LAPORAN DISKUSI TUTORIAL
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL
BLOK KEDARURATAN MEDIK
BLOK KEDARURATAN MEDIK
SKENARIO 1
SKENARIO 1
NYERI DADA
NYERI DADA
Disusun Oleh : Disusun Oleh : Kelompok A5 Kelompok A5 ClarissaClarissa Rayna Rayna S. S. P. P. G0010045 G0010045 Paramita Paramita Stella Stella G0010149G0010149 Elga
Elga Putri Putri Indanarta Indanarta G0010069 G0010069 Rachma Rachma Dinar Dinar Okfiani Okfiani G0010157G0010157 Fernando
Fernando Feliz Feliz C. C. G0010079 G0010079 Siska Siska Dewi Dewi Agustina Agustina G0010179G0010179 M.
M. Rama Rama Anshorie Anshorie G0010117 G0010117 Yohanes Yohanes Purbanta Purbanta S. S. G0010199G0010199 Mifta
Mifta Wiraswesti Wiraswesti G0010125 G0010125 Yusuf Yusuf Budi Budi Hermawan Hermawan G0010203G0010203
Tutor : Prof. Muchsin Douwes, dr., PFark.,M.OR.,AIFO.,MARS Tutor : Prof. Muchsin Douwes, dr., PFark.,M.OR.,AIFO.,MARS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2013
2013
BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang A. Latar Belakang
Seorang laki-laki umur 49 tahun dating ke UGD dengan keluhan nyeri dada. Seorang laki-laki umur 49 tahun dating ke UGD dengan keluhan nyeri dada. Nyeri
Nyeri dada dada dirasakan dirasakan sejak sejak setengah setengah jam jam yang yang lalu lalu dan dan tidak tidak hilang hilang dengandengan istirahat. Riwayat merokok dua pak per hari sejak usia 15 tahun. Pada istirahat. Riwayat merokok dua pak per hari sejak usia 15 tahun. Pada pemeriksaan
pemeriksaan fisik fisik didapatkan didapatkan : : TD TD 80/60 80/60 mmHg, mmHg, Nadi: Nadi: 130x 130x / / menit, menit, RR: RR: 20x/20x/ menit, Suhu: 36C. Pemeriksaan fisik: Cor: SI-II Normal, Gallop (-), bising (-). menit, Suhu: 36C. Pemeriksaan fisik: Cor: SI-II Normal, Gallop (-), bising (-). Pada paru : SD vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-). Pada saat penderita Pada paru : SD vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-). Pada saat penderita dilakukan pemasangan dan pemberian Oksigen 4 liter/menit tiba-tiba pasien dilakukan pemasangan dan pemberian Oksigen 4 liter/menit tiba-tiba pasien mendadak kejang dan tidak sadar. Setelah dilakukan cek respon (
mendadak kejang dan tidak sadar. Setelah dilakukan cek respon ( AVPU) AVPU), tidak , tidak didapatkan nadi teraba. Akhirnya dokter menetapkan penderita mengalami henti didapatkan nadi teraba. Akhirnya dokter menetapkan penderita mengalami henti napas, henti jantung. Kemudian dilakukan resusitasi jantung paru dan dilakukan napas, henti jantung. Kemudian dilakukan resusitasi jantung paru dan dilakukan penatalaksanaan
penatalaksanaan ACLS. ACLS. Akhirnya seteAkhirnya setelah lah hemodinamik stahemodinamik stabil bil penderita penderita dipindahdipindah ke ICVCU.
ke ICVCU.
B. RumusanMasalah B. RumusanMasalah
1.
1. Bagaimana penanganan kedaruratan medic dengan keluhan nyeri dada?Bagaimana penanganan kedaruratan medic dengan keluhan nyeri dada? 2.
2. Bagaimana patofisiologi dari manifestasi klinis gejala dan pemeriksaanBagaimana patofisiologi dari manifestasi klinis gejala dan pemeriksaan yang didapatkan dari pasien?
yang didapatkan dari pasien? 3.
3. Mengapa pasien mendadak kejang dan tidak sadar ketika dilakukanMengapa pasien mendadak kejang dan tidak sadar ketika dilakukan pemasangan infuse dan terapi oksigen?
pemasangan infuse dan terapi oksigen? 4.
C. Manfaat Penulisan C. Manfaat Penulisan
1.
1. Memahami penanganan pasien kedaruratan medic dengan keluhan utamaMemahami penanganan pasien kedaruratan medic dengan keluhan utama nyeri dada
nyeri dada 2.
2. Memahami gejala-gejala dan pemeriksaan Memahami gejala-gejala dan pemeriksaan yang dilakukan pada pasienyang dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri dada.
dengan keluhan nyeri dada. 3.
3. Memahami penanganan pasien kejang dan tidak sadar dan mengetahuiMemahami penanganan pasien kejang dan tidak sadar dan mengetahui penyebab kejang dan tidak sadar.
penyebab kejang dan tidak sadar. 4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyeri Dada
Nyeri dada dapat diakibatkan oleh berbagai hal yang berasal dari jantung, paru, saluran cerna, dan muskuloskeletal.
A. Nyeri dada yang berasal dari jantung
Gangguan Karakteristik Tipikal Pemeriksaan Diagnostik Angina
rahang, lengan, durasi <30 menit
diperberat oleh kerja keras, hilang
dengan
nitrogliserin/istirahat
dan atau TWI)
Infark Miokardium Infark miokardium Sama dengan angina namun Intensitasnya lebih sering atau tinggi, durasi >30 menit
atau TWI CPK-MB atau
Perikarditis Nyeri tajam menyekam kebahu diperberat oleh respirasi hilang bila duduk kearah depan
Suara gesekan pericardium ( pericardial friction rub) EKG
Diseksi Aorta Nyeri mendadak, seperti teriris atau tersayat pisau, di pertengahan skapula posterior atau anterior
Tekanan darah atau nadi asimetris, Al kasus baru pelebaran mediastinum pada
pada tomografi computer (CT), ekotransesopagus (TEE),angiografi, atau MRI B. Nyeri dada berasal dari paru
Gangguan Karakteristik Tipikal Pemeriksaan Diagnostik Pneumonia Pleuritik, dispnu, demam,
batuk, sputum
Demam, takipnu, krepitasi dan konsolidasi, infiltrat pada rontgen toraks Pleuritis Nyeri tajam, pleuritik Suara gesekan pleura
( pleural friction rub) Pneumotoraks Unilateral tajam,
pleuritik onset mendadak
Hipersonol unilateral, penurunan bunyi nafas, pneumotoraks pada
rontgen toraks
Edema paru Pleiritik, onset mendadak Takipnu, takikardia, hipoksemia, Scan ventilasi/perfusi atau
Hipertensi pulmonal Dipsnu, beban latihan fisik
Hipoksemia, P2
’d,S3&S4 di sisi kanan
C. Nyeri dada yang berasal dai saluran cerna
Gangguan Karakteristik Tipikal Pemeriksaan Diagnostik Refluks Oesophagus Rasa terbakar substemal,
rasa
asam dimulut ; kombinasi hipersaliva dan regurgitasi asam diperberat oleh
makan, posisi berbaring
Pemeriksaan pH esofagus,
uji perfusi asam bemstein
hilang dengan antasida Spasme Oesophagus Nyeri substermal yang
hebat
diperberat saat menelan hilang dengan nitrogliserin atau CCB
Pemeriksaan serial saluran
cerna atas manometri
Ruptur Mallory Weiss Tercetus karena muntah EGD Penyakit Ulkus
Peptikum
Nyeri epigastrik yang hilang
dengan antasida hematemesis, menelan
EGD, uji H. pylori
Penyakit Empedu Nyeri perut kuadran kanan atas, mual/muntah
diperberat oleh makanan berlemak
USG kuadran kanan atas, uji fungsi hati
Pankreatitis Rasa tidak nyaman dipunggung/epigastrium
amilase dan lipase, CT
abdomen yang abnormal
D. Nyeri dada yang berasal dari muskuloskeletal dan yang lainnya
Gangguan Karakteristik Tipikal Pemeriksaan Diagnostik Kostokondritis Nyeri tumpul atau tajam
yang terlokalisir
Nyeri tekan ketika dipalpasi
Penyakit servikal / OA Tercetus karena gerakan, berlangsung dalam
hitungan detik hingga
jam
Herpes Zooster Nyeri unilateral yang hebat
Ruam dematomal dan temuan sensorik
Ansietas “rasa sesak”
-B. Kejang
Ada 2 kemungkinan penyebab terjadinya kejang pada skenario tersebut, yaitu adanya reaksi shock anafilaksis dan adanya Paul Bert Effect karena penggunaan oksigen yang kurang dikontrol.
1. Shock Anafilaksis/reaksi anafilaktoid
Shock anafilaksis pada skenario ini kemungkinan karena penggunaan infus. Shock anafilaksis merupakan reaksi hipersensitivitas yang berhubungan dengan degranulasi Mast Cell sehingga menyebabkan terlepasnya mediator-mediator pro inflamasi. Gejala dan tanda reaksi anafilaksis termasuk timbul rasa kecemasan, urtikaria, angiodema, nyeri punggung, rasa tercekik, batuk, bronkospasme atau edema laryng.
Pada beberapa kasus, terjadi hipotensi, hilang kesadaran, dilatasi pupil, kejang hingga “sudden death”. Shock terjadi akibat sekunder dari hipoksia yang berat, vasodilatasi perifer atau adanya hipovolemia relative akibat adanya
ektravasasi cairan dari pembuluh darah. Namun demikian vascular kolaps dapat terjadi tanpa didahului gejala gangguan respirasi dan dalam hal ini kematian dapat terjadi dalam beberapa menit.Jadi gejala Shock anafilaktif adalah gabungan gejala anafilaksis dengan adanya tanda-tanda Shock yang secara sistimatis dapat dikelompokan dengan gejala prodromal, kardiovaskuler, pulmonal, gastrointestinal dan reaksi kulit.
Gejala prodromal pada umumnya adalah perasaan tidak enak, lemah, gatal dihidung atau di palatum, bersin atau rasa tidak enak didada. Gejala ini merupakan permulaan dari gejala lainnya.Gejala pulmoner didahului dengan rhinitis, bersin diikuti dengan spasme bronkus dengan atau tanpa batuk lalu berlanjut dengan sesak anoksia sampai apneu.Gejala gastrointestinal berupa mual,
muntah, rasa kram diperut sampai diare. Sedangkan gejala pada kulit berupa gatal-gatal, urtikaria dan angioedema.
2. Paul Bert Effect
Paul Bert Effect merupakan manifestasi dari pembentukan ROS secara berlebihan sehingga menyebabkan jejas oksidatif pada permukaan membran s el di susunan saraf pusat karena pemberian paparan oksigen bertekanan tinggi tanpa kontrol. Gejala dari Paul Bert Effect ini sangat khas yaitu adanya kejang dengan tipe Tonic-Clonic setelah pemberian oksigen.
Untuk mengantisipasi terjadinya Paul Bert Effect ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat memberikan oksigen, antara lain:
- Konsentrasi oksigen yang masuk harus selalu dikontrol
- Tidak terjadi penumpukan oksigen dalam tubuh secara berlebih - Resistensi jalan nafas yang cukup rendah
- Pemberian oksigen harus secara efisien dan ekonomis
C. Triage Gawat Darurat Kardio Vaskuler 1. Nyeri dada
Nyeri dada menetap dengan penjalaran ke leher, lengan, atau rahang (khas iskemia) dan disertai gambaran iskemia pada EKG, tidak berkurang dengan istirahat atay nitrogliserin. Rasa lemah waktu aktivitas fisik, pucat, dan keringat dingin, hipotensi, takikardi, irama tidak teratur, bising atau thrill yang tidak ada sebelumnya, ronki basah. Penderita dengan rasa kematian yang mengancam harus dianggap gawat sebelum dibuktikan sebaliknya/dievaluasi.
2. Sesak nafas
Sesak nafas dianggap gawat bila frekuensi nafas 40x/menit atau lebih. Sesak meningkat waktu berbaring, disertai gelisah dan kelihatan sakit berat, batuk terus menerus (kadang disertai darah atau busa kemerahan), atau disertai nyeri dada, nyeri punggung, bising diastolik, nadi asimetris, atau aritmia.
3. Gangguan kesadaran
Gangguan kesadaran yang dianggap gawat bisa berupa sinkop disertai gangguan irama/aritmia atau tekanan darah abnormal.
4. Penderita dengan tekanan darah tinggi
Bila diastolik 130mmHg atau lebih. Diastolik di atas 110mmHg disertai gangguan sesak nafas, ronki basah/edema paru, angina, nyeri kepala hebat, edema papil, gangguan neurologik atau kesadaran, kejang atau oliguria.
5. Penderita dengan gangguan irama jantung
Bila menyebabkan atau terdapat hipotensi, tanda iskemia miokard atau otak, blok, aritmia ventrikuler, atau sinus takikardia yang menetap (terutama bila ada tanda klinis kelainan jantung organik atau riwayat infark).
6. Rudapaksa dada (thoraks)
Bila terjadi rudapaksa dengan deselerasi cepat, crush injury, jatuh, terpukul, pada dada oleh karena kemudi, luka tusuk/tembak, benda asing, terbenam, riwayat bedah jantung/penyakit jantung dan pada inspeksi terlihat kulit pucat, dingin, cemas, nyeri, disorientasi, tanda rudapaksa dada/punggung, nafas lambat/cepat/paradoksikal. Nadi dan BJ lemah/hilang, hipotensi, tamponade, sianosis, nadi asimetris.
D. Gawat Darurat Kardio Vaskuler 1. Syok kardiogenik
Sindrom klinis syok kardiogenik adalah keadaan yang terjadi akibat ketidakmampuan curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital akibat disfungsi otot jantung. Penyebab paling sering adalah infark miokard akut.
a) Gambaran klinis
Tekanan sistolik arteri < 80mmHg (ditentukan dengan
pengukuran intra ateri),
Produksi urin < 20 ml/hari atau gangguan status mental. Tekanan pengisian ventrikel kiri > 12mmHg
Tekanan vena sentral lebih dari 10 mmH2O dianggap
menyingkirkan kemungkinan hipovolemia
Disertai dengan manifestasi peningkatan katekolamin seperti
gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi, dll. b) Patofisiologi
Infark miokard akut/ infark baru pada infark miokard lama kerusakan iskemik dan nekrosis > 40% yang progresif obstruksi proksimal arteria koronaria kadar ensim jantung meningkat tinggi syok kardiogenik
c) Gambaran hemodinamik
Tekanan sistolik arteri dan tekanan rata-rata arteri menurun, denyut jantung meningkat karena adanya disfungsi ventrikel kiri yang berat. Curah jantung sangat rendah akibat peningkatan tekanan pembuluh sistolik sebagai
akibat kegagalan ventrikel kiri. d) Tatalaksana
Pendekatan pengobatan
Pemberian cairan kristaloid/koloid dan oksigen
Reperfusi dini dengan trombolisis, angioplasti atau keduanya menunjukkan hasil yang baik
Pembedahan dini jika semua cara gagal
Monitoring hemodinamik
Pengukuran tekanan pengisian ventrikel dan curah jantung dapat memberi gambaran beratnya masalah, prognosis dan adan ya hipovolemi.
Pompa balon intra aorta
Indikasi pemasangan pompa balon intra aorta adalah:
Hipotensi (sistolik < 90mmHg, tekanan arteri rata-rata 60mmHg atau lebih kecil 30mmHg di bawah tekanan basal sebelumnya)
Peningkatan tekanan baji arteri (lebih besar 16-18 mmHg)
Indeks jantung yang rendah (< 2 liter/menit/m2)
Kateterisasi jantung
Penderita dengan sakit dada berulang atau berkepanjangan harus segera dilakukan angiografi koroner untuk memastikan ada tidaknya otot jantung yang dapat diselamatkan dengan reperfusi. Penderita tanpa tanda-tanda iskemi baru diperiksa angiografi setelah 24-48 jam untuk menentukan perlu tidaknya tindakan bedah.
Meskipun reperfusi dini merupakan pendekatan yang rasional dalam menyelamatkan otot jantung yang terancam rusak, peranan dan saat pelaksanaannya, seleksi penderita dan metode reperfusi trombolisis, PTCA dan bedah pintas koroner masih dalam perkembangan dan belum dapat dipastikan.
Pengobatan lain
Tindakan dasar pengobatan infark miokard akut dilakukan bersamaan seperti mengatasi rasa sakit seperti sedasi dan pengobatan aritmia.
2. Sinkop a) Etiologi
Penurunan volume penurunan tahanan perifer obstruksi aliran darah ke otak curah jantung rendah obstruksi dan aritmia sinkop
b) Tatalaksana
ABC
Letakkan penderita posisi kebalikan Tredelenburg (kepala direndahkan, tungkai bawah ditinggikan) untuk meningkatkan aliran darah ke otak
Longgarkan pakaian terutama pada leher
Bila serangan di RS segera ambil spesimen darah untuk pemeriksaan hematokrit, elektrolit, gula darah, dan buat
rekaman EKG 12 sandapan. Berikan 1 ampul dekstrose 50% intravena
Periksa apakah ada rudapaksa sewaktu sinkop
3. Krisis hipertensi
Suatu sindrom klinis dengan tanda khas berupa kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik secara tiba-tiba dan progresif. Tekanan darah sistolik naik menjadi 250mmHg atau lebih, tekanan diastolik menjadi 140mmHg atau lebih.
a) Jenis krisis hipertensi
Ensefalopati hipertensi
Krisis hipertensi karena perdarahan intrakranial (intraserebral
atau arakhnoid)
Krisis hipertensi yang berhubungan dengan edem paru akut Krisis hipertensi yang berhubungan dengan penyakit ginjal
biasanya pada glomerulonefritis akut
Diseksi aneurisma aorta akut Eklampsia dan preeklampsia
b) Tanda dan keluhan
Ensefalopati hipertensi dengan keluhan sakit kepala, perubahan mental dan gangguan neurologis
Pemeriksaan fisik : papil edema, perdarahan fundus dan eksudat, kelainan neurologik
Pemeriksaan elektrokardiogram : gambaran iskemia berupa hipertrofi ventrikel kiri dan perubahan segmen S-T sedangkan pemeriksaan rontgen dada dapat menunjukkan tanda bendungan
c) Pengobatan
Prinsip pengobatan adalah menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik secepat dan seaman mungkin namun harus segera hilang bila pemberian dihentikan dan sedikit kontraindikasinya. Sodium nitropusside dapat memenuhi kriteria di atas. Obat lain termasuk nitrogliserin, nifedipin, furosemid juga dapat dijadikan pilihan.
4. Spel hipoksik
Suatu sindrom yang ditandai dengan serangan gelisah, menangis berkepanjangan, hiperventilasi, bertambah biru, lemas atau tidak sadar dan
kadang-kadang kejang, yang sering terdapat pada anak-anak dengan penyakit jantung bawaan biru.
a) Patofisiologi
Spel hipoksik paling sering terjadi pada Tetralogi Fallot defek septum ventrikel yang besar sehingga ventrikel kanan dan kiri harus berfungsi sebagai rongga pemompa tunggal penurunan tahanan vaskuler sistemik atau
peningkatan tahanan pada alur keluar ventrikel kanan peningkatan aliran balik vena sistemik
Faktor-faktor terjadinya akibat menangis lama, aktivitas berat, dehidrasi, dll. Biasanya serangan tersering pada usia 3 bulan sampai 3 tahun.
b) Tatalaksana
Letakkan pada posisi lutut didekatkan pada dada, supaya aliran balik vena sistemik berkurang karena darah berkumpul di ekstremitas bawah
Berikan oksigen 100%
Injeksi morfin sulfat 0,1 mg/kgBB secara subkutan dan dapat diulang selama 10 menit
Vasopresor secara intravena 5. Diseksi aorta
Diseksi aorta terjadi karena lapisan dinding aorta robek akibat masuknya darah ke lapisan media. Proses pemisahan dapat terjadi secara akut maupun kronis. Setelah lewat 2 minggu dianggap fase kronis.
a) Patogenesis
Hipertensi sistemik Degenerasi jaringan ikat Robekan intima
Perjalanan hematoma yang menyebabkan diseksi
b) Klasifikasi
De Bakey Lokasi Stanford
Tipe 1 Meluas melampaui aorta desenden Tipe A Tipe 2 Terbatas hanya di aorta desenden
Lebih distal dari arteri subklavia kiri
c) Gejala dan tanda Gejala
Sakit seperti dirobek mulai daerah retrosternal menjalar ke punggung Sinkop Sulit bernafas Stroke Iskemia tungkai Anuria
Sesak saat aktivitas yang progresif akibat regurgitasi aorta Tanda
Syok
Nadi hilang atau terlambat
Regurgitasi aorta
Edema paru
Efusi perikard
Defisit neurologik d) Diagnosis
CT scan atau MRI
Rontgen dada memperlihatkan pelebaran mediastinum dan
adanya cairan pleura
Ekokardiografi menunjukkan adanya cairan perikard,
regurgitasi aorta dan flap aorta pada batang aorta e) Tatalaksana
Memulai pengobatan, menstabilkan tanda-tanda vital dan menegakkan diagnosis definitif dengan artografi
Tatalaksana definitif dimana obat-obatan diteruskan dan dilanjutkan intervensi bedah pada kasus-kasus yang memerlukan.
E. Henti Jantung
Cardiac arrest disebut juga cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest , merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi (Terdapat empat jenis ritme yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan kedua bantuan hidup dasar/ Basic Life
Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS).
Pada orang yang mengalami henti jantung dapat ditemukan gejala-gejala yang tiba-tiba sebagai berikut:
Tidak sadar secara tiba-tiba (collapse)
Nadi tidak teraba, hipotensi (tekanan darah turun drastis/hampir tidak ada) Tidak bernapas
Hilangnya kesadaran secara tiba-tiba merupakan tanda terjadinya kekurangan oksigen di otak (cerebral hipoksia). Namun, kadang kita bisa menemukan “tanda-tanda peringatan” yang dapat menunjukan akan terjadinya henti jantung yaitu rasa lelah, lemah, pandangan kabur dan berkunang-kunang, pusing, nyeri dada, napas dangkal dan pendek, berdebar-debar (palpitasi), atau muntah; walaupun tidak semua kejadian henti jantung memberikan tanda peringatan ini.
Henti jantung mendadak (sudden cardiac arrest/ SCA) berbeda dengan serangan jantung (cardiac arrest). SCA adalah kondisi yang muncul apabila jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh yang diakibatkan oleh gangguan elektrifitas internal jantung yang mengatur denyut jantung. Sedangkan serangan jantung (heart attack) disebabkan karena kurang adekuatnya vaskularisasi otot jantung akibat tersumbatnya pembuluh darah coroner jantung. Pada serangan jantung oksigen tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan sel-sel otot jantung sehingga otot jantung menjadi iskemia.
Walaupun henti jantung dan serangan jantung berbeda, namun terdapat hubungan antara keduanya. Pada serangan jantung, kerusakan otot jantung akibat iskemia sel jantung dapat mengganggu sistem elektrik internal jantung. Gangguan sistem elektrik internal ini dapat menyebabkan gangguan ritme jantung menjadi melambat atau menjadi lebih cepat dan bisa menjadi henti jantung. Dengan kata lain, orang yang memiliki riwayat serangan jantung memiliki resiko yang lebih besar henti jantung mendadak dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat.
F. Henti Nafas
Gagal nafas secara garis besar dapat dibagi menjadi dua katagori, yaitu : hipoksemia (tipe 1) dan hiperkapnia (tipe 2). Gagal nafas hipoksia adalah PaO2 kurang dari 55 mmHg ketika FiO2 0,60 atau lebih. Gagal nafas hiperkapnia adalah saat PaCO2 lebih dari 45 mmHg. Secara umum definisi dari gagal nafas adalah ketidakmampuan dari system respirasi untuk menjaga keadaan yang normal pada pertukaran gas dari atmosfer ke sel seperti yang dibutuhkan oleh tubuh. Penyebab umum terjadi gagal nafas tersebut adalah antara lain :
1. Infeksi akut misalnya bronchitis akut atau pneumonia.
2. Retensi sputum karena tindakan pembedahan, trauma, penurunan kesadaran.
3. Bronkospasme misalnya pada pasien dengan asma.
4. Pneumothorak, gagal nafas akut dapat terjadi dengan cepat tergantung dari ukuran pneumothorak dan beratnya penyakit paru yang mendasarinya. 5. Bullae, mirip dengan pneumothoraks dimana bulla subpleural sering disangka merupakan suatu pneumothorak.
6. Gagal ventrikel kiri, dapat timbul karena adanya penyakit jantung iskemik, overload cairan atau kegagalan kedua ventrikel karena keadaan korpulmonale.
7. Emboli paru, ditemukan secara autopsy sebesar 20-50%, sering sulit untuk mendiagnose karena adanya penyakit paru lainnya.
8. Pemberian oksigen yang tidak terkontrol, dapat menimbulkan hiperkarbia akut yang dapat menganggu mekanisme hypoxic drive respirasi. Faktor
utama nampaknya adalah pelepasan CO2 dari hemoglobin oleh oksigen (efek Haldane) dan memperburuk mismatch ventilasi-perfusi (V/Q) yang disebabkan karena penurunan dari vasokonstriksi pada daerah pintasan, sehingga memungkinkan lebih banyak darah vena yang kaya CO2 masuk kedalan sirkulasi arterial.
9. Sedasi, pemberian sedasi yang berlebihan dapat menimbulkan keadaan hipoventilasi
Patofisiologi gagal nafas misalnya pada PPOK adalah sebagai berikut:
Faktor yang menyebabkan obstruksi aliran udara pada PPOK termasuk edema dan hipertropi mukosa, secret, bronkospasme, dan hilangnya elastic recoil paru (karena hilangnya tekanan permukaan alveolar dan elastin paru disebabkan oleh destruksi dari dinding alveolar). Berkurangnya recoil elastic akan menyebabkan penurunan aliran udara ekspirasi, karena tekanan alveolar (mengatur aliran udara
ekspirasi) dan tekanan jalan nafas intraluminal (akan mengembangkan jalan nafas kecil selama ekspirasi) menurun. Obstruksi aliran udara akan menimbulkan pemanjangan ekspirasi, hiperinflasi paru, peningkatan kerja pernafasan dan
sensasi terhadap dispneu, semuanya bertambah berat pada pasien dengan PPOK. Distorsi dan destruksi alveoli menimbulkan hilangnya capillary bed , dan hipoksia menyebabkan vasokonstriksi areteri pulmoner. Ini akan menyebabkan hipertensi pulmoner, perubahan vaskularisasi sekunder, dan akhirnya korpulmonale. Peningkatan hipoksia selama gagal nafas akut akan meningkatkan tekanan arteri pulmoner dan dapat menimbulkan gagal jantung kanan akut. Kombinasi dari obstruksi jalan nafas, penyakit parenkim paru dan gangguan pada sirkulasi akan menimbulkan V/Q mismatch yang sangat besar. Daerah paru yang tidak mengalami ventilasi dengan baik akan menjadi pintasan parsial atau komplit. Hal ini akan menimbulkan hipoksia arterial, yang mana ketika bersifat kronis, akan dapat menyebabkan polisitemia sekunder dan peningkatan hipertensi pulmoner. Daerah yang kurang perfusi atau kelebihan perfusi akan meningkatkan ruang rugi. Sehingga sebagai hasil dari V/Q mismatch yang berat, kebutuhan
ventilasi untuk untuk mendapatkan keadaan normokarbia akan meningkat. Peningkatan ventilasi semenit akan menimbulkan peningkatan kerja pernafasan. Sejak ekspirasi tidak optimal pada sumbatan jalan nafas, ini bersama dengan peningkatan ventilasi semenit akan menimbulkan peningkatan dinamis yang permanent dari kapasitas residu fungsional (FRC) atau hiperinflasi paru. Karena volume paru meningkat, otot-otot pernafasan (diafragma dan interkosta) akan menjadi tidak efesien karena terjadi pemendekan serat saraf dan ketidakuntungan secara mekanik, dan kerja pernafasan akan menjadi meningkat. Ketika kapasitas otot pernafasan tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan peningkatan ventilasi, akan terjadi hiperkarbia kronis.
Hiperkarbia kronis jarang terjadi pada PPOK, dan cenderung terjadi pada fase akhir dari penyakit, berhubungan dengan kompensasi asan-basa ginjal. Biasanya timbulpada PPOK didominsi oleh bronchitis kronis dengan FEV1 dibawah 1 liter, dan berhubungan dengan polisitemia, korpulmonale, dan retensi CO2 lainnya dengan pemberian oksigen yang tidak terkontrol. Bagaimanapun juga, gagal nafas hiperkarbia dapat ditimbulkan oleh peningkatan pintasan paru.
G. Resusitasi Jantung Paru Otak
Tujuan : mencegah mati klinis menjadi mati biologis. Mati klinis merupakan periode dini suatu kematian yang ditandai dengan henti napas dan henti jantung/sirkulasi serta terhentinya aktivitas otak yang bersifat reversibel. Pada mati biologis terjadi proses nekrotisasi semua jaringan. Proses ini dimulai dari neuron-neuron serebral yang seluruhnya akan rusak dalam waktu ± 1jam dan diikuti organ-organ lain, seperti jantung, ginjal, dan hati yang akan rusak dalam ± 2 jam. Mati biologis mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi atau bila resusitasi tidak berhasil meliputi mati anatomi, mati organ dan batang otak.
Jika terjadi henti jaantung dan henti napas, yang akan dilakukan adalah resutasi jantung paru (CPR, Cardiopulmonary resuscitation)
Prinsip untuk keberhasilan ditentukan oleh:
Early access to get help. Sesegera mungkin meminta bantuan untuk
Early (correct) CPR to buy time. Sesegera mungkin melakukan
resusitasi jantung paru dengan teknik yang benar.
Early defibrillation to restart heart . Sesegera mungkin mengupayakan
defibrilasi jantung.
Early ALS to stabilize. Sesegera mungkin bantuan hidup lanjutan
memadai diberikan untuk stabilisasi
Fase RJPO
I. Basic L if e Support (bantuan hidup dasar)
Tujuannya ialah oksigenasi darurat, menunda kerusakan fungsi organ, mempertahankan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Langkah terbaik dan tercepat untuk penyelamatan korban adalah melakukan pijat jantung. Sebenarnya tersedia alat defibrilator jantung, semacam alat kejut listrik yang bisa menghentikan irama jantung yang kacau itu, sesegera mungkin, saat itu juga. Setiap detik keterlambatan adalah pengurangan kesempatan hidup kembali. Tapi karena di tempat umum di Indonesia alat semacam itu belum tersedia, dan pijat jantung masih merupakan metode terbaik maka pentingnya edukasi pijat jantung disebarluaskan dan diajarkan secara nasional. Bersamaan atau setelah pijat jantung, harus diberikan bantuan nafas. Kalau perlu berlanjut menjadi nafas buatan dengan mesin ventilator di ICU. Trik ini agak berbeda dengan doktrin klasik ABC pada urutan penyelamatan pasien kritis yang mendahulukan A ( Airway, mengamankan jalan nafas), lalu B ( Breathing , bantuan nafas) disusul C (Circulation, membantu sistem jantung dan pembuluh darah). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dengan membalik urutan A-B-C menjadi C-AB lebih efektif menyelamatkan nyawa korban henti jantung. Resusitasi sampai ke emergency bisa dihentikan jika :
Timbul nadi spontan (5-10 dtk) pada a. Carotis
Datang penolong yang lebih menguasai (dokter, perawat, ahli anestesi
yang terlatih)
Penolong kecapekan sesudah + 30 mnt dengan catatan respon dari
Penderita dinyatakan meninggal oleh dokter, dengan parameter mati
biologis: pemberian sulfas atropin, adrenalin respon (-), dilatasi maksimal pupil.
II. Advanced L i fe Support (Bantuan Hidup Lanjutan)
D-Dr ugs and F lui d I ntra-Venous Li fe Line (Obat-obatan dan cairan Intra Vena)
Obat-obatan dan cairan Intra Vena diberikan paling baik melalui vena cephalica/basilica kanan, vena cubiti, vena inguinalis.
Adrenalin (0,5-1 mg Intra Vena)
Diberikan setiap 5 menit sampai nadi spontan kembali. Dalam suasana asam tidak begitu efektif, responsibilitas maksimal adrenalin pada pH 7,35-7,45. Jika pembuluh darah sulit ditemukan, beri intracardial (harus oleh ahli), pada bayi bisa diberi sublingual.
Natrium Bicarbonat (1 mEq/kgBB Intra Vena)
Sebagai buffer, terhadap keadaan asam tidak begitu berpengaruh. Harus diberikan ke vena yang lebih besar (v. Jugularis interna, v. Subclavia, v. Cubiti, v. Cava superior, v. Femoralis)
Sulfas Atropin ke SA Node
Tujuannya kontraktilitas menjadi lebih baik. E-Elyectrocardiography
Untuk mendiagnosa gelombang jantung, mengenali dan menentukan tatalaksana dari disritmia yang terjadi. Contoh kelainan: ventricular fibrillation, asystole, bizarre complex
F-Fibrillation
Henti jantung paling sering dengan irama ventricle failure (few minutes) mengakibatkan asystole, setelah diberikan adrenalin, defibrillator paling efektif mengatasi VF.
Ventricular fibrilation harus diterapi dengan defibrilation cardiac shock . Dosis: anak 3 J/kgBB ; dewasa 2-5 J/kgBB. Setelah itu monitor dengan EKG
EMS call (< 5 mnt) lakukan early defibrillation akan meningkatkan angka keberhasilan. Immediate External Defibrillation : 200 J – 200 J – 360 J (1 rangkaian).
Lidocaine 1-2 mg/kgBB/IV jika diperlukan (mis. Pada Bizarre Complexes), lanjutkan infus
G-Gaughing
Tujuannya menentukan penyebab henti jantung dan henti napas dengan pemasangan alat-alat monitor.
H-H uman M entation
Cerebral resuscitation dilakukan penilaian kesadaran sampai ke sel-sel otak. Mempertahankan homeostasis intrakranial maupun ekstrakranial. Immediately after restoration of spontaneous circulation and throughout coma dan Ameliorate post anoxic encephalopathy. Semua tindakan dilakukan dengan prinsip kemanusiaan.
I-I ntensi ve Care
Tempat melakukan semua tindakan cerebral resuscitaion (monitoring & supports. Monitoring (CV, tekanan arteri, kateter urin, EKG) Mempertahankan hemodinamik, normotensi, ventilasi oksigen terkontrol, temperatur, relaksasi, sedasi, cairan, elektrolit, glukosa, dan tekanan intrakranial. Pasang ventilator mekanik dengan konsentrasi O2 50%. Perhatikan pCO2 (30-35 mmHg), pH 3,5-4,5.
Penatalaksanaan Syok Kardiogenik
Langkah 1. Tindakan resusitasi Segera
Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan organ, mempertahankan tekanan arteri rata-rata untuk mencegah sekuele neurologi dan ginjal. Memberikan aliran oksigen, intubasi atau ventilasi harus dilakukan segera jika ditemukan abnormalitas difusi oksigen.
Dopamin dan noradrenalin (norepinefrin) untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dengan hipotensi. Dobutamin dan dopamin dalam dosis sedang untuk keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata.
Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) dikerjakan jika tersedia sebelum transportasi.
Memonitor gas darah dan memberi tekanan udara positif berkelanjutan jika ada indikasi.
Memonitor EKG dan mempersiapkan alat defribilator, obat antiaritmia seperti amiodaron dan lidokain
Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam.
Pada infark miokard dengan elevasi non ST yang menunggu kateterisasi, diberikan inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Langkah 2. Menentukan secara dini Anatomi Koroner
Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal dari kegagalan pompa (pump failure) iskemik yang perdominan. Hipotensi
diatasi segera dengan IABP.
Langkah 3. Melakukan revaskularisasi Terapi Atrial Flutter :
Pada pasien simtomatis dengan atrial flutter yang baru, terapinya kardioversi elektrik untuk mengembalikan irama sinus. Flutter dapat diterminasi dengan stimulasi atrial dengan menggunakan pacemaker sementara atau permanen. Prosedur ini digunakan setelah pemasangan kabel pacemaker pada tindakan operasi. Selain itu, beberapa jenis pacemaker dan implantasi defibrilator dapat diprogram jika terjadi atrial flutter.
Pasien yang tidak memerlukan tindakan kardioversi segera dapat memulai terapi farmakologis. Pertama, kecepatan ventrikular diperlambat dengan obat AV block (beta blocker, CCB, atau digoxin). Setelah efektif diperlambat, dapat diberi obat yang memperlambat atau memperpanjang periode refraktori (class IA, IC, III).
Untuk terapi kronik dapat ditangani dengan ablasi kateter. Pada metode ini, elektroda kateter dimasukkan melalui vena femoralis, melewati inferior vena cava, dan melakukan lokalisasi dan ablasi pada bagian reentran untuk menghentikan secara permanen.
Secara umum pengelolaan Syok Kardiogenik meliputi:
Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg.
• Supportif umum : penanggulangan nyeri. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.
• Monitoring : Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbanga n asam basa yang terjadi. Bila mungkin pasang CVP. Pemasangan kateter Swans Ganz
untuk meneliti hemodinamik. a) Ukur tekanan arteri b) Menilai curah jantung
c) EKG, Analisa Gas Darah, Lab (Hb, elektrolit, kreatinin, ureum) • Perawatan :
a) Selalu jaga jalan nafas bebas b) Pasang alat pantau jantung
c) Pantau tekanan darah berkala
d) Obat-obatan : vasopressor (dopamine : untuk menaikkan tekanan darah minimal menjadi 90mmHg dan menambah volume)
e) Koreksi hipovolemia dan asidosis
Syok dapat dibagi dalam tiga tahap yang makin lama makin berat :
tahap 1 syok terkompensasi (non progresif), yaitu tahap terjadinya respon kompensatorik
tahap 2, tahap progresif, ditandai oleh manifestasi sistemik dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
tahap 3, tahap refrakter (irreversible ) yaitu tahap kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dihindari, dan pada akhirnya menuju pada kematian.
Prognosis paling baik apabila segera dikenali gejala henti jantung dan segera dilakukan CPR oleh seseorang yang terlatih dalam teknik. Bila ada fibrilasi ventrikel dilakukan defibrilasi dini. Prognosis jelek adalah pasien asistole, penanganan terlambat, dan pasien dengan penyakit banyak organ.
Keberhasilan RJP dimungkinkan oleh adanya interval waktu antara mati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4 – 6 menit. Dalam waktu tersebut mulai
terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama pada RJP.
Tanpa pertolongan medis, 95% korban mati klinis akan mengalami mati biologis sebelum tiba di RS. Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis. Dikenal pula istilah mati sosial, yaitu suatu kerusakan otak yang hebat dan ireversi bel sehingga pasien tidak sadar dan tidak responsif, tetapi EEG aktif dan beberapa refleks masih utuh.
Pernapasan bisa spontan atau dibantu dengan alat bantu napas (respirator), kesadaran koma, kadang-kadang seperti bangun dan membuka mata, tetapi tidak bisa kontak dengan dunia luar.
Jika henti jantung dan henti napas tidak cepat ditolong, maka akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Setelah tiga menit mati klinis ( jadi tanpa oksigenisasi ), resusitasi dapat menyembuhkan 75% kasus klinis tanpa gejala sisa. Setelah empat menit persentase menjadi 50% dan setelah lima menit 25%.
BAB III PEMBAHASAN
Pada skenario, didapatkan keluhan nyeri dada sejak setengah jam yang lalu tidak hilang dengan istirahat dan menjalar ke lengan kiri, leher dan ke punggung. Hal ini mungkin terkait dengan kebiasaan pasien yang merokok
sampai dua pak per hari sejak usia 15 tahun. Rokok mengandung ribuan senyawa yang bersifat toksik, karsinogenik dan teratogenik. Senyawa-senyawa kimia dalam rokok menurunkan HDL dalam tubuh sehingga menimbulkan aterosklerosis. Adanya plak aterosklerosis ini menyebabkan lumen pembuluh darah menyempit dan terjadi oklusi pembuluh darah terutama di arteri coronaria. Oklusi ini menyebabkan aliran darah koroner tidak adekuat dan terjadi iskemia miokard.
Iskemia miokard akan menyebabkan penurunan perfusi jantung yang berakibat pada penurunan intake oksigen dan akumulasi hasil metabolisme senyawa kimia. Akumulasi metabolit ini timbul karena suplai oksigen yang tidak adekuat, maka sel-sel miokard mengompensasikan dengan berespirasi anaerob. Produk sampingnya disebut asam laktat yang membuat pH sel menurun. Perubahan metabolisme sel-sel miokard inilah yang menstimulasi reseptor nyeri melalui symphatetic afferent di area korteks sensoris primer (area 3,2,1 Broadman) yang menimbulkan nyeri di dada.
Nyeri dada yang dirasakan pasien menyebar ke lengan diklasifikasikan sebagai nyeri alih. Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di tubuh tapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viskus nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa
Saat ini penjelasan yang paling luas diterima tentang nyeri alih adalah teori konvergensi-proyeksi. Menurut teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit dan satu dari otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel-sel proyeksi sensorik yang sama (misalnya sel proyeksi spinotalamikus). Karena tidak ada cara untuk mengenai sumber asupan sebenarnya, otak secara salah memproyeksikan sensasi nyeri ke daerah somatik (dermatom).
Pada pemeriksaan vital sign, didapatkan RR 20x/menit dan suhu 36oC yang masih dalam batas normal, nadi 130x/menit dan tekanan darah 80/60 mmHg. Takikardia dan hipotensi merupakan tanda syok. Syok sendiri dibagi menjadi 2, yaitu hipovolemik, dimana volume plasma berkurang dan normovolemik, yaitu volume plasmanya tetap hanya saja pembuluh darah mengalami vasodilatasi sehingga terlihat seperti volume plasma berkurang relatif. Pada kasus ini, karena pasien sebelumnya mengalami nyeri dada, maka pasien dikategorikan terkena
Pada pemeriksaan fisik pada cor terdapat suara 1 dan 2 yang normal dan tidak terdapat adanya bunyi gallop atau bising. Hal ini menunjukkan tidak adanya kelainan pada jantung. Pada pemeriksaan lapang paru juga tidak terdapat suara tambahan di dekstra maupun sinistra, dan hanya terdapat suara dasar vesikuler saja yang berarti tidak ada kelainan di paru-paru pasien.
Pada saat diberikan terapi oksigen 4 liter/menit dan infuse tiba-tiba pasien tidak sadar dan kejang. Pemberian oksigen yang sesuai dosis terapi adalah antara 2-5 liter/menit, tetapi pemberian tersebut harus memperhatikan kebutuhan dan keadaan pasien sendiri. Sindroma yang sering menyertai pemberian oksigen adalah Paulbert effect yang disebabkan karena kesalahan pengontrolan terapi oksigen. Paulbert effect akan menyebabkan kejang tonik klonik pada pasien. Efek ini disebabkan karena pembentukan ROS yang berlebih pada susunan sel saraf pusat akibat pemberian oksigen yang tinggi dan tidak dikontrol. Kejang juga bias
disebabkan karena syok anafilaktik akibat pemberian infus. Infus ada banyak jenisnya dan fungsinya berbeda-beda. Pasien syok anafilaktik biasanya bias
dideteksi apabila pasien sendiri sudah mempunyai gangguan hipersensitivitas tipe IV. Oleh karena itu, perlu dilakukan tes hipersensitivitas apabila akan diberii nfus jika waktunya mencukupi. Seorang dokter juga harus siap obat-obat penanganan syok seperti antihistamin, aminofilin, adrenalin, kortikosteroid, epinefrin, dan NaCl atau infuse fisiologis lain.
Penanganan kondisi kedaruratan medic pada kasus sebaiknya disesuaikan dengan penyebabnya, apakah karena reaksi syok dan hipersensitivitas ataupun karena gangguan di system sirkulasi terutama cor. Henti napas bias diatasi dengan pemberian oksigen sedangkan henti jantung bias ditangani dengan menggunanakan teknik Advanced Cardiovaskuler Life Support(ACLS). Prinsip ACLS hamper sama dengan ATLS, tetapi pada ACLS lebih mengedepankan penanganan sirkulasi (dimulai dari C). Hal tersebut karena mungkin pasien dapat bernapas otomatis tetapi terdapat gangguan sirkulasi (jantung) sehingga kebutuhan oksigen akan berkurang sehingga perlu dijaga system sirkulasinya. Pasien juga dibawa keruang ICVCU (Intensif Cardiovaculer Care Unit) yaitu ruangan ICU yang khusus untuk penanganan gangguan kardiovaskuler.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Nyeri dada yang dialami pasien kemungkinan besar disebabkan konsumsi rokok yang sangat berlebihan sejak remaja. Hal tersebut menimbulkan beberapa komplikasi seperti iskemik miokard akut. Penanganan kondisi kedaruratan medik pada kasus sebaiknya disesuaikan dengan penyebabnya, apakah karena reaksi syok dan hipersensitivitas ataupun karena
gangguan di sistem sirkulasi terutama cor.
B. Saran
Tutor sangat membantu tutorial dengan memberikan garis besar masalah dan memberikan feedback pada info mahasiswa sehingga mahasiswa lain juga aktif dalam mengungkapkan pendapat. Saran untuk kegiatan diskusi tutorial adalah partisipasi seluruh anggota kelompok untuk menjaga ketertiban diskusi dan kemampuan saling menghargai terus ditingkatkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya oleh seluruh anggota