BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kasus Bedah Emergensi
Kasus bedah emergensi adalah pembedahan yang dilakukan dalam keadaan sangat darurat untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk menyelamatkan jiwa pasien.
2.2 Epidemiologi Kasus Bedah Digestif
Nyeri abdomen merupakan masalah yang umum pada kegawatdaruratan, yaitu sekitar 5% dari keseluruhan kasus. Walau biasanya tidak serius, nyeri abdomen dapat menjadi masalah yang sulit. Wanita usia produktif dan orang lanjut usia merupakan tantangan khusus, karena memiliki rentang diagnosis yang lebih luas dan memiliki potensi komplikasi yang lebih serius. Kira-kira 10% dari pasien emergensi memerlukan tindakan operasi segera.
Insidensi trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun teknik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya CT-Scan, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velositas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering mencederai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter (Koch, 2005).
Appendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Appendisitis dapat mengenai semua
kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendisitis akut mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendisitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendisitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendisitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Kaukasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendisitis akut lebih sering terjadi selama musim panas (Cuschieri,2003).
Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi.
Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health Organization pada April 2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan puncaknya pada umur 60-75 tahun. Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak dan kolesterol, inflamatory bowel disease (terutama kolitis ulseratif) dan genetik. Kanker kolon lebih sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar 5% penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan.
Di Indonesia insidensi pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak pada orang muda, 75% ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat
perbandingan insidensi laki-laki : perempuan adalah 3 : 1 dan kurang dari 50% ditemuka n di rektosigmoid dan merupakan penyakit usia lanjut (Cuschieri,2003).
Angka kejadian hernia di Amerika kurang lebih 700.000 tiap tahunnya dan 90% terjadi pada laki-laki. Hernia tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat juga pada anak-anak. Insiden hernia dilaporkan 1-5%. Hernia terjadi pada anak-anak usia lebih dari 6 tahun. Kurang lebih 5% dari semua wanita mengalami hernia selama hidupnya. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Insidensi hernia akan meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang (Sjamsuhidayat, 2004).
Faktor usia merupakan faktor resiko berkembangnya hernia inguinal. Pembedahan yang dilakukan pada pasien dewasa, lebih sering terjadi pada pasien berusia 60-80 tahun. Resiko hernia inguinal meningkat dengan usia yang bertambah, mencapai 22, 8% pada orang berusia 60-74 tahun (Ruhl, 2007). Menurut Abrahamson (1997), mengatakan bahwa insidensi hernia inguinal menurut usia diperkirakan meningkat seiring pertambahan usia yaitu pada rentang 25–40 tahun 5–8 %, di atas 75 tahun 45 %. Sedang menurut jenis kelamin insiden hernia inguinal pada pria 25 kali lebih banyak dijumpai dari pada wanita.
Menurut laporan di Amerika Serikat, insidensi kumulatif hernia inguinal di rumah sakit adalah 3, 9% untuk laki-laki dan 2, 1% untuk perempuan setelah rata-rata diikuti selama 18, 2 tahun (Ruhl, 2007). Sedangkan menurut Koch, 2005 mengatakan bahwa herniorepair inguinal yang terjadi pada perempuan hanya sekitar 8% dari semua herniorepair inguinal (Koch, 2005).
2.3 Klasifikasi Kasus Bedah Digestif 2.3.1 Trauma
Trauma adalah terjadinya perpindahan energi (mekanik, listrik, suhu, kimia) antara lingkungan dan pasien. Dalam prakteknya jenis perpindahan energi yang paling sering menyebabkan trauma adalah energi kinetis, seperti tertabrak mobil, tertembak peluru dan sebagainya. Jaringan tubuh akan merespon daya benturan dengan membentuk ruang kosong menjauhi pusat benturan. Hal ini dapat
dilihat pada trauma tumpul dimana akan terbentuk memar. Pembentukan ruang kosong ini bersifat sementara, kecuali pada trauma yang memberikan kerusakan permanen pada jaringan (Cuschieri2003).,
Cedera pada bagian abdomen, yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ intra abdomen, dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus (Cuschieri,2003).
2.3.1.1 Trauma Tajam
Jenis trauma ini disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang memisahkan jaringan sepanjang benda yang menembusnya. Trauma tajam dibagi berdasarkan tingkat energi yang dipindahkan dari penyebab trauma yaitu transfer energi rendah (akibat pisau) dan transfer energi menengah ke tinggi (senjata api) (Cuschieri, 2003).
2.3.1.2 Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut.
2.3.2 Non Trauma 2.3.2.1Peradangan
Radang merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya respon jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak baik bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh (Mutschle, 1991; Korolkovas, 1988). Pengaruh-pengaruh merusak (noksi) dapat berupa noksi fisika, kimia, bakteri, parasit dan sebagainya. Noksi fisika misalnya suhu tinggi, cahaya, sinar X dan radium, juga
termasuk benda-benda asing yang tertanam pada jaringan atau sebab lain yang menimbulkan pengaruh merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun termasuk noksi kimia. Bakteri Patogen antara lain Streptococcus, Staphylococcus dan Pneumococcus (Boyd, 1971). Reaksi radang dapat diamati dari gejala-gejala klinis. Di sekitar jaringan terkena radang terjadi peningkatan panas (kalor), timbul warna kemerah-merahan (rubor) dan pembengkakan (tumor). Kemungkinan disusul perubahan struktur jaringan yang dapat menimbulkan kehilangan fungsi (Mutschler, 1991; Korolkovas,1988).
Radang atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchel & Cotran, 2003).
Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya (misalnya mikroba atau toksin). Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya jejas. Dengan demikian, inflamasi juga terkait erat dengan proses perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa (Mitchel & Cotran, 2003).
Stimulus awal radang memicu pelepasan mediator kimia dari plasma atau jaringan ikat. Mediator terlarut itu, bekerja bersama atau secara berurutan, memperkuat respon awal radang dan mempengaruhi perubahannya dengan mengatur respon vaskular dan selular berikutnya. Respon radang diakhiri ketika stimulus yang membahayakan menghilang dan mediator radang telah hilang, dikatabolisme atau diinhibisi (Mitchel & Cotran, 2003).
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik yaitu, nyeri (dolor), panas (kolor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa).
2.3.2.2 Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah akibat kerusakan (robekan) pembuluh darah. Kehilangan darah bisa disebabkan perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal lebih sulit diidentifikasi. Jika pembuluh darah terluka maka akan segera terjadi kontriksi dinding pembuluh darah sehingga hilangnya darah dapat berkurang. Platelet mulai menempel pada tepi yang kasar sampai terbentuk sumbatan.
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas pada buku The Merck Manual of Patient Symptoms (Porter, R.S., et al., 2008):
1. Duodenal ulcer (20 – 30 %)
2. Gastric atau duodenal erosions (20 – 30 %) 3. Varices (15 – 20 %)
4. Gastric ulcer (10 – 20 %)
5. Mallory – Weiss tear (5 – 10 %) 6. Erosive esophagitis (5 – 10 %) 7. Angioma (5 – 10 %)
8. Arteriovenous malformation (< 5 %) 9. Gastrointestinal stromal tumors 2.3.2.3 Perforasi
Setiap organ pencernaan berongga bisa menjadi berlubang (bocor), yang menyebabkan terlepasnya isi gastrointestinal dan menyebabkan kejutan dan kematian jika operasi tidak dilakukan segera. Perforasi membuat makanan, cairan pencernaan, atau isi usus bocor ke dalam perut. Benda-benda ini sangat melukai dan mengandung bakteri, dimana menyebabkan peradangan hebat dan infeksi yang biasanya fatal bila tidak diobati.
Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara parallel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster.
Etiologi :
• Perforasi non-trauma, misalnya :
○ Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia
○ Spontan pada bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer ○ Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid : terutama pada pasien lanjut usia
○ Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptik ○ Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma
○ Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.
• Perforasi trauma (tajam atau tumpul), misalnya :
○ Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi
○ Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
○ Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman.
Dari hasil penelitian di RS Hasan Sadikin Bandung sejak akhit tahun 2006 terhadap 38 kasus perforasi gaster, 32 orang di antaranya adalah pengonsumsi jamu (84,2%) dan dari jumlah itu, sebanyak 18 orang mengonsumsi jamu lebih dari 1 tahun (56,25%). Pasien yang paling lama mengonsumsi jamuadalah sekitar 5 tahun. Frekuensi tersering mengonsumsi jamu adalah seminggu tiga kali. Namun jamu yang mereka konsumsi adalah jamu plus obat kimia atau yang sering dikenal dengan jamu oplosan. Dari uji laboratorium, ternyata jamu tersebut mengandung bahan kimia. Sebagian besar zat kimia tersebut merupakan golongan obat yang bersifat antiperadangan dan antinyeri (anti-inflamasi) nonsteroid (NSAID) diantaranya fenilbutazon, antalgin, dan natrium diclofenac, serta golongan obat anti-inflamasi steroid diantaranya deksametason dan prednisone.
Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum. Pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut disertai peritonitis. Dari radiologis, sejumlah besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan ligamentum falciparum tampak dikelilingi udara (Sjamsuhidayat, 2004).
2.3.2.4 Penyumbatan
Penyumbatan pada usus dapat terjadi secara dua mekanisme yaitu :
- Ileus obstruktif ialah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi usus (Doherty et al 2002).
- Ileus paralitik ialah suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu berhenti. Seperti halnya penyumbatan mekanis, ileus juga menghalangi jalannya isi usus, tetapi ileus jarang menyebabkan perforasi.
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh :
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal.Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
3. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskemia terhadap bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8. Struktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
10.Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium (Doherty et al 2002).
2.3.2.5 Hernia
Hernia ialah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat (Long, 1996 : 246).
Secara umum hernia didefinisikan sebagai penonjolan abnormal organ intraabdominal melalui suatu defek bawaan atau yang didapat. Bila organ intraabdominal yang masih terbungkus peritoneum parietal keluar dari rongga abdomen dan tampak pada permukaan tubuh maka disebut hernia eksternal. Sedangkan hernia internal adalah penonjolan organ intra abdominal melalui fossa atau lubang yang ada di dalam rongga abdomen. Nama hernia berdasarkan lokasi lubang defek, misalnya : hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia obturatoria. Menurut gejalanya, hernia dapat dibedakan antara : reponibel, ireponibel, inkarserata, strangulata. Hernia reponibel adalah suatu hernia dengan isi hernia yang bisa keluar masuk dari rongga abdomen ke kantong hernia dan sebaliknya, sedangkan pada hernia ireponibel, isi hernia tidak bisa masuk atau dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Hernia inkarserata adalah hernia ireponibel ditambah jepitan usus sehingga memberikan tanda-tanda ileus obstruktif. Dan hernia strangulata adalah hernia ireponibel ditambah dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi lokal daerah hernia karena ada iskemi atau nekrosis dari isi hernia, disini benjolan akan terasa sakit, tegang, edema atau bahkan tanda infeksi (Henry, T., 2007).