• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP POST PARTUM SC Ny.M.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASKEP POST PARTUM SC Ny.M.docx"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM PADA NY.U DENGAN POST SC ELEKTIF P1A0H0 A/I DISPROPORSI KEPALA PANGGUL

DI RUANG EDELWEIS RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Maternitas

Disusun oleh :

SONIA DESIRIANA PUTRI 22020113210016

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXII PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNDIP SEMARANG

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persalinan merupakan proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan atau kekuatan sendiri (Manuaba, 2001). Terdapat dua cara persalinan, yaitu persalinan lewat vagina, lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami dan persalinan dengan operasi caesar (Sectio Caesarea), yaitu bayi dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003).

Sectio Caesarea (SC) merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Carpenito, 2001). Menurut Christine (2005) dalam tahun 30 tahun belakangan, peristiwa operasi caesar meningkat dengan pesat. Di Australia dan Inggris, operasi caesar sekitar 10 sampai 15%. Di Amerika Serikat, sekitar 16% sampai 20%. Brasil merupakan salah satu negara dengan tingkat operasi caesar tertinggi di dunia. Tingkat kelahiran melalui operasi di Brasil saat ini sudah mencapai 44 persen dimana menurut World Health Organization (WHO) standar rata-rata operasi caesar di sebuah negara adalah sekitar 5-15%. Di Indonesia persentase operasi caesar sekitar 5%. Di rumah sakit pemerintah rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 30% (www.health.kompas.com).

Berbagai faktor yang dapat menjadi indikasi dilakukan tindakan SC antara lain faktor ibu dan janin. Salah satu faktor yang berasal dari ibu adalah Disproporsi Kepala Panggul (DKP). DKP atau Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi kepala panggul disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya (Cunningham, 2005). Ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin dapat menyebabkan ibu

(3)

tidak dapat melahirkan secara alami (Kasdu, 2003).

Penatalaksanaan klien post sectio caesarea mempunyai karakteristik yang berbeda, dimana penatalaksanaannya merupakan kombinasi antara penatalaksanaan post operasi dan post partum. Uraian di atas membuat penulis tertarik dalam menyusun dan memberikan asuhan keperawatan post partum pada klien post sectio caesarea atas indikasi disproporsi kepala panggul di Ruang Edelweis RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan post partum pada ibu dengan post sectio caesaria.

2. Tujuan khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada ibu post partum dengan persalinan section caesarea.

b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada ibu postnatal dengan persalinan section caesarea.

c. Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan untuk menyelesaikan masalah keperawatan.

d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan mandiri maupun kolaborasi dengan tenaga medis lain serta keluarga klien

e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

f. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan.

BAB II TINJAUAN TEORI

(4)

A. POST PARTUM 1. Definisi

Periode postnatal/postpartum atau masa nifas adalah interval 6 minggu antara kelahiran bayi dan kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal sebelum hamil (Rustam,1998). Nifas / puerperium adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat-alat reproduksi yang lamanya kurang lebih sekitar 6 minggu (Hanifa,1999). Masa postnatal dibagi dalam 3 tahap yaitu :

a. Periode immedietelly postnatal / kala IV (dalam 24 jam pertama). b. Periode early postnatal (minggu pertama).

c. Periode late postnatal (minggu kedua sampai keenam) atau perubahan bertahap.

Potensial bahaya sering terjadi pada periode immedietelly dan early postnatal yaitu kejadian perdarahan dan syok hipovolemik. Pada jam dan hari pertama sesudah persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastis. Berat badan akan mengalami penurunan sebanyak 9-10 kg, yaitu 5,5-6 kg karena fetus dan plasenta, cairan amnion, dan kehilangan darah saat melahirkan serta 2,5 kg karena keringat dan diuresis selama seminggu postnatal, sedangkan 1 kg karena involusio uterus dan pengeluaran lokhea.

2. Adaptasi fisiologi ibu post partum

Adaptasi atau perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post partum sectio cesaria antara lain:

a. Perubahan pada Korpus Uteri

Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran bayi tersebut disebut involusi. Dalam 12 jam setelah persalinan fundus uteri berada kira-kira 1 cm di atas umbilicus, 6 hari setelah persalinan fundus uteri berada kira-kira 2 jari di bawah pusat dan uterus tidak berada pada abdomen setelah 10-12 hari post partum. Peningkatan kontraksi uteri segera setelah persalinan yang merupakan

(5)

respon untuk mengurangi volume intra uteri.

Pada uteri terdapat pelepasan plasenta sekeras telapak tangan regenerasi tempat pelepasan plasenta belum sempurna sampai 6 minggu post partum. Uterus mengeluarkan cairan melalui vagina yang disebut lokhea. Pada hari pertama dan kedua cairan berwarna merah disebut lokhea rubra. Setelah satu minggu lokhea serosa dan setelah dua minggu cairan berwarna putih disebut lokhea alba.

b. Perubahan pada Serviks

Post sectio caesaria bagian atas serviks sampai segmen bawah uteri menjadi sedikit oedema, indoserviks menjadi lembut dan terlihat memar yang memungkinkan terjadinya infeksi.

c. Vagina dan perineum

Post sectio caesaria dinding vagina yang licin secara berangsur-angsur ukurannya akan kembali normal dalam waktu 6 sampai 8 minggu post portum.

d. Payudara

Bayi yang lahir secara sectio caesaria dengan pembiusan umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar (bayi tidak mengantuk), missal 4-6 jam setelah operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun ibu masih mendapat infus. Bantuan petugas kesehatan untuk memegang bayi atau menaruh pada posisi yang nyaman bagi ibu sangat diperlukan sampai ibu dapat duduk dan aktif kembali. Bila pembiusan spinal bayi dapat diberi ke ibu segera setelah selesai operasi.

e. Sistem Kardiovaskuler

Post sectio caesaria volume darah cenderung menurun akibat perdarahan post operasi. Suhu badan meningkat dalam 24 jam pertama. Pada 6 sampai 8 jam pertama setelah persalinan umumnya ditemukan bradikardi, keadaan pernafasan berubah akibat dari anastesi. f. Sistem Urinari

(6)

beberapa bulan setelah persalinan karena adanya peregangan dinding abdomen pada vesika urinaria yang merupakan hasil filtrasi dari ginjal, sehingga pasien yang terpasang kateter kemungkinan dapat terjadi infeksi saluran kemih.

g. Sistem Endokrin

Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin selama masa nifas yaitu hormon plasenta. Hormon ini menurun dengan cepat setelah persalinan. Keadaan Humal Placental Lactogen (HPL) merupakan keadaan yang tidak terdeteksi dalam 24 jam. Keadaan esterogen dalam plasenta menurun sampai 10% dari nilai ketika hamil dalam waktu 3 jam. Setelah persalinan pada hari ke-7 keadaan progesteron dalam plasma menurun, luteal pertama pada hormon pituitary keadaan prolaktin pada darah meninggi dengan cepat pada kehamilan mencapai keadaan seperti sebelum kehamilan dalam waktu 2 minggu.

h. Sistem Integumen

Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan tetap bertahan lama setelah kelahiran tetapi akan menghilang menjadi bayangan yang lebih terang. Bila klien terdapat linea nigra atau topeng kehamilan (kloasma) biasanya akan memutih dan kelamaan akan menghilang.

i. Sistem Gastrointestinal

Post sectio caesaria gangguan nutrisi terjadi setelah terjadi 24 jam post partum sebagai akibat dari pembedahan dengan anastesi general yang diakibatkan tonus otot-otot saluran pencernaan melemah sehingga mobilitas makanan akan lebih lama berada dalam saluran makanan akibat pembesaran rahim.

3. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum

Adaptasi psikologis ibu post partum yaitu: a. Fase Taking In (Dependent)

(7)

Terjadi pada satu sampai dua hari post partum ibu sangat tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk merawat anaknya. Pada klien post operasi sectio caesaria beberapa hari pertama klien lebih berfokus pada dirinya, timbul rasa nyeri pada daerah insisi dan gastrointestinal, klien memerlukan bantuan untuk mengatasi nyeri, timbul rasa kecemasan dan ketakutan adanya luka, berhati-hati dalam melakukan gerakan.

b. Fase Taking Hold (Dependent-Indendent)

Terjadi pada tiga hari post partum ibu mulai bisa makan, minum, merawat diri serta bayinya. Pada fase ini waktu yang tepat untuk penyuluhan. Pada post sectio caesaria klien masih adanya nyeri, klien masih memerlukan bantuan orang lain, bertindak hati-hati dalam melakukan gerakan dan klien sudah bisa turun dari tempat tidur.

c. Fase Leting Go (Independent)

Fase ini ibu dan keluarganya harus segera menyesuaikan diri terhadap interaksi antara anggota keluarga, fase ini berlangsung pada hari terakhir minggu pertama masa post partum.

4. Perawatan Ibu Post Partum

a. Early Ambulation (Mobilisasi Dini)

Early Ambulation adalah kebijakan untuk membimbing penderita untuk selekas mungkin berjalan. Mobilisasi postnatal memiliki variasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, sembuhnya luka.

b. Diet/Nutrisi

Selama nifas, ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bermutu dan bergizi, cukup kalori dan protein. Hal ini mempengaruhi pembentukan air susu dan mempercepat proses penyembuhan ibu. c. Miksi

Hendaknya BAK dapat dilakukan sendiri secepatnya 6 jam postpartum. Kadang-kadang ibu mengalami sulit kencing karena uretra

(8)

ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi. Bila kandung kemih penuh dan ibu sulit kencing sebaiknya dilakukan kateterisasi.

d. Defekasi

Bila 3-4 hari postpartum klien sulit buang air besar dan terjadi obstipasi, maka dapat dilakukan klisma air sabun atau gliserin.

e. Perawatan Payudara

Perawatan payudara dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Anjurkan ibu untuk selalu membersihkan puting susu dengan air hangat setaip kali sebelum dan sesudah menyusui.

f. Discharge Planning

Penyuluhan tentang diet, latihan, pembatasan aktivitas, perawatan payudara, aktivitas seksual dan kontrasepsi, pengobatan dan tanda-tanda komplikasi.

B. SECTIO CAESAREA 1. Definisi

Sectio Caesarea (SC) adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Mochtar, 2000). Menurut Prawiroharjo (2005) sectio caesarea merupakan suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio Caesarea merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Carpenito, 2001).

Tujuan melakukan sectio caesarea adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. SC dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, SC juga dilakukan untuk kepentingan ibu,

(9)

sehingga SC dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati. 2. Indikasi Sectio Caesarea

Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal (Kasdu, 2003).Setiap pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan distosia pada persalinan. Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :

1) Kesempitan pintu atas panggul

Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya jika kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya kepala dengan mudah ke dalam pintu atas panggul, proses persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi

(10)

persalinan spontan yang efektif sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun janinnya.

2) Kesempitan panggul tengah

Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis, lewat spina iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima. Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi.

3) Kesempitan pintu bawah panggul

Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah.

Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin besar kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001).

b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).

c. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar

(11)

ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001). Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya. Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003).

d. Janin Besar (Makrosomia)

Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 % memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006).

e. Kelainan Letak Janin f. Bayi kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

g. Faktor hambatan jalan lahir

h. Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).

(12)

3. Kontraindikasi Sectio Caesarea

a. Janin sudah meninggal di dalam uterus b. Infeksi intra partum

c. Syok / Anemia berat yang belum teratasi

d. Kelainan kongenital berat : hidrosefalus, anensefalus. e. Janin terlalu kecil untuk hidup di luar kandungan. 4. Manifestasi klinis

Persalinan dengan Sectio Caesarea, memerlukan perawatan yang lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum. Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain : a. Nyeri akibat ada luka pembedahan

b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen

c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)

e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml f. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan

ketidakmampuan menghadapi situasi baru g. Biasanya terpasang kateter urinarius

h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler

k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur

l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan. 5. Jenis Sectio Caesarea

a. Abdomen (Sectio caesarea Abdominalis) 1) Sectio caesarea Transperitonealis

a) Sectio cesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri sepanjang 10 cm.

Kelebihan :

- Mengeluarkan janin lebih cepat

- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik - Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

(13)

Kekurangan:

- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada retroperitonealisasi yang baik

- Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan

b) Sectio caesarea Ismika atau profunda atau Low Cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

- Penjahitan luka lebih mudah

- Penutupan luka dengan retroperitonealisasi yang baik

- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum

- Perdarahan kurang

- Resiko terjadi ruptura uteri spontan lebih kecil Kekurangan :

- Luka dapat menyebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak

- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.

c) Sectio caesarea Ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

b. Vagina (Sectio caesarea Vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Sayatan Memanjang (Longitudinal) menurut Kronig 2) Sayatan Melintang (Transversal) menurut Kerr 3) Sayatan Huruf T (T-Incision) (Mochtar, 1998)

(14)

Anastesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara.

Menurut teknik pemberian anastesi dibagi menjadi 2, yaitu: a. Anastesi Umum

Adalah suatu cara untuk menghilangkan kesadaran disertai rasa sakit di seluruh tubuh disebabkan pemberian obat-obatan anastesi. Cara pemberiannya antara lain adalah:

1) Metode tetes terbuka (open drop methode)

Prinsipnya adalah inhalasi vasopresi cairan anastesi dengan jalan tetesan, obat-obatan yang dipakai adalah obat untuk anastesi umum, dibagian obstretri dipakai eter.

2) Metode separuh tertutup (semi closed methode)

Cara ini memakai alat yang disebut inhaler yang tertutup terhadap udara luar melalui suatu katup (valve), ada 2 jenis tipe semi closed inhaler yaitu non rebreathing dan rebreathing.

3) Intubasi tracheal (tracheal intubation)

Cara ini sering dipakai pada anastesi seimbang yaitu dengan memakai campuran beberapa macam gas.

4) Metode tertutup (closed methode)

Dengan cara ini anestetika dan oksigen dapat diatur sebaik-baiknya melalui suatu sistem antara klien dan alat pemberian dengan dua sistem yaitu to dan fro, serta circle. Sirkulasi dan pernapasan dapat diatur bahkan dengan mempergunakan alat-alat yang lengkap, TTV dari klien dapat dicatat secara langsung dan mudah.

b. Anastesi Regional dan Lokal

Adalah suatu cara untuk mengilangkan rasa sakit pada sebagian dari tubuh atau pada daerah tertentu dari tubuh. Cara pemberiannya adalah: 1) Anastesi spinal (lumbal)/Epidural

Anastesi spinal, epidural dan lumbal dalam pemberian. Obat dapat diberikan secara dosis tunggal atau tetesan bersambung. Jarum

(15)

dimasukkan kira-kira 1 cm di bawah prosesus spinosus L3 menuju ke arah atas medial sampai pada epidural.

2) Blok sub arakhnoid

Blok sub arachnoid cukup efektif untuk mengendalikan sensasi nyeri dan relaksasi otot perineum. Blok ini sering digunakan pada kala II persalinan.

3) Blok kaudal

Blok ini mengenai semua saraf yang dating ke sacrum atau yang muncul dari foramina sakralis sehingga rasa sakit sewaktu persalinan ditiadakan.

4) Blok pudendal

Daerah perlaliannya pada perineum saja karena itu harus ditambah dengan infiltrasi local untuk menghasilkan perlalian yang sempurna.

5) Infiltrasi Lokal dengan cara vagino-perineal dan abdominal Infiltrasi local dapat diberikan pada beberapa tempat, menurut daerah mana yang akan dihilangkan rasa sakitnya. 3 lokasi yang sering diberikan infiltrasi lokal adalah infiltrasi lokal pada perineum, infiltrasi para servikal dan infiltrasi dinding perut pada operasi per abdominal.

6) Blok paraservikal dan uterosakral

Cara ini mengenai daerah lateral uterus dan parametrium sehingga akan melalaikan hampir semua persarafan ke uterus dan serviks, tetapi tidak pada ovarium dan perineum.

7. Komplikasi dan efek samping anestesi

Komplikasi dan efek samping dari tindakan pemberian anastesi adalah:

(16)

1. Gangguan pernapasan 2. Kerja jantung berhenti 3. Regurgitasi

4. Muntah-muntah 5. Perdarahan

6. Reaksi toksik sistemik 7. Ileus paralitik

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Prawirohardjo, 2005), yaitu :

a. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.

b. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat.

c. Pemberian analgetik dan antibiotik.

d. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam.

e. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan.

f. Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan orang lain.

g. Perawatan luka : insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan.

C. DISPORPOSI KEPALA PANGGUL 1. Definisi

Disproporsi kepala panggul atau Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi kepala panggul disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya (Cunningham, 2005).

(17)

a. Faktor panggul ibu

1) Terdapat pangul-panggul sempit yang umumnya disertai peubahan dalam bentuknya. Menurut klasifikasi yang dianjurkan Munro Kerr yang diubah sedikit, panggul-pangul yang terakhir dapat digolongkan sebagai berikut:

a) Perubahan bentuk karena kelainan perubahan intrauterine: Panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.

b) Perubahan bentuk karena penykit pada tulng-tulang panggul dan/atau sendi panggul: Rakitis, Neoplasma, Fraktur, Atrofi, karies, nekrosis.

c) Perubahan bentuk karena penyakit kaki: Koksitis, Luksasio koksa, Atrofi atau kelumpuhan satu kaki.

d) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang: Kifosis, Skoliosis, Spondilolistesis

2) Berdasarkan pintu masuk panggul a) Kesempitan pada pintu atas panggul

Pintu atas panggul dianggap sempit bila diameter anteroposterior terpendeknya kurang dari 10 cm, atau diameter taransversa kurang dari 12 cm. oleh karena pada pangul sempit kemungkinan besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, menyebabkan serviks uteri kurang mengaami tekanan kepala sehingga dapat menyebabkan inersia uteri dan lambatnya pembukaan serviks.

b) Kesempitan panggul tengah

Apabila ukurannya distansia interpinarum kurang dari 9,5 cm diwaspadai akan kemungkinan kesukaran dalam persalinan, ditambah agi bila ukuran diameter sagitalis juga pendek. c) Kesempitan pintu bawah panggul

Pintu bawah pangul terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Bila distansia tuberum dengan diameter sagitalis posterior kurangdari 15 cm, maka dapat timbul kemacetan pada

(18)

kelahiran ukuran normal. b. Kelainan bentuk janin

1) Pertumbuhan yang berlebihan

Berat neonates normal pada kehamilan aterm berkisar 2500-4000 gram. Yang dinamakan bayi besar jika berat lahirnya melebihi 4000 gram. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peranan penting. Pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada postmaturitas dan pada grandemultipara juga dapat mengakibatkan janin besar. Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit dilakukan. Kadang-kadang baru diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan dalam persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Walaupun panggul ibu luas dan dapat dilewati janin lebih dari 4000 gram sebaiknya dilakukan persalinan perabdominal dengan pertimbangan jalan lahir lunak ibu. Disebut makrosomia bila lingkar kepala janin 37-40 cm, dan untuk persalinan pervaginam dilakukan pada janin dengan lingkar kepala <37 cm.

2) Hidrosefalus

Hidrosefalus dalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran-pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun di ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Karena kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagia bawah uterus, maka sering ditemukan dalam letak sungsang. Pada presentasi kepala, hidrosefalus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dala teraba sutura-sutura dan ubun-ubun yang melebar dan tegang, sedangkan tulang kepala sanga tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan rontgenologik menunjukka kepala janin angat besar dengan tulang-tulang yang sangat tipis.

(19)

Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan lahir berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala. Dengan adanya malpresentasi kepala seperti presentasi puncak kepala, presentasi dahi dan presentasi muka maka dapat menimbulkan kemacetan dalam persalinan. Hal tersebut dimungkinkan karena kepala tidak dapat masuk PAP karena diameter kepala pada malpresentasi lebih besar disbanding ukuran panggul khususnya panjang diameter anteroposterior panggul. 3. Pemeriksaan Disproporsi Kepala Panggul

a. Pelvimetri rontgen, untuk mengukur ukuran panggul b. Magnetik Resonance Imaging (MRI)

c. Vaginal toucher

d. Tinggi badan ibu <150 cm. 4. Prognosis

Apabila persalinan dengan disproporsi kepala panggul dibiarkan berlangsung sendiri tanpa penagambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin yaitu:

a. Bahaya pada ibu:

1) Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi intrapartum.

2) Dengan his yang kuat sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan dapat timbul regangan segmen bawah uterus (rupture uteri mengancam) dan bila tidak segera diambil tindakan akan terjadi rupture uteri.

3) Dengan persalinan tidak maju karena diproporsi kapala panggul, jalan lahir mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat

(20)

tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesikoservikalis atau fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis.

b. Bahaya pada janin:

1) Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi bila ditambah dengan infeksi intrapartum.

2) Dengan adanya disprpoporsi kepala panggul kepala janin dapat melewati rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage. Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas tertentu, akan tetapi apabila batas-batas tersebut dilampaui akan terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intracranial.

3) Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh simfisis dapat menyebabkan perlukan pada jaringan diatas tulang kepala janin dan dapat pula menimbulkan fraktur pada os

parietalis. 5. Penanganan

Dua tindakan utama yang dilakukan untuk menangani persalinan dengan disproporsi kepala panggul, yaitu sectio caesarea dan partus percobaan. Disamping itu kadang-kadang ada indikasi dilakukan kraniotomia yang dikerjakan bila pada janin mati.

a. Sectio caesarea

Sectio caesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum persalina mulai atau pada awal fase persalinan, dan secara sekunder yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu. Sectio caesarea elektif direncanakan lebih dulu dan dalakukan pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat atau karena terdapat disproporsi kepala panggul yang cukup nyata. Selain itu, sectio caesarea dilakukan pada kesempitan pangul ringan apabila ada faktor-faktor lain yang merupakan komplikasi

(21)

seperti primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mwngalami masa infertilitas yang lama dan riwayat penyakit jantung. Sectio caesarea sekunder dilakukan karena partus percobaan dianggap gagal atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalianan per vaginam tidak atau belum terpenuhi.

b. Partus percobaan

Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaaan pada hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk dilakukan persalinan percobaan. Persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin. Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Janin harus berada pada presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Mengenai penanganan khusus pada partus percobaan perlu diperhatikan hal-hal berikut:

1) Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalinan yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan asidosis pada ibu.

2) Kualitas dan turunnya kepala janin harus terus diawasi. Kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan kelainan his dan gangguan pembukan serviks.

3) Sebelum ketuban pecah, pada umumnya kepala janin tidak dapat masuk kedalam rongga panggul dengan sempurna. Pemecahan ketuban secar aktif hanya dapat dilakukan bila his berjalan secara teratur dan sudah ada pembukaan serviks separuhnya atau lebih.

(22)

4) Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh berlangsung. Apabila his cukup sempurna maka sebgai indicator berhasil atau tidaknya partus percobaan tersebut ada hal-hal yang mencakup keadaan-keadaan berikut:

a) Adakah gangguan pembukaan serviks, misalnya pemanjangan fase laten; pemanjangan fase aktif.

b) Bagaimana kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala)?

c) Adakah tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang menunjukkan adanya bahaya bagi anak atau ibu (gawat janin, rupture uteri) Apabila ada salah satu gangguan diatas maka menandakan bahwa persalinan per vaginam tidak mungkin dan harus diseleaikan dengan sectio caesarea. Sebaliknya bila kemajuan pembukaan serta penurunan kepala berjalan lancar, maka persalinan per vaginam bisa dilaksanakan.

D. PENGKAJIAN

Menurut Doenges (2001), data yang biasa ditemukan pada pengkajian kasus persalinan dengan tindakan sectio caesarea yaitu :

1. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan Umum. Kaji kondisi ibu secara umum, apakah ibu merasa kelelahan atau ibu dalam keadaan segar. Hal ini akan mempengaruhi penerimaan ibu terhadap bayi serta kemampuan ibu dalam menyusui dan mengasuh bayi.

b. Jam pertama. Krisis setelah melahirkan, secara cermat kaji perdarahan dengan melakukan palpasi fundus uteri dengan sering (interval 15 menit), inspeksi perineum terhadap perdarahan yang tampak dan evaluasi tanda-tanda vital.

c. Kaji suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah setiap 4-8 jam selama hari pertama postpartum. Catat khususnya :

(23)

1) Peningkatan suhu yang bisa disebabkan dehidrasi, awitan laktasi atau leukositosis

2) Hipotensi dengan nadi yang

cepat dan lemah (>100x/menit) yang dapat menunjukkan perdarahan dan syok.

3) Hipotensi ortostatik karena

penyesuaian kembali kardiovaskuler ke dalam keadaan sebelum hamil.

4) Peningkatan tekanan darah.

5) Nadi yang meningkat

menunjukkan adanya perdarahan.

d. Kepala dan Wajah

1) Mata

Konjungtiva yang anemis menunjukkan adanya anemia karena perdarahan saat persalinan.

2) Hidung

Tanyakan pada ibu apakah ibu pilek atau riwayat sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan energi.

3) Telinga

Kaji pendengarannya telinga kanan dan kiri, adakah riwayat otitis media, kebersihan daun telinga atau lubang telinga.

e. Mulut dan Gigi

Tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis atau gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi port de entree bagi mikroorgasme dan bisa beredar secara sistemik.

f. Leher

Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di bawah telinga dan pembesaran kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar menunjukkan adanya infeksi, ditunjang dengan tanda yang lain seperti hipertermi, nyeri, bengkak.

(24)

1) Kesan Umum

Peganglah payudara dengan perlahan dan kaji apakah simetris antara kanan dan kiri, keras, ada nyeri tekan dan hangat. Kaji apakah terdapat bendungan ASI (breast engorgement) yang menimbulkan rasa nyeri bagi ibu atau massa, dengan palpasi. Bahkan dapat ditemukan mastitis dengan tanda-tanda merah, bengkak, panas, nyeri.

2) Puting Susu

Kaji apakah ASI atau kolustrum sudah keluar dengan memencet puting ibu. Kaji juga kebersihan puting. Kaji puting susu apakah mengalami pecah-pecah, fisura dan perdarahan. 3) Pengkajian Menyusui

Kriteria untuk mengevaluasi cara menyusui adalah hubungan keterikatan ibu dan bayi, cara menyusu bayi, posisi pada saat menyusui, let-down, kondisi putting susu, respon bayi dan respon ibu.

Tabel LATCH Scoring

0 1 2

L

Latch Too sleepy or reluctant No lacth achieved

Repeated attempts Hold nipple in mouth Stimulate to suck Graspe breast Tongue down Lips flanged Rhythmic sucking A Audible swallowi ng

None A few with stimulation Spontaneous and intermitten < 24 hrs old Spontaneous and frequent >24 hrs old T Type of nipple

Inverted Flat Everted (after

stimulation) C Comfort (breast/n iple) Engorged, cracked, bleeding, large, blisters or bruises, severe discomfort Filling Reddened/ small blisters or bruises Mild/moderate discomfort Soft Tender

(25)

Hold (position ing)

holds infant at breast)

elevate head of bed, place pillow support), Teach one slide, mother does other, staff holds and then mother takes over

Mother able to position/hold infant

h. Abdomen

1) Keadaan

Kaji apakah terdapat striae dan linea alba. Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras menunjukkan kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang lembek menunjukkan sebaliknya dan dapat dimasase untuk merangsang kontraksi.

2) Diastasis rektus abdominis

Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rectus abdominis akibat pembesaran uterus. Jika dipalpasi regangan ini menyerupai celah memanjang dari prosessus xiphoideus ke umbilicus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk senam nifas.

Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta ibu untuk tidur telentang tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak diganjal. Kemudian palpasi abdomen dari bawah prosessus xiphoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan lebar diastasis.

3) Fundus uteri

Palpasi fundus uteri dari arah umbilikus ke bawah. Tentukan tinggi fundus uteri (contoh : 1 jari di atas pusat, 2 jari di atas pusat, dll), posisi fundus, apakah sentral atau lateral. Posisi lateral biasanya terdorong oleh bladder yang penuh. Kontraksi juga perlu diperiksa, kontraksi lemah atau perut teraba lunak

(26)

menunjukkan kontraksi uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan terjadi perdarahan.

Kaji fundus uteri setiap hari yakni kekuatan dan lokasinya, pastikan bahwa klien mengosongkan kandung kemih sebelum palpasi dilakukan.

a) Uterus tidak secara

progresif menurun ukurannya atau kembali ke pelviks bagian bawah.

b) Uterus tetap kendur

atau kontraksinya buruk

c) Sakit pinggang atau

nyeri pelvis yang persisten

d) Perdarahan vagina

hebat

4) Kandung kemih

Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung kemih yang bulat dan lembut menunjukkan urine yang tertampung banyak dan dalam hal ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan.

Kaji tingkat distensi kandung kemih secara sering dalam 8 jam pertama setelah melahirkan, ukur haluaran urin, berkemih dalam jumlah sedikit dan sering berkemih yang berturut-turut menandakan adanya gangguan urin.

i. Perineum

Kaji tanda dan karakter lokhea setiap hari meliputi jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhea ibu postpartum untuk memberikan indeks essensial pemulihan endometrium. Perubahan warna lokhea harus sesuai, misal ibu postpartum 7 hari harus memiliki lokhea yang sudah berwarna merah muda atau keputihan. Jika ditemukan hasil yang abnormal, misalnya perdarahan segar, lokhea rubra yang banyak, persisten dan berbau busuk maka ibu

(27)

mengalami komplikasi postpartum. Segera laporkan karena lokhea yang berbau busuk menunjukkan adanya infeksi di saluran reproduksi dan harus segera ditangani.

Inspeksi perineum, catat apakah utuh,terdapat luka episiotomi, ruptur. Kaji juga adanya tanda-tanda REEDA (Redness Ekimosisi Edema Discharge Approximation), nyeri tekan, pembengkakan, memar dan hematoma. Kaji daerah anal dari adanya hemoroid dan fisura. Kebersihan perineum menunjang proses penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca persalinan.

Kondisi luka

Luka episiotomi harus dikaji apakah terdapat tanda-tanda infeksi. Kecepatan penyembuhan pada episiotomy tergantung pada letak dan kedalam insisi. Kebanyakan episiotomy sembuh sebelum minggu keenam postpartum. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian perawatan perineum, mandi berendam, penghangatan dengan cahay lampu, dan obat-obatan topical meningkatkan penyembuhan dan mengurangi ketidaknyamanan luka episiotomy. Jika ada harus dilaporkan segera mendapatkan penanganan lebih lanjut.

j. Ekstremitas

Kaji sirkulasi perifer, catat adanya varises, edema dan kesimetrisan ukuran dan bentuk, suhu warna dan rentang gerak sendi. Catat khususnya tanda tromboflebitis dan tanda homan. Tanda homan yang positif menunjukkan adanya tromboflebitis sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda homan adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi, kemudian didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri di betis. Jika nyeri maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini agar sirkulasi lancar sehingga tromboflebitis bisa diabsorbsi.

(28)

k. Kaji status eliminasi fekal dan kembali ke pola sebelum melahirkan. Lakukan aktivitas sehari-hari.

l. Evaluasi status nutrisi, meliputi kemampuan mengunyah, menelan makanan, serta keadekuatan cairan dan diet untuk mendukung involusio laktasi.

m. Evaluasi tingkat pengetahuan klien tentang cara menyusui bayi baru lahir (ASI atau dengan botol susu).

n. Riwayat kesehatan. Seharusnya berfokus pada riwayat medis keluarga, riwayat genetik, dan reproduksi. o. Kaji adapatasi psikososial

1. Tanda dan gejala kesedihan postpartum (postpartum blues), seperti menangis, putus asa, kehilangan selera makan, konsentrasi buruk, sulit tidur dan cemas.

2. Evaluasi integritas bayi baru lahir dengan keluarganya.

3. Observasi interaksi ibu baru dan anggota keluarga lainnya dengan bayi baru lahir.

2. Pemeriksaan Kebutuhan Dasar a. Sirkulasi

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml. b. Integritas Ego

Klien dapat menunjukan labilitas emosional, dari kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri.

c. Eliminasi

Karakter urine, urine jernih, pucat. d. Nutrisi/Cairan

1) Abdomen lunak dengan tidak ada distensi.

2) Bising usus tidak ada, samar atau jelas.

e. Neurosensori

(29)

f. Nyeri/Ketidaknyamanan

Klien mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya : trauma bedah / insisi, distensi kandung kemih / abdomen. g. Pernapasan

Bunyi paru jelas.

h. Keamanan

Balutan abdomen tampak kering dan utuh. i. Seksualitas

1) Fundus kontraksi kuat dan

terletak di ambilikus.

2) Aliran lochea sedang dan

bebas bekuan berlebihan.

j. Pemeriksaan laboratorium : hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia.

E. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul, antara lain (Doenges, 2001) :

1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :

a. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang b. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )

c. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR : 18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

d. Wajah tidak tampak meringis

e. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan

Intervensi :

a. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.

(30)

b. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.

c. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)

d. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.)

e. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)

f. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. 2. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi

Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri Intervensi :

a. Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas

b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.

d. Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien

e. Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas 3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan proteksi jaringan membaik

Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit Intervensi :

a. Berikan perhatian dan perawatan pada kulit b. Lakukan latihan gerak secara pasif

c. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi d. Jaga kelembaban kulit

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)

(31)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :

a. Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)

b. Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -100x/ menit)

c. WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL) Intervensi :

a. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.

b. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa) c. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik

d. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi

e. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah menyentuh luka

f. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel darah putih

g. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan

h. Anjurkan intake nutrisi yang cukup

i. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi

5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :

a. Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah

b. Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang Intervensi :

a. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung

b. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati c. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan

ansietas yang dirasakan

(32)

e. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi.

f. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu g. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal

BAB III TINJAUAN KASUS I. PENGKAJIAN

Hari/tanggal pengkajian : Rabu, 30 Oktober 2013 pukul 16.00 WIB Cara pengkajian : Observasi, interview, pemeriksaan fisik,

CM, petugas kesehatan A. IDENTITAS

Nama klien : Ny.U No. CM : 567693 Umur : 26 tahun Status : Sudah menikah Suku : Jawa

(33)

Agama : Islam Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Sapuran Wonosobo

Diagnosa : Post SC Elektif P1A0H0 a/i DKP (Disproporsi Kepala Panggul)

Hari/tanggal masuk RS : Selasa, 29 Oktober 2013 pukul 08.00 WIB Hari/tanggal masuk Edelweis : Selasa, 29 Oktober 2013 pukul 09.15 WIB Penanggung jawab

Nama : Tn.M Umur : 28 tahun Pekerjaan : Swasta

Alamat : Sapuran Wonosobo Hubungan dengan klien : Suami

B. RIWAYAT KESEHATAN 1. Riwayat persalinan

Klien Ny.U (26 tahun) merasakan kenceng-kenceng sejak jam 07.00 tanggal 29/10/13. Klien mengatakan belum merasakan ketuban keluar. Klien datang ke IGD pada tanggal 29/10/13, sekitar pukul 08.00. Status kehamilan klien dengan keterangan G1P0A0, hamil 40 minggu. Pengkajian fisik klien didapatkan BB: 42kg, TB: 133cm, LILA: 22cm.

Hasil pemeriksaan di UGD adalah KU: baik, TD: 110/75 mmHg, HR: 100x/mnt, RR: 20x/mnt, T: 36.5°C. Hasil pemeriksaan palpasi menunjukkan janin tunggal, memanjang, preskep, puka, kepala teraba, DJJ (+) 140x/mnt, his (-), TFU 33 cm. Pemeriksaan dalam didapatkan hasil: vulva uretra tenang, dinding vagina licin, serviks tipis lunak, presentasi 5/5, selaput ketuban (+), air ketuban (-).

(34)

Pada tanggal 29/10/13 pukul 10.00 WIB dilakukan pemeriksaan penunjang USG dan laboratorium di VK.. Hasil USG menunjukkan : janin tunggal, memanjang, DJJ (+), air ketuban cukup, plasenta di fundus gr.III. Hasil lab jam 11.30 WIB menunjukkan hasil seluruh hasil pemeriksaan hematologi dalam batas normal, kecuali monosit dengan hasil 8.10% (High).

Pada tanggal 30/10/13 pukul 09.30, klien dibawa ke ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS). Klien dirawat di IBS untuk menjalani operasi Sectio Caesaria (SC) dengan indikasi Disproporsi Kepala Panggul (DKP). Persiapan SC yang dilakukan adalah informed consent kepada keluarga dan pasien, memasang infus dan dower chateter, huknah, screent, puasa, mempersiapkan WB 1 kolf, mendaftarkan pasien ke IBS, dan konsul anastesi (anestesi yang digunakan adalah regional anestesi).

Pada pukul 10.35 WIB janin lahir dengan jenis kelamin laki-laki, BB: 2500gr, TB: 45cm, AS: 7-8. Pada pukul 10.40 WIB plasenta dilahirkan lengkap dengan berat ± 500 gr, ukuran: 20 x 20 x 2 cm3, tidak ada kelainan. Kemudian dilakukan pemasangan KB IUD. Ny.U dan By.Ny.U dikirim ke Ruang Edelweis pada pukul 11.00 WIB.

Saat dilakukan pengkajian tanggal 30/10/13 pukul 16.00 WIB, klien dalam keadaan umum: baik, composmentis. TTV : TD : 120/90 mmHg, HR : 72x/mnt, RR : 18x/mnt, Suhu : 37,70C.

2. Riwayat Obstetrikus: klien P1A0H0 a. Riwayat pernikahan

Usia waktu menikah : 22 tahun b. Riwayat Menstruasi

Menarche umur 14 tahun, siklus teratur (28 hari) dengan lama 5-6 hari. Klien tidak mengalami dismenorhea. Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) adalah 23 Januari 2013. Hari Perkiraan Lahir (HPL) adalah 30 Oktober 2013.

(35)

c. Riwayat Kehamilan/nifas sebelumnya

Klien mengatakan ini merupakan kehamilan pertama. d. Riwayat ginekologi

Klien mengatakan tidak mengalami masalah keputihan, secret berwarna bening, tidak berbau, tidak gatal. Klien belum pernah melakukan curettage sebelumnya. Klien tidak pernah mengalami aborsi. Tidak ada riwayat masalah seksual saat kehamilan.

e. Riwayat kehamilan sekarang

Klien mengatakan selama kehamilan ini rutin kontrol ke bidan. Klien mengatakan selama kehamilan mengontrolkan kehamilannya ke bidan sebanyak 7 kali dan mendapatkan imunisasi TT sebanyak 1x selama kehamilan ini, merupakan suntikan TT ke-3.

Klien menyangkal memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, hepatitis, hipertensi, dan asma. Klien mengatakan kaki tidak bengkak/edema selama kehamilan, tidak ada nyeri kepala, mual dan muntah selama di awal kehamilan, menginjak usia kehamilan 4-5 bulan sudah tidak muntah.

f. Status Obstetrikus Nifas hari ke-0 P1A0

No. Persalinan JK BB lahir Tahun Lahir Keadaan Bayi Saat Lahir Usia Sekaran g Penolon g

1. SC ♂ 2500 gr 2013 Sehat 0 hari Bidan

3. Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan bahwa di keluarga tidak ada riwayat penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan DM.

4. Rencana perawatan bayi adalah dirawat sendiri. 5. Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi:

a. Breast care: Klien mengatakan belum tahu cara perawatan payudara (Rencana pendidikan kesehatan dan demonstrasi pada H1)

b. Perineal care: Klien mengatakan akan rutin membersihkan area jalan lahir terutama ketika ganti pembalut (saat ini dibantu keluarganya). c. Perawatan tali pusat: Klien mengatakan belum tahu cara perawatan

(36)

tali pusat

(Rencana pendidikan kesehatan dan demonstrasi pada H1)

d. Nutrisi: Klien mengatakan mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti sayur dan buah-buahan serta tidak melakukan pantangan terhadap makanan tertentu kecuali yang dilarang oleh agama.

e. Senam nifas: Klien mengatakan belum tahu tentang senam nifas. (Rencana pendidikan kesehatan pada H1)

f. KB: Klien mengatakan sudah mengetahui jenis-jenis KB.

g. Menyusui: Klien mengatakan akan memberikan ASI kepada anaknya. ASI klien sudah keluar namun masih sedikit.

6. Riwayat KB: Klien mengatakan belum pernah menggunakan KB. 7. Rencana KB: Klien mengatakan menggunakan KB IUD dan dipasang

setelah operasi SC.

C. KEBUTUHAN DASAR KLIEN 1. Keluhan utama

Nyeri dan lemas 2. Oksigen dan TTV

TD : 120/90 mmHg HR : 72x/mnt RR : 18x/mnt Suhu : 37,70C 3. Nutrisi dan Cairan

a. Nutrisi

Sebelum hospitalisasi (Saat hamil) Hospitalisasi H0 (30 Oktober 2013) Pengkajian antropometri : A: BB: 42 kg TB: 133 cm Lila: 22 cm

B: Pre op jam 11.30 WIB tanggal 29 Oktober 2013 Hb : 12,9 gr% C: Anemis (-) D: 3x sehari mengkonsumsi Pengkajian antropometri : A: BB: 38 kg TB: 133 cm Lila: 22 cm

B: Post op jam 18.00 WIB tanggal 30 Oktober 2013

Hb : 11,8 gr%

C: Anemis (+), lemas (+) D: Klien belum diperbolehkan

(37)

Sebelum hospitalisasi (Saat hamil)

Hospitalisasi H0 (30 Oktober 2013) makanan pokok dengan variasi

menu nasi satu piring, lauk pauk dan sayuran. Cemilan berupa buah-buhan dan kue.

untuk mengkonsumsi makanan atau minuman karena belum flatus, cairan infuse yang masuk sekitar 300 cc.

b. Cairan

BB setelah melahirkan = 38 kg

IWL = BB x 15 = 38 x 15 = 23,75 cc/jam 24

Tanggal/jam Input Output

Balance cairan Input – output H0 (30/10/2013) 11.00-16.00 WIB a. Infus RL 300 cc b. Makan : -c. Minum: - + 300 cc a. Urin 150 cc b. PPV 50 cc c. IWL 118,75 cc 318,75 cc -18,75 cc

Saat pengkajian : Klien mengatakan merasa haus dan menanyakan apakah sudah diperbolehkan minum. Keluarga mengatakan klien belum makan dan minum setelah operasi hingga sekarang karena klien belum flatus.

4. Eliminasi

BAK BAB

Sebelum hospitalisasi :

Klien mengatakan mulai usia 9 bulan, lebih sering BAK, dalam 1 hari + 6-7 kali

Sebelum hospitalisasi :

Klien mengatakan BAB 1-2 hari sekali.

Saat hospitalisasi :

Pada tanggal 30 Oktober 2013 klien masih menggunakan kateter. Warna kuning kemerahan. Volume : 120 cc.

Saat hospitalisasi :

Pada saat pengkajian tanggal 30 Oktober 2013 klien belum BAB

(38)

H0 Hospitalisasi (30/10/13)

Mobilisasi Masih terbatas. Untuk mengangkat kaki klien masih merasa kurang kuat, karena masih merasa lemas. Miring kanan/kiri (-), duduk (-).

Pemenuhan ADL (Activity Daily Living).

Belum mampu bathing, toileting, dressing, transferring, continence, (terpasang folley catheter).

Indeks KATZ F

Indeks KATZ klien kategori F yang berarti klien belum mampu melakukan aktivitas secara mandiri, memerlukan bantuan orang lain. 6. Istirahat dan tidur

Sebelum hospitalisasi: Klien mengatakan tidak memiliki masalah tidur. Klien biasanya tidur dari jam 21.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB untuk selanjutnya beraktivitas seperti : memasak dan membersihkan rumah. Klien terbangun di malam hari karena BAK sebanyak 2-3 kali. Klien mengatakan puas dengan pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur karena klien tidur selama 6-8 jam dan selalu merasa segar saat bangun tidur.

Selama Hospitalisasi:

Klien mengatakan tidak ada masalah dengan tidur sejak masuk RS. Kadang klien merasa terganggu tidurnya karena suasana rumah sakit yang cukup bising namun hal tersebut tidak mengganggu bagi kualitas tidur klien.

7. Stress dan koping

a. Perubahan psikologi ibu

Klien masih lebih berfokus kepada kondisinya sendiri (fase taking in) yaitu rasa lemas yang masih dirasakan dan nyeri pada luka post op SC. Klien mengatakan tidak merasa stress setelah melahirkan, perasaan cemas hanya muncul sebelum operasi, saat ini ingin segera memulihkan kondisi agar bisa merawat anaknya.. Klien mengatakan.

(39)

capek setelah persalinan, namun lebih besar rasa senang karena telah melahirkan putra pertamanya.

b. Bonding attachment:

Klien mengatakan senang karena telah melahirkan anak yang pertama dengan sehat dan selamat. Klien tampak dekat dengan bayi karena dilakukan rawat gabung dan menyusui bayi walau ASI belum semuanya keluar dengan lancar. Klien juga terlihat membelai bayi dan mendekap bayinya walaupun posisinya masih hanya bisa dengan terlentang.

8. Komunikasi

Klien menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia ketika berkomunikasi. Klien mudah memahami pembicaraan, ekspresi wajah paham dan kontak mata fokus. Klien dan keluarga terlihat aktif berkomunikasi, lebih sering menggunakan bahasa Jawa. Keluarga tampak mendekati klien ketika klien berbicara.

9. Konsep diri

a. Citra tubuh: Klien mengatakan tidak memiliki masalah dengan tubuhnya dan merasa tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai. b. Harga diri: Klien mengatakan bahwa perasaanya senang, karena

kelahiran anak pertama yang telah melengkapi kebahagiaan keluarga kecilnya.

c. Peran: Klien mengatakan akan merawat anaknya sendiri dan siap membesarkan anaknya.

d. Ideal diri: Klien mengatakan akan merawat anak bersama suami dan keluarganya.

e. Identitas diri: Klien sadar bahwa dirinya sekarang adalah seorang ibu. Klien juga menyadari tugasnya sebagai istri dan ibu rumah tangga.

(40)

Klien mengatakan merasa nyeri pada area jahitan operasi. Pengkajian nyeri :

a.Provokatif (P) : Klien mengatakan nyeri bertambah jika klien bergerak.

Palliatif (P) : Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang jika klien diam/tidak bergerak di tempat tidur.

b.Quality (Q) : Klien mengatakan nyeri terasa seperti diiris/perih.

c.Region (R) : Klien mengatakan merasa nyeri pada perut bekas operasi

d.Scale (S) : Klien mengatakan nyeri skala 5 (skala 0-10)

e.Time (T) : Klien mengatakan nyeri terasa kadang-kadang (hilang timbul) dan berlangsung ± 2-3 menit

Klien tampak tiduran dengan posisi supinasi di atas tempat tidur. Klien tampak membatasi gerakan, karena apabila badannya sedikit bergerak, bekas operasi terasa sakit. Klien menunjukkan ekspresi meringis dan menahan nyeri ketika bergeser posisi.

11.Personal Hygiene

Sebelum hospitalisasi

Hospitalisasi

Mandi 2x sehari Diseka

Cuci rambut 3x/minggu Belum 12. Beribadah

Klien tidak sholat dahulu setelah melahirkan karena menjalani masa nifas, akan tetapi klien selalu berdoa dan berdzikir untuk kesehatan dan keselamatan anak dan keluarganya.

13. Kebutuhan informasi

Klien mendapatkan informasi seputar kehamilan dan persalinan dari bidan, Puskesmas setempat, dan dari keluarganya.

(41)

menggunakan KB IUD sesaat setelah operasi SC (dibuktikan melalui laporan operasi pada CM klien).

b. Laktasi : klien sudah tahu kalau hanya ASI yang diberikan selama 6 bulan kepada bayi.

c. Perawatan bayi : klien mengatakan belum begitu memahami cara perawatan bayi baru lahir. Klien terlihat menyusui dengan cukup benar.

d. Kebutuhan lain : klien belum tahu cara perawatan payudara, klien tampak bingung ketika ditanya tentang cara merawat payudara. D. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kepala

Bentuk mesochepal, tidak ada lesi, jejas dan tidak ada nyeri tekan. 2. Mata

Simetris, pupil isokor, reflek terhadap cahaya (+/+), sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.

3. Hidung

Simetris, tidak terdapat penumpukan sekret, tidak ada pengeluaran sekret dari lubang hidung.

4. Mulut

Keadaan mulut bersih, mukosa bibir kering, pucat (-), tidak ada karies gigi.

5. Telinga

Pendengaran kedua telinga masih baik, tidak mengalami penurunan pendengaran. Tidak ada pengeluaran cairan dari lubang telinga klien. 6. Leher

Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid maupun limfe, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada deviasi trakea, tidak ditemukan adanya hiperpigmentasi.

(42)

Inspeksi :Bentuk simetris, bentuk puting susu menonjol keluar, hiperpigmentasi areola, kolostrum sudah keluar, namun masih sedikit.

Palpasi : Breast engorgement (-) 8. Paru – paru

Inspeksi : Ekspansi dada maksimal, retraksi dinding dada (-) Palpasi : Traktil fremitus kanan kiri sama.

Perkusi : Tidak terkaji. Auskultasi : Vesikuler. 9. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tak nampak.

Palpasi : Ictus cordis teraba di Mid clavikula Intercosta ke V Perkusi : Tidak terkaji.

Auskultasi : BJ I-II murni. 10. Abdomen

Inspeksi : Supel, terdapat luka post SC melintang sepanjang ± 10 cm diantara simfisis dan umbilicus tertutup kassa kering steril. Kondisi kassa tidak ada rembesan berupa darah maupun cairan yang lain, verban tampak putih bersih.. Striae gravidarum (-), linea alba (-), tidak ada lesi.

Auskultasi: BU:

-Palpasi : Terdapat nyeri tekan, TFU 1 jari di bawah umbilikal, uterus teraba di medial, keras dengan kontraksi kuat, tidak teraba distensi kandung kemih.

Perkusi : Suara timpani 11. Urogenitalia

Inspeksi :

Terpasang dower catheter mulai tanggal 29 Oktober 2013. a. Lokea:

Jumlah : ±50 cc Warna : merah segar

(43)

Jenis : lokea rubra Konsistensi : cair, lendir darah Bau : amis, anyir b. Perineum:

Keadaan : tidak dijahit, terpasang dower catheter

Tanda :tidak ada tanda-tanda Redness, Edema, Ecchymosis, drainage, approximation (REEDA)

Kebersihan : bersih c. Hemorhoid : tidak ada 12. Ekstremitas

Atas : baal (-/-), edema (-/-), nyeri (-/-), kesemutan (-/-), varises (-/-), akral hangat, Capillary refill < 2”.

Bawah : baal (-/-), edema (-/-), nyeri (-/-), kesemutan (-/-), varises (-/-), tanda homan (-/-), akral hangat, Capillary refill < 2”.

13. Integumen Tanggal/

jam Warnakulit Turgor Mukosabibir Capilarryreffil Lain-lain 30/10/13 16.00 Sianosis (-) Kurang elastis Kering < 2 detik -Keterangan : + : ya - : tidak

E. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Hasil USG tanggal 29 Oktober 2013 : Hasil USG menunjukkan : janin tunggal, memanjang, DJJ (+), air ketuban cukup, plasenta di fundus gr.III.

 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi tanggal 29 Oktober 2013, pukul 11.30 WIB (Pre op)

(44)

Hasil Nilai normal Satuan Interpretas i Hemoglobin Leukosit Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC Masa perdarahan/BT Masa pembekuan/CT Golongan darah HbSAg

Gula darah sewaktu

12,9 8,9 2,20 0,20 62,90 26,60 8,10 38 4,1 213 93 31 34 2,00 4,00 O Negatif 80 11,7-15,5 3,6-11,0 2,00-4,00 0-1 50-70 25-40 2-8 35-47 3,80-5,20 150-400 80-100 26-34 32-36 1-3 3-6 -70-150 g/dL 103/UL % % % % % % 106/UL 103/UL fl pg g/dL menit menit -mg/dl H

 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi tanggal 30 Oktober 2013, pukul 18.00 WIB Hasil post op SC Nilai normal Satuan Interpretas i Hemoglobin 11.8 11,7-15,5 g/dL F. TERAPI FARMAKOLOGI

Terapi post operasi (30 Oktober 2013) 1. Cefotaxime 2x1 gr

2. Ketorolac 3x30 mg

Terapi oral (30 Oktober 2013 pukul 22.00 WIB) 1. Asam mefenamat 3x500 mg

(45)

2. Sulfasferos 1x1 tablet

No. Nama obat Indikasi Kontraindikasi Efek samping

1. Cefotaxime Infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infeksi saluran kemih & kelamin, gonore, infeksi kulit & jaringan lunak, infeksi dalam perut termasuk peritonitis (radang selaput perut), infeksi tulang & sendi, infeksi susunan saraf pusat (meningitis/radang selaput otak). Hipersensitifitas terhadap Sefalosporin. Demam, gatal-gatal, urtikaria (biduran/kaligata), sindroma Steven-Johnson, syok anafilaksis (jarang). Trombositopenia, eosinofilia, leukopenia, vaginitis, moniliasis. 2. Ketorolac Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ulkus peptikum aktif, penyakit serebrovaskular, diatesis hemoragik, sindrom polip nasal, hipovolemia, gangguan ginjal, riwayat asma. Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium. Kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.

Diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.

3. Oksitosin Induksi persalinan

yang umur

kandungannya cukup, mengendalikan

perdarahan sesudah melahirkan, terapi tambahan pada aborsi spontan/aborsi karena kelainan, merangsang laktasi pada kasus

Disproporsi sefalopelvik, plasenta previa, kelainan letak / presentasi janin, riwayat sectio cesarea (risiko ruptura uteri lebih tinggi).  Stimulasi berlebih pd uterus  Kerja antidiuretik  Mual  Reaksi hipersensitivitas  Vasokontriksi pembuluh darah umbilikus

(46)

No. Nama obat Indikasi Kontraindikasi Efek samping kegagalan ejeksi ASI.

4. Methergin Penanganan aktif stadium ke-3 proses kelahiran, atonia (tidak adanya tegangan atau kekuatan

otot)/perdarahan rahim, perdarahan dalam masa nifas, subinvolusi

(mengecilnya kembali rahim sesudah persalinan hampir seperti bentuk asal), lokiometra

(pembendungan getah nifas di dalam rongga rahim). Wanita hamil, belum terjadi penurunan kepala tetapi persalinan telah memasuki stadium pertama dan kedua, hipertensi berat, toksemia hipertensif, penyakit sumbatan pembuluh darah, sepsis (reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan bakteri, atau kedua-duanya), hipersensitifitas. Gangguan fungsi hati atau ginjal.

Nyeri perut, gangguan saluran pencernaan, berkeringat, pusing, sakit kepala, erupsi kulit.

Jarang : hipertensi, bradikardia atau takhikardia, nyeri dada, reaksi vasospastik perifer. Sangat jarang : reaksi anafilaktik.

5. Asam

mefenamat

Meredakan nyeri ringan sampai sedang karena sakit kepala, sakit gigi, disminore primer, trauma, nyeri otot, dan pasca operasi.

Ulcerasi saluran pencernaan, imflamasi saluran pencernaan kronik dan hipersensitifitas terhadap asam mefenamat. Mengantuk, pusing, cemas, sakit kepala, gangguan penglihatan , mual, muntah, kembung, diare dan ruam kulit

6. Sulfasferos Ibu hamil, balita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita dengan kurangnya asupan zat besi.

Pasien yang mengalami

tranfusi darah yang berulang atau anemia yang tidak disebabkan oleh kekurangan besi, pasien dengan ulcus

Nyeri lambung, konstipasi, diare dan kolik.

(47)

No. Nama obat Indikasi Kontraindikasi Efek samping peptikum, hemokromatosis, colitis ulseratif, enteritis, serta penderita yang hipersensitif terhadap salah satu atau kedua zat aktif.

II. ANALISA DATA

Inisial klien : Ny.U Status obstetri : P1A1H0

Usia : 26 tahun Ruang : Edelweis

No. Tanggal/Waktu Data Fokus Diagnosa Keperawatan

1. 30 Oktober 2013 16.00 WIB

DS :

- Klien mengatakan merasa nyeri pada area jahitan operasi. - Pengkajian nyeri :

a. Provokatif (P) : Klien mengatakan nyeri bertambah

Nyeri akut berhubungan dengan agens injuri fisik: insisi jaringan akibat tindakan SC

Gambar

Tabel LATCH Scoring

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien post partum spontan hari ke-1 atas indikasi pre-eklampsia berat, meliputi pengkajian, intervensi, implementasi,

resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN POST PARTUM

Hasil uji analisis didapatkan p = 0.001 yang berarti efektif metode double D (Doa dan Dzikir) terhadap penurunan tingkat depressi post partum pada ibu nifas fase letting go (hari

umur &lt;20 dan &gt;35 tahun 2,9 kali lebih be- resiko mengalami perdarahan post partum dibandingkan dengan umur ibu yang memiliki kelompok umur 20-35 tahun (95% CI

Menginterprestasikan data dasar untuk menegakkan diagnosa atau masalah pada melalui pendekatan asuhan kebidanan pada ibu Post Partum Primipara Dengan Post SC a/i

Kriteria hasil : mengungkapkan kebutuhan ibu pada masa post partum dan dapat melakukan aktivitas yang perlu dilakukan dan alasannya seperti perawatan bayi, menyusui,

Hal ini menunjukkan bahwa terapi pijat oksitosin yang dilakukan pada ibu post partum akan mempengaruhi produksi ASI, sehingga pada ibu post partum perlu dilakukan pijat