• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Terapi Distraksi Mendengarkan Musik Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Kanker Payudara Di RS H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Terapi Distraksi Mendengarkan Musik Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Kanker Payudara Di RS H. Adam Malik Medan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kanker Payudara

1.1. Defenisi

Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara. Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu), dan jaringan penunjang payudara. Kanker payudara menyebakan sel dan jaringan berubah bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali (Lina, 2004).

1.2. Faktor resiko

Robin dkk., (2008) mengatakan bahwa banyak faktor resiko yang memodifikasi kemungkinan seseorang perempuan terjangkit kanker payudara seperti : variasi Geografik, Usia, Genetika dan Riwayat Keluarga, dan beberapa Faktor Risiko Lain.

1.2.1. Variasi Geografik

(2)

kelompok migrant dari daerah dengan insidensi rendah ke daerah dengan insidensi tinggi cenderung mencapai angka Negara tujuan, dan demikian sebaliknya. Makanan, pola reproduksi, dan kebiasaan menyusui diperkirakan berperan.

1.2.2. Usia

Robin dkk., (2008) mengatakan kanker payudara pada perempuan jarang terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Setelah usia tersebut, faktor resiko meningkat secara tetap sepanjang usia.

Kanker payudara akan muncul pada usia berapapun diliar masa kanak-kanak, namun insidensnya rendah selama tiga decade pertama, dan meningkat secara bertahap setelahnya (Sylvia, 2005).

1.2.3. Genetika dan Riwayat Keluarga

Robin dkk., (2008) mengatakan sekitar 5 hingga 10 % kanker payudara berkaitan dengan mutasi herediter spesifik. Sekitar separuh perempuan dengan kanker payudara herediter memperlihatkan mutasi gen BRCA 1 (gen manusia yang diketahui sebagai pemicu sel tumor) dan sepertiga lainnya mengalami mutasi di BRCA2.

(3)

1.2.4. Faktor Risiko Lain

Pajanan lama ke esterogen eksogen pasca menopause yang dikenal sebagai terapi sulih esterogen (ERT, esterogen replacement therapy), diakui dapat mencegah osteoporosis dan dapat melindungi seseorang dari penyakit jantung dan stroke, akan tetapi akan meningkatkan angka insidensi kanker payudara (Robin, 2008).

Sylvia (2008)mengatakan bahwa kanker payudara adalah kanker yang paling sering pada perempuan kemungkinan itu karena peranan esterogen yang meningkatkan faktor resiko. Dia juga menulis kontrasepsi oral juga dicurigai meningkatkan faktor resiko walaupun buktinya juga saling bertentangan.

Radiasi pengion (radiasi yang apabila menubruk sesuatu akan menghasilkan muatan listrik yang disebut ion) ke dada meningkatkan risiko kanker payudara. Besar risiko bergantung pada dosis radiasi, waktru sejak pajanan, dan usia. Robin menjelaskan pada perempuan usia dibawah 30 tahun yang diradiasi untuk penyakit Hodgkin dan pada saat 20 tahun kemudian terjangkit kanker payudara.

(4)

1.3. Penyebaran sel kanker payudara

Robin dkk,. (2008) mengatakan terjadi penyebaran melalui saluran limfe dan darah. Metastasis ke kelenjar getah bening ditemukan pada sekitar 40 % kanker yang bermetastasis sebagai massa yang dapat dipalpasi, tetapi pada kurang dari 15 % kasus yang ditemukan dengan mamografi. Lesi yang terletak di tengah biasanya mula-mula menyebar ke aksila. Tumor yang terletak di bagian dalam sering mengenai kelenjar getah bening di sepanjang arteria mamaria interna. Kelenjar supraklavikula kadang-kadang menjadi tempat utama penyebaran, tetapi kelenjar ini baru terkena hanya setelah kelenjar aksilaris dan mamaria terkena. Dan akhirnya terjadi penyebaran hampir ke tempat yang lebih distal. Lokasi yang paling sering adalah paru, tulang, hati, dan kelenjar serta (lebih jarang) otak, limpa, dan hipofisis.

1.4. Tahap klinis kanker pada payudara

Kanker payudara menunjukkan adanya poliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat hiperplasia sel dengan perkembangan sel-sel yang atipikal. Sel-sel ini kemudian berlanjut menjadi karsinoma insitu dan menginvasi stroma. Untuk dapat dipalpasi dalam ukuran yang besar (kira-kira berdiameter 1 cm), satu sel membutuhkan waktu 7 tahun. Dan ukuran seperti itu, payudara telah mengalami metastasis (Sylvia, 2005).

Robin dkk menulis pada buku ajar patologi tahap klinis kanker payudara menurut

(5)

- Stadium 0 DCIS (=ductal carcinoma in situ ) ( termasuk penyakit Paget pada putting payudara ) dan LCIS (=Lobular carcinoma in situ).

- Stadium I merupakan karsinoma invasive dengan ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar getah bening negative.

- Stadium II A merupakan karsinoma invasive dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai metastasis ke kelenjar (- kelenjar) getah bening atau karsinoma invasive lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening negatif.

- Stadium II B merupakan karsinoma invasif berukuran garis tengah lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar (- kelenjar) getah bening positif atau karsinoma invasive berukuran lebih dari 5 cm tanpa keterlibatan kelenjar getah bening.

- Stadium III A merupakan Karsinoma invasive ukuran berapapun dengan kelenjar getah bening terfiksasi( yaitu invasi ekstranodus yang meluas di antara kelenjar getah bening atau menginvasi ke dalam struktur lain) atau karsinoma berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar getah bening nonfiksasi

- Stadium III B merupakan karsinoma inflamasi, karsinoma yang menginvasi dinding dada, karsinoma yang menginvasi kulit, karsinoma dengan nodus kulit satelit, atau setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar getah bening.

(6)

1.5. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala awal dari kanker payudara sangat bervariasi. Pada saat pasien berkonsultasi, ditemukan tanda dan gejala lebih dari satu (Donegan & Spratt, 1929).

1.5.1. Massa

Yang paling umum tanda awal dari kanker payudara yaitu adanya massa pada payudara (77 persen dari kasus). Massa kemungkinan lembut, tetapi lebih bersifat tidak nyeri dan lebih dari 90 persen dari kasus pasien menemukan massa lebih sering pada saat mandi (Donegan & Spratt, 1929).

Pada saat pasien kanker memeriksa diri sendiri ketika mereka sedang berdandan atau mandi mereka menemukan adanya benjolan, gumpalan dan pengerasan (Haagensen dkk., 1981).

1.5.2. Perubahan puting

Perubahan putting adalah tanda kedua yang paling sering pada kanker payudara. Perubahan yang tidak langsung pada saluran terbanyak di kedua payudara diakibatkan oleh endokrin atau konsumsi obat atau gejala dari perubahan fibrocystic yang telah menyebar (Donegan and Spratt, 1929).

(7)

warna putting menjadi coklat atau kemerahan. Biasanya menunjukkan keganasan proliferasi dari intraduktal epitel menjadi karsinoma epitel intraduktal. Jenis perubahan putting lainnya yaitu tipis dan pucat, tanpa warna apapun (Haagensen dkk., 1981).

1.5.3. Fenomena retraksi

Perempuan biasanya memberitahukan adanya retraksi puting susu. Retraksi puting yaitu putting dan kulit disekitar areola tertarik oleh kanker. Karakteristik dari perubahan putting dapat didukung adanya proses perubahan sel yang bersifat jinak atau ganas. Pada karsinoma inflamasi mempunyai tanda yang mirip dengan infeksi payudara akut, dimana kulit menjadi merah, panas, edematosa, berindurasi dan nyeri (Donegan & Spratt, 1929).

1.5.4. Nyeri Kanker Payudara

Nyeri dan lembeknya payudara terasa pada kedua payudra, akan tetapi yang lebih sering dikeluhkan adalah pada bagian kiri atau kanan payudara. Bahkan perempuan yang punya pendidikan selalu salah mengenali karakter klinis dari kejadian ini yang mana pengaruh dari psikologis atau patologis yang sebenarnya. Sebagian wanita lebih memperbesarkan masalah ketidaknyamanan psikologis yang mereka nyatakan berkali-kali.sebagian wanita yang merasakan nyeri patologis yang sebenarnya ternyata lebih menghadapi masalah yang lebih besar (Haagensen dkk., 1981).

(8)

2.1. Defenisi

Defenisi menurut yang disarankan oleh IASP (International Association for the Study of Pain), nyeri adalah “ketidaknyamanan sensori dan pengalaman emosional didukung oleh kerusakan jaringan secara aktual atau potensial , atau sesuatu yang menggambarkan tahap dari sebuah kerusakan ( Merskey & Bogduk 1994 dalam Kenneth, 2000).

Defenisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang kapanpun individu mengatakannya (Brunner, 1994). Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan berubah (Potter & Perry,2005).

2.2. Karakteristik nyeri

Karakteristik nyeri meliputi lokasi nyeri, penyebaran nyeri, dan kemungkinan penyebaran, durasi meliputi menit, jam, hari, bulan, serta irama seperti terus menerus, hilang timbul, periode bertambah, atau berkurangnya intensitas nyeri dan kualitas nyeri misalnya nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet (Anas, 2006).

(9)

Nyeri disebabkan oleh aktivasi sementara dari rangsangan nociceptor yang mana meningakibatkan sedikit atau tidak kerusakan jaringan yang tidak menyebabkan masalah klinis yang serius. Bagaimanapun Kerusakan jaringan menimbulkan sebuah respon inflamasi. Nyeri adalah salah satu tanda klinis yang paling jelas menunjukkan adanya inflamasi. Sebagian nyeri disebabkan oleh adanya proses inflamasi akut (Kenneth, 2000).

2.2.2. Nyeri kronis

Menurut defenisi dari IASP dikatakan nyeri kronis apabila nyeri terjadi terus-menerus selama 3 bulan atau lebih. Tergantung intensitas, lokasi, ketidaknyamanan dan berbagai faktor, yang akan mengganggu atau mengurangi aktifitas pasien (Kenneth, 2000).

Non-Nyeri neuropatik Nyeri kronis mungkin diikuti oleh kerusakan jaringan

yang bukan merupakan kerusakan saraf perifer atau saraf pusat (Kenneth, 2000).

Nyeri neuropatik kerusakan saraf sensori perifer akan memunculkan nyeri

neuropati. Umumnya nyeri neuropati disebabkan oleh trauma, infeksi, proses immonologis, atau adanya penyakit degeneratif (Kenneth, 2000).

2.3. Fisiologi Nyeri

(10)

Dimulai dengan adanya stimulus penghasil nyeri yang mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu (substansia grisea ) di medula spinalis. Pesan nyeri berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah ke korteks serebri. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebri, maka otak menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Arif, 2008).

Pada saat impuls nyeri sampai ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respons stress. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri superficial menimbulkan reaksi flight or fight yang merupakan sindrom adaptasi umum (Arif, 2008).

Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus, berat, dalam, dan secara tipikal melibatkan organ-organ visceral, sistem saraf menghasilkan suatu reaksi (Arif, 2008).

(11)

mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik (Arif, 2008).

2.3.1. Resepsi

Melalui transmisi stimulus nyeri, tubuh mampu menyesuaikan diri atau memvariasikan resepsi nyeri. Terdapat serabut-serabut saraf di traktus spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medulla spinalis ( paice,1991 di dalam potter dan perry, 2005). Serabut delta-A menyebar bersama serabut saraf eferen yang kembali ke otot perifer dekat lokasi stimulasi. Resepsi nyeri membutuhkan sistem saraf perifer dan medulla spinalis yang utuh. Faktor yang mempengaruhi resepsi nyeri normal yaitu trauma, obat-obatan, pertumbuhan tumor, dan gangguan metabolik (Potter & Perry, 2005).

2.3.2. Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat individu menjadi sadar, maka akan terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 2005).

2.3.3. Reaksi

(12)

spinalis menuju batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi menjadi bagian dari respon stres (Potter & Perry, 2005).

2.3.4. Sensasi nyeri

Semua kerusakan selular disebabkan oleh stimulus termal, mekanik, kimiawi, atau listrik. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi, dan zat-zat kimia yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap stimulus yang membahayakan ) untuk memulai transmisi neural yang dikaitkan dengan nyeri (Arif, 2008).

Tidak semua jaringan terdiri atas reseptor yang mentrasmisikan tanda nyeri. Otak dan alveoli paru merupakan contoh jaringan yang tidak ditransmisikan nyeri. Beberapa berespons hanya pada satu jenis stimuli nyeri tetapi reseptor yang lain dapat sensitf terhadap temperatur dan tekanan. Apabila kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri ( tingkat intensitas stimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls saraf ), maka terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan ukuran tubuh, maka distribusi reseptor nyeri di setiap bagian tubuh bervariasi. Hal ini menjelaskan subjektivitas anatomis terhadap nyeri. Selain itu, individu memiliki kapasitas produksi substansi penghasil nyeri (Arif, 2008).

(13)

Konsep sederhana dari reseptor menyampaikan impuls sepanjang saraf sensori pada bagian spinal cord dan kemudian korteks cerebral yang mana nyeri pada bagian lokal belum dikonfirmasi oleh peneliti psikologi modern. Nyeri meningkat pada kulit yang mana dapat diligat akan tetapi nyeri dari organ visceral biasanya terasa pada kulit atau pada otot yang jaraknya sangat jauh dari organ sumber nyeri (Moroney, 1996).

Nyeri biasanya diikuti oleh sensasi. Awalnya secara mekanis saraf perifer menerima signal tentang kejadian sebenarnya, kemudian akan menghasilkan sensasi. Dan kejadian ini kemudian akan dipersepsikan oleh pikiran. Proses yang kedua menggunakan memori, pengenalan, pediksi, dan mengartikan. Pikiran kemudian membentuk , mengenerelasikan atau mengklasifikasikan, jenis data sensori yang kemudian mengenali bahwa itu adalah nyeri ( Patrick, 1991).

2.5. Tipe nyeri pada kanker

2.5.1. Nociceptive atau nyeri somatik

(14)

2.5.2. Nyeri visceral

Nyeri visceral ummnya di dalam rongga dada, dalam perut, dan tumor pelvik. Karakteristik dari nyeri visceral dapat digambarkan dengan nyeri yang perih yang tidak bisa diketahui areanya dimana ( Stephen, 2006).

2.5.3. Nyeri neuropatik

Bila nyeri somatik dan nyeri visceral terjadi karena fungsi normal sistem saraf, respon saraf terhadap kemoterapi, pembedahan, atau pertumbuhan tumor mungkin akan menghasilkan nyeri neuropatik. Nyeri ini mungkin membakar, satu arah, nyeri perih, dan mungkin didukung dengan gejala neurogical, allodynia,

hyperpathia, atau dysesthesia. Tipe nyeri ini lebih sedikit respon terhadap obat

yang memodifikasi saraf penghantar ( contoh antikonvulsan, antidepresan, dan intervensi menurunkan aktivitas saraf ektopik seperti memblok saraf yaitu dengan kortikosteroid atau pemblok saraf neurologis ). Pathogenesis dari nyeri kanker mungkin kompleks pada setiap individu dan nyeri mungkin disebabkan oleh campuran atas berbagai variable. Manajemen yang komprehensive membutuhkan pengkajian yang hati-hati yang memberikan berbagai tipe dari nyeri dan pengobatan disesuaikan terhadap asal masing-masing nyeri ( Stephen, 2006).

(15)

Deskriptif verbal tentang nyeri dapat digambarkan dengan mengkaji intensitas nyeri, karakteristik nyeri, faktor-faktor yang meredakan nyeri, efek nyeri terhadap aktifitas kehidupan sehari-hari, kekhawatiran individu tentang nyeri. Intensitas nyeri dapat dikaji dengan meminta individu untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal ( seperti : tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau 0 sampai 10 : 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri hebat). Karakteristik nyeri termasuk letak untuk dimana area nyeri, durasi (menit, jam, hari, bulan, dan debagainya), kualitas (misalnya seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet). Faktor- faktor yang meredakan nyeri (misalnya gerakan, kurang gerakan, istirahat, obat-obatan). Efek nyeri terhadap kehidupan sehari-hari seperti efek terhadap pola/frekuensi istirahat/tidur, napsu makan, konsentrasi, dan lain-lain. Kekhawatiran individu terhadap nyeri dapat meliputi beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Brunner & Suddarth, 1996).

(16)

nyeri terhebat. Bagi individu tersebut. Skala tigkat 10 poin dapat di artikan dengan kata yang jelas dimana 0 tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9 nyeri hebat, 10 nyeri terhebat (Kozier & Erb, 2009).

Tidak semua klien mengerti atau menghubungkan nyeri yang dirasakan ke skala intensitas nyeri berdasarkan angka. Termasuk di dalamnya adalah anak-anak yang tidak dapat mengkomunikasikan secara verbal , klien lansia yang mengalami kerusakan kognitif atau komunikasi dan orang yang tidak dapat berbahasa yang sama dengan perawat, dapat dikaji dengan skala nyeri wajah Wong Baker.

Gambar 2.1. Skala Nyeri Wajah Wong Baker

(17)

merasakan nyeri ini. Perawat kemudian meminta klien memilih wajah yang paling menggambarkan bagaimana perasaannya (Kozier & Erb, 2009).

2.7. Teori Gate kontrol

Walau banyak peneliti memberikan masukan kepada teori mengenai mekanisme pengolahan impuls nyeri di susunan saraf pusat, konsep yang kini masih diterima adalah dari Melzack dan Wall (1965). Hipotesis ini dikenal sebagai Gate Control Mechanism dari Melzack dan Wall (Arif, 2008).

Impuls rasa sakit harus melewati sebuah ‘gerbang’ pada tulang belakang. Gerbang ini bukanlah struktur yang nyata, namun sebuah pola aktivitas saraf yang dapat menghalangi atau membiarkan pesan rasa sakit yang datang dari kulit, otot, dan organ-organ internal. Biasanya gerbang ini tertutup, baik oleh impuls yang menuju ke tulang belakang dari serabut besar yang menanggapi pesanan dan rangsangan lainnya. Oleh signal yang turun dari otak itu sendiri. Tetapi ketika jaringan tubuh terluka, serabut besar rusak dan serabut-serabut kecilpun membuka pintu gerbang ini, sehingga memungkinkan pesan rasa sakit mencapai otak. Teori ini memprediksikan bahwa pikiran dan perasaan dapat mempengaruhi reaksi kita terhadap sakit (Carole & Carol, 2008). Dan bila serabut-serabut tersebut distimulasi akan memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri (Kozier & Erb, 2009).

(18)

Distraksi merupakan memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri. distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol tulang belakang yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Brunner & Suddarth, 1996).

Klien yang merasa bosan atau diisolasi hanya memikirkan nyeri yang dirasakan sehingga klien mempresepsikan nyeri tersebut dengan lebih akut. Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Namun ada suatu kerugian, yaitu apabila upaya distraksi itu berhasil, perawat atau keluarga dapat menanyakan tingkat nyeri yang klien rasakan. Distraksi memberikan pengaruh paling baik dalam jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif (Arif, 2008).

3.1. Keefektifan distraksi

Klien yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian terhadap nyeri akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Arif, 2008).

(19)

3.2. Mendengarkan Musik

Nyeri telah ditemukan sebagai alasan seseorang memilih terapi musik untuk meringankan gejala. Terapi musik didefenisikan sebagai penggunaan music khusus dibawah bimbingan dari terapis musik dalam penggabungan fisiologis, psikologis, dan emosional dari seseorang (Oscar dkk., 2006).

Terapi musik dapat memberi efek perasaan yang baik pada pasien yang nyeri kanker pada pemberian pilihan musik seperti metode relaksasi dan distraksi. Mendengarkan musik kemungkinan mengalihkan perhatian pasien yang melawan stimulus nyeri. musik mempunyai efek yang kuat untuk mengurangi nyeri emosional seperti takut dan cemas. Jadi, meditasi dapat mempengaruhi persepsi terhadap nyeri. pemilihan musik pribadi adalah faktor yang penting untuk dipertimbangkan ( Oscar dkk., 2006 ).

Gambar

Gambar 2.1. Skala Nyeri Wajah Wong Baker

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Satu bulan Maret tahun Dua Ribu Tujuh Belas di Ruang ULP Rektorat Lantai I, kami Pokja Pelelangan Konsultansi

Dekan Fakr-rltas Ilmr-r Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta, nenugaskan/ mergijinkan Saudara yang namatrya tersebut di bawah ini

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada satuan kerja MAN Sumpiuh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyumas yang ditetapkan dengan Surat Tugas Kepala Unit Layanan

Sehubungan dengan dokumen penawaran yang telah Saudara upload pada Website LPSE, maka dengan ini kami mengundang saudara untuk melakukan Pembuktian Kualifikasi

Kant or Pusat Tat a Usaha Universit as Gadjah M ada, Bulaksumur Universit as Gadjah M ada mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/ Jasa Dana DIPA unt uk pelaksanaan kegiat an t

Pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi dapat diwakilkan dengan membawa kartu tanda pengenal dan surat tugas dari direktur utama/pimpinan

Keeimbangan pada karya seni rupa yang memiliki dua sisi diantara garis tengah tidak sama merupakan

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang memenuhi persyaratan dengan terlebih dahulu melakukan registrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik