• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Perkembangan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENGANTAR. 1.1.Latar Belakang. Perkembangan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1.Latar Belakang

Perkembangan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di Kota Yogyakarta masih sangat lambat dan umumnya cenderung jalan ditempat. Data lapangan menunjukkan bahwa keterlibatan jumlah kelompok swadaya masyarakat untuk saat ini, baru 5,6 % selama 7 tahun terahir. Wilayah-wilayah yang telah melakukan pengelolaan sampah permukiman yaitu: Kelurahan Tjokrodiningratan, Ngampilan, Gedongkiwo, Pandean, Patangpuluhan, Panembahan, dan Kricak (Kartamantul, 2010). Perkembangan pelaksanaan program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat yang lambat tersebut, karena minimnya sikap dan partisipasi masyarakat. Masyarakat yang kurang peduli untuk berperan aktif dalam pengelolaan sampah perlu dicari solusinya.

Penyebab utama dari kenyataan tersebut, Pertama : aspek pemerintah selama ini dalam melakukan pembinaan terhadap masyarakat berfungsi ganda, pemerintah bertindak sebagai Operator dan sekaligus Regulator. Kedua : belum tersedianya basic data yang jelas, sehingga program kegiatan yang dibuat tanpa berlandaskan kondisi nyata (real condition) di lapangan. Program yang dilaksanakan pemerintah Yogyakarta selama ini hanya berlandaskan permintaan/keinginan (to want) masyarakat, bukan berdasar pada kebutuhan nyata masyarakat (to need), (Nasirudin, 2011). Cukup banyak program pemerintah baik yang bersifat teknis maupun non teknis ada kecenderungan jalan ditempat dan

(2)

bahkan gagal. Ketiga : Masyarakat sebagai pengelola dan pengolah sampah permukiman belum terjalin koordinasi yang baik antara kelompok swadaya. Kader lingkungan resmi yang dibentuk dan diinisiasi oleh pemerintah belum bekerja secara maksimal, kecuali ada bantuan dana serta minimnya mediasi oleh pemerintah. Keempat : Belum dilakukan evaluasi dan pengembangan pengelolaan sampah yang didasarkan pada potensi dan kebutuhan masyarakat dan di sisi lain. umur teknis TPST di Kota Yogyakarta sampai dengan tahun 2016 sudah penuh, sehingga pengelolaan sampah ke arah hulu akan sangat diperlukan guna memperpanjang usia TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu).

Misi dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dengan pola 3 R (reduced, reused dan recyled), karena program tersebut merupakan amanah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, pasal 20 (ayat 1). Berdasarkan misi tersebut, penelitian ini akan melakukan pembuatan zonasi pengelolaan sampah permukiman, memahami karakter tiap zona permukiman dikaitkan dengan sikap dan partsisipasi masyarakat, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan model pengelolaan sampah pada masing-masing zona. Data ini merupakan aset penting bagi Pemkot/BLH, khususnya dapat berguna untuk perencanaan dan pelaksanaan program pemerintah, baik yang bersifat teknis (sarana) dan non teknis (program penyuluhan), sehingga program yang dilaksanakan dapat berjalan secara spesifik, tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi masing-masing zonasi. Tiap zonasi permukiman mempunyai sifat dan karakter yang spesifik, sehingga program dan pendekatannyapun harus berbeda satu dengan lainnya.

(3)

Sikap dan partisipasi masyarakat serta bantuan pemerintah (teknis dan non teknis) dengan berbagai bentuknya sangat dibutuhkan untuk mempercepat perkembangan dan pertumbuhan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dengan prinsip 3 R (Reduced, Reused dan Recyled). Perlu dicari alternatif solusi program bantuan pemberdayaan masyarakat yang bersifat tidak kaku, lentur dan tidak memaksa masyarakat untuk berpartisipasi, akan tetapi yang jauh lebih penting adalah program yang dibuat dapat menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi. Tingkat keberhasilan sikap dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dengan prinsip 3R masih rendah.

Kenyataan di atas menunjukkan bahwa, betapa rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dan kinerja/mediasi pemerintah dalam pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dengan prinsip 3R secara mandiri dan produktif, disamping itu jumlah TPSS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) ilegal/liar cukup banyak yaitu ada 22 titik/lokasi yang berada di bantaran sungai yang melewati Kota Yogyakarta, yaitu sungai Code, Belik dan sungai Gadjah Wong serta lahan pekarangan/jalan umum (Kartamantul, 2010). Pembuatan zonasi pengelolaan sampah permukiman serta pengembangan model pengelolaan sampah permukiman secara mandiri, produktif dan ramah lingkungan berbasis kemitraan, secara signifikan dapat meningkatkan potensi dan partisipasi masyarakat untuk tidak melakukan pembuangan ke sungai serta TPSS sekaligus dapat membantu pemerintah dalam perencanaan pengelolaan sampah.

(4)

Pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di Kota Yogyakarta sangat penting untuk dilakukan karena adanya beberapa alasan mendasar sebagai berikut : Pertama, amanah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah, pasal 28 (1) mengisyaratkan bahwa peran serta aktif masyarakat menjadi kunci utama keberhasilan pengelolaan sampah kota, untuk itu pemberdayaan masyarakat melalui pembuatan model pengelolaan sampah secara mandiri dan produktif perlu segera dilakukan. Kedua, pengelolaan sampah yang mendekati kearah sumber (permukiman), maka akan semakin efektif, hal ini juga sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Ketiga, konsep pengelolaan sampah dengan cara 3 R (Reduced, Reused dan Recycled) sangat diperlukan dalam pengelolaan sampah kota. Keempat, pembuatan model pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat ditiap zonasi akan membantu program pemerintah/BLH, terutama dalam hal mengantisipasi terhadap keterbatasan anggaran/biaya serta masa pakai TPST (Tempat Pengolahan Sampat Terpadu) yang akan penuh tahun 2015, (Kartamantul, 2012).

1.2 Perumusan Masalah

Pengelolaan sampah Kota Yogyakarta untuk saat ini masih menggunakan paradigma lama yaitu dengan cara 3P (pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan) ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Pola penanganan ahir sampah (end of pipe solution) juga masih digunakan sampai sekarang. Tingkat partisipasi masyarakat Kota Yogyakarta terhadap pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat mandiri produktif dengan prinsip 3R masih

(5)

rendah yaitu 5,6 % dari total sampah. Perkembangan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat, mandiri dan produktif yang lambat di Kota Yogyakarta secara signifikan tergantung dari partisipasi kelompok swadaya masyarakat dan pemerintah.

Pembuatan zonasi dan model pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan pola 3R, dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan pengelolaan sampah permukiman, keduanya saling terikat dan terkait satu dengan lainnya. Jumlah kelompok swadaya yang berperan serta dalam pengelolaan sampah secara mandiri di permukiman masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa konsep pengelolaan sampah mandiri perlu dikembangtumbuhkan dengan segera dan terencana secara sistematis. Aplikasi dan pembuatan model tersebut di atas secara signifikan dapat mengurangi volume sampah dan meningkatkan nilai/potensi ekonomi sampah serta pengurangan biaya transportasi dari TPSS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Hal ini sangat menarik untuk diteliti dan dikembangkan di seluruh Kota Yogyakarta melalui program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat mandiri produktif dan ramah lingkungan.

Dampak dari ketidakmampuan pemerintah dan ketidakpedulian masyarakat menunjukkan bahwa cukup banyak sampah yang tidak mampu dikelola secara baik seperti dibuang ke TPSS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) liar sekitar sungai = 20%, dibakar = 10 % dan lain-lain sejumlah 5 %, (Kartamantul, 2011). Dampak lain dengan pengelolaan sampah yang kurang melibatkan partisipasi masyarakat secara optimal dengan program 3R tersebut dapat

(6)

mengakibatkan biaya tinggi dan untuk Kota Yogyakarta berkisar antara 17,6 milyar pada tahun 2008 (Kartamantul, 2010).

Lokasi TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) saat ini akan penuh pada tahun 2015, oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dengan konsep 3R. Evaluasi dan pengembangan model pengelolaan sampah mandiri, produktif dan ramah lingkungan dengan program 3R (Reduced, Reused, Recycled) menjadi pilihan utama. Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan Zonasi dan model pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di Kota Yogyakarta. Keduanya berkaitan dengan tersedianya basic data yang lengkap dan akurat, dan berguna bagi pemerintah untuk membantu pembuatan keputusan, khususnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan prioritas program saat ini dan yang akan datang. Kegiatan pelaksanaan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dengan prinsip 3R di Kota Yogyakarta perlu dilakukan, agar sampah yang dibuang ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Piyungan berkurang, sehingga akan memperpanjang masa pakai TPST.

1.3 Keaslian Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan pengelolaan sampah permukiman di Kota Yogyakarta disajikan pada tabel 1.3.1 di bawah ini. Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai model pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dilihat dari segi zona permukiman di Kota Yogyakarta belum pernah dilakukan.

(7)

Adapun penelitian terdahulu yang sejenis dan berkaitan dengan penelitian ini adalah :

Tabel 1.3.1 Keaslian Penelitian

No. Nama

/Tahun Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian 1. Soedari (1989) Beberapa Faktor Sosial Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Membuang Sampah

Dari data primer dan sekunder dianalisis dengan menggunakan tabulasi tunggal dan tabulasi silang Memberikan masukan/kebijakan terutama dari segi sosial, kepada perencanaan pembangunan 2. Henny Efrida (2004) Peran Serta Pemerintah dan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Padat Domestik di Kota Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Barat. Metode deskriptif data dikumpul lalu dianalisis dengan SPSS Sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan mengenai pengelolaan sampah padat domestik 3. Armen (1987) Peran Serta Masyarakat dalam Menanggulangi Sampah di Kota Padang Metode diskriptif dengan memakai kuesioner untuk mendapatkan data primer dan lalu diolah dengan komputer Memberikan informasi untuk perencanaan, pengambilan keputusan dalam menanggulangi sampah kota bagi pemerintah 4. Srimawati

(1989)

Upaya Penciptaan Lingkungan Yang Sehat Melalui Peran Serta Keluarga Dalam

Penanggulangan Sampah

Metode survei dengan data yang kualitatif dikonversi kekuantitatif lalu dianalisis menggunakan tabulasi frekuensi

Sebagai salah satu bentuk pengelolaan sampah di wilayah perkotaan umumnya dan kota Semarang khususnya 5. Ali Imran (2003) Kajian Pola Penanganan Sampah Padat Domestik Terhadap Kesehatan Lingkungan Metode diskripsi data dikumpul dan dianalisis dengan tabulasi silang Memberikan manfaat terhadap peningkatan kesehatan lingkungan di Kabupaten Labuhanbatu

(8)

No. Nama

/Tahun Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian 6. Vidyana Arsanti (2009) Pengembangan Pengelolaan Sampah Oleh Masyarakat Di Wilayah Agromerasi Perkotaan Yogyakarta Deskriptif kualitatif, analisis SWOT Memberikan alternatif pemecahan persoalan kelebihan dan kekurangan pengelolaan sampah 7. La Ode Luali (2006) Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Persepsi Sikap Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah (Studi Kasus Kota Raha Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara) Sampling purposive, metode survey (pengamatan dan wawancara) Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar pengaruhnya terhadap persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dan semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin besar pengaruhnya terhadap persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah 8. Rahmat Widodo (2001) Pengaruh Sampah Terhadap Pencemaran Lingkungan Permukiman Survei, survei Stratified Random Sampling, Analisis Jalur Lingkunga masyarakat dengan berbagai tipologi permukiman, mempunyai karakter berbeda. Kebijakan pengelolaan sesuai dengan karakter tipologi permukiman

(9)

No. Nama

/Tahun Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian 9. Guntur Marolopo S. (1999) Optimasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Lahan Urug Saniter Melalui Usaha Pengkomposan Dan Pemulung Sample (selective random sampling) dan analisis regresi linier sederhana Usaha pengkomposan dan pemulungan di lokasi TPA lahan urug saniter kotamadya, Jambi mampu memperkecil jumlah sampah yang akan dimusnahkan, sehingga kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan oleh sampah dapat diperkecil dan usaha pengkomposan yang berkesinambungan dan usaha pemulung yang terkoordinir di lokasi TPA mampu memperpanjang masa layan TPA lahan urug saniter kotamadya Jambi dari 7 tahun 5 bulan menjadi 11 tahun 4 bulan serta keuntungan ekonomis yang diperoleh setiap pemulung perhari di lokasi TPA lahan urug saniter Rp. 4.742,- 10. Hendra Apollo Rebuin (2000) Pemanfaatan Sampah Pasar Menjadi Kompos Untuk Menangani Lahan Pasca Penambangan Timah Sample (strarifed random sampling) Pemanfaatan sampah organik dari pasar pagi dan pasar pembangunan yang dijadikan kompos, dapat memperbaiki lahan kritis paska penambangan timah

(10)

Berdasarkan Tabel 1.3.1 di atas, dapat dibandingkan antara penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti dan dapat dicermati bahwa semua peneliti yang berkaitan dengan tema penelitian dari sisi tujuan, hasil, manfaat dan lokasi menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan penelitian ini. Penelusuran beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, khususnya yang berkaitan pengelolaan sampah kota, tidak ada satupun yang melakukan penelitian pada topik, dan tujuan utama yakni pengembangan model pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat pada tiap tiap zona permukiman dengan pendekatan SEM (Structural Equation Modelling).

Upaya menjawab tujuan penelitian di atas dilaksanakan dengan melakukan penyebaran kuesioner pada tiap rumah tanggga pada 3 (tiga) klasifikasi permukiman yakni permukiman permanen (Hight Income), semi permanen (Middle Income) dan non permanen (Low Income) dalam rangka menghasilkan satuan zonasi pengelolaan sampah permukiman dengan pola 3R (Reduced, Reused dan Recyled). Satuan zonasi pengelolaan sampah permukiman (hijau, kuning dan merah) dengan pola 3R akan mampu menghasilkan satuan tipologi kegiatan pengelolaan sampah permukiman dengan ciri dan karakter yang berbeda antara masing masing zona. Karakter utama yang ada pada tiap zona pengelolaan sampah permukiman adalah sebagai berikut : zona hijau (sudah melakukan pemilahan, pengolahan dan pemasaran sampah), zona kuning (ada pemilahan sampah) dan zona merah (tanpa pemilahan dan pengolahan sampah). Karakter pada tiap zona sangat spesifik, berbeda antara satu dengan lainnya, sehingga hal ini akan

(11)

berdampak pada cara pendekatan dan program yang disusun oleh pemerintah harus berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing zona.

Perbedaan lain yang muncul dalam penelitian ini terdapatnya konsep pengelolaan sampah permukiman pola 3R (Reduced, Reused dan Recyled) dengan sasaran utama (center of point) adalah pada kegiatan R1 (Reduced) dan bukan semata-mata pada R2 (Reused) dan R3 (Recyled). Pengelolaan sampah kota berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 yaitu pasal 19, pasal 20 dan pasal 22, ada beberapa kekurangan yang harus segera diperbaiki, antara lain : 1) secara teknis belum ada arahan tentang aplikasi program 3R agar mampu terserap secara baik oleh masyarakat. 2). Belum ada klasisifikasi target capaian (prosentase) pada masing-masing program 3R serta klasifikasi nilai penting dari masing-masing program 3R.

Berdasarkan paparan di atas maka dalam penelitian ini memiliki perbedaan mendasar dari penelitian-penelitian sebelumnya, dimana dalam penelitian ini mengkombinasikan berbagai teori yakni pendekatan pengelolaan sampah dengan cara pengolahan (Treatment) dan pendekatan pola keruangan (zonasi). Analisis model pengelolaan sampah permukiman pada tiap zonasi dilakukan dengan pendekatan model persamaa n struktural/SEM (Structural Equation Modeling), yang selanjutnya diolah menjadi kesatuan pendekatan dalam menyusun arahan pengembangan model pengelolaan sampah permukiman pada tiap zonasi.

(12)

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah: 1. Bidang ilmu pengetahuan

Penelitian ini dapat menerapkan, memadukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang bersifat multidisipliner, baik aspek biologi, ilmu lingkungan, maupun teknik konservasi.

2. Bidang ekonomi

Penelitian ini dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dengan melakukan pengelolaan sampah mandiri di permukiman, sehingga dapat memberikan tambahan masukan pendapatan dengan mendaur ulang sampah yang dijadikan suatu kerajinan dan pemanfaatan untuk pertanian.

3. Lingkungan permukiman masyarakat yang ada di Kota Yogyakarta dapat meminimalisasi dampak yang ditimbulkan oleh sampah, sehingga akan tercipta lingkungan yang sehat dan nyaman.

4. Pemerintah

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pemerintah untuk mengetahui tipe zona permukiman yang ada di Kota Yogyakarta, dengan demikian dapat diketahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan perubahan zona masing-masing permukiman dalam kegiatan pengelolaan sampah 3R, sehingga zona kuning dan merah dapat berubah menjadi hijau. Jika diketahui tipe zona permukiman masyarakat maka dapat mempermudah pemerintah dalam melakukan evaluasi dan monitoring program pengelolaan sampah permukiman di Kota Yogyakarta.

(13)

1.5 Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis sikap, partisipasi, program pemerintah, keberhasilan pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat serta zonasi pengelolaan sampah permukiman di Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian secara rinci berdasarkan latar belakang dan permasalahan, adalah sebagai berikut :

1. Menyusun peta zona pengelolaan sampah permukiman berdasarkan tipe kegiatannya, yaitu pengolahan sampah (zona hijau), pemilahan sampah (zona kuning), tanpa pemilahan dan pengolahan sampah (zona merah).

2. Menganalisis faktor-faktor lingkungan (sikap, partisipasi, program pemerintah, dan keberhasilan) pada zonasi hijau, kuning, dan merah.

3. Menyusun model pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat pada setiap zona dengan pendekatan SEM.

Gambar

Tabel 1.3.1 Keaslian Penelitian  No.  Nama

Referensi

Dokumen terkait

Akhirnya, kesan yang muncul dibenak publik (para orang tua terdidik) tetap saja menganggap bahwa pendidikan Islam masih tertinggal dari pendidikan umum. Berarti, ada

Schade dan Schlag (2000) dan beberapa peneliti lain, seperti Rienstra dkk (1999), Steg (2003), dan Jaensirisak dkk (2003) mengajukan beberapa isu yang dapat mempengaruhi

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem dapat digunakan untuk mengatur perubahan nilai kecepatan motor crane berdasarkan jarak.. Kata kunci: kendali, crane , hoist,

Prinsip kerja dari Fuzzy Logic pada penelitian yang sama adalah agar lampu dapat menyesuaikan pencahayaannya sesuai dengan intensitas cahaya ruangan yang

keunikan dari cindera mata. Temuan pengaruh positif dan signifikan menunjukkan bahwa pengrajin, penjual, maupun pengelola perlu menjaga dan meningkatkan kondisi fifik

Dulux 207,20 m2 √ 9 Pengecatan Dinding Exterior, Weathershield,Lily White, ex... Flashing pertemuan atap dengan dinding Rg.Pantry/Genset/Gudang 18,40

Karena besar pendapatan pengusaha pelra lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan maka kebijakan tersebut tidak layak untuk diberlakukan.. Besar kerugian rata-rata pengusaha

100 cm. Pembelian pisau lonjor dilakukan per pak dengan jumlah 100 lonjor/pak. Untuk membuat pesanan pisau yang paling sering digunakan adalah pisau lonjor.