• Tidak ada hasil yang ditemukan

26 Perbedaan Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah Dengan Anti Koagulant Edta Terhadap Variasi Suhu 16c 20c Dan 27c Metode Westergren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "26 Perbedaan Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah Dengan Anti Koagulant Edta Terhadap Variasi Suhu 16c 20c Dan 27c Metode Westergren"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

THE DIFFERENT RESULF OF BLOOD COAGULATION RATE USING

ANTI COAGULANT EDTA AGENT WITH TEMPERATUR VARIATION

ON 16˚C,20˚C AND 27˚C WESTERGREN METHOD

Ni Wayan Maya Kurnia Santi1, Anak Agung Ngurah Santa AP2, Fathol Hadi1 1Program Studi Analis STIKes Wira Medika Bali

2RSUP Sanglah Denpasar Bali ABSTRAK

Laju endap darah adalah salah satu pemeriksaan hematologi yang merupakan pemeriksaan pendahuluan didalam menegakkan diagnosa pasien. Pemeriksaan laju endap darah banyak mempunyai faktor yang dapat memepengaruhi hasil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gambaran hasil pemeriksaan laju endap darah dengan anti koagulant EDTA terhadap variasi suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C metode Westergren. Penelitian ini dilaksakan pada tanggal 23 Mei sampai 31 Mei 2012 di laboratorium hematologi STIKES WIRA MEDIKA BALI dengan sampel sebanyak 30 sampel darah yang di ambil secara acak. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian secara deskriptif. Penelitiaan yang diproleh disajikan dalam bentuk tabel yang selanjutnya diolah dengan uji anova. Pada uji anova didapat hasil nilai sig (P-valuen) yaitu 0,001 yang berarti < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa keputusan yang diambil adalah Ha diterima yang artinya ada perbeaan hasil pemeriksaan laju endap darah terhadap variasi suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C. Kata kunci : Hasil Laju Endap Darah, Variasi Suhu, Metode Westergren

ABSTRACT

Blood coagulation rate is one of the hematology test as the initial test to diagnose the patient. The result of blood coagulation rate has many factor that can influence the result of the test. The aims of this experiment is to explain the different result of blood coagulation rate using anti-coagulant EDTA agents with temperature variation on 16˚C, 20˚C and 27˚C Westergren method. The experiment was take place in hematology laboratory of STIKes WIRA MEDIKA BALI on may 23rd until may 31st 2014. The experiment is descriptive experiment. The result of the experiment is display on a table and analysts byanova. Anova test show that the result of sig valuen (p-valuen) is 0,001 it is less than 0,05 or Ha accepted. It means there are different result of blood coagulation rate of the temperature variation at 16˚C, 20˚C and 27˚C.

Keywords: Result Of Blood Coagulation, Temperature Variation, Westergren Method Alamat Korespondensi : Br. Senggu Sibang Gede, Abinsemal Badung

Email : mayakurnia35@yahoo.com

PENDAHULUAN

Darah merupakan bagian dari tubuh jumlahnya 6-8 % dan berat badan total. Darah adalah jaringan berbentuk cairan, terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma darah dan korpuskuli (Evelyne, 2006).

Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen keseluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolism dan membawa zat antibodi (sistem imun), keseimbangan cairan, pengaturan suhu, tekanan osmostik dan pengaturan tekanan darah (Evelyne, 2006).

Sirkulasi darah adalah sistem transport yang mengambarkan O2 dan berbagai zat yang diabsorbsi dari traktus gastrointestinal menuju jaringan, serta mengembalikan CO2 ke paru-paru dan hasil metabolisme lainnya menuju ke ginjal. Sistem sirkulasi berperan dalam pengaturan suhu

tubuh dan mendistribusikan hormon serta berbagai zat, dipompakan oleh jantung melaui sistem pembuluh darah yang tertutup. Pada mamalia mekanisme pompa tesebut terdiri atas dua sistem pompa yaitu dari vertikel kiri darah dipompa melalui arteri dan arteriola menuju kapiler dan kapiler darah dikembalikan melalui venula dan vena ke dalam atrium kanan (sirkulasi utama), dan atrium kanan darah mengalir ke vertikel kanan yang akan memompa darah melalui pembuluh darah paru-paru, ini termasuk sirkulasi kecil (mikrosirkulasi) (Evelyne, 2006).

Banyak faktor yang menentukan pembentukan normal sel darah merah eritroblas adalah sel besar yang mengandung inti dan sejumlah kecil hemoglobin. Sel ini kemudian berkembang menjadi normoblas yang berukuran

(2)

lebih kecil. Inti sel kemudian mengalami disintegrasi dan menghilang sitoplasma mengandung benang-benang halus. Pada stadium ini sel tersebut disebut retikulosit, akhirnya benang-benang menghilang dan menjadi eritrosit matang yang segera dilepas ke aliran darah Sel darah merah hidup dalam sirkulasi selama sekitar 120 hari, kemudian dimakan oleh sel-sel pada sistem monosit di dalam limfa dan kelenjar limfe. Di sini hemoglobin dipecah menjadi komponen-komponenya dan kemudian dibawah kedalam hati. Globin dikembalikkan ke gudang protein dan ekskresi dalam urine setelah dipecah lebih lanjut Sel darah putih berbentuk tidak tetap. Sel darah putih dibuat di sum-sum merah, kura dan kelenjar limpa (Azhar, 2009).

Fungsinya memberantas kuman-kuman penyakit. Sel darah putih terdiri dari 2 jenis sel seperti leukosit granular dan leukosit agranular. Leukosit granular terdiri dari 3 jenis yaitu, netrofil, eosinofil dan basofil. Sedangkan leukosit agranular terdiri dari tiga jenis yaitu, monosit, limfosit dan sel plasma. neutrofil, limfosit, eosinofil, basofil, monosit dan trombosit dapat dinyatakan masing-masing dalam % apabila jumlah total sel darah putih tersebut dihitung dalam 100% Trombosit merupakan fragmen sel yang berdiameter 2-4 µm. Dibentuk dalam sumsum tulang dan limfa, mempunyai massa hidup 8-10 hari. Keping-keping darah berkerut pada pembuluh darah luka dimana trombosit melepaskan satu bahan yang membatasi kehilangan darah sebelum koagulasi (pembekuan darah) terjadi (Azhar, 2009).

Volume darah pada orang dewasa sehat ditentukan oleh jenis kelamin. Volume darah pada laki-laki dewasa adalah 5 liter, sedangkan pada perempuan dewasa agak lebih rendah, yaitu 4,5 liter. Nilai ini tidak mutlak, karena ditentukan oleh 2 hal. Pertama, ada keseimbangan antara ruang intra pembuluh darah (ruang intravaskuler) dengan ruang antar sel. Meskipun secara anatomis sistem pembuluh darah adalah ruang tertutup bila dilihat secara mikroskopis, ada cela diantara sel-sel, yang dapat dilalui cairan. Kedua nilai tersebut tergantung kepada cara pengukuran volume darah umumnya didasarkan atas cara pengenceran suatu senyawa yang tidak diolah oleh sel-sel tubuh dan mudah dikeluarkan melalui kencing setelah beberapa waktu, disuntikkan dalam jumlah dan konsentrasi tertentu kedalam pembuluh darah balik. Beberapa menit kemudian, setelah dianggap bahwa senyawa telah terbesar rata diseluruh ruang pembuluh darah (Sadikin, 2001).

LED adalah kecepatan pengendapan eritrosit dari suatu sampel darah yang diperiksa dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan dalam mm per jam. LED menggambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit dan plasma. Darah dengan antikoagulan yang dimasukkan dalam tabung berlumen kecil dan diletakkan tegak lurus akan menunjukkan pengendapan eritrosit dengan kecepatan yang disebut dengan LED. Nilainya pada keadaan normal relative lebih kecil karena pengendapan eritrosit disebabkan karena gravitasi diimbangi oleh tekanan keatas (Ibrahim, 2006). Darah normal mempunyai LED relatif kecil karena pengendapan eritrosit akibat tarikan gravitasi diimbagi oleh tekanan keatas akibat perpindahan. Bila viskositas plasma tinggi atau kadar kolesterol meningkat tekanan keatas mungkin dapat menetralisasi tarikan kebawah terhadap setiap sel atau gumpalan sel. Sebaliknya setiap keadaan yang meningkatkan penggumpalan atau perletakan satu dengan yang lain akan meningkatkan LED (Ibrahim, 2006). Penentuan nilai LED secara umum telah digunakan dalam pengobatan klinik, menegakkan diagnosis, mengetahui penyakit secara dini dan memantau perjalana penyakit seperti tuberkolosa dan reumati. Peningkata kecepata pengendapan berhubungan langsung dengan beratnya penyakit (Jamludin, 2001).

LED atau dalam bahasa inggrisnya

Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) merupakan

salah satu pemeriksaan rutin untuk darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi Laju Endap Darahnya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Namun ternyata orang yang anemia, dalam kehamilan dan para lansia pun memiliki nilai LED yang tinggi. Jadi orang normal pun bisa memiliki LED tinggi, dan sebaliknya bila LED normalpun belum tentu tidak ada masalah. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan penunjang, yang mendukung pemeriksaan fisik dan anamnesis dari sang dokter. Namun biasanya dokter langsung akan melakukan pemeriksaan tambahan lain, bila nilai LED di atas normal. Sehingga mereka tahu apa yang mengakibatkan nilai laju endap darahnya tinggi. Selain untuk pemeriksaan rutin, LED pun bisa dipergunakan untuk mengecek perkembangan dari suatu penyakit yang dirawat (Azhar, 2009).

(3)

Bila LED makin menurun berarti perawatan berlangsung cukup baik, dalam arti lain pengobatan yang diberikan bekerja dengan baik LED terutama mencerminkan perubahan protein plasma yang terjadi pada infeksi akut maupun kronik, proses degenerasi dan penyakit limfoproliferatif. Peningkatan laju endap darah merupakan respons yang tidak spesifik terhadap kerusakan jaringan dan merupakan petunjuk adanya penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti TBC, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan (Azhar, 2009).

Laju endap darah yang juga disebut kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam (Labtecnologist, 2009).

LED mengukur laju pengendapan (dalam 1 mm/jam) dari eritrosit pada suatu kolom dari yang diberi antikuagulan. Laju pengendapan yang cepat (LED meningkat) menunjukkan meningkatnya kadar imunoglobulin atau protein pase akut, yang menyebabkan eritrosit saling melekat satu sama lain. Peningkatan LED oleh karenanannya merupakan penanda non spesifik dari adanya radang atau infeksi LED biasanya sangat tinggi pada mioloma multiple, lupus erittosus sistemik (SLE), artoritis temporatis, polimialgia reomatika, jarang kanker atau infeksi kronis, termasuk tuberkolosis (Labtecnologist, 2009).

a) Fase pengendapan lambat pertama (Stage

of Aggregation)

Yaitu fase pembentukan rouleaux, eritrosit baru saling menyatukan diri, waktu yang diperlukan untuk fase pertama ini kurang dari 15 mennit.

b) Fase pengendapan maksimal (Stage of

Sedimentation)

Yaitu fase pengendapan eritrosit dengan kecepatan konstan karena partikel-partikel eritrosit menjadi lebih besar dengan permukaan yang kebih kecil sehinga lebih cepat mengendap lama waktu yang diperlukan fase ini adalah 30 menit.

c) Fase pengendapan lambat kedua (Stage of

packing)

Yaitu fase pengendapan eritrosit sehingga sel-sel eritrosit mengalami pemampatan

pada dasar tabung, kecepatan mengendapnya mulai berkurang sampai sangat pelan. Fase ini sampai berjalan kurang lebih 15 menit (DepKes, 2004). LED memiliki 3 kegunaan utama :

1. Sebagai alat bantu untuk mendeteksi suatu proses peradagan.

2. Sebagai pemamtau perjalanan atau aktivitas penyakit

3. Sebagai pemeriksaan penapisan untuk peradangan atau neoplasma yang tersembunyi (Sacher, 2004) Namun, pemeriksaan relatife tidak sensitife dan tidak spesifik karena dipengaruhi oleh banyak faktor teknis. Bagaimanapun, LED tetap menjadi uji yang bermanfaat dan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, namun sebagian besar penyakit peradangan akut dan kronis serta neoplasma berkaitan dengan peningkatan LED (Widman, 2002).

Dalam pemeriksaan laju endap darah terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain:

1. Jumlah eritrosit

Bila terdapat sangat banyak eritrosit maka LED akan terjadi penurunan dan bila sangat sedikit eritrosit maka LED akan mengalami peningkatan.

2. Viskositas darah

Viskositas darah tinggi karena tekanan keatas mungkin dapat menetralkan tarikan kebawah sehingga LED akan mengalami penurunan.

3. Muatan eritrosit

Hal ini sangat besar artinya penentuaan tingginya LED. Dalam keadaaan meningkatnya penggupalan atau perlekatan sel, dapat juga meningkatnya LED, misalnya adanya makromolekul dengan konsentrasi tinggi dalam plasma mengurangi sifat saling tolak menolak antara sel-sel eritrosit sehingga mengakibatkan eritrosit lebih mudah melekat satu dengan yang lainnya dan memudahkan terbentuknya rouleaux. 4. Bentuk eritrosit

Eritrosit dengan bentuk abnormal mempunyai permukaan yang relatife besar dibandingkan berat sel sehingga LED menurun.

5. Berat eritrosit

Makrositer : laju endap darah lambat turun

Spherositer : laju endap darah cepat turun

(4)

Mikrositer : laju endap darah lambat turun

Laju endap darah bertambah cepat bila eritrosit meningkat, tetapi kecepatan berkurang apabila permukaan sel lebih besar.

6. Waktu

Untuk pemeriksaan LED harus dikerjakan maksimal 2 jam setelah sampling darah. Apabila dikerjakan setelah lebih dari 2 jam maka bentuk eritrosit keadaan ini akan mempercepat terjadinya rouleaux dan akibatnya akan mempercepat LED.

7. Luas permukaan tabung

Semakin besar dimeternya maka LED semakin cepat turun.

8. Kedudukan tabung

Apabila meletakkan tabung dalam posisi miring maka LED akan meningkat. Tabung yang miring 3˚ akan mempercepat LED sebanyak 3 %.

9. Perbandingan antara koagualan dan darah yang tidak tepat

Keadaan ini menyebabkan terjadinya defibrinasi atau partial cloting yang akan memperlambat laju endap darah. Antikoagulan yang seharusnya digunakan bila terlalu banyak pengendapan sel akan berjalan lambat. Tiap 1 mg EDTA menghindarkan membekunya 1 mL darah.

10. Temperatur

Sebaiknya dikerjakan pada suhu 18˚C-27˚C. Pada suhu rendah viskositas meningkat dan laju endap darah menurun. Suhu yang tinggi akan mempercepat pengendapan dan sebaliknya suhu yang rendah akan memperlambat. Maka dari itu sangat perlu memperhatikan keadaan suhu pada saat melakukan pemeriksaan LED untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Perlu diperhatikan adalah faktor teknik yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan LED. Selama pemeriksaan tabung atau pipet harus tegak lurus, miring 3° dapat menimbulkan kesalahan 30%. Tabung atau pipet tidak boleh digoyang atau bergetar, karena ini akan mempercepat pengendapan. Suhu optimum selama pemeriksaan adalah 20°C, suhu yang tinggi akan mempercepat pengendapan dan sebaliknya suhu yang rendah akan memperlambat. Bila darah yang diperiksa sudah membeku sebagian hasil pemeriksaan LED akan

lebih lambat karena sebagian fibrinogen sudah terpakai dalam pembekuan. Pemeriksaan LED harus dikerjakan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan darah, karena darah yang dibiarkan terlalu lama akan membentuk sferik sehingga sukar membentuk rouleaux dan hasil pemeriksaan LED menjadi lebih lambat (Hendimay, 2004). Apakah arti kalau LED normal atau masih dalam batas-batas normal dan dua pula artinya bila LED lebih dari normal. LED yang normal dapat memberi jaminan kepada dokter untuk menyatakan kepada pasien bahwa tidak ada penyakit kronis yang serius, sebaliknya kalau LED tidak normal maka berarti mendorong kita (dokter untuk mencari penyelesaian selanjutnyamengenai penyebab atau kausanya). LED adalah reaksi non spesifik dari tubuh di katakan demikian karena LED biasa meninggi pada penyakit-penyakit atau keadaan phatologis apa saja dimana terdapat reaksi-reaksi oedema degenerasi, jaringan, suupuration dan neorosis, LED biasanya tetap dalam batas normal yaitu pada penyakit-penyakit infeksi setempat yang kecil, infeksi yang aktif, misalnya appendiatir akut dalam fase infeksi pada selaput lender dengan sedikit reaksi radang. 1. LED Dalam Klinik :

a. Membantu Diagnosa

b. Membantu diagnostik screening oleh karena abnomaliter sering ditemukan dengan meninggi LED sebelum lokalisasi kuasanya jelas.

c. Diffential diagnostic, membedakan non organic diases dan infektie dan membedakan neurmatik arthtritis dari penyakit gout.

2. LED dalam batas normal :

a. Keadaan allergis yang noninfeksi b. Hutitional defeclearcie

c. Hipertensi dan komplikasi d. Compesaten hear disease 3. LED meninggi pada :

a. TBC

b. Infectie yang kronis c. Thrombosis coumair d. Arthritis

e. Nepitis

LED dipakai sebagai uji penjaring dalam pemeriksan rutin para penderita, walaupun LED mencerminkan perubahan-perubahan pola protein dalam plasma, LED bukan merupakan pemeriksaan yang spesifik, namun begitu, LED berguna dalam memantau kronik tertentu, misalanya tuberculosis atau rheumatoid arthritis, dimana LED menjadi petunjuk tentang progresitas penyakit tersebut (widman k, 1995).

(5)

LED yang normal tidak menyimpulkan bahwa seseorang tidak mengendap suatu penyakit, sedangkan peningian LED berkaitan dengan perubahan dalam protein plasma yaitu:

a. Penyakit infeksi akut atau kronis b. Penyakit neoplasma/keganasan c. Penyakit degenerative

Westergren pada tahun 1921 memperkenalkan teknik pemeriksaan LED yang dikenal dengan metode Westergren. Metode ini memakai tabung/ pipet dengan panjang 300,5 mm, ± 0,5 mm, diameter luar 5,5 mm ± 0,5 mm dan diameter dalam 2,35 mm ± 0,15 mm, memiliki skala 200 mm. Rak yang digunakan vertical dengan batas kemiringan tidak lebih dari 1o.LED mengambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit dan plasma. Darah dengan antikoagulan dimasukan kedalam tabung berlumen kecil dan diletakkan tegak lurus selama 1 jam akan menunjukan pengendapan eritrosit dengan kecepatan yang dikemukan oleh rasio permukaan volumen eritrosit. Pengendapan sel darah ini disebut LED yang bertambah cepat bila berat sel meningkat, tetapi kecepatan berkurang apabila pemukaan sel lebih luas. Dilaboratorium cara untuk memeriksa LED yang sering dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Westergren. Nilai rujukan untuk wanita 0-15 mm/jam dan untuk pria 0-10 mm/jam (Gandasoebrata, 2007).

Pada pengukuran laju endap darah (LED) dengan menggunakn metode Westergren manual, sampel darah yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1 bagian antikoagulan dan 4 bagian sampel darah waktu pemeriksaan yang diperlukan adalah 60 menit, dengan menggunakan pipet yang dibuat dari kaca dengan panjang kira-kira 300 mm dan diameter 2,5 mm. Prinsip dari pengukuran LED adalah Sampel darah dengan antikoagulan di masukkan ke dalam tabung khusus bersekala dan diletakkan tegak lurus, maka eritrosit akan mengendap. Pengendapan ini diukur pada 1 jam. Kelebihan metode Westergren merupakan metode yang paling akurat dan paling sering digunakan dalam pemeriksaan LED dibanding metode yang lain, kekurangan metode ini memerlukan sampel darah vena cukup banyak (kurang lebih 2 mL) (Gandasoebrata, 2007).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran LED dengan menggunakan variasi suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C.

pada tanggal 23 mei - 31 mei 2014 di laboratotium STIKes Wira Medika Bali.

Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi dan mahasiswa STIKes WIRA MEDIKA Bali.

Sampel Penelitian

Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi D3 Analis Kesehatan STIKes WIRA MEDIKA Bali yang diambil darah venanya sebanyak 30 sampel secara acak.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

No Alat Spesifikasi

1. Pipet

Westergren Panjang pipet : 300 mm Sekala : 0-200 mm Garis tengah : 2,5 mm Isi tabung : + 1 mL 2. Rak tabung Westergren - 3. Torniket - 4. Tabung EDTA - 5. Holder - 6. Vakutainer - 7. Kapas steril - 8. Timer 9. Tabung Westergren - - Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Bahan Spesifikasi

Darah 5 cc

NaCl 0,9 % 100 mL

Prosedur Kerja

Cara pengambilan sampel darah

Pengambilan sampel darah vena

1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

(6)

2. Ikatkan torniket dipasang pada lengan atas, dan tangan pasien digepalkan. 3. Tempat yang akan diambil darahnya

dibersihkan dengan kapas alkohol dan biarkan hingga kering.

4. Menusukkan jarum kedalam vena dengan posisi lubang jarum menghap ke atas.

5. Segera lepaskan torniket setelah darah mengalir, kemudian lepaskan jarum perlahan-lahan.

6. Segera tekan dengan kapas selama 3-5 menit, dan plaster bagian veni puncture. 7. Jarum dilepas dari spuit dan darah di

alirkan melalui dinding tabung penampungan yang telah berisi anti koagulan EDTA.

8. Memberikan label pada tabung yang berisi data pasien (nama, jenis kelamin, jenis pemeriksaan, dan umur).

Prosedur pemeriksaan laju endap darah Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Westergren.

Prinsip pemeriksaan

Sampel darah dengan anti koagulan di

masukkan kedalam tabung khusus bersekala dan diletakkan tegak lurus ,maka eritrosit akan mengendap. Pengendapan ini diukur pada 1 jam.

Cara pemeriksaan

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. NaCl dipipet dengan pipet Westergren sampai sekala 150 mm, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Westergren.

3. Sampel darah dengan anti koagualan EDTA dihisap dengan pipet Westergren sampai skala 0 mm dan dimasukkan kedalam tabung Weastergren.

4. Kemudian darah dan NaCl dicampur dengan cara menyedot dan meniup beberapa kali sehingga tercampur baik.

5. Darah yang telah tercampur denga NaCl dihisap dengan pipet Westergren sampai skala 0, kemudian pipet Westergren tegak lurus pada rak Westergren.

6. lakukan langkah tersebut sebanyak 3 kali dalam suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C.

7. Baca tingginya pengendapannya. Nilai normal Wanita : 0-15 mm/jam (Gandasoebrata, 2007). Pria : 0-10 mm/jam (Gandasoebrata, 2007). HASIL

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Mei sampai 31 Mei 2012 dengan jumlah sampel sebanyak 30 sampel. Pemeriksaan laju endap darah menggunakan metode Westergren yang dilakukan di Laboratorium Analis Kesehatan Wira Medika Bali. Hasil penelitian disajikan pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah terhadap variasi suhu 16oC, 20˚C dan 27˚C.

No Kode

sampel Hasil laju endap darah (mm/jam) 16˚C 20˚C 27˚C 1 S1 14 17 19 2 S2 11 14 16 3 S3 1 3 3 4 S4 1 3 3 5 S5 7 10 13 6 S6 12 15 17 7 S7 15 17 19 8 S8 12 15 18 9 S9 1 2 3 10 S10 13 17 20 11 S11 12 16 18 12 S12 1 3 4 13 S13 1 4 6 14 S14 6 11 13 15 S15 4 9 12 16 S16 11 16 19 17 S17 4 9 11 18 S18 7 13 15 19 S19 1 3 3 20 S20 9 13 15 21 S21 1 3 4 22 S22 4 8 10 23 S23 2 5 6 24 S24 14 17 19 25 S25 4 9 11 26 S26 2 5 7 27 S27 2 4 6 28 S28 2 5 8 29 S29 4 9 11 30 S30 4 9 11 Jumlah 178 275 329 Rata –rata 5,93 9,16 10,96 Tabel 4.2 Hasil uji Statistik pemeriksaan LED terhadap variasi suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C.

(7)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statis

tic Df Sig. Statistic df Sig. Gambaran

Laju Endap

Darah .153 90 .000 .924 90 .000

PEMBAHASAN

Hasil pemeriksaan LED terhadap 30 sampel yang dilakukan berdasarkan variasi suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C disajikan dalam bentuk tabel. Berdasarkan tabel 4.1 hasil pemeriksaan LED terhadap variasi suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C dapat dilihat hasilnya yaitu pemeriksaan LED pada suhu 16˚C dengan nilai terendah 1 mm/jam, nilai tertinggi 15 mm/jam dan nilai rata-ratanya 5,93 mm/jam. Pada pemeriksaan suhu 20˚C nilai terendah 2 mm/jam, nilai tertinggi 17 mm/jam dan nilai rata-ratanya 9,16 mm/jam. Pada pemeriksaan suhu 27˚C nilai terendah 3 mm/jam, nilai tertinggi 20 mm/jam dan nilai rata-ratanya 10,96 mm/jam. Setelah didapatkan hasil kemudian dianalisis dengan mengunakan SPSS yaitu uji anova menunjukan hasil nilai sig (P-valuen) yaitu 0,001 yang berarti < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa keputusan yang diambil adalah menerima Ha yang artinya ada perbedaan hasil pemeriksaan LED terhadap variasi suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C. Pemeriksaan LED merupakan pengukuran laju pengenapan (dalam 1 mm/jam) dari eritrosit pada suatu kolom dari yang diberi anti koagulan. Laju pengendapan yang cepat menunjukkan meningkatnya kadar immunoglobulin atau protein pase akut, yang menyebabkan eritrosit saling melekat satu sama lain. Peningkatan LED oleh karena merupakan penanda non spesifik dari adanya radang atau infeksi (Azhar, 2009). Pemeriksaan LED dikenal dengan 2 metode yaitu metode Wintrobe dan Westergren. Pada penelitian yang dilakukan pengukuran dari pemeriksaan digunakan metode Westergren, dengan darah vena berisi anti koagulant EDTA. Pemeriksaan LED dengan pengenceran perbandingan 1 bagian NaCl 0,9 % dan 4 bagian darah dikerjakan dalam waktu 60 menit (Gandasoebrata, 2007).

Meningkatnya hasil suatu LED di pengaruhi beberapa faktor yaitu viskositas darah, jumlah eritrosit, muatan eritrosit, bentuk eritrosit, berat eritrosit, waktu, luas permukaan tabung, keudukan tabung dan suhu. Pada dasarnya suhu optimum

yang dianjurkan untuk pemeriksaan LED adalah 20˚C, dikarenakan pada suhu yang tinggi akan mempercepat pengendapan sehingga hasil yang didapat akan meningkat (Hendimay, 2004).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan yaitu pemeriksaan LED berdasarkan variasi suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C dapat disimpulkan bahawa:

1. Hasil pemeriksaan LED pada suhu 16˚C nilai terendah 1 mm/jam, nilai tertinggi 15 mm/jam dan nilai rata-ratanya 6 mm/jam.

2. Hasil pemeriksaan LED pada suhu 20˚C nilai terendah 2 mm/jam, nilai tertinggi 17 mm/jam, dan nilai rata-ratanya 9 mm/jam.

3. Hasil pemeriksaan LED pada suhu 27˚C nilai terendah 3 mm/jam, nilai tertinggi 20 mm/jam, dan nilai rata-ratanya 11 mm/jam.

4. Pada uji statistik didapatkan hasil nilai sig (P-valuen) yaitu 0,001 yang berarti < 0,05, dan keputusan yang diambil adalah Ha diterima artinya ada perbedaan pemeriksaan laju endap darah terhadap variasi suhu 16˚C, 20˚C dan 27˚C.

Saran

Saran yang bisa penulis sampaikan adalah : 1. Bagi tenaga kerja labratorium

disarankan lebih memperhatikan suhu ruangan saat pemeriksaan LED.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti hasil pemeriksaan LED terhadap faktor-faktor yang lain

KEPUSTAKAAN

Azhar, M. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

DepKes RI. 2001. Pemeriksaan Darah Rutin . Jakarta.

DepKes RI. 2004 .Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar. Jakarta.

Evelyne, Pearce. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta : PT. Gramedia.

(8)

Fatkhurrohman, Imam. 2004. Laju Endap Darah, C-reaktif protein, dan Alfa 2- macroglobulin, Sebagai Faktor resiko Artritis Lepra Di RS Kusta Donorejo Jepara. Semarang : Universitas Diponogoro.

Gandasoebrata. 2007.Penuntun laboratorium Klinik.Jakarta: Dian Rakyat.

Hardjoeno. 2003. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Makassar Edisi ke-3, Lephas.

Hendimay, Pohan. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi LED. Jakarta: Dian Rakyat. Ibrahim. 2006. Hasil Tes Laju Endap Darah Cara

Manual Dan Automatik. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 2.

Jamludin anas. 2001. Perbedaan hasil pemeriksaan laju endap darah sebelum dan sesudah tranfusi darah. Makaasar : Universitas Muhamadiah.

Labtecnologist. 2009. Laju Endap arah Laboratorium Kesehatan. Online diakses dari http://labkesehatan.com/2009/12/laju-endap-darah-led.htm.

Norderson N J. 2004. Erythrocyte Sedimentation Rate.

http://www.ehendrick.com/healthy.htm.

Sacher Ronald A. 2004. Tinjaun Klinis Hasil Pemeriksaan Lab. Universitas Sumatra Utara.

Sadikin. 2001. Biokimia Dasar Jakarta : widya Medika.

Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga universitas Pres. William F, Ganong. 2001. Fisiologi Kedokteran

Edisi 14. Jakarta : EGC.

Widman. 2002. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboraturium. Edisi 9. Jakarta : EGC.

Gambar

Tabel 4.1  Hasil Pemeriksaan Laju Endap Darah  terhadap variasi suhu 16 o C, 20˚C  dan 27˚C

Referensi

Dokumen terkait

Uji golongan darah Cell Grouping metode tabung dilakukan pada sampel darah vena dengan teknik penanganan sampel yang berbeda yaitu, sampel darah beku tanpa antikoagulan dengan

Metode pemeriksaan Laju Endap Darah yang digunakan pada penelitian ini yaitu Metode Sedimat, Adapun keuntungan dari metode Sedimat yaitu lebih cepat dalam

Berdasarkan Uji statistik yang dilakukan didapat hasil p value = 0,084, berarti Ha ditolak yang artinya tidak ada pengaruh rata-rata hasil pemeriksaan laju endap darah

Penelitian ini menunjukan bahwa hasil pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) metode westergreen manual dengan metode automatic menggunakan alat Caretium XC- A30 dengan nilai p =

Sampel darah yang digunakan untuk hitung jumlah trombosit sebaiknya darah kapiler segar atau darah vena yang ditambahkan antikoagulan EDTA untuk menghindari

Analisis dilakukan menggunakan Uji Statistik paired samples t-test untuk mengetahui perbedaan hasil Laju Endap Darah metode Westergren pada darah yang segera diperiksa dengan darah

226 GAMBARAN LAJU ENDAP DARAH METODE SEDIMAT MENGGUNAKAN NATRIUM SITRAT 3,8% DAN EDTA YANG DI TAMBAH NaCl 0,85% Yane Liswanti ABSTRACK Pemeriksaan LED adalah pemeriksaan darah

Pada umumnya antikoagulan yang digunakan untuk pemeriksaan LED metode Westergren yaitu natrium sitrat 3,8% merupakan larutan isotonik yang memiliki kandungan garam mineral sama dengan