• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUNI LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN SITUBONDO, 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUNI LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN SITUBONDO, 2013"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUNI

1.1. LATAR BELAKANG

Penilaian Resiko Kesehatan Dan Lingkungan atau EHRA (Environmental Health Risk Assesment) adalah sebuah survai partisipatif di tingkat Kabupaten yang bertujuan untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana sanitasi kesehatan/higinitas, serta perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi dan advokasi di tingkat Kabupaten hingga kelurahan.

Melatarbelakangi dari proses studi EHRA dilakukan adalah dalam rangka menyempurnakan data primer tentang sanitasi dan higinitas di tingkat Kelurahan yang dianggap kurang memadai, sehingga untuk mengangkat isu sanitasi dan higinitas di tingkat kelurahan serta untuk meningkatkan pengetahuan Pokja juga masyarakat Kabupaten Situbondo tentang kondisi sanitasi dan higinitas yang sebenarnya dari Kabupatennya.Diharapkan dengan studi EHRA ini dapat membuka lebar ruang dialog tentang isu-isu sanitasi dan higinitas di antara semua stakeholder termasuk masyarakat pengambil keputusan. Selain itu hasil survey dapat digunakan untuk memetakan area/wilayah beresiko dalam Kabupaten Situbondo

1.2. TUJUAN

Tujuan dari pelatihan EHRA adalah :

 Memberikan gambaran pelaksanaan studi EHRA di Kabupaten Situbondo  Belajar bersama tentang Survey Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan  Menyiapkan diri menjadi anggota tim survey yang handal

1.3. SASARAN

Adapun hasil yang ingin dicapai dari kegiatan pelatihan ini adalah:

Coordinator Survey, Koordinator wilayah kecamatan, Supervisor, Tim Entri Data, Tim Analisis Data dan Enumerator menjadi anggota tim survey yang handal

 Rencana Tindak Lanjut Studi EHRA sebagai bahan penyususnan Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Situbondo.

(2)

2.1. URAIAN PELAKSANAAN

EHRA adalah studi yang relatif pendek (sekitar 2 bulan) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah kader-kader terpilih dari pihak Kelurahan. Sebelum turun ke lapangan, para kader diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.

Sampel ditarik secara acak (random) dengan menggabungkan antara teknik multistage dan random sistematis. Jumlah sampel diambil secara proporsional berdasarkan jumlah rumah tangga di tingkat kelurahan. Yang menjadi primary sampling unit adalah RT (Rukun tetangga) yang dipilih secara random proporsional berdasarkan total RT per kelurahan. Di setiap RT, rumah diambil secara acak dengan menggunakan teknik-teknik yang memungkinkan, yakni sistematis (urutan rumah), random walk, atau metode EPI.

Yang menjadi unit analisis dalam EHRA adalah rumah tangga. Sementara, yang menjadi unit respon adalah ibu rumah tangga. Ibu dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta mereka relatif lebih mudah ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu dalam EHRA didefinisikan sebagai perempuan berusia 18-65 tahun yang telah atau pernah menikah. Untuk memilih Ibu di setiap rumah, enumerator menggunakan matriks prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas ditentukan oleh status Ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih Ibu, maka usia menjadi penentunya. Pemilihan ibu berdasarkan urutan atau tabel prioritas sebagai berikut:

(1) Kepala rumah tangga (orangtua tunggal/janda) (2) Istri kepala rumah tangga

(3) Anak rumah tangga

(3)

(5) Ibu diasumsikan mengetahui kondisi rumah  Pemilihan Enumerator berjumlah 2 orang per desa

Dari seluruh kelurahan/ desa di Kabupaten Situbondo yang berjumlah 40 desa dari 17 kecamatan yang ada, dengan menggunakan metode random sampling, Jumlah desa yang disurvey EHRA berjumlah 40 desa dan masing-masing 40 responden/KK. Jadi total Responden adalah 1600 KK. Berdasarkan kesepakatan Pokja Kabupaten Situbondo menambahkan pada masing-masing desa survei dengan 2 responden atau kurang lebih 5% dari seluruh responden, untuk mengantisipasi kejadian kurang akuratnya hasil penyebaran kuesioner.

Yang menangani pekerjaan entri data adalah tim DinasKesehatan seksi PL Kabupaten Situbondo. Sejumlah 4 staf terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA sebelum melakukan pekerjaan entri data selama 10 hari.

Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvai. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri di-re-check kembali oleh tim Pokja Sanitasi. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali.

Untuk mengorganisir Studi EHRA, dibentuk panitia ad-hoc yang terdiri dari Tim KMW3 dan Tim PPSP dari pusat Jakarta sebagai fasilitator pelatihan; Tim Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan sebagai Koordinator EHRA, Koordinator Kabupaten, dan Wilayah; Tim Supervisor yang berisi penggiat LSM; serta enumerator yang direkrut dari kader-kader posyandu tingkat kelurahan di Kabupaten Situbondo.

2.1.1. WAKTU DAN TEMPAT PELATIHAN EHRA

Tempat Pelaksanaan : Aula Puskesmas Panarukan Situbondo Dilaksanakan pada : Mei 2013

Jam : 08.00 WIB - Selesai

2.1.2. TIM PELATIHAN EHRA A. PESERTA :

 Kepala Kecamatan Terpilih  Kepala Puskesmas Terpilih

 Sanitarian di setiap Puskesmas Terpilih

(4)

B. NARASUMBER :

 Dinas Kesehatan Provinsi JATIM  PF PPSP JATIM

 CF PPSP Kabupaten Situbondo  Dinas Kesehatan Kab. Situbondo C. PEMANDU PROSES:

 Sekretariat PPSP dan Dinas Kesehatan Situbondo

2.2. HASIL PENENTUAN AREA SURVEY EHRA

Pelaksanaan penentuan Area survey dilakukan secara penuh oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo dengan bantuan CF dan/atau PF. Termasuk dalam tanggungjawab setiap Komunitas adalah persiapan logistic studi, finalisasi desain studi, penyiapan dan pelatihan Enumerator, pengumpulan data, data entri dan analisis serta pelaporan dan diskusi public. Berikut Tahapan proses yang dilakukan dalam penentuan area survey Kabupaten Situbondo.

A. Adapun susunan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo sebagai berikut : (1) TIM EHRA

Tim EHRA yang sudah terbentuk berdasarkan SK bupati terdiri dari:

 Penanggungjawab : Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo  Koordinator Survey : Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo  Anggota : Semua SKPD yang terkait

 Supervisor : Sanitarian Puskesmas

 Tim Entry Data : Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo  Tim Analisis : Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo  Enumerator : Kader Posyandu dan sanitarian puskesmas (2) KRITERIA PEMILIHAN ENUMERATOR :

Enumerator yang dipilih diharapkan memenuhi criteria sebagai berikut : a. Diutamakan mempunyai pendidikan SMU

b. Merupakan kader aktif posyandu dan sanitarian c. Berperan aktif dikegiatan posyandu

d. Memiliki waktu luang dan peduli dengan masalah sanitasi dan higinitas e. Berusia 20 – 50 tahun

(5)

(3) AREA SURVEY EHRA KABUPATEN SITUBONDO

Salah satu aspek perbaikan dalam Studi EHRA 2013 adalah adanya metoda penentuan target area secara geografi dan demografi melalui proses yang Klustering. Hasil Klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan beresiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah “Probability Sampling” sehingga semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”.Teknik ini sangat cocok digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria utama dan criteria tambahan. Kriteria utama adalah criteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Dinas Kesehatan Kabupaten apabila dinilai ada hal yang spesifik di Kabupaten/Kabupaten yang bersangkutan terkait dengan resiko kesehatan lingkungan akibat sanitasi. Dan untuk Kabupaten Situbondo yang termasuk dalam Kriteria tambahan disini adalah Daerah Pesisir dan pegunungan. Karena berdasarkan persepsi SKPD yang tergabung dalam Tim Dinas Kesehatan kabupaten Situbondo daerah pesisir dan pegunungan di Kabupaten Situbondo cenderung mempunyai pola hidup yang kurang sehat dan kurang mendukung kesehatan sanitasi lingkungan.

Kriteria Utama penetapan Klaster adalah sebagai berikut :

a) Kepadatan Penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap Kabupaten/Kabupaten telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/desa

b) Angka kemiskinan dengan indicator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representative menunjukkan kondisi social ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bias dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dn Keluarga Sejahtera tingkat 1 dengan formula sebagai berikut :

c) Angka Kemiskinan =

d) Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat

e) Daerah terkena banjir dan dinilai mengganggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, dan lamanya surut.

%

100

)

1

Pr

(

x

KK

KS

KS

a

(6)

Klastering wilayah Kabupaten Situbondo akan menghasilkan klaster sebagai berikut : Tabel 14. Kategori Klaster Berdasarkan Kriteria Indikasi lingkungan beresiko

KLASTER O

Wilayah Kecamatan/kelurahan dari Kabupaten Situbondo yang tidak memenui semua kriteria

utama maupun kriteria tambahan

KLASTER 1 Wilayah Kecamatan/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan beresiko

KLASTER 2 Wilayah kecamaan/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan beresiko

KLASTER 3 Wilayah Kecamatan/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan beresiko

KLASTER 4 Wilayah kecamatan/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan beresiko

Berdasarkan metode studi EHRA yang dijelaskan diatas dalam penentuan klaster di Kabupaten Situbondo yang akan melaksanakan Studi EHRA dilakukan dalam dua tahap, yaitu :

1. Tahap 1, klastering pada tingkat Kecamatan, dilakukan oleh team Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo berdasarkan criteria utama untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko tingkat kecamatan

2. Tahap II, klastering pada tingkat Desa/Kelurahan, dilakukan oleh dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo bersama kecamatan, berdasarkan Kriteria Utama (criteria utama penetapan klaster) untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko tingkat Desa/Kelurahan, hasilnya dari kedua tahap tersebut seperti terlihat dalam Tabel 2.

Tabel 15.

Klastering Untuk Wilayah Study EHRA Tingkat Kecamatan dan Kelurahan Di Kabupaten Situbondo

NO Kecamatan Desa/ Kelurahan

Indikator

Klaster

kepadatan maskin DAS Genangan

air/ banjir

1 010 Sumbermalang 001 Alas Tengah 0 1 1 1 3

002 Baderan 0 1 1 0 2 003 Taman Kursi 0 1 1 0 2 004 Sumber argo 1 1 1 0 3 005 Kalirejo 1 1 1 0 3 006 TamanSari 1 1 1 0 3 007 Tlogosari 1 1 0 0 2

(7)

008 Taman 1 1 1 1 4 009 Plalangan 1 1 1 1 4 2 020 Jatibanteng 001Patemon 0 1 1 1 3 002 Kembangsari 1 1 0 0 2 003 Pategalan 1 1 1 0 3 004 Semambung 1 1 1 1 4 005 Sumberanyar 1 1 1 0 3 006 Jatibanteng 1 0 1 0 2 007 Wringinanom 0 0 1 0 1 008 Curahsuri 0 0 1 0 1 3 030 Banyuglugur 001 Tepos 0 1 1 1 3 002 Kalisari 0 1 0 0 1 003 Lubawang 1 0 1 1 3 004 Kalianget 1 1 1 1 4 005 Telempong 0 0 1 0 1 006 Selobanteng 0 0 1 0 1 007 Banyuglugur 0 0 1 0 1 4 040 Besuki 001 Bloro 1 1 1 1 4 002 Langkap 1 0 0 0 1 003 Blimbing 1 0 0 0 1 004 Widoropayung 1 0 0 0 1 005 Sumberejo 1 1 0 0 2 006 Jetis 1 0 0 0 1 007 Kalimas 1 0 0 0 1 008 Demung 1 0 0 1 2 009 Pesisir 1 0 0 1 2 010 Besuki 1 0 0 1 2 5 050 SUBOH 001 Cemara 1 1 0 0 2 002 Mojodungkul 1 1 1 1 4 003 Gunung Putri 1 1 0 0 2 004 Gunung Malang 1 1 1 0 3 005 Dawuhan 1 0 1 1 3 006 Suboh 1 0 1 1 3 007 Buduan 1 1 0 0 2 008 Ketah 1 0 1 0 2 6 060 MLANDINGAN 001 Selomukti 0 0 1 1 2 002 Sumberpinang 1 0 0 0 1 003 Alas Bayur 0 1 0 0 1

(8)

004 Sumberanyar 1 1 1 0 3 005 campoan 0 0 0 0 0 006 Trebungan 1 1 1 1 4 007 Mlandingan kulon 1 0 1 1 3 7 070 BUNGATAN 001 Selowogo 1 0 1 1 3 002 Sumbertengah 0 0 1 0 1 003 Patemon 0 0 1 0 1 004 Pasir putih 0 0 1 1 2 005 bungatan 1 0 1 0 2 006 Bletok 1 0 1 0 2 007 Mlandingan Wetan 1 0 1 1 3 8 080 Kendit 001 Rajekwesi 0 1 1 0 2 002 Tambak ukir 0 0 1 0 1 003 bugeman 1 1 0 0 2 004 Kendit 1 0 1 1 3 005 Balung 1 0 1 1 3 006 Kukusan 0 0 1 0 1 007 Kltakan 1 0 1 0 2 9 090 Panarukan 001 Kilensari 1 0 0 0 1 002 Paowan 1 0 1 0 2 003 Sumberkolak 1 0 1 1 3 004 Wringinanom 1 0 1 1 3 005 Peleyan 1 0 0 0 1 006 Alas Malang 1 1 0 0 2 007 Duwet 1 0 0 0 1 008 Gelung 1 0 0 0 1 10 100 Situbondo 001 Kalibagor 1 0 1 0 2 002 Kotakan 1 0 1 0 2 003 Dawuhan 0 0 1 1 2 004 Patokan 1 0 1 1 3 005 Talkandang 1 0 1 0 2 006 Olean 1 0 0 0 1 11 110 Mangaran 001 Trebungan 1 0 1 0 2 002 Mangaran 1 0 1 0 2 003 Tanjung kamal 1 1 1 0 3 004 Tanjung Glugur 1 0 1 0 2

(9)

005 Tanjung Pecinan 1 0 1 0 2 006 Semiring 1 0 1 0 2 12 120 Panji 001 Sliwung 0 1 1 1 3 002 Ardirejo 0 1 1 1 3 003 Battal 1 0 0 0 1 004 Klampokan 1 1 0 0 2 005 Juglangan 1 0 1 1 3 006 Panji Kidul 1 1 0 0 2 007 Panji Lor 1 1 0 0 2 008 Mimbaan 1 0 1 1 3 009 Curah jeru 1 0 1 1 3 010 Tokelan 1 1 0 0 2 011 Tenggir 1 1 0 0 2 012 Kayuputih 1 0 1 0 2 13 130 Kapongan 001 Kandang 1 1 0 0 2 002 Curah cotok 1 0 0 0 1 003 Peleyan 1 0 1 1 3 004 Wonokoyo 1 0 1 1 3 005 Sletreng 1 0 1 1 3 006 Landangan 1 0 1 1 3 007 kapongan 1 0 1 0 2 008 Kesambirampak 1 0 1 0 2 009 Gebangan 1 1 0 0 2 010 Pokaan 1 0 1 0 2

14 140 Arjasa 001 Curah tatal 0 0 0 0 0

002 Jatisari 0 0 0 0 0 003 Kayumas 0 0 0 0 0 004 Bayeman 0 1 1 0 2 005 Ketowan 1 1 0 0 2 006 Kedungdowo 1 0 0 0 1 007 Lamongan 1 0 0 1 2 008 Arjasa 1 0 1 0 2 15 150 Jangkar 001 Sopet 0 0 1 0 1 002 Curahkalak 1 0 1 0 2 003 Palangan 1 0 1 0 2 004 Jangkar 1 0 1 0 2 005 Gadingan 1 0 1 0 2 006 Kumbangsari 1 0 1 1 3 007 1 1 0 0 2

(10)

Pesanggrahan 008 Agel 1 1 0 0 2 16 160 Asembagus 001 Mojosari 0 0 1 0 1 002 Kertosari 0 0 1 0 1 003 Kedunglo 0 0 1 0 1 004 Bantal 1 1 0 0 2 005 Awar-awar 1 0 0 0 1 006 Perante 1 0 1 1 3 007 Trigonco 1 0 1 1 3 008 Asembagus 1 0 1 1 3 009 Gudang 1 0 0 1 2 010 Wringinanom 0 0 1 0 1 17 170 Banyuputih 001 Banyuputih 1 1 1 0 3 002 Sumberejo 1 0 1 0 2 003 Sumberanyar 0 0 1 1 2 004 Sumberwaru 0 1 1 1 3 005 Wnorejo 0 0 1 0 1 Keterangan :

 Warna merah : Klaster 4

 Warna Kuning : Klaster 3

 Warna Biru : Klaster 2

 Warna hijau : Klaster 1

 Warna Coklat : Klaster 0

Setelah dikompilasi hasil klastering pada tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa dari jumlah 140 Desa/ kelurahan yang ada di Kabupaten Situbondo, Klaster 0 terdiri 4 Desa/Kelurahan kemudian diambil 1 Desa, yaitu Jatisari . Klaster 1 terdiri terdapat 32 Desa kemudian diambil 10 desa, yaitu Telempong, Wringin anom , Langkap , Widoro payung, Jetis, Alas Bayur, Patemon, Tambak Ukir, Gelung , Kedunglo. Klaster 2 terdiri 59 Desa kemudian dimabil 16 desa, yaitu Baderan, Tepos, Kembangsari, Pesisir, Cemara, Gunung putri, bungatan, Rajekwesi, Paowan, Kalibagor, Semiring, Kayuputih, Kandang, Bayeman, Palangan. Klaster 3 terdiri 37 desa kemudian diambil 11 desa, yaitu Sumberkolak, Dawuhan, Tanjung kamal, Kumbangsari, Mimbaan, Wonokoyo, Sletreng, Landangan , Banyuputih, Sumberwaru, dan Kluster 4 terdiri dari 8 kelurahan di ambil 2 desa yaitu Taman dan Trebungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 3.

(11)

Tabel 16. Hasil Kompilasi Klastering Wilayah Studi EHRA Kabupaten Situbondo

Rekapitulasi

Cluster

Jumlah

(desa/kelurahan)

Desa/Kelurahan

Sampling

nama desa sasaran

survey

jumlah

responden

(40

responden

per desa)

Cluster 0

4

1

Jatisari

40

Cluster 1

32

10

Telempong, Wringin anom , Langkap , Widoro payung, Jetis, Alas Bayur, Patemon, Tambak Ukir, Gelung , Kedunglo

400

Cluster 2

59

16

Baderan, Tepos, Kembangsari, Pesisir, Cemara, Gunung putri, bungatan, Rajekwesi, Paowan, Kalibagor, Semiring, Kayuputih, Kandang, Bayeman, Palangan

540

Cluster 3

37

11

Sumberkolak, Dawuhan, Tanjung kamal, Kumbangsari, Mimbaan, Wonokoyo, Sletreng, Landangan , Banyuputih, Sumberwaru

440

Cluster 4

8

2

Taman, Trebungan

80

Jumlah

140

40

1600

Sumber : Hasil Analisa

2.3. JUMLAH RESPONDEN SURVEY EHRA KABUPATEN SITUBONDO

Sesuai dengan pedoman survey EHRA tahun 2013, untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi Kabupaten Situbondo, dengan mempertimbangkan persepsi dari SKPD dan dengan presisi yang disepakati bahwa tidak dibutuhkan besaran sampel yang sampai ribuan rumah tangga. Sampel

(12)

masing-masing. Berdasarkan pengalaman bahwa penentuan jumlah sampel tiap kelurahan memenuhi teknik statistik tertentu dan dianggap jumlahnya mewakili sebagai jumlah minimal yang dapat dianalisi. Maka jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden, hal ini merupakan strategi untuk memperkecil kesalahan, dimana jumlah responden per kelurahan tersebut harus tersebar secara proporsional di RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT.

2.4. PENENTUAN KECAMATAN DAN KELURAHAN/DESA AREA SURVEI

Penentuan keseluruhan area survey dengan pengambilan responden keseluruh kelurahan tidak mungkin dilakukan mengingat kebutuhan dan ketersediaan waktu, serta tenaga yang terbatas. Dengan demikian, maka penentuan jumlah lokasi target survey untuk tiap klaster menggunakan metoda” Proporsionate Startified Random Sampling” artinya populasi tidak homogeny dan strata yang berbeda, sehingga sampel diambil berdasarkan presentase (%) untuk tiap strata/kluster.

Dalam menentukan area survey enumerator dan Tim EHRA Kabupaten Situbondo telah mengambil kebijakan dengan mengambil seluruh kecamatan dan mengambil porsi tertentu dari jumlahkelurahan pada tiap klaster sebagai area survey.

Tabel 17. Hasil Kompilasi Klastering Wilayah Studi EHRA Kabupaten Situbondo

Rekapitulasi

Cluster

Jumlah

(desa/kel

urahan)

Desa/Kelu

rahan

Sampling

nama desa sasaran

survey

jumlah

responden

(40

responden

per desa)

Cluster

0

4

1

Jatisari

40

Cluster

1

32

10

Telempong, Wringin anom , Langkap , Widoro payung, Jetis, Alas Bayur, Patemon, Tambak Ukir, Gelung , Kedunglo

400

Cluster

2

59

16

Baderan, Tepos, Kembangsari, Pesisir, Cemara, Gunung putri, bungatan, Rajekwesi, Paowan, Kalibagor, Semiring, Kayuputih, Kandang, Bayeman, Palangan

540

(13)

Cluster

3

37

11

Sumberkolak, Dawuhan, Tanjung kamal, Kumbangsari, Mimbaan, Wonokoyo, Sletreng, Landangan , Banyuputih, Sumberwaru

440

Cluster

4

8

2

Taman, Trebungan

80

Jumlah

140

40

1600

Dengan demikian, berdasarkan kriteria dalam 1 desa/kelurahan harus ada minimal 40 responden maka jumlah sampel yang dibutuhkan Kabupaten Situbondo adalah sebanyak 40 x 40 = 1600 responden. Adapun dari hasil prosentase pengklusteran kemudian disepakati oleh Tim EHRA pemilihan daerah yang dianggap lebih layak dijadikan sasaran survey EHRA, sebagai berikut :

Tabel 18. Hasil Kompilasi Area Survey EHRA

CLUSTER 0 CLUSTER 1 CLUSTER 2 CLUSTER 3 CLUSTER 4

Desa/ Keluarahan sample untuk di survey EHRA persepsi SKPD

Jatisari Telempong Baderan Sumberkolak Taman

Wringin anom Tepos Sliwung Trebungan

Langkap Pesisir Mimbaan

Widoro payung Cemara Wonokoyo

Jetis Gunung Putri Sletreng

Alas Bayur Bungatan Landangan

Patemon Rajekwesi Kumbangsari

Tambak ukir Paowan Banyuputih

Gelung Kalibagor Sumberwaru

Kedungloh Semiring Kayuputih Kandang Bayeman Palangan Bantal

Gambar 1. Selanjutnya akan menjelaskan letak Kelurahan Di Kabupaten Situbondo yang merupakan area survey EHRA setelah hasil dari metode pengklusteran.

Jadi dari hasil pengklusteran dipilih kelurahan untuk disurvey EHRA adalah : 1. Kluster nol : Desa Jatisari kec.Arjasa

2. Kluster 1 : Desa Telempong kec. Banyuglugur, Desa Wringinanom Kec.Jatibanteng, Desa Langkap, desa Widoropayung, desa Jetis Kec.Besuki, Desa Alas Bayur Kec.Mlandingan, Desa

(14)

Patemon Kec. Bungatan, Desa Tambak ukir Kec.Kendit, Desa Gelung Kec.Panarukan, Desa Bantal Kec.Asembagus

3. Kluster 2 : Desa Baderan Kec.Sumbermalang, Desa Tepos Kec.Banyuglugur, Desa Kembangsari Kec. Jatibanteng, Desa Pesisir Kec. Besuki, Desa Cemara Kec.Suboh, Desa Gunung Putri Kec. Suboh, Desa Bungatan Kec.Bungatan, Desa Rajekwesi kec. Kendit, Desa Paowan Kec.Panarukan, Desa Kalibagor Kec.Situbondo, Desa Semiring Kec. Mangaran, Desa kayuputih kec. Panji, Desa Kandang Kec. Kapongan, desa bayemanKec. Arjasa, Desa Palangan Kec. Jangkar, Desa Bantal kec. Asembagus.

4. Kluster 3 : Desa Dawuhan kec. Situbondo, Desa Sumberkolak Kec. Panarukan, DesaTanjung Kamal Kec.Mangaran, Desa Mimbaan Kec Panji, Desa Wonokoyo Kec kapongan, Desa Landangan Kec. Kapongan, Desa Sletreng Kec. Kapongan, desa Kumbangsari Kec. Jangkar, Desa Banyuputih dan desa Sumberwaru Kec. Banyuputih

5. Kluster 4 :Desa Taman Kec. Sumbermalang, desa Trebungan Kec.Mlandingan

Pemilihan desa/kelurahan adalah dengan mengadakan rapat untuk menampung aspirasi dari SKPD terutama dari Kelurahan dan Kecamatan yang bersangkutan. Sehingga nantinya dapat memperkecil kesalahan penentuan area beresiko. Sehingga daerah area beresiko sanitasi yang terpilih adalah yang memang membutuhkan pembangunan Sanitasi untuk menumbuhkan pemerataan pembangunan sanitasi di Kabupaten Situbondo.

(15)

Kabupaten Situbondo memiliki ukuran populasi sebanyak 227.680 Rumah Tangga, dengan confident Level (CL) sebesar 95% diperoleh ukuran sampel sebesar 1600 Rumah Tangga yang dibagi dalam 40 (empat puluh ) desa/kelurahan di 17 (tujuh belas) kecamatan di Kabupaten Situbondo , yang rinciannya telah dijelaskan dalam Laporan Penentuan Area Survey EHRA. Dari 40 Desa/Kelurahan tersebut ditentukan bahwa tiap desa/kelurahan dipilih 40 responden yang disebar dalam pemerataan jumlah RT.

Total Kelurahan di Kabupaten Situbondo adalah 140 Desa/kelurahan dimana tersebar dari 17 kecamatan. Dari semua desa/kelurahan tersebut dipilih secara random berdasarkan metoda pengklusteran yang telah diterangkan sebelumnya.

Responden yang menjadi unit respon adalah ibu rumah tangga dengan asumsi bahwa mereka lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi.Ibu dalam Studi EHRA ini didefinisikan sebagai perempuan yang berusia 18-65 tahun yang telah atau pernah menikah. Prioritas ditentukan dengan status ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih ibu,maka usia menjadi batasan penentunya.

3.1.

Karakteristik Rumah Tangga Responden

Sebelum lebih jauh melihat hasil Studi EHRA yang dilaksanakan, maka pada bagian ini akan dipaparkan hal-hal yang terkait dengan karakteristik rumah tangga responden itu sendiri yang merupakan informasi terhadap sejumlah variabel social-demografi rumah di Kabupaten Situbondo. Variabel-variabel yang dimaksud adalah mencakup status responden, jumlah anggota keluarga, usia anak termuda, status kepemilikan rumah dan lahannya, serta ketersediaan kamar untuk disewakan. Variabel –variabel sosio demografis diperlukan karena keterkaitannya dengan masalah sanitasi. Jumlah anggota keluarga berhubungan dengan kebutuhan fasiltas sanitasi. Semakin banyak anggota dalam rumah tangga maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan.

(16)

Informasi mengenai usia anak termuda dalam keluarga adalah untuk menggambarkan besaran populasi yang memiliki resiko paling tinggi atau yang kerap dikenal dengan istilah Population at Risk. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water born disease), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita.

Sementara variabel yang berkaitan dengan status rumah, seperti kepemilikan dan juga ketersediaan kamar yang disewakan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (ship of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri, cenderung akan mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap kebersihan sanitasi dan kesehatan lingkungan. Seperti dipaparkan dalam bagian Metodologi, responden dalam Studi EHRA adalah Ibu atau perempuan yang telah menikah atau janda berusia antara 18-65 tahun . batas usia khususnya diperlakukan secara fleksibel. Penilaian enumerator banyak menentukan. Bila usia responden diatas 65 tahun, namun masih terdengar cakap dan dapat merespon pertanyaan enumerator dengan tanggap, maka enumerator dapat mempertimbangkan memasukkan dalam daftar prioritas responden.

(17)

Dari aspek usia, kebanyakan ibu adalah berusia lebih dari 45 tahun, yaitu sekitar 23.7% dari total responden. Sekitar 18,2% untuk responden ibu yang berusia 31 s/d 36 tahun. Sedangkan proporsi yang terkecil adalah ibu yang berusia <= 20 tahun.

Gambar 2. Keberadaan Balita

Studi EHRA juga mengidentifikasi keberadaan balita dalam sebuah rumah tangga. Keberadaan balita menjadi penting dibandingkan kelompok lain. Balita adalah segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan sanitasi. Diare, misalnya adalah pembunuh balita setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Karena itu, sebaran balita dapat memberi gambaran tentang kerentanan suatu wilayah.

Yang masuk dalam usia anak balita adalah usia antara 2-5 tahun dan usia kurang dari 2 tahun juga dapat dimasukkan dalam kategori bayi/balita.

Dari pertanyaan kuesioner B.5 dan B6. Berapa jumlah anak usia 2-5 tahun dan jumlah anak kurang dari 2 tahun dalam rumah tangga responden. Menunjukkan jumlah balita dalam satu rumah tangga di Kabupaten Situbondo.

Berkenaan dengan jumlah anak usia kurang dari 2 tahun hanya 5,91% , anak yang usianya antara 2-5 tahun mempunyai proporsi 12,50%, anak usia 6-12 Tahun 21,95 % dananak yang usianya lebih dari 12 tahun 59,65% . Hal ini berarti anak tersebut lebih rentan terpapar masalah kesehatan lingkungan.

(18)

3.2

Sumber Air Minum

Bagian mengenai Sumber Air Minum ini menjelaskan mengenai kondisi akses sumber air untuk minum bagi rumah tangga di Kabupaten Situbondo. Hal yang diteliti dalam EHRA terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni 1) jenis sumber air minum yang digunakan rumah tangga, dan 2) kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat resiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga.

Sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis sumber air minum yang dinilai aman secara global, seperti air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak terdapat sumber-sumber yang memiliki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi pathogen ke dalam tubuh manusia, diantaranya adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi.

Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu factor yang mengurangi resiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi mengkonfirmasi bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko terkena diare lebih rendah dibandingkan dengan yang suplai air nya kurang memadai. Karena untuk yang memiliki suplai air memadai, maka kegiatan higinitas akan lebih mudah dan teratur dapat dilakukan. Oleh sebab itu kelangkaan air menjadi salah satu factor resiko secara tidak langsung bagi terjadinya penyakit seperti diare.

Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden.

Hasil survey EHRA menunjukkan bahwa di Kabupaten Situbondo terdapat 3 (itga) sumber air minum yang menonjol, yaitu :

1. Air sumur gali terlindungi (SGL) 2. Mata air terlindungi

3. Air sumur pompa tangan (SPT) 4. Kran umum

(19)

Gambar 3. Diagram Sumber Air dan Penggunaannya oleh Responden Hasil EHRA

Minum Masak

Cuci piring dan peralatan

Cuci baju Gosok

gigi Prosentase

Air Botol 32 2 1 1 1 0,44%

Isi Ulang 21 10 7 6 7 0,60%

Ledeng dari PDAM 159 165 186 187 187 10,46%

Hidran Umum 56 57 50 53 53 3,18%

Kran Umum 152 150 148 144 148 8,78%

SPT 353 351 341 324 327 8,78%

SGL Terlindungan 367 392 388 373 372 22,39%

SGL tak terlindung 175 181 185 151 155 10,02%

Mata Air Terlindungi 202 203 192 182 181 11,36%

Mata Air Tak terlindungi 37 36 37 33 29 2,04%

Air hujan 0 0 0 0 0 0,00%

Air Sungai 1 2 30 204 148 4,56%

Air Danau/waduk 1 1 1 1 1 0,06%

Lain-lain 108 104 100 98 99 6,02%

Dari gambar 3 diatas dapat terlihat bahwa responden banyak menggunakan sumber air dari air sumur gali terlindungi sebagai keperluan berbagai aktivitas , yaitu kurang lebih rata-rata 22,39%

(20)

penggunanya di Kabupaten Situbondo. Peringkat kedua adalah sumber air dari mata air terlindungi, sekitar rata-rata 11,36% penduduk responden menggunakannya untuk berbagai keperluan. Pada kenyataannya sumber air baik dari sumur gali dan mata air terlindungi di Kabupaten Situbondo memang kualitas dan kuantitasnya cukup memadai, sebab diambil dari sumber mata air yang terkenal dengan kualitas yang baik sebagai air minum dan kuantitas yang berlimpah mengingat geografis Kabupaten Situbondo berupa pegunungan.

Terkait dengan keamanan, hasil analisis data EHRA menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Situbondo (diwakili responden) memiliki dan menggunakan sumber air yang relative aman, kurang lebih 75%. Yaitu penggunaan air dengan cara memasaknya terlebih dahulu dan direbus. Cara pengambilan air pun dengan gayung dan disimpan dalam wadah tertutup. Sebelum digunakan air disimpan terlebih dahulu sehingga mengendapkan sedimen yang kemungkinan terlarut didalamnya.

Sehingga dari hasil pengolahan air minum, penduduk Kabupaten Situbondo hamper jarang balita yang menderita diare. Disamping hal tersebut di atas, studi EHRA juga mengidentifikasi apakah rumah tangga Kabupaten Situbondo mengeluarkan dana untuk mendapatkan air. Hasilnya mayoritas rumah tangga di Kabupaten Situbondo tidak banyak mengeluarkan dana untuk memanfaatkan air untuk minum, selain menjadi pelanggan PDAM dengan memanfaatkan air pipa ledeng PDAM sebagian besar responden menggunakan air sumur gali terlindungi untuk sumber air minumnya.

Gambar 4. Wadah penyimpanan air di Kabupaten Situbondo

Berdasarkan Gambar 4 dapat dianalisis bahwa hampir semua responden menyimpan air sebelum dipakai untuk minum di dalam wadah yang tertutup, seperti dalam teko (42,5%), atau dalam panci tertutup (36,4%).

(21)

.Sedangkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam mendapatkan air, responden sebagian besar tidak pernah mengalami kesulitan sebesar 85,4%, namun ada beberapa 13,80% yang harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan air. Keterangan tersebut dapat diperhatikan dalam Gambar 6 sebagai berikut :

Gambar 5. Kelangkaan Sumber Air Kabupaten Situbondo

Melalui EHRA ini juga dapat diketahui peletakan dan kondisi sumber air terhadap letak tempat penampungan dan pembuangan tinja. Bahwa sesuai kriteria bahwa peletakan septik tank harus lebih dari 10 m dari sumber air. Di Kabupaten Situbondo peletakan penampung tinja rumah tangga dengan sumber air penduduk banyak tidak diketahui oleh penduduk dan tidak pernah diukur sebelum pembangunannya. Terbukti dalam studi di lapangan EHRA masih banyak penduduk yang tidak tahu, dan hanya beberapa penduduk yang mengetahui dengan pasti jarak sumber air terhadap penampungan tinja tersebut. Hampir berbanding sama antara penduduk yang membangun tangki septik di rumahnya dengan jarak kurang dari 10 m dan yang membangun dengan jarak lebih dari 10 m. Hal ini berarti hampir mayoritas responden belum mengetahui pentingnya memisahkan jarak antara sumber air dengan sumber pencemar seperti penampungan tinja.Karena sebaiknya sebelum membuat tangki penampungan tinja tersebut sudah harus direncanakan peletakannya jauhnya sekitar lebih dari 10 m dari sumber air non perpipaan. Dan sebagian besar penduduk responden adalah pengguna sumur gali terlindungi. Namun dengan kondisi peletakan penampung tinja yang terlalu dekat dapat saja mencemari sumber air tersebut dengan adanya pencemaran melalui peresapan air tanah sehingga dapat mencemari sumur atau sumber air sekitarnya. Jarak sumber air terhadap tempat pembuangan tinja dapat diperhatikan dalam Gambar 6 sebagai berikut :

(22)

Gambar 6. Jarak sumber air terhadap tempat pembuangan tinja

Berikut ini disajikan data sumber air minum per kelurahan survey atau sesuai penggolongan Kluster. Terdiri atas data pengelolaan sumber air untuk berbagai keperluan, seperti : memasak, mandi, cuci, minum, dan gosok gigi.

(23)

Tabel 19. Pengelolaan Sumber air Sebagai Air minum

SUMBER AIR BERSIH

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4

n %

n % n % n % n % n %

A. Air botol kemasan (Minum) 1 2,4 2 ,5 14 2,2 13 2,9 2 2,5 32 2,0

B. Air isi ulang (Minum) 0 ,0 4 1,0 13 2,0 4 ,9 0 ,0 21 1,3

C. Air Ledeng dari PDAM (Minum) 0 ,0 25 6,3 61 9,5 73 16,5 0 ,0 159 9,9

D. Air hidran umum - PDAM (Minum) 0 ,0 38 9,6 8 1,2 10 2,3 0 ,0 56 3,5

E. Air kran umum -PDAM/PROYEK

(Minum) 0 ,0 33 8,3 76 11,9 5 1,1 38 47,5 152 9,5

F. Air sumur pompa tangan (Minum) 8 19,0 77 19,4 151 23,6 114 25,8 3 3,8 353 22,0

G. Air sumur gali terlindungi (Minum) 1 2,4 86 21,7 148 23,1 105 23,8 27 33,8 367 22,9

H. Air sumur gali tdk terlindungi (Minum)

28 66,7 55 13,9 27 4,2 56 12,7 9 11,3 175 10,9

I. Mata air terlindungi (Minum) 1 2,4 68 17,2 109 17,0 5 1,1 19 23,8 202 12,6

J. Mata air tdk terlindungi (Minum) 3 7,1 3 ,8 22 3,4 9 2,0 0 ,0 37 2,3

K. Air hujan (Minum) 42 100,0 396 100,0 641 100,0 442 100,0 80 100,0 1601 100,0

L. Air dari sungai (Minum) 0 ,0 0 ,0 1 ,2 0 ,0 0 ,0 1 ,1

M. Air dari waduk/danau (Minum) 0 ,0 0 ,0 0 ,0 0 ,0 1 1,3 1 ,1

N. Lainnya (Minum) 2 4,8 12 3,0 33 5,1 61 13,8 0 ,0 108 6,7

(24)

Tabel 20. Pengelolaan Sumber air untuk Memasak

SUMBER AIR BERSIH

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4

n %

n % n % n % n % n %

A. Air botol kemasan (Masak) 0 ,0 0 ,0 2 ,3 0 ,0 0 ,0 2 ,1

B. Air isi ulang (Masak) 0 ,0 1 ,3 6 ,9 3 ,7 0 ,0 10 ,6

C. Air Ledeng dari PDAM (Masak) 0 ,0 25 6,3 65 10,1 75 17,0 0 ,0 165 10,3

D. Air hidran umum - PDAM (Masak) 0 ,0 38 9,6 9 1,4 10 2,3 0 ,0 57 3,6

E. Air kran umum -PDAM/PROYEK (Masak)

0 ,0 33 8,3 74 11,5 5 1,1 38 47,5 150 9,4

F. Air sumur pompa tangan (Masak) 5 11,9 78 19,7 152 23,7 113 25,6 3 3,8 351 21,9

G. Air sumur gali terlindungi (Masak) 3 7,1 87 22,0 154 24,0 119 26,9 29 36,3 392 24,5

H. Air sumur gali tdk terlindungi (Masak)

30 71,4 56 14,1 28 4,4 58 13,1 9 11,3 181 11,3

I. Mata air terlindungi (Masak) 1 2,4 70 17,7 108 16,8 5 1,1 19 23,8 203 12,7

J. Mata air tdk terlindungi (Masak) 3 7,1 3 ,8 22 3,4 8 1,8 0 ,0 36 2,2

K. Air hujan (Masak) 0 ,0 0 ,0 0 ,0 0 ,0 0 ,0 0 ,0

L. Air dari sungai (Masak) 0 ,0 1 ,3 1 ,2 0 ,0 0 ,0 2 ,1

M. Air dari waduk/danau (Masak) 0 ,0 0 ,0 0 ,0 0 ,0 1 1,3 1 ,1

(25)

Tabel 21. Pengelolaan Sumber air untuk Cuci Piring

SUMBER AIR

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4

n %

n % n % n % n % n %

A. Air botol kemasan (Cuci piring&gelas)

0 ,0 0 ,0 1 ,2 0 ,0 0 ,0 1 ,1

B. Air isi ulang (Cuci piring&gelas) 0 ,0 1 ,3 5 ,8 1 ,2 0 ,0 7 ,4

C. Air Ledeng dari PDAM (Cuci piring&gelas)

0 ,0 25 6,3 85 13,3 76 17,2 0 ,0 186 11,6

D. Air hidran umum - PDAM (Cuci piring&gelas)

0 ,0 35 8,8 9 1,4 10 2,3 0 ,0 54 3,4

E. Air kran umum -PDAM/PROYEK (Cuci piring&gelas)

0 ,0 33 8,3 73 11,4 4 ,9 38 47,5 148 9,2

F. Air sumur pompa tangan (Cuci piring&gelas)

6 14,3 78 19,7 148 23,1 106 24,0 3 3,8 341 21,3

G. Air sumur gali terlindungi (Cuci piring&gelas)

3 7,1 87 22,0 148 23,1 121 27,4 29 36,3 388 24,2

H. Air sumur gali tdk terlindungi (Cuci piring&gelas)

29 69,0 56 14,1 27 4,2 64 14,5 9 11,3 185 11,6

I. Mata air terlindungi (Cuci piring&gelas)

1 2,4 69 17,4 96 15,0 7 1,6 19 23,8 192 12,0

J. Mata air tdk terlindungi (Cuci piring&gelas)

3 7,1 3 ,8 21 3,3 10 2,3 0 ,0 37 2,3

K. Air hujan (Cuci piring&gelas) TIDAK ADA YANG AKSES

L. Air dari sungai (Cuci piring&gelas) 0 ,0 16 4,0 12 1,9 2 ,5 0 ,0 30 1,9

M. Air dari waduk/danau (Cuci piring&gelas)

0 ,0 0 ,0 0 ,0 0 ,0 1 1,3 1 ,1

(26)

Tabel 22. pengelolaan Sumber air untuk Cuci Baju

SUMBER AIR

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4

n %

n % n % n % n % n %

A. Air botol kemasan (Cuci pakaian) 0 ,0 0 ,0 1 ,2 0 ,0 0 ,0 1 ,1

B. Air isi ulang (Cuci pakaian) 0 ,0 0 ,0 5 ,8 1 ,2 0 ,0 6 ,4

C. Air Ledeng dari PDAM (Cuci pakaian)

0 ,0 25 6,3 86 13,4 76 17,2 0 ,0 187 11,7

D. Air hidran umum - PDAM (Cuci pakaian)

0 ,0 31 7,8 9 1,4 10 2,3 0 ,0 50 3,1

E. Air kran umum -PDAM/PROYEK (Cuci pakaian)

0 ,0 33 8,3 69 10,8 4 ,9 38 47,5 144 9,0

F. Air sumur pompa tangan (Cuci pakaian)

6 14,3 66 16,7 146 22,8 103 23,3 3 3,8 324 20,2

G. Air sumur gali terlindungi (Cuci pakaian)

3 7,1 82 20,7 142 22,2 117 26,5 29 36,3 373 23,3

H. Air sumur gali tdk terlindungi (Cuci pakaian)

29 69,0 33 8,3 22 3,4 58 13,1 9 11,3 151 9,4

I. Mata air terlindungi (Cuci pakaian) 1 2,4 65 16,4 89 13,9 8 1,8 19 23,8 182 11,4

J. Mata air tdk terlindungi (Cuci pakaian)

3 7,1 3 ,8 13 2,0 14 3,2 0 ,0 33 2,1

K. Air hujan (Cuci pakaian) TIDAK ADA YANG AKSES

L. Air dari sungai (Cuci pakaian) 0 ,0 106 26,8 47 7,3 51 11,5 0 ,0 204 12,7

M. Air dari waduk/danau (Cuci pakaian)

0 ,0 0 ,0 0 ,0 0 ,0 1 1,3 1 ,1

(27)

Tabel 23. Pengelolaan Sumber air untuk Gosok Gigi

SUMBER AIR

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4

n %

n % n % n % n % n %

A. Air botol kemasan (Gosok gigi) 0 ,0 0 ,0 1 ,2 0 ,0 0 ,0 1 ,1

B. Air isi ulang (Gosok gigi) 0 ,0 0 ,0 5 ,8 2 ,5 0 ,0 7 ,4

C. Air Ledeng dari PDAM (Gosok gigi) 0 ,0 25 6,3 86 13,4 76 17,2 0 ,0 187 11,7

D. Air hidran umum - PDAM (Gosok

gigi) 0 ,0 35 8,8 8 1,2 10 2,3 0 ,0 53 3,3

E. Air kran umum -PDAM/PROYEK (Gosok gigi)

0 ,0 32 8,1 73 11,4 5 1,1 38 47,5 148 9,2

F. Air sumur pompa tangan (Gosok gigi)

6 14,3 67 16,9 147 22,9 104 23,5 3 3,8 327 20,4

G. Air sumur gali terlindungi (Gosok gigi)

3 7,1 80 20,2 143 22,3 117 26,5 29 36,3 372 23,2

H. Air sumur gali tdk terlindungi (Gosok gigi)

29 69,0 34 8,6 24 3,7 59 13,3 9 11,3 155 9,7

I. Mata air terlindungi (Gosok gigi) 1 2,4 66 16,7 88 13,7 7 1,6 19 23,8 181 11,3

J. Mata air tdk terlindungi (Gosok gigi)

3 7,1 2 ,5 13 2,0 11 2,5 0 ,0 29 1,8

K. Air hujan (Gosok gigi) 0 ,0 0 ,0 3 ,5 0 ,0 0 ,0 3 ,2

L. Air dari sungai (Gosok gigi) 0 ,0 74 18,7 36 5,6 38 8,6 0 ,0 148 9,2

M. Air dari waduk/danau (Gosok gigi) 0 ,0 0 ,0 0 ,0 0 ,0 1 1,3 1 ,1

(28)

Dengan melihat tabel pemakaian beberapa sumber air untuk keperluan minum, memasak, cuci dan gosok gigi tampak bahwa sumber air untuk keperluan air minum sebagian berasal dari sumur gali terlindungi (24,5%)yang paling banyak terdapat di cluster 1. Untuk keperluan memasak juga mengambil dari sumur pompa tangan (21,9%) banyak terdapat di cluster 3. Untuk keperluan cuci piring/gelas sebagian besar mengambil dari sumur gali terlindungi (24,3%) banyak terdapat di desa bercluster 3. Untuk keperluan cuci pakaian sebagian besar berasal dari air dari sungai (23,3%) di desa bercluster 3, sedangkan untuk keperluan gosok gigi terbanyak menggunakan air yang berasal dari sumur gali terlindungi (23,2%) di desa bercluster 3.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Desa bercluster 3 penduduknya banyak yang memanfaatkan sumur gali terlindungi.

Hal ini sesuai dengan geografis daerah tersebut yang dilewati banyak sungai. Keberadaan sumber air juga ada hubungannya dengan penyakit yang disebabkan oleh air yaitu salah satunya diare. Kejadian penderita diare di Kabupaten Situbondo melalui EHRA dapat diketahui melalui beberapa kategori sebagai berikut :

(29)

Tabel 24. Penderita Diare di Kabupaten Situbondo Studi EHRA

VARIABEL KATEGORI

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4

n %

n % n % n % n % n %

H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare Hari ini 0 ,0 0 ,0 3 ,5 1 ,2 0 ,0 4 ,2 Kemarin 0 ,0 0 ,0 5 ,8 4 ,9 2 2,5 11 ,7 1 minggu terakhir 5 11,9 4 1,0 15 2,3 17 3,8 3 3,8 44 2,7 1 bulan terakhir 4 9,5 6 1,5 36 5,6 20 4,5 4 5,0 70 4,4 3 bulan terakhir 6 14,3 7 1,8 22 3,4 17 3,8 5 6,3 57 3,6 6 bulan yang lalu 3 7,1 17 4,3 19 3,0 27 6,1 2 2,5 68 4,2 Lebih dari 6 bulan yang lalu

7 16,7 23 5,8 40 6,2 58 13,1 5 6,3 133 8,3

Tidak pernah 17 40,5 339 85,6 501 78,2 298 67,4 59 73,8 1214 75,8

A. Anak-anak balita Tidak 16 64,0 48 84,2 107 76,4 121 84,0 18 85,7 310 80,1

Ya 9 36,0 9 15,8 33 23,6 23 16,0 3 14,3 77 19,9

B. Anak-anak non balita

Tidak 22 88,0 57 100,0 125 89,3 139 96,5 21 100,0 364 94,1

Ya 3 12,0 0 ,0 15 10,7 5 3,5 0 ,0 23 5,9

C. Anak remaja laki-laki Tidak 25 100,0 52 91,2 129 92,1 127 88,2 20 95,2 353 91,2 Ya 0 ,0 5 8,8 11 7,9 17 11,8 1 4,8 34 8,8 D. Anak remaja perempuan Tidak 24 96,0 54 94,7 126 90,0 130 90,3 19 90,5 353 91,2 Ya 1 4,0 3 5,3 14 10,0 14 9,7 2 9,5 34 8,8

E. Orang dewasa laki-laki Tidak 19 76,0 28 49,1 98 70,0 82 56,9 11 52,4 238 61,5 Ya 6 24,0 29 50,9 42 30,0 62 43,1 10 47,6 149 38,5 F. Orang dewasa perempuan Tidak 12 48,0 32 56,1 86 61,4 73 50,7 16 76,2 219 56,6 Ya 13 52,0 25 43,9 54 38,6 71 49,3 5 23,8 168 43,4

(30)

Dari table 2.4 diatas dapat dianalisis bahwa kejadian penyakit diare di Kabupaten Situbondo secara garis besar tidak begitu mendominasi. Terutama pusat perhatian di wilayah survey EHRA, yang mayoritas cluster 1. Dan dapat dijadikan acuan bahwa cluster 1 yang hampir sedikit pengguna air ledeng dari PDAM, namun penderita diare juga tidak begitu signifikan, yakni terutama pada balita. Justru didapat hasil bahwa pada orang dewasa perempuan yang banyak menerita diare, yakni 25%. Jadi di tahun 2012 ini penderita diare tidak banyak diderita oleh penduduk dengan indicator responden dari wilayah survey EHRA.Apakah hal ini jga dapat dijadikan indikator telah membaiknya sistem sanitasi atau kesehatan lingkungan di Kabupaten Situbondo? Kita belum bisa menjawabnya, sebelum meneropong indikator EHRA yang lainnya.

(31)
(32)

4.3

Higinitas/Cuci Tangan Pakai Sabun

Bagian lain dari penilaian resiko kesehatan lingkungan adalah Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang berkaitan dengan higinitas. Mengapa CTPS menjadi bagian yang penting lainnya dikarenakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat. Disamping itu berbagai sumber penyakit dapat berawal dari tangan yang kotor dan bibit penyakit dapat lebih mudah mengkontaminasi tubuh kita hingga terserang penyakit.

Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat mengeblok transmisi pathogen penyebab diare. Pencemaran tinja/kotoran manusia adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan pathogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, dalam hal ini termasuk balita adalah melalui 4F, yakni fluid (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (Jari/ tangan).

Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/pengasuh untuk mengurangi resiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting, yakni :

1. Sesudah buang air besar 2. Sesudah enceboki pantat anak 3. Sebelum menyantap makanan 4. Sebelum menyuapi anak

5. Sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga

Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-hari di Kabupaten Situbondo, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah sudah menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami EHRA terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin.

(33)

Gambar 7. Diagram pemakaian sabun oleh ibu pada hari ini atau kemarin

Studi EHRA menemukan hampir semua rumah tangga di Kabupaten Situbondo menggunakan sabun (98,2%). Rumah tangga yang diwawancarai melaporkan menggunakan sabun sebanyak 98,2% responden dan yang tidak menggunakan sabun hanya 1,8 % responden saja .

Akses terhadap sabun adalah suatu kepentingan, bahwa para responden tidak serta merta menggunakan sabun sebagai kepentingan higinitas, khususnya cuci tangan di waktu penting. Seperti untuk keperluan mandi responden ibu yang menggunakan sabun sebanyak 99,3% , keperluan mencuci tangan sendiri 64,6%, mencuci peralatan 94,8 %, serta mencuci pakaian 94,6%. Presentase terbanyak mencuci tangan pakai sabun adalah untuk keperluan mencuci mandi yaitu untuk membersihkan badan.

Sedangkan untuk keperluan disaat penting lain seperti menceboki pantat anak hanya 35,4% responden yang melapor, sedang 64,6% lainnya tidak mencuci tangannya. Kemudian mencuci tangan anak hanya 35,6% responden yang melakukannya sedangkan 60,4% lainnya tidak melakukan hal tersebut. Hal ini sangat disayangkan, padahal justru untuk anak adalah yang lebih penting dicuci tangannya setiap setelah melakukan kegiatan, sebab biasanya anak-anak belum mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun jika bukan orangtua yang mengarahkan.

(34)

Gambar 8. Keperluan Cuci Tangan Pakai Sabun mandi memandikan anak menceboki pantat anak mencuci tangan sendiri mencuci tangan anak mencuci peralatan mencuci

pakaian lain-lain tidak tahu

tidak 0,7 51 64,6 35,4 60,6 5,2 5,4 98,7 99,4

ya 99,3 49 35,4 64,6 39,4 94,8 94,6 1,3 0,6

Sebagian besar ibu menggunakan sabun untuk mencuci tangan pada waktu sebelum makan dan sesudah makan. Serta setelah buang air besar (BAB). Hampir separuh lebih ibu-ibu sudah mengerti harus mencuci tangan pakai sabun dalam aktivitas tersebut. Yang masih jarang dilakukan adalah mencucui tangan pada waktu penting yang lain , yakni setelah menceboki pantat anak, sebelum menyuapi anak, setelah memegang hewan dan sebelum sholat.

Meskipun merupakan populasi yang paling penuh resiko namun praktik cuci tangan pakai sabun pada kelompok ibu yang memiliki anak balita, khususnya pada saat setelah menceboki anak.

(35)

Gambar 9. Waktu menggunakan Sabun Sebelum ke toilet Setelah menceboki bayi/anak Setelah dari buang air besar Sebelum makan Setelah makan Sebelum memberi menyuapi anak Sebelum menyiapkan masakan Setelah memegang hewan Sebelum sholat lain-lain Tidak 96,3 71,8 32,7 33,3 15,7 72,7 63,9 43,2 49,7 97,4 Ya 3,7 28,2 67,3 66,7 84,3 27,3 36,1 56,8 50,3 2,6

Gambar 10. Peletakan sabun

A. Di kamar mandi B. Di dekat kamar mandi C. Di jamban D. Di dekat jamban E. Di sumur F. Di sekitar penamp ungan G. Di tempat cuci piring H. Di dapur I. Lainnya J. Tidak tahu Tidak 73,50 91,8 96,0 98,17 83,0 94,83 56,33 42,2 87,2 97,3 Ya 26,50 8,2 4,0 1,83 17,0 5,17 43,67 57,8 12,8 2,7 0 20 40 60 80 100 120

Halangan ibu-ibu untuk mencuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting lebih merupakan faktor non fisik. Yang dimaksud sebagai faktor non fisik dapat mencakup pengetahuan, sikap, maupun norma. Data tentang fasilitas cuci tangan yang didapat melalui kegiatan pengamatan (observation) sedikit banyak mengkonfirmasi faktor non fisik itu.

(36)

Berdasarkan pengamatan untuk fasilitas cuci tangan pakai sabun difokuskan pada tempat strategis yang terkait erat dengan saat dimana tangan tercemat tinja ataupun patogen dari tinja masuk ke mulut. Dari hasil pengamatan di lokasi dekat jamban sebagian besar tidak terlihat adanya sabun. Dalam EHRA tempat cuci tangan yang dipelajari adalah yangberada dalam atau dekat WC/jamban. Disinilah fasilitas WC dan sekitarnya harus memiliki sejumlah komponen, yakni :

1. Air 2. Gayung 3. Sabun

4. Kain atau handuk kering dan bersih

Terkait dengan ciri-ciri tempat cuci tangan pakai sabun yang strategis temuan EHRA menunjukkan bahwa ketersediaan kain/handuk kering merupakan hal yang paling jaranga ada, begitu pula dengan penyediaan sabun di dekat jamban masih kurang, hampir di seluruh kelurahan survey EHRA jarang yang menyediakan sabun di lokasi dekat WC atau jamban. Demikian akan ditampilkan hasil pengamatan dan wawancara CTPS per kelurahan sebagai berikut :

(37)

Tabel 13. Hasil Observasi Kegiatan PHBS CTPS per Desa/Kelurahan

VARIABEL KATEGORI

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4

n %

n % n % n % n % n %

G.1 Apakah Ibu memakai sabun pada hari ini atau kemarin ?

Ya 42 100,0 395 99,7 612 95,6 435 100,0 80 100,0 1564 98,2

(38)

Tabel 14. Penggunaan Sabun

VARIABEL KATEGORI

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4

n %

n % n % n % n % n %

A. Mandi Tidak 0 ,0 3 ,8 1 ,2 6 1,4 1 1,3 11 ,7

Ya 42 100,0 392 99,2 611 99,8 436 98,6 79 98,8 1560 99,3

B. Memandikan anak Tidak 15 35,7 233 59,0 335 54,7 188 43,0 28 35,0 799 51,0

Ya 27 64,3 162 41,0 277 45,3 249 57,0 52 65,0 767 49,0

C. Menceboki panta anak Tidak 21 50,0 284 71,9 421 68,8 234 53,5 51 63,8 1011 64,6

Ya 21 50,0 111 28,1 191 31,2 203 46,5 29 36,3 555 35,4

D. Mencuci tangan sendiri Tidak 13 31,0 163 41,3 237 38,7 94 21,4 49 61,3 556 35,4

Ya 29 69,0 232 58,7 375 61,3 346 78,6 31 38,8 1013 64,6

E. Mencuci tangan anak Tidak 27 64,3 283 71,6 379 61,9 212 48,4 49 61,3 950 60,6

Ya 15 35,7 112 28,4 233 38,1 226 51,6 31 38,8 617 39,4

F. Mencuci peralatan Tidak 1 2,4 49 12,4 26 4,2 5 1,1 0 ,0 81 5,2

Ya 41 97,6 346 87,6 586 95,8 437 98,9 80 100,0 1490 94,8

G. Mencuci pakaian Tidak 1 2,4 47 11,9 30 4,9 7 1,6 0 ,0 85 5,4

Ya 41 97,6 348 88,1 582 95,1 435 98,4 80 100,0 1486 94,6

H. Lainnya Tidak 42 100,0 395 100,0 593 96,9 434 99,8 80 100,0 1544 98,7

Ya 0 ,0 0 ,0 19 3,1 1 ,2 0 ,0 20 1,3

I. Tidak tahu Tidak 42 100,0 395 100,0 607 99,2 431 99,1 80 100,0 1555 99,4

(39)

Tabel 15. Kapan Sabun digunakan

VARIABEL KATEGORI

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 n % n % n % n % n % n % A. Sebelum ke toilet Tidak 39 92,9 394 99,5 597 93,1 432 97,7 80 100,0 1542 96,3 Ya 3 7,1 2 ,5 44 6,9 10 2,3 0 ,0 59 3,7

B. Setelah menceboki bayi/anak

Tidak 22 52,4 300 75,8 466 72,7 312 70,6 50 62,5 1150 71,8

Ya 20 47,6 96 24,2 175 27,3 130 29,4 30 37,5 451 28,2

C. Setelah dari buang air besar

Tidak 15 35,7 176 44,4 236 36,8 72 16,3 25 31,3 524 32,7 Ya 27 64,3 220 55,6 405 63,2 370 83,7 55 68,8 1077 67,3 D. Sebelum makan Tidak 25 59,5 138 34,8 220 34,3 107 24,2 43 53,8 533 33,3 Ya 17 40,5 258 65,2 421 65,7 335 75,8 37 46,3 1068 66,7 E. Setelah makan Tidak 8 19,0 88 22,2 82 12,8 58 13,1 15 18,8 251 15,7 Ya 34 81,0 308 77,8 559 87,2 384 86,9 65 81,3 1350 84,3

F. Sebelum memberi menyuapi anak

Tidak 34 81,0 292 73,7 471 73,5 297 67,2 70 87,5 1164 72,7

Ya 8 19,0 104 26,3 170 26,5 145 32,8 10 12,5 437 27,3

G. Sebelum menyiapkan masakan

Tidak 39 92,9 241 60,9 415 64,7 255 57,7 73 91,3 1023 63,9

Ya 3 7,1 155 39,1 226 35,3 187 42,3 7 8,8 578 36,1

H. Setelah memegang hewan

Tidak 14 33,3 164 41,4 314 49,0 149 33,7 51 63,8 692 43,2 Ya 28 66,7 232 58,6 327 51,0 293 66,3 29 36,3 909 56,8 I. Sebelum sholat Tidak 16 38,1 206 52,0 352 54,9 188 42,5 33 41,3 795 49,7 Ya 26 61,9 190 48,0 289 45,1 254 57,5 47 58,8 806 50,3 J. Lainnya Tidak 42 100,0 367 92,7 633 98,8 437 98,9 80 100,0 1559 97,4 Ya 0 ,0 29 7,3 8 1,2 5 1,1 0 ,0 42 2,6

(40)

Tabel 16. Tempat Mencuci Tangan

VARIABEL

KATEGOR I

Kluster Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 n % n % n % n % n % n % A. Di kamar mandi Tidak 17 40,5 228 57,6 381 59,4 156 35,3 49 61,3 831 51,9 Ya 25 59,5 168 42,4 260 40,6 286 64,7 31 38,8 770 48,1

B. Di dekat kamar mandi

Tidak 30 71,4 342 86,4 600 93,6 384 86,9 79 98,8 1435 89,6 Ya 12 28,6 54 13,6 41 6,4 58 13,1 1 1,3 166 10,4 C. Di jamban Tidak 38 90,5 364 91,9 623 97,2 389 88,0 80 100,0 1494 93,3 Ya 4 9,5 32 8,1 18 2,8 53 12,0 0 ,0 107 6,7 D. Di dekat jamban Tidak 39 92,9 373 94,2 631 98,4 433 98,0 80 100,0 1556 97,2 Ya 3 7,1 23 5,8 10 1,6 9 2,0 0 ,0 45 2,8 E. Di sumur Tidak 41 97,6 337 85,1 575 89,7 337 76,2 80 100,0 1370 85,6 Ya 1 2,4 59 14,9 66 10,3 105 23,8 0 ,0 231 14,4 F. Di sekitar penampungan Tidak 40 95,2 389 98,2 635 99,1 428 96,8 80 100,0 1572 98,2 Ya 2 4,8 7 1,8 6 ,9 14 3,2 0 ,0 29 1,8

G. Di tempat cuci piring

Tidak 7 16,7 95 24,0 243 37,9 115 26,0 34 42,5 494 30,9 Ya 35 83,3 301 76,0 398 62,1 327 74,0 46 57,5 1107 69,1 H. Di dapur Tidak 4 9,5 192 48,5 271 42,3 190 43,0 32 40,0 689 43,0 Ya 38 90,5 204 51,5 370 57,7 252 57,0 48 60,0 912 57,0 I. Lainnya Tidak 40 95,2 383 96,7 621 96,9 426 96,4 80 100,0 1550 96,8 Ya 2 4,8 13 3,3 20 3,1 16 3,6 0 ,0 51 3,2 J. Tidak tahu Tidak 42 100,0 373 94,2 594 92,7 427 96,6 51 63,8 1487 92,9 Ya 0 ,0 23 5,8 47 7,3 15 3,4 29 36,3 114 7,1

(41)

4.4

Pengelolaan Sampah

Studi EHRA telah melakukan wawancara dan observasi denngan responden untuk menentukan beberapa hal sebagai berikut, yakni :

1. Cara pembuangan sampah yang utama

2. Frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan 3. Praktek pemilahan sampah

4. Penggunaan wadah sampah

Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner terdapat Sembilan belas opsi jawaban yang dapat dikategorikan dalam 4 (empat) kelompok besar, yakni :

1. Dikumpulkan di rumah

2. Dikumpulkan di suatu tempat bersama 3. Dibuang di halaman/pekarangan rumah 4. Dibuang keluar halaman.

Diantara keempat kelompok tersebut cara-cara ke-1 dan 2 atau yang mendapatkan layanan pengangkutan merupakan cara yang beresiko paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pembuangan sampah di lubang sampah khusus baik di halaman maupun di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun dalam konteks wilayah perKabupatenan dimana kebanyakan rumah tangganya memiliki keterbatasan dalam hal lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan resiko kesehatan yang cukup besar.

Dari sisi pelayanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu pengangkutan. Meskipun dalam salah satu rumah tangga menerima pelayanan, resiko kesehatan tetap tinggi apabila frekuensi pengangkutan terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan yang berlaku.

Di banyak Kabupaten di Indonesia, sampah merupakan permasalahan dalam hal penanganannya yang cukup memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh system persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat Kabupaten, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan sampah yaitu melalui pemilahan dan pemanfaatan sampah atau penggunaan ulang sampah, misalnya pembuatan pupuk kompos dari sampah organik.

(42)

Dengan latar belakang semacam ini, maka melalui EHRA ini kemudian dimasukkan pertanyaan yang memuat kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan pengomposan.

Dalam survey EHRA di Kabupaten Situbondo juga diamati cara pengelolaan sampah. Sebagian besar responden memiliki cara pengelolaan sampah dengan cara menunggu pengangkutan oleh petugas ke TPS

Gambar 11. Diagram Kondisi Sampah Di lingkungan Responden

A. Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan

Tidak 59,5

Ya 40,5

B. Banyak lalat di sekitar tumpukan sampah

Tidak 48,8

Ya 51,2

C. Banyak tikus berkeliaran

Tidak 47,4

Ya 52,6

D. Banyak nyamuk

Tidak 37,2

Ya 62,8

E. Banyak kucing dan

anjingmendatangi tumpukan sampah

Tidak 64,1

Ya 35,9

F. Bau busuk yang menggangu

Tidak 89,6

Ya 10,4

G. Menyumbat saluran drainase

Tidak 95,9

Ya 4,1

H. Ada anak-anak yang bermain di sekitarnya Tidak 78,4 Ya 21,6 I. Lainnya Tidak 90,4 Ya 9,6

(43)

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa di lingkungan yang diamati dalam survey EHRA secara umum Kabupaten Situbondo sebagian besar kondisi sampahnya dapat dikatakan sudah cukup terjaga dari gangguan hewan pembawa kuman penyakit dan bau yang menyengat. Dan mayoritas tidak ada masalah dalam hal kondisi persampahan di lingkungan sekitar. Hal ini dapat dikorelasikan dengan sistem dan periodik pengangkutan sampah. Karena system pengangkutan sampah yang terhambat, menyebabkan sampah mengendap lama dapat menjadi sarang penyakit, diantaranya dengan adanya binatang merugikan seperti menjadi tempat perkembangbiakan lalat, tikus dan cacing, bau busuk yang menyengat. Selain itu dari hasil survey EHRA hampir 92% kondisi saluran tidak ada yang tersumbat oleh sampah, sehingga secara keseluruhan kondisi persampahan di Kabupaten Situbondo sudah tertangani dengan cara sederhan yaitu dengan dibakar.

Gambar 12. Sistem pengelolaan sampah Rumah Tangga Hasil EHRA

Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa system pengelolaan sampah rumah tangga di Kabupaten Situbondo yang diwakili dengan beberapa laporan hasil wawancara dengan responden di kelurahan terpilih adalah yang terbesar, yakni sekitar 74,2% sampah rumah tangga dikelola dengan cara dibakar. Sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Situbondo belum melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang, jadi antara sampah organik dan non organik masih tercampur begitu saja. Usaha pemilahan sampah seharusnya dilakukan secara konsisten dimulai dari tingkat rumah tangga sampai sistem pengangkutan ke TPS, juga di TPS disediakan bak terpisah antara sampah organik dan non organik, diteruskan sampai di TPA. Begitu juga peranan pemulung sebagai bentuk partisipasi masyarakat juga diberikan pengertian akan pentingnya pemilahan sampah. Sehingga dapat

(44)

dimanfaatkan sebagai kompos dengan teknik pengomposan juga dalam skala Kabupaten /regional dapat dilakukan sistem sanitary landfill untuk menghasilkan gas, yang dapat dimanfaatkan sebagi bahan bakar dan listrik.

Komposisi sampah penduduk Kabupaten Situbondo yang diwakili dari hasil laporan responden hasil survey EHRA, bahwa sampah sebagian besar terdiri atas komposisi plastic, kertas, gelas/kaca, sampah organic dan non organic serta sampah besi/logam. Sampah tersebut sebelum dibuang dipilah dan dipisah oleh responden dengan presentase antara yang memisahkan dan yang tidak memisahkannya sebagai berikut :

Gambar 13. Diagram Presentase Pemilahan Sampah Kabupaten Situbondo Hasil EHRA

Sampah organic/sampah

basah Plastik Gelas/

kaca Kertas/kard us Besi/loga m Lainny a Tidak 50,0 38,8 28,8 57,5 6,3 97,5 Ya 50,0 61,3 71,3 42,5 93,8 2,5

Laporan dari para responden mengenai frekuensi pengangkutan sampah dari rumah dapat diperhatikan dalam diagram dan tabel di bawah ini :

(45)

Gambar 14. Diagram Frekuensi Pengangkutan Sampah Tiap hari Bebera pa kali dalam seming gu Bebera pa kali dalam sebulan Sekali dalam sebulan Tidak pernah Lainnya Tidak tahu Persentase 3,67 2,00 0,50 0,17 2,17 2,00 89,50 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Frekuensi pengankutan sampah sebagian besar responden mengatakan tidak tahu apakah di lingkungannya terdapat pengangkutan sampah atau tidak (89,50%). Frekuensi Pengangkutan sampah dilakukan dalam tiap hari 3,67%. Hal ini diasumsikan terjadi karena pengangkutan sampah dilakukan pada pagi hari dan pada saat kebanyakan para responden bekerja di luar rumah.

Gambar 15. Diagram Frekuensi Pengangkutan Sampah

A. Kantong plastik tertutup B. Kantong plastik terbuka C. Keranjan g sampah terbuka D. Keranjan g sampah tertutup E. Lainnya F. Tidak ada Tidak 94,33 93,17 35,83 90,00 94,17 89,17 Ya 5,67 6,83 64,17 10,00 5,83 10,83 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Per sen tase

(46)

Dari hasil EHRA kebanyakan responden melaporkan cara pengumpulan sampahnya sebelum dibuang adalah dengan menempatkan ke dalam keranjang sampah terbuka (64,17%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum rumah tangga yang mewadahi sampahnya sudah aman terlihat cukup banyak.

Gambar

Tabel 16.  Hasil Kompilasi Klastering Wilayah Studi EHRA Kabupaten Situbondo  Rekapitulasi  Cluster  Jumlah  (desa/kelurahan)  Desa/Kelurahan  Sampling
Gambar  1.  Selanjutnya  akan  menjelaskan  letak  Kelurahan  Di  Kabupaten  Situbondo  yang  merupakan area survey EHRA setelah hasil dari metode pengklusteran
Gambar 2.  Keberadaan Balita
Gambar 3.  Diagram Sumber Air dan Penggunaannya oleh Responden Hasil EHRA
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Kuadran I: merupakan posisi yang sangat menguntungkan dengan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus dilakukan

a) Melayani kebutuhan perdagangan internasional dari daerah dimanapun pelabuhan tersebut berada. b) Membantu agar berjalannya roda perdagangan dan pengembangan

Dari hasil wawancara di Desa Tulehu Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, berdasarkan analisis data yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti mengambil

Kegiatan dasawisma yang semakin banyak ditambah dengan kodisi pandemik seperti saat ini mengakibatkan kegiatan-kegiatan organisasi harus menerapkan hidup sehat dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) budaya organisasional memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan, (2) kepuasan kerja organisasional memiliki

Menurut Sudiro (2008: 18) bahwa forehand groundstroke adalah pukulan yang dilakukan setelah bola memantul dari lapangan dengan cara posisi telapak tangan menghadap ke arah bola

2016.” Pengaruh Profitabilitas, Struktur Modal, Kebijakan Deviden, Dan Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik Di Bursa