46
BAB V
HUBUNGAN PROGRAM
COMMUNITY ORIENTED POLICING
DENGAN PERUBAHAN PERILAKU DALAM
KEMERDEKAAN BERAGAMA DI SALATIGA
Setiap masyarakat mendapatkan praktek manfaat dari keagamaan secara penuh tanpa halangan. Rasa hormat yang sungguh – sungguh atas hak asasi manusia mendasar ini dapat menjadi sebuah kekuatan untuk mencegah, mengatasi, dan mengakhiri konflik. Oleh karena itu, cara beragama yang benar harus terlihat secara konkrit dalam perilaku penganutnya yang jujur, ikhlas dan lapang dada.
Perbedaan agama dalam bingkai kerukunan beragama harus dijadikan dorongan untuk mencari formula hubungan yang lebih baik dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, agama hadir sebagai rahmat, hadir sebagai anugerah iman yang memberikan landasan ketulusan, kejujuran dan keadilan.
Pada bagian ini merupakan pembahasan, peneliti membahas sejauh mana “Hubungan Program Community Oriented Policing Dengan Perubahan Perilaku Dalam Kemerdekaan Beragama di Salatiga”, yang meliputi aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik.
5.1. Perubahan Sosial Dalam Kemerdekaan Beragama
Perubahan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah proses dimana setiap manusia mengalami perubahan terus menerus. Suatu perubahan itu merupakan gejala – gejala sosial yang ada pada masyarakat, dari mulai sifat individual sampai sifat kompleks (Lauer 1993). Kombinasi antara fungsional tentang struktur dan fungsi masyarakat sebagai teori konflik antar kelas sosial. Perubahan sosial merupakan hasil dari konflik
47 kelas di masyarakat, karena konflik selalu menjadi bagian dari masyarakat (Dahrendoft, 1959).
Perubahan sosial terjadi karena masyarakat menginginkan perubahan tersebut, perubahan masyarakat terjadi karena ada dorongan dari luar sehingga masyarakat sadar ataupun tidak mengikuti perubahan. LSM Kampoeng Percik Salatiga bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk membentuk suatu perubahan dengan mengadakan program community oriented policing (COP/POLMAS) program inilah yang menjadi faktor dalam perubahan sosial. Bapak Heri T. Wibowo1 (Koordinator COP/POLMAS), menuturkan sebagai berikut :
“LSM Kampoeng Percik bekerja sama dengan polisi untuk membentuk suatu program yang bertujuan menyetarakan polisi dan masyarakat. Selain itu, masyarakat agar bisa tahu hukum, norma-norma hukum dan nilai-nilai hukum. Gebrakan baru dalam masyarakat ini yang nantinya akan membentuk masyarakat yang mandiri agar perubahan sosial nampak pada masyarakat awam. Konsep kegiatan selalu diarahkan bagaimana mengatasi konflik di dalam bermasyarakat? Hal-hal seperti itu yang terus dilakukan agar masyarakat dan polisi memiliki tanggung jawab terhadap konflik tersebut. Kami sering mengundang pak lurah, pak camat, pak bekel, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, tokok pemuda diundang ke Percik untuk dapat mengikuti diskusi, pelatihan - pelatihan, sosialisasi COP yang dimaksudkan agar pembekalan dari kegiatan COP dapat memberikan hasil dan perubahan bahwa masyarakat berpartisipasi, mampu melakukan perubahan, pembaharuan dalam bermasyarakat”.
Pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa “para tokoh” itu adalah figur-figur yang tentu memiliki pengaruh ditengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, pelibatan mereka adalah mutlak dilakukan dalam
1
Hasil wawancara Bapak Heri Wibowo T. (Koord. COP/POLMAS) pada tanggal, 15 Juni 2014, pukul 11.00 di LSM Kampoeng Percik
48 perspektif penyelesaian masalah dengan pendekatan kekeluargaan. Dalam teori Lauer dan Dahrendorf menjelaskan bahwa konflik dalam struktur masyarakat itu berasal dari luar sehingga masyarakat tidak menyadari akan hadirnya konflik tersebut. Sehingga, diperlukan program COP/POLMAS dalam suatu lingkungan masyarakat dalam bentuk forum kemitraan polisi masyarakat.
Pertemuan atau rapat rutin (bulanan) yang dilakukan oleh pengurus atau anggota FKPM tersebut bertujuan selain sosialisasi, juga sebagai forum kekeluargaan untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Hal ini dianggap penting sebab sebelum masuknya program COP/POLMAS di wilayah ini pandangan mereka mengenai perbedaan beragama masih sangat kurang seperti yang diutarakan oleh Bp. HM. Syafii2 (Ketua FKPM) seperti berikut :
“Pernah suatu ketika di acara pengajian salah satu kyai berceramah mengenai agama, disini itu kalau ada ceramah dimasjid menggunakan pengeras suara jadi satu kampung bisa mendengar, suatu ketika pak kyai ini berceramah menjelekan agama lain. Saya yang mendengar tidak nyaman dengan ceramah itu maka saat ceramah itu selesai kyai ini saya tegur. Karena gini mbak jika tidak di tegur membuat orang-orang yang mendengar menjadi percaya malah jadi fanatik itu juga tidak bagus dan sudah banyak warga sini yang fanatik, maka perlu adanya pertemuan untuk para warga agar pengetahuan mengenai kemerdekan beragama lebih membuka pandangan mereka”. Pertemuan pengurus dan anggota FKPM yang berasal dari satu kelurahan, Bapak HM. Syafii3 (ketua FKPM), menuturkan sebagai berikut: “Dalam setiap bulan pengurus FKPM Pulutan mengadakan pertemuan intensif mbak pertemuan ini dilakukan agar pengurus, anggota FKPM dapat bekerja sama dapat bertukar ide, terkadang kami juga mengundang pihak kepolisian dan LSM Percik untuk memberikan masukan, melihat perkembangan dan program
2
Hasil wawancara Bapak HM. Syafii (ketua FKPM) pada tanggal, 19 juni 2014 pukul 2014 dikediaman beliau.
3 Ibid...
49 COP/POLMAS direncanakan oleh pengurus di sini. Tetapi, jika ada agenda kegiatan pertemuan ya kami pengurus juga sering untuk rapat dan bertemu”.
Dengan demikian, maka rapat rutin (bulanan) itu adalah sebagai wadah untuk saling bertemu secara kekeluargaan. Selain itu, pertemuan ini sekaligus juga berfungsi sebagai wadah mengidentifikasi masalah dan mencari serta menemukan alternatif solusi bagi penyelesaian masalah.
Dalam konteks seperti ini, maka dapat dikatakan bahwa LSM Kampoeng Percik dan pihak kepolisian dalam membangun hubungan komunikasi dengan masyarakat lewat program COP/POLMAS, dalam kasus di kelurahan Pulutan ini tidak hanya berwacana, namun kepolisian dalam beberapa hal benar-benar telah melakukan reformasi dan transformasi fungsi dan perannya dalam membantu masyarakat. Tentu ada harapan yang ingin dicapai oleh polisi lewat program COP/POLMAS ini, salah satunya adalah polisi lebih mendekatkan diri dengan masyarakat agar dapat merubah citra masyarakat yang terlanjur negatif terhadap program ini. Minimal dalam kasus Pulutan tanda-tanda perubahan citra kepolisian ke arah yang lebih baik dengan adanya berbagai macam kegiatan kemerdekan beragama yang dibuat oleh COP/POLMAS maupun FKPM. Pelatihan yang dilakukan dapat membuat pandangan mereka mengenai kemerdekaan semakin luas.
5.2. Program Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Kebersamaan
Beragama
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak – hak yang memberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Effendi, 1994)
Dalam pasal 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa, “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
50 hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama – agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang berbeda dari agama resmi. Kebebasan memeluk agama di Indonesia sudah dijamin dalam konstitusi yang tercantum dalam pasal 28E ayat (1) UU dasar Tahun 1945.
Sosialisasi tentang COP/POLMAS dilakukan melalui kegiatan cultural event, dalam bentuk kegiatan pertunjukan seni rakyat seperti wayangan, kethoprak dan tarian. Pengenalan tentang COP/POLMAS dilakukan di sela – sela pertunjukan seni rakyat tersebut. Cara sosialisasi seperti ini sengaja dipilih untuk menarik perhatian warga masyarakat agar hadir dalam pertunjukan seni rakyat yang juga sekaligus bermuatan sosialisasi tentang COP/POLMAS.
Dalam tahap selanjutnya kegiatan COP/POLMAS diarahkan pada upaya pengembangan substansi COP/POLMAS di dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti talkshow di radio, penerbitan buletin, stiker, sarasehan, seminar, diskusi tematik. Masyarakat menyambut positif program tersebut hingga pada tahun 2007 sampai 2014 salah satu program POLMAS/COP terbentuk di kelurahan Pulutan dengan kegiatan Hak Asasi Manusia dalam kebersamaan beragama di kelurahan Pulutan kota Salatiga memberikan dampak yang positif hingga saat ini. Dari hasil wawancara dengan Bapak HM Syafii (ketua FKPM)4,
“COP/POLMAS berbasis kemerdekaan beragama di desa Pulutan sudah ada sejak tahun 2007, kegiatan pertama kali yang dilakukan pentas seni itu kita wayangan mbak,
4
Hasil wawancara Bapak HM Syafii (ketua FKPM) pada tanggal 19 Juni 2014, jam 16.00 di kediaman beliau.
52 Begitu pula dengan pengalaman salah satu pengurus kegiatan COP/POLMAS seperti yang diutarakan NN anggota FKPM5, sebagai berikut:
“Kegiatan COP/POLMAS sangat memberikan dampak positif mbak. Kegiatan itu membuat pola pikir dan pandangan mengenai perbedaan menjadi semakin terbuka, dulu itu saya akui mbak kalau saya fanatik terhadap agama walaupun agama saya Kristen, masalah awal itu gara – gara kompor gas bantuan dari pemerintah itu, awalnya saya protes kok saya tidak di kasih, lalu saya akhirnya datang ke rumah pak Syafii, itu malah sempet geger mbak. Tapi, pada akhirnya pak Syafii menengahi permasalahn ini melalui program FKPM, ini kejadinya sudah sangat lama mbak sebelum saya mengikuti POLMAS ini. Namun, berjalannya waktu saya memutuskan untuk mengikuti kegiatan ini, yang awalnya saya mengikuti kegiatan sarasehan warga.Saya mulai aktif dengan setiap kegiatan, lalu pada akhirnya saya ditunjuk untuk menjadi salah satu pengurus COP/POLMAS Pulutan dan menjadi salah satu penggerak warga agar lebih aktif dalam program COP/POLMAS sampai sekarang.
Pada saat suami saya meninggalpun saya datang ke rumah pak Syafii, meminta untuk kelompok pengajian Pulutan datang kerumah untuk dapat mengirimkan doa untuk suami saya, di waktu yang sama saya juga mengadakan ibadah penghiburan. Ya mungkin orang yang mendengar cerita saya aneh tapi disisi lain saya menerapkan bahwa perbedaan itu menjadi salah satu cara untuk mengubah pola pikir saya untuk lebih terbuka terhadap agama lain dan itu menjadi hak asasi mereka. Kegiatan COP/POLMAS memang sangat membantu warga Pulutan mbak, karena dalam setiap penyelesaian selalu dengan pendekatam kekeluargaan agar lebih terbuka”. Kegiatan awal sosialisasi COP/POLMAS dilakukan oleh atau melalui FKPM, yakni dengan mensosialisasikan atau menjelaskan tentang pentingnya COP/POLMAS dan FKPM sebagai forum kemitraan yang berperan menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada. Menariknya pendekatan yang dicetuskan dalam proses penyelesaian masalah-masalah sosial itu adalah pendekatan kekeluargaan, artinya “petugas” akan
5
Hasil wawancara dengan NN anggota FKPM pada tanggal, 20 Juni 2014, pukul 16.00 dikediaman beliau
53 melakukan „strategi jemput bola‟ untuk mengatasi, menanggulangi dan menyelesaikan permasalahan. Strategi jemput bola ini adalah keputusan FKPM untuk datang langsung ke rumah warga yang mengalami masalah dan berdialog langsung, tujuannya selain memberikan dukungan moral, juga diharapkan kedekatan secara kekeluargaan itu dapat membuat mereka yang mengalami masalah bisa lebih terbuka.
Hak asasi manusia dalam kemerdekaan beragama harus dijunjung tinggi dan keberadaan hak asasi manusia dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang harus bisa toleransi terhadap setiap umat beragama.
5.3. Program COP/POLMAS terhadap Perubahan Perilaku
Masyarakat Pulutan
Setiap kegiatan yang dilakukan pasti membawa dampak.Termasuk kegiatan POLMAS/COP berbasis kemerdekaan beragama. Dalam bab ini menjelaskan perubahan perilaku masyarakat kelurahan Pulutan. Berbicara dampak positif kegiatan COP/POLMAS ini bisa dilihat dari aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik
1. Aspek Kognisi : Program POLMAS/COP terhadap Perubahan
Perilaku Masyarakat Pulutan
Bloom (1975) membagi tahapan kognisi menjadi 6 bagian diantaranya pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, masyarakat Pulutan mendapatkan informasi mengenai program POLMAS/COP dari pihak kepolisian yang bekerjasama dengan LSM Kampoeng Percik untuk dapat mensosialisasikan program POLMAS/COP berbasis kemerdekaan beragama. LSM Kampoeng Percik melihat bahwa kelurahan memiliki potensi. Peranan LSM Kampoeng Percik dan pihak kepolisian sebagai fasilitator, membantu menggali motivasi, dan menyadarkan masyarakat melalui program POLMAS/COP dalam kemerdekaan beragama. Langkah awal yang dilakukan unutk
54 mensosialisasikan adalah dengan adanya cultural event, diskusi tematik, dialog antar masyarakat Pulutan, LSM Kampoeng Percik dan kepolisian.
LSM Kampoeng Percik beserta pihak kepolisian tutut mencari jalan keluar dan memberikan informasi pengalaman dari luar ke dalam masyarakat melalui berbagai metode. LSM Kampoeng Percik banyak melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat Pulutan, dari setiap pelatihan yang diberikan masyarakat selalu dibekali pengetahun, informasi dan pengalaman mengenai POLMAS/COP. Bapak HM. Syafii6, (ketua FKPM) menuturkan sebagai berikut :
“Pada tahun 2007 saya lupa tanggal berapa, saya didatangi petugas kepolisian ditawari untuk mengadakan POLMAS/COP tetapi, pada saat itu saya belum mengenal LSM Kampoeng Percik. Tawaran itu tidak serta merta saya terima saya harus diskusi dan pelajari dulu program ini seperti apa, peran masyarakat itu seperti apa, fungsi dan kegunaan seperti apa. Tetapi, saat itu setelah saya pelajari ini merupakan peluang besar bagi kami, karena tujuan dari program ini untuk mensejajarkan polisi dan masyarakat. Kemudian peluang lain adalah agar masyarakat bisa langsung berpartisipasi dan ambil bagian dalam program ini. Kemudian dibentuklah pengurus hingga pada akhirnya FKPM Pulutan bekerja sama dengan LSM Kampoeng Percik Salatiga. Pihak polisi dan LSM Kampoeng Percik ini membekali pengetahun, memberikan informasi dan pengalaman mengenai POLMAS/COP berbasis kemerdekaan beragama agar masyarakat bisa lebih bisa hidup damai”.
Warga kelurahan Pulutan dapat memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta dapat diimplementasikan dalam bentuk baru yang bermanfaat untuk kehidupan bermasyarakat. Program kerja yang selama ini dilakukan juga memberikan dampak kepada warga Pulutan untuk menjadi lebih terbuka. Yanti7 (warga Pulutan), menuturkan sebagai berikut :
6
Hasil wawancara Bapak HM. Syafii (ketua FKPM), Pada tanggal, 19 Juni 2014 jam 16.00 di kediaman beliau.
7
Hasil wawancara Yanti (warga Pulutan), Pada tanggal, 21 Juni 2014, jam 15.00 di kediaman beliau
55 “Sebelum warga Pulutan mengenal Program POLMAS/COP banyak kejadian. Salah satunya ketika salah satu tetangga kami yang beragama lain ingin bertempat tinggal di daerah ini beliau ketakutan karena wilayah ini mayoritas muslim, beliau terasingkan karena warga Pulutan tertutup, pada akhirnya beliau ini pindah rumah ini kejadiannya sudah sangat lama mbak. Tetapi, Pulutan yang sekarang berbeda, setelah ada program POLMAS/COP ini masuk di wilayah kami serta adanya pelatihan, sosialisasi, diskusi warga semakin terbuka, warga semakin menerima perbedaan dan terbuka dengan agama lain, sewaktu hari - hari besarpun warga non muslim ikut merayakan dengan berkunjung kerumah untuk mengucapkan selamat. Pada hari raya Lebaran salah satu warga membagi-bagikan THR kepada semua warga tanpa melihat itu Islam atau Kristen dan yang warga non muslim waktu hari raya Natal membagi-bagikan kue. Jadi begitu mbak disini toleransi beragamnya kuat.
Program POLMAS/COP berbasis kemerdekaan beragama memberikan dampak yang positif bagi warga Pulutan. Sehingga warga Pulutan sangat menghargai perbedaan agama setelah mengikuti program COP/POLMAS dilingkungan mereka. Sebagai contoh kasus di atas, bahwa perbedaan melengkapi kehidupan bermasyarakat, setiap warga bisa menghargai perbedaan dan bisa terbuka serta mengubah pola pikir dalam kehidupan beragama.
2. Aspek Afeksi : Menggambarkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap program POLMAS/COP
Tahapan afektif merupakan komponen emosional atau perasaan. Krethwohl etr al (1974) membagi atas lima tingkatan, yakni : penerima, partisipasi atau merespons, penilaian, mengorganisasi nilai, pembentukan pola atau karakteristik nilai-nilai.
a. Tingkat penerimaan, masyarakat memiliki keinginan memperhatikan
suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya dalam kasus ini, adalah pengenalan program POLMAS/COP. Tugas LSM Kampung Percik dan kepolisian mengarahkan perhatian masyarakat Pulutan pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya
56
LSM Kampoeng Percik mengarahkan masyarakat desa agar senang, dan tertarik pada setiap kegiatan POLMAS/COP. Pihak kepolisian di bantu oleh LSM Kampoeng Percik dalam mengenalkan program POLMAS/COP, memiliki metode-metode yang bertujuan untuk menarik minat masyarakat Pulutan. Metode-metode itu bisa berupa
cultural event, sosialisasi dengan kemasan yang santai tetapi mengena pada masyarakat.
Dalam sosialisasi terkadang ditengah-tengah materi diselipkan candaan-candaan yang menghibur baik itu datang dari celetukan warga, atau dari penyampain materi, sehingga suasana tidak menjadi membosankan. Penulis sendiri juga pernah mengikuti langsung penyampaian materi yang dilakukan staff-staff LSM Kampoeng Percik, dan memang penyampaian materi tidak formal, terlihat
masyarakat nampak antusias mengikutinya. Mbak Chritin8 (Staff LSM
Kampoeng Percik), menuturkan sebagai berikut :
“Disetiap kegiatan POLMAS/COP memang tidak selalu formal, tetapi dikemas secara sederhana dengan menggunakan bahasa-bahasa yang sering diucapkan mereka agar mereka yang mengikuti kegiatan ini bisa paham dan mengerti.Malahan dari pihak kami selalu membuat sesuatu yang berbeda, misalnya menggunakan media pewayangan atau ketoprak, donar darah, jalan santai dll”.
8
Hasil wawancara dengan Mbak Christin staff LSM Kampoeng Percik pada tanggal 18 Juni 2014, pukul 10.30 di LSM Kampoeng Percik
57
Gambar 5
Pelatihan Program POLMAS/COP
Sumber : Data Primer, 2010
b. Tingkat responding, responding merupakan partisipasi aktif
masyarakat Pulutan, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini masyarakat Pulutan tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Pada tahap ini LSM Kampoeng Percik dan pihak kepolisian memperbanyak diskusi-diskusi yang berkaitan dengan COP/POLMAS berbasis kemerdekaan beragama, hal ini dapat memancing respon dari masyarakat Pulutan.
Bapak HM. Syafii (ketua FKPM)9, menuturkan sebagai berikut :
“Partisipasi masyarakat mengikuti kegiatan ini
bagus mbak, baik tua muda, Islam Kristen dadi siji (jadi
satu) waktu ada pertemuan 1 bulan sekali konsep acara ide, acara mau dibikin seperti apa ya mereka ikut berbicara mbak, malahan acara yang kemarin itu acara donor darah, jalan sehat itu yang mengusulkan ya warga, jadi usulan – usulan warga itu kami tampung, kami rapatkan dengan
9
Hasil wawancara Bapak HM Syafii (ketua FKPM) Pada tanggal, 23 Juni 2014, pukul 16.00 di kediaman beliau.
58
pengurus. Program FKPM ini menjadikan warga berani untuk bicara, mengutarakan pendapat ”.
Gambar 6
Partisipasi Masyarakat Dalam Diskusi Tematik
Sumber: Data Primer, 2009
c. Tingkat valuing, valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau
sikap yang menunjukkan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan
keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian
berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam hal ini masyarakat
Pulutan memiliki keinginan untuk meningkatkan program
POLMAS/COP melalui pelatihan-pelatihan yang diajarkan oleh pihak LSM Kampoeng Percik dan pohak kepolisian. LSM Kampoeng Percik dan kepolisian sendiri banyak melakukan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat Pulutan untuk membangun, sikap toleransi. Penentuan sikap dan keyakinan masyarakat Pulutan tepat masyarakat menunjukan komitmen-komitmen mereka dalam bentuk mengikuti kegiatan, ikut
menyampaikan ide. Bapak HM. Syafii10 (ketua FKPM), mengutarakan
sebagai berikut :
10
Hasil wawancara Bpk. HM. Syafii (ketua FKPM Pulutan), Rabu, 18 Juni 2014, pukul 16.00 di kediaman beliau
59 “Dari awal terbentuknya pengurus FKPM sampai pada penyusunan agenda kerja warga saya tekankan komitmen untuk tidak membawa agama dalam setiap kegiatan. “Panjenengan agama nopo mawon, aliran nopo mawon mang paringke ndalem, kempalan mboten usah dibeto, ampun ndamel geger wonten deso”, (kamu mau agama apa saja, aliran apa saja, taruhlah dirumah, pertemuan tidak usah di bawa tetapi jangan membuat keributan di desa), komitmen yang ditekankan membawa perubahan bagi warga sini mbak untuk yakin dengan yang dilakukan. Nilai-nilai yang ada dalam COP/POLMAS bisa dilakukan warga”.
d. Tingkat Organization, pada tingkat organization, nilai satu dengan
nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Sebelum masyarakat Pulutan mengetahui adanya kegiatan COP/POLMAS, Masyarakat Pulutan memiliki kesamaan sistem nilai yaitu, masyarakat tertutup dan memandang polisi secara negatif. Namun, setelah adanya program COP/POLMAS masyarakat mulai mengubah pola pikir dan cara pandang mereka mengenaipolisi dan lebih bisa menerima dengan perbedaan. Bpk. HM. Syafii (ketua
FKPM)11, menuturkan sebagai berikut :
“Dulu memang warga sini itu warganya fanatik, sulit menerima tetangga baru yang berbeda dengan keyakinannya. Sikap tertutup, acuh, cuek itu selalu ditunjukan warga sini mbak. tetapi adanya program COP/POLMAS bisa mengendalikan konflik yang ada di masyarakat, salah satunya di tetangga sebelah sebuah keluarga cekcok dan sampai istrinya diancam untuk dibunuh, saat itu istri lapor kepada pihak kepolisian tetapi, dari pihak kepolisian mengembalikan kepada pengurus FKPM datang kerumah saya yang ada akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan melalui FKPM sebagai penengah dan dari pengurus FKPM mengeluarkan SKB (surat keputusan bersama) yang nantinya disepakati
bersama antara kedua belah pihak untuk tidak
mengulanginya”.
11Ibid…
60
e. Tingkat characterization adalah ranah afektif tertinggi. Pada tingkat
ini masyarakat Pulutan memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk perubahan perilaku. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi,
emosi, dan sosial. Bapak HM. Syafii12 (ketua FKPM), menuturkan
sebagai berikut:
“Sini dulu terkenal dengan anak pemudanya suka minum-minum keras mbak itu ya sebenarnya jg dipengaruhi dan di sponsori oleh orang-orang tua, melalui pendekatan yang saya lakukan secara terus menerus,
banyak pemuda yang pekewuh (sungkan) terhadap saya
sejak saat itu mereka mulai mengurangi minumnya dan sekarang mereka sudah menghilangkan kebiasaan itu mbak, malahan salah satu pemuda yang terlibat minum-minuman keras sekarang menjadi pegiat COP”
3. Aspek Psikomorik : Keterampilan masyarakat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam POLMAS/COP
Pada aspek Psikomotorik, aspek ini merupakan ranah yang
berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Seiring berjalannya waktu proses program POLMAS/COP mengalami perkembangan pada program ini karena masyarakat Pulutan mampu untuk mengembangkan program ini, masyarakat Pulutan dapat bertindak dan mengambil keputusan yang bijak dalam setiap permasalahan, Bapak HM. Syafii (Ketua FKPM)13, menuturkan sebagai berikut:
“Ya selama program ini berlangsung hambatan yang mencolok itu tidak ada dari warga Pulutan sendiri mbak. Tetapi, masih adanya warga yang tidak mengetahui tentang norma-norma hukum, sumber daya manusia (dalam hal ini pengurus) belum semuanya optimal jadi hanya masih bekerja sesuai dengan pemahaman mereka sendiri
12
Hasil wawancara dengan Bapak HM. Syafii (ketua FKPM) Rabu, 18 Juni 2014, pukul 16.00 di kediaman beliau
13
Hasil wawancara dengan Bapak. HM. Syafii (Ketua FKPM) Rabu, 18 Juni 2014 , pukul 16.00 dikediaman beliau
61 mengenai COP, yang masih jadi kekhawatiran sekarang itu ancaman dari eksternal, misalnya saja pas kemarin itu mbak, disini kalau sholat tarawih semua warga datang ke masjid, tetapi di lapangan Pulutan ada banyak anak-anak muda di luar Pulutan yang pacaran di lapangan situ mbak, waktu saya di masjid perasaan saya tidak enak, saya keluar dan segera kelapangan saya senteri itu mbak langsung pada bingung dan bubar, pacarannya diatas motor dan mengarah ke hubungan seperti itu, ini saya sempat bicarakan di pertemuan FKPM keputusan bersama dari pengurus untuk setiap warga yang melihat untuk diberi teguran, warga kami mbak sudah bisa menerapkan nilai-nilai yang terkandung pada COP keputusan bersama dan sadarnya dengan mengambil tindakan yang bijak memberikan dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat.”
Kemandirian masyarakat untuk bisa mengembangkan program POLMAS/COP sangat bagus, program yang dilakukan itu sesuai dengan harapan masyarakat dan diakui oleh masyarakat Pulutan bahwa kegiatan ini memberikan dampak yang positif bagi kehidupan beragama, Bapak HM. Syafii14 (ketua FKPM) menuturkan harapan masyarakat sebagai berikut :
“Harapan kedepan meratanya hukum di Pulutan, bisa menyelesaikan konflik dengan kekeluargaan, damai. Bisa terus berpartisipasi dengan program ini, tumbuh rasa bebas dari gangguan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sosok polisi di masyarakat Pulutan sudah merupakan mitra di dalam mengemban tugas bersama, FKPM diharapkan menjadi rujukan masyarakat di berbagai persoalan kemasyarakatan. Masyarakat bisa menjadi polisi dalam keluarganya dan kampung. Sekarang ini FKPM Pulutan menjadi pilot project tingkat Nasional.
Dari berbagai pernyataan yang disampaikan oleh masyarakat kelurahan Pulutan, mereka mengatakan bahwa program COP/POLMAS kemerdekaan beragama banyak memberikan dampak yang positif sehingga kelurahan Pulutan menjadi pilot project tingkat nasional. Dimana program tersebut membawa perubahan sosial yang cukup baik dalam kehidupan bermasyarakat.
14 Ibid
62
5.4 Hambatan Dalam Program COP/POLMAS
Hambatan yang terjadi dari program ini yang mencolok adalah tidak dari warga Pulutan tetapi dari luar warga Pulutan. Dan masih ada warga yang tidak mengetahui tentang norma-norma hukum, sumber daya manusia yang belum semuanya optimal jadi hanya masih bekerja sesuai dengan pemahaman mereka mengenai COP, hingga saat ini yang menjadi kekhawatiran sekarang itu ancaman eksternal, Bapak HM. Syafii15 (ketua FKPM) menuturkan sebagai berikut :
“Kemarin itu mbak, disini kalau sholat tarawih semua warga datang ke masjid, tetapi di lapangan Pulutan ada banyak anak-anak muda di luar Pulutan yang pacaran di lapangan situ mbak, waktu saya di masjid perasaan saya tidak enak, saya keluar dan segera kelapangan saya senteri itu mbak langsung pada bingung dan bubar, pacarannya diatas motor dan mengarah ke hubungan seperti itu, ini saya sempat bicarakan di pertemuan FKPM keputusan bersama dari pengurus untuk setiap warga yang melihat untuk diberi teguran, warga kami mbak sudah bisa menerapkan nilai-nilai yang terkandung pada COP keputusan bersama dan sadarnya dengan mengambil tindakan yang bijak memberikan dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat.”
15