• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Mutu Air Sungai Lampanang. Kecamatan Teweh Timur Kabupaten Barito Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Status Mutu Air Sungai Lampanang. Kecamatan Teweh Timur Kabupaten Barito Utara"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Status Mutu Air Sungai Lampanang

Di Kecamatan Teweh Timur Kabupaten Barito Utara

Muhammad Topan Kamil

Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. (Diterima/Received : 16 Juni 2012, Disetujui/Accepted: 16 Juli 2012)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status mutu air permukaan pada suatu perairan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status mutu air di Sungai Lampanang dengan nilai Indeks Pencemaran (Pollutant Index/PI) pada stasiun A1 (Sungai Lampanang bagian hulu) sebesar 1,088 yaitu status mutu air cemar ringan dengan skala penilaian baik , stasiun A2 (Sungai Lampanang bagian tengah) sebesar 0,895 yaitu status mutu air memenuhi baku mutu dengan skala penilaian sangat baik dan stasiun A3 (Sungai Lampanang bagian hilir) sebesar 0,841 yaitu status mutu memenuhi baku mutu dengan skala penilaian sangat baik.

Kata kunci: kualitas air

ABSTRACT

The purpose of the research was to evaluate the status of surface water quality in a water course. The results showed that the quality status of the Lampanang River water with Pollutant Index in research station A1 (upper of the Lampang River) was 1.088 which reffered to a light pollution status with a good evaluation scale, station A2 (midle part of the Lampanang River ) was 0.895 which fulfill the water quality standard with a very good evaluation scale and at station A3 (lower of the Lampapang River) was 0.841 which also which fulfill the water quality standard with a very good evaluation scale.

Key words: water quality

PENDAHULUAN

Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan sebagai hajat hidup orang banyak. Semua

mahkhluk hidup membutuhkan air untuk

kehidupannya sehingga sumberdaya air perlu dilindungi agar dapat tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Oleh karena itu, aspek penghematan dan pelestarian sumberdaya air perlu ditanamkan pada segenap pengguna air. Menurut Hariyadi et al (1992), dikatakan bahwa perairan daratan adalah suatu badan air yang ada di daratan atau yang masih berhubungan dengan daratan, termasuk danau, waduk, rawa, sungai dan bahkan estuari.

Dalam upaya untuk memanfaatkan sumberdaya air secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang

diinginkan maka pengelolaan pencemaran air menjadi sangat penting. Salah satu langkah yang dilakukan dalam upaya pengelolaan ini adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas air yang menyangkut fisik, kimia dan biologi (Effendi, 2000). Untuk mengetahui apakah terdapat suatu keseimbangan antara factor biologi dan habitatnya, yaitu antara organism dengan factor-faktor fisik dan kimia suatu perairan, diperlukan pengetahuan tentang ukuran dari faktor-faktor tersebut secara kuantitatif (Hariyadi et al, 1992).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada minggu pertama Mei 2012, pada perairan yang termasuk dalam wilayah administrasi Desa Muara Wakat Kecamatan Teweh Timur Kabupaten Barito Utara Provinsi Kalimantan Tengah.

(2)

Pengambilan contoh air permukaan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2003. Pengambilan contoh berpedoman pada SNI 6989:57:2008 tentang Pedoman Pengambilan Contoh untuk Pengujian Kualitas Air Permukaan. Peralatan yang digunakan untuk pengumpulan data kualitas air antara lain seperti pH meter, tanur, analitical balance, inkubator, COD reaktor, spektrofotometer, AAS, inkubator, perangkat titrasi dan peralatan lainnya di laboratorium.

Lokasi pengambilan sampel adalah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas Air Stasiun

A1 = Sungai Lampanang bagian hulu

Stasiun A2

= Sungai Lampanang bagian tengah

Stasiun A3

= Sungai Lampanang bagian hilir

Analisis data kualitas air permukaan selanjutnya dilakukan dengan melakukan pembandingan variabel fisika-kimia air berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kelas II.

Selanjutnya hasil analisis kualitas air permukaan dikonversikan ke dalam skala kualitas lingkungan dalam bentuk Pollution Indeks (PI). Prosedur perhitungan berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Berdasarkan perhitungan Pollution Indeks (PI) tersebut, maka gambaran kualitas air secara utuh (status mutu air) di lokasi studi dapat ditentukan.

Skala kualitas lingkungan, disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2. Skala Penilaian Kualitas Air Permukaan. Nilai Indeks

Pencemaran (pollutant Index)

Status Mutu Air Skala

Penilaian 0 ≤ Plj ≤ 1,0 Memenuhi baku mutu Sangat baik(skala 5)

1,0 < Plj ≤ 5,0 Cemar ringan (skala 4)Baik

5,0 < Plj ≤ 10 Cemar sedang (skala 3)Sedang

10≤ Plj Cemar sangat berat (skala 2)Buruk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian memperlihatkan kualitas fisika-kimia air Sungai Lampanang disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 3. Nilai fisika-kimia air permukaan

Parameter stasiun PP 82/2001 KLS II A1 A2 A3 TSS (mg/l) 31 51 91 50 TDS (mg/l) 15 14 61 1000 pH 5,3 5,6 7,0 6-9 COD (mg/l) 12 12 12 25 BOD (mg/l) 2,5 2,7 3,3 3 H2S (mg/l) 0,001 0,001 0,001 0,002 NO3 (mg/l) 0,14 0,28 0,20 10 NO2 (mg/l) 0,013 0,026 0,024 0,06 Phosfat (mg/l) 0,193 0,334 0,303 0,2 Fe (mg/l) 0,822 2,160 2,873 0,3 Mn (mg/l) 0,015 <0,01 0,017 0,1 Zn (mg/l) 0,067 0,030 0,032 0,05 F (mg/l) <0,03 <0,03 0,09 1,5

Berdasarkan kriteria baku mutu PP No. 82 Tahun 2001 Kelas II, kualitas air permukaan masih berada pada ambang batas normal kecuali TSS (stasiun A2 dan A3), pH (stasiun A1 dan A2), BOD (stasiun A3), fosfat, Fe, dan Zn (stasiun A1).

Penentuan status mutu air SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 th 2003 metode Pollutan Index (PI), hasil analisis kualitas air permukaan menunjukkan titik sampling A1 dan A2dengan nilai PI berturut-turut 1,088; 0,895 dan 0,841. Hasil evaluasi terhadap nilai PI adalah status mutu air tersebut dikategorikan cemar ringan sampai memenuhi baku mutu (skala baik).

Bahan pencemar (polutan) bisa berupa gas, vahan-bahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air melalui berbagai cara seperti atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, domestik, pembuangan limbah oleh industria, dan lain-lain.

Sungai Lampanang digunakan masyarakat untuk aktivitas kegiatan transportasi pengangkutan hasil hutan, mencari ikan, mandi, cuci dan lain-lain.

Nilai total padatan tersuspensi lokasi studi pada stasiun A2 dan A3 melebihi ambang batas normal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kelas II. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia seperti kegiatan pertambangan, pertanian dan kehutanan yang kurang memperhatikan

(3)

kelestarian lingkungan. Contohnya pembersihan lahan mengakibatkan terjadinya peningkatan air larian (run off) yang akan menghanyutkan partikel-partikel lapisan tanah atas, sehingga menimbulkan erosi dan sedimentasi. Hasil erosi ini akan masuk ke sungai yang ada di sekitar lokasi kegiatan, sehingga erosi akan membebani kualitas air permukaan. Bahan-bahan yang tererosi akan terbawa aliran permukaan masuk ke badan-badan air dan mempengaruhi kualitas fisik-kimia air, seperti TSS, pH, COD, dan BOD. Total padatan tersuspensi (TSS) berupa bahan-bahan yang tidak terlarut dalam air (Hariyadi et al, 1992). Penyebab nilai TSS yang utama adalah kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2000). Nilai TSS < 25 mg/l tidak ada pengaruh terhadap kepentingan perikanan (Alabaster dan Lloyd, 1982).

Nilai TDS di perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari air tanah dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan industri (Effendi, 2000). Total padatan terlarut yang diperkenankan untuk kepentingan air minum adalah > 1000 mg/l (Hariyadi et al, 1992).

Seperti halnya nilai TSS, maka nilai pH lokasi studi pada stasiun A1 dan A2 melebihi ambang batas normal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kelas II. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia seperti kegiatan pertambangan, pertanian dan kehutanan yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan. Misalnya dampak kegiatan pertambangan dapat berupa air tirisan tambang dan air yang keluar dari lokasi pertambangan akan menurunkan pH air sungai, peningkatan kadar TSS, BOD, Fe, dan Mn.

Keasaman atau alkalinitas (kebasaan) perairan ditentukan dengan suatu uni yang disebut pH, merupakan skala eksponensial antara 1-14 (Goldman and Horne, 1983). Derajat kemasaman (pH) di perairan alami biasanya berkisar antara 4,0 – 8,5. Derajat kemasaman suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh proses fotosintesis, biologis dan adanya berbagai jenis kation dan anion. Nilai pH 5,5-6,0 berpengaruh secara umum terhadap penurunan keanekaragaman plankton dan benthos semakin nampak (Novotny dan Olem, 1994).

Seperti halnya nilai TSS dan nilai pH, demikian pula nilai BOD lokasi studi pada stasiun A3 melebihi ambang batas normal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kelas II. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia seperti kegiatan pertambangan, pertanian dan kehutanan yang terganggunya nilai BOD suatu badan air. Menurut Jeffries and Mills (1996), perairan alami

memiliki nilai BOD berkisar antara 0,5 – 7,0 mg/l. Perairan dengan nilai BOD melebihi 10 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran. Perairan dengan nilai BOD melebihi 10 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran (UNESCO/WHO/UNEP, 1992).

Nilai COD untuk perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedang pada perairan

tercemar bisa melebihi 200 mg/l

(UNESCO/WHO/UNEP, 1992).

Sulfur (S) berada dalam bentuk organik dan anorganik. Hidrogen sulfida (H2S) adalah sulfur

dalam bentuk gas yang biasa ditemukan di atmosfer. Sulfur anorganik yang terutama terdapat dalam bentuk sulfat (SO42-) adalah bentuk sulfur utama di

perairan dan tanah (Rao, 1992). Sulfur merupakan salah satu elemen esensial bagi makhluk hidup. Di perairan sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Beberapa bentuk sulfur di perairan adalah sulfida (S2-), hidrogen sulfida (H

2S), ferro sulfida

(FeS), sulfur dioksida (SO2), sulfit (SO3), dan sulfat

(SO4). Kadar sulfat pada perairan tawar alami sekitar

2 – 80 mg/l. Kadar sulfat melebihi 500 mg/l dapat mengakibatkan gangguan pada sistem pencernaan. Sulfida total (H2S, HS-, dan S2-) di sekitar dasar

perairan yang banyak terdapat deposit lumpur (sludge) mencapai 0.7 mg/l sedangkan pada kolom air biasanya berkisar antara 0.02 – 0.1 mg/l. Reduksi (pengurangan oksigen dan penambahan hidrogen) anion sulfat menjadi hidrogen sulfida pada kondisi anaerob yang dilakukan oleh bakteri heterotrof seperti Desulfovibrio selama proses dekomposisi bahan organik, menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam. Kadar sulfida total < 0.002 mg/l dianggap tidak membahayakan bagi kelangsungan hidup organisme akuatik (McNeely et al., 1979). WHO merekomendasikan kadar sulfat yang diperkenankan pada air minum sekitar 400 mg/l, dan kadar hidrogen sulfida sekitar 0.05 mg/l (Moore, 1991). Nilai pH menentukan perubahan sulfur antara jenis sulfur (H2S, HS- dan

S2-). Hidrogen sulfida yang tidak terionisasi adalah racun bagi ikan. Naiknya pH air mengakibatkan persentase hidrogen sulfida berkurang.

Kadar Nitrat bebas melebihi 0,2 mg/l beracun bagi beberapa jenis ikan (Sawyer and McCarty, 1978). Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0,001 mg/l dan sebaiknya tak melebihi 0,06 mg/l (Effendi, 2000). Di perairan kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l (Sawyer dan McCarty, 1978). Kadar nitrit yang melebihi 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991). Untuk keperluan air minum WHO merekomendasikan kadar nitrit sebaiknya tidak melebihi 1 mg/l (Moore, 1991).

(4)

Kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat untuk keperluan air minum sebaiknya tidak melebihi 10 mg/l (Davis dan Cornwell, 1991).

Keberadaan nitrit menggambarkan

berlangsungnya proses biologis perombakan bahan Niterat dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera teroksidasi menjadi nitrat. Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0,001 mg/l dan sebaiknya tak melebihi 0,06 mg/l (Effendi, 2000). Di perairan kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l (Sawyer dan McCarty, 1978). Kadar nitrit yang melebihi 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (moore, 1991). Untuk keperluan air minum WHO merekomendasikan kadar nitrit sebaiknya tidak melebihi 1 mg/l (Moore, 1991).

Seperti halnya nilai TSS, pH dan BOD, demikian pula nilai phosfat pada stasiun A2 dan A3 melebihi ambang batas normal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kelas II. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia seperti kegiatan pertambangan, pertanian dan kehutanan yang mempengaruhi secara tidak langsung terhadap kualitas phosfat di perairan. Di perairan tidak ditemukan unsur fosfor dalam bentuk bebas sebagai elemen, tetapi dalam bentuk anorganik yang terlarut (ortofosfat dan folifosfat) dan organik berupa partikulat.Fosfat adalah yang dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972). Fosfor merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi

tumbuhan dan algae akuatik dan sangat

mempengaruhi tingkat produktifitas perairan.

Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Kadar fosfor pada perairan alami berkisar antara 0,005 – 0,02 mg/l P-PO4. Klasifikasi perairan berdasarkan kadar

ortofosfat adalah 0,003 – 0,01 mg/l perairan oligotrofik, 0,011 – 0,03 mg/l perairan mesotrofik, dan 0,31 – 0,1 mg/l perairan eutrofik (Wetzel, 1975). Seperti halnya nilai TSS, pH, BOD dan phosfat, demikian pula kadar Fe pada ketiga stasiun pengamatan melebihi ambang batas normal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kelas II. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia seperti kegiatan pertambangan, pertanian dan kehutanan yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar Fe perairan sungai. Kadar besi 0,3 mg/l dan mangan 0,05 mg/l sudah dapat menimbulkan warna pada perairan (Peavy et al., 1985). Kadar besi pada perairan alami berkisar antara 0,05 – 0,2 mg/l (Boyd, 1988). Sementara itu menurut

Rump and Krist (1992), biasanya pada perairan dengan kadar oksigen tinggi kadar besi (Fe) jarang melebihi 0,3 mg/l. Kadar besi >1,0 mg/l dianggap

membahayakan kehidupan organisme akuatik

(Moore, 1991). Air yang diperuntukan bagi air minum sebaiknya memiliki kadar besi kurang dari 0,3 mg/l (Moore, 1991; Sawyer dan McCarty, 1978).

Kadar mangan pada perairan alami sekitar 0,2 mg/l atau kurang. Kadar yang lebih besar dapat terjadi pada air tanah dalam. Kadar mangan pada perairan tawar sangat bervariasi mulai 0,002 mg/l hingga >4,0 mg/l. Sesuai dengan pernyataan Moore (1991), kandungan mangan pada perairan termasuk dalam kategori aman bagi peruntukan air minum apabila tidak melebihi 0,05 mg/l.

Seperti halnya nilai TSS, pH, BOD, phosfat dan Fe, demikian pula nilai Zn pada stasiun A1 melebihi ambang batas normal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 kelas II. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa adanya aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia seperti kegiatan pertambangan, pertanian dan kehutanan yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Kadar Zn pada perairan alami adalah sekitar <0,05 mg/l (Moore, 1991). Perairan asam memiliki kadar seng mencapai 50 mg/l. Kadar seng pada air minum sebaiknya tidak melebihi 5 mg/l (McNeely et al., 1979). Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan bahwa zinc tidak bersifat toksik bagi manusia, akan tetapi pada kadar yang tinggi zinc dapat menimbulkan rasa pada air. Toksisitas zinc terhadap organisme akuatik (alga, avertebrata dan ikan) sangat bervariasi, mulai < 1 mg/l hingga > 100 mg/l (Effendi, 2000).

Perairan alami biasanya memiliki kadar F < 0.2 mg/l. Kadar fluorida pada air tanah dalam mencapai 10 mg/l. Perairan yang diperuntukan bagi air minum sebaiknya memiliki kadar F antara 0.7 – 1.2 mg/l (Davis and Cornwell, 1991).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa status mutu air Sungai Lampanang cemar ringan pada bagian hulu, sedangkan pada bagian tengah dan hilir status mutu air memenuhi baku mutu dengan skala sangat baik sekali.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Jurusan Perikanan dan Ketua Program Studi Budidaya Perairan UNPAR

(5)

serta semua pihak yang turut membantu dalam kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.

Anonim, 2003. Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003 Pedoman Pemerintah Standar Mutu Air. Jakarta. Anonim. 2002. Informasi Sekitar PP 82/2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air serta Penerapannya Di Lapangan. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta. 25 halaman.

Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing. Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama. USA. 359 p.

Davis, M.L., and Cornwell, D.A. 1991. Introduction to Enviromental Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York. 822p.

Fandeli C. 2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Pemapanannya dalam Pembangunan. Liberty Yogyakarta. Hariyadi, S., I.N.N. Suryadipura dan Bambang

Widigdo. 1992. Limnologi. Metoda Analisa Kualitas Air. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. 122 hal.

Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Perspective. John Wiley and Sons. Chichester, UK. 253 p.

Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan IPB. Bogor. 259 hal.

Jeffries, M and Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Applications. John Wiley and Sons. Chichester, UK. 285 p.

McNeely, R.N., Nelmanis, V.P. and Dwyer, L. 1979. Water Quality Source Book, A Guide to Water Quality Parameter. Inland Waters Directorate, Water Quality Branch. Ottawa, Canada. 89 p.

Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. Springer-Verlag. New York. 334 p.

Novtony V and Olem, H. 1994. Water Quality, Prevention, Identification,and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold. New York. 1054 p.

Peavy, H.S. Rowe, D.R. and Tchobanoglous. 1985. Enviromental Engineering. Third editon. McGraw-Hill International Editions. Singapore. 699 p.

Sawyer, C.N. and McCarty, P.L. 1978. Chemistry for

Envimental Engineering. Third editon.

McGraw-Hill Book Company. Tokyo. 532 p Soemarwoto, O., 2003. Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Suratmo, F. G., 2002, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

UNESCO/WHO/UNEP. 1992. Water Quality

Assessments. Edited by Chapman, D. Chapman and Hall Ltd. London. 585 p.

Gambar

Tabel 2. Skala Penilaian Kualitas Air Permukaan.

Referensi

Dokumen terkait

Mikrokontroler merupakan suatu device yang di dalamnya sudah terintegrasi dengan I/O port,RAM,ROM,sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan kontroler .Mikrokontroler

&#34;Terwujudnya Taman Nasional Perairan Laut Sawu yang dikelola secara berkelanjutan dan kolaboratif guna menjamin keberlangsungan keanekaragaman hayati laut, nilai

Pada awal setelah aplikasi strangulasi dan BAP, diameter batang tanaman masih memiliki ukuran yang tidak berbeda antar perlakuan namun pada 14 MSP terdapat perbedaan

Dari Syaibah Al-Hajabiy dari pamannya ( „ Utsman bin Thalhah Al- Hajaibiy) RA, ia berkata, &#34;Ada tiga hal yang membuatmu tulus mencintai saudaramu, yaitu kamu

Bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kerja sama yang tertuang dalam empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relasi, dan maksim cara dalam acara

Apa yang dapat disimpulkan daripada perbincangan di atas ialah masih wujud konflik bidang kuasa antara Mahkamah Sivil dan Mahkamah Syariah dalam membicarakan

Ketiga cara tersebut telah diemplementasikan ke dalam peraturan melalui Peraturan Menteri Ke- lautan dan Perikanan Republik Indonesia No- mor Per.12/Men/2012 tentang