II.
II. TINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKA
Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama, salah Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama, salah satunya adalah dengan fermentasi. Fermentasi merupakan metode pengolahan satunya adalah dengan fermentasi. Fermentasi merupakan metode pengolahan pangan
pangan dengan dengan mempergunakan mempergunakan metode metode tertentu tertentu untuk untuk menghasilkan menghasilkan asam asam atauatau komponen lainnya yang dapat menghambat mikrobia perusak (Widowati dan komponen lainnya yang dapat menghambat mikrobia perusak (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi terjadi akibat adanya aktivitas mikroba pada Misgiyarta, 2003). Fermentasi terjadi akibat adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan substrat organik yang sesuai yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992) sehingga akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992) sehingga makanan menjadi lebih bergizi, mudah dicerna, lebih aman, dan memiliki citarasa makanan menjadi lebih bergizi, mudah dicerna, lebih aman, dan memiliki citarasa lebih baik (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi juga menjadi cara yang lebih baik (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi juga menjadi cara yang efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan makanan, serta memberikan tekstur tertentu pada produk pangan (Parveen dan makanan, serta memberikan tekstur tertentu pada produk pangan (Parveen dan Hafiz, 2003). Menurut Salsabilla dkk. (2013), reaksi proses fermentasi adalah Hafiz, 2003). Menurut Salsabilla dkk. (2013), reaksi proses fermentasi adalah sebagai berikut:
sebagai berikut:
C
C66HH1212OO662CH2CH33CHOHCOOH + 22,5 kkalCHOHCOOH + 22,5 kkal Asam laktat
Asam laktat C
C66HH1212OO662CH2CH33CHCH22OH + 2COOH + 2CO22+ 22 kkal+ 22 kkal Etil alkohol
Etil alkohol
Fermentasi juga dapat didefinisikan sebagai proses oksidasi anaerob atau Fermentasi juga dapat didefinisikan sebagai proses oksidasi anaerob atau anaerob sebagian karbohidrat yang menghasilkan asam dan alkohol, meskipun anaerob sebagian karbohidrat yang menghasilkan asam dan alkohol, meskipun lemak dan protein juga banyak digunakan sebagai substrat fermentasi. Mikroba lemak dan protein juga banyak digunakan sebagai substrat fermentasi. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi adalah bakteri, khamir, dan kapang; yang berperan dalam proses fermentasi adalah bakteri, khamir, dan kapang; terutama pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa khamir penghasil terutama pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa khamir penghasil alkohol (Suprapti, 2005). Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi alkohol (Suprapti, 2005). Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan (membutuhkan
spontan dan tidak spontan (membutuhkan starter starter ). Fermentasi spontan adalah). Fermentasi spontan adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk
mikroorganisme dalam bentuk starter starter atau ragi tetapi mikroorganisme yangatau ragi tetapi mikroorganisme yang berperan
berperan aktif aktif dalam dalam proses proses fermentasi fermentasi berkembang berkembang biak biak secara secara spontan spontan karenakarena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme spontan adalah fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme
II.
II. TINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKA
Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama, salah Pengolahan bahan pangan secara tradisional sudah dikenal lama, salah satunya adalah dengan fermentasi. Fermentasi merupakan metode pengolahan satunya adalah dengan fermentasi. Fermentasi merupakan metode pengolahan pangan
pangan dengan dengan mempergunakan mempergunakan metode metode tertentu tertentu untuk untuk menghasilkan menghasilkan asam asam atauatau komponen lainnya yang dapat menghambat mikrobia perusak (Widowati dan komponen lainnya yang dapat menghambat mikrobia perusak (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi terjadi akibat adanya aktivitas mikroba pada Misgiyarta, 2003). Fermentasi terjadi akibat adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan substrat organik yang sesuai yang menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992) sehingga akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992) sehingga makanan menjadi lebih bergizi, mudah dicerna, lebih aman, dan memiliki citarasa makanan menjadi lebih bergizi, mudah dicerna, lebih aman, dan memiliki citarasa lebih baik (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi juga menjadi cara yang lebih baik (Widowati dan Misgiyarta, 2003). Fermentasi juga menjadi cara yang efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas dan keamanan makanan, serta memberikan tekstur tertentu pada produk pangan (Parveen dan makanan, serta memberikan tekstur tertentu pada produk pangan (Parveen dan Hafiz, 2003). Menurut Salsabilla dkk. (2013), reaksi proses fermentasi adalah Hafiz, 2003). Menurut Salsabilla dkk. (2013), reaksi proses fermentasi adalah sebagai berikut:
sebagai berikut:
C
C66HH1212OO662CH2CH33CHOHCOOH + 22,5 kkalCHOHCOOH + 22,5 kkal Asam laktat
Asam laktat C
C66HH1212OO662CH2CH33CHCH22OH + 2COOH + 2CO22+ 22 kkal+ 22 kkal Etil alkohol
Etil alkohol
Fermentasi juga dapat didefinisikan sebagai proses oksidasi anaerob atau Fermentasi juga dapat didefinisikan sebagai proses oksidasi anaerob atau anaerob sebagian karbohidrat yang menghasilkan asam dan alkohol, meskipun anaerob sebagian karbohidrat yang menghasilkan asam dan alkohol, meskipun lemak dan protein juga banyak digunakan sebagai substrat fermentasi. Mikroba lemak dan protein juga banyak digunakan sebagai substrat fermentasi. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi adalah bakteri, khamir, dan kapang; yang berperan dalam proses fermentasi adalah bakteri, khamir, dan kapang; terutama pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa khamir penghasil terutama pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa khamir penghasil alkohol (Suprapti, 2005). Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi alkohol (Suprapti, 2005). Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan (membutuhkan
spontan dan tidak spontan (membutuhkan starter starter ). Fermentasi spontan adalah). Fermentasi spontan adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk
mikroorganisme dalam bentuk starter starter atau ragi tetapi mikroorganisme yangatau ragi tetapi mikroorganisme yang berperan
berperan aktif aktif dalam dalam proses proses fermentasi fermentasi berkembang berkembang biak biak secara secara spontan spontan karenakarena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme spontan adalah fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme
bersama
bersama media media penyeleksi penyeleksi sehingga sehingga proses proses fermentasi fermentasi dapat dapat berlangsung berlangsung lebihlebih cepat (Rahayu dkk., 1992).
cepat (Rahayu dkk., 1992).
Proses fermentasi dalam bahan pangan atau biasa disebut juga sebagai Proses fermentasi dalam bahan pangan atau biasa disebut juga sebagai peragian
peragian merupakan merupakan suatu suatu proses proses perubahan perubahan yang yang terjadi terjadi terhadap terhadap bahan bahan panganpangan yang disebabkan oleh aktivitas mikrobia tertentu sehingga sifat-sifat dan yang disebabkan oleh aktivitas mikrobia tertentu sehingga sifat-sifat dan kondisinya menjadi sama sekali berubah dari sebelumnya, kecuali unsur gizi dan kondisinya menjadi sama sekali berubah dari sebelumnya, kecuali unsur gizi dan kalorinya. Sebagai contoh adalah pada proses pembuatan tape, t
kalorinya. Sebagai contoh adalah pada proses pembuatan tape, t empe, kecap, keju,empe, kecap, keju, cuka, dan lain-lainnya (Suprapti, 2005). Fermentasi bahan pangan adalah sebagai cuka, dan lain-lainnya (Suprapti, 2005). Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan Mikroorganisme yang memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan
perubahan yang yang merugikan merugikan (kerusakan (kerusakan bahan bahan pangan). pangan). Mikroorganisme Mikroorganisme yangyang memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010).
2010).
Menurut Dwidjoseputro (1994), beberapa faktor yang perlu diperhatikan Menurut Dwidjoseputro (1994), beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan makanan fermentasi adalah sebagai berikut:
dalam pembuatan makanan fermentasi adalah sebagai berikut: 1. Oksigen
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang sehingga aliran udara Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang sehingga aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Proses sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Proses fermentasi spontan harus dilakukan pada tempat yang tertutup. Hal ini fermentasi spontan harus dilakukan pada tempat yang tertutup. Hal ini bertujuan
bertujuan untuk untuk mencegah mencegah pertumbuhan pertumbuhan kapang kapang karena karena kapang kapang dan dan khamirkhamir memiliki ketahanan pH yang lebih r
memiliki ketahanan pH yang lebih rendah dibanding bakteri pathogen.endah dibanding bakteri pathogen. 2. Uap air.
2. Uap air.
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
pertumbuhannya. Proses Proses fermentasi fermentasi yang yang baik baik harus harus memperkecil memperkecil kadar kadar airair bebas
bebas pada pada bahan bahan pangan pangan yang yang difermentasi, difermentasi, yaitu yaitu dengan dengan penambahanpenambahan padatan
3. Suhu. 3. Suhu.
Suhu optimum untuk proses fermentasi adalah 32-36
Suhu optimum untuk proses fermentasi adalah 32-3600C. Inkubasi padaC. Inkubasi pada suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan BAL yang tumbuh pada suhu suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan BAL yang tumbuh pada suhu ruang, sedangkan penggunaan suhu yang lebih tinggi dapat mendenaturasi ruang, sedangkan penggunaan suhu yang lebih tinggi dapat mendenaturasi protein
protein penyusun penyusun dinding dinding sel sel bakteri bakteri asam asam laktat laktat sehingga sehingga bakteri bakteri mati mati dandan fermentasi tidak dapat berlangsung.
fermentasi tidak dapat berlangsung.
Pengolahan pangan secara fermentasi memiliki kelebihan dan Pengolahan pangan secara fermentasi memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Beberapa kelebihan proses fermentasi adalah tahap kekurangannya sendiri. Beberapa kelebihan proses fermentasi adalah tahap fermentasi relatif lebih sederhana sehingga dapat dilakukan oleh industri rumah fermentasi relatif lebih sederhana sehingga dapat dilakukan oleh industri rumah tangga, selin itu tidak memerl
tangga, selin itu tidak memerlukan harga mahal, dan menghasilkan produk denganukan harga mahal, dan menghasilkan produk dengan nilai gizi yang tinggi dan citarasa yang khas. Sedangkan kelemahan fermentasi nilai gizi yang tinggi dan citarasa yang khas. Sedangkan kelemahan fermentasi diantaranya yaitu mutu yang rendah dan tidak stabil. Proses fermentasinya diantaranya yaitu mutu yang rendah dan tidak stabil. Proses fermentasinya tradisional dan berlangsung secara spontan sehingga mutu produk akhir yang tradisional dan berlangsung secara spontan sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan tidak seragam dan kurang baik akibat adanya bakteri pembusuk dan dihasilkan tidak seragam dan kurang baik akibat adanya bakteri pembusuk dan bakteri
bakteri patogen patogen yang yang tumbuh tumbuh cepat cepat mendahului mendahului bakteri bakteri asam asam laktat laktat (Wicaksana(Wicaksana dkk., 2013).
dkk., 2013).
Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba-mikroba Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba-mikroba pada
pada suatu suatu bahan bahan pangan pangan dalam dalam keadaan keadaan anaerob. anaerob. Mikroba Mikroba yang yang melakukanmelakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO
keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO22 dan energi (ATP). dan energi (ATP). Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil penguraiannya anaerob dan hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil penguraiannya adalah air, CO
adalah air, CO22, energi dan sejumlah asam organik lainnya, seperti asam laktat,, energi dan sejumlah asam organik lainnya, seperti asam laktat, asam asetat, etanol serta bahan-bahan organik yang mudah menguap. asam asetat, etanol serta bahan-bahan organik yang mudah menguap. Perkembangan mikroba-mikroba dalam keadaan anaerob biasanya dicirikan Perkembangan mikroba-mikroba dalam keadaan anaerob biasanya dicirikan sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
Menurut Tjahjadi dan Marta (2011), prinsip fermentasi adalah Menurut Tjahjadi dan Marta (2011), prinsip fermentasi adalah memperbanyak jumlah mikroorganisme dan menggiatkan metabolismenya dalam memperbanyak jumlah mikroorganisme dan menggiatkan metabolismenya dalam bahan
bahan pangan. pangan. Kondisi Kondisi lingkungan lingkungan yang yang diperlukan diperlukan bagi bagi pertumbuhan pertumbuhan dandan produksi
inkubasi, pH medium, oksigen, cahaya, dan agitasi. Dua faktor yang menjadi dasar dari prinsip pengawetan dengan fermentasi adalah seb agai berikut:
1. Menekan/mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme proteolitik dan lipolitik oleh alkohol atau asam organik yang dihasilkan dan bila populasinya sudah tinggi melalui persaingan akan zat gizi yang terdapat pada substrat.
2. Menggiatkan pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme penghasil alkohol dan asam organik.
Menurut Rukmana dan Yuniarsih (2001), berdasarkan produk yang dihasilkan, fermentasi digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Fermentasi alkoholis
Fermentasi yang menghasilkan alkohol sebagai produk akhir disamping produk lainnya. Misalnya pada pembuatan tape dan wine.
2. Fermentasi non-alkoholis
Fermentasi yang tidak menghasilkan alkohol sebagai produk akhir selain bahan lainnya. Misalnya pada pembuatan tempe dan antibiotika.
Bakteri asam laktat (BAL) merupaka golongan bakteri yang mampu memfermentasikan gula atau karbohidrat untuk memproduksi asam laktat dalam jumah besar. BAL memiliki ciri umum berupa bereaksi positif pada pewarnaan Gram, bereaksi negatif pada katalase dan tidak membentuk spora, dan dalam fermentasi glukosa akan menghasilkan asam laktat, dengan ciri morfologi berbentuk bulat, susunan sel tetrad, gram positif dan motilitas negatif. Tipe
fermentasi bakteri asam laktat metiputi homofermentatif yaitu yang hasil fermentasinya hanya asam laktat dan heterofermentatif yang hasil fermentasinya di samping asam laktat ada asam organik lainnya seperti asetat, gas CO2, dan etanol. Beberapa marga bakteri asam laktat adalah Lactobacillus, Streptococcus, Eneterococcus, Pediococcus, Tetragenococcus, Leuconostoc dan Lactococcus
(Romadhon dkk., 2012).
Menurut Desrosier (1998), tiga karakteristik penting yang harus dimiliki oleh mikrobia bila akan digunakan dalam fermentasi dan pengasaman, yaitu:
1. Mikrobia harus mampu tumbuh cepat dalam suatu substrat dengan lingkungan yang cocok dan mudah untuk dibudidayakan dalam jumlah besar.
2. Organisme harus memiliki kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologis dalam kondisi seperti tersebut diatas, dan menghasilkan enzim-enzim esensian dengan mudah dalam jumlah besar agar perubahan-perubahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi.
3. Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimum secara komparatif harus sederhana.
Selain menghasilkan asam laktat dan alkohol, dalam proses fermentasi BAL juga menghasilkan senyawa lain seperti asam asetat, CO2, asetaldehid, dan bakteriosin. Adanya senyawa-senyawa inilah yang menyebabkan fermentas i dapat dijadikan sebagai salah satu cara pengolahan dan pengawetan bahan pangan. Senyawa-senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk, selain adanya asam laktat yang menjadikan kondisi lingkungan menjadi asam dan sulit untuk mikroorganisme patogen melakukan pertumbuhan. Senyawa-senyawa yang dihasilkan dari fermentasi bergantung pada jenis subsrat yang tersedia dan kondisi lingkungan, dimana apabila substrat yang tersedia cukup dan kondisi lingkungan optimal (pH, tekanan osmosis, dan suhu) bagi pertumbuhan BAL, maka subsrat seperti asam laktat yang dihasilkan akan
semakin banyak seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi (Ngaini, 2010). Bakteri asam laktat pada umumnya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Pada golongan homofermentatif hasil fermentasi terbesar merupakan asam laktat yaitu kira‐kira 90%, sedangkan pada heterofermentatif jumlah asam laktat yang dihasilkan kurang dari 90 persen atau kira‐kira seimbang dengan hasil‐hasil lainnya misalnya asam asetat, etanol, dan CO2 (Winarno, 2004). Bakteri asam laktat yang mampu mengubah glukosa menjadi asam laktat diantaranya Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus,dan Bifidibacterium. Terdapat dua kelompok fermentasi asam laktat, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif; golongan homofermentatif menggunakan glikolisis melalui jalur Embden Meyerhof Pathnas (EMP) dan heterofermentatif menggunakan jalur Hexosa Monophosphat Pathway (HMP) (Purwoko, 2007). Menurut Ardianto (1996), jalur tersebut ada pada gambar 1.
Gambar 1. Reaksi Pembentukan Asam Laktat oleh Kelompok Homofermentatif (Ardianto, 1996)
Jalur EMP adalah peristiwa pemecahan glukosa menjadi asam laktat dan piruvat dalam keadaan tanpa oksigen dan menghasilkan ATP, yaitu untuk mengonversi glukosa menjadi asam piruvat yang secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu tahap perubahan glukosa menjadi triosa fosfat (gliseraldehida 3‐fosfat dan dihidroksi aseton fosfat) yang memerlukan energi kimia dan tahap perubahan triosa fosfat menjadi asam piruvat sambil melepaskan energi ke lingkungannya (Romadhon dkk., 2012). Menurut Ardianto (1996), reaksi tahap pertama adalah perubahan glukosa menjadi triosa fosfat yang terdiri dari: aktivasi glukosa oleh ATP, reaksi isomerisasi glukosa menjadi fruktosa 6
‐
fosfat, fosforilasi fruktosa 6‐
fosfat menjadi fruktosa 1,6‐
bifosfat, pembentukan triosa fosfat. Reaksi tahap kedua adalah pembentukan asam piruvat dari gliseraldehida 3‐
fosfat yang terdiri dari: oksidasi gliseraldehida 3‐
fosfat,pemindahan gugus fosfat dari asilfosfat, interkonversi asam 3
‐
fosfogliserat menjadi 2‐fosfogliserat, dan pembentukan asam fosfoenol piruvat.Menurut Ardianto (1996), bakteri asam laktat heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan produk fermentasi lainnya (kebanyakan etanol) dengan rasio yang seimbang seperti pada gambar 2. Hal ini karena mereka mengoksidasi glukosa menjadi piruvat dan asetil fosfat melalui jalur HMP. Piruvat kemudian direduksi menjadi asam laktat, sedangkan asetil fosfat kemudian direduksi menjadi etanol. Pada jalur ini menghasilkan 1 ATP. Reaksi keseluruhan adalah:
Glukosa + ADP + Pi Laktat + etanol + CO2 + ATP
Gmbar 2. Mekanisme Fermentasi Kelompok Bakteri Heterofermentatif (Ardianto, 1996)
Laktat merupakan produk sampingan yang terbentuk ketika glukosa dipecah secara anaerobik. Ketika tubuh kekurangan O2, kondisi ini akan mengarah pada hipoksia jaringan yang memicu pemecahan glukosa dalam sel secara anaerobik. Produk akhir dari reaksi ini adalah asam laktat, yang dapat dihitung
dengan model titrasi menggunakan NaOH dan indikator pp (Salminen dkk., 2004). Menurut Suprihatin (2011), jenis-jenis homofermentatif yang terpenting hanya menghasilkan asam laktat dari metabolisme gula, sedangkan jenis- jenis heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan sedikit asam-asam volatil lainnya, alkohol, dan ester disamping asam laktat. Beberapa jenis yang penting dalam kelompok ini:
1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus cremoris. Semuanya ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat (coccus) yang terdapat sebagai rantai dan semuanya mempunyai nilai ekonomis penting dalam industri susu.
2. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting dalam fermentasi daging dan sayura Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan atau rantai pendek. Bakteri-bakteri ini berperanan dalam perusakan larutan gula dengan produksi pertumbuhan dekstran berlendir. Walaupun demikian, bakteri- bakteri ini merupakan jenis yang penting dalam permulaan fermentasi sayuran dan juga
ditemukan dalam sari buah, anggur, dan bahan pangan lainnya.
3. Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbrueckii. Organisme-organisme ini adalah bakteri berbentuk batang, gram positif dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada jenis-jenis Pediococcus atau Streptococcus dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Bakteri- bakteri ini penting sekali dalam fermentasi susu dan sayuran.
Asinan adalah sejenis makanan yang dibuat dengan cara pengacaran (melalui pengasinan dengan garam atau pengasaman dengan cuka), bahan yang diacarkan yaitu berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Asinan merupakan salah
satu olahan sayuran dan buah-buahan yang dikonsumsi dalam keadaan mentah. Makanan ini merupakan hidangan sehat, kaya antimikroba dan antioksidan (Winarno dkk., 1984). Asinan buah terbuat dari buah-buahan yang biasanya hasil dari kombinasi berbagai buah tropis seperti mangga muda, papaya, jambu, nanas, kedondong, serta bengkuang. Setelah direndam dalam larutan cuka, cabai, gula, dan garam, buah-buahan tersebut disajikan dengan kuah asinan yang segar diserta taburan kacang goreng (Mugi, 2014).
Sayuran bersifat mudah layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas panen. Berbagai metode pengolahan dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpannya, misalnya pembuatan acar , sauerkraut , sayuran asin, kerupuk, dan lain-lain. Tujuan pengolahan sayur ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak (Bhratara, 1986). Kimchi merupakan salah satu makanan yang berasal dari Korea yang dibuat dengan berbagai macam sayuran, rempah-rempah, dan bahan-bahan lain. Fermentasi
kimchi dimulai oleh berbagai mikroorganisme yang ada pada bahan, tetapi secara bertahap fermentasi kimchi didominasi oleh bakteri asam laktat, yaitu bakteri
yang memiliki peran penting dalam rasa kimchi (Yoon dkk., 2000).
Menurut Myungjin dan Jongsik (2005), kimchi yang terbuat dari berbagai jenis sayuran sehingga mengandung kadar serat makanan yang tinggi, namun
rendah kalori. Sebagian besar kimchi dibuat dari sayuran seperti bawang bombay, bawang putih, dan cabai yang baik untuk kesehatan. Menurut Anwar dan
Khomsan (2009), strain milik Leuconostoc, Pediococcus dan Lactococcus ada pada kimchi. Fermentasi kimchi dilakukan pada suhu rendah yaitu 2-70C selama 18-22 hari. Bakteri Lactobacillus yang berperan dalam proses fermentasi kimchi menghasilkan asam laktat dengan kadar yang lebih tinggi daripada yogurt. Kandungan gizi pada kimchi berasal dari bahan baku yang digunakan. Kimchi kaya akan kalsium dan fosfor yang berasal dari bubuk cabai merah, saus tiram, dan saus ikan. Zat perwarna alami pada kimchi berasal dari bubuk cabai merah. Komponen aktif lain pada kimchi adalah ally sulfat yang berasal dari bawang putih.
Menurut Susanto dkk. (1994), terdapat beberapa faktor yang penting dalam fermentasi sayuran maupun buah-buahan yaitu:
1. Terjadinya keadaananaerobic.
2. Penggunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluarnya cairan dan zat gizi dari sayuran. Konsentrasi garam yang terlalu rendah (<2,5%) sedangkan konsentrasi yang lebih dari 10% akan memungkinkan tumbuhnya bakteri halofilik sehingga kadar garam harus dieprtahankan selama fermentasi.
3. Pengaturan suhu yang kondusif untuk fermentasi, karena suhu selama proses fermentasi menentukan jenis mikroorganisme dominan yang akan tumbuh biasanya diperlukan suhu 300C untuk pertumbuhan BAL.
4. Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai.
Kimchi adalah salah satu makanan yang berasal dari Korea yang dibuat dengan berbagai macam sayuran, rempah-rempah dan bahan-bahan lain. Fermentasi kimchi dimulai oleh berbagai mikroorganisme yang ada pada bahan, tetapi secara bertahap fermentasi kimchi didominasi oleh bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat memiliki peran penting dalam rasa kimchi. Berdasarkan laporan sebelumnya telah diketahui strain milik Leuconostoc, Pediococcus dan Lactococcus ada pada kimchi (Yoon dkk., 2000). Menurut Anwar dan Khomsan
(2009), fermentasi kimchi dilakukan pada suhu rendah yaitu 2-70C selama 18-22 hari (Anwar dan Khomsan, 2009). Fermentasi pertumbuhan dan penampilan mikroorganisme utama dalam kimchi dipengaruhi beberapa faktor fisikokimia dan yaitu perubahan komposisi gula dan vitamin (terutama asam askorbat), pembentukan dan akumulasi asam organik, dan degradasi tekstur dan pelunakan. Nutrisi dari kimchi merupakan sumber penting dari vitamin, mineral, serat, dan
nutrisi lainnya (Chae dkk., 2009).
Proses fermentasi kimchi terdiri atas 3 tahap. Pada tahap awal, Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc citreum dan Streptococus faecalis aktif tumbuh pada tahap awal fermentasi. Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc citreum memproduksi metabolit berupa asam laktat, asam asetat, ethanol, mannitol, karbon dioksida, dan asam-asam organik yang memberi rasa asam yang
khas pada kimchi serta menciptakan suasana anaerob (menginhibisi propagasi bakteri aerob) (Chae dkk., 2009).
Kemudian memasuki tahap kedua, jumlah Leuconostoc mesenteroides berkurang. Lactobacillus plantarum, bakteri asam laktat homofermentatif, aktif berpolimerasi dan memproduksi asam laktat pada pH 3. Bakteri ini menciptakan rasa asam pada kimchi. Leuconostoc citreum dan Pediococus juga berperan aktif. Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis aktif pada tahap akhir fermentasi mempengaruhi pematangan kimchi. Pada tahap ini, pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides sedikit terhambat karena Lactobacilus plantarum,
sehingga mengakibatkan rasa khas kimchi berkurang (Chae dkk., 2009).
Laju fermentasi kimchi dapat dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan suhu. Kimchi optimum dikonsumsi jika mengandung 0,6-0,8% titrasi asam (pH 4,2), 3% NaCl, dan kandungan asam organiknya yang cukup tinggi. Peranan LAB dalam proses fermentasi kimchi adalah memberikan rasa yang khas pada kimchi. Beberapa LAB memliki aktivitas antimikroba tertentu yang berguna dalam pengawetan kimchi (natural bio-preservatives). Produk utama hasil fermentasi
kimchi berupa asam laktat, namun terdapat produk metabolit lain seperti fruktosa, manitol, polisakarida dan lain-lain, sehingga menyebabkan rasa yang lebih kaya. Selain itu, penambahan bumbu-bumbu sebelumnya menyebabkan rasa dan tekstur yang lebih kompleks (Chae dkk., 2009).
Pembuatan kimchi berbahan dasar sayuran yang mengandung serat tinggi dan rendah kalori, yaitu bawang Bombay, bawang putih, cabai, sawi putih, dan lobak yang baik untuk kesehatan (Myungjin dan Jongsik, 2005). Komponen senyawa bioaktif kimchi tergantung dari bahan baku yang digunakan, yaitu kaya akan kalsium dan fosfor yang berasal dari bubuk cabai merah, saus tiram, dan kecap ikan sedangkan warna khas kimchi berasal dari cabai merah (Chae dkk., 2009). Menurut Codex (2001), standar mutu kimchi ada pada tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Kimchi
Kriteria Mutu Keterangan
Warna Warna merah dari cabai
Rasa Rasa pedas dan asin
Total asam (asam laktat) <1%
(Codex, 2001).
Perbedaan antara asinan yang ada di Indonesia dengan kimchi adalah cara fermentasinya. Proses fermentasi asinan Indonesia dilakukan secara terpisah untuk masing-masing sayur dan buah. Sawi difermentasi sendiri, kol difermentasi sendiri, dan salak difermentasi sendiri. Setelah fermentasi selesai, saat penyajian, barulah sayuran dan buah hasil fermentasi dicampur atau disatukan. Dalam proses fermentasi kimchi, semua sayur, buah, dan saus disatukan (mix) (lalu langsung disajikan (Anwar dan Khomsan, 2009).
Asam laktat diperoleh dari hasil fermentasi karbohidrat dalam hijauan. Asam laktat merupakan asam karboksilat atau asam lemak mudah menguap, yang bersifat asam lemah mempunyai rumus kimia CH3CH(OH)COOH atau 2 - Hydrocypropyonic Acid (Van-Steenis, 1981). Pembentukan asam laktat dengan proses fermentasi dapat dilakukan oleh mikroorganisme penghasil asam laktat, yaitu kapang dan bakteri. Bakteri memfermentasi asam laktat melalui jalur Embden-Meyerhof-Parnas (EMP) yang dilakukan oleh bakteri homofermentatif maupun jalur pentosa fosfat yang dilakukan oleh bakteri heterofermentatif (Wee dkk., 2006).
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan di analisis. Titrasi melibatkan pengukuran yang saksama, volume-volume suatu asam dan suatu basa yang tepat saling menetralkan (Basset dkk., 1994). Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999). Menurut Lehninger (1990), untuk menentukan jumlah suatu asam dalam larutan tertentu digunakan metode titrasi, dimana sejumlah volume tertentu dari asam dititrasi oleh larutan basa.
Menurut Harjadi (1993), titrasi yang digunakan dalam pengukuran kadar asam laktat adalah termasuk titrasi alkalimetri. Suatu indikator pH memiliki
perubahan warna yang khas pada daerah pH tertentu. Indikator dalam titrasi adalah indikator pH karena indikator ini berubah warnanya sesuai dengan perubahan pH. Dalam titrasi standarisasi NaOH dan penentuan kadar asam laktat
menggunakan indikator pH sehingga jelas harus diketahui pH untuk setiap perubahan reaksi. Jumlah asam laktat pada sampel sebanding dengan jumlah NaOH yang digunakan dalam titrasi.
Metode yang paling tepat dan dapat dipercaya untuk mengukur pH adalah dengan menggunakan pH meter yang mana mengukur konsentrasi bentuk sel tumbuhan dan referensi elektroda, tes pelarut dan elektroda gelas yang sensitif terhadap ion hidrogen. Beberapa pH meter mempunyai gelas dan referensi elektroda yang dikombinasikan dalam 1 unit dan tidak terpisah. Indikator pH biasanya adalah asam lemah yang terpisah dalam larutan (Plummer, 1987). Uji pH
merupakan uji yang bersifat kuantitatif untuk mengetahui tingkat keasaman suatu bahan pangan. Nilai pH atau tingkat keasaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikroba karena setiap mikroba memiliki rentangan nilai pH dimana mereka dapat hidup dengan baik dan dimana mereka tidak dapat hidup sama sekali (de Man, 1997).
Kedondong (Spondias dulcis) merupakan tanaman buah berupa pohon, daging buahnya memiliki rasa yang manis, sedikit asam, daging buah yang tebal, renyah, berbiji kecil dan tidak mengandung banyak serat. Buah kedondong dapat diolah menjadi rujak, asinan, manisan dan dapat dijadikan selai karena tekstur buahnya yang renyah dan rasanya yang segar (Hakimah, 2010). Menurut Putri (2012), nanas ( Ananas comosus L.) merupakan salah satu tanaman buah tropika dengan produksi terbesar kedua setelah pisang dan menjadi komoditas buah yang penting di Indonesia. Menurut Dalimunthe (2008), rasa pada buah nanas
merupakan perpaduan antara gula dan asam, sehingga cocok digunakan sebagai asinan atau rujak.
Bengkuang kaya akan bzat gizi yang sangat penting untuk kesehatan terutama vitamin yang paling tinggi adalah vitamin C. Bengkuang juga merupakan buah yang mengandung kadar air yang cukup tinggi sehingga dapat menyegarkan tubuh setelah mengkonsumsinya. Olahan bengkuang cukup
sederhana dan bergizi yaitu untuk rujak, asinan, dan manisan, karena selain vitamin dan mineral yang tinggi juga mengandung serat untuk mencegah konstipasi (Susanto, 2011). Menurut Rukmana (1996), buah mangga termasuk buah batu yang berdaging, jika masak berwarna merah jingga, kuning, berserabut
atau tidak, manis sampai masam dengan banyak air dan berbau kuat sampai lemah. Mangga muda dapat berkhasiat untuk mengatasi diare, disentri, wasir dan sembelit.
Menurut Gultom (2014), wortel termasuk jenis tanaman sayuran umbi semusim berumur pendek 70-120 hari, dapat hidup dengan baik di daerah beriklim sedang (subtropis) sehingga pemanfaatan wortel untuk preservasi cukup banyak. Setiap 100 gram wortel mengandung 36 kal kalori, 1 g protein, 0,6 g lemak, 7,9 g karbohidrat, 1 mg serat, 45 mg kalsium, 74 mg fosfor, 7125 SI vitamin A, 18 mg vitamin C dan 88,9 g air. Menurut Haryanto dkk. (2007), sawi putih merupakan tanaman yang mudah rusak karena tinggi kadar air padahal teksturnya yang renyah disukai masyarakat dan mengandung gizi yang baik seperti 22 kal kalori, 2,3 g protein, 0,3 g lemak, 4 g karbohidrat, 1,2 g serat, 220,5 mg kalsium, 38,4 mg fosfor, 2,9 mg besi, 969 SI vitamin A dan 102 mg vitamin C; sehingga pemanfaatan sawi putih cukup bervariasi salah satunya sebagai bahan dasar pembuatan kimchi. Menurut Ali dan Rahayu (1999), lobak merupakan akar tunggang tanaman yang mudah tumbuh dan akan berubah fungsi membentu umbi yang besar dengan bentuk bulat dan berwarna putih bersih, aromanya yang khas menjadi ciri khas aroma kimchi.
Dalam pembuatan pasta kimchi bahan yang digunakan adalah bawang putih, bawang bombay, dan jahe. Bawang putih tumbuh di daerah yang cukup sinar matahari, selain pemanfaatannya sebagai bumbu juga dapat sebagai pengawet karena kandungan antimikrobia allicin yang tinggi (Anggraini, 2005). Bawang bombay memiliki bentuk bulat dan berlapis-lapis, ukurannya lebih besar dibandingkan dengan jenis bawang yang lain. Rimpang jahe memiliki bentuk yang bervariasi, mulai dari agak piph sampai gemuk (bulat panjang). Aroma jahe yang khas dan kuat sering dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap dalam
masakan, selain itu jahet berkhasiat mengobati sakit tenggorokan dan flu (Rukmana, 1996).
III. METODE
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah panci, kompor, timbangan analitik, mangkok/baskom, sendok sayur (sutil), sendok teh, sendok makan, ulekan, alas potong, pisau, cup plastik besar, cup plastik kecil, cup sealer , Erlenmeyer, corong, pipet ukur, pro-pipet, statif, kalkulator, jas
laboratorium, dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah pepaya, buah mangga, buah bengkoang, buah nanas, buah kedondong, garam, cuka, gula pasir, air matang, ebi, cabai keriting, cabai rawit, larutan NaOH 0,1 N, indikator Phenolphtalein 1%, kertas label, kertas indikator pH, kertas lakmus, tissue, sawi, wortel, lobak, tepung ketan (dicampur air), bubuk jahe, bawang putih halus, daun bawang, bawang Bombay, dan kecap ikan.
B. Cara Kerja
1. Pembuatan Asinan
Buah pepaya, kedondong, mangga, dan nanas dipotong lalu diremas-remas dengan 1 sendok teh garam, setelah itu didiamkan dan dicuci dengan cara dibilas air mentah dan air matang. Pembuatan kuah asinan dilakukan dengan sebanyak 5 buah cabai kering, 1 sendok teh garam, dan 1 sendok teh ebi dicampur dan dihaluskan. Gula pasir sebanyak 150 gram direbus dengan air matang sebanyak 250 ml, lalu bahan-bahan yang telah dihaluskan dimasukkan dalam larutan gula
tersebut lalu ditambah dengan 1 2
⁄ sendok teh cuka diaduk hingga rata lalu didinginkan (dibiarkan hingga suhu tidak terlalu panas). Potongan buah yang sudah dicuci bersih dimasukkan dalam kuah bumbu lalu dibagi rata ke dalam 2 cup plastik yang kemudian diberi label sebagai hari ke-0 dan ke-3 pengamatan, cup plastik untuk pengamatan hari ketiga kemudian di seal dengan cup sealer sedangkan cup plastik untuk pengamatan hari ke-0
langsung dilakukan pengamatan aroma, tekstur, warna, dan kenampakan, serta perhitungan asam laktat dan pengukuran pH asinan.
2. Pembuatan Kimchi
Sawi, lobak, dan wortel dicuci dan dipotong untuk dibuang bagian yang tidak terpakai kemudian direndam dalam larutan yang terdiri dari garam sebanyak 3 genggam dan air matang. didiamkan semalem?. Selanjutnya sawi, lobak, dan wortel diangkat dan dicuci berulang kali (minimal 7 kali pencucian dengan air kran) dengan air bersih hingga rasa asam hilang lalu ditiriskan.
Cabe kriting sebanyak 23 gram (perlakuan II) dihaluskan dengan 1 2 ⁄ sendok makan garam, 1
2
⁄ sendok makan gula pasir, 1 sendok makan bawang putih yang sudah dihaluskan, 1
4
⁄ sendok makan kecap ikan, dan 1 sendok makan jahe bubuk untuk pembuatan bumbu halus kimchi. Bawang Bombay dicincang dan daun bawang dipotong. Campuran bumbu, pengental, dan potongan bawang Bombay dan daun bawang dimasukkan dalam mangkok berisi sawi, lobak, dan wortel yang telah dicuci bersih kemudian diaduk hingga rata. Campuran dimasukkan ke dalam 2 cup plastik yang kemudian diberi label sebagai hari ke-0 dan ke-3 pengamatan, cup plastik untuk pengamatan hari ketiga kemudian di seal dengan cup sealer sedangkan cup plastik untuk pengamatan hari ke-0 langsung dilakukan pengamatan aroma, tekstur, warna, dan kenampakan, serta perhitungan asam laktat dan pengukuran pH kimchi. Langkah kerja yang sama juga dilakukan pada pembuatan kimchi dengan 17 gram cabai keriting (perlakuan I).
3. Perhitungan Asam Laktat
Larutan sampel asinan atau kimchi diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam Erlenmeyer. Larutan tersebut kemudian ditetesi dengan 1 tetes indikator PP ( phenol phtalein) dan digojog. Larutan NaOH 0,1 N dimasukkan dalam buret, kemudian sampel dan PP dalam Erlenmeyer dititrasi hingga warna berubah menjadi merah muda ( pink ). Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi dicatat, dan kadar asam laktat dihitung dengan rumus:
% asam laktat : Volume NaOH x Normalitas NaOH x 0,09 x 0
Volume sampel
x 100%
4. Perhitungan pH
Larutan sampel (kuah) kimchi maupun asinan diambil sebanyak 1 tetes kemudian diteteskan dalam kertas lakmus. Perubahan warna pada kertas lakmus diukur dengan kertas indikator pH. Warna yang sesuai menunjukkan pH kuah kimchi/asinan yang diukur, pH tersebut kemudian dicatat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Fermentasi adalah suatu metode pengolahan pangan dengan mempergunakan metode tertentu untuk menghasilkan asam atau komponen lainnya yang dapat menghambat mikrobia perusak. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi, sedangkan hasil fermentasi berupa etanol dan alkohol serta beberapa komponen lain seperti asam butirat dan aseton (Dewi, 2011). Menurut Salsabilla dkk. (2013), reaksi dalam fermentasi secara singkat adalah glukosa yang tersedia dalam bahan pangan (maupun melalui penambahan) melalui fermentasi akan menghasilkan asam laktat atau etanol (C2H5OH). Fermentasi menghasilkan dua molekul ATP dari setiap molekul glukosa yang terlibat, dan pada tahap akhir terjadi konversi piruvat yang penting bagi sel anaerobik karena akan meregenerasi Nicorinamide Adenine Dinucleotide (NAD+) yang dibutuhkan untuk proses glikolisis sebagai satu-satunya sumber ATP dalam kondisi anaerobik.
Tujuan proses pengolahan pangan secara fermentasi adalah untuk mengubah tekstur bahan pangan, sebagai teknik preservasi atau pengawetan yaitu melalui pembentukan asam atau alkohol, serta untuk memproduksi flavordan aroma khas untuk meningkatkan mutu dan nilai bahan mentah (Suprihatin, 2011). Prinsip pembentukan asam laktat melalui proses fermentasi adalah pemecahan laktosa menjadi bentuk monosakaridanya dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. akan diubah menjadi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan akan menurunkan nilai pH lingkungan pertumbuhannya dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya (Bangun, 2009).
Pada umumnya fermentasi melibatkan aktivitas mikroba terkontrol baik secara aerob maupun anaerob dengan substrat tertentu. Namun menurut Rahayu dkk. (1992), fermentasi dapat terjadi melalui dua cara, yaitu fermentasi spontan yang merupakan fermentasi bahan pangan tanpa penambahan mikroorganisme ( starter) tetapi mikroorganisme yang berperan aktif berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Jenis fermentasi kedua adalah fermentasi tidak spontan yaitu fermentasi yang dilakukan
dengan penambahan kultur organisme bersama media penyeleksi sehingga proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat.
Salah satu contoh produk fermentasi adalah kimchi dan asinan buah. Pada percobaan pembuatannya, baik kimchi maupun asinan buah yang sudah jadi selanjutnya diamati warna, aroma, tekstur, dan kenampakan, kemudian dilakukan pengujian pH dan pengukuran kadar asam laktat. Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus yang ditetesi dengan kuah asinan atau kuah kimchi, selanjutnya nilai pH dicari dengan melihat kesamaan perubahan warna yang terjadi dengan warna pada kertas indikator pH.
Pengukuran kadar asam laktat atau asam titrasi dilakukan dengan titrasi alkalimetri dengan indikator phenolphthalein (PP). Menurut Lehninger (1990), untuk menentukan jumlah suatu asam dalam larutan tertentu digunakan metode titrasi alkalimetri yaitu mengunakan larutan basa (NaOH) sebagai titran. Uji ini dilakukan dengan penuangan larutan NaOH 0,1 N dalam buret yang menurut Winarno (2004), berfungsi sebagai penitran basa yaitu sebagai titran untuk meningkatkan nilai pH pada larutan. Penentuan total asam dilakukan dengan titrasi alkalimeter menggunakan indikator PP yang digunakan sebagai penanda titik akhir dari titrasi yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah muda. Jumlah asam laktat pada sampel sebanding dengan jumlah NaOH yang digunakan dalam titrasi.
Menurut Harjadi (1993), dalam titrasi standarisasi NaOH dan penentuan kadar asam laktat menggunakan indikator pH sehingga jelas harus diketahui pH untuk setiap perubahan reaksi. Menurut de Man (1997), uji pH merupakan uji yang bersifat kuantitatif untuk mengetahui tingkat keasaman suatu bahan pangan. Nilai pH atau tingkat keasaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikroba karena setiap mikroba memiliki rentangan nilai pH
dimana mereka dapat hidup dengan baik dan dimana mereka tidak dapat hidup. Pada praktikum ini dilakukan fermentasi spontan, karena tidak ada penambahan bakteri ( starter ) ke dalam produk makanan yang difermentasikan. Fermentasi spontan ini dilakukan pada pembuatan kimchi yang berbahan dasar sawi putih, lobak, dan wortel; serta pembuatan asinan buah yang berbahan dasar
buah mangga, kedondong, nanas, dan pepaya. Hasil dari percobaan pembuatan asinan buah dan kimchi adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan Asinan Buah
Pada pembuatan asinan buah, kelompok bakteri asam laktat yang terlibat adalah golongan bakteri homofermentatif. Hal ini dikarenakan pada pembuatan asinan buah digunakan fermentasi spontan, artinya tidak melibatkan adanya starter untuk pembuatan asinan buah sehingga pada asinan buah hanya dihasilkan asam laktat sebagai komponen terbesar yang ditandai dengan peningkatan kadar asam laktat. Hal ini sesuai dengan teori menurut Winarno (2004), bahwa golongan bakteri homofermentatif pada umumnya digunakan untuk fermentasi spontan dan hasil fermentasi terbesar adalah 90% asam laktat. Menurut Sinaga (2014), asinan merupakan satu olahan sayuran dan buah-buahan yang dikonsumsi dalam keadaan mentah. Hidangan sehat kaya antimikrobia dan antioksidan. Proses pembuatan asinan terdiri dari dua tahapan yaitu penggaraman dan fermentasi untuk menghasilkan stok garam (Buckle dkk., 1985). Buah-buahan untuk asinan contohnya mangga muda, kedondong, salak, jambu air, pepaya, bengkuang, pala, nanas, anggur hutan. Kadar pH yang baik dalam pengolahan asinan buah berkisar antara 4,0 - 4,5 (Palupi, 2003).
Pembuatan asinan menggunakan fermentasi spontan sehingga dalam proses pembentukan asam laktatnya memanfaatkan kelompok bakteri homofermentatif. Menurut Winarno, golongan homofermentatif menghasilkan asam laktat sebesar 90%, Menurut Palupi (2003), bakteri asam laktat yang mampu mengubah glukosa menjadi asam laktat yang biasa tumbuh pada asinan diantaranya Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, dan Pediococcus. Proses pembentukan asam laktat oleh golongan homofermentatif menggunakan glikolisis melalui jalur Embden Meyerhof Pathnas (EMP) dan heterofermentatif menggunakan jalur Hexosa Monophosphat Pathway (HMP).
Jalur EMP tersebut merupakan peristiwa pemecahan glukosa menjadi asam laktat dan piruvat dalam keadaan tanpa oksigen dan menghasilkan ATP. Dalam prosesnya terjadi dua tahap, tahap pertama adalah perubahan glukosa menjadi triosa fosfat yang memerlukan energi kimia dan tahap kedua adalah
perubahan triosa fosfat menjadi asam piruvat sambil melepaskan energi ke lingkungannya (Romadhon dkk., 2012). Menurut Ardianto (1996), reaksi tahap pertama meliputi aktivasi glukosa oleh ATP, reaksi isomerisasi glukosa
menjadi fruktosa 6
‐
fosfat, fosforilasi fruktosa 6‐
fosfat menjadi fruktosa 1,6‐
bifosfat, pembentukan triosa fosfat. Reaksi tahap kedua meliputi asam piruvatdari gliseraldehida 3
‐
fosfat dan pembentukan asam fosfoenol piruvat untuk kemudian diubah menjadi asam laktat.Pada pembuatan asinan buah ini digunakan buah pepaya, mangga, kedondong, bengkoang, jambu biji, dan nanas seperti pada gambar 3. Buah pepaya sering digunakan untuk pembuatan asinan karena kandungan vitamin
dan elektrolit yang baik, serta proses fermentasi dapat meningkatkan jumlah sumber protein pada buah pepaya (Aribiani dan Parnoto, 2013). Menurut Van-Steenis (1981), mangga banyak digunakan sebagai asinan karena memiliki manis dan sedikit asam. Selain itu mangga yang belum terlalu mengkal memiliki kandungan protein tinggi 0,6% , serat 1,1%, serta kandungan mineral yang bermanfaat bagi tubuh sehingga baik dimakan secara segar.
Menurut Ermadona (2015), kedondong dapat digunakan sebagai asinan karena kandungan seratnya yang tinggi pada 100 gram buah kedondong yang mencapai 0,83-3,60 mg. Menurut Rismunandar (2004), buah nanas juga digunakan dalam pengolahan fermentasi karena rasanya yang segar dan asam sehingga ketika difermentasi akan menciptakan citarasa dan aroma khas pada produk asinan atau manisan, serta kaya vitamin A dan vitamin C.
Gambar 3. Bahan Dasar Pembuatan Asinan Buah (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Percobaan pembuatan asinan buah dimulai dengan memotong buah pepaya, salak, mangga, nanas dan kedondong dengan pisau yang bertujuan untuk memperkecil ukuran buah. Buah yang telah dipotong-potong kemudian diremas dan dilumuri dengan 1 sdt garam yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk agar daya simpan lebih lama dan menjadikan cita rasa buah-buahan menjadi asin, sedangkan pendiaman selama beberapa menit bertujuan untuk memberikan waktu agar garam dapat meresap ke dalam buah. Potongan buah kemudian dicuci dengan air bertujuan untuk menghilangkan sisa garam atau garam berlebihan.
Pada pembuatan kuah asinan, bahan-bahan yang digunakan adalah cabai merah keriting, garam, gula pasir, ebi, dan cuka, yang digunakan sebagai perasa/penyedap. Menurut Sri (2006), pemberian cabai berfungsi untuk memberikan rasa pedas, membantu dalam proses pengawetan asinan buah karena kandungan capcaisin (menghambat aktivitas pertumbuhan mikrobia). Menurut Suprapti (2005), ebi sering digunakan sebagai bumbu masakan Indonesia karena rasanya gurih dan untuk menggantikan udang karena harganya relatif lebih terjangkau. Warna produk ebi yang baik adalah pucat serta agak buram, dan bila disimpan terlalu lama akan berubah menjadi kehitaman.
Pada pembuatan asinan, metode preservasi yang dilakukan selain fermentasi adalah penambahan gula, garam, dan cuka sebagai agen pengawet karena menurut Sri (2006), penambahan garam dan gula ber tujuan memberikan cita rasa pada kuah asinan. Selain itu dapat sebagai pengawet alami agar masa simpan lebih lama walaupun hanya dengan penambahan jumlah sedikit. Menurut Cahyadi (2008), garam digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang mematikan. Bahan-bahan kuah asinan dimasukan ke dalam air yang mendidih untuk mempercepat proses pelarutan dan menurut Koswara (2009), perebusan merupakan metode sterilisasi fisik paling efektif karena penggunaan suhu tinggi (1000C) dapat mematikan mikrobia patogen dan menghambat
aktivitas enzimatik yang terjadi dari mikrobia patogen. Proses pembuatan kuah tersebut ada pada gambar 4.
Gambar 4. Bahan dan Proses Pembuatan Kuah Asinan Buah (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Setelah direbus kemudian kuah asinan ditiriskan dan ditambah dengan setengah sendok teh cuka lalu diaduk rata dan suhu kuah asinan diturunkan selanjutnya buah yang telah dipotong dimasukkan dalam kuah asinan dan diaduk seperti gambar 5. Menurut Wirakartakusuma (1989), cuka berfungsi memberikan rasa asam dan menjadi agen pengawet makanan karena cuka dapat menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi dan terjadinya difusi osmosis sehingga mikrobia akan mati. Penurunan suhu kuah asinan tersebut bertujuan agar tidak terjadi proses blanching pada buah yang digunakan sebagai bahan dasar asinan, karena menurut Fellows (1990) proses blanching dapat menyebabkan pencoklatan pada buah dan sayuran, serta menurut Anggraini (2005), buah menjadi kehilangan tingkat kerenyahan atau menjadi layu karena pektin sebagai pengkukuh buah sensitif terhadap suhu tinggi.
Gambar 5. Potongan Buah Sebelum dan Sesudah Pencampuran (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Setelah buah dimasukkan dalam cup plastik kemudian salah satu di seal untuk pengamatanseperti pada gambar 6, cup lainnya tidak perlu di seal karena
langsung dilakukan pengamatan. Pengamatan asinan buah dilakukan pada hari ke-0 dan hari ketiga. Parameter yang diamati adalah aroma, tekstur, warna, kenampakan, asam laktat, dan pH asinan buah. Hasil pengamatan asinan buah ada pada tabel 2.
Gambar 6. Hasil Pembuatan Asinan Buah (Dokumentasi Pribadi, 2017) Tabel 2. Hasil Pengamatan Asinan Buah
Parameter Hari Ke
-0 3
Aroma Asinan Asinan
Tekstur Renyah Lembek
pH 3 3
Kenampakan Bagus Bergelembung
Asam Laktat 0,09% 0,9%
Warna Merah Oranye
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa hasil pengamatan asinan buah pada hari ke-0 memiliki aroma khas asinan, bertekstur renyah, berwarna merah, memiliki kenampakan yang baik, kadar asam laktat sebesar 0,09%, dan memiliki nilai pH 3. Hasil pengamatan asinan buah pada hari ketiga memiliki aroma khas asinan, bertekstur lembek, memiliki warna oranye dan terdapat gelembung di permukaannya, kadar asam laktat sebesar 0,9%, dan nilai pH asinan sebesar 3.
Aroma asinan yang baik memiliki aroma harum dari buah dan asam serta pedas dari bumbu-bumbu yang ditambahkan (Rizal dkk., 2015). Pembuatan asinan dikatakan baik apabila menghasilkan produk yang disukai konsumen secara organoleptik dan aman dikonsumsi secara mikrobiologi (Suyanti, 2010), ciri khas asinan ada pada aroma dan rasanya yaitu dominan asam dan asin serta memiliki sedikit aroma pedas dan manis
(Wirakartakusuma, 1989). Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa asinan buah yang dihasilkan berkualitas baik dari parameter aroma, karena baik sebelum diinkubasi maupun setelah diinkubasi untuk proses fermentasi. Aroma khas asinan tersebut selain karena aroma segar dari buah-buahan berkualitas baik yang digunakan, juga karena bumbu-bumbu yang dipakai seperti jahe, bawang Bombay, dan cabai keriting yang berkonstribusi dalam memperkuat
serta memberikan aroma khas asinan.
Aroma asinan buah dari hari ke-0 dan hari ketiga tidak mengalami perubahan. Menurut Desniar dkk. (2012), kualitas produk fermentasi yang baik memiliki aroma dan rasa yang semakin kuat namun tidak merubah aroma khas produk fermentasi, serta berbanding lurus dengan lamanya waktu fermentasi,
dan aroma khas yang terbentuk tersebut menurut Hugas (1998) dipengaruhi oleh bakteri asam laktat yang berperan penting dalam perubahan aroma dan tekstur serta peningkatan daya awet produk. Hasil pengamatan aroma asinan menunjukkan bahwa asinan buah tersebut memiliki aroma yang konstan selama 3 hari fermentasi meskipun belum tampak pemekatan aroma yang terjadi karena pengamatan yang terhitung singkat, sehingga dapat dinilai berkualitas baik karena komposisi bumbu asinan buah yang tepat juga berkonstribusi dalam memeprtahankan aroma khas asinan agar tidak busuk. Terbentuknya aroma khas tersebut juga dikarenakan adanya peran aktif BAL akibat kondisi lingkungan berkaitan dengan pH asinan buah yang sesuai.
Tekstur asinan buah berdasarkan tabel 2 mengalami perubahan dari renyah pada hari ke-0, menjadi lembek pada hari ketiga. Penurunan kualitas tekstur asinan buah tersebut disebabkan adanya perendaman buah dalam larutan garam, cuka, gula, serta bumbu lain yang ditambahkan. Selain itu menurut Cahyadi (2008), perendaman yang terlalu lama pada buah-buahan segar menyebabkan pelembekan karena adanya perubahan struktur selulosa yang berfungsi menjaga integritas buah, hal ini dapat diatasi dengan penambahan konsentrasi Ca sebesar 0,1-0,3% ke dalam asinan.
Kualitas asinan dikatakan baik apabila memiliki tekstur renyah seperti tekstur buah sebelum diolah, sehingga beberapa industri melakukan
penambahan air kapur karena ion kalsium dapat berpenetrasi ke dalam jaringan buah menyebabkan terbentuk ikatan antara kalsium dengan senyawa pada jaringan buah (Agusanto, 2013). Buah yang digunakan untuk pengolahan asinan adalah buah yang tingkat ketaannya cukup tetapi belum matang (mengkal) agar meminimalisir kemungkinan buah menjadi lembek (Suyanti, 2010). Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa asinan buah yang dihasilkan berkualitas buruk dari parameter tekstur karena tekstur buah mengalami perubahan menjadi lembek, seharusnya menurut Agusanto (2013) tekstur buah tidak berubah pada proses fermentasi. Selain disebabkan oleh perendaman, faktor lain yang dapat menyebabkan perubahan tekstur tersebut adalah pemilihan buah yang kurang baik, karena buah yang matang memiliki kerenyahan yang lebih rendah sehingga semakin matang buah yang digunakan menyebabkan tekstur asinan semakin lembek.
Warna produk hasil proses fermentasi pada umumnya mengalami perubahan warna meskipun tidak signifikan, yang diakibatkan adanya kehadiran mikroorganisme yang menghasilkan panas dan asam laktat sehingga terjadi perubahan pH dari masa menjadi asam yang ditandai dengan perubahan warna (Singh dkk., 2009). Warna khas asinan adalah merah hingga merah bata (Suskendriyati dkk., 2000). Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa adanya perubahan warna asinan buah pada tabel 2 merupakan proses yang wajar karena adanya perubahan tingkat keasaman yaitu penurunan pH oleh aktivitas mikroorganisme selama fermentasi. Selain itu perubahan warna menjadi oranye (lebih buram) karena adanya penambahan ebi, karena menurut Suprapti (2004) warna produk ebi yang baik adalah pucat serta agak buram. Perubahan warna yang terjadi tidak begitu signifikan yaitu dari merah menjadi oranye, sehingga asinan buah dikatakan berkualitas baik berdasarkan parameter warna.
Penurunan pH yang terjadi selama proses fermentasi disebabkan aktivitas mikroorganisme berupa etanol dan CO2, gas CO2 yang terbentuk akan bereaksi dengan molekul air (H2O) membentuk H2CO3 sebagai rekasi karbonasi yang ditandai dengan terbentuknya gelembung gas pada permukaan
produk, serta memberikan suasana asam pada produk akhir (Bottei, 2006). Berdasarkan teori tersebut dapat menjelaskan kenampakan yang terjadi pada asinan buah pada hari ketiga yaitu terbentuk gelembung akibat mekanisme metabolisme mikroorganisme yang menghasilkan CO2. Hal tersebut menunjukkan bahwa fermentasi berlangsung dengan baik selama 3 hari pada praktikum ini sehingga menghasilkan asinan berkualitas baik. Fermentasi yang berhasil dilakukan tersebut karena kesesuaian suhu inkubasi yaitu pada suhu ruang, hal tersebut didukung teori menurut Dwidjoseputro (1994) bahwa fermentasi baik dilakukan pada suhu ruang yaitu 32-360C.
Terbentuknya gelembung pada permukaan asinan seharusnya berkorelasi terhadap penurunan pH, tetapi berdasarkan data pada tabel 2 kadar pH asinan buah pada hari ke-0 dan hari ketiga tidak mengalami perubahan yaitu tetap memiliki nilai pH 3, sedangkan kadar asam laktat mengalami perubahan pada hari ke-0 adalah 0.09% dan pada hari ketiga sebesar 0.9% seperti pada gambar 7. Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Sherrington dan Gaman (1994) bahwa produk hasil fermentasi yang diharapkan adalah penurunan nilai pH peningkatan kadar asam tertitrasi (asam laktat) karena
adanya mikroba alami pada sayuran, semakin lama waktu inkubasi maka semakin rendah pH asinan. Penurunan pH tidak terjadi pada asinan buah yang dibuat pada praktikum ini, namun telah terbentuk gelembung gas serta terjadi kenaikan kadar asam laktat yang menunjukkan bahwa fermentasi berjalan dengan baik dan sempurna, sehingga dapat disimpulkan bahwa ketidaksesuaian antara nilai pH dan kadar asam laktat yang terukut dapat dikarenakan kesalahan pembacaan kertas lakmus pada kertas indikator pH. Selain itu juga dapat dikarenakan pengambilan sampel kuah asinan yang tidak homogen sehingga terjadi kesalahan pengukuran di hari ke-0 maupun hari ketiga.
Gambar 7. Hasil Pengujian Kadar Asam Laktat Asinan Buah Hari Ke-0 dan Ke-3 (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Kelompok bakteri asam laktat yang umumnya tumbuh dengan baik pada asinan adalah golongan bakteri homofermentatif, seperti Lactobacillus plantarum dan Leuconostoc paramesenteroides yang tumbuh optimal pada pH dibawah 4.0. Bakteri patogen umumnya tumbuh optimal pada pH 6.6-7.5 sehingga proses fermentasi spontan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Inaraya dkk., 2005). Berdasarkan teori tersebut diketahui bahwa pH asinan buah telah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pathogen dan telah optimum untuk pertumbuhan bakteri homofermentatif yang diharapkan tumbuh pada fermentasi ini.
Semakin rendah tingkat keasaman asinan atau produk fermentasi, akan semakin sedikit jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh namun kelemahannya adalah rasa terlalu asam yang tidak disukai sebagian konsumen sehingga menurut Sri (2006) kisaran pH yang baik pada produk makanan adalah 3-8. Berdasarkan teori tersebut diketahui bahwa meskipun produk asinan buah yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dari parameter kenampakan dan pH. Kadar pH yang baik tersebut juga ditunjukkan dengan terbentuknya aroma karena menurut Hugas (1998) perubahan pH akibat aktivitas bakteri asam laktat berperan penting dalam perubahan aroma dan tekstur serta peningkatan daya awet produk.
2. Pembuatan Kimchi
Pada pembuatan kimchi ini bakteri asam laktat yang terlibat adalah golongan bakteri homofermentatif, karena tidak ada penambahan starter atau digunakan metode fermentasi spontan pada pembuatan kimchi. Menurut Winarno (2004), golongan bakteri homofermentatif pada umumnya digunakan untuk fermentasi spontan dan hasil fermentasi terbesar adalah 90% asam laktat. Teori tersebut menjelaskan bahwa hasil fermentasi pada pembuatan kimchi adalah asam laktat, dan adanya fruktosa sebagai metabolit mikroorganisme, yang ditandai dengan terbentuknya rasa asam pada kimchi. Selain itu menurut Dewi (2011), pada pembuatan kimchi juga dihasilkan beberapa produk samping karena bakteri asam laktat homofermentatif mempunyai berbagai
enzim yang dapat mengubah piruvat menjadi etanol dan CO2, asetat dan format, dan laktat.
Kimchi merupakan sejenis asinan sayuran hasil frementasi yang diberi bumbu pedas. Sayuran yang umumnya digunakan adalah sawi putih, yang digarami selama beberapa jam kemudian dicuci dan diberi variasi bumbu serta termasuk cabai, kemudian akan menghasilkan produk fermentasi dengan rasa asam dan terbentuk gelembung di permukaan (Dewi, 2011). Pengolahan kimchi menggunakan bahan utama sawi putih, lobak, wortel, dan daun bawang. Sawi putih digunakan karena menurut Ilhamiyah dkk. (2008), sawi banyak digunakan sebagai bahan masakan karena kaya akan vitamin (A, C, E, dan K), dan mempunyai manfaat seperti mencegah kanker, hipertensi, penyakit jantung, membantuk kesehatan sistem pencernaan, mencegah dan mengobati penyakit Pellagra, serta menghindari ibu hamil dari anemia. Menurut Astuti (2007), lobak merupakan diuretik yang kuat sehingga dapat membantu membuang asam urat melalui urin, namun memiliki aroma yang kurang disenangi masyarakat sehingga pengolahannya menjadi bahan campuran kimchi menjadi alternatif pengolahan pangan yang baik. Menurut Singal dkk. (2014), wortel ( Daucus carota L.) mengandung betakaroten sebagai antioksidan atau zat yang bermanfaat untuk memproteksi dan melindungi tubuh dari radikal bebas dan menjaga kekebalan tubuh dari penyakit. Menurut Bambang (2005), daun bawang sering digunakan sebagai bahan penyedap masakan, serta mengandung saponin dan tanin, serta minyak atsiri yang baik bagi tubuh.
Menurut Utama dkk. (2013), proses fermentasi kimchi terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah early step yang melibatkan bakteri Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc citreum, dan Streptococcus faecalis dan memproduksi asam laktat, asam asetat, metanol, manitol, karbondioksida, asam organik yang menciptakan suasana anaerob atau menginhibisi propagasi bakteri aerob. Tahap kedua yaitu mid step dimana jumlah L. mesenteroides berkurang dan bakteri lain seperti L. plantarum serta BAL homofermentatif semakin aktif berpolimerisasi dan memproduksi asam laktat pada pH 3
sehingga terbentuk rasa asam pada kimchi. Tahap akhir adalah final step yaitu L. plantarum dan L. brevis aktif berkonstribusi dalam pematangan kimchi.
Peningkatan jumlah bakteri asam laktat dan ragi dapat disebabkan kombinasi simbiosis dimana pH menurun dan terjadi peningkatan asam laktat (Yazdi dkk., 2013). Menurut James dkk. (2008), reaksi yang terjadi pada proses fermentasi asam laktat ialah glukosa diubah menjadi asam piruvat
melalui proses glikolisis membentuk 2 molekul asam piruvat dan 2 molekul energi (NADH). NADH (Nikotinamida adenin dinukleotid hidrida) diubah kembali menjadi NAD+saat pembentukan asam laktat dari asam piruvat. Asam piruvat kemudian mengalami dehidrogenasi piruvat dan menghasilkan asam
laktat. Reaksi fermentasi tersebut ada pada gambar 3.
Gambar 8. Reaksi Fermentasi Asam Laktat (James dkk., 2008)
Pembuatan kimchi ini menggunakan beberapa alat dan bahan seperti pada gambar 9.
Gambar 9. Alat dan Bahan Pembuatan Kimchi (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Pada praktikum ini kimchi dibuat dengan beberapa tahapan pembuatan yang ada pada gambar 5, yaitu mula-mula sawi dan lobak dicuci yang bertujuan agar sayuran bersih sehingga menghasilkan kimchi berkualitas baik, lalu dipotong lalu bagian yang tidak terpakai dibuang. Selanjutnya sawi dan lobak direndam dalam campuran 3 genggam garam yang sudah dilarutkan dalam air matang. Perendaman ini berfungsi agar garam terserap ke bahan dan menurut Dewi (2011) perendaman garam berfungsi sebagai proses pengawetan yaitu upaya mematikan bakteri patogen tanpa melalui proses pemanasan. Penggaraman sendiri berfungsi untuk menyeleksi mikroba tertentu dan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk sehingga diharapkan hanya mikroba yang tahan terhadap garam yang hidup, yaitu Bakteri Asam Laktat. Menurut Hudaya dan Draat (2000), garam juga berfungsi menarik air dari jaringan bahan namun bila konsentrasi garam <5% maka bakteri proteolitik
dapat tumbuh yan menyebabkan peruraian protein dan menimbulkan aroma busuk, namun jika konsentrasi garam >15% akan menghambat pertumbuhan
BAL dan memucu pertumbuhan bakteri halofilik sehingga proses fermentasi gagal.
Proses selanjutnya adalah sawi dan lobak yang sudah direndam garam selama 1 hari tersebut dicuci berulangkali dengan air bersih yang berulang bertujuan agar kimchi yang dihasilkan tidak terlalu asin dan untuk
menghilangkan pestisida yang mungkin ada pada sawi. Proses pencucian dilanjutkan dengan pencampuran sawi putih dan lobak dengan pengental dan bumbu-bumbu yang bertujuan untuk menambah serta memperkuat citarasa kimchi. Pengental yang digunakan pada pembuatan kimchi adalah tepung tapioka, menurut Rachmawati dkk. (2005) penggunaan tepung tapioka dalam pembuatan kimchi menjadi sumber karbohidrat serta pengental agar terbentuk pasta kimchi yang baik. Bumbu yang digunakan adalah gula pasir, cabai sebanyak 23 gram (untuk perlakuan I) dan 17 gram (untuk perlakuan II), jahe, bawang putih halus, daun bawang yang telah dipotong, dan kecap ikan. Fungsi pemotongan dan penghalusan bahan dasar bumbu adalah untuk memperkecil
Gula dalam bentuk glukosa dalam pembuatan kimchi berfungsi sebagai sumber energi mikroba, namun kandungan gula yang rendah dari bahan mengakibatkan proses fermentasi berjalan lambat sehingga dibutuhkan penambahan gula dari luar (Buckle dkk., 1985), konsentrasi gula yang baik pada pembuatan kimchi adalah 5% karena penggunaan gula dibawah 5% tidak dapat mencukupi sumber karbon mikroba dan menghambat fermentasi (Ilhamiyah dkk., 2008). Penambahan cabai keriting dan bawang putih berfungsi sebagai bumbu dan antimikrobia, serta memberi warna yang menarik sehingga dihasilkan kimchi berwarna merah-oranye (Apriyantono, 2004). Pada praktikum ini dibuat dua varian kimchi dengan dua perlakuan yang berbeda, perlakuan I menggunakan 23 gram cabai keriting sedangkan perlakuan II menggunakan 17 gram cabai keriting, perbedaan perlakuan tersebut bertujuan untuk melihat efektivitas cabai keriting dalam menghambat bakteri patogen karena perannya sebagai antimikrobia. Menurut Wuryanti dan Murnah (2009), bawang bombay digunakan sebagai bumbu serta penguat rasa masakan karena aromanya yang khas, sedangkan menurut Harmono dan Andoko (2005), jahe digunakan sebagai rempah pedas yang memberi rasa khas pada kimchi akibat adanya senyawa keton zingeron.
Kecap asin berfungsi memberikan citarasa asin dan gurih, sedangkan penambahan tepung tapioka sebagai pengental dan penghomogen bumbu, serta sebagai sumber karbohidrat (Dewi, 2011), karena tekstur kimchi yang baik adalah lunak dan bumbu atau pasta kimchi kental (Apriyantono, 2004). Campuran tersebut selanjutnya diaduk hingga rata dimasukkan dalam cup plastik dan di- seal dengan menggunakan mesin cup sealer yang bertujuan memberikan suasana anaerobic sehingga proses fermentasi dapat terjadi, serta mencegah kontaminasi bakteri udara. Kimchi diinkubasi selama 3 hari, yang bertujuan untuk proses fermentasi karena menurut Mheen (1998), fermentasi kimchi baik dilakukan di suhu ruang selama 2-3 hari agar terbentuk aroma khas kimchi karena bakteri asam laktat telah bekerja secara optimal. Pengamatan yang dilakukan pada produk kimchi adalah berdasarkan parameter aroma, tekstur, pH, kenampakan, kadar asam alktat, dan warna kimchi; hasil