahwa penyebab

terjadinya alih kode adalah kehadiran pembeli sebagai orang ke tiga dalam

peristiwa tutur di atas.

Kode yang berupa peralihan bahasa Melayu Ternate kedalam bahasa

Ternate ditemukan cukup banyak dilakukan dalam wacana jual beli yang

dilakukan penjual dan pembeli di pasar Gamalama

Pada bagian kesimpulan akan diuraikan hal-hal sebagai berikut

Pertama Alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate atau alih

kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate

Alih kode dari bahasa Mellayu Ternate ke bahasa Ternate

a.Analisiis Morfologi

Torang seperti terlihat pada (1) (2) (9) (11) merupakan bahasa Melayu

Ternate yang berkatagori promomina jamak yang berarti kami.Pronomina

mengalami proses pennyingkatan (kliping), sehingga bisa berubah menjadi

tong seperti terlihat (1) (2). Perubahan morfologis ini disebut dalam

Indonesia sama dengan kami. dan pe (1)(2 (4))(5)sebagai sebuah bentuk

terikat bahasa Meayu Ternate karena bentuk tidak bisa bediri sendiri dan

berfungi sebagai penunjuk millik,dalam bahasa Melayu Ternate, komo

terlihat ( 1) (2) yang berkagori kata benda bahasa Melayu Ternate dan

(40)

yang berkatagori verbal bahasa Ternate dan nyao terlihat (2 (4) yang

berkatagori sebagai benda kataTernate mancia terlihat (2) yang berkatagori

benda bahasa Ternate dan ge berkatagori sebagai adverb atau penunjuk jah

bahasa Ternate malo ,tidak bahasa Ternate , mahal yang berkatagori

ajektival bahasa Ternate dan ua yang berkatagori adverb bahasaTernate

tidak data 1 (...ambil ikan yang tidak tidak mahal)

Berdasarkan analisis di atas dapat ditegaskan bahwa terdapat alih kode dari

kata ganti torang, pe sebagai penunjuk milik ,kata benda ,kata numeral bahasa

Melayu Ternate dan kata verbal oro bahasa Ternate, nyao,berkatagori nonima

mancia kata nominal ge (ini) sebagai penunjuk jarak dekat malo sebagai

keterangan mahal ajektival bahasa Ternate.

b,Analisis Frase

Proses analisis pada kalimat diawali pengguaaan 1Ikan segar seperti

terlihat pada (1) merupakan frase nominal nominal bahasa Melayu Ternate,

ngoni beli tude dan sebagai frase verbal bahasa MelayuTernate dan oro ake

terlihat pada ( 1) sebagai frase verbal bahasa Ternate (tude sergar ambil di air)

Berdaarkan analisis di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode dari frase

nominal bahasa Melayu Ternate ke frase verbal bahasa Ternate

c.Analisis Klausa

1.Proses alih kode pada kalimat dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate

diawali dengan penggunaan 2 Torang pe komo sepulu sepeti terlihat pada

(3)merupakan klausa nominal bahasa Melayu Ternate dan ana afa ma wosa ua si

tara bilang sebagai klausa verbal bahasa Ternate seperti terlihat pada data (3)

(41)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat dikatakan

teradapat alih kode dari klausa nominal bahasa Melayu Ternate ke klausa

verbal bahasa Ternate

a. Pokok atau Topik

Pokok atau topik merupakan unsur yang sangat menentukan ,berpengaruh di

dalam sebuh tuturan kebasaan. Jika pokok atau topik berubah maka

mempengaruhi makna tuturan terutama dalam masalah proses alih kode.

Hasil analisis kebahasaan alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa

Ternate yang dilakukan oleh penjual.

Hasil Analisis alih kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate yang

dilakukan oleh pembeli.

b.Fungsi dan Tujuan

Fungsi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan didasarkan pada tujuan

berkomunikasi. Fungsi bahasa merupakan ungkapan yang berhubungan dengan

tujuan tertentu, seperti perintah, menawarkan, mengumumkan, memarahi, dan

sebagainya. Pembicara menggunakan bahasa menurut fungsi yang

dikehendakinya sesuai dengan konteks dan situasi komunikasi. Alih kode dapat

terjadi karena situasi dipandang tidak sesuai atau tidak relevan.

c. Suasana

Suasana merupakan suatu masalah yang sangat menentukan, mempengaruhi

di dalam komunikasi kebahasaan terutama di dalam bidang sosiolingustik. Salah

satu suasana di dalam bidang sosiolingustik adalah suasana dalam bidang alih

kode.Salah satu suasana alih kode adalah suasana bergurau

Kadang-kadang dalam wacana jual beli terdapat alih kode disebabkan

(42)

hubungan atau sudah saling kenal .Keakraban yang demikian sering pula

menumbuhkan keberanian penjual dan pembeli dalam tawar menawar barang.

d. Frekuensi Penggunaan Alih Kode

Frekuensi penggunaan dalam komunikasi kebahasan sosiolingustik

sangat mempengaruhi dalam mengklasifikasikan frekuensi penggunaan alih

kode.Frekuensi pengguaan alih kode yang dilakukan oleh penjual sebayak 9 kata

yang menggunakan bahasa Melayu Ternate dan 16 yang menggunakan bahasa

Ternate dan pembeli sebanyak 16 kata yang menggunakan bahasa Ternate dan 15

yang menggunakan bahasa Melayu Ternate .berdasarkan analisis maka kitakan

penggunaan bahasa Melayu Ternate 25 kata bahasa Ternate31 kata .Berdasrkan

hasil anlisis maka bahasa yang memilki tingkat intensitas yang sangat tinggi

adalah bahasa Ternate masih sangat tinggi jika kita bandingkan dengan

pengguaan bahasa Melayu Ternate Karena pengguaaan bahasa Melayu Ternate

dapat digunakan oleh penjual dan pembeli secara merata tinggkat intensitasnya.

e. Medium atau Modus

Medium sangat mempengaruhi,menentukan tentang masalah alih kode

atau menyebut istilah modus pembicaraaan merupakan sarana untuk

berbicara.Modus lisan (tatap muka,melai telepon,atau atau melai audo visual

lebih banyak digunakan ragam non-formal jika dibandngkan dengan ragam

tulis(surat dinas,surat kabar,buku ilmiah).

Alih kode dari bahasa Ternate kebahasa Melayu Ternaate

Alih kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate dari pembeli .

a.Analisis morfologi

Proses alih kode pada kalimat dari bahasa Ternate ka bahasa Melayu

(43)

jarak dekat dan pirao bekatagori sebagai verba bahasa Ternate (ini berapa)

bahasa Ternate dan ikan katagori nomina bahasa Melayu Ternate,ini berkatori

jarak dekat,torang katogori sebagai pronomina jamak, jual berkatagori verba,

sepulu katagori numeral mari berkatagori verbal bahasa Melayu Ternate.

Berdasarkan analilis yang terdapat pada kalimat 1 di atas maka dapat

dikatakan bahwa kalimat terdpat alih kode dari penunjuk jarak dekat bahasa

Ternate,verba bahasa Ternate ke nomina,pronomina jamak,verba numeral, verba

bahasa Melayu Ternate,

b.Analisis frase

Proses alih kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melaayu Ternate pada kaimat 2

daapat diawali dengan penggunaan Nyao pirao cala mamtoha sebagai frase

banda bahasa Ternate dan (ikan berapa empat ribugoni jual berapa sebagai

farse kerja bahasa MelayuTernate

Berdasrkan analisis yang terdapat pada kalimat 2 di atas maka dapat

dikatakan bahwa terdapat proses alih kode dari frase benda bahasa Ternate ke

frase benda bahasa Melayu Ternate.

cAnalisis klausa

Proses alih kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate di awali dengan penggunaan

E, ma cala matoha afa ma rimoiini sebagai klausa numeral bahasa Ternate ngoni

juai berapa sebagai klausa verbal bahasa Melayu Ternate (ada lima ribu, ada

seribu)

Berdasarkan analisis di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode dari

klausa numeral bahasa Ternate ke klausa verbal bahasa Melayu Ternate/

Kedua, campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate atau campur

(44)

Proses campur kode pada kalimat 1 dari bahasa Melayu Ternate, nanti

ambil harga jual baru bayar)Penggunaan kata ngoni pe pada kalimat merupakan

sebuah unsur yang menunjukan adanya ke ke bahasa benda Ternate diawali

dengan pengguun Ngoni pe Kangkong berapa sebagai klausa Melayu Ternate

manyika fang hang kara ana fodi ge raim kara fang hang ge NGone oro ena ma

ija kara fang.sebagai sebuah kalimat verbal bahasa Ternate (kangkung sebagian

belum dibayarpememilikan stuktur bahasa Melayu Ternate.

Berdasrkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 terdapat campur kode

dari klausa benda bahasa Melayu Ternate sebuah kalimat verbal bahasa Ternate.

Proses campur kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate pada kalimat

1 dapat diawali dengan penggunaan: Dadi ne ngon biasa jam barapa NGon koa

mafuku ne, jam enam? kodiho sebagai sebuah kalimat verbal bahasa Ternate dan

tapi deng sapa. Ngoni pigi sebagai sebagai sebuah klausa verbal kalimat bahasa

Melayu Ternate (biasa kamu jualan jam berapa ini? Jambal k 6 pulung).

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 di atas maka dapat kita

katakan terdapat proses campur kode dari kalimat verbal bahasa Ternate ke klausa

verbal bahasa Melayu Ternate.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 4 maka dapat kita katakan

terdapat proses campur kode dari klausa kerja bahasa MelayuTernate BMT ke

klalusa kerja bahasa Ternate.

Berdasarkan ilustrasi tuturan di atas maka dapat dikakatan bahwa terjadinya

alih kode karena beralihnya penggunaan bahasa Melayu Ternate oleh para

pembeli di pasar Sarimalaha Tidore .Dapat dikatan bahwa penyebab terjadinyaa

alih kode adalah kehadiran pembeli sebagai orang ke tiga dalam peristiwa tutur

(45)

Berdasarkan urain tuturan di atas dapat dikatakan bahwa terjadnya alih kode

karena kehdiran pembeli yang menggunakan bahasa Tidore .Dapat dikatakatan

penyebab terjdinyanya alih kode dalam tuturan di atas adalah kehadiran

pembeli sebagai orang ke tiga dalam tuturan di atas

Yang ketiga, alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore atau dari

bahsa Tidore ke bahasa Melayu Ternate

a,Analisis morfologi

Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore diawali

dengan penggunaan: Torang sebagai mana terlihat(1)(3) sebagai sebuh preposisi

jamak dan bisa berubah menjadi tong dan bisa disamakan kata ganti jamak bahasa

Inodesia pe sebagai bentuk terikat yang befungsi sebagai penujuk milik, ikan

sebagai nomial bahasa Melayusa Ternate dan Mura sebagai ajektival bahasa bato

sebagai keterangan bibi? Sebagai nomina bahaasa Tidore (mura saja bibi).

Penggunaan kata torang pe kalimat di atas menunjukan adanya kepemilikan atau

bersifat posesif.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat

dikatakan terdapat alih kode dari preposisi jamak,ke penanda milik, nominal

bahasa MelayuTernate ke kata ajektival dan nomina bahasa Tidore.

Ngoni sepagai kata ganti ,sama dengan kalian dalam bahasa Inoenesia

jual, sebagai verba berapa, verba bahasa Melayu Ternate coma tamba sebagai

verba dan nyao sebagai nomina, regu yali sebagai edverb atau keterangan bahasa

Tidore (tamba ikan lain lagi).

(46)

Ngoni pe(2) cakalag sebagai frsae nominal dan satu gaki itu sepuluh ribu sebagai

frase ajektival bahasa Melayu Ternate gaki moi cala nyagi moi( Satu gaki seribu)

sebagai farase ajektival bahasa Tidore.

Berdasarkan analisis di atas maka dapat dikatakan terdardapat alih kode dari

frase ajektival bahasa Melayu Ternate ke frase ajektival bahasa Tidore

c.Analisis klausa

Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore pada

kalimat 3 dengan penggunaan Torang cakalag satu gaki itu sepuluh ribu sebagai

klausa verbal dan ( gaki moi cala nyagi moi sebagai diaawali frase numeral

bahaasa Tidore.

Berdasarkan apa yaang telah di atas maka dapat dikatakan terdapat alih

kode klausa verbal bahasa Melayau Ternate ke frase numeral bahasa Tidore

Berdasarkan analisisis di atas maka dapat dapat kita katan bahwa terdapat

proses alih kode dari frase nominal bahasa Tidore ke klausa verbal bahasa

Melayu Ternate.hasa Melayu Ternate.

Berdasrkan analais yang terdapat pada kalimat di aras maka dapat kita

katakatan terdapat alih kode frase nominal bahasa Melayu Ternate ke frase

numeral bahasa Tidore

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 3 di atas maka dapat kita

katakan terdapat alih kode dari frase nominal bahasa Melayu Ternate ke frase

numeral bahasa Tidore.

Berdasrkan analisisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat

dikatakan bahwa terdapat alih kode klausa verbal bahasa Tidore ke klausa verbal

(47)

Proses campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore pada kalimat

1 dimulai dengan penggunaan : Ngoni pe tomat sebagai frase benda bahasa

Melayu Ternate cala malofo, cala range dan sebagai frase numeral bahasa Tidore

(tomat 2 ribu, 3 reibu).

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 maka dapat dikatan

bahwa terdapat proses campur kode dari frase bahasa Melayu Ternate frase

numeral bahasa Tidore.

Proses campur pada kalimat 2 dimulai dengan penggunaan :Dorang jual sagu

sebagai klausa bahasa Melayu Ternate delapan hula ge sepulu, yamrasi gai gohu

bolo dan sebagai sebuah kalimat verbal bahasa Tidore (sagu delapan deng

sepulu, Tanya dulu biking gohu ka?)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 2 maka dapat dikakatan

bahwa terdapat campur kode dari klausa bahasa MelayuTernate ke kalimat verbal

bahasa Tidore.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 4 maka dikatan terdapat

proses campur kode klausa verbal bahasa Melayu Ternate.

Proses campur kode dari bahasa Tidore ke bahasa Melayu Ternate pada kalimat

1 dapat diwali dengan penggunaan: Nyao kilo rimoi bato sebagai sebagai frase

benda bahasa Tidore dan ngoni jual berapa sebagai klausa bahasa Melayu Ternate

(ikan dasar satu kilo saja)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kaliamat 1 maka dapat kita katakan

terdapa campur kode frase benda bahasa Tidore ke klausa kerja bahasa Melayu

(48)

Proses campur kode dari bahasa Tidore ke bahas Melayu Ternate pada 2

dapat dapat diawali dengan penggunaan: Mancia Tidore bolo, Tidore kabe

sebagai frase benda bahasa Tidore dan torang Soasio? Sebagai frase adaverbal

(orang tidore, tidore mana?)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 2 di atas maka dapat kita

katakan bahwa terdapat campur kode frase benda bahasa Tidore ke frase

adverbal bahasa Melayu Ternate.

Berdasarkan deskrpsi tuturan di atas maka dapat dikakatan bahwa terjadinya alih

kode karena beralihnya penggunaan bahasa Melayu Ternate oleh para pembeli

di pasar Gamalama Ternate .Dapat dikatan bahwa penyebab terjadinyaa alih

kode adalah kehadiran pembeli sebagai orang ke tiga dalam peristiwa tutur di

atas.

Berdasarkan deskripsi tutran di atas maka dapat dikatakan dalam tuturan di

atas adalah kehadiran pemnbeli yang mengunakan yang menggunakan bahasa

Makian sebagai orang ketiga dalam tuturan di atas

Analisis Sruktur Alih kode dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Makian

yang dilakukam oleh penjual.

a.Analisis morfologi

Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian pada

kalimat dapat diawali dengan penggunaaan: Torang yang berkatagori sebagai

preposesi jamak dan bisa berubah menjadi tong, jual sebagai verba,

sepulu,numeral, bahasa Melayu Ternate satu sika segai sebuah numeral bahasa

Melayu Ternate dan calan yohaso sebagai bentuk kata numeral bahasa Makian

Gambar

Gambar 3.1 Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif (Miles dan Huberman, 2009: 338)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun untuk

Kontribusi langsung yang diberikan fokus pada konsumen terhadap kepuasan kerja karyawan ini menjelaskan bahwa perubahan kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh

Hasil dalam penelitian ini adalah telah terbangunnya sistem pendukung keputusan untuk pemilihan objek wisata di Kabupaten Pasuruan menggunakan metode Fuzzy Tahani

Diketahui oleh umum bahwa etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia tersebar di semua wilayah republik Indonesia, tetapi etnis Tionghoa yang tinggal di Jawa Timur

atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Studi Karakteristik Demografi Angkatan Kerja di Desa Jeruksawit dan Desa Wonorejo Kecamatan Gondangrejo

berkualitas, konsep kualitas pembelajaran mengandung lima rujukan, yaitu:. Kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik peserta didik, serasi

Setelah dilakukan perbaikan jaringan dengan menggunakan dua skenario, yaitu physical tunning dan expand bandwidth didapat parameter yang ditinjau seperti RSRP, SINR, mean

aktivitas antioksidan produk olahan jambu biji merah berupa selai yang dibuat dengan variasi suhu dan waktu pemanasan yang berbeda menggunakan metode penangkap