• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Efikasi diri pada remaja korban perceraian Orang tua.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Efikasi diri pada remaja korban perceraian Orang tua."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamanya berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita inginkan, namun ternyata ada beberapa faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Salah satu akibat yang di timbulkan dengan adanya konflik tersebut ialah adanya perceraian, dimana perceraian bukan lagi hal yang asing di Indonesia namun perceraian bisa dikatakan sebagai hal yang lumrah dan memasyarakat.

(2)

seperti hadirnya orang ketiga 165 kasus (Rosyid, 2009). Hal senada juga terjadi di kabupaten Sleman Yogyakarta, tingginya angka perceraian selama Januari 2009 terjadi 117 kasus dengan alasan tidak harmonis menuruti urutan pertama (Radar Jogja, 2009).

Perceraian bukan saja akan merugikan beberapa pihak namun perceraian juga sudah jelas dilarang oleh agama (agama islam). Namun pada kenyataannya walaupun dilarang tetapi perceraian dari tahun ketahun terus meningkat terutama contoh yang kongkrit yaitu terjadi dikalangan para artis, dimana mereka dengan mudah kawin cerai dengan tidak memperhitungkan akibat psikis yang ditimbulkan dari perceraian. Akibat dari perceraian salah satunya adalah terhadap sibuah hati dimana pada saat orang tuanya terjadi perceraian si anak akan merasa terganggu dan merasa kurangnya perhatian bahkan kasih sayang dari orang tua.

Perceraian orang tua membawa dampak yang kurang baik terhadap anak. Ini sepenggal wawancara peneliti dengan salah satu korban perceraian mengenai dampak perceraian kedua orang tuanya, ”mama papaku bercerai kurang lebih setaun yang lalu, setelah mereka bercerai aku ikut mama tapi papa masih

membiayai sekolah dan ngasih uang jajan. Perceraian membuatku stress dan

hidupku jadi tidak jelas, aku pernah mencoba merokok, sering bolos sekolah, nilai

rapert jelek karena tidak pernah belajar, menjadi orang yang tertutup, pendiam

dan egois. Mamaku kerja berangkat pagi pulang malam, aku merasa kurang

perhatian. Mama tidak pernah tanya keadaanku hari ini, mamaku cuek yang

penting kasih uang dan aq tidak kekurangan uang itu cukup. Pernah aku dibaya

kerumah sakit karena minum obat nyamuk rencanane mau bunuh diri. Dari

perceraian kedua orang tua aq merasa iri terhadap teman-teman karena mereka

memiliki kasih sayang orang tua utuh, mereka diperhatikan dimanja dan

disayang. Aq merasa sedih karena aq tidak bisa seperti mereka. Aq jadi males

(3)

dari keluargaku aq mulai bisa bersosialisasi dengan teman-teman dan aq mulai

menumbuh keyakinan diri bahwa aq bisa seperti mereka.” (DM, 19 tahun)

Pada awal masa remaja, banyak anak dari keluarga yang retak mengalami kemerosotan nilai-nilai, tingkah laku seksual terlampaui dini, penggunaan obat-obat terlarang dan tindakan kejahatan. Anak-anak dari keluarga dengan tingkat konflik dan perceraian yang tinggi mengalami lebih banyak depresi, kecemasan dan menarik diri (Komara, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Gager (2010) menyatakan bahwa anak-anak yang orangtuanya sering bertengkar namun akhirnya bercerai justru memiliki hubungan lebih baik di usia dewasanya nanti dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki orangtua yang sering bertengkar tetapi tidak memutuskan untuk bercerai. Penelitian ini telah memperhitungkan banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan anak saat mereka dewasa, misalnya apakah anak-anak cenderung memiliki kesulitan bergaul dengan orang lain atau tidak. Menurut Gager, perceraian tidak akan mempengaruhi anak-anak dalam jangka pendek. Anak-anak akan mengalami krisis selama satu atau dua tahun ketika orangtua bercerai, tetapi mereka akan bangkit lagi dari perceraian itu (VIVAnews, 2010).

(4)

Perceraian pada umumnya menimbulkan akibat yang negatif, akibat yang ditimbulkan dari terjadinya perceraian pada anak misalnya, anak tidak mau lagi sekolah, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, terjerumus dalam pergaulan bebas yang semua itu dapat mengakibatkan kegagalan menuju masa depan yang cerah. Namun perceraian orang tua juga dapat membawa akibat positif pada anak, di mana anak menjadi lebih optimis dalam menghadapi masa depannya. Dalam hal ini anak memiliki prestasi yang bagus dalam bidang akademiknya, anak memiliki kemampuan dalam berorganisasi di mana semua itu merupakan bukti bahwa perceraian tidak selalu berakibat negatif, namun dapat pula berakibat positif (Baskoro, 2008).

Perceraian orangtua memang berdampak negatif bagi anak, namun perceraian juga mempunyai dampak yang positif. Menurut Yudiarso (2011), dampak positif dari perceraian antara lain anak terhindar dari konflik orangtua yang berkepanjangan, anak memperoleh pelajaran konflik dan pemecahannya, dan anak lebih disayang oleh kedua orangtuanya.

Kurangnya perhatian orang tua (tunggal) tentu akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Merasa kasih sayang orang tua yang didapatkan tidak utuh, anak akan mencari perhatian dari orang lain atau bahkan ada yang merasa minder dan tertekan. Anak-anak tersebut umumnya mencari pelarian dan tidak jarang terjerat dalam pergaulan bebas (Komara, 2012).

(5)

melakukan sesuatu dalam dunia psikologi dikenal dengan efikasi diri. Efikasi diri ditumbuhkan supaya anak korban perceraian mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan meskipun dengan keluarga yang tidak lengkap dapat memperoleh hasil yang maksimal. Menurut Bandura (Wangmuba, 2009), efikasi diri menentukan bagaimana orang merasakan, berpikir, memotifasi diri dan berperilaku. Perbedaan yang nyata, seseorang yang ragu akan kemampuan dirinya, cenderung akan menjauh dari tugas-tugas yag sulit yang mana hal itu dipandang sebagai ancaman pribadi bagi dirinya. Mereka memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang mereka pilih untuk dikejar.

Faktor kepribadian merupakan karakteristik yang dimiliki individu yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari termasuk kemampuan individu dalam menghadapi masalah-masalah yang dimilikinya. Dengan dimilikinya keyakinan dan kepercayaan terhadap kemampuan untuk dapat menyelesaikan masalah maka individu akan mengatasi segala situasi yang dihadapinya. Hal inilah yang disebut oleh Parvin (Smet, 1994) sebagai efikasi diri yaitu kemampuan yang diyakini oleh seseorang sehingga membentuk perilaku yang relevan dengan situasi tertentu. Situasi yang dimaksud di dalam efikasi diri oleh Parvin (Smet, 1994) termasuk situasi saat remaja korban perceraian menghadapi masalah-masalah pada dirinya maupun lingkungan sekitar mereka.

(6)

Keberadaan efikasi diri pada anak korban perceraian diharapkan anak mampu berusaha mengubah kegagalan menjadi keberhasilan dengan meningkatkan efikasi diri sehingga anak memiliki sikap optimis, suasana hati yang positif dapat memperbaiki kemampuan untuk memproses informasi secara lebih effisien, memiliki pemikiran bahwa kegagalan bukanlah sesuatu yang merugikan namun justru memotivasi diri untuk melakukan yang lebih baik serta selalu berusaha lebih keras untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal (Bandura, 1997).

Hasil penelitian Nathalia (Juniarty, 1997) menyimpulkan beberapa ciri orang yang memiliki efikasi diri tinggi antara lain suka memikul tanggung jawab secara pribadi dan menginginkan hasil yang diperoleh dari kemampuan optimalnya. Individu juga suka pada tantangan dan tidak suka melakukan tugas yang mudah atau sedang. Selain itu individu sangat menghargai waktu sehingga individu tergerak untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan hari ini. Memiliki daya kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam mencari cara mengatasi masalah. Individu juga menyukai segala sesuatu yang mengandung resiko karena individu percaya diri dan yakin bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu meskipun sulit.

(7)

hidup yang akan dipilih. Dalam memandang situasi individu cenderung lebih memperhatikan kekurangannya, tugas yang berat dan akibat yang tidak baik atau kegagalan (Bandura, 1997).

Efikasi diri juga mempengaruhi besar usaha dan ketahanan individu dalam menghadapi kesulitan. Individu dengan efikasi diri tinggi memandang tugas-tugas sulit sebagai tantangan untuk dihadapi daripada sebagai ancaman untuk dihindari. Subyek mempunyai komitmen tinggi untuk mencapai tujuan-tujuannya, subyek juga akan menginvestasikan tingkat usaha yang tinggi dan berfikir strategis untuk menghadapi kegagalan. Individu memandang kegagalan sebagai kurangnya usaha untuk mencapai keberhasilan. Selain itu individu secara cepat memulihkan perasaan mampu setelah mengalami kegagalan (Bandura, 1997).

Dampak yang muncul akibat perceraian orang tua menyebabkan anak perlu meningkatkan efikasi diri mereka. Anak perlu menumbuhkan kepercayaan diri ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan efikasi diri yang dimiliki pada anak korban perceraian, anak dapat meningkatkan keyakinan diri mereka dalam menghadapi masa depan dan lingkungan sekitarnya. Untuk itu ditekankan bahwa perceraian akan sangat berdampak buruk bagi kehidupan seluruh anggota keluarga baik secara fisik maupun psikologi. Fenomena ini menimbulkan trauma yang sangat mendalam pada remaja dibandingkan kanak-kanak.

(8)

keras dan anak memiliki pelajaran konflik serta memecahannya. Sedangkan anak dengan efikasi diri yang rendah memandang perceraian sesuatu yang negatif yang bersifat traumatis.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan penulis juga ingin mengetahui bagaimana efikasi diri pada remaja korban perceraian orang tua. Oleh karena itu penulis tertarik mengadakan penelitian denga judul Efikasi Diri pada Remaja Korban Perceraian Orang Tua.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi diri pada remaja korban perceraian orang tua.

C. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan akan diketahui efikasi diri pada remaja korban perceraian orang tua dan dari hasil tersebut dapat diambil manfaat:

1. Untuk informan, dapat dijadikan pertimbangan dalam meningkatkan keyakinan diri untuk menghadapi masa depan dan lingkungnya pada remaja korban perceraian.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Pupuk urea merupakan pupuk sumber N terbaik jika dibandingkan dengan pupuk lain seperti Zwavelzure Amoniak, Kompos Tandan Kosong Kelapa sawit dan pupuk Kandang Ayam

Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis (lapisan luar/kulit ari), dermis (lapisan dalam/kulit jangat, dan hipodermis (jaringan ikat dibawah kulit).. Kulit dibagi menjadi

Tujuan keseluruhan dari kerja sama ASEAN di bidang ketenagakerjaan adalah untuk membangun visi menuju kualitas hidup yang lebih baik, pekerjaan yang produktif, dan perlindungan

Di tengah kisruh rapat paripurna DPR RI yang membahas kesimpulan Pansus Hak Angket Bank Century/ Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin tetap menguat tajam//

ukuran panjang dan lebar lapangan. Pada cara 1, siswa menentukan ukuran panjang 750 meter dan ukuran lebar 500 meter. Siswa menuliskan ukuran panjang dan lebar 750 meter

Dengan demikian, hasil penelitian ini belum dapat memerikan gambaran apakah mamak tidak berfungsi dalam mencegah kemenakanya menjadi anak jalanan, karena hampir

Kinerja yang dimaksud adalah kualitas kerja dari seorang Pamong Belajar yang diserahkan tanggung jawab untuk melaksanakan tupoksinya dalam semua kegiatan

Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengaslihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebelum berlakunya