• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karya ilmiah ini didedikasikan kepada: Ayahanda dan Bunda tercinta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karya ilmiah ini didedikasikan kepada: Ayahanda dan Bunda tercinta."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

                                                   

Karya ilmiah ini didedikasikan kepada: Ayahanda dan Bunda tercinta.  

(2)

PREFERENSI HABITAT BERBIAK KATAK POHON BERGARIS

(Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829)

DI KAMPUS IPB DRAMAGA

BOGOR

FERI IRAWAN

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Preferensi Habitat Berbiak Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829) di Kampus IPB Darmaga Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks serta dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2008

Feri Irawan

(4)

RINGKASAN

FERI IRAWAN. E34103037. Preferensi Habitat Berbiak Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829) di Kampus IPB Darmaga, Bogor. Dibawah Bimbingan MIRZA DIKARI KUSRINI dan AGUS PRIYONO KARTONO.

Polypedates leucomystax termasuk famili Rhachoporidae yang dapat berasosiasi dengan kerusakan habitat. Jenis ini dapat ditemukan pada hampir semua tipe habitat, termasuk di kawasan kampus IPB. Kemampuan jenis ini beradaptasi terhadap kerusakan lingkungan dan mendiami berbagai jenis habitat di kampus, menjadi alasan utama jenis ini digunakan sebagai objek kajian penelitian untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap habitat tertentu, terutama dalam pemilihan lokasi berbiak sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan populasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik tapak habitat berbiak, mengklasifikasi habitat berbiak yang disukai hingga habitat yang kurang disukai dan menentukan faktor yang diduga mempengaruhi pemilihan habitat berbiak.

Penelitian dilakukan di kawasan Kampus IPB pada 12 genangan air buatan berupa kolam/saluran air. Metode VES dengan teknik randomize walk design selama 2 jam dan pencatatan jumlah suara di sekitar lokasi berbiak digunakan untuk pengambilan data katak dewasa. Pengambilan data berudu menggunakan teknik removal sampling dengan perhitungan secara sensus selama 60 menit yang dilakukan pada malam hari. Penelitian berlangsung pada bulan Februari hingga April 2007 dan dilanjutkan pada bulan Januari hingga Maret 2008. Data karakteristik habitat berbiak dianalisis menggunakan uji khi-kuadrat dan koefisien korelasi spearman-rho pada taraf nyata 0,05 sedangkan preferensi habitat menggunakan indeks preferensi habitat (Pi) Duncan (1983). Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SPSS.13 for Windows.

Habitat berbiak P. leucomystax di kawasan Kampus IPB Darmaga memiliki persentase tutupan genangan 0–96 % dengan temperatur udara rata-rata 22o–30oC, kelembaban nisbi udara rata-rata 76–92% dan suhu air rata-rata 24o–29oC. Habitat berbiak diklasifikasi menjadi tipe genangan air permanen dan temporer. Uji khi-kuadrat terhadap luas permukaan, kedalaman air, tutupan genangan, kualitas air dan iklim mikro (suhu dan kelembaban) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua tipe genangan air (p> 0,05). Selama pengamatan ditemukan 31 buah sarang, 927 ekor berudu dan 247 ekor katak dewasa. Lokasi yang paling disukai sebagai lokasi peletakan sarang adalah saluran air sebelah timur GWW (pi = 0,86), kolam kecil di IPAL Fateta (pi = 0,81) dan kolam utama taman rektorat (pi = 0,80), sedangkan lokasi yang tidak ditemukan sarang, berudu maupun katak dewasa adalah parit di sebelah selatan arboretum Fahutan dan saluran air di sebelah barat lapangan voli Fateta. Faktor yang diduga mempengaruhi pemilihan lokasi berbiak oleh P. leucomystax adalah keberadaan predator dan parasit, pengelolaan kolam, dan keberadaan jenis anura lainnya pada habitat berbiak yang sama. Keberadaan ikan, parasitisme oleh larva diptera dan pengelolaan kolam oleh manusia merupakan faktor yang paling berperan dalam pemilihan lokasi dan kesuksesan berbiak P. leucomystax, sedangkan pengaruh keberadaan jenis anura lainnya belum diketahui secara jelas. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan habitat berbiak oleh P. leucomystax.

(5)

SUMMARY

FERI IRAWAN. E34103037. Breeding Site Preference of Striped Tree Frog, Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829, among Artificial Ponds in the Bogor Institute of Agriculture Campus Darmaga Bogor. Under Supervision of MIRZA DIKARI KUSRINI and AGUS PRIYONO KARTONO.

Polypedates leucomystax is one of Rhacophorid species listed as Least Concern (LC) in the IUCN Red List due to its wide distribution, tolerance of a broad range of habitats, and presumed large population. This species adapts well and appears to be dependent on human activities to create suitable habitats, which make it can be found easily in the human habitat (such as agricultural areas, ditches, artificial ponds and lakes, gardens, even in houses) such as Bogor Agricultural University (BAU) Darmaga Campus area. Currently there is no clear data explained how this species to be one of species a large population in this area besides B. melanostictus and reproduction strategy be able to significant factor influence it. The aims of the study were to identify characteristics of P. leucomystax’s breeding sites, classify the water bodies preferred, and analyze the factors of the preference.

Observations were made in twelve artificial breeding ponds, permanent and temporary ponds, on the Darmaga campus of BAU, about 9 km west of Bogor, West Java, at an elevation of 190-250 m above sea level. I used VES with randomized-walk design in two-hour periods, recorded calls for adults around breeding ponds, and used removal sampling for 60 minutes for larvae. This study was conducted on two periods; preliminary study was done from February to April 2007, and monitoring was conducted on January to March 2008. Characteristics of P. leucomystax’s breeding sites were calculated by chi-square statistics, spearman rank and regression analysis. The water bodies preferred were classified by habitat preference index Duncan (1983). Data analysis was conducted using SPSS.13 and Microsoft Excel for Windows 2007. For all tests, significance was detected if p < 0,05.

P. leucomystax’s breeding sites on the Campus Darmaga of BAU were covered by building and vegetation about 0 to 96% with the range temperatures was 22o to 30oC, humidity in 76 to 92% and water-temperature between 24o to 29oC. There was no clear effect of pond type on breeding site preference of P. leucomystax. Chi-square test of water depth, water-bodies cover, water quality and micro-climate (temperature and humidity) showed to be insignificant for both pond types. From twelve ponds, only two ponds did not have foam nest, tadpoles, or adult frogs. During the frog census survey, 31 foam nests, 972 tadpoles, and 247 adult frogs were observed from the twelve plots with the highest preference index (Pi) for foam nest was recorded in IPAL Fateta’s small pool (pi = 0,86), GWW’s puddle (pi = 0,81) and primary pool in Rektorat park (pi = 0,80), while the lowest for foam nest, tadpoles, or adult frogs were in ditch of arboretum Fahutan and Fateta. The factor that may reflect influences the preference such as predation risk, ponds management activity, and absence or presence of other frog species in the same habitat. In spite of, predation risk by fish and Dipteral maggots as well as pond management activities have important roles to guarantee successful tadpole metamorphosis. Furthermore, a more comprehensive study is needed to answer how much the factors influence breeding site preference of P.leucomystax.

(6)

PREFERENSI HABITAT BERBIAK KATAK POHON BERGARIS

(Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829)

DI KAMPUS IPB DRAMAGA

BOGOR

FERI IRAWAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(7)

Judul : Preferensi Habitat Berbiak Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829) di Kampus IPB Darmaga Bogor

Nama : Feri Irawan NIM : E34103037

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si Dr. Ir. Agus P. Kartono, M.Si NIP. 131 878 493 NIP. 131 953 388

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Juli 1985 di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu – Kalimantan Barat, dari pasangan M. Fauzan dan Eliyati. Pendidikan formal ditempuh pada SD Negeri 1 Semitau selama 4 tahun dan kemudian dilanjutkan di Madrasyah Ibtidaiyah Darussalam Putussibau hingga lulus pada tahun 1997. Pendidikan menengah pertama ditempuh di SLTP Negeri 1 Putussibau dan lulus pada tahun 2000. Penulis menamatkan jenjang pendidikan menengah pada tahun 2003 di SMU Negeri 7 Pontianak dan memperoleh Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan pilihan mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan.

Penulis aktif sebagai pengurus HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi), Unit Kegiatan Mahasiswa Pramuka IPB, Lensa Fotografi, Volunter Kelompok Kerja Konservasi Amfibi dan Reptil Indonesia, dan tergabung ke dalam Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH). Pada tahun 2005, penulis mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di TN Betung Kerihun, Kalimantan Barat. Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di Cagar Alam Leuweung Sancang-Kawah Kamojang sekaligus melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Purwakarta Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada bulan Juli–Agustus 2006.

Bulan Juni–Juli 2007, penulis mengikuti Conservation Leadership Programme Training serta International Annual Meeting of Society for Conservation Biology di Port Elizabeth, Afrika Selatan. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penelitian konservasi herpetofauna dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di TN Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan selama 6 bulan. Penulis melakukan penelitian karya ilmiah yang berjudul “Preferensi Habitat Berbiak Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829) di Kampus IPB Darmaga Bogor” dibawah bimbingan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi penelitian berjudul ”Preferensi Habitat Berbiak Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax Gravenghorst 1829) di Kampus IPB Darmaga Bogor” dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Polypedates leucomystax merupakan salah satu jenis katak pohon dari famili Rhacophoridae yang dapat ditemukan dengan mudah di area Kampus IPB Darmaga. Jenis ini dikategorikan sebagai spesies dengan kondisi populasi yang kurang mengkhawatirkan (Least Concern) berdasarkan Red List Book IUCN tahun 2004 karena sebaran populasinya yang luas dan cenderung stabil. Kemampuan jenis ini beradaptasi terhadap kerusakan lingkungan dan mendiami berbagai jenis habitat di kampus, menjadi alasan utama jenis ini digunakan sebagai objek kajian penelitian untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap habitat tertentu, terutama dalam pemilihan lokasi berbiak sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan populasi. Pengumpulan data lapangan meliputi karakteristik fisik dan kualitas genangan air, jumlah individu dewasa, sarang maupun berudu P. leucomystax yang teramati pada beberapa genangan air atau kolam di wilayah Kampus IPB Darmaga.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan ketidak-sempurnaan baik dalam hal materi maupun sistematika penyajian. Selanjutnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya dan memotivasi peneliti-peneliti konservasi untuk terus berjuang menyelamatkan kekayaan alam yang tersisa.

Bogor, Agustus 2008 Feri Irawan

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam terhaturkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat serta umatnya hingga akhir zaman.

Penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini dan penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah dan Bunda (M. Fauzan dan Eliyati), kedua adik tersayang (Asri dan Fitri) dan Keluarga Besar H. Bulkani tercinta yang selalu mendoakan, mendukung serta memberikan motivasi baik secara moral dan materil selama proses belajar dan penyelesaian skripsi.

2. Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi atas segala perhatian, kesabaran dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc dan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si sebagai dosen penguji komprehensif atas koreksi, saran dan nasehat kepada penulis. 4. Tyas Kumala Putri dan Rita Yulisa atas segala dukungan, waktu, semangat

dan nasihat yang diberikan kepada penulis.

5. ‘The Herpet Boys’ (Yazid, Luthfi, Boby, Lubis, Reza) dan 'The Frog Team Crew' (Mba Inggar, A Wempy, Neneng, Dian, Ririn, Rima) atas semangat, dorongan dan persaudaraan dan pengalaman selama di kampus dan di lapangan.

6. Uni Reren, Karlina F Kartika, S.Hut, Tyas D Djuanda, S.Hut, Maryati, S.Hut, Yohana Elsi Wello atas bantuan, semangat, dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi.

7. Teman-teman KSHE angkatan ‘komodo’ (2003/40) atas pembelajaran, semangat, dan motivasi selama proses belajar.

8. Seluruh penghuni ‘Istana Rakyat’ Asrama Sylvasari IPB atas persaudaraan dan pembelajaran selama ini.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

1.3. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi ... 4

2.2. Morfologi ... 4

2.3. Ekologi ... 7

2.4. Habitat dan Penyebaran ... 8

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

3.3. Kerangka Kerja Penelitian ... 12

3.4. Alat dan Bahan ... 13

3.5. Jenis Data ... 14

3.6. Metode Pengambilan Data ... 14

3.7. Analisis Data ... 17

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas ... 21

4.2. Lokasi Pengambilan Sampel ... 21

4.3. Kondisi Fisik ... 24

4.4. Kondisi Biotik ... 26

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Habitat Berbiak Polypedates leucomystax 5.1.1. Kondisi fisik genangan air ... 27

5.1.2. Beberapa parameter kualitas air ... 28

5.1.3. Kondisi suhu dan kelembaban nisbi udara ... 31

5.1.4. Ancaman populasi yang teramati di lapangan ... 34

5.2. Preferensi Habitat Berbiak Polypedates leucomystax 5.2.1. Total individu dewasa yang teramati ... 35

5.2.2. Total sarang dan individu berudu yang teramati ... 37

(12)

ii

Halaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN (lanjutan)

5.3. Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Habitat Berbiak

5.3.1. Pengaruh faktor abiotik ... 41

5.3.2. Pengaruh faktor biotik ... 44

5.4. Pembahasan 5.4.1. Karakteristik habitat berbiak katak pohon bergaris ... 45

5.4.2. Preferensi habitat berbiak katak pohon bergaris ... 51

5.4.3. Upaya konservasi Polypedates leucomystax di Kampus IPB Darmaga ... 56

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 58

6.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(13)

iii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perbandingan ukuran panjang tubuh/SVL katak pohon bergaris ... 5

2. Posisi, kode, dan kategori genangan air lokasi pengambilan sampel ... 11

3. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ... 13

4. Komponen data penelitian ... 14

5. Karakteristik habitat berbiak di Kawasan Kampus IPB ... 28

6. Beberapa parameter kualitas air pada habitat genangan air permanen dan sementara ... 28

7. Kriteria mutu air berdasarkan PP. No.82 Tahun 2001 ... 29

8. Ancaman populasi katak pohon bergaris yang teramati di lokasi pengamatan ... 34

9. Jenis anura lainnya yang teramati di lokasi pengamatan ... 35

10. Total individu yang teramati pada setiap lokasi pengambilan sampel .... 35

11. Hasil analisis korelasi Spearman’s rho ... 41

12. Pengaruh kadar DO dalam air terhadap tumbuh-kembang ikan ... 49

13. Karakteristik lokasi pengamatan yang disukai sebagai lokasi berbiak oleh P. leucomystax ... 54

(14)

iv

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Perbedaan corak warna pada (a) individu dewasa dan (b) individu

muda P. leucomystax ... 5 2. Morfologi kaki; (a) bentuk kaki depan katak pohon bergaris, (b)

selaput yang tidak penuh pada keempat jari tangan ... 6

3. Morfologi tubuh berudu; (a) tampak samping (lateral), (b) tampak atas

(dorsal) berudu P. leucomystax ... 6

4. Peta penyebaran katak pohon bergaris (Polypedates leucomystax) ... 9

5. Peta lokasi penelitian di areal Kampus IPB Darmaga ... 10 6. Lokasi pengambilan sampel di Taman Rektorat IPB; (a) kolam utama,

(b) kolam 3 (kanan), (c) kolam 2 (kiri) ... 22 7. Lokasi pengambilan sampel di IPAL Fakultas Teknik Pertanian; (a)

kondisi IPAL, (b) kolam besar (Pp.6), (c) kolam sedang (Pp.4), (d) kolam kecil (Pp.5) ... 22 8. Lokasi pengambilan sampel di Fakultas Kehutanan; (a) Arboretum

Fahutan, (b) Lab. Lapang Konservasi Tumbuhan Fahutan ... 23

9. Lokasi pengambilan sampel di lokasi genangan sementara lainnya; (a) saluran air di samping Audit Toyyib Faperta, (b) saluran air di kiri-kanan Gymnasium, (c) saluran air di sebelah timur GWW, (d) saluran air di sebelah barat lapangan voli Fateta ... 24 10. Rata-rata jumlah curah hujan di wilayah Darmaga 10 tahun terkhir

(1997–2006) dam curah hujan sepanjang tahun 2007. ... 25 11. Kondisi suhu udara rata-rata wilayah Darmaga pada bulan Januari

2007–Januari 2008 ... 31 12. Kondisi suhu udara rata-rata pada tiga periode waktu di setiap lokasi

pengambilan sampel ... 32 13. Kondisi suhu air rata-rata pada tiga periode waktu di setiap lokasi

pengambilan sampel ... 32 14. Kondisi kelembaban nisbi udara rata-rata pada tiga periode waktu di

setiap lokasi pengambilan sampel ... 33 15. Perbedaan jumlah individu jantan, betina, dan anakan yang teramati

pada tipe genangan permanen dan temporer ... 36 16. Perbedaan jumlah sarang yang teramati pada tipe genangan air

permanen dan temporer ... 37 17. Jumlah sarang yang teramati pada setiap lokasi pengamatan ... 38 18. Jumlah berudu yang teramati pada setiap lokasi pengamatan ... 38

(15)

v

No. Halaman

19. Nilai Indeks Preferensi Habitat berbiak berdasarkan proporsi jumlah

katak jantan dan betina yang teramati pada setiap lokasi pengamatan .. 40

20. Nilai Indeks Preferensi Habitat berbiak berdasarkan proporsi jumlah

sarang dan berudu yang teramati pada setiap lokasi pengamatan ... 40

21. Keeratan hubungan antara jumlah individu jantan dan kondisi suhu udara rata-rata pada malam hari ... 42 22. Keeratan hubungan antara jumlah individu jantan kelembaban udara

rata-rata pada pagi hari ... 42 23. Keeratan hubungan antara jumlah berudu dan kondisi suhu udara

rata-rata pada siang hari ... 43 24. Keeratan hubungan antara jumlah berudu dan kelembaban udara

rata-rata pada siang hari ... 43

25. Curah hujan rata-rata bulanan dalam 3 tahun terakhir (2005-2007) ... 46

26. Keeratan hubungan antara persentase tutupan genangan dan suhu air pada siang hari ... 48 27. Perbandingan jumlah sarang dan berudu yang teramati pada genangan

air dengan nilai Pi untuk lokasi peletakan sarang tertinggi ... 55

28. Preservasi P. leucomystax sebagai upya mempelajari bio-ekologi di

(16)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Ciri morfologi Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829 pada

tingkatan berudu dan dewasa ... 65

2. Tahapan perkembang-biakan berudu berdasarkan stage Gosner ... 66

3. Data curah hujan selam 10 tahun terakhir (1997-2006) dan tahun 2007 di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor ... 67 4. Data klimatologi sepanjang tahun 2007 dan Januari 2008 di

Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor ... 68 5. Data kondisi suhu udara, suhu air dan kelembaban nisbi pada tiga

periode waktu di lokasi pengambilan sampel selama kegiatan penelitian berlangsung ... 69 6. Tabel transformasi Arcsin ... 71 7. Indeks preferensi habitat katak pohon bergaris (Duncan 1983) ... 73 8. Uji khi-kuadrat luas permukaan, kedalaman air, dan tutupan genangan,

suhu dan kelembaban nisbi di kedua tipe genangan ... 74 9. Uji khi-kuadrat parameter kualitas air ... 75

10. Uji khi-kuadrat jumlah individu dewasa dan berudu P. leucomystax

yang teramati pada kedua tipe genangan ... 76 11. Foto specimen larva odonata, larva dipteral, dan beberapa jenis anura

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan dan pembangunan sarana prasarana kegiatan perkuliahan di Kampus IPB Darmaga saat ini, baik secara langsung maupun tidak, akan memberikan dampak bagi lingkungan fisik maupun biologi. Kekhawatiran tersebut lebih ditekankan pada kelangsungan hidup satwaliar yang keberadaannya patut diperhatikan sebagai bagian dari kehidupan kampus (Hernowo dkk 1991). Terkait hal tersebut, untuk memahami peran suatu jenis secara ekologi dan memprediksikan pengaruh perubahan habitat terhadap suatu jenis serta dalam rangka mendukung kegiatan pengelolaan maka diperlukan pengetahuan mengenai tingkat kesukaan habitat dan penyebaran suatu jenis pada luasan area tertentu (Beard et al. 2003; Parris 2002).

Salah satu satwaliar yang ada di kawasan Kampus IPB Darmaga adalah amfibi dari ordo anura. Siklus kehidupan amfibi identik dengan lingkungan air atau lahan basah. Amfibi memerlukan kelembaban yang cukup untuk menjaga dan melindungi tubuhnya dari kekeringan. Meskipun demikian, amfibi menghuni habitat yang bervariasi, dari genangan air di tanah, dekat aliran sungai, permukiman hingga ke pepohonan yang tinggi di hutan. Amfibi secara umum dapat dikelompokkan menjadi amfibi yang hidup di habitat yang berkaitan dengan kegiatan manusia dan di atas pepohonan di hutan. Kategori habitat kedua didiami terutama oleh suku katak pohon Rhacophoridae (Iskandar 1998).

Kawasan Kampus IPB Darmaga memiliki 13 jenis amfibi ordo anura dari 4 famili, salah satu diantaranya adalah famili Rhacophoridae (katak pohon). Terdapat dua jenis katak dari famili Rhacophoridae ini, yaitu Polypedates leucomystax dan Rhacophorus reinwardtii. Keduanya jenis ini memiliki karakteristik berbeda, baik yang berkaitan dengan pola penyebaran populasi maupun pemilihan lokasi berbiak. P. leucomystax memiliki pola sebaran populasi yang lebih luas dan mudah ditemukan di sekitar bangunan atau gedung daripada R. Reinwardti yang hanya ditemukan di areal Arboretum Fakultas Kehutanan dan Arboretum Konservasi Tumbuhan Obat (Yazid 2006; Yuliana 2000).

(18)

2 P. leucomystax merupakan jenis yang dapat ditemukan pada hampir semua tipe habitat dan jarang ditemukan pada habitat hutan primer, sedangkan 3 jenis lainnya, yakni Polypedates colleti, P. macrotis, dan P. otilophus, hanya ditemukan di habitat hutan sekunder atau hutan primer di pulau Sumatera dan Kalimantan (Mistar 2003; Inger & Stuebing 1997). Jenis ini dikategorikan sebagai spesies dengan kondisi populasi yang kurang mengkhawatirkan (Least Concern) karena sebaran populasi yang luas dan cenderung stabil (Diesmos et al. 2004). Meskipun demikian, pengetahuan mengenai bio-ekologi, populasi, genetik P. leucomystax masih minim. Adapun beberapa penelitian yang telah dipublikasikan mengenai jenis katak ini berkenaan dengan parasit dan kajian umum mengenai sebaran ekologis serta biologi (Kuzmin et al. 2005; Leong & Chou 1999; Iskandar 1998; Roy 1997; Inger & Stuebing 1997; Berry 1975; Liem 1971; Schijfsma 1932).

Hasil penelitian Sholihat (2007) menyebutkan sumber air dan keberadaan vegetasi di Kampus IPB merupakan komponen penting bagi siklus kehidupan P. leucomystax. Katak jantan lebih banyak ditemukan dan beraktivitas di dekat kolam-kolam atau genangan air di area kampus sedangkan katak betina sangat jarang ditemukan di dekat sumber air, kecuali pada saat aktivitas kawin (amplexus) berlangsung. Kemampuan jenis ini beradaptasi terhadap kerusakan lingkungan dan mendiami berbagai jenis habitat serta mudah ditemukan di area kampus, menjadi alasan utama jenis ini digunakan sebagai objek kajian penelitian untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap habitat tertentu, terutama dalam pemilihan lokasi berbiak sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan populasi. Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai karakteristik habitat berbiak yang disukai oleh P. leucomystax sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan dan pengelolaan lingkungan kampus ke depannya.

(19)

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang preferensi habitat berbiak P. leucomystax ini bertujuan untuk:

1). Mengidentifikasi karakteristik habitat berbiak P. leucomystax di wilayah Kampus.

2). Mengklasifikasi habitat berbiak, dari habitat yang paling disukai hingga habitat yang tidak disukai.

3). Menentukan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi preferensi habitat berbiak P. leucomystax.

1.3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai bio-ekologi P. leucomystax yang telah ada dan bahan pertimbangan untuk kegiatan pengelolaan habitat satwaliar dalam rangka pencapaian kampus konservasi. Selain itu, juga diharapkan dapat membuka wawasan dan memacu semangat untuk dapat mengenal dan mengoptimalkan peran keanekaragaman hayati yang ada di Kampus IPB Darmaga Bogor.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi

Marga Polypedates terdiri atas 13 jenis dan hanya ada empat jenis yang terdapat di Indonesia. Salah satu dari keempat jenis itu, yang umum ditemukan di Pulau Jawa adalah katak pohon bergaris Polypedates leucomystax (Iskandar 1998). Berdasarkan sistematika taksonomi, jenis katak ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Animalia, Phylum Chordata, Kelas Amphibia, Ordo Anura, Famili Rhacophoridae, Genus Polypedates, Spesies Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829. Katak ini juga dikenal dengan nama umum common tree frog, four-lined tree frog, dan white-lipped tree frog (Inggris). Katak P. leucomystax memiliki nama sinonim Polypedates rugosus Duméril & Bibron 1841 dan Polypedates teraiensis Dubois 1987 (Diesmos et al. 2004).

Genus Polypedates termasuk ke dalam Famili Rhachophoridae. Menurut Iskandar (1998), di Indonesia Rhacophoridae terbagi kedalam 5 (lima) genus yakni: Nyctixalus (2 jenis), Philautus (17 jenis), Polypedates (5 jenis), Rhacophorus (20 jenis) dan Theloderma (2 jenis). Di Pulau Jawa hanya ditemukan 8 jenis, sedangkan di wilayah Kampus IPB Darmaga dapat ditemukan 2 jenis katak pohon yaitu Rhacophorus reinwardtii dan Polypedates leucomystax (Yuliana 2000).

2.2. Morfologi

Polypedates leucomystax dewasa memiliki perberdaan warna tubuh dengan individu muda. Individu dewasa umumnya berwarna coklat kekuningan, dengan satu warna atau bintik hitam. Katak dewasa memiliki enam atau empat garis longitudinal yang jelas memanjang dari kepala sampai ujung tubuh (Iskandar 1998; Berry 1975) sedangkan individu muda memiliki warna tubuh yang pudar. Perbedaan tampilan warna tubuh katak pohon bergaris berumur dewasa dengan muda seperti disajikan pada Gambar 1.

(21)

Gambar 1. Perbedaan warna dan corak kulit pada katak pohon dewasa dengan muda; (a) individu dewasa dan (b) individu muda

Umumnya amfibi, khususnya ordo anura, memiliki ukuran tubuh individu jantan lebih kecil dibandingkan individu betinanya. Berdasarkan beberapa pustaka ukuran panjang tubuh (snout vent lenght = SVL) P. leucomystax disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan ukuran panjang tubuh/ SVL katak pohon bergaris. Pencacah Snout Vent Lenght (mm)

Jantan Betina Jantan & Betina

Liem (1971) 48,2 55,0 – 65,8 -

Berry (1975) - - 50 – 80

Inger & Stuebing (1997) 37 – 50 57 – 75 -

Iskandar (1998) 50 80 -

Yuliana (2000) - - 22,6 – 67,3

Sholihat (2007) 48,8 – 54,5 70,9 – 88,9 -

P. leucomystax dewasa dideskripsikan sebagai katak dengan ukuran sedang, tubuh yang ramping dan panjang. Sisi mulut meruncing dan berkulit halus, kecuali pada garis yang membengkok di luar tympanum. Kaki ramping dengan jari tangan dan kaki melebar dan bagian ujung rata. Jari tangan setengahnya berselaput dan jari kaki hampir sepenuhnya berselaput (Gambar 2). Kulit kepala menyatu dengan tengkorak. Terkstur kulit sepenuhnya halus tanpa indikasi adanya bintil-bintil atau lipatan. Bagian bawah berbintil granular yang jelas (Iskandar 1998; Inger & Stuebing 1997).

(22)

6 Pasangan yang sedang kawin sering berasal dari bentuk warna yang berbeda. Bentuk warna individu pertama terdiri atas individu berwarna coklat gelap atau coklat kekuningan dengan empat atau enam garis gelap membentang dari kepala sampai selangkangan. Bentuk warna individu kedua biasanya coklat keabu-abuan gelap atau kekuningan dengan bercak yang lebih gelap tersebar di seluruh tubuh (Iskandar 1998).

Gambar 2. (a) Bentuk kaki depan Katak pohon bergaris; (b) selaput yang tidak penuh pada keempat jari tangan (Sumber Berry 1875)

Menurut Leong & Chou (1999), berudu P. leucomystax memiliki warna kepala-tubuh dan ekor kecoklatan hingga kuning gelap, terkadang bercorak gelap. Bagian sirip ekor terkadang berpigmen coklat atau kehitaman. Pada moncong mulut terdapat spot (titik) berwarna putih terang dan terdapat corak gelap dari arah mata ke ujung moncong (Gambar 3).

Gambar 3. Berudu Katak-pohon bergaris; (a) Tampak samping, lateral dan (b) Tampak atas, dorsal (Sumber Leong & Chou 1999)

(b) (a)

(23)

2.3. Ekologi

Perkembang-biakan amfibi merupakan suatu proses perubahan bentuk morfologi di setiap perkembangannya hingga menjadi individu muda. Kebanyak-an spesies amfibi hKebanyak-anya berkembKebanyak-ang-biak selama waktu tertentu dalam satu tahun dan biasanya pada musim tertentu pula (Halliday & Adler 2000).

Katak P. leucomystax merupakan jenis katak yang bisa hidup di habitat terganggu bahkan seringkali ditemukan di sekitar hunian manusia yang terdapat genangan air, tetapi jarang ditemukan di hutan primer. Seperti halnya jenis amfibi lainnya, siklus hidupnya sangat berkaitan erat dengan ketersediaan air tawar, baik untuk tempat hidup, mencari makan, dan juga berkembang-biak (Inger & Stuebing 1997; Berry 1975).

Katak pada umumnya melakukan perkawinan dan proses fertilisasi secara eksternal yang dikenal dengan istilah amplexus. Pada saat kawin, katak jantan berada di atas tubuh katak betina (Duellman & Trueb 1994; Goin et al. 1978). Pilihan betina atas individu jantan sebagai pasangan kawin ditentukan oleh kecocokan frekuensi suara, ukuran tubuh, umur dan kondisi fisik katak jantan (Eggert & Guyetant 2003; Schiesari et al. 2003; Morrison et al. 2001). Sebagian besar amfibi bertelur pada air tawar atau di darat (oviparous). Pemilihan lokasi peletakan telur oleh amfibi sangat beragam dan tergantung pada masing-masing jenis katak. Telur dapat diletakkan di tempat terbuka, berada di atas air (permanen atau sementara), di air yang mengalir, di bawah batu atau kayu lapuk, di lubang pohon atau di daun yang terdapat air menggenang (Goin et al. 1978).

Strategi berbiak ini sangat tergantung pada jenis dan kondisi habitatnya. P. leucomystax dapat bertelur 150-900 butir yang berada dalam sarang berupa busa. Pasangan katak ini biasanya membuat sarang berbusa di atas tetumbuhan di atas kolam. Beberapa diantaranya menempel pada bagian bawah semak atau pada cabang pohon yang tinggi di atas genangan air semi-permanen (Leong & Chou 1999). Namun pada kondisi tidak terdapat vegetasi, sarang diletakkan di bagian pinggir kolam yang berbatasan langsung dengan air. Setelah menetas, berudu akan bergerak menggeliat dan membuat busa mencair, membuat jalan masuk ke bagian bawahnya dan jatuh ke kolam. Proses ini biasanya dibantu oleh air hujan (Berry 1975).

(24)

8 Semua amfibi merupakan satwa karnivora. Pakan katak dewasa antara lain adalah serangga, cacing, dan arthropoda. Untuk jenis katak yang berukuran lebih besar, makanannya mencakup ikan kecil, udang, kerang, katak kecil atau katak muda (Halliday & Adler 2000; Iskandar 1998). Namun pada saat fase berudu, hampir semua jenis katak merupakan herbivora (Iskandar 1998).

Amfibi tidak memiliki bentuk pertahanan yang aktif. Sebagian besar Anura melompat atau berenang untuk melarikan diri dari predator. Jenis-jenis tertentu memiliki warna yang menyerupai lingkungannya untuk bersembunyi (kamuflase) dari predator (Iskandar 1998). Beberapa jenis Anura memiliki kelenjar racun pada kulitnya, seperti pada dart-poison frogs (Dendrobates spp.) di Amerika Selatan dan jenis dari famili Bufonidae (Halliday & Adler 2000; Iskandar 1998).

2.4. Habitat dan Penyebaran

P. leucomystax sering ditemukan di antara tetumbuhan atau di sekitar rawa dan hutan sekunder bekas tebangan (Iskandar 1998), hutan terganggu, areal pertanian, kebun (Lim & Lim 1992), hutan sub-tropis, lahan basah, daerah permukiman, padang rumput, pantai, dan semak belukar (Diesmos et al. 2004). Menurut Schijfsma (1932), di Pulau Jawa P. leucomystax dapat ditemukan di daerah persawahan, kolam, serta genangan air yang tidak mengalir lainnya.

Penyebaran populasi P. leucomystax di dunia sangat luas. Katak ini dapat ditemukan di India, Cina Selatan, Indo-Cina, Filipina, Nicobar, Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, Thailand, Peninsular Malaysia, Mentawai, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Lombok, Sumbawa Sumba, Flores, Timor Timur, dan Irian Jaya. Penyebaran katak ini di Irian Jaya merupakan hasil introduksi (Iskandar 1998). Peta sebaran jenis katak ini seperti disajikan pada Gambar 4. Di wilayah Kampus IPB Darmaga, P. leucomystax dapat ditemukan di sekitar Sawah Baru, Arboretum Fakultas Kehutanan, hutan percobaan, dan persawahan di Cikabayan (Yuliana 2000).

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada bulan November–Desember 2006, jenis katak ini juga dapat ditemukan di areal lapangan bola voli Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Konservasi Tumbuhan Fakultas Kehutanan, Plaza Rektorat IPB, Fakultas Peternakan, Fakultas Perikanan

(25)

dan Ilmu Kelautan, Komplek Perumahan Dosen, Asrama Sylvasari, Kompleks Masjid Al-Hurriyyah, Gedung Graha Widya Wisuda dan Techno Park. Jenis ini sering ditemukan menempel di dinding tembok, daun, cabang atau bagian tumbuhan lainnya pada ketinggian kurang dari 2 m di atas permukaan tanah bahkan juga ditemukan di dalam pipa paralon dan saluran air (Yuliana 2000; Sholihat 2007).

Gambar 4. Peta penyebaran Katak-pohon bergaris (Polypedates leucomystax) (Sumber: IUCN 2004)

(26)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kampus IPB Darmaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan pada dua tahap. Tahap pertama dilakukan pada bulan Februari hingga April 2007 dan tahapan kedua dilakukan pada bulan Januari hingga awal bulan Maret 2008.

Pengamatan dan pengambilan data dilakukan dalam tiga periode waktu. Pengambilan data habitat (tutupan genangan, luas genangan, kedalaman air, dan kualitas air) dilakukan pada siang hari sedangkan pengambilan data iklim mikro (suhu udara, suhu air, dan kelembaban nisbi) dilakukan pada pagi (06.00-09.00 WIB), siang (12.00-15.00 WIB) dan malam hari (20.00-23.00 WIB). Kegiatan pengambilan sampel katak dewasa dan berudu dilakukan pada malam hari.

Gambar 5. Peta lokasi penelitian di areal Kampus IPB Darmaga (Sumber: Google earth 2008)

Pengambilan sampel dilakukan di 12 tampungan/genangan air yang terbagi dalam 2 tipe, yakni tampungan air permanen dan temporer. Penentuan lokasi

dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) berdasarkan hasil penelitian

Yuliana (2000), Yazid (2006), dan penelitian pendahuluan (Desember 2006– Januari 2007). Posisi, kode, dan kategori genangan disajikan pada Tabel 2.

(27)

11

Tabel 2. Posisi, kode, dan kategori genangan air lokasi pengambilan sampel

No. Lokasi pengambilan sampel Kode Koordinat Ketinggian m dpl genangan Kategori

Genangan Permanen 1. Kolam Utama Taman Rektorat Pp.1 06033’38.0” S 106043’41.5” E 213 Artifisial 2. Kolam 2 (kiri) Taman Rektorat Pp.2 06033’37.7” S 106043’38.0” E 209 Artifisial 3. Kolam 3 (kanan) Taman Rektorat Pp.3 06033’37.6” S 106043’37.9” E 209 Artifisial 4. Kolam (sedang) IPAL-Fateta Pp.4 06 033’33.6” S 106043’41.0” E 207 Artifisial 5. Kolam (kecil) IPAL-Fateta Pp.5 06033’33.6” S 106043’41.0” E 207 Artifisial 6. Kolam (besar) IPAL-Fateta Pp.6 06033’33.7” S 106043’40.9” E 207 Artifisial Genangan Temporer

1. Saluran air (selatan) Arboretum Fahutan Tp.1 06033’28.3” S 106043’45.7” E 212 Artifisial 2. Lab. Konservasi Tumbuhan Fahutan Tp.2 06033’26.3” S 106043’44.5” E 213 Artifisial

3. Saluran air Audit Toyyib-Faperta Tp.3 06033’30.0” S 106043’48.2” E 211 Artifisial 4. Saluran air Gymnasium Tp.4 06 033’27.3” S 106043’57.1” E 215 Artifisial

5. Saluran air (timur) Graha Widya Wisuda

Tp.5 06033’39.1” S

106043’52.3” E 213 Artifisial

6. Saluran air (barat)

Lap. Voli Fateta Tp.6 06

033’32.4” S

106043’40.4” E 209 Artifisial

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Polypedates leucomystax merupakan salah satu jenis anura dari keluarga Rhacophoridae yang mudah dijumpai di sekitar kawasan pemukiman yang bervegetasi, termasuk di Kampus IPB Darmaga. Jenis ini diketahui memiliki kemampuan beradaptasi terhadap kerusakan habitat dan belum diketahui secara spesifik ancaman yang dapat menganggu kestabilan populasi. Sehingga jenis ini

termasuk jenis dengan populasi yang melimpah setelah kodok buduk (Bufo

melanostictus) di Kampus IPB Darmaga. dpl = di atas permukaan laut

(28)

12

Kawasan Kampus IPB termasuk kategori kawasan yang berada di dataran rendah dengan ketinggian 190–250 m dpl dan memiliki tipe iklim A. Dahulunya

penutupan lahan di Kampus IPB didominasi oleh perkebunan karet (Hevea

brasiliensis) yang kemudian dikonversi menjadi kawasan pendidikan (Mulyani 1985). Namun kini, terjadi perubahan penutupan lahan oleh unsur mikrohabitat yang semakin beragam akibat pola pengembangan fasilitas dan sarana perkuliahan di kawasan kampus IPB. Unsur mikrohabitat yang paling mendominasi adalah mikrohabitat pepohonan dan bangunan gedung-perumahan (Kurnia 2003).

Kondisi ini sangat ideal bagi jenis P. leucomystax untuk hidup dan

berkembangbiak. Dengan adanya pembangunan saluran air, wadah penampung air, kolam-kolam percobaan, dan cekungan tanah pada jalur jalan tanah memberikan peluang bagi katak dewasa untuk meletakkan telur pada dinding atau tumbuhan di atas genangan air sebagai lokasi berbiak. Dengan demikian, kawasan Kampus IPB Darmaga dapat dijadikan sebagai lokasi penelitian untuk mem-pelajari preferensi habitat berbiak P. leucomystax.

3.3. Kerangka Kerja Penelitian

Penelitian ini mengkaji tingkat kesukaan habitat untuk kepentingan berbiak dan meletakan telur dari 12 lokasi berbiak yang diketahui berdasarkan penelitian pendahuluan. Selanjutnya dilakukan identifikasi karakteristik habitat berbiak yang mencakup kondisi iklim mikro (suhu dan kelembaban nisbi), penutupan genangan, kualitas air (DO, BOD, COD, kekeruhan, TDS, Daya Hantar Listrik, pH), suhu air, luasan genangan air, dan kedalaman air. Keberadaan jenis lain dan predator alami juga dipertimbangkan dalam hal ini.

Preferensi habitat berbiak dirunutkan mulai dari habitat yang paling disukai hingga habitat yang kurang disukai. Asumsi yang digunakan bahwa suatu habitat tersebut disukai oleh P. leucomystax sebagai habitat berbiak adalah besarnya nilai frekuensi perjumpaan sarang, populasi berudu yang melimpah, dan jumlah

individu dewasa yang teramati, baik yang sedang kawin (amplexus) maupun tidak,

per luas permukaan genangan air. Selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut terhadap faktor lingkungan yang dianggap mempengaruhi pemilihan habitat berbiak yang kemudian sebagai tempat tumbuh-kembang berudu katak.

(29)

13

3.4. Alat dan Bahan

Alat dan bahan digunakan dalam kegiatan pengamatan katak dewasa dan berudu, pengumpulan spesimen dan identifikasi, pengamatan habitat dan dokumentasi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

No. Alat dan Bahan Kegunaan

A. Penandaan lokasi penelitian

1. Meteran (50m) Mengukur dimensi habitat berudu

2. Kompas Mengetahui posisi sarang

3. GPS Mengetahui koordinat lokasi penelitian

4. Pita tanda (flagging tape) Penanda lokasi pengamatan

5. Peta Menentukan lokasi plot penelitian

B. Pengumpulan data dan identifikasi jenis

1. Senter dan baterai Alat penerangan

2. Kantong plastik Penampung sementara sampel

3. Spidol permanen Pelabelan pada kantong plastik

4. Jam Pengukur waktu

5. Alat tulis dan daftar isian Pencatatan data lapangan

6. Buku panduan identifikasi Mengidentifikasi jenis

7. Kaliper Mengukur panjang tubuh/ SVL sampel

8. Timbangan (5, 10, 30, 60 g) Mengukur berat sampel

9. Jaring berudu/lamit Menangkap sampel berudu

10. Formalin dan Alkohol 70% Mengawetkan spesimen

11. Tabung spesimen Wadah spesimen yang telah diawetkan

12. Kapas dan alat suntik Perlengkapan preservasi

13. Kertas label dan benang Pelabelan spesimen

14. Kaca pembesar (lup) Pengamatan morfologi sampel

15. Akuarium Wadah uji coba sampel di laboratorium

C. Pengukuran parameter habitat

1. Termometer digital Pengukuran suhu air dan udara

2. Kertas pH Pengukuran tingkat keasaman air

3. Higrometer Pengukuran kelembaban relatif

4. Botol plastik 600 ml Wadah sampel air

D. Dokumentasi

1. Kamera digital dan baterai Pengambilan foto

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah fisik habitat, kondisi sarang, berudu dan katak dewasa P. leucomystax. Dikaji pula anura jenis lain dan predator alami pada habitat yang sama.

(30)

14

3.5. Jenis Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian di lapangan dikelompokan sebagai berikut: (a) data primer, mencakup karakteristik habitat berbiak, frekuensi

perjumpaan katak dewasa P. leucomystax, jumlah sarang dan jumlah berudu yang

teramati; (b) data sekunder, meliputi jenis berudu dan anura lain, predator alami, kondisi iklim lokasi penelitian dan hasil penelitian sebelumnya. Komponen data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komponen data penelitian

Kondisi fisik-kimia genangan

Data katak dewasa

Frekuensi sarang & data berudu

Cover (%) Lokasi Lokasi

Kedalaman air (m) Jenis Kondisi sarang

Luas permukaan (m2) Snout vent length (SVL) Tanggal penemuan

Suhu air (oC) Aktivitas saat ditemukan Dimensi sarang

Suhu udara (0C) Waktu penemuan Bobot sarang

Kelembaban relatif (%) Cuaca Jumlah telur

DO (mg/l) Sex Jenis berudu

BOD (mg/l) Weight (bobot) Jumlah berudu

COD (mg/l) Posisi horisontal

dari badan air

Predator alami Conductivity (μ S/cm) Posisi vertikal

dari badan air/ tanah

Kekeruhan (NTU) Subtrat

TDS (mg/l) Kecacatan

pH

3.6. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian mengacu pada Heyer et.al. (1994), yakni

dengan menggunakan metode Visual Encouter Survey (VES) untuk katak dewasa

di sekitar lokasi ditemukan habitat berudu dan removal methods untuk mengamati

populasi berudu. Prosedur pengambilan data diuraikan sebagai berikut:

1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui habitat berbiak P.

leucomystax dan permasalahannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat ditentukan penempatan plot pengamatan.

(31)

15

Pengelompokan plot pengamatan berdasarkan tipe genangan air dan variasi karakteristik habitat. Penentuan koordinat plot dilakukan dengan menggunakan alat GPS dan kompas.

2. Pengumpulan data karakteristik habitat berbiak

Data habitat yang kumpulkan mencakup pengukuran luas genangan (panjang, lebar, diameter, tinggi), suhu air dan udara, kelembaban relatif, kedalaman air, pH air, persentase penutupan genangan, dan beberapa parameter kualitas air (DO, BOD, COD, kekeruhan, TDS dan daya hantar listrik). Pengukuran faktor lingkungan ini dilakukan dengan asumsi perbedaan kondisi fisik dan kualitas genangan air menyebabkan perbedaan kondisi mikro-habitat yang berpengaruh juga pada frekuensi penemuan sarang, berudu dan individu

dewasa P. leucomystax. Pengukuran suhu air, suhu udara, dan kelembaban relatif

dilakukan di waktu pagi (06.00-09.00 WIB), siang (12.00-15.00 WIB) dan malam (20.00-23.00 WIB) pada setiap lokasi pengamatan dengan 3 kali ulangan per lokasi. Pengukuran beberapa parameter kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dengan sampel air sebanyak 600 ml.

3. Pengumpulan data P. leucomystax dewasa

Pengumpulan data ini dilakukan pada malam hari (20.00-23.00 WIB, tergantung kondisi cuaca) dengan 3 kali ulangan pada setiap lokasi pengamatan. Pencarian individu katak dewasa dilakukan di sekitar lokasi genangan dengan pengamatan langsung maupun pencatatan jumlah suara yang terdengar. Metode ini merupakan teknik yang paling efektif untuk mengamati lokasi berbiak dan sebaran spasial populasi (Parris 1999). Pengamatan malam hari melibatkan 2-3 orang yang berjalan perlahan di sekitar lokasi ditemukannya sarang ataupun berudu dengan menggunakan lampu senter sebagai penerangan.

Semua individu P. leucomystax ditemukan selama pengamatan ditangkap

dan dimasukan ke dalam kantong plastik untuk identifikasi dan pengukuran morfologi. Data yang dicatat pada kantong plastik berupa waktu penemuan, aktivitas, lokasi ditemukan, posisi horisontal dari badan air, posisi vertikal dari badan air/permukaan tanah, dan nama kolektor. Pencatatan jumlah suara digunakan untuk memprediksi jumlah individu dan posisi sumber suara.

(32)

16

Jenis anura lainnya yang ditemukan cukup dicatat jenis, lokasi ditemukan, dan jenis kelamin (jika diketahui). Identifikasi dan pengukuran morfologi dilakukan di lapangan setelah kegiatan pengamatan selesai. Informasi yang dicatat

berupa jenis, sex (jika diketahui), Snout vent length (SVL), bobot, subtrat

ditemukan, lokasi ditemukan, aktivitas, dan kecacatan (jika ditemukan). Untuk kepentingan dokumentasi, beberapa spesimen diawetkan di laboratorium.

4. Pengumpulan data kondisi sarang dan jumlah berudu

Pengumpulan data jumlah sarang pada semua lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan mencatat jumlah sarang yang ditemukan pada lokasi tersebut, baik dalam kondisi utuh, rusak, maupun berdasarkan jejak sarang yang masih melekat pada dinding kolam ataupun batang tanaman. Data lain yang dianggap perlu dicatat berupa lokasi peletakan sarang, kondisi fisik sarang, ketinggian sarang dari badan air, subtrat sarang, dimensi dan bobot sarang. Beberapa sarang yang ditemukan diambil untuk diamati perkembangannya di laboratorium.

Pendugaan kelimpahan populasi berudu dilakukan dengan menggunakan

metode penangkapan berudu (removal methods). Metode ini mengadopsi metode

Heyer et al. (1994) dan Krebs (1978) untuk tipe habitat genangan air kecil, kolam permanen dan kolam temporer. Metode ini menggunakan beberapa asumsi yang harus dipenuhi, yakni: (i) populasi yang diamati adalah populasi yang tertutup; (ii) setiap individu memiliki peluang tertangkap yang sama pada setiap upaya penangkapan; (iii) luasan bidang tangkap adalah tetap selama kegiatan penelitian berlangsung.

Pada genangan air yang memiliki kedalaman kurang dari 0,5 m dengan kondisi air tidak keruh dan luasan yang tidak terlalu besar, maka perhitungan individu berudu dilakukan secara sensus yang selanjutnya ditangkap dengan menggunakan jaring berudu/lamit. Genangan air yang memiliki kedalaman lebih dari 0,5 m, penangkapan berudu dilakukan dengan menggunakan jaring berudu

berdiameter 35 cm. Upaya penangkapan dan perhitungan individu secara sensus

dilakukan 60 menit dengan rentang waktu 10 menit per upaya. Individu yang tertangkap dihitung secara sensus tanpa pengembalian, selanjutnya diidentifikasi dan dikelompokan berdasarkan tahapan metamorfosis (jika diketahui).

(33)

17

Penentuan tahap perkembangan berudu mengacu pada panduan tahapan Gosner (Duellman & Trueb 1994). Setelah kegiatan selesai sebagian berudu dilepaskan kembali dan beberapa individu dipilih secara acak untuk kepentingan spesimen.

5. Preservasi spesimen

Kegiatan preservasi bertujuan untuk memudahkan proses identifikasi dan pengukuran morfologi lanjutan, disamping sebagai dokumentasi penelitian. Proses preservasi dilakukan dengan menggunakan alkohol 70% dan formalin. Selanjutnya disimpan dalam tabung spesimen yang berisi alkohol 70% dan diberikan label informasi berupa jenis, lokasi ditemukan, sex (katak dewasa)/ stage gosner (berudu), habitat, tanggal preservasi, dan nama kolektor.

6. Analisis data

Setelah pengumpulan data lapangan selesai, data tersebut dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap variabel penelitian yang telah diuraikan sebelumnya. Keluaran yang dihasilkan berupa tabel, diagram, dan grafik yang

menggambarkan kondisi habitat berbiak P. leucomystax di kedua tipe genangan

air. Analisis data mengunakan software Microsoft Excel dan SPSS 13.0 for Windows.

3.7. Analisis Data

Preferensi habitat berbiak P. leucomystax ditentukan berdasarkan frekuensi

penemuan sarang, jumlah berudu yang teramati, dan frekuensi perjumpaan katak dewasa. Selanjutnya dilakukan reduksi parameter lingkungan yang telah diukur untuk menentukan faktor yang berperan dalam proses pemilihan habitat berbiak. Data mengenai keberadaan jenis anura lainnya dan predator alami digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penjelasan lokasi yang disukai untuk berbiak. Informasi lainnya yang mendukung hasil penelitian ini adalah data iklim tahun 2007, karakteristik sarang dan persen keberhasilan telur yang berkembang menjadi berudu. Analisis data mengikuti kaidah sebagai berikut:

(34)

18

1. Karakteristik genangan air

Data karakteristik genangan air dianalisis dengan menggunakan Uji idependensi dengan menggunakan persamaan khi-kuadrat untuk menguji ada tidaknya perbedaan rata-rata suhu air, suhu udara, kelembaban nisbi, penutupan genangan dan kualitas air (DO, BOD, COD, TDS, pH, DHL dan kekeruhan) pada genangan air permanen dan temporer. Uji khi-kuadrat menggunakan taraf nyata 0,05 dengan asumsi kedua populasi tersebut menghampiri sebaran normal. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

H0 = Tidak ada perbedaan antara tipe genangan air permanen dan temporer

berdasarkan rata-rata variabel mikro-habitat yang diukur.

H1 = Ada perbedaan antara tipe genangan air permanen dan temporer berdasarkan

rata-rata variabel mikro-habitat yang diukur. pada taraf nyata 0,05, tolak H0 jika:

a). Khi-kuadrat Hitung > Khi-kuadrat Tabe atau,

b). p < 0,05

persamaan khi-kuadrat ditampilkan sebagai berikut: ∑

Nilai χ2 menggambarkan nilai bagi peubah acak yang sebarannya mengikuti

kaidah sebaran khi-kuadrat sedangkan lambang Obk dan e bk masing-masing

menyatakan frekuensi teramati dan frekuensi harapan pada suatu penarikan contoh.

2. Preferensi habitat berbiak Polypedates leucomystax

Analisis preferensi habitat berbiak P. leucomystax diduga berdasarkan

jumlah katak dewasa, jumlah berudu yang teramati dan frekuensi perjumpaan sarang pada masing-masing plot.

Untuk mengetahui tingkat preferensi habitat berbiak P. leucomystax pada

semua genangan yang diamati digunakan Habitat Preference Index (Duncan 1983

dalam Santos et al. 2002). Indeks preferensi habitat (Pi) merupakan logaritma dari proporsi individu yang teramati pada habitat tertentu dibagi proporsi luasan

(35)

19

habitat tersebut. Apabila nilai Pi > 0,3, maka dapat dikatakan bahwa habitat

tersebut disukai oleh P. leucomystax untuk berbiak. Namun, jika nilai Pi < 0,3

maka yang terjadi adalah sebaliknya (Bignal et al. 1988 dalam Beltzer et al.

2004). Indek Preferensi Habitat dirumuskan sebagai berikut:

Pi =

+

1

10

log

i i

a

x

Pi merupakan nilai indeks preferensi habitat, sedangkan xi adalah proporsi

jumlah individu yang teramati pada lokasi ke-i dan ai adalah proporsi luas

genangan air ke-i. Semakin besar nilai Pi menunjukan semakin besar pula tingkat kesukaan terhadap suatu habitat untuk aktivitas berbiak P. leucomystax.

3. Analisis pengaruh faktor lingkungan

Penentuan ada atau tidaknya pengaruh faktor lingkungan yang terukur serta teramati di lapangan terhadap pemilihan habitat berbiak dianalisis menggunakan korelasi Spearman rho dan penjabaran secara deskriptif. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel. Persamaan umum korelasi Spearman rho adalah sebagai berikut:

r =

(

)

1

6

1

12 2

=

n

n

S

d

n i i Keterangan :

S = Selisih antara jumlah data yang lebih besar dengan jumlah data yang lebih kecil

n = Jumlah data

Selanjutnya, faktor lingkungan yang dianggap memberikan pengaruh

terhadap indeks preferensi habitat berbiak P. leucomystax dianalisis menggunakan

analisis regresi. Analisis regresi berguna untuk memprediksi seberapa jauh

pengaruh satu atau beberapa variabel bebas (independent) terhadap variabel

bergantung (dependent).

Variabel bebas dalam analisis ini adalah faktor abiotik yang telah diukur dan faktor biotik yang teramati, sedangkan variabel bergantung terdiri dari jumlah katak jantan dan betina, total katak dewasa, frekuensi sarang, dan jumlah berudu yang teramati. Analisis regresi memiliki bentuk umum sebagai berikut:

(36)

20

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + …+ bnXn Keterangan :

Y = Variabel bergantung (dependent variabel) X = Variabel bebas (Independent variabel)

a = Konstanta regresi

b = Intersep atau kemiringan garis regresi

Paramater habitat berbiak yang diukur tidak memilki unit yang sama, sehingga perlu dilakukan normalisasi data melalui transformasi. Dalam kasus ini digunakan transformasi arcsin. Transformasi ini sesuai untuk data proporsi yang

dinyatakan dalam sebagai pecahan desimal atau persentase. Transformasi arcsin

dilakukan dengan menggunakan tabel arcsin pada Lampiran 6. Perhitungan data

dengan metode ini menggunakan perangkat lunak statistik SPSS.13 for Windows dan Microsoft Excel 2007 yang menghasilkan keluarannya dapat berupa grafik maupun tabel.

(37)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak dan Luas

Kampus IPB Darmaga terletak ± 9 km arah barat pusat kota Bogor atau ± 49 km sebelah selatan kota Jakarta. Secara administratif, areal Kampus IPB Darmaga termasuk dalam wilayah Desa Babakan Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Batas-batas Kampus IPB Darmaga adalah:

a). Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Babakan,

b). Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Raya Bogor–Jasinga, c). Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Cihideung, dan

d). Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Ciapus dan Sungai Cisadane. Secara geografis, areal Kampus IPB Darmaga terletak antara 6o30’– 6o45’ Lintang Selatan dan 106o30’–106o45’ Bujur Timur dengan luas areal adalah 256,97 ha dan berada di ketinggian 190–250 m dpl.

4.2. Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel pada tipe genangan air permanen terletak di Plaza Akademik atau lebih dikenal dengan Taman Rektorat dan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Fakultas Teknik Pertanian. Kolam Utama Taman Rektorat terletak di tengah taman (Gambar 6a). Kolam ini berbentuk lingkaran dengan logo IPB di tengahnya dan terdapat dua buah kubah eks-penangkaran kupu-kupu di sebelah selatan dan utara kolam. Di sekililing kolam terdapat tanaman pagar yang digunakan untuk bersembunyi oleh katak dewasa pada siang hari. Sedangkan kolam 2 dan 3 di Taman Rektorat berjarak ± 100 meter dari kolam utama dengan posisi saling berseberangan, yakni berada di kiri dan kanan jalan utama taman, dengan bentuk geometri berupa gabungan persegi panjang dan setengah lingkaran (Gambar 6b dan Gambar 6c). Jenis vegetasi yang dapat ditemukan pada ketiga kolam tersebut diantaranya sengon, bintaro, kamboja, damar, bunga kupu-kupu dan palem.

(38)

22

Gambar 6. Lokasi pengambilan sampel di Taman Rektorat IPB; (a) kolam utama, (b) kolam 3 (kanan) dan (c) kolam 2 (kiri)

Tipe genangan permanen lainnya berada di IPAL di dekat lapangan voli Fakultas Teknik Pertanian (Gambar 7). Kondisi air mengenang permanen dan fluktuasi volume air ditentukan oleh curah hujan dan asupan air dari limbah cucian alat-alat laboratorium dan aktivitas kampus lainnya yang ada di Fateta. Kondisi IPAL ini masih berfungsi namun jarang digunakan. Di bagian kiri bangunan ini terdapat 2 pohon angsana (Pterocarpus indicus) yang berdiameter lebih dari 50 cm dan juga jenis pohon Kapuk randu (Ceiba petandra) dan Sawo duren (Chrysophilum cainito). Ketiga lokasi ini juga ditumbuhi tanaman merambat yang biasanya untuk meletakan telur dan berlindung oleh katak dewasa pada siang hari. Terkadang pula lokasi ini dijadikan sebagai tempat pembuangan sementara (TPS) untuk sampah organik maupun non organik. Unsur logam dan beton mendominasi bahan baku rangka bangunan IPAL ini serta sifat airnya yang menggenang menyebabkan warna air tampak berwarna hijau pekat dan pada permukaan air terdapat corak atau bayangan yang berwarna kecoklatan akibat logam yang berkarat.

Gambar 7. Lokasi pengambilan sampel di IPAL Fakultas Teknik Pertanian; (a) kondisi IPAL, (b) kolam besar (Pp.6), (c) kolam sedang (Pp.4), (d) kolam kecil (Pp.5)

(39)

Lokasi pengambilan sampel untuk tipe genangan air sementara tersebar di beberapa tempat. Dua lokasi pertama terletak di Fakultas Kehutanan, yakni parit di sebelah selatan Arboretum Fahutan dan Lab. Lapang Konservasi Tumbuhan Fahutan. Arboterum Fahutan memiliki luas ± 0,36 hektar yang terletak di depan gedung utama Fakultas Kehutanan IPB. Arboretum ini merupakan miniatur hutan tropis yang ditanami dengan berbagai jenis pohon kehutanan dari keluarga Dipterocarpacea, Puspa (Schima wallicii), Kayu Afrika (Maesopsis emini), Matoa (Pometia pinnata), dan sebagainya. Parit kecil yang terdapat di sebelah selatan Arboretum, akan tergenang air apabila musim hujan tiba (Gambar 8a). Air ini mengalir sangat lambat karena tersumbat oleh ranting dan dedaunan sehingga pada dasar parit terbentuk endapan lumpur dan memungkinkan untuk katak memanfaatkan parit tersebut untuk berbiak, salah satunya jenis katak pohon Rhacophorus reinwardti (Yazid 2006).

Lokasi kedua adalah Lab. Lapang Konservasi Tumbuhan yang memiliki luas sekitar 0,20 Hektar dan terletak di samping Perpustakaan Departemen Silvikultur. Tampungan air yang terdapat berudu katak adalah berupa atap koridor dan perpustakaan yang dapat menampung air ketika hujan (Gambar 8b). Berdasarkan hasil penelitian Yazid (2006) dan penelitian pendahuluan (Desember 2006), tampungan air yang berbentuk persegi tersebut digunakan oleh Rhacophorus reinwardti dan Polypedates leucomystax sebagai tempat membesarkan berudu. Air yang menggenang dalam waktu yang lama dan berulang-ulang menyebabkan terjadi pengikisan terhadap bahan bangunan. Sehingga pada dasar genangan terdiri dari campuran pasir, lumpur, sisa-sisa ranting dan daun yang membusuk serta terdapat alga sebagai pakan berudu.

Gambar 8. Lokasi pengambilan sampel di Fakultas Kehutanan; (a) Arboretum Fahutan dan (b) Lab. Konservasi Tumbuhan Fahutan

(b) (a)

(40)

24 Lokasi pengambilan sampel lainnya terdapat di Fakultas Pertanian, Gymnasium, Parkiran GWW, dan Fakultas Teknik Pertanian. Semuanya berupa saluran air yang pada salah satu ujungnya memiliki cerukan yang lebih lebar dan dalam dibanding badan saluran air. Badan saluran air akan terisi air ketika turun hujan yang cukup deras dan terus-menerus dalam beberapa hari. Sebagian air akan mengalir melalui outlet dan sisanya tergenang pada cerukan dan badan saluran air. Badan saluran air ada yang seluruhnya tertutupi oleh beton, namun cerukannya terbuka, seperti saluran air di Audit Toyyib Faperta (Gambar 9a). Ada juga badan saluran air yang terbuka, namun cerukannya yang tertutupi oleh beton permanen, seperti pada saluran air di Parkiran GWW (Gambar 9c). Namun ada pula yang badan saluran air dan cerukannya sama-sama terbuka, misalkan pada saluran air di samping kiri-kanan Gymnasium (Gambar 9b) dan Fateta (Gambar 9d). Kondisi ini cukup menyulitkan dalam penangkapan sampel, karena katak dewasa lebih sering berada di dalam saluran air, begitu pula dengan larvanya.

Gambar 9. Lokasi pengambilan sampel di lokasi genangan sementara lainnya; (a) saluran air di samping Audit Toyyib Faperta, (b) saluran air di kiri-kanan Gymnasium, (c) saluran air di sebelah timur GWW, (d) saluran air di sebelah barat lapangan voli Fateta.

4.3. Kondisi Fisik

Topografi areal Kampus IPB Darmaga mewakili kondisi topografi datar hingga bergelombang dengan gedung-gedung yang dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun. Berdasarkan kemiringan lahan maka areal IPB Darmaga terdiri atas: (a) 41% areal dengan kemiringan lahan 0–5%, (b) 37% areal dengan kemiringan lahan 5–15%, (c) 17% areal dengan kemiringan lahan 15–25%, dan (d) 5% areal dengan kemiringan lahan > 25% (Mulyani 1985).

(41)

Berdasarkan perhitungan data curah hujan bulanan selama periode 10 tahun terakhir (1998–2007 ) serta klasifikasi curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson maka areal Kampus IPB Darmaga termasuk dalam tipe iklim A dengan jumlah bulan basah 10–12 bulan (Gambar 10). Daerah yang dikategorikan bertipe A merupakan daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis.

Gambar 10. Rata-rata jumlah curah hujan di wilayah Darmaga 10 tahun terakhir (1997-2006) dan curah hujan sepanjang tahun 2007 (Stasiun I Klimatologi Darmaga 2007)

Curah hujan rata-rata tahunan wilayah Darmaga selama 10 tahun terakhir mencapai 3.906 mm/tahun. Temperatur udara rata-rata selama tahun 2007 berkisar antara 20,7o–33,5oC, dengan suhu maksimum 34,6oC yakni pada bulan November dan suhu minimum 19,1oC pada bulan September. Kelembaban nisbi rata-rata 83,3%, kecepatan angin 1,9–3,7 km/jam, lama penyinaran matahari 66,3% dan laju penguapan 3,8% (Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga 2008).

Pola penggunaan lahan di Kampus IPB Darmaga terbagi kedalam 11 kelompok yaitu Komplek Akademik, Pusat Administrasi, Plaza Taman Rektorat, Arboretum, Kompleks Graha Widya Wisuda, Kandang Ternak, Komplek Olahraga, Komplek Mesjid Al Hurriyyah, Asrama Mahasiswa, Kebun Percobaan dan Ruang Terbuka Hijau (Kurnia 2003). Areal Kampus IPB Darmaga juga mewakili habitat perairan, yakni Danau LSI, Rawa berumput/lahan basah, kolam percobaan, DAS Cihideung DAS Cisadane dan DAS Ciapus.

0 100 200 300 400 500 600 700

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

cura h h u ja n (m m/b u la n) Bulan 2007 97-2006

(42)

26

4.4. Kondisi Biotik

Kondisi vegetasi secara umum di lingkungan Kampus IPB Darmaga berupa vegetasi semak berumput, tegakan karet, hutan pinus, hutan campuran, hutan percobaan, arboretum serta tanaman perkarangan perumahan dan taman. Pada mulanya seluruh wilayah Kampus IPB Darmaga didominasi oleh tegakan karet (Hevea brasilliensis), namun saat ini hanya terdapat di beberapa lokasi saja. Selain itu terdapat pula tegakan hutan campuran yang terletak di sebelah utara Masjid Al-Hurriyyah yang merupakan miniatur dari hutan tropika dataran rendah karena adanya strata tajuk yang berbeda.

Kondisi habitat yang beragam mendukung kehidupan jenis satwaliar yang beragam pula. Tercatat 12 jenis mamalia, 68 jenis burung, 37 jenis reptilia, dan 4 jenis ikan yang ada di lingkungan Kampus IPB berdasarkan kajian yang dilakukan Hernowo dkk pada tahun 1991. Kemudian dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, tercatat 77 jenis dari 4 famili kupu-kupu (Saputro 2007) dengan 3 jenis diantaranya endemik Indonesia, 72 jenis dari 34 famili burung (Kurnia 2003) termasuk 15 jenis yang dilindungi dan 3 jenis endemik Pulau Jawa, 33 jenis reptil dan 13 jenis dari 4 famili amfibi ordo anura (KPH Himakova 2008 pers com.; Yuliana 2000). Hasil tersebut menambah daftar kelimpahan dan keanekaragaman satwaliar di Kampus IPB Darmaga.

(43)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Habitat Berbiak Polypedates leucomystax

5.1.1. Kondisi fisik genangan air

Habitat berbiak Polypedates leucomystax dapat dikelompokan menjadi dua

berdasarkan ketersediaan air, yakni habitat genangan air permanen (Pp) dan temporer/sementara (Tp). Lokasi genangan air umumnya berdekatan dengan bangunan gedung yang di sekitarnya terdapat pohon, tumbuhan bawah maupun

tanaman hias. Luas permukaan genangan air permanen rata-rata 19,47 m2,

sedangkan genangan air temporer memiliki luas permukaan genangan rata-rata 10,03 m2.

Habitat genangan air permanen merupakan kolam-kolam buatan yang kondisi airnya tersedia sepanjang tahun dengan kedalaman air mencapai 3 meter dengan rata-rata 1,02 meter. Sebaliknya, habitat genangan air sementara umumnya berupa saluran air/selokan yang airnya menggenang apabila terjadi hujan lebat dalam beberapa hari. Kedalaman air rata-rata pada genangan air temporer sebesar 0,15 meter dengan kedalaman air maksimum mencapai 0,5 meter. Penutupan genangan air dapat disebabkan oleh penutupan tajuk pohon maupun bangunan yang ada di sekitarnya. Penutupan genangan air habitat berbiak P. leucomystax memiliki kisaran 0–96% dengan tutupan rata-rata pada genangan air permanen sebesar 33% dan 61% pada genangan sementara.

Hasil uji khi-kuadrat menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara luas permukaan genangan, kedalaman air dan penutupan genangan pada tipe genangan air permanen maupun temporer dengan nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (lihat Lampiran 8). Kondisi ini berarti rerata variabel yang diukur pada genangan permanen maupun temporer dapat dianggap homogen, meskipun hasil pengukuran menunjukan data yang bervariasi. Karakteristik fisik genangan air sebagai habitat berbiak P. leucomystax ditampilkan pada Tabel 5.

(44)

28

Tabel 5. Karakteristik habitat berbiak P. leucomystax di Kawasan Kampus IPB

No genangan Tipe Plot

Luas permukaan (m2) Kedalaman air rata-rata (m) Bahan bangunan genangan Kategori genangan Penutupan genangan (%)

1. Permanen Pp.1 12,56 0,51 Keramik Artifisial 0,00

Pp.2 48,81 0,39 Keramik Artifisial 37,50

Pp.3 48,81 0,39 Keramik Artifisial 30,00

Pp.4 3,40 0,80 Beton Artifisial 13,75 Pp.5 1,00 0,99 Beton Artifisial 35,00 Pp.6 2,22 3,06 Beton Artifisial 85,00 2. Sementara Tp.1 10,00 0,09 Beton Artifisial 96,25

Tp.2 10,85 0,05 Beton Artifisial 35,00 Tp.3 17,75 0,27 Beton Artifisial 87,26 Tp.4 4,92 0,16 Beton Artifisial 17,50 Tp.5 5,80 0,10 Beton Artifisial 81,25

Tp.6 4,53 0,22 Beton Artifisial 52,50

Keterangan: Pp.1= kolam utama taman rektorat; Pp.2 dan Pp.3 = kolam di kiri-kanan jalan utama taman rektorat; Pp.4, Pp.5 dan Pp.6 = kolam sedang, kecil dan besar di IPAL Fateta; Tp.1 = saluran air bagian selatan Arb.Fahutan; Tp.2 = genangan air di atap perpustakaan Silvikultur–Lab. Konservasi Tumbuhan; Tp.3 = saluran air Auditorium Toyyib Faperta; Tp.4 = saluran air di Gymnasium; Tp.5 = saluran air sebelah timur GWW dan Tp.6 = saluran air sebelah barat lapangan voli Fateta.

5.1.2. Beberapa parameter kualitas air

Pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas air digunakan untuk mengetahui perbedaan kualitas air pada kedua tipe lokasi pengambilan sampel. Hasil pengukuran terhadap beberapa kualitas air ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Beberapa parameter kualitas air pada habitat genangan air permanen dan sementara

No Genangan Tipe Plot Parameter kualitas air yang diamati

DO BOD5 COD Turb TDS Cond pH

1 Permanen Pp.1 7,38 4,20 15,80 1,80 4,00 0,08 6,01 Pp.2 8,83 3,52 15,80 3,45 5,00 0,09 6,05 Pp.3 8,21 2,72 19,00 4,30 4,00 0,07 5,67 Pp.4 1,44 5,17 20,59 3,80 11,00 0,22 6,50 Pp.5 1,64 3,32 17,40 1,80 13,00 0,26 5,82 Pp.6 0,62 3,20 23,16 1,55 15,00 0,29 6,58 2 Sementara Tp.1 na na na na na na na Tp.2 na na na na na na na Tp.3 1,03 8,27 17,41 5,30 15,00 0,29 5,42 Tp.4 2,87 3,41 14,53 2,45 3,00 0,05 5,91 Tp.5 na na na na na na na Tp.6 1,23 3,25 14,53 1,55 4,00 0,07 6,41

Keterangan: DO (Oksigen terlarut), BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dalam satuan mg/l; Turb (Turbidity/ kekeruhan) dalam satuan NTU; TDS (Total Dissolved Solid/padatan terlarut total) dalam satuan mg/l; Cond (Conductivity/ Daya Hantar Listrik) dalam satuan μ S; na: data not available (kondisi air sedang kering).

Gambar

Tabel 1.  Perbandingan ukuran panjang tubuh/ SVL katak pohon bergaris.
Gambar 3.   Berudu Katak-pohon bergaris; (a) Tampak samping, lateral dan (b)  Tampak atas, dorsal (Sumber Leong &amp; Chou 1999)
Gambar 4.  Peta penyebaran Katak-pohon bergaris (Polypedates leucomystax)  (Sumber: IUCN 2004)
Gambar 5.  Peta lokasi penelitian di areal Kampus IPB Darmaga (Sumber:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rata – rata jumlah leukosit pada masing- masing perlakuan berada pada kisaran abnormal, hal ini diduga karena nutrien yang tercerna pada ransum perlakuan diduga tidak

kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya dalam nilai dan norma, serta kelembagaan sosial budaya Contoh Interaksi Sosial Disajikan daftar pernyataan, peserta didik dapat

• Client membuka suatu socket UDP CS pada nomor port acak cx • Socket Client CS mengirimkan message ke ServerIP dan port sp • Socket Server SS dapat mengirimkan data balik ke

• Dalam Teori hak, PT Freeport Indonesia sangat tidak etis dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak

Dimensi intrapsikis melibatkan keadaan dan proses yang terjadi di dalam diri orang yang disakiti secara emosional maupun pikiran dan perilaku yang menyertainya, sedangkan dimensi

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan poteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien

Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Aktivitas Enzim Delta Amino Levulinic Acid Dehydratase, Kadar Hemoglobin dan Basophilic Stippling pada Mencit yang

[r]