• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alih Kode dan Campur Kode Dalam Percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara : Kajian Sosiolinguistik Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Alih Kode dan Campur Kode Dalam Percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara : Kajian Sosiolinguistik Chapter III V"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Pasar ini merupakan pasar tumpah yang terletak di Gampong Batu 12, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara.

Pasar Batu 12 merupakan pasar yang berada di gampong Batu 12 kecamatan Gampong batu 12 merupakan salah satu kampung dari 25 kampung yang ada di kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara, provinsi Aceh dengan luas wilayah 3.296,86 km2. Pasar Batu 12 diselenggarakan pada setaip hari rabu. Pasar ini merupakan pasar tumpah, pedagang membuka lapaknya tepat di sisi badan jalan. Pasar Batu 12 menjual bebagai macam kebutuhan masyarakat seperti bahan makanan, baju, jajanan, hingga alat-alat kendaraan. Berdasarkan kondisi tersebut, pasar Batu 12 dijadikan sebagai daerah penelitian ini karena pasar merupakan tempat dimana terdapat interaksi antara berbagai macam penutur bahasa, dalam hal ini adalah penutur bahasa Jawa dan bahasa Aceh yang terdapat pada masyarakat di Kabupaten Aceh Utara.

3.1.2. Waktu Penelitian

(2)

3.2. Data dan Sumber Data 3.2.1. Data

Data yang terdapat dalam penelitian ini berupa data verbal atau percakapan yang terjadi antara penjual dan pembeli maupun sesama pembeli yang ada di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Data tersebut diperoleh dari hasil merekam, mencatat, serta pengamatan percakapan antara penjual dan pembeli maupun sesama pembeli. Penggunaan bahasa di pasar ini meliputi beberapa bahasa yaitu bahasa Aceh, bahasa Jawa, dan bahasa Indonesia yang menimbulkan alih kode dan campur kode dalam percakapan tersebut. Peneliti memilih mengambil data dari percakapan di Pasar Batu 12 karena di dalamnya terdapat tiga ragam bahasa yaitu bahasa Indonesia, bahasa Aceh dan bahasa Jawa.

Di dalam penelitian ini, peneliti mengambil data pada delapan tempat jual beli, masing-masing tempat jual beli tersebut memiliki 2 orang penjual dan 6-8 orang pembeli.

3.2.2. Sumber Data

(3)

1. Percakapan penjual dan pembeli maupun sesama pembeli saat akan membeli pakaian.

2. Percakapan penjual dan pembeli maupun sesama pembeli saat akan membeli bahan pokok.

3. Percakapan penjual dan pembeli maupun sesama pembeli saat akan membeli alat kendaraan.

4. Percakapan penjual dan pembeli maupun sesama pembeli saat akan membeli jajanan.

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simak (pengamatan/observasi), di sebut “metode simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan : dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Metode simak dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi (Sudaryanto, 2015:203). Metode simak memiliki teknik dasar yang di sebut teknik sadap.

(4)

pengamat penggunaan bahasa dan tidak terlibat dalam pertuturan. Dengan demikian, peneliti dapat leluasa memperhatikan tuturan dialog para pedagang, termasuk di dalamnya peneliti juga mempelajari situasi tutur yang sedang berlangsung. Dalam hal ini penggunaan bahasa yang dimaksud adalah tuturan yang muncul dalam transaksi jual beli.

Teknik catat dan rekam merupakan teknik lanjutan dalam metode simak. Disamping melakukan penyimakan, penulis juga melakukan pencatatan. Pencatatan dilakukan langsung saat peneliti menyimak percakapan yang terjadi di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Teknik yang digunakan selanjutnya adalah teknik rekam. Peneliti merekam semua percakapan yang terjadi di Pasar Batu 12 untuk diamati kembali dan sebagai bukti penelitian.

3.4. Metode dan Teknik Analisis Data

(5)

Teknik dasar dari metode padan adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP), sedangkan alatnya ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Teknik lanjutan dari metode padan yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini yaitu teknik hubung banding memperbedakan (HBB). Teknik ini membandingkan dan memperjelas perbedaan bentuk alih kode dan campur kode, dengan faktor yang melatarbelakangi peristiwa alih kode dan campur kodenya.

Berikut ini contoh penggunaan alih kode bahasa Jawa dalam percakapan di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara yang di analisis dengan metode padan.

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli sayuran dan cabai.

(3) Pembeli 1 : cabe merah masih mahal kak ?

Penjual : merah seprempat sepuluh, empat puluh sekilo Pembeli 2 : nggolek terong yo

‘nyari terong ya’

Pembeli 1 : karepe, tapi teronge elek-elek ‘terserah, tapi terongnya jelek-jelek’ Pembeli 2 : nggak enek sayuran laen meneh

‘nggak ada sayuran lain lagi’

(6)

Peristiwa tutur terjadi disalah satu tempat jual beli bahan pokok di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 25 Januari 2017 dalam interaksi jual beli cabai di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Percakapan dilakukan oleh seorang penjual dan dua orang pembeli yaitu pembeli 1 dan pembeli 2. Pembeli 1 bertanya harga cabai kepada penjual dan bercakap-cakap dengan pembeli 2 mengenai sayuran yang hendak di beli.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang dilakukan oleh pembeli 1 yaitu karepe, tapi teronge elek-elek, dalam bahasa Indonesia berarti terserah, tapi terongnya jelek-jelek.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas adalah hadirnya penutur ketiga yaitu pembeli 2. Pada tuturan di atas penutur pertama yaitu pembeli 1 beralih kode ke bahasa Jawa karena hadirnya penutur ketiga yaitu pembeli 2 untuk menyesuaikan penggunaan bahasa dengan tuturan dari pembeli 2.

Berikut ini contoh penggunaan campur kode bahasa Aceh dalam percakapan di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara yang di analisis dengan metode padan.

(7)

(4) Pembeli : padumtimunnya kak? ‘berapa timunnya kak?’ Penjual : enam ribu

Pembeli : nggak lima Penjual : hana dapat

‘nggak dapat’

Penerapan analisis peristiwa tutur menurut Hymes dapat menjawab permasalahan pertama yaitu bentuk campur kode dan permasalahan kedua yaitu faktor-faktor penyebab campur kode dalam bahasa Aceh. Analisis data di atas adalah sebagai berikut:

Peristiwa tutur terjadi di salah satu tempat jual beli bahan pokok di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 25 Januari 2017 dalam interaksi jual beli sayur di pasar Batu 12 Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Aceh. Bentuk campur kode berupa penyisipan unsur-unsur berwujud kata. Campur kode terjadi dari bahasa Aceh yaitu padum dan hana, dalam bahasa Indonesia berarti berapa dan tidak masuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu padum timunnya kak? danhana dapat.

(8)

3.5. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

(9)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Bentuk Alih Kode

Hasil penelitian yang dikemukakan dalam bab ini yaitu bentuk alih kode dan campur kode serta faktor-faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. penelitian dilakukan terhadap penjual dan pembeli maupun sesama pembeli.

Bentuk alih kode dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara ada empat yaitu 1) alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, 2) alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, 3) alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Aceh, dan 4) alih kode dari bahasa Aceh ke dalam bahasa Indonesia.

4.1.1. Alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa

Konteks : Percakapan antara sesama pembeli ketika akan membeli sepatu pansus.

(5) Pembeli 1 : ini lo warna biru cantik kak (menunjuk sepatu pansus yang ada di depannya)

Pembeli 2 : warna lain nggak ada Pembeli 1 : warna merah

Pembeli 2 : emohlah, warna abang ‘tidak maulah warna merah’ Pembeli 1 : yowes ayok nggolek nggon laen

(10)

Data 5 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli sandal di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 ketika akan membeli sepatu pansus di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Di dalam data ini, peneliti terlibat dalam percakapan yaitu sebagai pembeli 2. Percakapan dilakukan oleh dua orang pembeli yaitu pembeli 1 dan pembeli 2 yang merupakan ibu dan anak. Pembeli 1 menawarkan sepatu berwarna biru kepada pembeli 2 kemudian pembeli 2 menolaknya.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang dilakukan oleh pembeli 1 dan pembeli 2 yaitu emohlah, warna abang dan yowes ayok nggolek nggon laen dalam bahasa Indonesia berarti tidak maulah,warna merah dan yasudah ayo cari tempat lain.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas ada dua, 1) faktor kekerabatan, peembeli 1 mengubah kode bahasanya karena pembeli 1 dan pembeli 2 merupakan ibu dan anak sehingga mereka telah terbiasa menggunakan bahasa Jawa untuk berbicara di lingkungannya. Dan 2) pembeli 1 ingin menyesuaikan tuturan dengan pembeli 2.

(11)

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli serta sesama pembeli dalam interaksi jual beli cabai dan sayuran.

(6) Pembeli 1 : cabe kecil berapa? Penjual : seprempat lima ribu Pembeli 2 : tuku kembang kates mak

‘beli bunga pepaya mak’

Pembeli 1 : iyo yo wes sui nggak pernah nyayor kembang kates

‘iya ya sudah lama tidak pernah masak bunga Pepaya’

Data 6 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli sayuran di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli sayuran di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Di dalam data ini, peneliti terlibat dalam percakapan yaitu sebagai pembeli 2. Percakapan dilakukan oleh seorang penjual dan dua orang pembeli yaitu pembeli 1 dan pembeli 2.Pembeli 1 bertanya harga cabai kepada penjual, kemudian bercakap-cakap dengan pembeli 2 mengenai sayur bunga pepaya.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang dilakukan oleh pembeli 1 yaituiyo yo wes sui nggak pernah nyayor kembang kates dalam bahasa Indonesia berarti iya ya sudah lama tidak pernah masak bunga pepaya.

(12)

yaitu pembeli beralih kode ke bahasa Jawa karena hadirnya orang ketiga yaitu pembeli 2 yang ingin membeli bunga pepaya.

4.1.2. Alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia

Konteks : Percakapan antara sesama pembeli di tempat jual beli bawang.

(7) Pembeli 1 : ndue rematik yo de ‘punya rematik ya de’

Pembeli 2 : emboh, mboh rematik mboh opo ‘entah, ntah rematik ntah apa’ Pembeli 1 : lek rematik rasane piye?

‘kalau rematik rasanya gimana?’ Pembeli 2 : lek ndodok suwi-suwi gringgingen

‘kalau jongkok lama-lama kesemutan’ Pembeli 1 : oh ngono kui, nggak tahan ndodok lah yo

‘oh gitu, nggak tahan jongkok lah ya’ Pembeli 2 : iyo

‘iya’

Pembeli 1 : kecil-kecil kali (memilih bawang putih), berapa ini?

Penjual : lima ribu satu ons

Data 7 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli bawang di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli bawang di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

(13)

menggunakan bahasa Jawa. Pembeli 1 dan pembeli 2 bercakap-cakap tentang sakit rematik yang di derita oleh pembeli 2 menggunakan bahasa Jawa. Kemudian pembeli 1 menanyakan harga bawang putih kepada penjual menggunakan bahasa Indonesia.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh pembeli 1 yaitu kecil-kecil kalidan berapa ini?.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas adalah pendengar atau lawan tutur/ mitra tutur. Pada tuturan di atas penutur pertama yaitu pembeli 1 beralih kode ke bahasa Indonesia karena ingin menyesuaikan tuturan dengan mitra tutur yaitu penjual.

Percakapan (8) berikut ini mengandung alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia dalam interaksi jual beli pakaian dalam.

Konteks : Percakapan sesama pembeli ketika akan membeli bra.

(8) Pembeli 1 : nggak nggae kawat kan nggak popo lo kak ‘tidak pakai kawat kan tidak papa lo kak” Pembeli 2 : lek nggak nggae kawat aku cepet rusak, nggak

awet

‘kalau tidak pakai kawat aku cepat rusak, tidak tahan lama’

Pembeli 1 : yang pake kawat tadi nomernya nggak ada Pembeli 2 : nggak ada

(14)

Data 8 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli pakaian di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli pakaian dalam di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Di dalam data ini, peneliti terlibat dalam percakapan yaitu sebagai pembeli 2. Percakapan dilakukan oleh dua orang pembeli yaitu pembeli 1 dan pembeli 2. Pembeli 1 dan pembeli 2 bercakap-cakap sambil memilih-milih bra.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh pembeli 1 dan pembeli 2 yaituyang pake kawat tadi nomernya nggak ada, nggak ada, ini (memberi bra yang lain), itu pake kawat nggak dan enggak.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas adalah pendengar atau lawan tutur/ mitra tutur. Pada tuturan di atas penutur kedua yaitu pembeli 2 beralih kode ke bahasa Indonesia karena ingin menyesuaikan atau mengimbangi tuturan lawan bicaranya yaitu pembeli 1.

4.1.3. Alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Aceh

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli cabai.

(9) Penjual : cabe ijo berapa?

(15)

Hai bang Midi Penjual : ha

Pembeli : meunyo hino bahasa Aceh, meunyo di Cot Girek bahasa Indonesia

‘kalau di sini pakai bahasa Aceh, kalau di Cot Girek pakai bahasa Indonesia”

Penjual : hana bahan ‘nggak ada bahan’

Data 9 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli cabai di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 dalam interaksi jual beli cabai di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Percakapan dilakukan oleh seorang penjual dan seorang pembeli. Penjual dan pembeli sudah saling mengenal, pembeli merupakan pelanggan dari penjual. Pembeli menanyakan harga cabai kepada penjual menggunakan bahasa Indonesia kemudian bercakap-cakap tentang bahasa yang digunakan penjual saat berdagang.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Aceh. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Aceh yang dilakukan oleh penjual dan pembeli yaitu meunyo hino bahasa Aceh, meunyo di Cot Girek bahasa Indonesia dan hana bahan dalam bahasa Indonesia berarti kalu di sini pakai bahasa Aceh, kalau di Cot Girek pakai bahasa Indonesia dan tidak ada bahan.

(16)

sudah saling mengenal sehingga penjual mampu menyesuaikan tuturan dengan lawan bicaranya..

Penggalan percakapan (10) berikut ini mengandung alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Aceh dalam interaksi jual beli rimbang dan cabai.

Konteks : percakapan penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli sayur dan cabai.

(10) Penjual : udah ditimbang apa belum

Pembeli 1 : itu udah enam ons (menunjuk rimbang), ini setengah (menunjuk cabai merah), ini seprempat (menunjuk cabai hijau)

Penjual : ini seprempat cabe ijo ya (memegang plastik berisi cabai hijau)

Pembeli 1 : iya

Penjual : empat, empat, empat, dua belas (memasukkan belanjaan ke dalam plastik besar)

Pembeli 2 : berapa bang? Pembeli 1 : dua belas

Pembeli 3 : ooo yang ubeut neuboh ‘ooo yang kecil di taruh’ Penjual : yang ubeut padum

‘yang kecil berapa’ Pembeli 3 : padum si on

‘berapa satu ons’

Data 10 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli sayuran dan cabai di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 dalam interaksi jual beli sayuran dan cabai di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

(17)

anak. Penjual menghitung total barang belanjaan yang harus di bayar oleh pembeli 1 dan pembeli 2 menggunakan bahasa Indonesia, kemudian pembeli 3 meminta cabai kecil kepada penjual dan menanyakan harganya menggunakan bahasa Aceh.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Aceh. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Aceh yang dilakukan oleh penjual yaituyang ubeut padum dalam bahasa Indonesia berarti yang kecil berapa?.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas adalah hadirnya orang ketiga yaitu pembeli 3. Pada tuturan di atas penjual beralih kode ke bahasa Aceh karena hadirnya pembeli 3 untuk menyesuaikan penggunaan bahasa dengan tuturan dari pembeli 3.

4.1.4. Alih kode dari bahasa Aceh ke bahasa Indonesia

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli cabai.

(11) Pembeli 1 : padum capli ubeut si on? ‘berapa cabai kecil satu ons?’ Penjual : dua ribee

‘dua ribu’

Pembeli 2 : berapa cabenya ini? (menunjuk cabai merah) Penjual : seprempat empat ribu

Pembeli 2 : ehm

(18)

Data 11 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli cabai di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli cabai di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Percakapan dilakukan oleh seorang penjual dan dua orang pembeli yaitu pembeli 1 dan pembeli 2. Pembeli 1 menanyakan harga cabai kepada penjual menggunakan bahasa Aceh, kemudian pembeli 2 juga menanyakan harga cabai kepada penjual menggunakan bahasa Indonesia.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Aceh. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Aceh ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penjual yaituseprempat empat ribu dan ya.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas adalah hadirnya orang ketiga yaitu pembeli 2. Pada tuturan di atas penjual beralih kode ke bahasa Indonesia karena hadirnya pembeli 2 untuk menyesuaikan penggunaan bahasa dengan tuturan dari pembeli 2.

Percakapan (12) berikut ini mengandung alih kode dari bahasa Aceh ke bahasa Indonesia dalam interaksi jual beli timun dan cabai.

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli timun dan cabai.

(19)

Penjual : peut (menunjukkan angka empat dengan jarinya) ‘empat’ (menunjukkan angka empat dengan jarinya)

Pembeli 1 : peut ribee? ‘empat ribu?’

Penjual : satu ons ya (menimbang cabai hijau) Pembeli 2 : satu ons ajalah

Data 12 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli timun dan cabai di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli timun dan cabai di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Percakapan dilakukan oleh seorang penjual dan dua orang pembeli yaitu pembeli 1 dan pembeli 2. Pembeli 1 menanyakan harga timun kepada penjual menggunakan bahasa Aceh, kemudian penjual bertanya kepada pembeli 2 berapa ons cabai yang harus ia berikan menggunakan bahasa Indonesia. Sebelum penjual berbicara dengan pembeli 1, pembeli 2 sudah menanyakan harga cabai kepada penjual terlebih dahulu.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Aceh. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Aceh ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penjual yaitusatu ons ya.

(20)

4.2. Faktor Penyebab Alih Kode

Alih kode dapat terjadi karena masyarakat tutur dwibahasawan bahkan multibahasawan. Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya, dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya.

Di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara alih kode terjadi antara bahasa Jawa, bahasa Aceh dan bahasa Indonesia, alih kode tersebut dapat terjadi saat berinteraksi jual beli yang bersifat informal, perubahan situasi bicara dan tempat dimana kita bertutur. Alih kode pada interaksi jual beli terjadi hanya pada saat transaksi jual beli berlangsung.

Dengan demikian alih kode dapat terjadi karena dilatarbelakangi oleh berbagai alasan atau sebab. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara yaitu :

1. Hadirnya orang ketiga 2. Adanya maksud tertentu

3. Menyesuaikan kode bahasa yang digunakan lawan bicara. 4. Pembeli ingin memperjelas ucapan penjual

4.2.1. Hadirnya Orang Ketiga

Percakapan tawar-menawar atau bertanya seputar harga antara penjual dan pembeli sering datangsatu pembeli, dua pembeli atau bahkan beberapa pembeli yang lain.

(21)

belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur atau lawan tutur dapat menyebabkan peristiwa alih kode. Agar mereka bisa berkomunikasi, penutur maupun lawan tutur harus mengganti kode bahasanya. Peristiwa alih kode yang disebabkan oleh hadirnya orang ketiga dapat kita lihat seperti dibawah ini:

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli sayuran dan cabai.

(13) Pembeli 1 : terongnya berapa kak? Penjual : terong empat ribu Pembeli 1 : satu kilo

Pembeli 2 : padum capli rayek nyo? (menunjuk cabai hijau) ‘berapa cabe hijau ini?’

Penjual : seprempat tujoh ribee ‘seprempat tujuh ribu’

Pembeli 2 : nyan boh kuyun? (menunjuk jeruk nipis) ‘ini jeruk nipis?’

Penjual : siploh ‘sepuluh’

Dari percakapan diatas terlihat bahwa alih kode dilakukan oleh penjual karena hadirnya orang ketiga yaitu pembeli 2. Data 13 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli sayuran dan cabai di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli sayuran dan cabai di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

(22)

menggunakan bahasa Indonesia dan pembeli 2 menanyakan harga cabai dan jeruk nipis kepada penjual menggunakan bahasa Aceh.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Aceh. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Aceh yang dilakukan oleh penjual yaituseprempat tujoh ribeedan siploh dalam bahasa Indonesia berarti seprempat tujuh ribu dan sepuluh.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas adalah hadirnya orang ketiga yaitu pembeli 2. Pada tuturan di atas penjual beralih kode ke bahasa Aceh karena hadirnya pembeli 2 yang menanyakan harga cabai dan jeruk nipis.

Percakapan (14) berikut ini berupa tanya jawab antara penjual dan pembeli mengenai harga sayuran.

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli sayuran.

(14) Pembeli 1 : piro kacang bang? Sepuluh. Kembang kates?

‘berapa kacang bang? Sepuluh. Bunga pepaya?’

Penjual : delapan ribu

Pembeli 1 : huhuhuh (mengerutkan muka) larang-larang kabeh

‘huhuhu (mengerutkan muka) mahal-mahal semua’

Pembeli 2 : itu rimbang (menunjuk rimbang)

Pembeli 1 : hah (tidak mendengar apa yang diucapkan pembeli 2)

(23)

Dari percakapan diatas terlihat bahwa alih kode dilakukan oleh pembeli 1 karena hadirnya orang ketiga yaitu pembeli 2. Data 14 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli sayuran di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 dalam interaksi jual beli sayuran di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Percakapan dilakukan oleh seorang penjual yang berasal dari suku Aceh dan dua orang pembeli yaitu pembeli 1 dan pembeli 2 yang berasal dari suku Jawa. Pembeli 1 dan pembeli 2 merupakan ibu dan anak. Pembeli 1 menanyakan harga kacang kepada penjual menggunakan bahasa Jawa, kemudian pembeli 2 menunjukkan rimbang kepada pembeli 1. Pembeli 1 juga menanyakan harga rimbang kepada penjual menggunakan bahasa Indonesia.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh pembeli 1 yaiturimbang bang?.

(24)

4.2.2. Adanya Maksud Tertentu

Alih kode yang disebabkan oleh faktor ini juga sering terjadi dalam interaksi jual beli. Peristiwa alih kode yang disebabkan karena adanya maksud tertentu dapat kita lihat seperti dibawah ini.

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli sandal.

(15) Pembeli 1 : berapa ini bang? (memegang sandal) Penjual : tiga lapan

Pembeli 1 : ha (menunjukkan ekspresi terkejut) Penjual : tiga lapan

Pembeli 1 : iih bagus beli yang bagus sekalian kok, kek gini tiga lapan

Penjual : udah tiga puluh lapan ribu lima ratus saya kasih, hihihi (sambil ketawa)

Pembeli 1 : helleh Penjual : tiga lima Pembeli 2 : mahal kali

Pembeli 1 : koyok ngene kok tiga lima, larang mbanget kak,koyok ngene ha

‘kayak gini kok tiga lima, mahal kali kak, kayak gini ha’ (menunjukkan sandal kepada pembeli 2)

Dari percakapan diatas terlihat bahwa alih kode dilakukan oleh pembeli 1 karena adanya maksud tertentu. Data 15 menunjukkan eristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli sandal di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli sandal di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

(25)

pembeli 1 dan pembeli 2. Pembeli 1 menanyakan harga sandal kepada penjual menggunakan bahasa Indonesia kemudian pembeli 2 mengomentari harga yang diberi penjual. Sehingga terjadi proses tawar menawar.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang dilakukan oleh pembeli 1 yaitukoyok ngene kok tiga lima larang mbanget kak, koyok ngene ha dalam bahasa Indonesia berarti seperti ini kok tiga lima mahal sekali kak, seperti ini ha.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas adalah pembicara atau penutur. Pada tuturan di atas pembeli 1 beralih kode ke bahasa Jawa karena adanya maksud tertentu yaitu agar penjual tidak mengerti apa yang di ucapkan pembeli 1 kepada pembeli 2.

Percakapan (16) berikut ini mengenai transaksi jual beli sayuran.

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli sayuran.

(16) Pembeli : terongnya satu kilo kak Penjual : tadi berapa tadi

Pembeli : belum, belum ditimbang itu Penjual : lima ribu, satu kilo ya

Pembeli : satu kilo aja (memberi uang sepuluh ribuan)

Penjual : (memberi uang kembalian)

Pembeli : ganti seng apik ngopo, koyok ngono engko nggak laku

‘ganti yang cantik mengapa, kayak gitu nanti nggak laku’

(26)

Dari percakapan diatas terlihat bahwa alih kode dilakukan oleh pembeli karena adanya maksud tertentu. Data 16 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli sayuran di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli sayuran di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Percakapan dilakukan oleh seorang penjual dan seorang pembeli. Pembeli bertannya harga terong kepada penjual menggunakan bahasa Indonesia, kemudian penjual memberikan terong yang diminta pembeli dan mereka melakukan transaksi pembayaran.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang dilakukan oleh pembeli yaituganti seng apik ngopo, koyok ngono engko nggak laku dalam bahasa Indonesia berarti ganti yang cantik mengapa, seperti ini nanti tidak laku.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas yaitu adanya maksud tertentu. Pada tuturan di atas pembeli beralih kode ke bahasa Jawa karena adanya maksud tertentu yaitu agar mendapatkan uang kembalian yang lebih bagus.

4.2.3. Menyesuaikan Kode Bahasa Yang Digunakan Lawan Bicara

(27)

komunikasi antara kedua belah pihak berjalan lancar, mereka harus mengganti kode bahasanya. Peristiwa alih kode yang disebabkan oleh penyesuaian kode bahasa yang digunakan lawan bicara dapat kita lihat dalam penggalan percakapan seperti dibawah ini:

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli ubi.

(17) Penjual : telo seng warna biru yo ‘ubi yang warna biru ya’

Pembeli : enggak, cari yang warna oren, kayak wortel Penjual : ini kek wortel (menunjuk ubi yang ada di

depannya)

Pembeli : mana, warnanya aja udah tinggal

Penjual : ini, kek gini juga warnanya sama (menunjuk ubi yang ada di depannya)

Pembeli : kurang oren

Dari penggalan percakapan diatas terlihat bahwa alih kode dilakukan oleh penjual karena ingin menyesuaikan kode bahasa yang digunakan lawan bicaranya yaitu pembeli. Data 17 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli ubi di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli ubi di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

(28)

yang berwarna kuning yang akan dijadikan bahan untuk membuat kue bawang pesanan orang menggunakan bahasa Indonesia.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penjual yaituini kek worteldan ini, kek gini juga warnanya sama.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya alih kode pada percakapan di atas yaitu untuk menyesuaikan tuturan dengan lawan bicara. Pada tuturan di atas penjual beralih kode ke bahasa Indonesia untuk menyesuaikan kode bahasa yang digunakan lawan bicaranya yaitu pembeli.

Penggalan percakapan (18) berikut ini mengenai ubi yang akan di jadikan bahan untuk membuat kue bawang.

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli ubi.

(18) Penjual : enggak, wingi kan aku ditawani adekku mengko lek enek wong perlu ubi seng ireng opo seng kuning omonge kan kon nelpon

‘enggak, kemarin kan aku ditawari adikku nanti kalau ada orang perlu ubi yang hitam apa yang kuning katanya kan disuruh nelfon

Pembeli : ya, yang kuning perlu ni, banyak yang mesan kuning kue bawangnya, sekarang yang ungu udah kurang

Penjual : yang biru udah kurang ya

(29)

Dari penggalan percakapan diatas terlihat bahwa alih kode dilakukan oleh penjual karena ingin menyesuaikan kode bahasa yang digunakan lawan bicaranya yaitu pembeli. Data 18 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli ubi di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli ubi di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Percakapan dilakukan oleh seorang penjual dan seorang pembeli. Awalnya penjual berbicara menggunakan bahasa Jawa, namun pembeli berbicara menggunakan bahasa Indonesia, akhirnya mereka bercakap-cakap mengenai ubi yang berwarna kuning yang akan dijadikan bahan untuk membuat kue bawang pesanan orang menggunakan bahasa Indonesia.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari Bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penjual yaituyang biru udah kurang ya.

(30)

4.4.1. Pembeli Ingin Memperjelas Ucapan Penjual

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli sayuran.

(19) Penjual : sapa lagi, sapa lagi

Pembeli : ini udah, tadi udah ditimbang.

Bang itu berapa bang? ( menunjuk rimbang ) Penjual : apanya

Pembeli : rimbang itu

Penjual : setengah empat sekilo 7 Pembeli : sekilo piro?

‘satu kilo berapa?’

Penjual : tujuh ribu, setengah empat, seprempat dua ribu

Peristiwa tutur di atas terjadi disalah satu tempat jual beli sayuran di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli sayuran di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Percakapan dilakukan oleh seorang penjual yang berasal dari suku Aceh dan seorang pembeli yang berasal dari suku Jawa. Pembeli bertanya harga rimbang kepada penjual.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Dalam tuturan terdapat alih kode intern. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yang dilakukan oleh pembeli yaitusekilo piro? dalam bahasa Indonesia berarti satu kilo berapa?.

(31)

tutur yaitu pembeli beralih kode ke bahasa Jawa karena ingin memperjelas ucapan penjual.

4.3. Bentuk Campur Kode

Dari hasil peelitian yang dilakukan ditemukan tiga bentuk campur kode yang terdapat dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Bentuk campur kode tersebut dibagi menurut struktur kebahasaan. Bentuk campur kode yang ditemukan yaitu 1) campur kode berupa penyisipan unsur berwujud kata, 2) campur kode berupa penyisipan unsur-unsur frasa, 3) campur kode berupa penyisipan unsur-unsur-unsur-unsur berwujud perulangan kata. Berikut ini analisis mengenai 3 bentuk campur kode yang ditemukan dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

4.3.1. Campur Kode Berupa Penyisipan Unsur-unsur Berwujud Kata

Konteks : Percakapan sesama pembeli ketika akan membeli ikan asin.

(20) Pembeli 1 : tuku ikan asin ya kak ‘beli ikan asin ya kak’ Pembeli 2 : untuk apa mak

Pembeli 1 : ya di sayur Pembeli 2 : teri aja mak

Pembeli 1 : ini aja kak (menunjuk ikan asin kecil-kecil) ditumis pakek cabe ijo enak. Kalok beli teri

(32)

Data di atas terdiri dari dua orang pembeli. Di dalam data ini, peneliti terlibat dalam percakapan yaitu sebagaipembeli 2. Pembeli 1 dan pembeli 2 merupakan ibu dan anak. Data 20 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli ikan asin di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 mei 2017 dalam interaksi jual beli ikan asin di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Bentuk campur kode berupa penyisipan kata. Campur kode terjadi dari bahasa Jawa yaitu tuku dalam bahasa Indonesia berarti beli, masuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu tuku ikan asin ya kak.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya campur kode pada percakapan di atas adalah akibat atau hasil yang dikehendaki. Pada tuturan di atas pembeli 1 mencampur kode bahasanya ke dalam bahasa Indonesia karena keinginan penutur yaitu pembeli 1. Dalam hal ini pembeli 1 telah terbiasa menggunakan bahasa ibunya ketika berbicara sehingga ia sering mencampur kode bahasanya.

Percakapan (21) berikut ini mengenai interaksi jual beli cabai.

Konteks : percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli cabai.

Pembeli : cabe merah berapa seprempat? Penjual : (tidak mendengar ucapan pembeli) Pembeli : kak cabe merah berapa?

(33)

Pembeli : tujuh ribu, mahal yo

‘tujuh ribu, mahal ya’

Data di atas terdiri dari seorang penjual dan seorang pembeli. Data 21 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli cabai di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 dalam interaksi jual beli cabai di pasar Batu 12 Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Bentuk campur kode berupa penyisipan unsur-unsur berwujud kata. Campur kode terjadi dari Bahasa Jawa yaitu yo dalam bahasa Indonesia berarti ya, masuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu tujuh ribu, mahal yo.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya campur kode pada percakapan di atas adalah akibat atau hasil yang dikehendaki. Pada tuturan di atas pembeli mencampur kode bahasanya ke dalam bahasa Jawa karena keinginannya yang disebabkan karena harga cabai tidak sesuai perkiraannya.

4.3.2. Campur Kode Berupa Penyisipan Unsur-unsur Frasa

Konteks : percakapan sesama pembeli saat akan membeli sandal.

(22) Pembeli 1 : jangan segitulah mahal kali Penjual : tiga lima ya

Pembeli 2 : kok tiga lima bang, kurangilah Penjual : tiga berapa juga, tiga tujuh Pembeli 1 : tiga puluh, tiga puluh ya

(34)

‘tidak mau, tiga puluh ku ambil’ Penjual : tiga puluh

Pembeli 2 : masak kek, mahal kali kek gitu

Data di atas terdiri dari seorang penjual dan dua orang pembeli. Di dalam data ini, peneliti terlibat dalam percakapan yaitu sebagai pembeli 1. Pembeli 1 dan pembeli 2 merupakan ibu dan anak. Data 22 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli sepatu dan sandal di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 dalam interaksi jual beli sandal di pasar Batu 12 Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Bentuk campur kode berupa penyisipan unsur-unsur frasa. Campur kode terjadi dari bahasa Jawa yaitu tak jikok yang dalam bahasa Indonesia berarti ku ambil, masuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu nggak mau, tiga puluh tak jikok.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya campur kode pada percakapan di atas adalah akibat atau hasil yang dikehendaki. Pada tuturan di atas pembeli 2 mencampur kode bahasanya ke dalam bahasa Indonesia karena keinginannya. Dalam hal inipembeli 2 tidak menyangka harga sandal yang akan dibeli tidak sesuai perkiraannya.

(35)

Konteks : Percakapan sesama pembeli saat memperkirakan berat cabai.

Pembeli 1 : wes enek seprempat ini? (menunjukkan cabai di dalam kantong plastik)

‘udah ada seprempat ini?’ Pembeli 2 : entah

Pembeli 1 : menurutmu gimana Pembeli 2 : lebih seprempat

Data di atas terdiri dari dua orang pembeli. Data 23 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi terjadi disalah satu tempat jual beli cabai di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 dalam interaksi jual beli cabai di pasar Batu 12 Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Bentuk campur kode dalam tuturan di atas berupa penyisipan unsur-unsur frasa. Campur kode terjadi dari bahasa Indonesia yaitu uwes enekdalam bahasa Indonesia berarti udah adamasuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu wes enek seprempat ini?

Faktor yang melatar belakangi terjadinya campur kode pada percakapan di atas adalah akibat atau hasil yang dikehendaki. Pada tuturan di atas pembeli 1 mencampur kode bahasanya ke dalam bahasa Indonesia karena keinginannya.

4.3.3. Campur Kode Berupa Penyisipan Unsur-unsur perulangan kata

(36)

(24) Pembeli 1 : ini cantik kan kembang-kembange

(memperlihatkan bra yang sedang di pegang) ‘ini cantik kan bunga-bunganya’ (menunjukkan bra yang sedang di pegang)

Pembeli 2 : cantik, ini pun cantik (menunjukkan bra yang lain) Pembeli 1 : nomer nya ?

Pembeli 2 : tiga enam

Pembeli 1 : tiga enam kegedean

Data di atas terdiri dari dua orang pembeli. Di dalam data ini, peneliti terlibat dalam percakapan yaitu sebagai pembeli 1. Pembeli 1 dan pembeli 2 merupakan ibu dan anak. Data 24 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli pakaian di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 dalam interaksi jual beli bra di pasar Batu 12 Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Bentuk campur kode berupa penyisipan unsur-unsur perulangan kata. Campur kode terjadi dari bahasa Jawa yang dilakukan pembeli 1 yaitu kembang-kembange yang dalam bahasa Indonesia berarti bunga-bunganya, masuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu ini cantik kan

kembang-kembange.

(37)

ketika berbicara dengan pembeli 2, sehingga ia sering mencampur kode bahasanya.

Percakapan (25) berikut ini mengenai perkiraan interaksi jual beli jilbab.

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli jilbab.

Pembeli : berapa ini pak? (menunjukkan jilbab yang sedang di pegang)

Penjual : lima puluh

Pembeli : yang ini (menunjuk jilbab yang lain) Penjual : sama

Pembeli : larang-larangrupanya ‘mahal-mahal ternyata’

Data di atas terdiri dari seorang penjual dan seorang pembeli. Data 25 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli jilbab di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 dalam interaksi jual beli jilbab di pasar Batu 12 Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Bentuk campur kode berupa penyisipan unsur-unsur perulangan kata. Campur kode terjadi dari bahasa Jawa yang dilakukan pembeli yaitu larang-larang dalam bahasa Indonesia berarti mahal-mahal, masuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu larang-larang rupanya.

(38)

mencampur kode bahasanya ke dalam bahasa Jawa karena ia tidak menyangka harga jilbab yang ia tanya tidak sesuai dengan perkiraannya.

4.4. Faktor Penyebab Campur Kode

Dari hasil penelitian ditemukan tiga faktor yang menyebabkan peristiwa campur kode. Faktor tersebut yaitu kebiasaan dan kata yang di ucapkan mudah di ingat. Penutur yang dalam hal ini adalah penjual dan pembeli dominan menggunakan kode bahasa Jawa sering tanpa sengaja mengikutsertakan bahasa daerahnya ketika berkomunikasi dengan kode bahasa Indonesia. Hal tersebut tampak pada penggalan percakapan berikut :

4.4.2. Akibat Atau Hasil Yang Dikehendaki

Konteks : Percakapan sesama pembeli ketika sedang mencoba sandal.

(26) Pembeli 1 : nggak kekecilan ini Pembeli 2 : yo orak, coba pas enggak

‘ya tidak, coba pas tidak’ Pembeli 1 : ini udah

(39)

berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 ketika mencoba sandal di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Bentuk campur kode berupa penyisipan unsur-unsur berwujud frasa. Campur kode terjadi dari bahasa Jawa yang dilakukan pembeli 2 yaituyo orak dalam bahasa Indonesia berarti ya tidak, masuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaituyo orak, coba pas enggak.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya campur kode pada percakapan di atas adalah akibat atau hasil yang dikehendaki. Pada tuturan di atas pembeli 2 mencampur kode bahasanya ke dalam bahasa Indonesia karena keinginannya. Dalam hal ini lawan tutur yaitu pembeli 2 telah terbiasa menggunakan bahasa ibunya ketika berbicara. pembeli 2 mencampur kode bahasanya untuk menegaskan ucapannya.

4.4.3. Kata Yang Diucapkan Mudah Diingat

Konteks : Percakapan sesama pembeli ketika sedang memilih ubi.

(27) Pembeli 1 : eh yuk sekarang kalo asapnya, kalo ada api pasti ada itunya kan

Pembeli 2 : iyo, ada api ada asapnya, hahaha ‘iya, ada api ada asapnya, hahaha’

(40)

Data di atas terdiri dari dua orang pembeli yaitu pembeli 1 dan pembeli 2. Data 27 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli ubi di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 24 Mei 2017 ketika hendak membeli ubi di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Jawa. Bentuk campur kode berupa penyisipan kata. Campur kode terjadi dari bahasa Jawa yaitu iyo dalam bahasa Indonesia berarti iya, masuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu iyo, ada api ada asapnya,

hahaha.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya campur kode pada percakapan di atas adalah kata yang diucapkan lebih mudah diingat. Pada tuturan di atas pembeli 2 mencampur kode bahasanya ke dalam bahasa Jawa yaitu iyo yang berarti iya karena kata tersebut mudah diingat oleh lawan tutur yaitu pembeli 1.

Percakapan (28) berikut ini mengenai interaksi jual beli sayur.

Konteks : Percakapan antara penjual dan pembeli dalam interaksi jual beli sayuran.

(28) Pembeli : kacang berapa?

Penjual : kacang dua belas ribee

Pembeli : ha (tidak mendengar apa yang dikatakan penjual)

(41)

Data di atas terdiri dari seorang penjual dan seorang pembeli. Data 28 menunjukkan peristiwa tutur yang terjadi disalah satu tempat jual beli sayur di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara. Situasi tuturan nonformal. Waktu berlangsungnya peristiwa tutur adalah 31 Mei 2017 dalam interaksi jual beli sayur di pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.

Bentuk peristiwa tutur adalah dialog (percakapan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan Aceh. Bentuk campur kode berupa penyisipan kata. Campur kode terjadi dari bahasa Aceh yaitu ribee dalam bahasa Indonesia berarti ribu, masuk ke dalam tuturan berbahasa Indonesia yaitu kacang dua belas ribee.

(42)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Mengingat bangsa Indonesia memiliki banyak bahasa daerah, dalam hal ini yaitu daerah Aceh Utara yang memiliki berbagai etnis dengan bahasanya masing-masing. Maka alih kode dan campur kode wajar dilakukan dikalangan masyarakat khususnya di lingkungan pasar.

Berdasarkan analisis data alih kode dan campur kode dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Alih kode dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara dapat dibedakan menjadi 4 bentuk yaitu : 1) alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, 2) alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, 3) alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Aceh, dan 4) alih kode dari bahasa Aceh ke bahasa Indonesia.

2. Faktor yang menyebabkan peristiwa alih kode dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara adalah sebagai berikut : 1) Hadirnya orang ketiga, 2) adanya maksud tertentu, dan 3) Menyesuaikan kode bahasa yang digunakan lawan bicara.

(43)

frasa, dan 3) campur kode berupa penyisipan unsur-unsur berwujud perulangan kata.

4. Faktor yang menyebabkan campur kode dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara ada dua yaitu 1) akibat atau hasil yang dikehendaki, dan 2) kata yang diucapkan mudah di ingat.

5.2. Saran

Referensi

Dokumen terkait

Menulis syair tembang macapat paling sderhana (pocung) Tugas individu Tes tertulis Tes lisan perbuatan • Pilihan ganda • Isian • Uraian Kurikulum Bahasa Jawa SMA/SMK 2011

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua masalah, pertama bahasa sebagai instrumen komunikasi yang digunakan anak, dan kedua anak sebagai pengguna dan pemakai

1 KNSI-315 Implementasi Web Service Pada Aplikasi Sistem Informasi Akademik Dengan Platform Mobile.. Purnawansyah Amaliah Faradibah 2 KNSI-318 Batik Stereogram dengan Depth

Diketahui oleh umum bahwa etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia tersebar di semua wilayah republik Indonesia, tetapi etnis Tionghoa yang tinggal di Jawa Timur

atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Studi Karakteristik Demografi Angkatan Kerja di Desa Jeruksawit dan Desa Wonorejo Kecamatan Gondangrejo

berkualitas, konsep kualitas pembelajaran mengandung lima rujukan, yaitu:. Kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik peserta didik, serasi

Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis peserta didik antara kelas eksperimen yang menggunakan metode pembelajaran brainstroming dengan kelas kontrol yang yang

Uraian dalam latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan yaitu bagaimana perilaku mahasiswa Program Profesi Ners tahap akhir di