• Tidak ada hasil yang ditemukan

MoDEL PENGELoLAAN PADANG PENGEMBALAAN PETERNAKAN SAPI DI CoLoNIAL ANGUS SHEPPARToN - AUSTRALIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MoDEL PENGELoLAAN PADANG PENGEMBALAAN PETERNAKAN SAPI DI CoLoNIAL ANGUS SHEPPARToN - AUSTRALIA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Zakarias Dilago

Staf Agroforestri Politeknik Perdamaian Halmahera - Tobelo ABSTRACT

This research was aim to know of pasture system at Colonial Angus, Shepparton–Austra-lian, causing is expected able to be introduced in Halmahera. The variables observed include; number of livestocks, management model, and pasture system of livestock. Result of research shows system management of beefcattle pasture in Colonial Angus very good by using modern mechanization. Management of available farm for pasture was arranged in the form of terracing varying to removing stocks which one to other check in having innings. While supply of forage is done with cultivation of joint vetch grass and sudan grass twice in one year at separate areal.

Keywords : Pasture system, management of farm, joint vetch grass, forage supply PENDAHULUAN

Latar Belakang

Australia adalah benua terkecil di dunia selain Asia, Amerika, Eropa dan Afrika. Negara Australia memiliki luas ± 7,6 juta Km2 dengan jumlah penduduk relatif kecil, ± 20,2 juta jiwa. Perkembangan pembangunan secara fisik men -galami kemajuan sangat pesat dengan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Negara Australia me-miliki ekonomi campuran (mixed economic) yang sejahtera dan bergaya barat dengan pendapatan rata-rata $ 29,143. Pendapatan ini sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan Negara Britania Raya, Jerman dan Prancis (anonim, 2007).

Melbourne adalah ibukota negara bagian Victoria yang merupakan kota kedua terbesar di Autralia dan kota terpenting kedua dari segi bisnis serta kota terbesar di wilayah Victoria dengan jumlah penduduk ± 3,6 juta jiwa. Wilayah Vic-toria memiliki kondisi alam yang tandus dimana daerahnya tidak begitu basah atau merupakan daerah kering, sehingga banyak terdapat padang rumput yang luas, sedangkan pepohonannya kurang. Daerah seperti ini dikenal sebagai dae-rah sabana atau stepa. Pada daedae-rah ini banyak diusahakan dan dikembangkan ternak ruminan-sia seperti sapi perah, sapi potong, kambing dan domba. Keadaan seperti ini menyebabkan Victoria menjadi salah satu wilayah pengembang produksi susu dan daging sapi di Australia.

Keberhasilan usaha peternakan sapi perah dan sapi potong, karena para pakar dibidang peternakan melaksanakan dan mengembangkan program peningkatan kualitas maupun kuantitas ternak sapi melalui inseminasi buatan (IB). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan bibit (genetic) yang baik, yang memiliki kualitas susu dan dag-ing sapi berkualitas. Selain itu untuk mendapat-kan ternak sapi yang mampu beradaptasi dengan lingkungan setempat.

Keberhasilan peternakan di Victoria juga tidak terlepas dari pengelolaan padang pengelo-laan yang baik. Pengelopengelo-laan padang pengemba-laan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan pakan dan juga menjaga ketersediaan pakan untuk ternak dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu pengelolaan padang pengembalaan yang baik akan sangat membantu peternak untuk menjaga ketersediaan pakan dan tingkat produksi ternaknya (anonim, 1995).

Penyediaan pakan ternak merupakan bagian integral dari pembangunan peternakan secara umum. Kelangkaaan makanan ternak ha-rus diatasi dengan penggunaan berbagai macam alternatif dalam bahan maupun pengelolaan. Makanan ternak yang selalu tersedia sepanjang waktu dengan diiringi sistem pemeliharaan yang terpadu akan menciptakan sektor peternakan yang tangguh dan keberlanjutan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga ketersediaan pakan PETERNAKAN SAPI DI CoLoNIAL ANGUS

(2)

195 yaitu dengan cara pengelolaan padang

pengem-balaan yang baik (Anonim, 2006).

Reksohadiprojo (1981), mengatakan bahwa pengelolaan padang pengembalaan sudah dikenal oleh peternak di Indonesia sejak lama, akan tetapi pengelolaanya belum dilakukan secara baik. Hal ini dikarenakan ketersediaan lahan di be-berapa daerah seperti Pulau Jawa sangat terbatas, sedangkan pembangunan padang pengembalaan memerlukan lahan yang luas. Daerah–daerah lain di luar Pulau Jawa dirasa masih memungkinkan untuk dilaksanakan pengembangan peternakan secara ekstensif atau pengembalaan pada lahan kosong yang masih luas. Pulau-pulau di bagian Tenggara dan bagian Timur Indonesia masih ter-dapat lahan-lahan kosong yang sangat luas yang belum diolah dan juga memiliki iklim dengan variasi curah hujan yang tinggi dalam satu musim. Dengan kondisi iklim seperti ini memungkinkan untuk pembangunan padang pengembalaan, akan tetapi masalah yang muncul di daerah-daerah ini adalah pengelolaan dan produktivitas padang pengembalaan yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan

Pengelolaan padang pengembalaan yang baik dirasakan sangat penting untuk mening-katkan kualitas dan kuantitas usaha peternakan sapi. Paparan diatas menjadi faktor pendorong untuk membuat sebuah kajian tentang Model Pengelolaan Padang Pengembalaan di Peternakan Sapi Colonial Angus, Shepparton - Australia. Penulisan ini diangkat dari pengalaman penulis saat melakukan kunjungan ke Padang Pengem-balaan di Peternakan Colonial Angus, Shepparton – Australia. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan kajian dalam upaya pengembangan peter-nakan di Halmahera Utara.

Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui sistem pengembalaan ternak pada padang pengembalaan di Peternakan Colo-nial Angus, Shepparton – Australia yang kemudian diharapkan dapat diperkenalkan pada masyarakat peternakan khususnya di Halmahera.

Kegunaan atau manfaat tulisan ini an-tara lain sebagai bahan informasi dalam upaya pengembangan padang pengembalaan ternak sapi potong di Halmahera, khususnya bagi Dinas Per-tanian dan Peternakan dan masyarakat umumnya

di Kabupaten Halmahera Utara. METoDE PENULISAN

Penulisan didasarkan pada pengamatan langsung di lokasi Peternakan Colonial Angus, Shepparton–Australia serta wawancara dengan keluarga peternak serta pengisian daftar per-tanyaan. Pengamatan dan pengambilan data berlangsung bersamaan dengan kegiatan ma-gang mahasiswa selama 6 bulan di Shepparton – Australia.

Hal yang diamati mencakup jumlah ternak di peternakan tersebut, model pengelolaan padang pengembalaan, serta sistem pengembalaan ternak yang diterapkan pada lokasi Peternakan Colonial Angus, Shepparton

PEMBAHASAN

Keadaan Topografi

Topografi di daerah Peternakan Colonial Angus adalah datar, hal ini dilihat dari keadaan lahan yang ada di sekitarnya, dimana daerah perbukitan jauh dari lokasi peternakan ini. Jenis tanah pada lokasi ini adalah jenis tanah alluvial yang terdiri dari endapan tanah liat, tekstur ta-nahnya halus sehingga tingkat keasaman tanah lebih tinggi. Untuk mempertahankan kelestarian dan kesuburan tanah memerlukan upaya khusus dalam hal ini adalah pengolahan yang baik. Kes-uburan tanah sangat penting bagi produksi hijauan makanan ternak (rerumputan).

Keadaan topografi perlu diperhatikan dalam pengelolaan padang penggembalaan ter-nak sapi karena apabila kemiringan tanah lebih dari 18derajat, maka penggunaan alat–alat me-kanisasi tidak efektif dan sangat membahayakan. Demikian juga dengan penggunaan pupuk untuk hijauan, Semakin tinggi derajat kemiringan tanah penggunaan pupuk semakin tidak efisien. Keadaan Iklim

Di Australia ada dua jenis iklim yaitu iklim yang ada di daerah pantai (Tasmania) dan iklim di sebelah Barat Daya dan sebelah Selatan. Wilayah Victoria beriklim sedang dan sub tropis sehingga mengalami musim panas dengan udaranya yang panas dan musim dingin yang diikuti udara din-gin. Rata – rata suhu tahunan antara 16 oC dan 21 oC. Sedangkan rata–rata curah hujan adalah 500 mm sampai dengan 1500 mm per tahun.

(3)

196

Di daerah Peternakan Colonial Angus Shepperton beriklim sedang dan sub tropis se-hingga daerah ini mempunyai musim–musim yang jelas tandanya yaitu musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Musim panas terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Pebruari. Pada bulan Juni sampai dengan Agustus mengalami musim dingin hingga bersuhu sangat dingin. Pada bulan September sampai dengan November adalah musim semi sedangkan pada bulan Maret sampai dengan Mei merupakan musim gugur dan bersuhu sedang.

Di daerah Shepperton dan sekitarnya bila terjadi musim panas udaranya panas dan kering sehingga semua rerumputan sebagai sumber makanan ternak menjadi kering, hal ini akan mempengaruhi ternak sapi karena kebutuhan makanan menjadi berkurang dalam hal ini tidak mencukupi kebutuhan pakan bagi ternak sehingga dibutuhkan makanan tambahan.

Luas Lahan Peternakan Colonial Angus Dalam upaya budidaya ternak, pakan merupakan kebutuhan biaya tertinggi yaitu ± 60 % dari seluruh biaya produksi. Mengingat tingginya komponen biaya tersebut maka perlu adanya perhatian dalam penyediaan pakan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Tidak ter-kecuali bagi ternak ruminansia dimana pakan yang diperlukan berupa hijauan makanan ternak. Kebutuhan pokok konsumsi rumput untuk setiap harinya ±10 % dari berat badan ternak. Dalam ransum ternak ruminansia, rumput lebih banyak digunakan karena selain lebih murah juga lebih mudah diperoleh. Di samping itu rumput mem-punyai produksi yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap tekanan defoliasi (pemotongan dan renggutan).

Tafal (1981), mengatakan bahwa pembe-rian makanan untuk ternak harus diperhatikan dengan baik, kerena ketersediaan makanan untuk ternak akan membantu dalam proses produksi ternak. Apabila pemberian pakan kurang diper-hatikan maka ternak akan mudah sakit, dan tidak dapat berproduksi dengan baik. Sebagai upaya penyediaan pakan ternak serta untuk menjamin kontuinitas penyediaannya perlu diwujudkan adanya lahan yang digunakan sebagai kebun hijauan makanan ternak dan atau sebagai padang penggembalaan. Berikut ini merupakan luas

la-han, jumlah ternak sapi yang dikembangkan: Biasanya luas lahan padang penggem-balaan (Pasture) sesuai dengan jumlah ternak sapi yang dikembangkan. Padang penggembalaan ter-nak sapi di peterter-nakan Colonial Angus memiliki luasan 86 hektar, dimana dari luasan tersebut ± 80 hektar sebagai lokasi penggembalaan ternak sapi pedaging. Sedangkan sisanya 6 hektar dipergu-nakan untuk bangunan rumah tinggal, gudang dan kandang ternak sapi serta kebun hijauan makanan ternak. Lahan atau lokasi penggembalaan seluas 80 hektar dibuat petak–petak dengan pagar, se-banyak 16 petak. Pagar pembatas petak terbuat dari kawat dan dialiri dengan listrik sehingga ternak sapi tidak saling melewati satu petak ke petak yang lain. Setiap petak memiliki ukuran luas yang berbeda–beda yaitu antara 100 x 100 m sampai dengan 500 x 500 m.

Petak ukuran kecil dan sedang untuk tempat penggembalaan ternak sapi yang berumur kurang dari dua tahun. Sedangkan pada petak yang ukuran luasnya 500 x 500 m, digembalakan ternak sapi umur di atas dua tahun atau induk ternak sapi.

Jumlah Ternak Sapi

Pada Peternakan Colonial Angus, usaha ternak yang dikembangkan sebagai upaya penggemukkan jumlahnya relatif sedikit. Jumlah ternak yang dibudidayakan seluruhnya adalah 112 ekor yang terdiri dari induk betina sebanyak 40 ekor, jantan pemacet sebanyak 6 ekor, sapi darah 36 ekor, dan anak sapi sebanyak 30 ekor. Berikut populasi sapi ditampilkan dalam bentuk tabel 1.

Tabel 1. Populasi Ternak Sapi pada Peternakan Colonial Angus

Pada luas lahan 80 hektar dengan jumlah ternak sapi yang dikembangkan sebanyak 112 ekor maka setiap satu ekor sapi menempati luasan sebagai berikut : 7142 , 0 112 80 / = = ekor Ha luas satuan sapi

Artinya bahwa setiap satu ekor sapi ditempatkan pada lahan seluas 71 m2. Hal ini berarti penggunaan lahan peternakan sapi pada

(4)

197 Peternakan Colonial Angus belum terlalu efisien

karena penggunaan lahan lebih besar dari jumlah ternak yang dipelihara atau dikembangkan. Ide-alnya 1 Ha lahan digunakan untuk 4 ekor sapi pada model padang pengembalaan.

Sistem Pengelolaan Padang penggembalaan Sistem pengelolaan padang peng-gembalaan di Peternakan Colonial Angus dapat dibagi atas:

Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah, dilaksanakan dengan tujuan untuk mempersiapkan media tumbuh yang optimal bagi hijauan makanan ternak. Tahap-tahap pengelolaan tanah dilakukan pada peternakan ini meliputi;

a) Pembersihan (Land Clearing), yaitu membersihkan rerumputan liar atau semak–semak dan tumbuh–tumbuhan lainnya, dimana proses pembersihan lahan di peternakan ini menggunakan mesin pemotong rumput.

b) Pembajakan (Ploughing), dilaksanakan dengan maksud memecahkan lapisan tanah menjadi bongkahan–bongkahan sehingga tanah menjadi gembur. c) Penggaruan (Harrowing), dimana

bong-kahan tanah yang besar dihancurkan dengan menggunakan traktor. Hal ini dimaksudkan untuk membebaskan tanah dari sisa–sisa perakaran tumbuhan liar.

Penananam

Penanaman, dalam kegiatan ini hal – hal yang penting dilaksanakan adalah pemilihan jenis rumput dimana jenis-jenis rumput yang dijadikan jenis hijauan pada Peternakan Colonial Angus adalah :

1. Jenis rumput joint vetch (Aeshynomene falcate), merupakan jenis legume yang tumbuh melekat pada tanah membentuk belukar dan berakar kuat. Tanaman ini biasanya ditanam pada awal musim hujan yaitu pada bulan Mei.

2. Jenis rumput sudan grass (Sorgum suda-nense), jenis rumput ini berasal dari Su-dan Su-dan dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan curah hujan yang cukup. Jenis ini dapat dipanen atau digunakan sebagai pakan apabila sudah mencapai

ketinggian tumbuh 40–60 cm.

Penanaman hijauan pakan ternak dilaku-kan dengan beberapa cara yaitu dengan menggunakan biji, pols (rumpun) dan stek. Penanaman hijauan yang dilakukan di Peternakan Colonial Angus lebih ban-yak menggunakan benih (biji) dengan cara ditebarkan dengan menggunakan traktor penyebar benih.

Irigasi,

sistem irigasi sangat penting dalam pen-gelolaan padang pengembalaan, terutama pada musim kemarau karena berkaitan lang-sung dengan kebutuhan minum ternak dan kebutuhan lahan hijauan. Kondisi sistem irigasi yang ada pada Peternakan Colonial Angus meskipun sudah sangat baik tetapi seringkali mengalami hambatan dimana air yang tersedia terbatas. Untuk mengatasi hal ini seringkali peternakan membeli air dari Perusahaan Goulburn Valley Water.

Pemupukan

Untuk menghasilkan lebih banyak produksi hijauan dengan mutu yang lebih baik pula, maka Peternakan Colonial Angus melakukan pemupukan pada areal padang pengem-balaan 2 kali dalam setahun. Pada umumnya digunakan pupuk kompos (pupuk kandang) dengan menggunakan mesin penyebar pu-puk.

Pemanenan Hijauan

Pemanenan dilakukan pada saat hijauan mencapai umur panen yakni sekitar 40–50 hari dengan tujuan agar hijauan telah memi-liki kandungn gizi yang maksimal. Untuk Jenis hijauan Joint Vecth, pemanenan dilaku-kan pada waktu tinggi hijauan mencapai 30 cm, sedangkan untu hijauan Sudan Grass bila telah mencapai tinggi 40 – 60 cm. Proses pemanenan menggunakan mesin pemanen. • Pengolahan Hijauan

Setalah hijauan dipanen tahap selanjutnya adalah pengolahan hijauan. Pengolahan di-lakukan dengan 2 cara yakni diawetkan dan dikeringkan sebagai hay. Fungsi dari pen-gawetan agar menjaga ketersediaan pakan pada musim kemarau. Pada Peternakan

(5)

198

Colonial Angus, hijauan yang telah dipanen dibiarkan kering kemudian digulung dengan menggunakan mesin penggulung. Tahap se-lanjutnya hijauan dibungkus dengan plastik dan disimpan dalam gudang penyimpanan pakan.

Sistem Pengembalaan Ternak

Pada Peternakan Colonial Angus ada dua cara yang digunakan untuk pengembalaan ternak sapi, antara lain :

Pengembalaan kontinyu, cara ini merupakan cara pengembalaan ekstensif, dimana ternak tetap tinggal dilokasi padang pengembalaan yang sama untuk waktu tertentu yakni pada musim hujan. Pada waktu musim hujan, hijauan pada padang pengembalaan dapat tumbuh dengan baik sehingga cukup terse-dia pakan ternak. Sebaliknya waktu musim kemarau rumput mati dan kering sehingga makanan ternak tidak mencukupi kebutu-hannya. Usaha untuk mengatasi persoalan tersebut adalah dengan memberikan pakan hay atau rumput yang sengaja diawetkan sebagai makanan cadangan

Pengembalaan bergilir (rotation grassing), merupakan tata laksana padang rumput yang intensif yang dilakukan pada padang pengembalaan permanen. Padang pengem-balaan dibagi menjadi ± 16 petak dengan luas bervariasi antara 100 x 100 m sampai dengan 500 x500 m. Ternak dimasukan se-cara sistematis dari petak yang satu ke petak yang lain secara bergiliran. Setiap petak digunakan untuk pengembalaan selama 3-5 hari, kemudian dipindahkan ke petak selan-jutnya. Penempatan ternak sapi ke dalam padang pengembalaan telah disesuaikan dengan daya tampung lahan sesuai ukuran dan secara bertahap. Sistem pengembalaan ini biasanya dilakukan pada musim hujan dan musim semi.

PENUTUP

Kesimpulan

Sesuai hasil pada pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : a) Sistem pengelolaan padang pengembalaan

sapi potong di Peternakan Colonial Angus sangat baik dengan menggunakan me-kanisasi modern.

b) Pengelolaan lahan yang tersedia bagi pengembalaan diatur dalam bentuk petak-petak yang bervariasi ukurannya untuk mempermudah pengembalaan dengan cara memindahkan sapi dari petak yang satu ke petak lain secara bergilir .

c) Penyediaan hijauan dilakukan dengan penanaman Jenis rumput joint vetch dan sudan grass 2 kali dalam setahun pada areal tersendiri.

Saran

a) Model penyediaan lahan hijauan seperti di Colonial Angus dapat diterapkan pada model peternakan sapi di Halmahera dengan menyesuaikan pada kondisi iklim yang ada dan jenis rumput yang akan dikembangkan .

b) Sistem pengembalaan seperti ini dapat di-lakukan di Wilayah Halmahera Utara dengan mengadopsi model agroforestri yaitu usaha pengembalaan di bawah tanaman perkebu-nan seperti pada areal perkebuperkebu-nan kelapa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2007. Ensiklopedia Bebas berbahasa Indonesia. Wikipedia Indonesia. Anonim, 2007. Konsep pengembangan dan

pelestarian Plasma Nuftah Ternak Nasional, HTTP:/Bitnak.ditjennak. deptan.go.id

Anonim, 1980, Kawan beternak II, Yayasan Kanisius, Yogyakarta,

Anonim, 2006, Pedoman Teknis Pembukaan lahan Hijauan Makanan Ternak,

(6)

199 Direktorat Perluasan Areal

Anonim, 2002. Pengembangan Padang pengembalaan, Dirjen Pertanian Brownin. G.M, 1953. Forages and Soil Conservation.

Cooper. M., 1973, Grass Farming 3rd Edition, farming Press Ltd

Krisrianto L dan Wafatiningsih, 2003, Pengembangan Ternak sapi Potong melalui Pengembalaan Kolektif di Lahan kering

Morley. F, 1981, Grazing Animal, Elsevier Scientific Publishing Company Amsterdam, The Nethertland

Thornton, 2007, Pertanian Australia dan Geografi Australia, Kondini Group

Soedomo R., 1987. Pendugaan Komsumsi Pakan bebas, Energi dan Protein Tercerna, Limbah Pertanian Pada Ternak Ruminansia Kecil

Referensi

Dokumen terkait

Siswa aktif, kreatif, mau berfikir, konsentrasi, mampu menjawab soal, dan bertanggung jawab.. Dari penemuan metode rolling question ini penulis dapat membuat kajian teori

M embicarakan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan tugas baru

Dengan memanfaatkan analisa sistem informasi geografis untuk menentukan ketersediaan tanah (land banking) dan lokasi untuk kawasan perumahan dan pemukiman di

Berlakunya Permen KP RI Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tidak berpengaruh signifikan terhadap volume, frekuensi dan nilai perdagangan domestik keluar antar provinsi komoditi

Fraksi Koroform Buah Senggani Identifikasi flavonoid dalam fraksi kloroform buah senggani menggunakan metode kromatografi lapis tipis dengan standar kuersetin.. Fraksi

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan

atau berfikir positif, bersikap optomis”. Hal ini berarti kepercayaan diri berkaitan dengan aspek percaya akan kompetensi atau kemampuan diri sendiri, mampu bersikap

Dalam melakukananalisisterhadapkeputusan bahtsul masail muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama tentang mewakilkan qabul nikah melalui SMS tentusangatmenarik bagi penulis, hal ini