BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku
Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung (Kholid, 2012;Notoadmodjo, 1993). Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme teradap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Notoadmojo (2005) dalam Ahmad Kholid, 2012, mendefnisikan perilaku sebagai respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses respons, sehingga teori ini disebut dengan teori Organisme Stimulus “SOR”. Teori skinner menjelaskan ada dua jenis respos yaitu:
a. Respondent respons atau refleksi, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain.
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, dapat diuraikan bahwa perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil antara faktor internal dan eksternal (Kholid, 2012).
2.1.2. Pengelompokan Perilaku
Berdasarkan teori SOR perilaku manusia dikelompokkan menjadi:
a. Perilaku tertutup (Covert behavior): Terjadi bila respons terhadap stimulus masih
belum bisa diamati oleh orang lain secara jelas.
b. Perilaku terbuka (Overt behaviour): Terjadi bila respons terhadap stimulus sudah
berupa tindakan, atau praktik dapat diamati oleh orang lain secara jelas.
a. Bentuk pasif, adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia
dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.
b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan respons seseorang terhadap rangsangan yang masih bersifat tertutup, sedangkan tindakan nyata seseorang merupakan respons seseorang terhadap rangsangan yang masih bersifat terbuka (Ahmad Kholid, 2012).
2.1.3. Domain Perilaku
Bloom dalam Sunaryo (2013) mengunggkapkan bahwa perilaku manusia dapat dibagi ke dalam tiga domain, yang terdiri dari domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif dapat diukur dari pengetahuan sedangkan domain afektif dapat diukur dari sikap, sementara domain psikomotor dapat diukur dari keterampilan.
1. Pengetahuan (Kognitif)
Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi melalui proses sensoris, khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (Overt behavior).
Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif mencakup enam kategori, yaitu: a. Tahu, merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat
mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Dinyatakan tahu apabila dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, dan menyatakan.
b. Pemahaman, artinya kemampuan individu untuk menjelaskan dan
menginterpretasikan objek yang diketahui dengan benar. Dinyatakan
paham apabila paham tentang sesuatu, harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, dan menyimpulkan.
c. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum,
tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Ukuran
kemampuannya dapat menjelaskan, membuat bagan, membedakan,
memisahkan, dan mengelompokkan suatu teori.
e. Sintesa, merupakan kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. Ukuran
kemampuannya dapat menyusun, dapat meringkaskan, merencanakan,
dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian atau justifikasi
terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah
ada atau disusun sendiri.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. kedalam pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Arikunto, 2009).
Penilaian pengetahuan dapat dilihat dari setiap item pertanyaan yang akan diberikan peneliti kepada responden. Menurut Arikunto dalam Machfoedz (2009), kategori pengetahuan dapat ditentukan dengan kriteria :
a. Pengetahuan baik : jika jawaban benar 76-100%
b. Pengetahuan cukup : jika jawaban benar 56-75%
c. Pengetahuan kurang : jika jawaban benar ≤ 55 %
2. Sikap (Afektif)
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga tidak dapat lansung dilihat, tapi dapat ditafsirkan dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu.
Tingkatan sikap dalam domain afektif mencakup lima kategori, yaitu:
a. Penerimaan, yaitu kemampuan untuk menunjukkan atensi dan
menanyakan, mengikuti, memberi, menahan / mengendalikan diri,
mengidentifikasi, memperhatikan, dan menjawab.
b. Responsif, yaitu kemampuan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan
selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan atas
suatu kejadian. Ukuran kemampuannya dapat menjawab, membantu,
mentaati, memenuhi, menyetujui, mendiskusikan, melakukan, memilih,
menyajikan, mempresentasikan, melaporkan, menceritakan, menulis,
menginterpretasikan, menyelesaikan, dan mempraktekkan.
c. Nilai diri, yaitu kemampuan menunjukkan nilai yang dianut untuk
membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu
kejadian/objek, dan nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku. Ukuran
perilakunya dapat menunjukkan, mendemontrasikan, memilih,
membedakan, mengikuti, meminta, memenuhi, menjelaskan, membentuk,
berinisiatif, melaksanakan, memprakasai, menjustifikasi, mengusulkan,
melaporkan, menginterpretasikan, membenarkan, menolak,
menyatakan/mempertahankan pendapat.
d. Organisasi, Kemampuan membentuk sistem nilai dan budaya organisasi
dengan mengharmonisasikan perbedaan nilai yakni mentaati, mematuhi,
merancang, mengatur, mengidentifikasikan, mengkombinasikan,
mengorganisir, merumuskan, menyamakan, mempertahankan,
menghubungkan, mengintegrasikan, menjelaskan, mengaitkan,
menggabungkan, memperbaiki, menyepakati, menyusun,
menyempurnakan, menyatukan pendapat, menyesuaikan, melengkapi,
e. Karakterisasi, Kemampuan mengendalikan perilaku berdasarkan nilai
yang dianut dan memperbaiki hubungan intrapersonal, interpersonal dan
sosial. Ukuran kemampuannya yaitu; dapat melakukan, melaksanakan,
memperlihatkan, membedakan, memisahkan, menunjukkan,
mempengaruhi, mendengarkan, memodifikasi, mempraktekkan,
mengusulkan, merevisi, membatasi, mempertanyakan, mempersoalkan,
menyatakan, bertindak, membuktikan, mempertimbangkan.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis,kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2010).
Hasil penjumlahan dari skor yang didapat dari jawaban responden tersebut diubah kedalam data berupa sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik dengan kriteria sebagai berikut (Arikunto, 2009):
a. Sangat baik : jika jawaban benar 80-100%
b. Baik : jika jawaban benar 70-79%
c. Cukup baik : jika jawaban benar 56-69%
d. Kurang baik : jika jawaban ≤ 55 %
3. Keterampilan (Psikomotor)
Suatu sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Agar sikap dapat terwujud dalam perilaku nyata, diperlukan faktor pendukung dan fasilitas.
Ranah psikomotor dikenal sebagia ranah keterampilan. Pendidikan kesehatan pada ranah ini meliputi penguasaan terhadap kemampuan motorik halus dan kasar denga tingkat kompleksitas koordinasi neuromuskular semakin meningkat untuk melakukan gerakan fisik, seperti berjalan, menulis, memegang alat-alat, atau melakukan suatu prosedur. Berbeda dengan ranah afektif, keterampilan lebih mudah diidentifikasi dan diukur karena keterampilan itu pada dasarnya mencakup kegiatan yang berorientasi pada gerakan yang relatif mudah diamati.(Nurhidayah, 2010)
a. Persepsi, Kemampuan menggunakan saraf sensori dalam
menginterpretasikannya dalam memperkirakan sesuatu. Ukuran
kemampuannya, yaitu: dapat mendeteksi, mempersiapkan diri, memilih,
menghubungkan, menggambarkan, mengidentifikasi, mengisolasi,
membedakan, dan menyeleksi.
b. Kesiapan, Kemampuan untuk mempersiapkan diri, baik mental, fisik, dan
emosi, dalam menghadapi sesuatu. Ukuran kemampuannya, yaitu: dapat
memulai, mengawali, memprakarsai, membantu, memperlihatkan,
mempersiapkan diri, menunjukkan, dan mendemntrasikan.
c. Reaksi yang diarahkan, Kemampuan untuk memulai ketrampilan yang
kompleks dengan bantuan / bimbingan dengan meniru dan uji coba.
Ukuran kemampuannya, yaitu dapat meniru, mengikuti, mencoba,
mempraktekkan, mengerjakan, membuat, memperliatkan, memasang,
bereaksi, dan menanggapai.
d. Reaksi natural, Kemampuan untuk melakukan kegiatan pada tingkat
keterampilan yang lebih sulit. Ukuran kemampuanna, yaitu:
mengoperasikan, memasang, memperbaiki, melasanakan sesuai standar,
mengerjakan, menggunakan, dan menangani.
e. Reaksi yang kompleks, Kemampuan untuk melakukan kemahirannya
dalam melakukan sesuatu, dimana hal ini terlihat dari kecepatan,
ketepatan, efsiensi dan efektifitasnya. Semua tindakan dilakukan secara
spontan, lancar, cepat, tanpa ragu.
f. Adaptasi, kemampuan mengembangkan keahlian, dan memodifikasi pola
g. Kreatifitas, kemampuan untuk menciptakan pola baru yang sesuai dengan
kondisi/situasi tertentu dan kemampuan mengatasi masalah dengan
mengekplorasi kreativitas diri (Sunaryo, 2013).
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara langsung, dilihat bagaimana tindakan responden terhadap suatu objek.
Penilaian tindakan dapat dilihat dari setiap item pertanyan yang akan diberikan peneliti kepada responden. Menurut Arikunto dalam Machfoedz(2009), kategori tindakan dapat ditentukan dengan kriteria :
a. Tindakan baik : jika jawaban benar 76-100%
b. Tindakan cukup : jika jawaban benar 56-75%
c. Tindakan kurang : jika jawaban benar ≤ 55%
2.2.Pendidikan Profesi Keperawatan 2.2.1. Definisi Keperawatan
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral pelayan kesehatan yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan melputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spritual yang bersifat kompherensip, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat maupun yang sakit mencakup hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Keperawatan merupakan ilmu dan kiat. Ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang mengintegrasikan keterampilan intelektual, keterampilan teknikal dan keterampilan interpersonal. Ketiga keterampilan ini diaplikasikan dalam proses keperawatan yang bertujuan untuk membantu klien mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Keperawatan adalah suatu proses menempatkan pasien dalam kondisi paling baik untuk beraktivitas. Penekanan pelayanannya pada sanitasi dan kebersihan lingkungan (Nurhidayah, 2010; Sanitary and Hygiene, 1895).
Keperawatan adalah pengetahuan yang ditujukan untuk mengurangi kecemasan sebab kecemasan dapat menjadi stressor terhadap berbagai kondisi kesehatan. Misalnya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan dan rehabilitasi bagi klien yang sakit ataupun penyandang cacat (Nurhidayah, 2010; Unitary Human Beings, 1970).
Keperawatan adalah seperangkat tindakan-tindakan yang memiliki kekuatan untuk melindungi kesatuan atau integritas perilaku klien berada pada level yang optimal untuk kesehatannya. Fokus pelayanan keperawatan yang diberikan berdasarkan perilaku klien (Nurhidayah, 2010; Behavioral System Theory, 1980).
2.2.2. Definisi profesi Keperawatan
Profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan badan ilmu sebagai dasar untuk pengembangan teori yang sistematis guna menghadapi banyak tantangan baru, memerlukan pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada pelayanan (Winsley, 1964).
Menurut Chinn Yacobs dalam Hidayat (2007). Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan khusus dalam beberapa bidang ilmu, melaksanakan peran yang bermutu di masyarakat. Melaksanakan cara-cara dan peraturan yang telah disepakati olleh anggota profesi (Budiono, 2015).
Menurut Oemar Hamalik. Profesi adalah suatu pernyataan atau janji terbuka, bahwa orang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan/pekerjaan karena orang tersebut terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu (Budiono, 2015).
2.3. Karakteristik Profesi Keperawatan dan Karakteristik Pengajar
Klinik
2.3.1. Karakteristik Profesi Keperawatan
Menurut Hunter dan Kruszewski (1993), Leddy dan Pepper (1993) serta
Berger dan Williams (1992), keperawatan sebagai suatu profesi memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a.
Kelompok pengetahuan yang melandasi keterampilan untuk
menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan. Pada awalnya
praktik keperawatan dilandasi oleh keterampilan yang bersifat intuitif.
Sebagai suatu disiplin, sekarang keperawatan disebut sebagai suatu ilmu
dimana keperawatan banyak sekali menerapkan ilmu-ilmu dasar seperti
ilmu perilaku, sosial, fisika, biomedik dan lain-lain. Selain itu keperawatan
juga mempelajari pengetahuan inti yang menunjang praktik keperawatan
yaitu fungsi tubuh manusia yang berkaitan dengan sehat dan sakit serta
pokok bahasan pemberian asuhan keperawatan secara langsung kepada
klien.
b.
Kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada masyarakat. Fungsi
unik perawat adalah memberikan bantuan kepada seseorang dalam
melakukan kegiatan untuk menunjang kesehatan dan penyembuhan serta
membantu kemandirian klien.
c.
Pendidikan yang memenuhi standart dan diselenggarakan di perguruan
tinggi atau universitas. Beralihnya pendidikan keperawatan kepada
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan intelektual, interpersonal dan
tehnikal yang memungkinkan mereka menjalankan peran dengan lebih
terpadu dalam pelayan kesehatan yang menyeluruh dan
berkesinambungan. Disamping itu perawat dituntut untuk
mengembangkan IPTEK keperawatan.
d.
Pengendalian terhadap standart praktik. Standart adalah pernyataan atau
kriteria tentang kualitas praktik. Standart praktik keperawatan menekankan
kepada tanggung jawab dan tanggung gugat perawat untuk memenuhi
standart yang telah ditetapkan yang bertujuan melindungi masyarakat
maupun perawat. Perawat bekerja tidak dibawah pengawasan dan
pengendalian profesi lain.
e.
Bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang
dilakukan. Tanggung gugat
accountable
berarti perawat bertanggung
jawab pelayanan yang diberikan kepada klien. Tanggung gugat
mengandung aspek legal terhadap kelompok sejawat, atasan dan
konsumen. Konsep tanggung gugat mempunyai dua implikasi yaitu
bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari tindakan yang dilakukan
dan juga menerima tanggung jawab dengan tidak melakukan tindakan
pada situasi tertentu.
f.
Karir seumur hidup. Dibedakan dengan tugas/job yang merupakan bagian
dari pekerjaan rutin. Perawat bekerja sebagai tenaga penuh yang dibekali
g.
Fungsi mandiri. Perawat memiliki kewenangan penuh melakukan asuhan
keperawatan walaupun kegiatan kolaborasi denga profesi lain kadang kala
dilakukan dimana itu semua didasarkan kepada kebutuhan klien bukan
sebagai intervensi profesi lain
Menurut Abraham Flexner karakteristik profesi, yaitu:
a.
Aktfitas yang bersifat intelektual,
b.
Berdasarkan ilmu dan pengetahuan,
c.
Digunakan untuk tujuan praktik pelayanan,
d.
Dapat dipelajari,
e.
Terorganisir secara internal, dan
f.
Altruistic
(mementingkan orang lain) (Budiono, 2015).
Karakteristik profesi menurut Schein & Kommers, yaitu:
a.
Pekerjaan dilakukan secara menetap seumur hidup.
b.
Pekaerjaan yang dilakukan dengan motivasi kuat untuk melakukan
pekerjaan itu dan tidak mendapat kepuasan bila tdak melakukan
pekerjaan itu. Pekerjaan itu merupakan panggilan jiwa.
c.
Memiliki keterampilan khusus yang menyangkut ilmu dan seni.
d.
Keputusan berdasarkan prinsip/teori dalam kegiatan profesional
selalu membuat keputusan untuk menanggapi dan merencanakan
sesuatu.
e.
Berorientasi pada pelayanan dan perilaku kegiatan profesional itu
harus selalu diarahkan untuk membantu memenuhi kebutuhan
f.
Pelayanan berdasarkan kebutuhan objektif (fakta).
g.
Mempunyai otonomi dalam menentukan tindakan dan mempunyai
wewenang/kebebasan dalam menentukan kegiatannya tidak perlu
dikontrol oleh profesi lain.
h.
Memiliki standar etika dan standar praktik profesional dalam
perilaku kegiatan praktik profesional harus menerapkan nilai-nilai
baik dan benar serta menggunakan ketentuan perilaku yang di
sepakati oleh profesi.
i.
Mempunyai wadah yang berbentuk organisasi kegiatan
profesional (Budiono, 2015).
2.3.2. Karakteristik Pengajar Kinik
Menurut Watt (1990) pengajar klinik yang lebih dikenal sebagai perseptor biasanya berasal dari lahan praktik, tetapi bisa juga berasal dari institusi apabila pembimbing dari lahan praktik tidak dapat memenuhi kriteria yang disyaratkan. Perawat harus membuat pembatasan kewenangan yang jelas dan spesifik tentang asuhan keperawatan yang menjadi tanggung jawab mahasiswa dan tanggung jawabnya.
Agar pengajaran di klinik tetap efektif, seorang pengajar klinik sebaiknya memiliki karakteristik :
1. Mengikutiperkembangan pengetahuan dan keterampilan klinik terbaru.
Menganalisa teori-teori mengumpulkan dari berbagai sumber dan
menekankan pemahaman konseptual diantara mahasiswa. Membantu
mahasiswa dalam menghubungkan teori yang melandasi praktik
keperawatan. Mampu menyampaikan atau mentransfer pengetahuan
kepada mahasiswa. Memperlihatkan kompetensi klinik, keahlian, dalam
2. Menguasai keterampilan dasar mengajar sebagaimana layaknya seorang
pengajar atau dosen. Menyampaikna informasi dalam susunan yang
teratur, memberi penekanan pada hal-hal yang penting, memberikan
penjelasan dan pengarahan dengan jelas dan singkat sehingga mudah
dipahami.
3. Mempertahankan hubungan harmonis dengan cara membentuk hubungan
interpersonal dengan mahasiswa,. Hubungan yang kurang harmonis
antara keduanya dapat menyebabkan situasi dan kondisi pengajaran yang
tidak kondusif.
4. Dinamis dan antusias.
Pembelajaran klinik bagi mahasiswa di Rumah Sakit (RS) dilakukan secara kolaborasi antara perseptor yang berasal dari institusi pendiidikan dan perseptor yang berasal dari lahan praktik yang diperbantukan untuk mengajar mahasiswa selama pembelajaran klinik. Beberapa tanggung jawab perseptor klinik antara lain:
1. Mengintrogasikan mahasiswa yang praktik terkait dengan
prosedur-prosedur dan kebijakan di lahan praktik.
2. Berperan menjadi seorang praktisi klinik, guru sekaligus pementor.
3. Melaksanakan supervisi terhadap mahasiswa selama berada di lahan
praktik.
4. Memperbaiki kemampuan mahasiswa untuk mendukung perencanaan dan
tindakan keperawatan.
5. Memberi masukan dan membantu serta mendorong kemampuan
mahasiswa untuk tujuan klinik.
6. Berkordinasi dengan institusi pendidikan untuk membahas
masalah-masalah yang muncul selama pengajaran klinik
7. Memberikan pendelegasian untuk menjaga hal-hal tidak diharapkan saat
8. Mendokumentasikan perkembangan mahasiswa selama pengajaran
sebagai bahan evaluasi.
9. Memberikan laporan tertulis pada institusi sebagai bahan evaluasi pada
akhir pembellajaran klinik.