• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF. harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, perlombaan dan kejadiankejadian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINDAK PIDANA JUDI MENURUT HUKUM POSITIF. harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, perlombaan dan kejadiankejadian"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

26 A. Sejarah Perjudian

Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum tentu hasilnya.Perjudian adalah mempertaruhkan uang atau benda berharga, mengharapkan keuntungan dengan dasar spikulasi belaka.Mengharapkan keuntungan atau harapan untuk menang ialah yang merupakan daya tarik bagi setiap perjudian.Perjudian sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu dilakukan oleh masyarakat.

Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana yang sejak dahulu telah ada dan terus berkembang dalam masyarakat dengan berbagai macam bentuk dan jenisnya. Permainan judi dalam bahasa asing dikenal dengan istilah hazardspel. Pada mulanya perjudian adalah salah satu kebiasaan adat dari suatu suku daerah tertentu yang hingga sekarang sering dilakukan. Peruvian yang dilakukan pada awalnya hanya berwujud permainan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati dan untuk mencari kesenangan yang semata-mata dilakukan tidak untuk mendapatkan untung atau kemenangan. Sifatnya pun rekreatif netral. Seiring dengan perkembangan zaman lambat laun permainan judi mengalami perkembangan dan perubahan dalam berbagai hal, baik menyangkut

(2)

macam, jenis maupun jumlah atau taruhan disini tidak selalu dalam bentuk uang, dapat juga berupa benda maupun tindakan lain yang bernilai.

Pertaruhan dalam perjudian ini sifatnya murni spekulatif untung-untungan. Konsepsi untung-untungan itu sedikit atau banyak mengandung unsur kepercayaan mistik terhadap kemungkinan peruntungan. Menurut para penjudi, nasib menang atau kalah itu sudah merupakan “suratan”, sudah menjadi nasib. Masyarakat modern, mengembangkan macam-macam permainan yang disertai perjudian, dan menjadikan permainan tadi menjadikan aktivitas khusus yang bisa memberikan kegairahan, kesenangan dan harapan untuk menang. Namun demikian mereka percaya unsur kepercayaan animistik terhadap keberuntungan itu.

Pada perjudian itu ada pengharapan unsur ketegangan yang disebabkan ketidakpastian menang atau kalah. Situasi tidak pasti ini membuat mereka semakin tegang dan makin gembira, menumbuhkan nafsu yang kuat dan rangsangan-rangsangan yang besar untuk betah bermain. Ketegangan akan makin memuncak bila dibarengi dengan kepercayaan animistik pada nasib peruntungan. Kepercayaan semacam ini tampaknya anak hronistik (tidak pada tempatnya) pada masa sekarang, namun tidak urung masih melekat pula pada orang-orang modern zaman sekarang, sehingga nafsu berjudiannya tidak terkendali; dan jadilah mereka penjudi-penjudi profesional yang tidak kenal rasa jerah.

Pada masa sekarang ini bentuk perjudian ini tidak hanya bersifat mengisi waktu tetapi tidak jarang sudah menjadi bahan bisnis yang bersifat untung-untungan bagi sebagian masyarakat. Tindak pidana yang sulit dilakukan

(3)

perseorangan-perseorangan ini di lakukan oleh suatu organisai atau perkumpulan dengan jaringan yang luas.

Banyak bentuk permainan yang sulit dan menuntut ketekunan serta ketrampilan dijadikan alat judi. Misalnya pertandingan-pertandingan atletik, badminton, sepakbola, tinju, gulat dan macam-macam olahraga lainnya. Juga pacuan-pacuan misal: pacuan kuda, karapan sapi, dll. Pada peristiwa semacam ini sering terjadi suapan-suapan dengan jumlah uang yang cukup besar untuk merangsang pemain, sehingga ada pemain-pemain yang melakukan kecurangan-kecurangan, atau bahkan bersedia “mengalah” demi keuntungan komersial satu kelompok penjudi atau petaruh tertentu. Uang suap /sogok tersebut menstranformasikan keahlian dan ketrampilan pemain dalam bentuk: kesalahan-kesalahan yang aneh, pemainan kasar dan curang, atau macam-macam hambatan lainnya.

B. Bentuk-Bentuk Perjudian

Perjudian sebagai bentuk kejahatan ada bermacam-macam seperti mainan domino, adu ayam,adu jangkrik, kiu-kiu, cliwik, ceki, remi dan masih banyak lagi permainan permainan yang cukup di gemari. Umtuk menentukan criteria perjudian sebagai suatu kejahatan berdasarkan bentuk-bentuk permainan judi yang telah kita klasifikasikan antara lain:

1) Dari sudut ijin.

(4)

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, faktor ijin menentukan permainan judi itu sebagai suatu kejahatan atau tidak. Apabila perjudian itu dilakukan dengan memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang maka permainan judi itu tidak dikatakan sebagai kejahatan tetapi apabila perjudian itu dilakukan tanpa ijin maka dianggap sebagai kejahatan dan merupakan pelanggaran hukum. Dalam pemberian ijin pada permainan perjudian pada masing-masing daerah berbeda-beda, karena yang berhak untuk memberikan izin itu tidak ada ketentuan yang pasti siapa yang berwenang untuk itu. Akan tetapi setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 perjudian tidak diperbolehkan atau dihapus dan apabila ada perjudian dianggap illegal.

2) Dari sudut ketergantungan pada keahlian dapat dibedakan antara lain:

a. Perjudian yang faktor untung -untungan tergantung pada keahlian. Misalnya: domino, ceki, remi, bridge dan sebagainya semakin pintar/terampil para pemainnya biasanya karena dipelopori dan dibimbinng oleh yang berpengalaman, maka peluang untuk menang semakin besar

b. Perjudian yang mempunyai peluang untuk menang itu tidak tergantung pada orang yang bertaruh atau orang yang bermain, akan tetapi tergantung dari faktor luar dirinya, bentuk ini misalnya dalam peraturan judi dadu, judi bola, adu merpati dan sebagainya.

c. Untuk lebih jelasnya terdapat pada kejelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981, tentang pelaksanaan

(5)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penggolongan perjudian disebutkan beberapa bentuk perjudian yang meliputi:

a) Perjudian di kasino, antara lain terdiri dari: (1) Roulette. (2) Black jack. (3) Boccart. (4) Creps. (5) Keno. (6) Tombola. (7) Super pingpong. (8) Lotto fair. (9) Pauk yu. (10) Sataan. (11) Slot machine. (12) Jie sie wheel. (13) Chick a luck. (14) Big sie wheel.

(15) Lempar paser, bulu ayam pada sasaran, atau pada papan nama yang berputar.

(16) Foker. (17) Twenty one. (18) Hwa-hwee. (19) Kiu-kiu.

(6)

b) Perjudian di tempat keramaian antara lain terdiri dari perjudian dengan: (1) Lempar paser. (2) Lempar gelang. (3) Lempar koin. (4) Kim. (5) Pancingan.

(6) Menembak sasaran yang tidak berputar. (7) Lempar bola.

(8) Adu ayam. (9) Adu kerbau. (10)Adu sapi.

(11)Adu domba atau kambing. (12)Pacuan kuda.

(13)Pacuan anjing. (14)Hailai.

(15)Moyang atau mencak. (16)Kerapan sapi.

(17)Erek-erek.

c) Perjudian yang berkaitan dengan alasan-alasan lain, antara perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan seperti misalnya:

(1) Adu ayam. (2) Adu sapi.

(7)

(3) Adu kerbau. (4) Kerapan sapi. (5) Pacuan kuda.

(6) Adu domba atau kambing.

Penjelasan tersebut dikatakan bentuk-bentuk perjudian yang terdapat dalam sub c, di atas seperti adu ayam, adu Sapi sebagainya itu, tidak termasuk perjudian apabila kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan sepanjang hal itu tidak merupakan perjudian. Berbicara mengenai perjudian, disini akan menimbulkan pandangan yang pro dan kontra. Timbulnya pandangan yang berbeda di masyakat itu adalah merupakan suatu gejala sosial atau reaksi sosial mengenai perjudian.Pada umumnya masyaakat memandang perjudian itu adalah bertentangan dengan akhlak manusiawi, disebabkan oleh akses yang ditimbulkan dari perjudian itu. Semua orang ingin dirinya tidak dipengaruhi oleh hal yang bertentangan dengan keadaan masyarakat pada umumnya, mereka berusaha untuk sedapat mungkin menjauhi perbuatan-perbuatan tidak susila. Timbulnya reaksi sosial dari masyarakat itu menandakan bahwa masyarakat tidak ingin disebut sebagai masyarakat yang tidak susila.

Judi juga merupakan kejahatan konvensional. Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dimana modus perjudian mengalami perkembangan dari konvensional menjadi modern. Untuk bermain judi tidak perlu bertemu Bandar secara fisik di suatu tempat. Permainan judi dapat

(8)

dilakukan dimanapun dengan melalui akses internet.17 Judi dapat diakses melalui

hand phone, notebook, tablet, dan lain sebagainya.18

C. Dasar Hukum Tindak Pidana Judi

Kategori judi inilah yang kini kian marak di kalangan masyarakat, dan dikenal dengan istilah judi online. Lebih lanjut mengenai judi online, pengaturan tindak pidananya diatur dalam UU ITE.

1. Menurut Al-Quran

Kata judi dalam bahasa Indonesianya memiliki arti "permainan dengan memakai uang sebagai taruhan (seperti main dadu dan main kartu). Sedang penjudi adalah (orang yang) suka berjudi. Kata judi tersebut biasanya dipadankan dengan maysir dalam bahasa Arabnya. Kata maysir berasal dari akar kata al-yasr yang secara bahasa berarti "wajibnya sesuatu bagi pemiliknya". Ia juga bisa berasal dari akar kata yusr yang berarti mudah. Akar kata lain adalah al-yasar yang berarti kekayaaan.

Pelarangan pengerjaan apa saja yang dilarang Allah dan di perintahkan oleh-Nya untuk dijauhkan disebut dengan istilah Hudud atau Had.19

17

Sitompul, J. Cyber Space Cyber Crimes Cyber Law. Tinjauan Aspek Hukum Pidana. (Jakarta: Ghlia Indonesia, 2012) hlm. 164

18 Ibid

19 Abu Bakr Jabir Al Jazairi. Ensiklopedi Muslim, Cet. Ke-6, (Jakarta:Darul Falah, 2003), hlm. 689.

Dalam al-Qur'an, kata maysir disebutkan sabanyak tiga kali, yaitu dalam surat al-Baqaraħ (2) ayat 219, surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91. Ketiga ayat ini menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang berkembang pada masa jahiliyah, yaitukhamar, maysir, anshâb (berkorban untuk berhala), dan

(9)

al-azlâm (mengundi nasib dengan menggunakan panah). Penjelasan tersebut dilakukan dengan menggunakan jumlahkhabariyyah dan jumlah insya`iyyah. Dengan penjelasan tersebut, sekaligus al-Qur'an sesungguhnya menetapkan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang dijelaskan itu. Di dalamsurat al-Baqaraħ (2) ayat 219 disebutkan sebagai berikut:

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,

Sehubungan dengan judi, ayat ini merupakan ayat pertama yang diturunkan untuk menjelaskan keberadaannya secara hukum dalam pandangan Islam. Setelah ayat ini, menurut al-Qurthubiy, kemudian diturunkan ayat yang terdapat di dalam surat al-Ma'idah ayat 91 (tentang khamar ayat ini merupakan penjelasan ketiga setelah surat al-Nisa` ayat 43). Terakhir Allah menegaskan pelarangan judi dan khamar dalam surat al-Ma'idah ayat 90.

Di dalam surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91 Allah berfirman sebagai berikut:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

(10)

Al-Farâhîdiy mengatakan bahwa kata al-maysir merupakan padanan atau sinonim dari kata al-qimâr yang berarti "setiap sifat (keadaan) dan pekerjaan yang dipertaruhkan atasnya". 20

Mujahid menyebutkan bahwa judi itu adalah taruhan, termasuk semua permainan yang dimainkan oleh anak-anak. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ibn 'Abbas, Ibn 'Umar, Sa'id bin Jubayr, dan al-Sya'biy. 'Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa permainan catur adalah salah satu judi orang-orang Menurut Ibn 'Abidin, kata taruhan berarti "memberikan rungguhan untuk menang". Imam Nawawiy, seperti dikutip oleh Ibn 'Abidin, mengatakan bahwa taruhan berasal dari akar kata qamar; bulan). Penamaan bulan dengan al-qamar karena cahaya bulan itu akan bertambah terang kalau ia mengalahkan (semakin kecil ditutupi) matahari dan akan berkurang kalau dikalahkan atau tertutup oleh matahari. Sehubungan dengan judi atau taruhan, kata al-qimâr itu memberikan pemahaman bahwa dengan berjudi seseorang bisa jadi memperoleh keuntungan dan bisa jadi mendapatkan kerugian.

Ketika ditanya tentang judi, al-Qasim bin Muhammad, seperti diriwayatkan oleh Ibn Taymiyyah, mengatakan bahwa judi adalah segala sesuatu yang melalaikan dari mengingat Allah dan shalat. Beliau (Ibn Taymiyah) juga menyebutkan bahwa ulama Sunniy sepakat mengatakan bahwa permainan al-nard; permainan tradisional orang Persia yang menggunakan potongan-potongan tulang sebagai dadu) adalah haram, walaupun permainan itu tidak menggunakan taruhan.

20 http://hlmaldanharamitujelas.blogspot.com/2011/02/perjudian-dalam-perspektif-islam.html, diakses tanggal 1 Maret 2015

(11)

non Arab. Lebih jauh, Imam al-Syawkaniy menegaskan bahwa semua permainan yang mengandung kemungkinan keuntungan dan kerugian adalah judi.

Muhammad bin 'Abd al-Wahid al-Siwasiy menjelaskan bahwa perjudian dan yang sejenisnya pada hakikatnya menggantungkan kepemilikan atau hak pada sesuatu yang menyerempet-nyerempet bahaya dan undian. Dalam penggunaan bahasa, terkadang Syari' (Allah dan Rasul) menggunakan suatu kata dalam pengertian yang umum dan terkadang menggunakan dalam pengertian yang khusus. Dalam hal ini, lafal judi dipandang para ulama juga mencakup semua jenis permainan yang memiliki unsur yang sama, seperti permainan catur dan kemiri (yang dilakukan anak kecil; sama dengan permainan kelerang sekarang).21

2. Menurut KUHP

Di samping itu, kata judi itu sendiri juga mencakup makna jual beli gharar yang dilarang Nabi SAW. Oleh karena itu, seperti disebutkan oleh Ibn Taymiyah, substansi makna taruhan dan judi dalam hal ini adalah menguasai harta orang lain dengan cara menyerempet bahaya, yang terkadang memberikan keuntungan lebih dan terkadang membawa kerugian.

Judi pada dasarnya dilarang oleh banyak pihak, terutama di Indonesia juga judi termasuk kategori tindak pidana dimana ketentuan larangan terhadapnya diatur di dalam KUHP Pasal 303 dan 303 bis, juga diatur dalam PP No.9 tahun 1981. Definisi judi merujuk Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian. Sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang

21 Ibid

(12)

Nomor 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, bahwa semua tindak pidana perjudian adalah kejahatan. Dalam hal ini ditekankan, bahwa semua perjudian adalah kejahatan apabila tidak mendapatkan izin. Sebelum tahun 1974, ada judi yang berbentuk kejahatan (Pasal 303 KUHP) dan ada juga judi yang berbentuk pelanggaran (Pasal 542 KUHP).

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian, dimana sanksi pidana dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP diperberat dan mengubah Pasal 542 KUHP menjadi Pasal 303 bis KUHP. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 303 dan 303 bis tersebut:

Pasal 303

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin: 1. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk

permainan judi dan menjadikannya sebagai pen- carian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;

2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata-cara; 3. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian

(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam mejalakan pencariannya, maka dapat dicabut hak nya untuk menjalankan pencarian itu.

(13)

(3) Permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainanlain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Pasal 303 bis

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah:

1. Barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan ;Pasal 303; 2. barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggir jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu.

2. Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.

Tindak pidana judi dikategorikan dalam kejahatan terhadap kesusilaan, dimana diatur di dalam buku kedua KUHP tentang kejahatan. Berdasarkan Pasal tersebut diatas, mereka yang dapat dihukum karena tindak pidana judi bukan hanya si pemain judi saja, termasuk juga mereka yang membantu dan turut serta mendukung permainan judi tersebut atau yang berada di sekitar tempat permainan

(14)

judi tersebut. Jadi, juga harus berhati-hati ketika kita berada di suatu tempat dimana sedang berlangsung permainan judi, biarpun tidak turut serta bermain judi bisa saja kita disangka turut serta membantu dalam permainan judi tersebut. Dalam rumusan Pasal 303 KUHP di atas memuat 5 kejahatan mengenai perjudian yang terdapat dalam ayat (1), yaitu:

a. Dalam butir 1, memuat dua kejahatan; b. Butir 2, memuat dua kejahatan;

c. Butir 3, satu macam kejahatan. Sementara dalam ayat (2) memuat tentang dasar pemberatan pidana, dan ayat (3) memuat tentang pengertian judi yang ada dalam ayat (1).

Lima kejahatan yang tersebut di atas mengandung unsur tanpa izin, dalam unsur tanpa izin inilah melekat unsur melawan hukum kelima kejahatan di atas. I. Kejahatan pertama.

Kejahatan ini dimuat dalam butir pertama, yaitu kejahatan yang melarang tanpa izin dengan sengaja memberikan atau menawarkan kesempatan untuk bermain judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian.

Dari uraian tersebut, maka unsur kejahatan ini adalah : 1. Unsur objektif.

a. Perbuatannya : menawarkan dan memberikan kesempatan; b. Objek : untuk bermain judi tanpa izin;

c. Dijadikannya sebagai mata pencaharian. 2. Unsur subjektif.

(15)

Kejahatan pertama ini, si Pembuat tidak melakukan perjudian. Dalam kejahatan ini tidak termuat larangan untuk bermain judi, tetapi perbuatan yang dilarang adalah :

a. Menawarkan kesempatan bermain judi; b. Memberikan kesempatan berjudi.

“Menawarkan kesempatan” disini berarti si pembuat melakukan apa saja untuk mengundang atau mengajak orang-orang untuk bermain judi, dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu. Dalam hal ini, belum ada orang yang melakukan perjudian.

Sementara itu “memberikan kesempatan” berarti menyediakan peluang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi. Dalam hal ini sudah ada orang yang bermain judi. Perbuatan menawarkan dan memberikan kesempatan haruslah dijadikan sebagai pencaharian, artinya perbuatan itu tidak dilakukan seketika melainkan berlangsung lama, dan dari perbuatan itu si pembuat mendapatkan uang yang dijadikannya sumber pendapatan untuk kehidupannya.

Selain pencaharian, dalam kejahatan pertama ini, juga harus dibarengi dengan unsur tanpa izin dari instansi yang berwenang. Tanpa adanya izin, berarti ada unsur melawan hukumnya.

II. Kejahatan kedua.

Kejahatan yang kedua yang juga dimuat dalam butir I adalah tanpa izin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha permainan judi. Dengan demikian terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

(16)

1. Unsur Objektif.

a. Perbuatannya : turut serta;

b. Objek : dalam suatu kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. c. Unsur subjektif.

d. Dengan sengaja.

Pada kejahatan perjudian jenis ke 2 ini, perbuatannya adalah turut serta, artinya dia ikut terlibat dalam usaha permainan judi bersama orang lain. Seperti pada bentuk pertama, dalam bentuk kedua ini juga memuat unsur dengan sengaja, akan tetapi kesengajaan ini lebih kepada unsur perbuatan turut serta dalam kegiatan usaha permainan judi, artinya bahwa si pembuat menghendaki untuk melakukan perbuatan turut serta dan didasarinya bahwa keturutsertaannya itu adalah kegiatan permainan judi.

III. Kejahatan ketiga.

Kejahatan perjudian bentuk ketiga ini adalah tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi. Unsur-unsurnya adalah :

1. Unsur objektif.

a. Perbuatan : menawarkan atau memberi kesempatan; b. Objek : kepada khalayak umum;

c. Untuk bermain judi tanpa izin. 2. Unsur subjektif.

(17)

Kejahatan perjudian ketiga ini sangat mirip dengan kejahatan perjudian bentuk pertama. Persamaannya adalah unsur perbuatan, yaitu menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi. Sementara perbedaannya adalah sebagai berikut :

1. Pada bentuk pertama, perbuatan menawarkan atau memberikan kesempatan tidak disebutkan kepada siapa ditujukan, bisa kepada seseorang atau beberapa orang, sedangkan pada bentuk ketiga perbuatan tersebut ditujukan kepada khalayak umum, jadi tidak berlaku kejahatan bentuk ketiga ini jika hanya ditujukan pada seseorang atau beberapa orang saja;

2. Pada bentuk pertama secara tegas disebutkan bahwa kedua perbuatan itu dijadikan sebaga mata pencaharian, sedangkan pada bentuk ketiga ini tidak terdapat unsur pencaharian.

IV. Kejahatan keempat.

Kejahatan perjudian bentuk keempat dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP adalah larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian tanpa izin, dimana unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

1. Unsur objektif.

a. Perbuatannya : turut serta;

b. Objeknya : dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. 2. Unsur subjektif.

(18)

Bentuk keempat ini juga hampir sama dengan bentuk kedua. Perbedaanya terletak pada unsur turut sertanya. Pada bentuk kedua, unsur turut serta ditujukan pada kegiatan usaha perjudian sebaga mata pencaharian, sedangkan dalam bentuk keempat ini, unsur turut sertanya ditujukan bukan untuk mata pencaharian.

V. Kejahatan kelima.

Pada bentuk kelima ini juga terdapat unsur turut serta, namun turut serta dalam bentuk kelima ini bukan lagi mengenai turut serta dalam menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi, melainkan turut serta dalam permainan judi itu sendiri.

b. Menggunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 KUHP.

Perjudian yang dimaksud di atas diatur dalam Pasal 303 bis KUHP, ditambah dengan UU No. 7 Tahun 1974 yang rumusannya sebagai berikut :

1) Diancam dengan pidana penjara maksimum empat tahun atau pidana denda maksimum sepuluh juta rupiah;

Ke-1. Barang siapa yang menggunakan kesempatan terbuka sebagaimana tersebut dalam Pasal 303, untuk bermain judi;

Ke-2. Barangsiapa yang turut serta bermain judi di jalan umum atau di suatu tempat terbuka untuk umum, kecuali jika untuk permainan judi tersebut telah diberi ijin oleh penguasa yang berwenang.

2) Jika ketika melakukan kejahatan itu belum lewat dua tahun sejak pemidanaan yang dulu yang sudah menjadi tetap karena salah satu kejahatan ini,

(19)

ancamannya dapat menjadi pidana penjara maksimum enam tahun, atau denda maksimum lima belas juta rupiah.

Dalam Pasal ini, terdapat dua jenis kejahatan tentang perjudian, jenis kejahatan itu adalah :

a) Bentuk I.

Pada bentuk pertama terdapat unsur-unsur sebagai berikut : 1. Perbuatan : bermain judi;

2. Dengan menggunakan kesempatan yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 KUHP. kejahatan dalam Pasal 303 bis KUHP, tidak berdiri sendiri, melainkan bergantung pada terwujudnya Pasal 303 KUHP. Tanpa terjadinya pelanggaran Pasal 303 KUHP, maka pelanggaran Pasal 303 bis KUHP juga tidak ada.

b) Bentuk II.

Pada bentuk kedua ini unsur-unsurnya sebagai berikut : a. Perbuatan : ikut serta bermain judi;

b. Tempatnya : jalan umum, pinggir jalan, tempat yang dapat dikunjungi umum; c. Perjudian itu tanpa izin dari penguasa yang berwenang.

Dalam PP No. 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian, perjudian dikategorikan dalam tiga macam, yaitu :

a. Perjudian di Kasino.

Perjudian di Kasino terdiri dari Roulette, Black jake, Baccarat, Creps, Keno, Tombola, Super Ping-pong, Lotto Fair, Satan, Paykyu, Slot Machine, Ji Si

(20)

Kie, Big Six Wheel, Chuc a Luck, Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar, Pachinko, Poker, Twenty One, Hwa Hwe serta Kiu-kiu. b. Perjudian di Tempat Keramaian.

Lempar Gelang, lempar uang, kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar bola, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu kambing, pacuan kuda, pacuan anjing, mayong dan erek-erek.

c. Perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan.

Perjudian dalam bentuk ketiga ini termasuk ke dalam perjudian di tempat keramaian, yang membuatnya berbeda adalah untuk yang ketiga ini didasari oleh faktor kebiasaan. 22

3. Menurut Undang-Undang ITE

Khusus mengenai judi online diatur dalam BAB VII Pasal 27 ayat (2) UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai perbuatan yang dilarang. Bunyi Pasal 27 ayat (2) UU ITE sebagai berikut:

“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.”

Memperhatikan rumusal Pasal 27 ayat (2) UU ITE maka unsur-unsur Pasal tersebut sebagai berikut:

a. Unsur subjektif adalah setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak. Unsur dengan sengaja dan tanpa hak merupakan satu kesatuan yang harus dibuktikan oleh penegak hukum. Unsur dengan sengaja dan

(21)

tanpa hak berarti pelaku menghendaki dan mengetahui secara sadar bahwa tindakannya dilakukan tanpa hak. Tanpa hak merupakan unsure melawan hukum.

b. Unsur objektif yaitu: a) Mendistribusikan b) Mentransmisikan

c) Membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.

Merujuk pada Pasal 27 ayat (2) UU ITE, dimana pelaku yang dapat dijerat berdasarkan Pasal tersebut adalah orang yang mendistribusikan, mentransmisikan dan orang yang membuat dapat diaksesnya informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Melihat rumusan Pasal 27 ayat (2) UU ITE, dimana Pasal tersebut tidak merumuskan atau mengkualifikasikan yang mana Bandar dan pemain judi, dan sanksi pidana baik bagi bandar atau orang yang turut serta dan pemain bobotnya sama. Dalam UU ITE dipisahkan rumusan Pasal mengenai perbuatan dan sanksi pidana. Sebagaimana dalam BAB VII Pasal 27 ayat (2) UU ITE dimuat mengenai perbuatan judi online yang dilarang sedangkan sanksi tindak pidana judi online di atur dalam Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 52 ayat (4) UU ITE. Pasal 45 ayat 1 UU ITE berbunyi sebagai berikut:

“setiap orang yang memenuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Mengenai sanksi pidana perjudian online di dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE bersifat alternative dan kumulatif berupa tindak pidana penjara dan atau pidana denda.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi garam terbaik selama perebusan terhadap kandungan kolesterol udang putih. Penelitian ini dilakukan sebanyak 2

Manajemen Produksi yang digunakan oleh Kompas TV adalah agar memperoleh kemasan acara yang sesuai dengan yang direncanakan dan terus melakukan evaluasi terhadap

tentang asuhan kebidanan pada ibu nifas patologi dengan retensio sisa plasenta. Bagi

Djaelani (2004:44) observasi ialah pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena yang diteliti. Observasi diartikan

1) Dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, akan pentingnya penanganan anak secara tepat dalam perkembangan moralnya. 2) Bagi mahasiswa,

Penelitian ini membahas tentang konflik kepentingan yang terjadi antar stakeholders dalam pembangunan Apartemen Uttara di Dusun Karangwuni, Kabupaten Sleman yang diakibatkan oleh

Analisis kurikulum merupakan langkah pertama dalam penyusunan LKS. Langkah ini dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Pada

[r]