• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penjamin Yang Ikut Menjamin Proyek Bersama PII. In-Principle Approval. PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penjamin Yang Ikut Menjamin Proyek Bersama PII. In-Principle Approval. PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

APBD Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah

APBN Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara

BU Badan Usaha

BUMD Badan Usaha Milik Daerah

BUMN Badan Usaha Milik Negara

BUPI Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur

CTP Confirmation-to-Proceed

Co-Guarantor Penjamin Yang Ikut Menjamin Proyek Bersama PII

DSCR Debt Service Coverage Ratio

EIRR Economic Internal Rate of Return

FIRR Financial Internal Rate of Return

IPA In-Principle Approval

KPS Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha

KKP Konfirmasi Kelanjutan Proses

Kemenkeu Kementerian Keuangan

LoI Letter of Intent

LoR Letter of Refusal

PII PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)

PJPK Penanggung Jawab Proyek Kerjasama

Penjaminan Pemerintah Penjaminan oleh Pemerintah Penjaminan PII Penjaminan oleh PII

Permen PPN 4/2010 Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional no.4/2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama

Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur

Perpres 67/2005 Peraturan Presiden no.67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur

(3)

dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Perpres 78/2010 Peraturan Presiden no.78/2010 tentang Penjaminan

Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur

PK Pernyataan Kesediaan

PM Pernyataan Minat

PMK 260/2010 Peraturan Menteri Keuangan no.260/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha

PP 35/2009 Peraturan Pemerintah no.35/2009 tentang Penanaman Modal Negara untuk Pendirian Badan Usaha Milik Negara yang Bergerak di Bidang Penjaminan Infrastruktur

PT Pernyataan Menolak

UP Usulan Penjaminan

WACC Weighted Average Cost of Capital

(4)

PENGANTAR

Tujuan dari Panduan Ini

Tujuan dari panduan ini adalah untuk memberikan ilustrasi langkah-langkah dalam proses pemberian penjaminan infrastruktur oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) / (“PII”). Panduan ini dimaksudkan untuk memberikan kejelasan terhadap para pihak yang memiliki kepentingan untuk memahami proses yang konsisten dalam penjaminan infrastruktur PII, terutama para Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (“PJPK”) yang bertanggung jawab menyiapkan dan melelangkan proyek Kerjasama Pemerintah Swasta (“KPS”).

Kerangka Regulasi Penjaminan

Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan untuk memungkinkan adanya penjaminan infrastruktur yang bertujuan meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness) dari proyek-proyek infrastruktur, sebagai bagian dari upaya mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Penjaminan infrastruktur dapat diberikan kepada proyek infrastruktur yang dilaksanakan sesuai skema KPS sebagaimana diatur didalam Peraturan Presiden no 67/2005 (“Perpres 67/2005”) tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, yang telah direvisi melalui Peraturan Presiden no 13/2010 (“Perpres 13/2010”).

Perpres 67/2005 sebagaimana direvisi dengan Perpres 13/2010, memuat ketentuan penjaminan infrastruktur oleh Kementerian Keuangan (“Kemenkeu”), yang dapat diimplementasikan melalui Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) yang diberi mandat untuk melakukan proses dan penyediaan penjaminan infrastruktur (Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur/ “BUPI”).

Proses penjaminan infrastruktur melalui BUPI diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden no.78/2010 mengenai Penjaminan Infrastruktur untuk Proyek Kerjasama dengan Badan Usaha melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (“Perpres 78/2010”), serta melalui Peraturan Menteri Keuangan no 260/PMK.011/2010 mengenai Panduan Implementasi Penjaminan Infrastruktur untuk Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (“PMK 260/2010”).

(5)

MENGENAI PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO)

Pendirian PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)

PII didirikan pada tahun 2009 melalui Peraturan Pemerintah no 35/2009 (“PP 35/2009”) mengenai Penyertaan Modal Negara untuk Pendirian Badan Usaha Milik Negara di Bidang Penjaminan Infrastruktur. Dengan penerbitan Perpres 13/2010 dan Perpres 78/2010, peran PII sebagai BUPI telah diperjelas didalam kerangka KPS infrastruktur.

Tujuan PII

Tujuan utama pendirian PII adalah:

 Menyediakan penjaminan untuk proyek KPS infrastruktur di Indonesia.  Meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness), terutama bankability

dari proyek KPS dimata investor/kreditor.

 Meningkatkan tata kelola dan proses yang transparan dalam penyediaan penjaminan.

 Meminimalkan kemungkinan kejutan langsung (sudden shock) terhadap Anggaran Negara (“APBN”) dan memagari (ring-fencing) eksposur kewajiban kontinjensi Pemerintah.

Dengan adanya penjaminan PII yang diarahkan kepada peningkatan kelayakan credit (creditworthiness) dari proyek KPS di Indonesia, diharapkan dapat mengurangi tingkat risiko proyek dimata investor swasta dan kreditor, sehingga menarik lebih banyak investasi swasta dan meningkatkan kompetisi antar penawar potensial dalam proses tender.

Tingkat risiko yang lebih kecil juga akan dapat meningkatkan rating kredit proyek potensial, sehingga memungkinkan untuk menekan biaya utang proyek dan memperpanjang jangka waktu dari pendanaan. Biaya utang yang lebih rendah pada akhirnya akan tertuang dalam tariff yang lebih rendah untuk pengguna. Rating yang lebih tinggi untuk utang proyek akan memungkinkan beberapa perusahaan yang melaksanakan proyek KPS (Badan Usaha atau Project Company / “BU”) untuk menerbitkan obligasi di pasar modal, termasuk pasar lokal, sehingga dapat berkontribusi terhadap pembangunan pasar modal di Indonesia.

(6)

Peran PII

PII beroperasi sebagai pelaksana satu pintu (“single window processor”)untuk mengelola penyediaan semua penjaminan yang diberikan kepada proyek infrastruktur yang diusulkan PJPK. Sebagai pengelola satu pintu terhadap penjaminan infrastruktur di Indonesia, PII akan:

1. Memberikan konsultasi dan bimbingan kepada PJPK yang tertarik memperoleh penjaminan untuk proyeknya;

2. Menyaring proyek-proyek infrastruktur untuk pemenuhan kriteria umum (eligibility) dalam menerima penjaminan;

3. Mengevaluasi Usulan Penjaminan (“UP”) proyek infrastruktur sesuai dengan ketentuan penilaian proyek PII, untuk kemudian menentukan UP dapat diterima atau ditolak;

4. Menyusun struktur penjaminan dan jika diperlukan, mengusulkan dan koordinasi program penjaminan lainnya dengan Co-guarantor lain dan Pemerintah Indonesia.

5. Mengembangkan kerangka pemantauan (monitoring) dan secara seksama memantau proyek yang didukung PII.

Mekanisme Penjaminan Infrastruktur

Penjaminan infrastruktur merupakan bentuk dukungan fiskal dari Kemenkeu untuk proyek infrastruktur yang didanai pihak swasta. Penjaminan ini dimaksudkan untuk menjamin komitmen PJPK dalam memenuhi kewajiban keuangannya dalam Perjanjian KPS. Sesuai regulasi yang ada, penjaminan tersebut dapat diberikan melalui BUPI.

Selaku BUPI, PII akan mengadakan Perjanjian Penjaminan dengan Investor atau BU, yang menjamin kinerja PJPK dalam memenuhi Perjanjian KPS, spesifik terhadap risiko-risiko yang dialokasikan ke PJPK di Perjanjian KPS, dan telah disepakati dengan PII untuk diikutsertakan didalam struktur penjaminan. Dalam memberikan penjaminan tersebut, PII akan mensyaratkan PJPK untuk mengadakan Perjanjian Regres (Recourse Agreement) dengan PII.

(7)

Jika PJPK gagal memenuhi kewajibannya sesuai Perjanjian KPS, PII akan melakukan pembayaran ke BU terhadap klaim yang diajukan. Proses pengajuan klaim tersebut akan diatur didalam Perjanjian Penjaminan. Konsisten terhadap Perjanjian Regres, PII akan mendapatkan pengembalian (reimburse) dari PJPK untuk pembayaran yang dilakukan terhadap klaim BU, ditambah nilai waktu (time value of money) dari dana PII.

Cakupan Risiko Penjaminan Infrastruktur

Konsisten dengan PMK 260/2010, kategori risiko yang terkait kewajiban finansial PJPK harus mengikuti prinsip alokasi risiko, yang didefinisikan sebagai pengalokasian risiko kepada pihak yang relatif lebih mampu mengendalikan risiko. Regulasi ini juga mensyaratkan PII untuk menerbitkan Acuan Alokasi Risiko dalam membantu PJPK melakukan identifikasi dan alokasi risiko, yang saat ini telah tersedia untuk referensi dan mencakup detil mengenai kemungkinan cakupan risiko dalam penjaminan infrastruktur. Walaupun dalam Acuan tersebut, kategori risiko yang secara tepat memenuhi prinsip ini akan bervariasi sesuai sektornya, pengalokasian final akan bergantung kepada kondisi spesifik dari proyek potensial. Secara umum, berikut adalah daftar sebagian dari risiko-risiko yang dapat dicakup PII1:

1

Beberapa dari risiko ini mungkin terkait dengan risiko lainnya (beberapa dari risiko yang terdapat di tabel mungkin merupakan penyebab terjadinya risiko lain yang juga ada di tabel) maka kategorisasi ini tidak bersifat ekslusif satu sama lain.

(8)

Tabel 1. Kewajiban PJPK yang mungkin tercakup dalam fasilitas penjaminan PII

No. Risiko Deskripsi

1 Lisensi, Izin dan Persetujuan

Cakupan terhadap risiko akibat keterlambatan atau kegagalan dalam memberikan lisensi, izin atau persetujuan (keterlambatan yang berdampak negatif terhadap biaya konstruksi, biaya pendanaan dan dimulai perolehan pendapatan).

2 Keterlambatan/Kegagalan Financial Close

Cakupan terhadap risiko keterlambatan atau kegagalan financial close yang diakibatkan

tindakan/tidak bertindaknya PJPK (selain isu lahan dan isu perijinan).

3 Perubahan Regulasi dan Perundangan

Cakupan terhadap kerugian sebagai dampak dari perubahan regulasi/ perundangan yang berdampak negatif terhadap proyek, seperti peraturan pajak, struktur tarif, atau peraturan yang mempengaruhi spesifikasi teknis proyek dan menyebabkan

perubahan biaya. Berlaku hanya jika kontrak secara eksplisit terhadap dan terikat dengan regulasi/ perundangan yang berlaku (melindungi terhadap perubahan regulasi/ perundangan), dimana lazim bagi PJPK untuk menanggung risiko perubahan regulasi/ perundangan yang bersifat diskriminatif.

4 Wanprestasi Cakupan terhadap tindakan/tidak bertindaknya PJPK yang melanggar kontrak, atau merubah kontrak secara sepihak.

5 Integrasi dengan Jaringan Cakupan terhadap tindakan/tidak bertindaknya PJPK (atau otoritas yang berwenang) yang mempengaruhi operasional/ pendapatan proyek karena kegagalan (atau tidak memadainya) integrasi dengan jaringan eksisting atau yang direncanakan.

6 Risiko Fasilitas Pesaing Cakupan terhadap risiko adanya fasilitas/infrastruktur sejenis yang dibangun dan akan bersaing dengan penyediaan layanan yang diperjanjikan.

7 Risiko Pendapatan Cakupan terhadap pemenuhan/penerapan kewajiban PJPK terhadap pendapatan proyek. Cakupan berlaku hanya jika PJPK secara kontraktual menyetujui

(9)

No. Risiko Deskripsi

pembayaran atas layanan infrastruktur/proyek (anuitas/dukungan fiskal terhadap kesenjangan kelayakan/pendapatan minimum).

8 Risiko Permintaan Cakupan terhadap perubahan, yang ditanggung BU akibat tindakan PJPK, yang mempengaruhi permintaan layanan proyek.

9 Risiko Harga Cakupan terhadap pemenuhan tingkat pendapatan yang tidak tercapai akibat perubahan tarif secara sepihak.

10 Risiko Ekspropriasi Cakupan terhadap tindakan pengambilalihan proyek oleh PJPK atau otoritas lainnya yang menyebabkan berakhirnya kontrak proyek.

11 Risiko Tidak Dapat dilakukannya Konversi dan Transfer Mata Uang

Cakupan terhadap risiko pendapatan/profit dari proyek tidak dapat dikonversi ke mata uang asing dan/atau tidak dapat direpatriasi ke negara asal investor.

12 Risiko Parastatal atau Sub-nasional

Cakupan terhadap risiko suatu entitas sub-nasional atau parastatal yang bertindak sebagai PJPK pada suatu proyek yang gagal memenuhi pembayaran kontraktual atau kewajiban materil lainnya (karena keputusan sepihak)

13 Risiko Kahar yang Mempengaruhi PJPK

Cakupan terhadap risiko bahwa suatu kejadian di luar kendali kedua belah pihak (bencana alam atau akibat tindakan manusia) yang akan terjadi dan dapat menyebabkan keterlambatan atau kegagalan PJPK untuk memenuhi kinerja kewajiban kontraktual. 14 Risiko Interface Cakupan terhadap risiko bahwa metode atau standar

layanan sektor publik akan menghambat layanan kontraktual atau sebaliknya. Risiko ini termasuk jika kualitas pekerjaan oleh pemerintah tidak sesuai dengan apa yang telah dikerjakan BU.

(10)

Kriteria Kelayakan

Setiap proyek KPS yang diusulkan untuk menerima penjaminan melalui PII harus memenuhi kriteria berikut ini:

- Kriteria 1: Proyek merupakan proyek KPS, sebagaimana diatur dalam Perpres 67/2005 j.o. Perpres 13/2010.

- Kriteria 2: Proyek memenuhi ketentuan peraturan sektor terkait yang rencana pengadaannya melalui proses tender yang transparan dan kompetitif.

- Kriteria 3: Proyek harus layak secara teknis, ekonomi, keuangan dan lingkungan, serta tidak berdampak negatif secara sosial.

- Kriteria 4: Perjanjian KPS harus memiliki ketentuan yang sesuai untuk arbitrase yang mengikat.

Skema Penjaminan Bersama (Co-Guarantee) dan Mekanisme Satu Pintu

Skema penjaminan bersama (Co-Guarantee) adalah penjaminan yang melibatkan satu atau lebih penjamin tambahan (Co-guarantor) bersama dengan PII. PMK 260/2010 mengatur penjaminan infrastruktur kedalam dua bentuk, yaitu penjaminan infrastruktur yang disediakan oleh BUPI (“Penjaminan PII”) dan penjaminan infrastruktur yang disediakan oleh Pemerintah (“Penjaminan Pemerintah”). Penjaminan dapat dilakukan dengan cara penjaminan hanya oleh BUPI, atau Penjaminan Bersama yang mencakup Penjaminan PII dan Penjaminan Pemerintah. Penjaminan Bersama dilakukan berdasarkan alokasi risiko infrastruktur antara PII dan Kemenkeu, yang bertindak sebagai Co-guarantor mewakili Pemerintah.

Namun demikian, Pemerintah menekankan pentingnya optimalisasi penggunaan penjaminan PII, untuk menjaga risiko fiskal negara, konsisten dengan mekanisme pemagaran atau ring fencing. Maka, selain melalui komitmen Pemerintah untuk mencukup permodalan PII melalui mekanisme anggaran negara berupa Penanaman Modal Negara, optimalisasi penjaminan PII dapat dicapai melalui kerjasama antara PII dengan lembaga keuangan multilateral atau pihak lain dengan tujuan dan fungsi serupa2.

.

2 Jika ada permintaan untuk Co-Guarantee dengan lembaga keuangan multilateral atau lembaga

lainnya, proyek yang diusulkan mungkin akan diminta untuk memenuhi beberapa kriteria evaluasi yang mungkin berbeda dari kriteria PII. PII akan berupaya menyampaikan kemungkinan keterlibatan

co-guarantor sedini mungkin ditahap penyaringan (screening), untuk memastikan proyek yang disiapkan akan sejalan dengan kriteria tersebut.

(11)

Saat ini, PII sedang dalam proses menyusun dukungan Bank Dunia (“WB”) dalam bentuk fasilitas penjaminan yang ditujukan untuk memungkinan PII melakukan co-guarantee dengan Bank Dunia pada proyek-proyek tertentu yang disepakati kedua belah pihak, melalui produk penjaminan risiko parsial (Partial Risk Guarantee) dari WB. Pengaturan co-guarantee dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Model Bisnis Dasar PII Gambar 2. Prioritas Penjaminan

(12)

PMK 260/2010 memungkinkan penyediaan Penjaminan Pemerintah melalui kebijakan satu pintu yang diterapkan melalui PII sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan proses penjaminan infrastruktur.

.

Mekanisme Satu Pintu penting dalam menjaga konsistensi dalam melakukan evaluasi UP, menyediakan proses yang transparan dan konsisten untuk penyediaan penjaminan dan pemrosesan klaim, yang kemudian diharapkan akan meningkatkan kepercayaan investor dalam berpartisipasi pada proyek infrastruktur di Indonesia.

Imbal Jasa Penjaminan

PII menerapkan imbal jasa dalam operasinya sebagaimana dimungkinkan dan diatur dalam Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010. Penerapan imbal jasa penjaminan, pada dasarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan berikut: - Nilai kompensasi finansial untuk jenis-jenis risiko infrastruktur yang dijamin; - Biaya yang dikeluarkan untuk memberikan penjaminan;

- Marjin keuntungan yang wajar.

PII dapat menerapkan biaya penjaminan kepada pihak yang memiliki kepentingan terbesar atau yang paling memerlukan penjaminan infrastruktur.

(13)

PROSES PENYEDIAAN PENJAMINAN INFRASTRUKTUR

Gambaran Keseluruhan Proses Penyediaan Penjaminan PII

Tujuan keseluruhan dari proses penyediaan penjaminan PII adalah untuk mengkaji setiap proyek dari perspektif kelayakan, menilai risiko yang terkait pada proyek, mengukur kemungkinan dampak keuangan akibat adanya penjaminan terhadap proyek, dan memantau proyek terkait risiko yang dicakup dalam penjaminan.

Terdapat empat tahap yang diperlukan PII untuk menerbitkan penjaminan, yaitu:

1. Konsultasi dan Bimbingan (Consultation and Guidance): Menyediakan informasi rinci terkait penjaminan oleh PII, misal kriteria penjaminan, dan proses yang diperlukan untuk memperoleh penjaminan, seperti Perjanjian KPS, dll.

2. Penyaringan (Screening): Evaluasi formulir screening yang diserahkan oleh PJPK kepada PII untuk menentukan secara umum, kelayakan proyek dalam menerima penjaminan, berdasarkan ketentuan dan peraturan yang ada. 3. Evaluasi (Appraisal): Melakukan appraisal terhadap kelayakan proyek

secara rinci dari sisi legal, teknis, ekonomi dan keuangan, serta dari sisi lingkungan dan sosial, termasuk evaluasi kemampuan PJPK dalam memenuhi kewajiban finansial sesuai Perjanjian KPS.

4. Penstrukturan (Structuring): Menentukan struktur penjaminan serta menyiapkan ketentuan pernjaminan, seperti masa berlaku penjaminan, cakupan risiko dan kewajiban keuangan, yang disesuaikan untuk setiap proyek KPS spesifik.

Proses diatas diarahkan kepada terpenuhinya kepatuhan terhadap regulasi dan prosedur yang berlaku, sebagaimana diatur secara speisifik dalam Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010.

Gambar berikut ini memberikan ilustrasi peran PJPK dan PII dalam proses penyediaan penjaminan.

(14)

Untuk memperoleh kejelasan mengenai bagaimana proses penyediaan penjaminan terkait dengan proses persiapan dan transaksi proyek infrastruktur KPS (diatur dalam Perpres 67/2005 j.o. 13/2010 dan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional no.4/2010 / “Permen PPN 4/2010”), maka elaborasi setiap tahap dalam proses penyediaan penjaminan akan juga mengacu kepada setiap tahap dalam proses persiapan dan transaksi KPS. Gambar dibawah ini menunjukkan bagaimana secara umum kedua proses tersebut dapat saling terkait:

(15)

G amb ar 6 : Si nkr on is as i P ros es P en yia p an P royek ol eh P JP K da n Pe nyediaa n Pe njam in an ol eh P II

(16)

Konsultasi dan Bimbingan (Consultation and Guidance)

Konsultasi dan Bimbingan sebaiknya dilakukan di tahap awal proyek, idealnya sebelum mobilisasi tenaga ahli untuk persiapan proyek. Pada tahap ini, PII akan menyediakan seluruh bahan yang relevan terkait penjaminan kepada PJPK/pihak yang berkepentingan, setelah menerima pertanyaan dari PJPK. PII akan menjelaskan produk penjaminan, fitur dan metodologi serta proses yang perlu diikuti untuk penerbitan penjaminan. PJPK juga disarankan untuk meninjau gambaran awal permintaan pasar atau keinginan untuk penjaminan, spesifik terhadap proyek yang ingin dipersiapkan oleh PJPK. Tujuan dari tahap ini adalah untuk meninjau bagaimana penjaminan PII dapat relevan dalam menambah nilai dari proyek yang diusulkan PJPK, serta hal-hal kunci yang perlu dipertimbangkan ditahap berikutnya dalam mempersiapkan dan melaksanakan proyek. Hal-hal kunci tersebut pada umumnya termasuk ketentuan kepatuhan terhadap regulasi, proses memperoleh penjaminan dan proses klaim, serta adanya potensi Co-guarantor.

Gambar 7. Tahap Konsultasi dan Bimbingan (Consultation dan Guidance)

Identifikasi strategis kebutuhan infrastruktur dengan mengacu kepada dokumen perencanaan strategis pemerintah. PJPK kontak ke PII menanyakan produk jaminan & identifikasi potensi nilai tambah

& syarat kepatuhan kedepannya.

PJPK meninjau gambaran awal keinginan pasar akan

jaminan, spesifik terhadap proyek tersebut. Consultation and guidance untuk membantu PJPK mengembangkan usulan. PJPK memperjelas lingkup proyek awal, dan aktivitas

persiapan proyek.

(17)

Penyaringan (Screening)

Penyaringan adalah tahap formal terkait penilaian awal apakah proyek secara umum (prima facie) memenuhi kriteria kelayakan dan persyaratan PII (eligibility criteria). Melanjutkan dari Konsultasi dan Bimbingan, PJPK akan secara formal meminta proyek untuk dipertimbangkan kedalam daftar proyek PII, dengan menunjukkan adanya komitmen yang tegas untuk melanjutkan proyek sesuai ketentuan pemberian penjaminan. Tahap ini akan melibatkan penyelesaian formulir Penyaringan oleh PJPK. Contoh formulir Penyaringan terlampir dalam dokumen ini. Setelah mengkaji formulir Penyaringan, PII akan menerbitkan Keterangan Kelanjutan Proses (“KKP”) (Confirmation to Proceed (“CTP”)) jika proyek secara awal memenuhi ketentuan Penyaringan. Jika tidak, PII akan memberikan panduan kepada PJPK jika ada kebutuhan memodifikasi rencana implementasi proyek karena hambatan-hambatan tertentu.

Setelah adanya KKP, PII akan memulai interaksi yang lebih fokus dengan PJPK dalam memandu PJPK menyelesaikan UP, memastikan bahwa persyaratan telah dipahami secara seksama oleh PJPK dan tim tenaga ahlinya. Hal-hal yang termasuk dalam UP termasuk dokumentasi yang pada dasarnya merupakan bagian dari dokumentasi persiapan proyek yang sesuai best practice.

UP akan mencakup setidaknya: 1. Surat Permintaan dari PJPK ke PII 2. Pra-studi kelayakan Proyek 3. Struktur KPS

4. Matriks Alokasi Risiko dan Rencana Mitigasi Risiko 5. Rancangan Perjanjian Kerjasama

6. Kebutuhan Dukungan Pemerintah 7. Permintaan Cakupan Penjaminan

8. Arus Kas Proyek (dalam format spreadsheet) 9. Penilaian Kelayakan Lingkungan dan Sosial

10. Rencana Pengelolaan Proyek, termasuk Rencana Pengadaan 11. Informasi terkait PJPK

(18)

Sebagai ilustrasi, berikut adalah beberapa diantara hal-hal yang umumnya dicakup di dalam studi pra-kelayakan:

- Teknis: standar kinerja dan spesifikasi keluaran, basic design, usulan tapak proyek, ketersediaan input atau bahan baku, sambungan yang diperlukan ke aset publik saat ini atau dimasa mendatang, basis dari estimasi biaya, jadwal konstruksi dan rencana implementasi;

- Ekonomi/Komersial: (umumnya diperlukan juga untuk mengusulkan adanya dukungan Pemerintah): analisa manfaat dan biaya sosial termasuk economic internal rate of return (“EIRR”), analisa legal dan peraturan, analisa sensitivitas, analisa permintaan (keinginan dan kemampuan membayar),

Evaluasi Stop PII terbitkan Konfirmasi Kelanjutan Proses Checklist UP mencukupi? PII terima UP dari

PJPK Konsultasi

dan Bimbingan

PII terima Formulir Penyaringan Proyek dari PJPK PII melakukan Penyaringan Proyek Konfirmasi untuk lanjut? Konsultasi dan Bimbingan PII beritahu PJPK alasan gagal & perbaikan yang dibutuhkan yes yes no no PJPK mengkaji alasan yang diberikan PJPK merevisi UP no go Evaluasi Go/No go dari PJPK

(19)

skenario pertumbuhan permintaan, indikasi minat atau respon dari investor potensial;

- Finansial: arus kas proyek mencakup biaya mitigasi risiko, financial internal rate of return (“FIRR”), weighted average cost of capital (“WACC”), debt service coverage ratio (“DSCR”), penentuan kebutuhan dukungan pemerintah dan penjaminan (perlu ada kejelasan terkait rencana penyediaan dukungan pemerintah);

- Keterjangkauan pengguna/kemampuan PJPK: penilaian kemampuan PJPK memenuhi kewajiban keuangan didalam Perjanjian KPS, termasuk kemampuan memenuhi mitigasi risiko untuk risiko yang bersedia ditanggung oleh PJPK;

- Sosial dan lingkungan: karakteristik lingkungan dan identifikasi dampak, rencana pengelolaan lingkungan termasuk rencana memastikan kepatuhan (misal proses Analisa Dampak Lingkungan (“Amdal”) dan persetujuannya), analisa lingkungan awal sebagai basis menentukan kerangka acuan kerja untuk Amdal, analisa dampak sosial untuk masyarakat sekitar dan rencana kompensasi atau mitigasi risiko, serta rencana pengadaan lahan.

Sebagaimana diatur dalam Perpres 78/2010, rancangan Perjanjian KPS perlu mengatur ketentuan terkait:

- Alokasi risiko infrastruktur diantara PJPK dan investor swasta sesuai prinsip alokasi risiko;

- Upaya mitigasi yang relevan dari kedua belah pihak untuk menghindari terjadinya risiko dan mengurangi dampak jika terjadi;

- Jumlah kewajiban keuangan dari PJPK untuk risiko yang ditanggung PJPK, serta formula untuk menentukan jumlah kewajiban keuangan jika jumlah tersebut tidak dapat ditentukan sebelum penandatanganan perjanjian KPS; - Waktu yang cukup bagi PJPK untuk memenuhi kewajiban finansialnya

termasuk masa tenggang;

- Prosedur yang wajar untuk menentukan apakah PJPK dalam keadaan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya dalam Perjanjian KPS;

- Prosedur untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin terjadi antara PJPK dan investor swasta terkait eksekusi kewajiban finansial, serta prioritas terkait penggunaan mekanisme penyelesaian perselisihan dan/atau arbitrase; - Hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia.

PII akan terlebih dahulu memastikan bahwa UP yang disampaikan telah memenuhi checklist awal, termasuk diantaranya kelengkapan dokumentasi

(20)

dan penilaian awal terkait kesesuaian dengan prinsip alokasi risiko, sebelum lanjut ke tahap Evaluasi dan Penstrukturan (Appraisal dan Structuring). Jika UP gagal memenuhi checklist, maka PII akan memberitahu PJPK alasan dari kegagalan tersebut dan memberikan saran terkait perbaikan yang diperlukan agar PJPK dapat merevisi UP.

Evaluasi (Appraisal)

Penyampaian UP harus tepat waktunya sehingga ada cukup waktu untuk tahap berikutnya yaitu Evaluasi (Appraisal), modifikasi atau revisi jika diperlukan, serta proses Penstrukturan (Structuring), sesuai jadwal pengadaan yang direncanakan. Hal ini penting karena rancangan akhir perjanjian penjaminan harus disampaikan ke seluruh peserta tender dalam waktu yang cukup sebelum penyampaian penawaran.

Tahap Evaluasi (Appraisal) ditujukan untuk melakukan analisa komprehensif terhadap proyek yang hendak dijamin oleh PII, sehingga menjadi basis bagi PII untuk menerima/menolak UP dan rekomendasi mengenai cakupan penjaminan bergantung kepada eksposur risiko PII terhadap proyek. Analisa kunci diarahkan untuk memastikan:

- Proyek layak secara teknis, ekonomi dan keuangan, serta tidak berdampak negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial;

- Risiko proyek teridentifikasi, dialokasikan secara memadai dengan rencana mitigasi yang efektif;

-

Proses pengadaan memadai sebagaimana tercantum dalam rencana pengadaan.

Tabel berikut memberikan deskripsi lebih lanjut mengenai penilaian yang dilakukan berdasarkan UP.

Tabel 2. Kriteria Evaluasi (Appraisal)

Aspek Dokumen/

Informasi Pendukung

Basis dan Deskripsi Penilaian

Kelayakan Kelayakan ekonomi, keuangan dan teknis Pra-studi Kelayakan, Arus Kas Proyek

Proyek dapat diimplementasikan dari sisi teknis, memenuhi tingkat pengembalian ekonomi dan keuangan yang memadai (dapat dibantu dukungan langsung

(21)

Aspek Dokumen/ Informasi Pendukung

Basis dan Deskripsi Penilaian

pemerintah). Metodologi, asumsi dan pengumpulan data realistis, tidak bias, akurat dan komprehensif, umumnya memerlukan keterlibatan tenaga ahli yang kredibel. Kebaikan lingkungan dan sosial Analisa dampak lingkungan & sosial

Identifikasi dampak proyek terhadap lingkungan alam & social, termasuk rencana mitigasi dampak.

Dukungan Pemerintah

Deskripsi dukungan pemerintah

Jika proyek memerlukan dukungan pemerintah langsung untuk mencapai kelayakan, perlu kejelasan bentuk dari dukungan langsung tersebut.

Risiko Manajemen Risiko Struktur KPS, Perjanjian KPS, Matriks Risiko & Rencana Mitigasi

Identifikasi risiko yang komprehensif, alokasi yang memenuhi prinsip best practice, rencana mitigasi yang memadai, adanya struktur KPS yang tepat dan kejelasan ketentuan alokasi risiko dalam Perjanjian KPS. Cakupan Penjaminan Cakupan Penjaminan, Surat Pengantar Berdasar PMK 260/2010, mengacu ke struktur dan perjanjian KPS serta matriks risiko, cakupan penjaminan yang diminta dari PII dijelaskan rinci.

Pengadaan Investor Rencana

Pengadaan

Kualitas proses pengadaan menentukan kesuksesan proyek dari sisi diperolehnya investor kredibel. Ini juga perlu untuk memenuhi Perpres 67/2005 juncto 13/2010

Kapasitas PJPK Informasi

terkait PJPK

Tingkat kendali PJPK terhadap risiko yang ditanggungnya. PJPK perlu menunjukkan rencana mitigasi risiko, serta perjanjian

(22)

Aspek Dokumen/ Informasi Pendukung

Basis dan Deskripsi Penilaian

apapun jika ada dengan pihak terkait lainnya, termasuk lembaga public lainnya ditingkat pusat dan daerah. Selanjutnya, PII akan menilai kemampuan keuangan PJPK untuk memenuhi kewajiban finansialm dan jika perlu ada dukungan fiskal dari Kemenkeu, pengaturan tersebut perlu tersedia.

PII selanjutnya akan menilai cakupan penjaminan yang diminta, yang meliputi jenis risiko yang diusulkan, persentase kewajiban finansial PJPK, dan usulan masa berlaku penjaminan. Masa berlaku penjaminan bisa berbentuk:

 Sepanjang atau sebagian Masa Persiapan Pelaksanaan Proyek;  Sepanjang atau sebagian Masa Konstruksi Proyek; dan/atau  Sepanjang atau sebagian Masa Operasional Proyek.

PII dapat meminta PJPK menyediakan informasi lebih jauh yang diperlukan untuk melengkapi UP, atau untuk meminta klarifikasi dari dokumentasi yang diberikan. Tahap Evaluasi (Appraisal) akan dianggap selesai apabila PII dapat menentukan apakah proyek layak dari berbagai aspek, risiko telah diidentifikasi dan dialokasikan secara memadai, rencana mitigasi komprehensif dan dapat diterapkan, serta PJPK memiliki kemampuan mengelola dan memenuhi kewajiban finansialnya.

(23)

Setelah menentukan proyek layak dijamin, PII akan menyampaikan hasil ini dengan menerbitkan Pernyataan Minat (“PM”) (Letter of Intent (“LoI”)), namun konfirmasi akhir dari pemberian penjaminan akan bergantung kepada hasil dari tahap structuring. Jika penilaian dari UP menunjukkan bahwa proyek tidak layak dijamin, PII akan menerbitkan Pernyataan Penolakan (“PT”) (Letter of Refusal (“LoR”).

Perpres 78/2010 memiliki persyaratan tambahan terkait evaluasi UP sebelum PII dapat berkomitmen menyediakan penjaminan. Persyaratan ini adalah bahwa nilai penjaminan tidak boleh menyebabkan PII melanggar ketentuan kecukupan modalnya. Sebagaimana sebelumnya telah dibahas dalam pengaturan co-guarantee, PII dapat mengikutsertakan Co-guarantor untuk melengkapi kapasitas penjaminannya, atau sebagai upaya terakhir, meminta co-guarantee dari Kemenkeu. Proses ini merupakan bagian dari tahap Penstrukturan (Structuring). Evaluasi UP Penyaringan Penuhi kriteria Evaluasi Klarifikasi Penstrukturan Penyaringan yes no PII terbitkan Pernyataan Minat

IIGF terbitkan Pernyataan Menolak & beri alasan serta

saran untuk revisi GAP

(24)

Penstrukturan (Structuring)

Pada tahap ini, PII akan menentukan proporsi dan ketentuan penjaminan yang akan diberikan kepada proyek. Jika penjaminan berada dalam kemampuan modal PII, PII dapat memilih untuk menjamin secara keseluruhan. Dalam hal penjaminan tunggal oleh PII, PII akan kemudian melakukan strukturisasi ketentuan penjaminan. PII kemudian akan menerbitkan Pernyataan Kesediaan (“PK”) (In-Principle Approval/”IPA”) yang tidak mengikat kepada PJPK, dan menyampaikan kesediaan PII melakukan penjaminan, dengan memberikan informasi berikut sebagaimana diatur dalam Pepres 78/2010:

o Besaran penjaminan;

o Risiko yang dicakup (menjelaskan pengecualian, jika ada); o Masa penjaminan

Jika atas alasan kecukupan modal atau alasan lain, PII memutuskan untuk melibatkan Co-guarantor, dimana keinginan tersebut kemungkinan telah dibahas pada tahap Konsultasi dan Bimbingan (Consultation dan Guidance), PII akan berkoordinasi dengan Co-guarantor potensial untuk melakukan proses terhadap skema Co-guarantor. PII dapat meminta informasi tambahan atau klarifikasi dari PJPK jika diperlukan saat melakukan proses dengan Co-guarantor.

(25)

Persetujuan Co-guarantor Meminta counter guarantee Kemenkeu Persetujuan counter guarantee Kemenkeu no yes Info penolakan ke PJPK dan akhir proses no yes Persetujuan co-guarantee Kemenkeu Finalisasi struktur penjaminan, terbitkan Pernyataan Kesediaan Pemantauan Perlu counter guarantee Kemenkeu guarantee Perlu tambahan penjamin an yes Finalisasi struktur penjaminan, terbitkan Pernyataan Kesediaan Menyiapkan struktur penjaminan awal Evaluasi Dalam cakupan modal PII yes no Usul Co-guarantee Keputusan PII mencari Co-guarantee yes no Meminta Co-guarantee Kemenkeu no yes no yes no

(26)

Pemantauan (Monitoring)

Setelah pemenang ditetapkan, dan Perjanjian KPS ditandatangani beserta Perjanjian Penjaminan dan Perjanjian Regres (Recourse Agreement), PII akan melakukan Pemantauan Proyek (Project Monitoring). Perjanjian Regres akan mengikutsertakan ketentuan bagi PJPK untuk menyampaikan laporan terkait perkembangan implementasi proyek sehingga PII dapat memantau berbagai risiko yang dijamin dan apakah telah ada perubahan terkait kemungkinan risiko tersebut terjadi, serta apakah rencana mitigasi risiko telah diimplementasikan secara memadai.

Proses Penilaian dan Pembayaran Klaim

Proses penilaian dan pembayaran klaim diatur dalam Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010. BU dapat menyampaikan klaim kepada PII berdasarkan klaim yang tidak diperselisihkan atau telah habisnya waktu dimana PJPK belum melakukan pembayaran.

PII akan menilai apakah klaim konsisten dengan cakupan dalam Perjanjian Penjaminan, dan bahwa tidak ada perselisihan yang belum diselesaikan antara PJPK dan BU terkait kewajiban finansial yang harus diselesaikan PJPK. Jika ada perselisihan yang belum diselesaikan, perselisihan tersebut harus terlebih dahulu diselesaikan sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan dalam Perjanjian KPS.

Jika kondisi untuk klaim telah dipenuhi, PII akan menyampaikan pembayaran kepada BU. Jika penjaminan PII melibatkan Pemerintah sebagai Co-guarantor, proses klaim juga akan dikelola oleh PII. Permintaan pembayaran akan disampaikan oleh PII kepada Pemerintah apabila hasil verifikasi menunjukkan bahwa Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembayaran dalam kapasitasnya sebagai Co-guarantor.

(27)

Regres

Setelah PII memenuhi kewajiban membayar atas klaim BU yang memenuhi syarat, PJPK akan berkewajiban membayar kembali pengeluaran PII sesuai Perjanjian Regres. Jika PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga, maka mekanisme akan mengikuti mekanisme APBN. Jika PJPK adalah Kepala Daerah, maka mekanisme regres akan mengikuti mekanisme Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (“APBD”), sedangkan jika PJPK adalah pimpinan BUMN/Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”), maka mekanisme regres akan mengikuti mekanisme korporasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(28)

Nama Proyek / Project Name:

Penanggung Jawab Proyek Kerjasama /Contracting Agency (CA): Sektor (Energy, Air Minum dan Sanitasi, Transportasi, Telekomunikasi):

1. Status dan Uraian Singkat Proyek 1. Uraian Singkat Proyek :

a. Lingkup dan tujuan proyek:

b. Perkiraan bentuk kerjasama (BOT, BOO, BTO, Konsesi, lainnya): c. Durasi kerjasama:

d. Lokasi Pelaksanaan Proyek : e. Perkiraan Nilai Investasi Proyek: f. Perkiraan Nilai Potensial Jaminan:

2. Dokumen yang telah disusun oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) :

3. Pembentukan dan Penetapan Tim KPS oleh PJPK (komposisi anggota): 2. Kesesuaian dengan Perpres No.67/2005 dan Perpres No.13/2010

1. Penetapan proyek prioritas oleh Menteri / Kepala Lembaga / Kepala Daerah (coret yang tidak perlu) :

Ya Tidak

2. Kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah Daerah? Ya Tidak

Melalui Peraturan Daerah No. -

3. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah? Ya Tidak

4. Keterkaitan antar sektor dan antar wilayah? Ya Tidak

Sektor yang terkait: Wilayah yang terkait:

5. Apakah pemilihan badan usaha akan dilakukan melalui pelelangan? Ya Tidak

6. Apakah proyek diprakarsai oleh badan usaha swasta? Ya Tidak

Melalui Surat Keputusan

(29)

1. Apakah analisis kelayakan teknis sudah disiapkan? Ya Tidak Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:

Waktu analisis tersebut dilakukan:

2. Apakah analisis kelayakan hukum sudah disiapkan? Ya Tidak Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:

Waktu analisis tersebut dilakukan:

3. Apakah analisis kelayakan ekonomi sudah disiapkan? Ya Tidak Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:

Waktu analisis tersebut dilakukan:

4. Apakah analisis kelayakan finansial sudah disiapkan? Ya Tidak Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:

Waktu analisis tersebut dilakukan:

5. Apakah analisis kelayakan lingkungan dan sosial sudah disiapkan? Ya Tidak Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:

Kapan waktu analisis tersebut dilakukan:

4. Perkiraan Kebutuhan Pembiayaan dan Skala Kebutuhan Penjaminan

1. Gambaran singkat mengenai total investasi proyek (nilai dan rencana investasi)  Biaya Persiapan Proyek: -

 Biaya Lahan:

 Biaya Konstruksi (EPC):  Biaya Financing (IDC, lainnya):  Biaya lainnya:

2. Penjelasan singkat mengenai kelayakan teknis proyek (teknologi yang dipilih):

3. Penjelasan singkat mengenai kelayakan hukum proyek (daftar peraturan/regulasi pendukung):

4. Penjelasan singkat mengenai kelayakan ekonomi proyek:  Tingkat kelayakan ekonomi proyek (EIRR):

5. Penjelasan singkat mengenai kelayakan finansial proyek:  Tingkat kelayakan finansial proyek (FIRR proyek):  Kebutuhan dan jenis dukungan pemerintah:

(30)

7. Perkiraan jenis risiko dan lingkup penjaminan yang akan dibutuhkan (contoh: jaminan atas perubahan peraturan perundang-undangan, dan lainnya)

Daftar lampiran dokumen-dokumen pendukung, antara lain: 1. Struktur organisasi PJPK

2. Dokumen pendukung penunjukan/penetapan sebagai PJPK

3. Studi kelayakan proyek (termasuk Deskripsi Dukungan Pemerintah, Project Cash Flow, Matriks Alokasi Risiko dan Mitigasi Risiko, Cakupan Jaminan yang Dibutuhkan)

4. Skema proyek KPS

5. Rencana jadwal pengadaan proyek KPS 6. Dokumen Kelayakan Lingkungan dan Sosial 7. Draft Perjanjian Kerjasama Pemerintah dan Swasta 8. Informasi terkait PJPK

Diisi oleh,

Nama: ... Tempat/Tanggal: ... Jabatan: ...

(31)

Gambar

Gambar 1. Hubungan Kontraktual & Kewajiban Pembayaran
Tabel 1. Kewajiban PJPK yang mungkin tercakup dalam fasilitas penjaminan PII
Gambar 3. Model Bisnis Dasar PII Gambar 2. Prioritas Penjaminan
Gambar 4. Mekanisme Satu Pintu
+6

Referensi

Dokumen terkait

UNAIR NEWS – Sebagaimana lazimnya dalam pelaksanaan wisuda lulusan Universitas Airlangga, Rektor UNAIR juga memberikan piagam penghargaan kepada Wisudawan Terbaik dan

Di Bali bagian selatan memilki fenomena pantai yang sangat indah seperti di pantai Nusa Dua yang memiliki pasir putih, hal ini terjadi karena abrasi yang terjadi pada batuan karst

Seorang laki-laki berusia 55 tahun dirawat di ruang penyakit dalam sejak 3 hari yang lalu dengan keluhan sesak napas, banyak dahak dan tidak bisa dikeluarakan.. Pasien

direncanakan tersebut dengan membawa uang sebesar Rp25 juta, dikhawatirkan terjadi tindak kejahatan dalam perjalanan dari kantor satker ke toko yang bersangkutan,

Pada bagian ini terjadi proses pembakaran antara bahan bakar dengan fluida kerja yang berupa udara bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi. Hasil pembakaran ini

(40) Dlamakanane bapak lo gedhe.. Kang mbedakake yaiku mung ing jejere utawa kolokasine. Yen dijlentrehake tembung sikil, kentol, pupu, driji lan dlamakan kabeh minangka jejer

Putusan tersebut didasarkan atas fakta hukum yang ditemukan oleh hakim dikarenakan majelis hakim menilai bahwa eksepsi tersebut bukan merupakan eksepsi tentang

Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbakan syariah Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip