• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DIVERSIFIKASI KORPORAT TERHADAP EXCESS VALUE PADA PERUSAHAAN YANG LISTING DI BEI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DIVERSIFIKASI KORPORAT TERHADAP EXCESS VALUE PADA PERUSAHAAN YANG LISTING DI BEI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH DIVERSIFIKASI KORPORAT TERHADAP EXCESS VALUE PADA PERUSAHAAN YANG LISTING DI BEI

Silvia Yultriana, Yeasy Darmayanti, Resti Yulistia Muslim Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta

E-mail: [email protected]

Abstract

Corporate diversification has been a debate various parties, whether diversification can bring benefits to the company or bring a negative impact to firm value. The purpose of this study was to examine the effect of corporate diversification to excess value. The object of this research are services company and trading company listed on Indonesia Stock Exchange. This research is an empirical study with purposive sampling method. The instrument used to test the hypothesis is multiple regression analysis. There are 7 proxies used in this research include level diversification, leverage, earning growth, the level of investment opportunities, total segment, size and age of company. Based on this research concluded that level diversification, leverage, the level of investment opportunities, size and age of company have significant influence on excess value, meanwhile earning growth, total segment doesn’t have significant influence on excess value

Key words : diversification, excess value, firm value, segment sales

I. PENDAHULUAN

Perusahaan umumnya memulai usahanya sebagai bisnis tunggal dan melayani pasar tertentu. Seiring dengan semakin berkembangnya perusahaan, maka semakin bertambah luas pasar yang dilayaninya sehingga perusahaan dihadapkan pada suatu strategi untuk melakukan pengembangan bisnisnya. Perusahaan dalam perkembangannya berusaha untuk selalu mempertahankan keunggulan bisnisnya dalam meningkatkan kinerja perusahaan tersebut (Maryati, 2006).

Pengetahuan dan pengalaman yang ada pada sebuah perusahaan yang sedang berkembang sudah layak dan patut digunakan sebagai modal dilakukannya diversifikasi korporat untuk pengembangan usahanya.

Tujuan diterapkannya diversifikasi usaha pada sebuah perusahaan untuk memaksimumkan ukuran dan keragaman usaha, sehingga pemilik dapat memperoleh tingkat pendapatan yang besar dari beberapa segmen usaha yang dimilikinya (Kurniasari, 2011). Menurut Pandya dan Rao (1998) dalam Handayani (2009), bagi banyak manajer, penerapan diversifikasi perusahaan merupakan pilihan strategi yang tepat digunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Level diversifikasi perusahaan dapat dilihat dengan menggunakan indikator Indeks Herfindahl. Indeks ini diperkenalkan oleh seorang ekonom Orris C. Herfindahl dan Albert O. Hirschman yang menunjukan semakin terkonsentrasinya suatu perusahaan dalam segmen usaha yang dimilikinya. Level

(2)

2 diversifikasi perusahaan diukur dengan menggunakan indeks herfindahl, selain itu proksi lain yang digunakan adalah leverage, tingkat kesempatan investasi, earning growth, jumlah segmen usaha, dan ukuran perusahaan dan umur perusahaan (Sianita, 2011).

Banyak pendapat yang berbeda tentang manfaat positif dan negatif pengaruh diversifikasi korporat terhadap kinerja perusahaan. Pihak-pihak yang melihat positif diversifikasi menyatakan diversifikasi perusahaan bertujuan agar tingkat resiko menjadi berkurang dan tetap memberikan potensi tingkat keuntungan yang cukup. Dengan diterapkannya diversifikasi perusahaan jika salah satu segmen usaha mengalami kerugian, maka keuntungan yang didapat dari segmen usaha yang lain dapat menutupi kerugian segmen tersebut, sehingga strategi diversifikasi juga dapat disebut strategi alokasi asset (Suwarni dan Pakaryaningsih, 2007).

Manfaat lainnya menurut Higgins, Schall (1975), dan Lewellen (1971) dalam Handayani (2009) menyatakan hutang (leverage) dapat diperbaiki dengan adanya diversifikasi perusahaan sehingga resiko kebangkrutan pada perusahaan bisa berkurang. Hal ini dikarenakan pada perusahaan satu segmen secara berkesinambungan menggunakan hutang (leverage) untuk mempertahankan keunggulan bisnisnya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan hutang (leverage) pada batas tertentu bisa meningkatkan kinerja apabila hutang digunakan secara efisien dan fokus untuk membiayai kegiatan yang menjadi keunggulan perusahaan dalam rangka memperoleh keuntungan. Selain dapat memperbaiki kapasitas hutang, diversifikasi juga dapat meningkatkan penyebaran asset, serta meningkatkan keuntungan yang dapat dilihat dari pertumbuhan laba (earning growth) dari tahun ke tahun (Teece, 1982 dan Williamson, 1975 dalam Handayani, 2009).

Pihak yang memandang negatif menyatakan perusahaan yang memiliki banyak segmen diduga melakukan investasi yang besar pada lini usahanya dengan kesempatan investasi yang rendah. Sedangkan Jensen dan Meckling (1976) dalam Harto, dkk (2007) menyatakan bahwa manajer perusahaan yang mempunyai free cash flow yang tinggi cenderung mengambil investasi yang bisa menurunkan nilai (value decreasing) dan usaha yang memiliki net presentvalue yang negatif ketika mengalokasikan pada segmen usaha mereka. Billett dan Mauer (1998) dalam Setionoputri, dkk (2009) mengatakan bahwa tidak optimalnya investasi yang dilakukan perusahaan banyak segmen dengan memberikan subsidi kepada segmen usaha yang kinerjanya rendah dengan sumber daya yang berasal dari segmen usaha yang

(3)

3 kinerjanya bagus sehingga pada akhirnya perusahaan memiliki mekanisme pasar intern yang dapat menurunkan nilai perusahaan.

Diversifikasi korporat tidak selalu memiliki dampak negatif. Hal ini dibuktikan oleh Li dan Wong (2003) dalam Setionoputri, dkk (2009) yang meneliti hubungan diversifikasi perusahaan dengan kinerja pada perusahaan-perusahaan besar di Cina. Pemilihan strategi yang sesuai akan meningkatkan kinerja perusahaan. Mereka menemukan bahwa strategi diversifikasi pada bidang yang saling terkait (related diversification) menjadi kurang optimal akibat ketidakjelasan dari perilaku usaha. Apabila hanya melakukan diversifikasi pada bidang yang tidak berkaitan (unrelated diversification) justru akan menurunkan nilai perusahaan. Matching antara strategi diversifikasi yang berkaitan dengan diversifikasi yang tidak berkaitan merupakan strategi optimal yang akan menghasilkan kinerja perusahaan yang baik.

Harto (2007) meneliti mengenai pengaruh diversifikasi perusahaan terhadap kinerja perusahaan dan hasilnya menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan banyak segmen dengan perusahaan yang memiliki satu segmen. Selain itu penelitian Septionoputri, dkk (2009) menyimpulkan bahwa leverage dan tingkat kesempatan investasi berpengaruh positif signifikan terhadap excess value, sedangkan umur dan jumlah segmen usaha

berpengaruh negatif signifikan terhadap

excess value dan level diversifikasi, earning growth, serta jenis sektor industri manufaktur dan properti real estat tidak berpengaruh signifikan terhadap excess value.

Berdasarkan perbedaan-perbedaan hasil penelitian mengenai Pengaruh Diversifikasi Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ulang dengan mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Septionoputri, dkk (2009) dimana perbedaannya terletak pada tahun penelitian, jenis perusahaan dan jumlah perusahaan sampel penelitian. Jika Septionoputri, dkk (2009) meneliti pada tahun 2005 – 2007, sedangkan peneliti mencoba kembali dengan data dari tahun 2009 – 2011 dan peneliti mencoba menelti pengaruh diversifikasi korporat terhadap excess value dengan menggunakan indikator level diversifikasi,

leverage, tingkat kesempatan investasi,

earning growth, jumlah segmen usaha serta ukuran perusahaan dan umur perusahaan.

II.LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Pengertian Diversifikasi Korporat dan Excess Value

Menurut Harto (2005), diversifikasi perusahaan adalah salah satu cara pengembangan usaha dengan memperluas jumlah segmen usaha maupun segmen

(4)

4 geografis, memperluas pangsa pasar yang telah ada atau mengembangkan berbagai produk yang berbeda.

Excess value adalah selisih antara kinerja perusahaan diversifikasi dengan perusahaan yang hanya memiliki segmen tunggal (Setionoputri,dkk, 2009).

2.2 Kerangka Pemikiran dan Perumusan Hipotesis

2.2.1 Pengaruh Level Diversifikasi terhadap Excess Value

Pada penelitian Satoto (2009) dan Atami (2012) yang menunjukan bahwa diversifikasi perusahaan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Akan tetapi perbeda dengan hasil penelitian Harto (2005) dan Setionoputri, dkk (2009) menunjukan bahwa level diversifikasi tidak signifikan berpengaruh terhadap excess value. Berdasarkan penjelasan diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut :

H1 : Level diversifikasi perusahaan berpengaruh signifikan terhadap excess value.

2.4.2 Pengaruh Leverage terhadap Excess Value

Tingginya leverage menunjukkan bahwa perusahaan mendapatkan banyak dana dari kreditor. Hasil penelitian oleh Harto (2007), Maramis (2007) dalam Sianita (2011) dan Setionoputri, dkk (2009) yang menemukan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Ini

didukung oleh penelitian Sianita (2011) menujukan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap excess value. Berdasarkan penjelasan diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut :

H2 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap excess value

2.4.3 Pengaruh Tingkat Kesempatan Investasi terhadap Excess Value

Tingkat kesempatan investasi yang diukur dengan Tobins Q menunjukan Tobins Q yang tinggi berarti perusahaan mempunyai tingkat kesempatan investasi yang tinggi dan juga mengindikasi baiknya kinerja perusahaan dalam mengelola asset yang dimilikinya Wolfe (2003) dalam Setionoputri, dkk (2009). Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kesempatan investasi perusahaan berpengaruh terhadap

excess value. Pada penelitian Sianita (2011) membuktikan bahwa tingkat investasi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap

excess value.. Berdasarkan penjelasan diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut : H3 : Tingkat kesempatan investasi

berpengaruh signifikan terhadap excess value

2.4.4 Pengaruh Earning Growth terhadap Excess Value

Penelitian Harto (2005) menunjukan bahwa earning growth tidak signifikan berpengaruh terhadap excess value. Akan tetapi hasil berbeda ditemukan oleh Harto (2007) yang menyebutkan bahwa earning

(5)

5

growth perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap excess value.

Berdasarkan penjelasan diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut :

H4 : Earning growth berpengaruh signifikanterhadap excess value.

2.4.5 Pengaruh Jumlah Segmen Usaha terhadap Excess Value

Jumlah segmen usaha yang dimiliki perusahaan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Harto (2007) mengatakan bahwa perusahaan multi segmen memiliki excess value yang lebih rendah dibandingkan perusahaan segmen tunggal. Setionputri, dkk (2009) juga melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan jumlah segmen usaha berpengaruh negatif terhadap excess value. Berdasarkan penjelasan diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut :

H5 : Jumlah segmen usaha berpengaruh signifikan terhadap excess value.

2.4.6 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Excess Value

Besarnya ukuran perusahaan mengindikasikan besarnya asset yang dimiliki perusahaan berarti semakin besar kesempatan perusahaan untuk mengelola perusahaan dan meningkatkan kinerja perusahaan. Pendapat tersebut didukung oleh Harto (2007) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Ini didukung oleh penelitian Setionoputri, dkk (2009) dan Sianita (2011) menunjukan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh positif terhadap

excess value. Berdasarkan penjelasan diatas maka disusun hipotesis sebagai berikut : H6 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap excess value.

2.4.7. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Excess Value

Semakin lama perusahaan beroperasi, semakin tinggi pula peluang perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan Penelitian Harto (2005) menunjukan bahwa umur tidak signifikan berpengaruh terhadap

excess value. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari, dkk (2009) yang menunjukan bahwa umur perusahaan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur di BEI.

Berdasarkan penjelasan maka disusun hipotesis sebagai berikut :

H7 : Umur perusahaan berpengaruh signifikan terhadap excess value.

III. METODE PENELITIAN

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diambil dari laporan keuangan tahunan perusahaan periode 2009-2011 yang diperoleh dari seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI dan mempublikasikan laporan keuangan auditan per 31 Desember secara konsisten dan lengkap dari tahun 2009-2011. Laporan keuangan ini diperoleh dari sistus Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan sumber data lain diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

(6)

6 Populasi dari penelitian adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI. Sampel dari penelitian ini adalah beberapa perusahaan yang terdaftar di BEI. Metode pengambilan sampel berdasarkan non-probability dengan menggunakan purposive sampling dimana sampel diambil dengan kriteria-kriteria tertentu antara lain :

1. Perusahaan telah listing di Bursa Efek Indonesia pada periode 2009-2011.

2. Perusahaan memiliki laporan keuangan konsolidasi pada periode 2009-2011 3. Perusahaan memiliki laporan segmen

usaha yang lengkap pada periode 2009-2011.

4. Perusahaan yang bergerak di sektor jasa dan perdagangan pada periode 2009-2011.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah excess value Kinerja perusahaan diterjemahkan dalam excess value dengan rumus (Berger dan Ofek, 1995 dalam Setionoputri, dkk, 2009)

*) IVi,t =

Keterangan :

MC : market capitalization (nilai pasar ekuitas saham + nilai buku hutang). IVi : imputed value (rasio median market to sales industri dikali penjualan tiap segmen usaha perusahaan).

Segsales : Penjualan masing - masing segmen. Ind (market/sales) : rasio median dari market capitalization terhadap penjualan untuk perusahaan segmen individual dalam satu industri.

Variabel independen dalam penelitian ini :

1. Level diversifikasi Perusahaan

Level diversifikasi perusahaan diukur menggunakan indeks Herfindahl (Setionoputri, dkk, 2009). Indeks Herfindahl dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Segsales : Penjualan masing- masing segmen

Sales : Total Penjualan

2. Leverage

Variabel Leverage diukur dengan menggunakan debt to ratio. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut (Sianita, 2011)

Keterangan :

TD it = Total Debt yang dimiliki perusahaan

i pada periode t

TA it = Total Asset yang dimiliki perusahaan

i pada periode t EXVAL=ln Leverage = H = 2/( )2

(7)

7 3. Tingkat Kesempatan Investasi

Variabel ini ukur dengan menggunakan rasio Tobins Q yang dirumuskan sebagai berikut (Hamzah, 2006 dalam Sianita, 2011):

Keterangan :

MVS : Nilai pasar ekuitas (Equity Market Value) (harga saham dan penutupan (closing price) akhir tahun x jumlah saham yang beredar pada akhir tahun)

D : Nilai buku total hutang TA : Nilai buku total asset 4. Earning Growth

Variabel ini diukur dengan menggunakan laba per lembar saham (earning per share) yang dirumuskan sebagai berikut (Haryanti, 2007 dalam sianita, 2011):

Keterangan :

eps : Selisih nilai earning pers share

tahun t di kurang tahun sebelumnya dibagi earning per share tahun sebelumnya.

eps t : Pertumbuhan earning per share saham

tahun t.

epst-1 : Pertumbuan earning per share tahun

sebelumnya 5. Jumlah Segmen Usaha

Sampel dikelompokkan dalam perusahaan yang memiliki lebih dari satu segmen diberi skala 1 dan perusahaan yang

memiliki segmen tunggal yang diberi skala 0.

6. Size (Ukuran) perusahaan

Variabel ini diukur dengan natural log total asset perusahaan (Hartono, 2000). Rumus :

Keterangan :

Total Assetit = Total asset yang dimiliki

perusahaan i pada periode t. 7. Umur Perusahaan

Variabel ini diukur dengan jumlah tahun mulai perusahaan berdiri sampai dengan tahun pengamatan (Febriani, 2004).

Untuk melakukan pengujian data, penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas. Sedangkan untuk pengujian hipotesis menggunakan analisis model regresi berganda, uji koefisien determinasi (R2), Uji F-statistik dan uji t-statistik.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1Prosedur Pemilihan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak di sektor jasa dan perdagangan. Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling dengan jumlah sampel setiap tahunnya sebanyak 74 perusahaan dengan jumlah observasi 222 perusahaan. Q =

eps = (epst – epst-1)

epst-1

(8)

8 Tabel 1

Prosedur Pemilihan Sampel

No Keterangan Total

1 Perusahaan yang listing

selama periode 2009-2011 di Bursa Efek Indonesia

448

2 Perusahaan yang tidak

bergerak di sektor perusahaan sampel

(327)

3 Perusahaan yang tidak

memiliki laporan keuangan

yang lengkap dan

pengungkapan segmen yang lengkap

(47)

Jumlah sampel yang dipakai 74

Sumber : Data Sekunder yang diolah

4.2Hasil Pengujian Asumsi Klasik 4.2.1 Hasil Uji Normalitas

Pada analisis ini menggunakan uji statistik non-parametrik One Kolmogorov Smirnov Test dengan ketentuan apabila

probabilitas melebihi taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 maka data yang dipakai dalam penelitian berdistribusi normal. Sebaliknya, apabila nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka data pada penelitian ini tidak berdistribusi normal (Ghozali, 2013). Berdasarkan proses pengolahan data yang telah peneliti lakukan, diperoleh hasil bahwa ada beberapa variabel yang dihasilkan tidak berdistribusi normal dan untuk memenuhi syarat uji normalitas bahwa data yang dihasilkan harus berdistribusi normal, kemudian untuk variabel jumlah segmen usaha (dummyseg) tidak perlu berdistribusi normal karena merupakan variabel dummy. Untuk menormalkannya maka langkah yang dilakukan adalah dengan cara mengganti

nilai outlier dengan nilai rata-rata. Ringkasan hasil pengolahan data terlihat seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 2

Hasil Pengujian Normalitas

Variabel Asymp.Sig.

(2-tailed)

Ket

Excess Value 0,332 Normal

Diversifikasi 0,366 Normal Leverage 0,090 Normal Tingkat Kesempatan Investasi 0,064 Normal Earning Growth 0,059 Normal

Dummyseg 0,000 Tidak Normal

Ukuran 0,971 Normal

Umur 0,062 Normal

Sumber Data : Olahan Data Sekunder Dari tabel dapat di jelaskan bahwa seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini datanya telah berdistribusi normal karena nilai probability Asymp. Sig (2-tailed) > 0.05.

4.2.2 Hasil Uji Multikolinearitas

Untuk menguji ada tidaknya korelasi antara variabel bebas digunakan nilai

tolerance dan variance inflation factor atau VIF. Pengujian multikolinearitas dilihat dari besaran VIF (variance inflation factor) dan

tolerance regresi yang terbebas dari masalah multikolinearitas apabila nilai VIF < 10 dan

tolerance > 0,1 maka data tersebut tidak ada multikolinearitas (Ghozali, 2013). Hasil pengujian multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut :

(9)

9 Tabel 3

Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Colinearity

Statistic

Kesimpulan

Tolerance VIF

Diversifikasi 0,948 1,054 Tidak terjadi multikolinea ritas

Leverage 0,921 1,086 Tidak terjadi

multikolinea ritas Tingkat Kesempatan Investasi 0,933 1,072 Tidak terjadi multikolinea ritas Earning Growth 0,941 1,062 Tidak terjadi multikolinea ritas

Dummyseg 0,876 1,142 Tidak terjadi

multikolinea ritas

Ukuran 0,955 1,047 Tidak terjadi

multikolinea ritas

Umur 0,902 1,109 Tidak terjadi

multikolinea ritas Sumber Data : Olahan Data Sekunder Dari tabel diatas dilihat masing-masing variabel yaitu variabel diversifikasi perusahaan (Diver), leverage, tingkat kesempatan investasi, earning growth,

jumlah segmen usaha (Dummyseg), size (LnAsset) dan umur diperoleh nilai tolerance

masing-masing variabel > 0,1 atau nilai VIF < 10 Jadi dapat di simpulkan bahwa dalam model penelitian ini tidak terjadi masalah multikolinearitas.

4.2.3 Hasil Uji Autokorelasi

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, maka dilakukan pengujian

Durbin Watson (DW).

Tabel 4

Hasil Uji Autokorelasi

Nilai DW Keterangan

2,146 Tidak terjadi

autokorelasi

Sumber Data : Olahan Data Sekunder

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa nilai DW sebesar 2,146. Nilai tersebut akan dibandingkan dengan nilai tabel Durbin-Watson. Dari tabel DW diperoleh nilai batas atas (DU) sebesar 1,841. Pada kondisi DU < DW < 4-DU, sesuai dengan pedoman pengambilan keputusan autokorelasi maka dapat diambil keputusan bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi. Maka dapat dilihat nilai DW 2,146 lebih besar dari batas atas (DU) 1,841 dan kecil dari (4-DU) 2,159 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi.

4.2.4 Hasil Uji Heterokedastisitas

Pada penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas peneliti menggunakan Uji Glejser.

Tabel 5

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Uji

Glejser

Signifikan Ket

Diversifikasi -0,808 0,420 Tidak terjadi heteroskedas tisitas

Leverage -1,506 0,134 Tidak terjadi

heteroskedas tisitas Tingkat Kesempatan Investasi 0,963 0,337 Tidak terjadi heteroskedas tisitas Earnings Growth 0,683 0,495 Tidak terjadi heteroskedas tisitas Jumlah Segmen 0,872 0,384 Tidak terjadi heteroskedas tisitas

Ukuran -1.590 0,113 Tidak terjadi

heteroskedas tisitas

Umur 1,691 0,092 Tidak terjadi

heteroskedas tisitas Sumber Data : Olahan Data Sekunder Dari tabel diatas dapat di jelaskan bahwa dalam model penelitian ini tidak terjadi

(10)

10 masalah heteroskedastisitas karena masing-masing variabel independen tidak mempunyai nilai signifikan yang secara statistik mempengaruhi variabel dependen (sig > 0,05).

4.3 Hasil Pengujian Hipotesis

Untuk melakukan pengujian hipotesis maka dilakukan pengujian determinan (R2), uji signifikan simultan (uji F) dan uji signifikan parameter individual (uji t).

Tabel 6 Hasil Uji Hipotesis

Variabel B T Sig Ket

Constant -0,992 -1,399 Diversifikasi -2,879 -2,861 0,005 H1 Diterima Leverage -2,298 -6,397 0,000 H2 Diterima Tingkat Kesempatan Investasi 1,074 5,290 0,000 H3 Diterima Earnings Growth 0,095 0,914 0,362 H4 Ditolak Jumlah Segmen -0,273 -0,876 0,382 H5 Ditolak Ukuran 0,141 3,445 0,001 H6 Diterima Umur -0,014 -2,296 0,023 H7 Diterima R2 = 0,310 F Hitung = 13,705

Sumber Data : Olahan Data Sekunder Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat hasil analisis regresi secara keseluruhan menunjukan R2 sebesar 0,310 yang berarti 31 % variabel excess value dapat dijelaskan oleh variabel diversifikasi perusahaan,

leverage, tingkat kesempatan investasi,

earning growth, jumlah segmen usaha, ukuran dan umur perusahaan, sedangkan sisanya sebesar 69 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model regresi yang tidak diuji dalam penelitian ini. Dapat disimpulkan

bahwa model regresi linier berganda layak dipakai untuk penelitian karena sebagian besar variabel dependen sudah dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam model.

Hasil perhitungan diatas didapat nilai F hitung sebesar 13,705 dengan tingkat signifikansi 0 atau kecil dari 0,05 (0 < 0,05) menunjukan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi atau dapat dikatakan diversifikasi perusahaan, leverage, tingkat kesempatan investasi, earning growth, jumlah segmen usaha, ukuran dan umur perusahaan secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap excess value.

4.4 Analisis Hasil Pengujian Hipotesis 4.4.1 Pengaruh Level Diversifikasi

Perusahaan terhadap Excess Value Hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi untuk variabel diversifikasi sebesar 0,005, dimana nilai sig kecil dari alpha (0,005 < 0,05) berarti hipotesis pertama diterima yaitu level diversifikasi berpengaruh signifikan terhadap excess value.

Hal ini diduga dengan adanya diversifikasi perusahaan dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaan lebih besar karena diversifikasi memberikan kesempatan kepada satu segmen usaha untuk memperoleh keuntungan dari segmen yang berbeda sehingga mampu meningkatkan kinerja perusahaan dan meningkatkan nilai

(11)

11 tambah bagi perusahaan berbeda dengan perusahaan segmen tunggal yang fokus pada satu jenis usaha saja.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Satoto (2009) dan Atami (2012) yang menunjukan bahwa diversifikasi perusahaan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian dari Harto (2007) dan Setionoputri, dkk (2009) yang menunjukan bahwa level diversifikasi tidak signifikan berpengaruh terhadap excess value.

4.4.2 Pengaruh Leverage terhadap Excess Value

Hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi untuk variabel leverage sebesar 0,000 dimana nilai sig kecil dari alpha (0,000 < 0,05) berarti hipotesis kedua diterima yaitu leverage berpengaruh signifikan terhadap

excess value.

Leverage yang tinggi menunjukan tingginya penggunaan dana dari kreditur dan pada kenyataannya pada penggunaan

leverage pada perusahaan diversifikasi lebih tinggi dari pada perusahaan tunggal. Akan tetapi pada kondisi saat ini penggunaan dana dari kreditur yang tinggi akan mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan sehingga menghambat alokasi modal diantara perusahaan. Dengan demikian, perusahaan yang melakukan diversifikasi yang bertujuan memanfaatkan

kapasitas hutang, akan menurunkan nilai perusahaan (Sianita, 2011).

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari, dkk (2009) menujukan bahwa adanya pengaruh variabel leverage terhadap kinerja perusahaan manufaktur di BEI.

4.4.3 Pengaruh Tingkat Kesempatan Investasi terhadap Excess Value Hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi untuk variabel tingkat kesempatan investasi sebesar 0,000 dimana nilai sig kecil dari alpha (0,000 < 0,05) berarti hipotesis ketiga diterima yaitu tingkat kesempatan investasi berpengaruh signifikan terhadap excess value.

Dalam penelitian ini terlihat bahwa semakin tinggi nilai tingkat kesempatan investasi maka semakin tinggi excess valuenya berarti perusahaan yang memiliki tingkat kesempatan investasi yang tinggi mengindikasikan baiknya kinerja perusahaan. Pada saat perusahaan multi segmen melakukan investasi dengan melakukan subsidi silang dari segmen usaha yang kinerjanya baik ke segmen yang kinerjanya rendah dengan mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki akan mengakibatkan investasi yang dilakukan optimal sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Sianita, 2011).

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setionoputri, dkk (2009) yang menunjukan bahwa tingkat

(12)

12 kesempatan investasi berpengaruh positif terhadap excess value value.

4.4.4 Pengaruh Earning Growth tehadap Excess Value

Hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi untuk variabel earning growth

sebesar 0,362, dimana nilai sig besar dari alpha (0,362 > 0,05) berarti hipotesis keempat ditolak yaitu earning growth tidak berpengaruh terhadap excess value.

Hal ini diduga, tinggi atau rendahnya pertumbuhan laba suatu perusahaan tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setionoputri, dkk (2009) menunjukan bahwa earning growth

tidak berpengaruh terhadap excess value. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Sianita (2011) yang menunjukan bahwa earning growth berpengaruh positif terhadap excess value.

4.4.5 Pengaruh Jumlah Segmen Usaha terhadap Excess Value

Hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi untuk variabel jumlah segmen usaha sebesar 0,382, dimana nilai sig besar dari alpha (0,382 > 0,05) berarti hipotesis kelima ditolak yaitu jumlah segmen usaha tidak berpengaruh terhadap excess value.

Banyaknya atau sedikitnya jumlah segmen yang dimiliki oleh perusahaan tidak mempengaruhi nilai perusahaan dimata investor. Pada penelitian ini para investor tidak melihat apakah suatu perusahaan

memiliki banyak atau sedikit segmen untuk berinvestasi. Apabila perusahaan memiliki profit yang tinggi otomatis perusahaan memiliki kinerja yang baik walaupun perusahaan tersebut memiliki segmen yang sedikit. Ini terlihat perusahaan yang segmen tunggal banyak juga memliki kinerja yang baik.

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setionoputri, dkk (2009) dan Sianita (2011) yang menunjukan bahwa jumlah segmen usaha berpengaruh negatif terhadap excess value.

4.4.6 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Excess Value

Hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi untuk variabel ukuran perusahaan sebesar 0,001, dimana nilai sig kecil dari alpha (0,001 < 0,05) berarti hipotesis keenam diterima yaitu ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap

excess value.

Besarnya ukuran sebuah perusahaan mengindikasikan besarnya asset yang dimiliki suatu perusahaan sehingga perusahaan memiliki sumberdaya dan kesempatan investasi yang besar serta akan memiliki kestabilan dalam beroperasi. Dengan demikian besarnya ukuran sutau perusahaan meningkatkan peluang perusahaan untuk mengelola perusahaan dan memliki kinerja (excess value) yang lebih baik dibanding perusahaan segmen tunggal.

(13)

13 Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setionoputri, dkk (2009) dan Sianita (2011) menunjukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap excess value.

4.4.7 Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Excess Value

Hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi untuk variabel umur perusahaan sebesar 0,020, dimana nilai sig kecil dari alpha (0,023 < 0,05) berarti hipotesis ketujuh diterima yaitu umur perusahaan berpengaruh signifikan terhadap excess value.

Umur perusahaan mengindikasikan bahwa semakin lama usia suatu perusahaan akan memiliki total aktiva yang semakin banyak pula sehingga perusahaan memiliki sumberdaya dan kesempatan investasi yang lebih besar dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan (Sianita, 2011).

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian investor yang dilakukan oleh Harto (2007) bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap excess value

dan Setionoputri, dkk (2009) yang menunjukan umur berpengaruh negatif terhadap excess value.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian terhadap variabel independen yang diduga mempengaruhi

excess value pada perusahaan jasa dan dagang diperoleh kesimpulan variabel level

diversifikasi, leverage, tingkat kesempatan investasi, umur dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap excess value, sedangkan variabel earning growth dan jumlah segmen usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap excess value.

5.2Saran

Bagi penelitian selanjutnya disarankan agar menambah jumlah sampel yang diteliti, tidak hanya memilih sampel perusahaan jasa dan dagang saja tetapi memilih semua jenis usaha termasuk perusahaan perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia sehingga hasil yang diperoleh dapat mewakili kondisi sebenarnya yang terjadi di Bursa Efek Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Atami, Aulia Pinto. 2012. Pengaruh Diversifikasi dan Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan yang Dimediasi oleh Profitabilitas pada Perusahaan Sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007 s/d 2011.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan.

Febriana, Dian. 2004. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Undrepricing Saham pada Perusahaan Go Public di BEJ Periode 2000-2002. Skripsi.

Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro..

(14)

14 Handayani, Resti. 2009. Pengaruh Tingkat

dan Strategi Diversifikasi Terhadap Profitabiliy, Pertumbuhan dan Resiko Perusahaan pada Industri Manufaktur di Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta. Sumber : http://www.lontar.ui.ac.id//opac/them es/libri2/detail.jsp?id=127092&lokasi =lokal

Harto, Puji. 2005. Kebijakan Diversifikasi dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja: Studi Empiris Pada Perusahaan Publik di Indonesia, Simposium Nasional 8, Solo, 15 – 16 September. --- 2007. Pengaruh Diversifikasi

Korporat Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 1.

Hartono M, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi.

Edisi Pertama, Yogyakarta.

Kurniasari, Anis. 2011. Pengaruh Diversifikasi Korporat Terhadap Kinerja Perusahaan dan Resiko Dengan Moderasi Kepemilikan Manajerial. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.

Maryati, Sri. 2006. Pengaruh Kebijakan Diversifikasi Terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi. Universitas Bunghatta, Padang.

Sari, Inayah Adi, dkk. 2009. Pengaruh Strategi Diversifikasi dan

Karakteristik Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan.JurnalAkuntansi dan Keuangan.

Satoto, Shinta Heru. 2009. Strategi Diversifikasi Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol 13, No.2,280-287. Sekaran, Uma. 2011. Research Method for

Business, USA: John Wiley & Sons, Edisi 4, Penerbit Salemba Empat: Jakarta.

Setionoputri, Annaria, Carmel Meiden dan Dergibson Siagian. 2009. Pengaruh Diversifikasi Korporat Terhadap Excess Value. Simposium Nasional XII, Palembang.

Sianita, Lily. 2011. Pengaruh Diversifikasi Korporat Terhadap Excess Value.

Skripsi. Universitas Bunghatta, Padang.

Suwarni dan Elok Pakaryaningsih. 2007. Pengaruh Agency Problem dan Inside Shareholders terhadap Diversifikasi. Jurnal Riset dan Bisnis, Vol 4, No.2.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi metode dakwah merupakan sebuah jalan atau cara yang digunakan atau dilakukan dalam melaksanakan aktifitas mengajak manusia kepada jalan yang lurus, yang mana

Berdasarkan latar belakang problematika dan analisis terhadap pengembangan skill pegawai seksi penyelenggara haji dan umroh Kementerian Agama kota Semarang maka

Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) meyakini pembangunan jalan tol ruas tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan target yakni pada 2018 kendati pembebasan lahan baru mencapai 40%

(6) Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1/D4

Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Utara sebagai Kabupaten harus dalam upayakan meningkatkan struktur perekonomian Produk Domestik Regional bruto (PDRB) atas

Pada penelitian ini, penurunan indeks plak terlihat masih terdapat 2 responden dengan kategori buruk, hal ini dikarenakan kedua respoden tersebut memiliki tingkat

Dalam kaitan ini, maka momen historis pembentukan kemiskinan pada suatu masyarakat lokal sebenarnya bermula dari konflik tenurial semacam di atas, yaitu ketika

Pada tahapan ini adalah tahap permulaan untuk membangun dan mengembangkan aplikasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Bagian ini merupakan kegiatan tentang