• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF PUZZLE UNTUK MENGENAL ANGKA DI TAMAN KANAK – KANAK KELOMPOK B TK INDRIYASANA PUGERAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF PUZZLE UNTUK MENGENAL ANGKA DI TAMAN KANAK – KANAK KELOMPOK B TK INDRIYASANA PUGERAN."

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIFPUZZLEUNTUK MENGENAL ANGKA DI TAMAN KANAK – KANAK

KELOMPOK B TK INDRIYASANA PUGERAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Katarina Ardela Handayani NIM 12105244024

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

(6)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, skripsi ini

saya persembahkan kepada:

1. Bapak, Ibu, dan Adik tercinta yang selalu mendoakan, membimbing dan

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Almamaterku Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNY

(7)

PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIFPUZZLEUNTUK MENGENAL ANGKA DI TAMAN KANAK–KANAK KELOMPOK B

TK INDRIYASANA PUGERAN

Oleh

Katarina Ardela Handayani NIM 12105244024

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian pengembangan ini untuk menghasilkan alat permainan edukatif puzzleyang layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran di kelas untuk mengenalkan angka 1-10 pada siswa kelompok B di TK Indriyasana Pugeran.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dan pengembangan atau R&D

(Research and Development) dengan model Borg & Gall dan Dick & Carey. Langkah-langkah dalam penelitian ini ada 9 tahap yaitu (1) penelitian dan pengumpulan informasi awal; (2) perencanaan tujuan dan materi; (3) pengembangan; (4) uji coba awal; (5) revisi produk awal; (6) uji coba lapangan; (7) revisi produk utama; (8) uji coba operasional; (9) revisi produk akhir. Subjek penelitian ini adalah siswa kelompok B TK Indriyasana Pugeran. Media diuji cobakan kepada subyek sebanyak 3 tahap, tahap uji coba lapangan awal melibatkan 4 siswa, uji coba lapangan meliatkan 8 siswa dan uji coba lapanan operasional melibatkan 16 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan angket. Data dianalisis menggunakan deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian ini adalah berupa alat permainan edukatif puzzle untuk mengenalkan angka kepada siswa kelompok B TK Indriyasana Pugeran yang layak digunakan sebagai media untuk mengenalkan angka. Hal ini didukung oleh penilaian ahli materi mendapatkan skor 4,35 masuk dalam kategori sangat layak dan penilaian ahli media tahap akhir memperoleh skor 4,78 masuk dalam kategori sangat layak. Hasil penelitian menunjukan bahwa media puzzle angka pada uji kelayakan kepada ahli media dan ahli materi dinilai layak. Pada tahap uji coba lapangan awal melibatkan 4 siswa diperoleh hasil persentase sebesar 82,5% sehingga memenuhi kriteria layak. Pada tahap uji coba lapangan yang melibatkan 8 siswa diperoleh persentase 90% dan memenuhi kategori layak. Pada tahap uji coba lapangan operasional yang melibatkan 16 siswa, memperoleh 92,5% masuk dalam kategori layak. Dapat disimpulkan bahwa Alat Permainan Edukatif Puzzle Angka ini layak untuk digunakan.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF PUZZLE UNTUK MENGENAL ANGKA DI TAMAN KANAK-KANAK KELOMPOK B TK INDRIYASANA PUGERAN”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Teknologi Pendidikan, Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulisan tugas akhir skripsi ini tidak lepas dari dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi dukungan selama penulis menimba ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta ini.

2. Dekan FIP Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas serta izin untuk melakukan penelitian sehingga penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.

3. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY yang telah memberikan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Isniatun Munawaroh, M. Pd., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta masukan selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Martha Christianti, M. Pd., dan Ibu Nelva Rolina, M. Si., selaku ahli materi dan ahli media yang telah memberikan masukan, kritik dan saran yang berarti terhadap produk yang dikembangkan dalam penelitian ini. 6. Ibu R. Erna Widya S, S.Pd Kepala Sekolah TK Indriyasana Pugeran yang

(9)

7. Ibu Yayuk selaku wali kelas B TK Indriyasana yang telah banyak memberikan bantuan dan kerja sama dalam pelaksanaan penelitian pengembangan ini.

8. Siswa-siswi kelompok B TK Indriyasana Pugeran yang telah membantu penelitian dalam peroses pengambilan data, terimakasih atas kerjasamanya sehingga penelitian ini berjalan lancar.

9. Keluargaku tercinta Bapak Fr Armunanto, Ibu Nuning dan Adik Dito atas dukungan, kesabaran, motivasi, serta doa selama penyusunan skripsi ini. 10. Keluarga Pakde Eko Wartanto dan Bude Santi serta kakak-kakakku Mba

Uti, Mba Mboth, Mba Aya dan Mas Uta yang telah memberikan nasehat, semangat, motivasi dan doa yang tiada henti.

11. Sahabat–sahabatku dibangku SMA Talitha Rahmawati, Dika Nurmalitasari, Lidya Ardina Putri, Khairrunisa Anggraini S, dan Nurbaiti yang selalu mendukung, mendoakan, dan mendengarkan keluh kesahku dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Sahabat–sahabatku di perkuliahan Ummu, Idhes, Hilma, Bekti, Dwiken, Irma, Vivi, Denis dan seluruh teman–teman Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Angkatan 2012, yang sama sama berjuang dalam menempuh pendidikan di FIP UNY.

13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan mendukung dalam penelitian ini baik bantuan moral maupun material. Semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal. Semoga bantuan yang telah diberikan menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan wawasan, gambaran, dan manfaat bagi seluruh pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, Februrari 2017

(10)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Pengembangan ... 7

G. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Karakteristik Anak Usia 5-6 Tahun ... 11

B. Perkembangan Kognitif Anak TK Kelompok B... 13

C. Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak ... 17

D. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran ... 24

1. Pengertian Media Pembelajaran ... 24

(11)

4. Prinsip Pengembangan Media Pembelajaran... 29

E. Tinjauan Alat Permainan Edukatif... 31

1. Fungsi dan Manfaat Alat Permainan Edukatif... 34

2. Syarat Pengembangan Alat Permainan Edukatif ... 37

3. Pengertian Alat Permainan EdukatifPuzzle ... 39

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 43

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 44

C. Subyek Uji Coba ... 51

D. Tempat dan Waktu Penelitian... 51

E. Metode Pengumpulan Data... 52

F. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 54

G. Teknik Analisis Data... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 65

1. Hasil Penelitian dan Pengumpulan Informasi Awal... 65

2. Perencanaan Pengembangan ... 68

3. Pengembangan Produk ... 70

1) Validasi Ahli Materi Tahap I ... 72

2) Validasi Ahli Media Tahap I... 73

3) Validasi Ahli Media Tahap II ... 74

4) Validasi Ahli Media Tahap III... 77

4. Uji Coba Lapangan Awal... 77

5. Revisi Hasil Uji Coba Lapangan Awal ... 78

6. Uji Coba Lapangan... 78

7. Revisi Hasil Uji Coba Lapangan... 78

8. Uji Coba Lapangan Operasional ... 79

9. Penyempurnaan Produk Akhir ... 79

B. Pembahasan... 79

(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 3.1 Lembar Evaluasi Untuk Siswa ……… 48

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Guru……….... 55

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Observasi ……...………. 55

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Untuk Ahli Media……… 56

Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Untuk Ahli Materi………... 57

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Angket Untuk Anak Didik ………. 59

Tabel 3.7 Kategori Persentase Kelayakan Validasi Ahli Materi... 62

Tabel 3.8 Kategori Persentase Kelayakan Validasi Ahli Media……… 62

Tabel 3.9 Skala Guttman……….. 63

(14)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 3.1 Skema Penelitian dan PengembanganPuzzleAngka 45

Gambar 4.1 BentukPuzzleAngka Awal 74

Gambar 4.2 Buku PanduanPuzzleAngka Awal 74

Gambar 4.3 PerbedaanPuzzleAngka Sebelum dan Sesudah direvisi 75 Gambar 4.4 Perbedaan Bentuk KepingPuzzleSebelum dan Sesudah direvisi 75 Gambar 4.5 Bagian Belakang Papan yang diberi Gambar Utuh 76

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran ... 92

Lampiran 1 ... 93

1.1 Instrumen Wawancara... 94

1.2 Hasil Wawancara ... 95

1.3 Hasil Obeservasi Awal ... 98

Lampiran 2 ... 100

2.1 Hasil Penilaian Ahli Materi Tahap I ... 101

2.2 Surat Keterangan Validasi Ahli Materi... 104

2.3 Hasil Penilaian Ahli Media Tahap I ... 105

2.4 Hasil Penilaian Ahli Media Tahap II ... 108

2.5 Hasil Penilaian Ahli Media Tahap III ... 111

2.6 Surat Keterangan Validasi Ahli Media ... 114

Lampiran 3 ... 115

3.1 Surat Izin dari FIP ... 116

3.2 Surat Izin Penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta... 117

3.3 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian dari TK Indriyasana Pugeran...118

Lampiran 4 ... 119

4.1 Hasil Uji Coba Lapangan Awal ... 120

4.2 Hasil Uji Coba Lapangan... 121

4.3 Hasil Uji Coba Lapangan Operasional... 122

4.4 Dokumentasi Kegiatan Penelitian... 123

Lampiran 5 ... 124

5.1 Tabel Hasil Penilaian Ahli Materi Tahap I ... 125

5.2 Tabel Hasil Penilaian Ahli Media Tahap I... 126

5.3 Tabel Hasil Penilaian Ahli Media Tahap II ... 127

5.3 Tabel Hasil Penilaian Ahli Media Tahap III... 128

5.4 Tabel Hasil Uji Coba Lapangan Awal ... 129

(16)
(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Taman kanak–kanak (TK) termasuk ke dalam jenjang pendidikan

anak usia dini yakni usia enam tahun atau dibawahnya dalam bentuk

pendidikan formal, nonformal dan informal. Undang–undang nomor 20

tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 28 menjelaskan

bahwa taman kanak–kanak (TK) merupakan pendidikan anak usia dini pada

jalur pendidikan formal yang sangat strategis dalam pengembangan sumber

daya manusia di Indonesia. Pembelajaran di TK bersifat spesifik didasarkan

pada tugas pertumbuhan dan perkembangan anak dengan mengembangkan

dua bidang pengembangan yaitu pembentukan perilaku dan kemampuan

dasar. Bidang pengembangan pembentukan perilaku meliputi nilai–nilai

agama, moral dan sosial emosional. Sedangkan bidang pengembangan

kemampuan dasar meliputi berbahasa, kognitif, dan fisik motorik

(Kemendiknas 2010: 11). Proses belajar pada anak usia dini lebih diarahkan

untuk melatih mereka mengembangkan kecerdasan maupun keterampilan.

TK merupakan salah satu jenis lembaga atau instansi pendidikan

formal. Umur rata-rata anak belajar di TK berkisar 4-6 Tahun (Sumatri,

2005: 14). Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam

pembentukan karakter dan kepribadian. Usia dimana anak mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Oleh karena itu sebagai

(18)

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut yaitu pada pendidikan Sekolah Dasar (SD).

Pemberian rangsangan pada anak TK diantaranya adalah pengenalan

berbagai pengetahuan, sikap, perilaku, emosi, sosialisasi, dan keterampilan

motorik. Kegiatan belajar TK dikemas dalam model belajar sambil bermain,

jika pada usia dini belum ada ketertarikan belajar maka kewajiban guru

untuk memberikan stimulus yang menyenangkan agar anak termotivasi

untuk belajar.

Usaha yang dapat dilakukan guru adalah menggunakan media

pembelajaran yang dapat mengkondisikan anak TK, agar selain dapat

bermain anak juga dapat belajar secara aktif karena anak berkonsentrasi

dalam kegiatan bermain secara tidak langsung anak juga belajar dengan

media yang digunakannya sehingga kelas lebih kondusif. Alat permainan

edukatif merupakan bagian dari media pembelajaran yang mendukung

keberhasilan terlaksananya proses pendidikan. Alat permainan edukatif yang

sesuai karakteristik siswa dihadirkan sebagai alat yang bisa memberikan

stimulus pada siswa mengenai materi yang diajarkan guru. Tujuan

menghadirkan alat permainan edukatif juga untuk menciptakan terjadinya

proses belajar yang bermakna.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti, diperoleh data

bahwa TK Indriyasana Pugeran telah menerapkan pembelajaran dengan

(19)

2013 di TK Indriyasana belum berjalan dengan lancar, karena Juli lalu baru

di terapkan. Menurut Ibu Erna sebagai kepala sekolah menjelaskan masih

terdapat kendala dalam pelaksanaannya seperti keterbatasaan media

pembelajaran yang digunakan di kelas, mengkondisikan anak yang susah

berkonsentrasi, dan penyesuaian dengan kurikulum baru yang diterapkan.

Media yang guru pakai ketika mengajar adalah gambar, cerita, alat

peraga, dan contoh benda–benda konkrit yang ada disekitar sekolah. Tetapi

dari berbagai media yang disebutkan tadi, guru lebih sering menggunakan

gambar dan contoh benda konkrit yang ada di sekitar TK karena dianggap

lebih mudah untuk dicari dan dijadikan alat bantu mengajar guru dalam

kegiatan mengajar, sehingga penggunaan media seperti alat permainan

edukatif untuk menunjang pembelajaran di dalam kelas masih kurang.

Salah satu kegiatan pembelajaran yang masih memiliki kendala dalam

pembelajaran adalah mengenai mengenal angka. Ibu Yayuk sebagai wali

kelas menjelaskan seharusnya kelompok B itu sudah belajar angka mulai 1

sampai 20, tetapi karena masih ada anak dikelompok B yang belum

menguasai angka 1–10 maka guru membatasi pengenalan angka mulai dari

1–10 di kelas B. Pembelajaran angka di TK Indriyasana Pugeran diselipkan

ketika guru menerangkan menyesuaikan dengan tema yang sedang

diajarkan. Ketika peneliti melakukan observasi, tema yang diajarkan pada

hari itu adalah tema profesi dengan materi nelayan, guru menggambarkan

nelayan yang sedang memancing ikan di papan tulis kemudian guru

(20)

angka dua dengan jari tangannya, ada anak yang menjawab yang

dicontohkan itu adalah angka tiga dan empat, kemudian guru menjelaskan

ulang dengan gambar yang sama namun gambar ikannya ditambah menjadi

empat dan dicontohkan kembali dengan jari tetapi masih ada murid yang

salah menjawab. Melihat masih ada anak yang keliru dengan materi angka

yang dijelaskan guru melalui gambar di papan tulis lalu dicontohkan

bilangannya dengan jari tangan, mungkin ini menjadi salah satu penyebab

lambatnya siswa memahami angka karena guru tidak menggunakan alat

bantu selain gambar di papan tulis dan jari tangannya.

Sesuai dengan kurikulum 2013 anak usia 5-6 tahun masuk dalam

lingkup perkembangan kognitif berfikir simbolik dimana siswa dapat 1)

menyebutkan lambang bilangan 1-10, 2) menggunakan lambang bilangan

untuk menghitung, 3) mencocokan bilangan dengan lambang bilangan, 4)

mengenal berbagai macam lambang huruf vokal dan konsonan, 5)

merepresentasikan berbagai macam benda dalam bentuk gambar atau tulisan

(ada benda pensil yang diikuti tulisan dan gambar pensil). Pada kurikulum

2010 (Permendiknas 2009: 10) memiliki beberapa tingkat pencapaian

perkembangan yang sama yaitu 1) menyebutkan lambang bilanan 1-10, 2)

mencocokan bilangan dengan lambang bilangan, dan 3) mengenal berbagai

macam lambang huruf vocal dan konsonan. Peneliti menggunakan

kurikulum 2013 sebagai acuan pengembangan karena menyesuaikan

sekolah TK Indriyasana Pugeran yang sudah menggunakan kurikulum 2013.

(21)

poin yang terdapat pada kurikulum 2013 yaitu; 1) menyebutkan lambang

bilangan 1-10, 2) mencocokan bilangan dengan lambang bilangan, 3)

mengenal berbagai macam lambang huruf vokal dan konsonan, 4)

merepresentasikan berbagai macam benda dalam bentuk gambar atau tulisan

(ada benda pensil yang diikuti tulisan dan gambar pensil). Dengan mengacu

pada 4 poin ini peneliti ingin mengembangkan media yang multifungsi

sehingga siswa tidak hanya belajar satu materi saja dan media ini pun dapat

berguna sebagai alat bantu dalam guru menerangkan.

Media belajar untuk materi angka yang tersedia di kelas adalah pohon

hitung, media ini berbentuk seperti pohon dan terdapat kepingan berbentuk

buah yang dituliskan bilangan angka 1–10 disetiap kepingannya. Pohon

hitung ini berfungsi untuk mengajarkan anak belajar menghitung, tetapi

karena siswa kelompok B di TK Indriyasana Pugeran masih ada yang belum

paham angka 1–10 maka media ini hanya digunakan sebagai alat bantu agar

anak mengetahui bentuk bilangan angka 1–10 itu seperti apa. Media pohon

hitung ini memiliki kekurangan sebagai alat bantu belajar di kelas, media ini

kurang menarik karena cat pada kepingannya beberapa sudah banyak yang

copot, penggunaan media ini tidak dengan cara bermain sehingga anak tidak

serius ketika belajar di kelas, dan kurang untuk membelajarkan mengenal

angka karena anak hanya mengenal bentuk angkanya saja, ketika

dicontohkan dengan jari tangan anak akan lupa atau keliru. Keterbatasan ini

(22)

memahami nama bilangnnya dan bilangan jika dicontohkan dengan jari

tangan.

Berdasarkan hasil observasi di TK Indriyasana Pugeran dapat ditarik

kesimpulan bahwa menciptakan alat permainan edukatif yang sesuai dengan

karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan sesuatu hal yang

penting. Alat permainan edukatif berfungsi penting untuk membantu guru

dalam melaksanakan pembelajaran agar tercapai suatu tujuan. Oleh karena

itu, untuk menyelesaikan kesulitan belajar pada kelompok B mengenai

materi angka 1-10, peneliti tertarik untuk mengembangkan alat permainan

edukatif yang layak dan multifungsi untuk belajar.

Untuk membantu siswa dalam mengenal angka 1-10 di kelompok B

maka peneliti tertarik untuk mengembangankan sebuah media yang dikemas

dalam alat permainan edukatif yang dapat digunakan individu atau

berkelompok, berdasarkan paparan masalah di atas maka materi yang akan

dikembangkan pada alat permainan edukatif ini adalah: 1) bentuk bilangan;

2) nama bilangan; 3) gambar bilangan dengan jari tangan; 4) gambar hewan

sesuai dengan jumlah bilangan. Alat permainan edukatif ini aman untuk

digunakan untuk bermain dan belajar siswa di kelompok B TK Indriyasana

Pugeran. Alat permainan edukatif ini dibuat dengan prinsip belajar sambil

bermain sehingga tujuannya menciptakan belajar yang menyenangkan dan

tidak membosankan bagi anak di kelas, serta membantu siswa lebih mudah

mengenal angka.

(23)

Berdasarkan uraian latar belakang diatas masalah yang dapat

diidentifikasi adalah permasalahan sebagai berikut:

1. Media yang sudah ada kurang menarik untuk digunakan sebagai media

untuk mengenal angka.

2. Siswa masih banyak yang mengalami kesulitan mengenal angka dan

masih sering keliru.

3. Belum dikembangkannya alat permainan edukatif puzzle untuk mengenal angka 1-10 pada TK Indriyasana Pugeran.

4. Siswa kelas B yang seharusnya sudah belajar angka 1-20, tetapi masih

kurang lancar dalam mengenal angka 1-10.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian adalah pengembangan alat permainan

edukatif yang layak dan dapat digunakan sebagai media untuk

mengenalkan angka 1-10 bagi siswa kelompok B TK Indriyasana Pugeran.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan identifikasi diatas dapat dirumuskan suatu

permasalahan yaitu sebagai berikut: Bagaimana alat permainan edukatif

yang layak untuk siswa kelompok B TK Indriyasana Pugeran untuk

mengenalkan angka 1-10?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan alat permaianan

edukatif yang layak digunakan, untuk mengenalkan angka 1-10 untuk

(24)

F. Manfaat Pengembangan

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi guru, siswa,

dan lembaga atau sekolah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu bidang

teknologi pendidikan yang berkaitan dengan media pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Alat permainan edukatif ini dapat digunakan sebagai salah satu

media pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran

pengenalan angka.

b. Bagi Siswa

Alat permainan edukatif ini bermanfaat untuk mengenalkan

angka, nama bilangan, bilangan dengan jari tangan, dan konsep

bilangan dengan hewan dengan menyambungkan kepingan puzzle

sesuai bilangannya.

c. Bagi Sekolah

Alat permainan edukatif ini dapat membantu dalam kegiatan

proses belajar anak di kelas sesuai denga tujuan pembelajaran yang

ditetapkan.

G. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Alat permainan edukatif yang akan dikembangkan adalah Puzzle.

(25)

(APE). Media yang terbuat dari bahan akrilik yang dipotong kepingan

seperti puzzle, terdapat warna dan gambar pada setiap keping puzzlenya. Alat permainan edukatif yang dikembangkan ini mengacu pada mengenal

angka 1-10 dengan tema binatang semester satu dikelompok B. Alat

permainan edukatifpuzzleini akan menyajikan materi angka.

Alat permainan edukatif Puzzle angka ini memiliki spesifisikasi hasil pengembangannya sebagai berikut :

1. Alat permainan edukatif Puzzle yang akan dikembangkan adalah alat permainan edukatif yang terbuat dari akrilik yang dipotong perkeping

seperti puzzle. Disetiap kepingnya akan terdapat gambar 1) terdapat gambar angka seperti ‘1’,’2’,’3’,.... 2) tulisan angka seperti ‘satu’, ‘dua’,

‘tiga’... 3) terdapat gambar jari tangan yang mencontohkan angka 4)

jumlah hewan sesuai bilangan contoh: bilangan 4 lalu ada gambar 4

harimau. Sehingga anak mencocokan 4 keping puzzle itu sesuai dengan bilangan angkanya.

2. Alat permainan edukatif ini berprinsip pada belajar sambil bermain

sehingga alat permainan edukatif ini bertujuan untuk membawa anak-anak

ke belajar yang menyenangkan agar tidak cepat bosan. Alat permainan

edukatif puzzle ini mengajarkan anak untuk mencocokkan serta memasangkan potongan-potonganpuzzleyang sesuai agar menjadi gambar yang tepat sesuai dengan bilangan angkanya.

(26)

a. Anak dapat belajar mencocokan angka dengan jumlah hewan pada

puzzle.

b. Anak bisa belajar menggerakkan jari tangan serta pikirannya dengan

menggabungkan kepinganpuzzledengan benar.

c. Anak dapat mengetahui angka dan macam-macam hewan dari alat

permainan edukatifpuzzleini.

4. Alat permainan edukatifpuzzle terbuat dari bahan akrilik yang terdiri dari 40 kepingpuzzle. Materi pada alat permainan edukatifpuzzleseperti a. Memuat nama bilangan mulai dari angka 1 sampai10

b. Memuat bilangan yang terdiri dari angka 1 sampai 10.

c. Memuat gambar jari tangan yang mencontohkan angka

(27)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Karakteristik Anak Usia 5-6 Tahun

Anak adalah seorang individu yang unik dan memiliki karakteristik

dan potensi yang harus dikembangakan. Pada usia ini anak selalu aktif,

memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap apa yang dilihat, dirasakan

dan didengarnya. Pada masa ini anak harus didorong untuk

mengembangkan inisiatif, seperti kesenangan untuk mengajukan

pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Jika anak tidak

mendapat hambatan dari lingkungannya, maka anak akan mampu

mengembangkan daya kreatifnya, dan hal–hal yang produktif dalam

bidang yang disenanginya.

Menurut Anggani Sudono (2000) dalam bukunya yang berjudul

Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Anak Usia Dini menyatakan

tentang alat permainan bahwa sebagai berikut :

“Semua alat bermain yang digunakan oleh anak untuk memenuhi naluri bermainnya dan memiliki berbagai macam sifat seperti bongkar pasang, mengelompokkan, memadukan, mencari padanannya, merangkai, membentuk, mengetok, menyempurnakansuatu desain, atau menyusun sesuai bentuk utuhnya.”

Pemberian alat permainan pada anak usia dini bertujuan untuk

memberikan kesempatan kepada anak untuk mendapatkan dan

memperkaya pengetahuannya. Oleh karena itu pengembangan alat

(28)

kelompok B TK. Sehingga pada penggunaan alat permainan edukatif yang

dikembangkan sebagai sumber belajar, hal tersebut sesuai dengan tingkat

kebutuhan anak dan dapat digunakan secara maksimal. Alat permainan

edukatif memfasilitasi anak untuk belajar mengembangkan koordinasi

antara mata dan otot-ototnya, mengembangkan penyempurnaan

gerakan-gerakan, dan mengembangkan penyempurnaan penggunaan panca indra.

Setiap periode perkembangan menunjukan ciri-ciri atau

karakteristik tertentu. Menurut Sofia Hartati (2005: 17). "Karakteristik

perkembangan merupakan tugas perkembangan pada suatu periode yang

harus dicapai dan dikuasai oleh seorang anak". Tugas perkembangan

meliputi berbagai karakteristik perilaku pada setiap aspek perkembangan.

anak usia 5-6 tahun pada umumnya, secara kognitif khususnya matematika

sudah dapat melakukan banyak hal, dalam Standar Perkembangan Anak

(Tim penyusun, 2007: 45) diantaranya; (1) menyebut dan membilang 1-20;

(2) mengenal lambang bilangan; (3) menghubungkan konsep bilangan

dengan lambang bilangan; (4) membuat urutan bilangan dengan

benda-benda; (5) membedakan dan membuat dua kumpulan benda yang sama

jumlahnya, yang tidak sama, lebih sedikit dan lebih banyak; (6) menyebut

hasil penambahan dan pengurangan dengan benda.

Dengan demikian berdasarkan karakteristik perkembangan yang

telah dicapai anak usia 5-6 tahun sudah mampu untuk mengkomunikasikan

hubungan matematis secara sederhana seperti dapat menghubungkan

(29)

B. Perkembangan Kognitif Anak TK Kelompok B

Perkembangan kognitif (Slamet Suyanto, 2005: 53)

menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi untuk

dapat berpikir. Perkembangan kognitif merupakan gabungan dari

kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi dengan lingkungan. Pola

perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget dimana setiap

orang melalui empat tahapan perkembangan, yaitu:

a. Sensorimotor (0-2 tahun), pada tahap ini anak lebih banyak

menggunakan gerak refleks dan inderanya untuk berinteraksi dengan

lingkungan disekitarnya. Anak pada tahap ini peka dan suka terhadap

sentuhan yang diberikan dari lingkungannya.

b. Praoperasional (2-7 tahun), pada tahap ini anak mulai menunjukkan

proses berpikir yang lebih jelas dibandingkan tahap sebelumnya, anak

mulai mengenali simbol termasuk bahasa dan gambar.

c. Konkret operasional (7-11 tahun), pada tahap ini anak sudah mampu

memecahkan persoalan sederhana yang bersifat konkret, anaks udah

mampu berpikir berkebalikan atau berpikiran dua arah.

d. Formal operasional (11 tahun ke atas), pada tahap ini anak sudah

mampu berpikir secara abstrak, mampu membuat analogi, dan mampu

mengevaluasi cara berpikirnya.

Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa perkembangan anak

bersifat lanjut dari tahap ke tahap dan tidak terputus. Pada setiap anak

(30)

satu dengan tahap lainnya tidak begitu terlihat. Anak usia TK kelompok B

berada pada tahap praoperasional konkret (2-7 tahun). Istilah

praoperasional menunjukkan pada pengertian belum matangnya cara kerja

pikiran. Pemikiran pada tahap ini masih kacau dan belum terorganisasi

dengan baik (Santrock, 2002: 251). Adapun ciri-ciri berpikir pada tahap

praoperasional menurut Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 88) diantaranya:

a. Mulai mengenal fungsi simbolis; anak mulai mampu bermain

pura-pura, disamping itu penguasaan bahasa menjadi semakin sistematis

b. Terjadi tingkah laku imitasi; anak suka melakukan peniruan

besar-besaran, terutama pada kakak atau teman yang lebih besar usianya dan

jenis kelamin yang sama.

c. Cara berpikir anak egosentris; yaitu suatu ketidakmampuan untuk

membedakan antara perspektif seseorang dengan perspektif orang lain.

d. Cara berpikircentralized, yaitu berpusat pasa satu dimensi saja. Sebagai contohnya cara berpikir anak dalam tahap ini dikatakan belum

menguasai gejala konservasi.

e. Berpikir tidak dapat dibalik; operasi logis anak pada musim ini belum

dapat dibalik

f. Berpikir terarah statis, artinya dalam berpikir anak tidak pernah

memperhatikan dinamika proses terjadinya sesuatu.

Secara lebih spesifik, Martini Jamaris (2006: 26) menyebutkan

kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun sebagai berikut:

(31)

b. Tertarik dengan huruf dan angka. Ada yang sudah mampu menulisnya

atau menyalinnya, serta menghitungnya.

c. Telah mengenal sebagian besar warna.

d. Mulai mengenal tentang waktu, kapan harus pergi ke sekolah dan

pulang dari sekolah, nama-nama hari dalam satu minggu.

e. Mengenal bidang dan bergerak sesuai dengan bidang yang dimilikinya

(teritorinya).

f. Pada akhir usia 6 tahun, anak sudah mulai mampu membaca, menulis,

dan berhitung.

Dari pendapat yang dikemukakan diatas, dapat dipahami bahwa

anak usia 5-6 tahun dalam perkembangan kognitifnya sudah dapat

diajarkan tentang konsep-konsep matematika sederhana. Hal tersebut

diperkuat dengan aturan dalam Permendikbud RI nomor 146 tahun 2014

tentang kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini yang menyebutkan

indikator pencapaian perkembangan kognitif anak kelompok B (usia 5-6

tahun) salah satunya dapat mengenal bilangan dan memahami

konsep-konsep matematika sederhana. Kemampuan mengenal angka merupakan

hal penting yang perlu dikembangakan pada anak usia dini dengan tujuan

memberi bekal pada anak agar memiliki kesiapan dalam pembelajaran

berhitung pada jenjang sekolah yang lebih tinggi. Kemampuan mengenal

angka telah dimiliki anak sejak dini, sehingga untuk mengembangkannya

perlu adanya stimulus yang baik dan sesuai dengan tingkat perkembangan

(32)

Slamet Suyanto (2008: 46) mengatakan fungsi matematika

sebenarnya bukan sekedar untuk berhitung, tetapi mengembangkan aspek

perkembangan anak, terutama aspek kognitif. Matematika juga berfungsi

untuk mengembangakan kecerdasan anak, khususnya kecerdasan yang

oleh Gadner Slamet Suyanto (2008: 46) disebut logic mathematics, yaitu kecerdasan berfikir logis dan matematis. Kecerdasaan ini meliputi

kemampuan menggunakan bilangan, operasi bilangan dan logika

matematika. Pada mulanya anak tidak tahu bilangan angka dan operasi

bilangan. Secara bertahap sesuai perkembangan anak belajar membilang,

mengenal angka, dan berhitung. Anak belajar menghubungkan objek nyata

dengan simbol–simbol matematis. Contohnya seperti, sebuah apel

disimbolkan dengan angka “1” dan dua apel dapat disimbolkan dengan

angka “2”. Guru perlu menguasai konsep-konsep matematika yang

sederhana untuk diberikan pada anak usia dini agar anak mulai

mengembangkan kemampuan berpikir tentang simbol untuk mewakili

sesuatu benda dan penggunaan benda-benda konkret.

Dalam Buku Kurikulum 2013 PAUD (2014: 26), dikatakan bahwa

pada lingkup perkembangan konsep bilangan dan angka, termasuk dalam

lingkup perkembangan berfikir simbolik, anak usia 5-6 tahun mempunyai

tingkat perkembangan yaitu :

a) Menyebutkan lambang bilangan 1-10

b) Menggunakan lambang bilangan untuk menghitung

(33)

d) Mengenal berbagai macam lambang huruf vokal dan konsonan

e) Merepresentasikan berbagai macam benda dalam bentuk gambar atau

tulisan (ada benda pensil yang diikuti tulisan dan gambar pensil)

Pengenalan angka pada anak tidak hanya sekedar mengenal

lambang dari suatu bilangan, akan tetapi anak mampu mengetahui makna

atau nilai dari suatu bilangan itu sendiri. Pengenalan angka merupakan

kesanggupan untuk mengetahui simbol yang melambangkan banyaknya

benda. Anak yang memiliki kemampuan mengenal angka yaitu anak yang

memiliki kesanggupan untuk mengetahui makna dan simbol yang

melambangkan banyaknya suatu benda.

Pengenalan angka yang hanya berupa hafalan menjadikan anak

sekedar mengetahui lambang bilangan tanpa mengetahui makna dari

bilangan tersebut. Anak yang sekedar menghafal lambang bilangan akan

merasa kesulitan dalam menyelesaikan suatu masalah yang berhubungan

dengan angka. Konsep yang belum matang menjadikan anak bingung jika

dihadapkan dengan persoalan yang berhubungan dengan angka, oleh

karena itu sangat penting mengenalkan angka pada anak sejak usia dini.

C. Pembelajaran di Taman Kanak–Kanak

Pendidikan anak taman kanak–kanak termasuk dalam jenjang

pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu

bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan

dasar ke arah pertumbuhan dan perkembanhan disik (koordinasi motorik

(34)

kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama)

bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap– tahap

perkembangan yang dilalui anak usia dini. Pada hakekatnya belajar harus

berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan generasi yang

berkualitas, pendidikan anak usia dini (PAUD) yaitu pendidikan yang

ditujukan untuk anak sejak lahir hingga usia 6 tahun.

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan serangkaian upaya

sistematis dan terprogram dalam pembinaan yang ditujukan kepada anak

sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. Usaha sadar yang dilakukan

melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan

dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak mulai memiliki

kesiapan untuk memasuki pendidikan yang lebih lanjut dan lingkungan

masyarakat yang lebih luas. Menurut Suyadi (2010: 12) secara garis besar

tujuan Pendidikan Anak Usia Dini adalah mengembangkan berbagai

potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Pelaksanakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terdapat

prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan. Menurut Suyadi

(2010:12-13) prinsip-prinsip pokok dalam Pendidikan Anak Usia Dini adalah

sebagai berikut :

a. Mengutamakan kebutuhan anak.

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada

(35)

upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek

perkembangan, baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu

intelektual, bahasa, motorik dan sosio-emosional.

b. Belajar melalui bermain atau bermain seraya belajar.

Bermain merupakan sarana belajar anak usia dini, melalui permainan

anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan dan

mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.

c. Lingkungan yang kondusif dan menantang.

Lingkungan yang harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik

dan menyenangkan, sekaligus menantang dengan memperhatikan

keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar

melalui bermain.

d. Menggunakan pembelajaran terpadu dalam bermain.

Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep

pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang

dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak, serta

bersifat konseptual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal

berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi

mudah dan bermakna bagi anak didik.

e. Mengembangkan berbagai kecakapan atau ketrampilan hidup (life skills).

Mengembangkan ketrampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai

(36)

menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab, serta memiliki

disiplin diri.

f. Menggunakan berbagai alat permainan edukatif atau permainan

edukatif dan sumber belajar.

Alat permainan edukatif dan sumber belajar dapat berasal dari

lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja dipersiapkan

oleh pendidik, guru dan orang tua.

g. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang.

Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap,

dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar

konsep dapat dikuasai dengan baik, hendaknya guru menyajikan

kegiatan-kegiatan yang dilakukan berulang kali.

Berkaitan dengan hal tersebut usia anak pada tingkat pendidikan

anak usia dini disebut tahun emas atau golden age yaitu anak usia 0-6 tahun di mana pertumbuhan dan perkembangan pada anak berlangsung

pesat. Menurut Trianto (2011:14) anak usia dini yang disebut tahun emas

atau golden age adalah anak usia 0-8 tahun, di mana pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan motorik, perkembangan moral, emosional,

intelektual dan bahasa juga berlangsung amat pesat. Oleh karena itu jika

ingin mengembangkan bangsa yang cerdas, beriman dan bertaqwa, serta

(37)

Menurut pendapat Trianto Pelaksanaan pendidikan anak usia dini

hendaknya menggunakan prinsip-prinsip (Trianto, 2011:25-26), sebagai

berikut:

a. Berorientasi pada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang

sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai

optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik

amupun psikis.

b. Belajar sambil bermain. Melalui bermain anak diajak untuk

berekplorasi, menemukan, memanfaatkan dan mengambil keputusan

mengenai benda yang ada di sekitarnya.

c. Lingkungan yang kondusif. Lingkungan harus diciptakan sedemikan

rupa sehingga menarik, menyenangkan, aman dan nyaman, sehingga

mendukung kegiatan belajar sambil bermain.

d. Menggunakan pembelajaran terpadu. Pembelajaran melalui tema harus

dibangun menarik, membangkitkan minat serta konseptual, sehingga

anak mampu mengenal secara mudah dan jelas.

e. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup. Mengajarkan anak agar

dapat menolong dirinya sendiri, mandiri, tanggung jawab dan disiplin

diri.

f. Menggunakan berbagai alat permainan edukatif edukatif dan sumber

belajar.

g. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang. Pembelajaran

(38)

h. Aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan.

i. Pemanfaatan teknologi informasi. Memanfaatkan teknologi untuk

menstimulasi dan melancarkan kegiatan belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas pengembangan Alat Permainan

Edukatif Puzzle untuk anak didik kelompok B TK Indriyasana Pugeran memiliki tujuan memenuhi prinsip–prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

seperti 1) mengutamakan kebutuhan anak belajar angka dari yang paling

dasar, 2) belajar dengan bermain sehingga anak dapat berekplorasi dan

mencoba sendiri, 3) lingkungan yang kondusif sehingga anak dapat

bermain dan belajar dengan senang dan nyaman, 4) menggunakan

pembelajaran dengan tema yang dirangkai menarik dan membangkitkan

minat belajar anak, 5) menggunakan alat permainan edukatif belajar atau

permainan edukatif yang menyenangkan.

Standar kompetensi anak usia dini terdiri dari pengembangan aspek

yaitu a) moral dan nilai–nilai agama, b) sosial, emosional, dan

kemandirian, c) bahasa, d) Kognitif, e ) Fisik Motorik, f) Seni. (Badru

Zaman, 2006: 1)

Pengembangan alat permainan edukatif pembelajaran dalam penelitian

ini berupa Alat Permainan edukatif puzzle yang meyesuaikan standar

kompetensi yaitu anak akan berkembang pada aspek kemandirian,

kognitif, dan fisik–motorik. Pengaplikasian permainan alat permainan

(39)

menarik perhatian siswa yang sering menyibukkan dirinya sendiri ketika

belajar dikelas.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003: 13-14), ada 9

prinsip pembelajaran di Taman kanak–kanak sebagai berikut:

1. Bermain sambil belajar dan belajar seraya sambil bermain

2. Pembelajaran berorientasi pada kebutuhan

3. Pembelajaran berorientasi pada kebutuhan anak

4. Pembelajaran berpusat pada anak

5. Pembelajaran menggunakan pendekatan tematik

6. Kegiatan pembelajaran yang PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif,

efektif dan menyenangkan)

7. Pembelajaran mengembangkan kecakapan hidup

8. Pembelajaran di dukung oleh lingkungan yang kondusif

9. Pembelajaran yang kondusif

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses

interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi

perubahan perilaku kearah yang lebih baik. Pembelajaran di taman kanak–

kanak harus menyenangkan, merangsang anak untuk belajar, dan

merangsang anak untuk kreatif. Ada berbagai macam cara atau metode

pembelajaran di taman kanak–kanak. Metode pembelajaran adalah cara

yang dilakukan guru untuk membelajarkan anak agar mencapai

(40)

antara lain adalah metode bercerita, bercakap–cakap, tanya jawab,

karyawisata, bermain peran, eksperimen, projek, dan pemberian tugas.

Pembelajaran di taman kanak–kanak selain menekankan belajar

sambil bermain, harus juga menekankan pada pembelajaran yang

bermanfaat bagi pengembangan karakter. Pendidikan merupakan strategi

pembentukan karakter bangsa. Taman kanak–kanak adalah salah satu

bentuk penyelenggaraan pembelajaran yang menitik beratkan pada

peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi

motorik halus dan kasar), bahasa kognitif, sosio emotional (sikap dan

perilaku serta agama), sesuai dengan keunikan dan tahap perkembangan

yang dilalui oleh anak usia dini.

D. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Ahmad Rohani (1997: 3) media diartikan sebagai segala

sesuatu yang dapat berfungsi sebagai perantara, sarana, maupun alat

proses komunikasi (proses belajar mengajar). Sedangkan menurut Sri

Anitah (2012: 6) memberikan pengertian bahwa media dapat berupa

orang, bahan, alat, maupun peristiwa yang dapat menciptakan kondisi

yang memungkinkan pembelajar untuk menerima sesuatu pengetahuan,

keterampilan maupun sikap. Menurut Ali (1992: 69) bahwa media adalah

berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat memberikan

(41)

yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran,

perasaan, perhatian dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong

terjadinya proses belajar.

Dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala

sesuatu berupa alat, bahan, orang, ataupun peristiwa yang berfungsi

sebagai perantara untuk merangsang si pebelajar menciptakan kondisi

yang memungkinkan si pebelajar menerima pengetahuan.

2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu dalam

tercapainya tujuan pembelajaran sehingga hasil berlajar dapat meningkat.

Menurut Rohani Ahmad (1997: 6) mengemukakan media dapat mengatasi

perbedaan pengalaman pribadi siswa, mengatasi keterbatasan ruang, waktu

dan pengamatan, mengatasi hal-hal yang kompleks meningkatkan

terjadinya interaksi pembelajaran, membangkitkan minat dan motivasi

siswa.

Fungsi pembelajaran menurut Arief S Sadiman (1996: 48) yaitu;

a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.

Melalui media pembelajaran kita dapat memperoleh informasi tanpa

dibatasi ruang dan waktu, misalnya dalam dalam tema binatang, anak

dapat memperoleh pengetahuan tentang binatang tanpa harus mencari

binatang tersebut secara terpisah, hal tersebut dapat membuat

(42)

b. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang

dimiliki oleh para peserta didik. Dalam proses pembelajaran materi

yang di sampaikan terkadang memerlukan media yang mampu

memperjelas suatu obyek misalnya untuk mempelajari sesuatu yang

tidak memungkinkan bagi pendidik untuk membawa langsung ke dalam

kelas dapat menggunakan miniatur, model, gambar ataupun audio

visual.

c. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas.

Ada beberapa hal yang mempunyai keterbatasan dalam pembelajaran

langsung (obyek nyata), melalui media hal tersebut dapat teratasi

misalnya obyek yang terlalu besar sehingga tidak memungkinkan untuk

memindahkannya ke dalam kelas, obyek yang terlalu kecil akan sulit

bagi anak untuk mengamati obyek yang terlalu kecil seperti bakteri,

hewan yang berukuran kecil dll, obyek yang bergerak terlalu cepat, dan

obyek yang memiliki risiko tinggi, seperti pembuatan jembatan, anak

tidak perlu mendatangi langsung proses pembuatan tersebut karena

berisiko tinggi.

d. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara

peserta didik dengan lingkungannya.

e. Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Media dapat

menyeragamkan pemahaman terhadap si pembelajar

f. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkret dan

(43)

relevansi dengan kajian konsep dasar yang benar dan bersifat kongkret

dan sesuai dengan realitas.

g. Media membangkitkan keinginan dan minat baru. Media

memungkinkan bagi si pebelajar membangkitkan ketertarikan dan

minat yang baru bagi si pebelajar.

h. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.

Media yang menarik bagi si pebelajar akan membangkitkan motivasi si

pebelajar untuk lebih dalam menggali pengetahuan.

i. Media memberikan pengalaman yang integral menyeluruh dari yang

kongkret sampai dengan abstrak. Media dapat memberikan

pengetahuan yang menyeluruh.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2011: 2) memaparkan beberapa

manfaat media dalam proses pembelajaran adalah:

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian sehingga dapat menimbulkan

motivasi belajar.

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas makanya sehingga dapat lebih

dipahami oleh para anak, dan memungkinkan anak menguasai tujuan

pengajaran lebih baik.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi

verbal melalui peraturan kata-kata oleh guru, sehingga anak tidak bosan

dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk

(44)

d. Anak lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.

3. Klasifikasi Media Pembelajaran

Menurut Bretz dan Briggs (Darmojo, 1991: 24) klasifikasi media

digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Media Audio

Media audio meruakan media yang menggunakan indra

pendengaran. Informasi dituangkan melaui pesan auditif yang dapat di

terima oleh alat pendengaram. Contoh media dalam jenis ini yaitu,

radio,recorder,dantape cassette.

b. Media Visual

Media visual merupakan media yang menggunakan indra

pengelihatan. Media visual sangat beragam dan merupakan media

pembelajaran dengan jenis yang banyak diantaranya yaitu: foto, gambar

2 dimensi, gambar 3 dimensi, chart, buku, modul, poster , gambar bergerak atau animasi, komik, dan lain-lain.

c. Media Audio Visual

Media audio visual adalah media yang menggabungkan dua unsur

tersebut, menggunakan indra pengelihatan dan indra pendengaran.

Contoh dari media ini dalam pembelajaran berupa video dan film

(45)

Berdasarkan paparan diatas maka alat permainan edukatif puzzle

ini masuk dalam klasifikasi media visual karena media puzzle ini menggunakan indra pengelihatan.

4. Prinsip Pengembangan Media Pembelajaran

Pada proses pembelajaran penggunaan media dapat membantu

pengajar menyampaikan informasi kepada anak. Pemilihan media yang

digunakan untuk pembelajaran harus berdasarkan dengan kriteria-kriteria

tertentu untuk menentukan ketepatan media yang dikembangkan sehingga

pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.

Pemilihan media yang tepat sangat berpengaruh terhadap hasil

belajar anak. Berikut prinsip pengembangan media pembelajaran menurut

C. Asri Budiningsih (2003: 118-126). Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1) Prinsip Kesiapan dan Motivasi

Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam kegiatan pembelajaran anak

didik memiliki kesiapan dan motivasi tinggi, maka hasil belajar akan

lebih baik. Puzzle ini menerapkan konsep belajar sambil bermain, dengan tingkat sesuai dengan karakteritik anak didik. Hal ini

merupakan salah satu penarik minat dan motivasi anak didik untuk

mempelajari materi yang disediakan pada media.

2) Prinsip Penggunaan Alat Pemusat Perhatian

Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam proses belajar perhatian anak

(46)

semakin baik. Puzzle yang akan dikembangkan ini memiliki beberapa aspek yang dapat membuat anak terpusat perhatiannya antara lain yaitu:

a. Warna

Warna yang digunakan pada APE ini adalah warna-warna

cerah. Memuat warna primer dan sekunder pada papanpuzzle yang terdiri dari warna kuning, biru, hijau, orange, dan ungu. Warna pada tulisan berwarna hijau dan merah. Warna-warna yang cerah

umumnya disukai oleh anak-anak, sehingga siswa tertarik dan

terpusat perhatiannya.

b. Gambar

Gambar digunakan untuk menvisualisasikan materi

sehingga anak dapat melihat langsung dan berfikir secara konkret

materi yang disajikan. Penggunaan gambar yang menarik dan

beragam juga dapat menarik dan mudah dipahami untuk anak usia

dini dalam belajar dengan menggunakan media pembelajaran ini.

c. Bentuk dan Penggunaan Media

Bentuk media menjadi daya tarik tersendiri bagi anak.

Bentuk dan ukuran media yang tidak terlalu besar mudah untuk

dibawa kemana-mana dan memudahkan anak dalam bermain dan

belajar mengenal angka. Penggunaan puzzle ini seperti bermain

puzzlepada umumnya yaitu memasangkan gambar menjadi gambar

(47)

3) Prinsip Partisipasi Aktif Anak Didik

Proses belajar merupakan aktivitas pada diri anak, baik

aktivitas mental, emosional, maupun aktifitas fisik. Apabila dalam

proses pembelajaran anak berpartisipasi aktif bertanya dan mencoba

maka proses dan hasil belajar akan meningkat.

4) Prinsip Umpan Balik

Umpan balik adalah informasi yang diberikan anak didik

mengenai keberhasilan atau kemajuan serta kekurangan dalam

pembelajarannya. Prinsip umpan balik menyatakan bahwa jika dalam

proses belajar anak didik diberitahukan kemajuan dan kelemahan

belajarnya, maka hasil belajar akan meningkat.

5) Prinsip Perulangan

Prinsip perulangan maksudnya mengulang materi atau

pesan pembelajaran, di mana prinsip ini menyatakan jika dalam

pembelajaran informasi dapat disajikan berulang-ulang maka proses

dan hasil belajar akan lebih baik.

E. Tinjauan Alat Permainan Edukatif

Alat permainan edukatif (APE) adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan sebagai sarana atau alat permainan yang mengandung nilai

pendidikan dan dapat mengembangkan seluruh aspek kemampuan anak,

baik yang berasal dari lingkungan sekitar (alam) maupun yang sudah

dibuat (dibeli). Menurut Adams dalam Andang Ismail (2007: 85),

(48)

memberikan pengalaman pendidikan atau pengalaman belajar kepada para

pemainnnya.

Mayke Sugianto T. (2005:81), berpendapat bahwa alat permainan

edukatif adalah alat permainan yang dibuat dan dirancang secara khusus

untuk kepentingan pendidikan dan mempunyai beberapa karakteristik

tertentu. Depdiknas (2003) menjelaskan bahwa alat permainan edukatif

merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana atau

peralatan untuk bermain yang mengandung nilai edukatif (pendidikan) dan

dapat mengembangkan seluruh kemampuan anak. Alat permainan edukatif

merupakan alat permainan yang mempunyai nilai–nilai edukatif, yaitu

dapat mengembangkan berbagai aspek dan kecerdasan yang ada pada diri

siswa. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa alat permainan

edukatif adalah alat permainan yang dibuat dan didesain sesuai dengan

karakteristik siswa sehingga dapat digunakan sebagai sarana bermain,

belajar, dan mengembangkan aspek kecerdasan yang lain. Dengan

pemanfaatan alat permainan edukatif, siswa tidak hanya bermain tetapi

juga belajar. Dengan demikian, siswa dapat belajar dengan sukarela tanpa

adanya unsur paksaan.

Tidak semua alat permainan dapat disebut dengan alat permainan

edukatif. Menurut Mayke Sugianto T (2005:81), alat permainan edukatif

memiliki ciri–ciri sebagai berikut :

a. Dapat dirancang dalam berbagai cara, maksudnya dapat dimainkan

(49)

b. Difungsikan untuk mengembangkan berbagai kemampuan anak

c. Bentuk aman dan tidak berbahaya

d. Membuat siswa terlibat secara aktif

e. Bersifat konstruktif (membangun sesuatu yang lebih baik atau ada

sesuatu yang dihasilkan)

Sementara itu, Badru Zaman (2006) mengatakan bahwa ciri–ciri

yang harus dimiliki sebuah APE adalah sebagai berikut :

a. Alat permainan tersebut ditujukan untuk siswa

b. Difungsikan untuk mengembangkan berbagai perkembangan siswa

c. Dapat digunakan dengan berbagai cara, bentuk, dan untuk bermacam

tujuan aspek.

d. Pengembangan atau manfaat multiguna

e. Aman atau tidak berbahaya bagi anak

f. Dirancang untuk mendorong aktivitas dan kreativitas anak

g. Bersifat konsrtuktif atau ada sesuatu yang dihasilkan

h. Mengandung nilai pendidikan

Sebuah alat permainan edukatif dirancang agar memenuhi ciri–ciri

tersebut. Ciri–ciri di atas menunjukan bahwa sebuah alat permainan

edukatif harus multifungsi. Dalam artian, alat tersebut harus mampu

mengembangkan lebih dari satu kemampuan siswa, membuat nyaman

siswa dalam belajar,dan mampu mengambangan potensi yang ada di dalam

(50)

karakteristik siswa agar alat permainan tersebut mampu dimanfaatkan

secara maksimal.

1. Fungsi dan Manfaat APE

Alat permainan edukatif merupakan salah satu kebutuhan penting

bagi siswa karena mengandung nilai–nilai pendidikan yang bermanfaat.

Adapun beberapa manfaat alat permainan edukatif menurut Andang Ismail

(2009:113) yaitu sebagai berikut:

a. Melatih konsentrasi anak

Alat permainan edukatif dapat mempermudah siswa dalam menyerap

materi pelajaran. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik alat tersebut

yang menarik minat siswa sehingga siswa dapat fokus dalam

pembelajaran.

b. Mengajar dengan lebih tepat

Dengan alat permainan edukatif, pendidik dapat menjelaskan beberapa

materi dengan waktu yang lebih singkat.

c. Mengatasi keterbatasan waktu

Pendidik dapat menampilkan kembali peristiwa–peristiwa dalam bentuk

alat peraga tertentu sehingga masalah keterbatasan waktu dapat teratasi

dengan mudah.

d. Mengatasi keterbatasan bahasa

Pengalaman hidup siswa yang masih minim menyebabkan kemampuan

siswa dalam memahami bahasa dan istilah–istilah tertentu masih

(51)

e. Membangkitkan emosi manusia

Alat permainan edukatif dapat membangkitkan emosi manusia dengan

memanfaatkan gambar ataupun suara dalam menyampaikan suatu

berita. Hal tersebut lebih efektif dibandingkan hanyan menggunakan

kata–kata

f. Menambah daya pengertian

Dengan bantuan alat permainan edukatif ini siswa dapat mengerti

pelajaran dengan memahami perbedaan arti, warna, serta bentuk

melalui indra pengelihatan dan pendengaran.

g. Menambah ingatan siswa

Menjelaskan suatu hal atau masalah dengan menggunakan banyak alat

permainan edukatif yang berhubungan dengan panca indra akan

memperdalam pengalaman belajar serta ingatan siswa.

h. Menambah kesegaran dalam mengajar

Menggunakan alat permainan edukatif yang bervariasi dapat

memberikan kesegaran pada siswa, menambah suasana belajar yang

menyenangkan, dan membangkitkan motivasi belajar.

Pengembangan alat permainan edukatifpuzzleini dirancang dan dikembangan agar mampu memberikan solusi dalam menyampaikan

sebuah materi yang lebih baik. Dengan menggunakan alat permainan

(52)

sesuai dengan jumlah hewannya, secara tidak langsung anak akan

mengingat angka dan nama–nama hewan yang ada di puzzle itu.

Dengan menggunakan alat permaian edukatif, diharapkan proses

belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik dan menyenangkan bagi

siswa. Badru Zaman (2006) menjelaskan bahwa fungsi–fungsi alat

permaian edukatif adalah sebagai berikut:

a. Menciptakan situasi bermain (belajar) yang menyenangkan bagi siswa

Dengan menggunakan alat permainan edukatif, siswa dapat

menikmati kegiatan belajar yang menyenangkan dan tanpa unsur

paksaan sehingga banyak hal yang dapat diperoleh siswa dalam

kegiatan tersebut.

b. Menumbuhkan rasa percaya diri dan membentuk citra diri anak yang

positif

Alat permainan edukatif biasanya memiliki tingkat kesulitan

tersendiri sehingga terdapat suatu proses yang harus dilalui siswa dalam

permainan tersebut. Dengan demikian, siswa akan mengalami suatu

kepuasan jika dapat melalui kesulitan itu. Proses tersebut akan

menumbuhkan rasa percaya diri siswa dalam melewati sebuah kesulitan

sehingga siswa dapat menyimpulkan bahwa tidak ada masalah yang

tidak dapat diselesaikan.

c. Memberikan stimulus dalam pembentukan perilaku dan pengembangan

(53)

Alat permaianan edukatif dapat menjadi alat permainan edukatif

dalam pembentukan perilaku dan pengembangan kemampuan dasar.

Sebagai contoh, sebuah boneka dapat mengembangkan aspek berbahasa

siswa dari tokoh yang diperankan. Selain itu, siswa juga memperoleh

pembelajaran yang berharga dari karakteristik dan sifat yang dimiliki

oleh tokoh boneka tersebut.

d. Memberikan kesempatan anak bersosialisai dan berkomunikasi dengan

teman sebaya

Terdapat alat permainan edukatif yang dapat digunakan secara

berkelompok. Dengan demikian, siswa akan belajar bersosialisai dan

berkomunikasi agar dapat memainkan alat permainan tersebut.

2. Syarat Pengembangan Alat Permaian Edukatif

Pada pembuatan alat permainan edukatif terdapat syarat- syarat

yang harus dipenuhi agar dapat permainan edukatif yang dibuat dapat

membantu pembelajaran menjadi lebih efektif. Menurut Zaman, dkk

(2007: 6.22) terdapat tiga macam syarat dalam pembuatan alat permainan

edukatif, yaitu :

a. Syarat Edukatif

1) Pembuatan alat permainan edukatif disesuaikan dengan memperhatikan

program kegiatan.

2) Pembuatan alat permainan edukatif disesuaikan dengan program

(54)

b. Syarat Teknis

1) Alat permainan edukatif dirancang sesuai dengan tujuan dan fungsi

sarana.

2) Alat permainan edukatif sebaiknya multi guna agar banyak aspek

perkembangan anak yang dapat ditingkatkan.

3) Alat permainan edukatif sebaiknya menggunakan bahan yang aman

(tidak mengandung unsur-unsur bahan yang tajan dan beracun).

4) Alat permainan edukatif sebaiknya menggunakan bahan yang berada

dilingkungan sekitar dan ekonomis.

5) Alat permainan edukatif hendaknya awet, kuat dan tahan lama.

6) Alat permainan edukatif hendaknya mudah digunakan, menambah

kesenangan anak untuk bereksperimen dan bereksplorasi.

7) Alat permainan edukatif hendaknya dapat digunakan secara individual,

kelompok dan klasikal.

c. Syarat Estetika

1) Alat permainan edukatif hendaknya dibuat menarik sehingga menarik

minat anak untuk memainkannya.

2) Alat permainan edukatif hendaknya menggunakan warna sesuai dengan

karakteristik anak,

3) Alat permainan edukatif hendaknya ringan sehingga mudah dibawa

oleh anak.

(55)

untuk digunakan dalam pembelajaran serta dapat mencapai tujuan

pembelajaran dengan efektif.

3. Pengertian Alat Permainan Edukatif Puzzle

Menurut Soemiarti Patmonodewo (2000: 19), kata puzzle berasal dari bahasa inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, alat

permainan edukatif puzzle merupakan alat permainan edukatif sederhana yang dimainkan dengan cara mencocokan gambar sesuai pasangannya.

Sedangkan menurut Andang Ismail (2006: 218), puzzle adalah permainan yang menyusun suatu gambar atau benda yang telah dipecah dalam

beberapa bagian. Miftahul Huda (2011:244,250) Puzzle ini diharapkan dapat 1) memperkuat daya ingat; 2) melatih konsentrasi; 3) mengenalkan

anak pada konsep “menghubungkan”; 4) melatih kesabaran 5)

meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Tugas guru disini sebagai

fasilitator dan pembimbing, yaitu memberikan instruksi, bantuan dan

dukungan ketika siswa menemukan kesulitan dalam menyelesaikan

permainan.

Puzzle yang dikembangkan harus memenuhi kriteria APE yang layak sebagai alat permainan edukatif pembelajaran di TK. Menurut

Pujiriyanto (2011 : 3) APE edukatif, memenuhi syarat edukatif, estetika

dan teknis, kriteria tersebut adalah:

a. Difungsikan untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan

(56)

b. Fleksibel/dapat di manipulasi, dipergunakan dengan berbagai cara,

bentuk, untuk beragam tujuan pengembangan (manfaat multiguna)

c. Mendorong aktifitas dan kreatifitas/daya cipta

d. Konstruktif (ada sesuatu yang dihasilkan)

e. Ada muatan pendidikan

f. Aman tidak berbahaya (penggunaan cat yang aman, tumpul,dsb)

g. Sesuai indikator Rencana Kegiatan Harian (RKH)

h. Merangsang/menarik, menyenangkan dan tidak membosankan

(tampilan warna)

i. Ukuran sesuai (contoh bola yang mudah dipegang anak)

j. Elastis ringan

k. Kualitas (awet, kuat tahan lama tidak reflektif dari cahaya)

l. Fleksibel (dapat digunakan baik individu maupun kelompok)

m. Sesuai karakteristik anak

Puzzle merupakan alat permainan edukatif. Sebagai permainan edukatif yang dapat melatih motorik dan kognitif anak, puzzle memiliki banyak manfaat. Al- azizy (2010 : 79- 80) Beberapa manfaat puzzle

sebagai permainan edukatif adalah sebagai berikut :

a. Mengasah otak

Anak terasah otaknya dengan memecahkan masalah.

(57)

Anak belajar mencocokan keping–keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Ini langkah penting menuju pengembangan

keterampilan membaca.

c. Melatih logika/nalar

Membantu melatih logika anak. Misalpuzzlebergambar manusia. Anak dilatih menyimpulkan dimana letak kepala, tangan, dan kaki sesuai

logika.

d. Melatih kesabaran

Bermain puzzle melatih ketekunan, kesabaran dan memerlukan waktu untuk berfkir dalam menyelesaikan tantangan.

e. Memperluas pengetahuan

Pengetahuan yang diperoleh dari cara bermain biasanya mengesankan

bagi anak dibandingkan yang dihafalkan. Anak dapat belajar konsep

dasar, binatang, alam sekitar, buah–buahan, alfabet dan lain–lain.

f. Membantu melatih kecerdasan visual

Anak belajar memahami konsep bentuk, warna, ukuran dan jumlah.

g. Meningkatkan keterampilan sosial

Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan

orang lain.Puzzle dapat dimainkan secara peorangan atau berkelompok sehingga dapat meningkatkan interaksi sosial.

Pada kamus lengkap Inggris–Indonesia (2003:165) Arti puzzle

dalam bahasa inggris adalah teka–teki. Dilihat dari asal usul kata, teka-teki

(58)

atau gambar yang tidak untuh menjadi bentuk atau gambar yang utuh.

Manfaat puzzle sebagai permainan edukatif adalah meningkatkan keterampilan sosial, yaitu permainan yang dilakukan oleh kelompok

Melalui kelompok anak akan saling menghargai, saling membantu dan

berdikusi satu sama lain

Puzzle merupakan salah satu jenis permainan yang membutuhkan

kreativitas dalam memainkannya, berbagai macam puzzle dikembangkan sebagai alat permainan dan sebagai alat permainan edukatif pelajaran.

Permainan puzzledapat mengembangkan kreativitas serta tidak berbahaya bagi anak. Oleh karena permainan puzzle aman digunakan untuk permainan anak. Selain aman, puzzle juga dapat merangsang perkembangan kognitif, aktif, psikomotorik, dan jiwa sosial anak.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, dapat disimpulkan

bahwa alat permainan edukatif puzzle merupakan alat permainan edukatif sederhana yang dimainkan dengan cara memasangkan kepingan gambar

sesuai dengan pasangannya, permainan ini mampu merangsang

(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Produk media pembelajaran puzzle mengenal angka yang akan dikembangkan, untuk menghasilkan suatu produk alat permainan edukatif

yang layak untuk anak kelompok B di TK Indriyasana Pugeran. Produk

media yang dikembangkan bertujuan untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan pembelajaran yang ada di kelas maupun di luar kelas. Oleh

karena itu penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian dan

pengembangan. Menurut Punaji Setyosari (2015: 276) pengertian

penelitian pengembangan menurut Borg & Gall adalah suatu proses yang

dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.

Strategi untuk mengembangkan suatu produk pendidikan oleh Borg and

Gall disebut juga sebagai penelitian dan pengembangan. Penelitian dan

pengembangan ini kadang kala disebut juga sebagai suatu pengembangan

berbasis pada penelitian atau disebut jugaresearch-based development.

Berikut langkah–langkah dalam penelitian Research and Development menurut Borg & Gall (Nana Syaodih Sukmadinata, 2013: 164):

1. Melakukan penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting)

2. Melakukan perencanaan (planning)

3. Mengembangkan draf produk (develop preliminary form of product) 4. Melakukan uji coba lapangan awal (preliminary field testing)

Gambar

Gambar 3.1 Skema penelitian dan pengembangan puzzle angka
Tabel 3.1 Lembar Evaluasi untuk Siswa
Tabel 3.2 Kisi – Kisi Instrumen Wawancara Guru
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen untuk Ahli Media
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah alat permainan edukatif dapat meningkatkan kreativitas anak pada kelompok B di KBI-RA Taqiyya Kartasura. Kata kunci : Kreativitas, Alat

pengamat. Selanjutnya kami bersama-sama merancang pembelajaran dan persiapan yang harus dilaksanakan juga menyiapkan alat permainan edukatif sebagai media yang

media Alat Permainan Edukatif (APE) yang terbuat dari Kayu MDF, whiteboard dan dilapisi dengan cat Non Toxic. Layak untuk karakteristik anak didik Kelompok A Taman

Latar Belakang : Perkembangan personal sosial anak salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan alat permainan edukatif. Terdapat jenis permainan edukatif yang

Maksud dari prinsip ini adalah dalam pengembangan alat permainan edukatif hendaknya menyesuaikan dengan usia anak, minat anak, dan kebutuhan anak. suatu alat permainan

Produk pengembangan alat permainan keranjang pintar yang dikemas dalam aktivitas pembelajaran berbicara melalui proses yang cukup panjang, mulai dari pembuatan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan Alat Permainan Edukatif dalam Pembelajaran Model Webbed untuk keterampilan

Penelitian Tindakan Kelas ini berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dalam Membilang Melalui Alat Permainan Edukatif Pijak Angka Pada Anak Kelompok B TK